Strategi Kampanye Partai Golkar Dalam Pemilu Kepala Daerah Kota Medan 2010

(1)

Strategi Kampanye Partai Golkar

Dalam

Pemilu Kepala Daerah Kota Medan 2010

D

I S U S U N OLEH:

MATTHEW S L TOBING

060906013

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ABSTRAKSI

Partai politik merupakan organisasi politik dari sebuah negara yang demokratis yang dibentuk dengan tujuan dan mempunyai fungsi yang jelas. Fungsi utama dari partai politik mencari dan mempertahankan kekuasaan. Upaya partai menjalankan program-program mereka diwujudkan, dengan cara ikut serta dalam pemilihan umum. Partai politik dalam upaya memperkenalkan produknya dilakukan dengan cara kampanye. Kampanye biasanya dilakukan oleh partai politik untuk menarik simpati rakyat dan untuk mencari dukungan rakyat. Melalui kampanye partai politik bisa berkomunikasi dengan rakyat dan memberitahukan informasi, visi, misi, tujuan dari partai tersebut. Selain itu rakyat juga dapat memilih dan menentukan pilihannya pada pemilu.

Pelaksanaan kampanye Pilkada Kota Medan 2010 diikuti oleh 10 calon walikota. Sejumlah nama pasangan calon yang meramaikan Pilkadasung Walikota Medan dan Wakil Walikota Medan 2010, yakni Indra Sakti Harahap-Delyuzar, Maulana Pohan-Ahmad Arif, Sigit-Nurlisa, Rahudman-Eldin, Bahdin-Kasim Siyo, Sjahrial-Yahya, Ajib Shah-Binsar Situmorang, Sofyan Tan-Nelly Armayanti, Joko Susilo-Amir Mirza, dan HM Arif-Supratikno. Ini dilaksanakan tidak hanya oleh satu partai politik tetapi oleh beberapa partai politik dalam satu wilayah.

Pelaksanaan kampanye yang dilakukan Golkar pada Pilkada Medan 2010 sama seperti partai-partai lainnya. Golkar dalam kampanyenya selalu mengedepankan isu-isu aktual seperti akan memerangi KKN, tuntunan penanggulangan krisis ekonomi, stabilitas ekonomi, sembako dan sebagainya. Selain itu Golkar selalu mengajak bersama-sama segenap masyarakat dalam membangun Indonesia untuk bangkit dalam krisis multidimensional. Kampanye yang dilakukan oleh partai Golkar di Kota Medan pada pilkada 2010 Kota Medan, adalah kampanye yang dilakukan secara terbuka yang melibatkan massa dari kader dan simpatisan Golkar. Meskipun massa Golkar dalam kampanye tidak terlihat besar, tetapi Golkar masih merupakan partai yang disegani dan menjadi saingan berat partai besar lainnya. Selain menjelaskan beberapa penjelasan diatas, Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kota Medan juga menggunakan beberapa pendekatan dalam memenangkan pemilihan kepala daerah Kota Medan 2010 yang lalu yakni:

1. Pendekatan Tokoh.

Dalam upaya menarik hati simpati sekaligus membentuk basis massa, maka Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kota Medan melakukan strategi pemenangan pemilu terhadap tokoh. Tokoh-tokoh ataupun pemuka agama dalam hal ini sangat diperlukan untuk menjadi media interaksi masyarakat, karena mereka telah dikenal cukup baik serta disegani dan biasanya menjadi panutan masyarakat disekitarnya. Dengan komunikasi, terjalinnya suatu interaksi social dan komunikasi politik dari tokoh-tokoh tersebut kepada masyarakat, maka partai Golkar Kota Medan akan mampu membentuk suatu basis massa disetiap tingkatan atau berbagai lapisan masyarakat. Dalam proses penjaringan massa dengan pendekatan tokoh yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota Medan dalam melakukan pendekatan tokoh digerakkan oleh para calon legislatif dan pengurus partai.


(3)

KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga sipenulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Strategi Kampanye Partai Golkar Dalam Pemilu Kepala Daerah Kota Medan 2010”.

Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pedidikan Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap “Strategi Kampanye Partai Golkar Dalam Pemilu Kepala Daerah Kota Medan 2010”. Ketertarikan penulis untuk membahas penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam mengetahui bagaimana caranya strategi partai golkar pada pemilihan kepala daerah walikota medan tahun 2010 memenangkan pasangan Drs. Rahudman Harahap MM dan Drs. H. Dzulmi Eldin, M.Si disaat putaran pertama.

Dalam skripsi ini penulis mencoba meneliti dengan menggunakan penelitian deskripsi dan menggunakan metode wawancara yang berupa pertanyaan berupa pertanyaan kepada yang bersangkutan dengan strategi kampanyepartai golkar dan memaparkan hasil penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun inteliktualitas untuk perbaikan skripsi in, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu penulis menyelesikan skripsi ini, yaitu

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, sebagai Dekan Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si, selaku ketua departemen Ilmu Politik 3. Bapak Drs. Anthonius Sitepu M.Si, sebagai dosen pembimbing yang

begitu banyak member arahan dan banyak meluangkan waktu dalam membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.


(4)

4. Bapak Faisal Andri Mahrawa S.IP M.Si, sebagai dosen pembaca yang begitu bnyak yang memberikan sran dan kritikan yang bersifat membangun, yang sangat bermanfaat untuk sipenulis dalam merampungkan skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Seluruh dosen dan asisten dosen yang mengajar dan mendidik penulis selama ini, seluruh staff Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak H. M. Lubis, selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dikantor DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara.

7. Bapak H. M. Harmen Ginting selaku sekretaris DPD Partai Golkar, yang sudah memberikan keterangan dan penjelasan tentang seputar perjalanan partai golkar dan bagaimana strategi partai golkar dalam memenangkan pemilihan daerah 2010.

8. Seluruh staff DPD Partai Golkar Sumatera Utara yang ikut membantu penulis memberikan data data penting yang sangat dibutuhkan penulis untuk menyusun skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara jurusan Ilmu Politik yang telah memberikan bekal ilmu yang tak ternilai harganya selama kuliah.

10.Kepada staff pegawai Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada saya semasa kuliah sampai selesai .

11.Kepada senior senior ilmu politik yang telah memberikan masukan dan saran sekaligus teman diskusi saya selama masa perkuliahan.

12.Teristimewa kepada ke dua orng tua ku tersayang, yang menjadi tumpuan hidupku selama ini, yang telah membesarkan, mendidik dan menasehati dan serta memotivasi tiada henti, memberikan dukungan penuh dalam kehidupan ku baik dlam perkuliahan hingga sampai penulis pada akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan selama


(5)

penulisan skripsi ini penulis dapat menyelesaikan berjalan dengan lancer.

13.Kepada seluruh keluarga ku yang berada di Jakarta, bandung maupun dikampung halaman ku tercinta ini medan banyak – banyak mengucapkan terima kasih sudah memberikan dorongan dan semangat terus untuk saya akan skripsi ini. Terutama buat Tulang dan Nantulang jona yang sudah membentu saya akan hal keuangan dalam meyelesikan urusan dan kepentingan saya dalam menyelesaikan perkulihan. Terima kasih buat semua semoga skripsi ini membawa baik bagi kita semua. Amin.

14.Buat saudari – saudari kandung ku. Pertama, Jennifer Sinur Lumban Tobing Amd terima kasih karena sudah tetap memberikan semangat kepada saya dan selalu memberikan dorongan kepada saya selama masa perkuliahan dan dissat masa masa terakhir ini yaitu skripsi. Yang kedua buat saudari ku Maylinda Sara lumban Tobing SP yang paling semangat membantu, menolong dan memotivasi ku dalam masa perkuliahan dan disaat saat terakhir ini. Saya ucapkan terimakasih karena dia juga cukup banyak memberikan kemudahan dalam sedikit menyelesaikan masalah keuangan didalam masa perkuliahan. Saya ucapkan banyak terimakasih.

15.Terima kasih juga buat kawan – kawan ku selama ini yang didalam kampus maupun diluar kampus. Khususnya kepada sahabat sahabat penulis yang sangat baik sekali yaitu Imelda purba dan juga Muhammad Rezani dan Zafar Pohan (ZP) yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan buat kawan yang lain yang sudah tetap setia bersama selama masa perkulihan, Zia Hidayat, Emi, \Debbi Tobing, Moehammad Aripin, Idaman Zebua, Haikal Pahmi, Putri wulandari, Bayu azhar, Anggina Masdaliffah, Gizhan, Fauzi adila, Bayu Putra(sudra), Sabar Manalu, Gitra Rorit, Reza gendut, Nadiasi, Marco bangun, Fani Siregar, Tigor manalu, Rifki, Amran, Edo, Dila, Astri, Adtia Fiesta, Bella, Stella, Maria


(6)

Simaremare, Pahmi, Muhda Susilo, Adoi dan semua teman teman Ilmu Poitik 06 terima kasih atas dukungan, doa dan kerja samanya.

Penulis dengan segala kerendahan hati yang tulus berharap skripsi ini dpat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak – pihak bersangkutan.

Medan, April 2012


(7)

DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan……….1

1.1Latar Belakang Penelitian……… ………. 1

1.2Perumusan Masalah……….. 5

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian……….. 5

1.4Kegunaan Penelitian ……….5

1.5Kerangka Teori ……….6

1.5.1.Kampanye ………6

1.5.1.1.Pengertian Kampanye ………6

1.5.1.2. Pengertian Juru Kampanye ………8

1.5.1.3. Peranan Juru Kampanye ………8

1.5.1.4. Sistem Kampanye……….. 9

1.5.1.5. Strategi Komunikasi Kampanye………...11

1.5.2.Pilkada……….20

1.5.3.Defenisi Partai Politik ………... 26

1.6 Metode Penelitian………29

1.6.1 Metode yang digunakan………..29

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data………..29

1.6.3 Teknik Analisa Data……….. …31

1.7Lokasi Penelitian………...32


(8)

Bab II Deskripsi Lokasi ………... 32

2.1. Sejarah dan Asal Muasal Pendirian Partai Golkar………..32

2.1.1 Dari Golongan Fungsional Ke Sekber Golkar………...… 32

2.1.2 Dari Sekber Golkar ke Golkar……… 34

2.1.3 Golkar Sebagai Mesin Politik Orde Baru………36

2.1.4 Dari Golkar ke Partai Golkar………..38

2.2. Visi Perjuangan………...39

2.3. Misi………...42

2.4. Platform Partai………....43

2.5. Lahirnya Sekber Golkar di Sumatera Utara……….………...47

2.6. Pilkada Kota Medan………51

2.6.1. Jumlah Pemilih Terdaftar………...51

2.6.2. Hasil Perolehan Suara………....53

Bab III Penyajian Data………61

3.1. Pokok-Pokok Perjuangan Golkar………61

3.2. Pokok-Pokok Kebijakan Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kota Medan dalam Menghadapi Pilkada Kota Medan………62

3.3. Pembentukkan Kelompok Kader (POKKAR) Partai Golkar……….63

3.4. Peranan Team Dalam Pemenangan………...,,64

3.5. Pendekatan Strategis Pemenangann Dewann Pimpinan Daerah Partai Golkar Golkar Kota Medan……….66

3.6. Teknik Kampanye Partai Golkar……….68

3.7. Strategi Kampanye Partai Golkar Medan.. ………78


(9)

3.7.2. Kampanye Diskusi Kelompok (Group Discussion Campaign)………84

3.7.3. Kampanye Massa Tidak Langsung (Indirect Mass Campaign)………86

3.7.4. Kampanye Massa Lansung (Direct Mass Campaign)………. 87

3.8. Hubungan Teknik Kampanye Dan Strategi Kampanye Partai Golkar... 87

Bab IV Penutup ……….….95

4.1.Kesimpulan………..95


(10)

ABSTRAKSI

Partai politik merupakan organisasi politik dari sebuah negara yang demokratis yang dibentuk dengan tujuan dan mempunyai fungsi yang jelas. Fungsi utama dari partai politik mencari dan mempertahankan kekuasaan. Upaya partai menjalankan program-program mereka diwujudkan, dengan cara ikut serta dalam pemilihan umum. Partai politik dalam upaya memperkenalkan produknya dilakukan dengan cara kampanye. Kampanye biasanya dilakukan oleh partai politik untuk menarik simpati rakyat dan untuk mencari dukungan rakyat. Melalui kampanye partai politik bisa berkomunikasi dengan rakyat dan memberitahukan informasi, visi, misi, tujuan dari partai tersebut. Selain itu rakyat juga dapat memilih dan menentukan pilihannya pada pemilu.

Pelaksanaan kampanye Pilkada Kota Medan 2010 diikuti oleh 10 calon walikota. Sejumlah nama pasangan calon yang meramaikan Pilkadasung Walikota Medan dan Wakil Walikota Medan 2010, yakni Indra Sakti Harahap-Delyuzar, Maulana Pohan-Ahmad Arif, Sigit-Nurlisa, Rahudman-Eldin, Bahdin-Kasim Siyo, Sjahrial-Yahya, Ajib Shah-Binsar Situmorang, Sofyan Tan-Nelly Armayanti, Joko Susilo-Amir Mirza, dan HM Arif-Supratikno. Ini dilaksanakan tidak hanya oleh satu partai politik tetapi oleh beberapa partai politik dalam satu wilayah.

Pelaksanaan kampanye yang dilakukan Golkar pada Pilkada Medan 2010 sama seperti partai-partai lainnya. Golkar dalam kampanyenya selalu mengedepankan isu-isu aktual seperti akan memerangi KKN, tuntunan penanggulangan krisis ekonomi, stabilitas ekonomi, sembako dan sebagainya. Selain itu Golkar selalu mengajak bersama-sama segenap masyarakat dalam membangun Indonesia untuk bangkit dalam krisis multidimensional. Kampanye yang dilakukan oleh partai Golkar di Kota Medan pada pilkada 2010 Kota Medan, adalah kampanye yang dilakukan secara terbuka yang melibatkan massa dari kader dan simpatisan Golkar. Meskipun massa Golkar dalam kampanye tidak terlihat besar, tetapi Golkar masih merupakan partai yang disegani dan menjadi saingan berat partai besar lainnya. Selain menjelaskan beberapa penjelasan diatas, Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kota Medan juga menggunakan beberapa pendekatan dalam memenangkan pemilihan kepala daerah Kota Medan 2010 yang lalu yakni:

1. Pendekatan Tokoh.

Dalam upaya menarik hati simpati sekaligus membentuk basis massa, maka Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kota Medan melakukan strategi pemenangan pemilu terhadap tokoh. Tokoh-tokoh ataupun pemuka agama dalam hal ini sangat diperlukan untuk menjadi media interaksi masyarakat, karena mereka telah dikenal cukup baik serta disegani dan biasanya menjadi panutan masyarakat disekitarnya. Dengan komunikasi, terjalinnya suatu interaksi social dan komunikasi politik dari tokoh-tokoh tersebut kepada masyarakat, maka partai Golkar Kota Medan akan mampu membentuk suatu basis massa disetiap tingkatan atau berbagai lapisan masyarakat. Dalam proses penjaringan massa dengan pendekatan tokoh yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota Medan dalam melakukan pendekatan tokoh digerakkan oleh para calon legislatif dan pengurus partai.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.6Latar Belakang Penelitian

Bangsa Indonesia telah masuk ke dalam era perpolitikan baru. Era baru yang sedang dijalankan sekarang ini, merupakan kumpulan keinginan untuk mengadakan perubahan secara besar-besaran di segala aspek, menuju kehidupan yang demokratis yang dikenal sebagai era reformasi.

Implementasi reformasi yang paling menonjol di bidang politik sekarang ini adalah terjadinya perubahan pada sistem kepartaian dimana diberikannya kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai dengan berbagai ketentuan yang telah ditetapkan. Dianutnya sistem multipartai sekarang ini dapat terlihat banyak lahirnya partai politik baru yang ikut dalam pemilu 2004 dimana partai-partai tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu memenangkan pemilu

Adapun keberadaan partai politik tersebut diatur dalam UU No. 2 Tahun 1999 jo No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Hal-hal yang diatur oleh UU No 31 Tahun 2002 antara lain dinyatakan partai politik tidak hanya dibentuk oleh 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun, tetapi dengan akta notaris yang didalamnya memuat Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta kepengurusan tingkat nasional yang harus terdaftar pada Departemen Kehakiman.

Partai politik merupakan organisasi politik dari sebuah negara yang demokratis yang dibentuk dengan tujuan dan mempunyai fungsi yang jelas. Fungsi utama dari partai politik mencari dan mempertahankan kekuasaan. Upaya


(12)

partai menjalankan program-program mereka diwujudkan, dengan cara ikut serta dalam pemilihan umum.

Partai politik dalam upaya memperkenalkan produknya dilakukan dengan cara kampanye. Kampanye biasanya dilakukan oleh partai politik untuk menarik simpati rakyat dan untuk mencari dukungan rakyat. Melalui kampanye partai politik bisa berkomunikasi dengan rakyat dan memberitahukan informasi, visi, misi, tujuan dari partai tersebut. Selain itu rakyat juga dapat memilih dan menentukan pilihannya pada pemilu.

Pelaksanaan kampanye pilkada yang dilakukan partai politik sering diwarnai oleh persaingan, partai-partai politik bersaing untuk memperebutkan massa. Hal tersebut dapat terlihat dalam pelaksanaan kampanye, terutama kampanye yang sifatnya mengerahkan banyak massa. Besarnya massa sering dianggap sebagai kekuatan besar dan dijadikan modal yang besar untuk memenangkan pemilu.

Pelaksanaan kampanye Pilkada Kota Medan 2010 diikuti oleh 10 calon walikota. Sejumlah nama pasangan calon yang meramaikan Pilkadasung Walikota Medan dan Wakil Walikota Medan 2010, yakni Indra Sakti Harahap-Delyuzar, Maulana Pohan-Ahmad Arif, Sigit-Nurlisa, Rahudman-Eldin, Bahdin-Kasim Siyo, Sjahrial-Yahya, Ajib Shah-Binsar Situmorang, Sofyan Tan-Nelly Armayanti, Joko Susilo-Amir Mirza, dan HM Arif-Supratikno. Ini dilaksanakan tidak hanya oleh satu partai politik tetapi oleh beberapa partai politik dalam satu wilayah. Pelaksanaan yang dilakukan secara bersama ini sering mengundang bentrokan antara pendukung partai tertentu dengan partai lain.


(13)

Dalam Pilkada Kota Medan 2010 Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menginstruksikan, seluruh kader Golkar Sumatera Utara, khususnya Medan, untuk mengerahkan segala kekuatan memenangkan pasangan Rahudman Harahap/Dzulmi Eldin yang dicalonkan Partai Golkar pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kota Medan.Sebagaimana dimaklumi, calon dari Partai Golkar itu akan bertarung dengan calon wali kota dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Sofyan Tan/Nelly Armayanti, pada putaran II, 19 Juni.

"Saya instruksikan, seluruh kader Golkar mendukung Rahudman-Eldin. Ini menyangkut prestisius. Pasangan Rahudman/Eldin harus menang pada Pilkada Medan," tutur Aburizal yang akrab disapa Ical pada pembukaan "Pendidikan dan Pelatihan Kader Out Wardbond Partai Golkar" di Medan, Selasa (15/6) malam. Rahudman dan Eldin sendiri hadir dalam acara itu. Menurut Ical, kemenangan Rahudman akan berdampak baik untuk kepentingan Golkar yang notabenenya suara Golkar, suara rakyat. "Orang melihat Sumatera Utara itu dari Medan. Jika Partai Golkar bisa memenangkan pertarungan ini, partai ini akan menjadi lebih besar dan terus dipercaya masyarakat Sumut. Karena itu, kita harus menggunakan seluruh power. Jangan sampai ada kader Golkar mendukung calon lain. Seluruh kader Golkar wajib memenangkan Rahudman," ucap Ketua Umum Partai Golkar.1

Kemenangan ini, menurutnya, sekaligus mengejar target yang dibebankan kepada Golkar Sumut yang harus bisa memenangkan 50 persen pilkada yang berlangsung di tahun ini. Sejumlah pilkada yang berlangsung pada gelombang I telah dimenangkan calon dari Partai Golkar. "Maka untuk melengkapi kemenangan gelombang I tadi, tidak ada kata lain kader dan simpatisan Golkar harus memenangkan Ruhudman-Eldin," paparnya.

Sebelumnya, Ketua DPD I Partai Golkar Sumut, Syamsul Arifin, juga menegaskan hal yang sama. "Kami sudah pleno. Semua sepakat mendukung

1


(14)

Rahudman-Eldin. Kami akan keluarkan kekuatan mesin politik memenangkan Rahudman-Eldin," ucap Syamsul Arifin yang juga Gubernur Sumut itu.

Menurut Syamsul, pengurus atau kader Partai Golkar di daerah lain pun sudah diimbau untuk memenangkan Rahudman-Eldin. Caranya, mengajak keluarganya yang ada di Medan memilih pasangan ini pada pilkada putaran II. "Ini sebagai bukti bahwa Partai Golkar habis-habisan memenangkan Pilkada Medan," katanya

Pelaksanaan kampanye yang dilakukan Golkar pada Pilkada Medan 2010 sama seperti partai-partai lainnya. Golkar dalam kampanyenya selalu mengedepankan isu-isu aktual seperti akan memerangi KKN, tuntunan penanggulangan krisis ekonomi, stabilitas ekonomi, sembako dan sebagainya. Selain itu Golkar selalu mengajak bersama-sama segenap masyarakat dalam membangun Indonesia untuk bangkit dalam krisis multidimensional.

Kampanye yang dilakukan oleh partai Golkar di Kota Medan pada pilkada 2010 Kota Medan, adalah kampanye yang dilakukan secara terbuka yang melibatkan massa dari kader dan simpatisan Golkar. Meskipun massa Golkar dalam kampanye tidak terlihat besar, tetapi Golkar masih merupakan partai yang disegani dan menjadi saingan berat partai besar lainnya.

Melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas penulis mengambil judul skripsi ini “Strategi Kampanye Partai Golkar Dalam Pemilu Kepala Daerah Kota Medan 2010”


(15)

1.7Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan di atas maka penulis dapat membuat Perumusan Masalah sebagai berikut: “Apa perencanaan dan faktor penunjang kampanye yang dijalankan oleh Partai Golkar dalam Pilkada Kota Medan 2010”?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses kampanye yang dilakukan oleh Partai Golongan Karya pada Pilkada Kota Medan 2010

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui perencanaan yang dilaksanakan oleh Partai Golongan Karya Kota Medan dalam kampanye pada Pilkada Kota Medan

2. Dapat mengetahui faktor penunjang keberhasilan dalam berkampanye yang dilakukan oleh Partai Golongan Karya Kota Medan pada Pilkada Kota Medan 2010

1.4Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan akan berguna terutama bagi diri sendiri. Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan baru terutama yang berkaitan dengan obyek penelitian seperti proses kampanye dan partai politik. Setelah melaksanakan penelitian diharapkan dapat membuka hal-hal yang memberikan masukan bahwa kenyataan dan teori sangatlah berbeda karena dalam penerapan di lapangan dihadapkan dengan berbagai masalah yang


(16)

sangat sulit sekali. Oleh karena itu penelitan ini dapat memberikan pengalaman untuk mengantisipasi berbagai masalah yang akan timbul di luar dunia akademik.

2. Penelitian ini diharapkan berguna bagi bidang keilmuan yang sedang ditempuh yaitu Ilmu Pemerintahan terutama Ilmu Politik. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran baru tentang kampanye partai politik.

3. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi lembaga institusi dalam hal ini adalah Partai Golongan Karya Kota Medan, dalam merumuskan cara-cara kampanye yang tepat untuk memenangkan pemilu.

1.5Kerangka Teori 1.5.1.Kampanye

1.5.1.1.Pengertian Kampanye

R.A Sentosa Satropoetra mendefenisikan atau mengartikan bahwa kampanye adalah: “Suatu kegiatan komunikasi antara komunikator (penyebar pesan) yang dilakukan secara intensif dalam jangka waktu tertentu secara berencana dan berkesinambungan.2

Kampenye politik secara universal dapat didefenisikan sebagai suatu cara yang digunakan pada warga dalam demokrasi untuk menentukan siapa yang akan memerintah mereka. Menurut pasal 1 butir 11 Undang-undang No.12 tahun 2003 (pemilu legislatif

2

Ruslan, Rosady. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation, Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2000, Hal.64


(17)

Ciri utamadari kampanye adalah persuasif, perubahan sikap, dan tingkah-laku dari objek komunikasi (komunikan) yang ingin dicapai melalui himbauan dan ajakan. Faktor penting disini adalah membuat komunikan tertarik sehingga mau secara sadar dan sukarela menerima dan menuruti keinginan komunikator (sumber pesan).

Menurut Gabriel Almond yang dikutip oleh Rauf, menyatakan bahwa salah satu bentuk komunikasi politik adalah kampanye politik.3

Isi pesan dalam kampanye adala program dan pandangan atau pendapat partai politik. Melalui kampanye,para juru kampenye menyampaikan kebaikan dan keunggulan program, rencana kerja yang akan dilakukan oleh para partai yang bersangkutan bila keluar sebagai pemenang dalam pemilihan umum, dan pandangan partainya dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.

Komunikasi politik versi Almond beranggapan bahwa arus komunikasi bisa mengalir dari bawah ke atas yaitu dari masyarakat ke penguasa politik dan dari atas ke bawah yaitu dari penguasa politik ke masyarakat

Dalam ilmu politik ada 4 teknik kampanye yaitu:4

1. Kampanye dari pintu ke pintu (door to door campaign). Dilakukan dengan cara kandidat mendatangi langsung para pemilih sambil menanyakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi

2. Kampenye diskusi kelompok (Group Discussion). Dilakukan degan membentuk kelompok, diskusi kecil, yang membicarakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

3

Rauf, Maswadi. Konsensus Politik, Direktorat Jenderal Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Hal.136

4

Imawan, Riswandha. Membedah Politik Orba, Cetakan Pertama, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1997, Hal: 136.


(18)

3. Kampanye masa langsung (Direct Mass Campaign). Dilakukan dengan cara melakukan aktivitas yang dapat menarik perhatian massa seperti pawai, pertunjukkan kesenian, dan sebagainya.

4. Kampanye massa. Dilakukan dengan cara berpidato di radio, televisi, ataupun iklan di media cetak

1.5.1.2. Pengertia Juru Kampanye

Daryanto, mengemukakan bahwa pengertian Juru Kampanye adalah orang yang bertugas melakasanakan pekerjaan tertentu.5

1.5.1.3. Peranan Juru Kampanye

Jadi juru kampanye adalah seseorang yang bertugas menyampaikan materi-materi kampanye kepada khalayak audience dalam lingkup kampanye. Dalam hal ini ada sejumlah aturan main yang harus dimiliki oleh para juru kampanye oleh para juru kampanye oleh para juru kampanye dan para kontestan pemilihan umum yakni asas yang melandasi pelaksanaan pemilu yaitu asas langsung, umum bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Titus mengemukakan bahwa untuk memilih Juru Kampanye partai, dapat digunakan kriteria yang sama untuk memilih pemimpin yang intellectual capacity, self, significance, vitality, training, esperience, dan reputation.6

Oleh sebab itu dalam melakukan kampanye atau propaganda, selain untuk mengkampanyekan program kerja, aktivitas dan informasi, tujuan lainnya adalah Kapasitas intelektual menunjuk kepada daya analisis yang dimiliki seseorang. Ketajaman analisis tidak sepenuhnya ditentukan oleh banyaknya pendidikan formal yang ditempuh, tetapi bisa didapat melalui serangkaian latihan.

5

Daryanto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Apollo, Surabaya, 1998, Hal.286. 6

Fatwa, A.M. Kampanye Partai Politik di Kampus, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003,Hal.18


(19)

untuk memperkenalkan, meningkatkan kesadaran atau pengertian dan mencari dukungan publik dari sasaran khalayaknya (target audience), dan sekaligus mempengaruhi serta membujuk sasaran khalayak yang terkait dan dituju.

Oleh sebab itu, Juru Kampanye dalam upaya perolehan suara, harus memiliki strategi komunikasi kampanye secara efektif yaitu:

a. Bagaimana mengubah sikap (how to change the attitude) b. Mengubah opini (to change the opinion)

c. Mengubah perilaku (to change behavior)7 1.5.1.4. Sistem Kampanye

Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, harus besifat kompetetitif, dalam artian Pemilu bebas dan otonom. Kedua, Pemilu diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Ketiga, Pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpatisipasi dalam Pemilu. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskuiskan alternatif pilihannya dalam suasana bebas tidak di bawah tekanan dan akses informasi yang luas. Kelima, penyelenggara Pemilu yang tidak memihak dan independen.8

7

Ruslan, Rosady. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation, Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000

8

Wicipto Setiadi, Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis, dalam Dirjen Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM, Jurnal Legislasi Indonesia Volume 5 No.1 Maret 2008, Jakarta, Penerbit Dirjen Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM, hal. 29


(20)

berdasarkan visi, misi dan program politik yang jelas. Sedangkan kegiatan Pemilu yang berkaitan langsung dengan komunikasi politik ialah kampanye dan pemungutan suara9

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengamanatkan kampanye Pemilu 2009 akan dilaksanakan oleh pelaksana kampanye yang terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang-seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pelaksanaan kampanye Pemilu 2009 juga diikuti oleh peserta kampanye dan didukung oleh petugas kampanye.10

Pengaturan mengenai materi kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota meliputi visi, misi, dan program partai politik. Sedangkan metode yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan kampanye Pemilu 2009 meliputi pertemuan terbatas; pertemuan tatap muka; media massa cetak dan media massa elektronik; penyebaran bahan kampanye kepada umum; pemasangan alat peraga di tempat umum; rapat umum; dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan. 11

Agar penyampaian pesan politik pada bagian kampanye Pemilu 2009 dapat diketahui oleh banyak orang pada tempat yang berbeda-beda, maka

9

Anwar Arifin, Tujuan Komunikasi Politik Citra Politik, Pendapat Umum, Partisipasi Politik dan Pemilu, Jakarta: LPK DPP Partai Golkar, 2003, hal. 27

10

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 76, Pasal 77

11


(21)

diperlukan upaya yang maksimal dalam rangka penyampaian pesan kampanye oleh Peserta Pemilu kepada masyarakat. Penggunaan Media massa dalam bentuk pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye adalah solusi efektif untuk memaksimalkan upaya penyampaian pesan politik pada tahapan kegiatan kampanye tersebut. Pesan kampanye itu sendiri dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.12

kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat

tidakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu, (2) jumlah khalayak sasaran yang besar (3) biasanya dipusatkan dalam kurun waktu dan (4) melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisir. Disamping keempat hal tersebut kampanye juga memiliki karakter yaitu sumber yang jelas yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggungjawab suatu produk kampanye, sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat mengindetifikasi bahkan mengevaluasi

1.5.1.5. Strategi Komunikasi Kampanye

Beberapa pengertian kampanye diantaranya, a communication campaign is an organized communication activity, directed at a particular audience, for a particular period of time, to achieve a particular goal.13

12

Ibid., Pasal 89 ayat (2), ayat (3), Pasal 91 ayat (1)

Sedangkan Roger dan Storey mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung 4 hal yakni: (1) tidakan 13

W.B Gudykunst and Bella Mody, Handbook of International and Intercultural Communication. Thousands Oaks, Sage Publications, 2002, hal.10


(22)

kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu, (2) jumlah khalayak sasaran yang besar (3) biasanya dipusatkan dalam kurun waktu dan (4) melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisir. Disamping keempat hal tersebut kampanye juga memiliki karakter yaitu sumber yang jelas yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggungjawab suatu produk kampanye, sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat mengindetifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat.14

Persoalan untuk mengemas pesan politik dalam kampanye pemilu menjadi urusan yang sangat penting bagi partai politik dan calon anggota legislatif yang maju bersamanya, agar makna pesan dapat diterima secara efektif oleh audiensnya. Pesan sebagai elemen kampanye diartikan sebagai pernyataan ringkas yang menyebutkan mengapa pemilih harus memilih seorang kandidat tertentu. Pesan adalah salah satu aspek terpenting dalam setiap kampanye politik. Dalam kampanye politik modern, pesan harus disusun dengan sangat hati-hati sebelum disebarkan dan menjadi konsumsi media dan publik.

15

Setidaknya ada 2 aspek penting yang harus diperhatikan berkaitan pengaruh pesan terhadap keberhasilan kampanye yaitu isi pesan dan struktur pesan. Isi pesan mensyaratkan materi pendukung seperti ilustrasi dan kejadian bersejarah sangat berpengaruh terhadap kekuatan pesan dalam mempengaruhi Untuk dapat menghasilkan pesan kampanye yang efektif, maka perlu dilakukan orientasi yang mendalam terhadap berbagai hal yang diinginkan khalayaknya.

14

Antar Venus, Manajemen Kampanye Penduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, Bandung: Penerbit Simbiosa Rekatama Media, 2007, hal.7

15

Surya Kusuma dan Yon Hotman, Panduan Sukses Kampanye Pemilu 2009, Kajarta: Penerbit Pustaka Cendekia Muda,


(23)

sikap orang yang menerima pesan tersebut. Isi pesan juga harus menyertakan visualisasi mengenai dampak positif atas respons tertentu yang diharapkan muncul dari khalayak sasaran. Sedangkan struktur pesan mensyaratkannya atas sisi pesan (message sidedness), susunan penyajian (order of presentation) dan pernyataan kesimpulan (drawing conclusion). Sisi pesan memperlihatkan bagaimana argumentasi yang mendasari suatu pesan persuasif disajikan kepada khalayak. Bila pelaku kampanye hanya menyajikan pesan-pesan yang mendukung posisinya maka ia menggunakan pola pesan satu sisi (one sided fashion). Kelemahannya kekuatan posisi pihak lawan tidak pernah dinyatakan secara eksplisit. Susunan penyajian erat kaitannya dengan cara penyusunan klimaks, antiklimaks dan susunan pyramidal. Pernyataan kesimpulan terkait apakah khalayak perlu disajikan kesimpulan secara eksplisit atau memberiakannya untuk menarik kesimpulan sendiri.16

. Pengertian kampanye menurut Dan Nimmo tidak jauh berbeda dengan yang di kemukakan oleh Rogers dan Storey yang dikutip oleh Antar Venus dalam buku Manajemen Kampanye yaitu: “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu” (Venus. 2004:7)

Adapun pengertian kampanye menurut Pfau dan Parot yang dikutip oleh Antar Venus memberikan definisi sebagai berikut:

“A Campaign is conscious, sustained and incremental process designed to be implemented over a specified priode of time for the purpose of influencing a specifield audience” (kampanye adalah suatu proses yang dirancang sedara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan.). (Venus 2004:8)

16


(24)

Kampanye pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi khalayak. Kegiatan ini dilakukan dengan terlebih dulu menentukan khalayak sasaran yang telah disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan kampanye. Hal tersebut sejalan dengan Pengertian kampanye menurut Rajasundaram yang dikutip oleh Antar Venus adalah:

a campaign is coordinated use of differen methods of communication aimed at focusing attention on a particular problem and its solution over a period of time” (Kampanye dapat dikatakan sebagai pemanfaatan berbagai metode komunikasi yang berbeda secara terkoordinasi dalam waktu tertentu, yang di tunjukan untuk mengarahkan khalayak pada masalah tertentu berikut pemecahannya) (Venus 2004:8)

Menurut definisi-definisi di atas dapat dilihat bahwa kampanye adalah proses komunikasi yang dilakukan untuk mempengaruhi khalayak dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kampanye juga dapat dikatakan sebagai tindakan untuk membuat efek tertentu pada masarakat.

Sebuah kampanye yang baik adalah kampanye yang dilakukan dengan perencanaan yang matang. Adapun masalah tahapan perencanaan dalam sebuah kampanye menurut Gregory dalam Venus adalah


(25)

Gambar 1.1

Tahapan Proses Perencanaan Kampanye

Sumber: Antar Venus. 2004:97

Format penyajian rencana kampanye menurut Gregory dalam Venus terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

Bagian 1 Analisis Masalah

Bagian ini menyajikan keterangan seputar latar belakang program kampanye, analisis kondisi lingkungan baik yang bersifat positif maupun negatif, serta tujuan organisasi yang mengadakan kampanye. Latar belakang kampanye hendaklah bersifat narasi yang menarik karena akan mengantarkan pembaca kepada bagian selanjutnya. Pada bagian ini tekankan juga alasan-alasan mengenai pentingnya kampanye tersebut dilaksanakan.. sedangkan analisis kondisi lingkungan dan organisasi bisa dibuat narasi ataupun mengunakan poin-poin.

TINJAUAN ANALISIS

ANALISIS PESAN STRATEGI

TAKTIK WAKTU SUMBER DAYA

EVALUASI TINJAUAN


(26)

Bagian 2 Tujuan Program Kampanye

Bagian ini menyajian tujuan program kampanye yang dituangkan secara jelas spesifik dan terukur

Bagian 3 Menentukan Pesan Kampanye

Bagian ini menyajikan keterangan seputar latar belakang program kampanye, analisis kondisi lingkungan baik yang bersifat positif maupun negatif, serta tujuan

Bagian 4 Sasaran Kampanye

Ada baiknya penulisan sasaran lengkap dengan penggolongan sasaran tersebut ke dalam lapisan-lapisan tingkat bidikan. Mulai dari lapisan utama, kedua dan seterusnya.

Bagian 5 Strategi dan Taktik

Penulisan strategi dan taktik ini diikuti dengan performance indikator yang membuka keterangan jelas dan terukur mengenai hasil yang diharapkan dari penggunaan taktik dan strategi tersebut.

Bagian 6 Alokasi Waktu dan Sumber Daya

Sajikan alokasi waktu dan sumber daya sejelas mungkin,namun dalam bentuk rangkuman. Karena perencanaan waktu dan sumber dana biasanya panjang dan detail, maka keterangan selengkapnya diberikan pada lampiran.

Bagian 7 Metode Evaluasi

Bagian ini menyediakan keterangan secara garis besar mengenai metode evaluasi yang akan digunakan, serta cara-cara pelaksanaannya.

(Gregory dalamVenus, 2004:145)

Berdasarkan teori di atas diterangkan bahwa di dalam kampanye dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan apabila proses perencanaan kampanye dijalankan dengan benar. Dalam pelaksanaan kampanye haruslah memperhatikan sasaran, pesan yang sesuai dengan kondisi sasaran, strategi yang sesuai dan waktu yang tepat supaya kampanye yang dijalankan dapat diterima sasaran.

Selain perencanaan terdapat juga beberapa hal yang sangat penting untuk penunjang keberhasilan sebuah kampanye. Menurut Mendelson untuk suksesnya kampanye biasanya untuk:

1. Kampanye seharusnya menetapkan tujuan yang realsistis sesuai situasi masalah dan sumber daya yang tersedia. Suksesnya sebagian besar kampanye periklanan, lanjut Mendelson, umumnya dikarenakan tujuan-tujuan yang realistis.


(27)

2. Semata-mata menyampaikan pesan kampanye melalui media tidak cukup. Karena itu pemanfaatan berbagai saluran komunikasi secara terpadu perlu dilakukan tertutama saluran komunikasi antar pribadi. 3. Perencanaan kampanye harus mengetahui publik yang mereka hadapi

secara memadai. Dalam hal ini khalayak sasaran tidak boleh dilakukan sebagi monolithic mass (massa yang seragam) melainkan sebagai sasaran yang beragam, baik dalam hal kebiasaan media, gaya hidup, nilai, aspek demografis dan ciri-ciri psikologis lainnya.

(Venus, 2004:139)

Menurut definisi diatas perencanaan kampanye harus disesuaikan dengan kondisi khalayak sasaran. Perencanaan kampanye harus berpatokan dengan tujuan kampanye sehingga pelaksanaan kampanye dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pendapat serupa dikemukakan juga oleh Rice dan Atin yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang secara nyata memberikan kontribusi pada keberhasilan kampanye meliputi:

1. Peran Media Massa

Media massa dianggap sangat efektif dalam menciptakan kesadaran, meningkatkan pengetahuan dan mendorong khalayak berpartisipasi dalam prose kampanye.

2. Himbauan Pesan

Dalam hal ini pesan harus dirancang secara spesifik (bukan bersifat umum) agar mampu menghimbau nilai-nilai individual.

3. Kesesuaian Waktu, aksesibilitas dan kecocokan

Agar menjadi efektif pesan-pesan kampanye harus disampaikan pada saat yang tepat, budaya yang sesuai, dan melalui media yang tersedia di lingkungan khalayak


(28)

Berdasarkan dua definisi di atas dikemukakan bahwa kampanye harus terlebih dulu menetapkan tujuan yang akan dicapai. Tahap selanjutnya adalah penyampaian pesan yang harus sampai kepada masyarakat dengan berbagai cara sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat dalam mengolah pesan.

Dalam penyampaian pesan, isi pesan dan kondisi sasaran harus disesuaikan sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu penyampaian pesan haruslah tepat waktu sehingga pesan dapat diterima oleh masyarakat.

Dalam penelitian ini, penulis tidak mengunakan hipotesis karena judul penelitian terdiri dari satu variabel, sehingga digunakan proposisi. Pengertian proposisi menurut Masri Singarimbun dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Survey sebagai berikut proposisi adalah merupakan hubungan yang logis antara dua konsep (Singarimbun, 1989:25)

Proposisi dalam penelitian ini adalah kampanye partai politik pada pemilu 2004, meliputi perencanaan yang terdiri dari analisis, strategi, taktik, pesan, waktu, sumber daya, evalusi dan tinjauan dan faktor penunjang keberhasilan kampanye meliputi peran media massa, kesesuaian pesan, peran komunikasi antar pribadi serta kesesuaian waktu.

Untuk memudahkan analisis data penulis mengajukan definisi operasional sebagai berikut :

1. Perencanaan kampanye meliputi:

a. Analisis masalah meliputi pemahaman partai terhadap kondisi lingkungan dan permasalahan dalam masyarakat.


(29)

b. Tujuan program kampanye yaitu hasil yang ingin dicapai dari pelaksanaan kampanye.

c. Pesan kampanye meliputi isu-isu aktual dan program partai dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, hukum, hankam dan pengenalan terhadap calon anggota legislatif.

d. Sasaran kampanye yaitu masyarakat yang di dalamnya meliputi kalangan akademisi, agamawan, masyarakat bawah, masyarakat menengah dan masyarakat tingkat atas.

e. Strategi dan taktik yaitu menjalankan segala upaya untuk meraih massa.

f. Alokasi waktu yaitu kesesuaian penempatan waktu dalam menjalankan aktifitas partai supaya sesuai dengan yang diinginkan seperti waktu yang tepat dalam melaksanakan kampanye

g. Sumber daya meliputi kader, simpatisan dan massa partai Golkar yang ikut serta memenangkan pemilu.

h. Evaluasi upaya memperbaiki kelemahan kampanye yang terjadi. 2. Faktor penunjang keberhasilan kampanye meliputi:

a. Peran media massa yaitu media yang digunakan oleh partai Golkar untuk menjalankan kampanye.

b. Himbauan pesan adalah nilai-nilai yang disampaikan kepada khalayak c. Kesesuaian waktu, aksesibilitas dan kecocokan

- Kesesuaian materi kampanye dengan waktu kampanye - Penerimaan masyarakat terhadap isu kampanye


(30)

1.5.2.Pilkada

Berbicara pilkada langsung kita tidak lepas dari Undang undang No. 32 Tahun 2004. Tidaklah kalah penting dari Undang-undang tersebut adalah aspek demokratisasi. Aspek demokratisasi dalam Undang-undang ini diukur dari dua faktor penting, yaitu unsur keterlibatan masyarakat dalam menentukan pejabat publik di daerah (kepala daerah) dan keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik yang terkait dengan kepentingan masyarakat secara luas. Salah satu aspek efektifitas demokrasi adalah adanya kesempatan bagi masyarakat atau publik untuk menentukan pejabat publik tersebut pada tingkat lokal melalui pemilihan umum yang dilaksanakna secara periodik. Karena demokrasi dan peranan rakyat menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Adalah tidak realistis kita ingin menegakkan demokrasi sementara itu rakyat tidak bisa berperan secara aktif.

Berdasarkan konsep tersebut dapat diambil pengertian bahwa sebuah pemerintahan dapat dikatakan demokratis apabila para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secra langsung dan bebas oleh publik dengan cara terbuka dan jujur. Landasan ideal itulah yang menjadi landasan diselenggarakannya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat sebagaimana diatur dalam pasal 24 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004. Pengaturan dari pasal tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daera dan Wakil Kepala Daerah.

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan wujud dari model pengisian pejabat publik oleh masyarakat, sehingga akuntabilitasnya kepada pemilik kedaulatan menjadi lebih konkrit. Pun pula pemilihan Kepala Daerah


(31)

secara langsung merupakan upaya membuat sistem pengisian pejabat politik menjadi konsisten, mulai dari presiden kepala daerah (propinsi, kabupaten/kota) sampai kepala desa. Meski pada dasarnya pemilihan secara langsung ini sebenarnya bukan kemajuan, namun hanya kembali pada kebiasaan yang sudah ada dari dahulu yang telah mendarah daging, seperti dalam pemilihan kepala desa.

Adapun konstruksi pemilihan kepala daerah adalah sebagai berikut;17

Di masa Orde Baru, penentuan kepala daerah secara formal dilakukan oleh DPRD, sebuah parlemen lokal yang dibentuk melalui kompetisi antarpartai politik dan kesertaan ABRI di dalamnya. Tetapi tidak setiap orang gampang menjadi kepala daerah. UU No. 5/1974, misalnya, memberi batasan yang ketat bahwa calon bupati/walikota/gubernur haruslah orang-orang yang mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan yang setara eselon II. Karena itu yang bisa masuk menjadi calon kepala daerah hanya birokrat yang bereselon II (seperti Sekwilda) atau tentara yang minimal berpangkat Letkol. Orang-orang nonbirokrat dan nonmiliter tidak mungkin masuk dalam bursa pemilihan kepala daerah. Ini memperlihatkan bahwa Orde Baru menerapkan bureaucratic government, sebuah pemerintahan yang hanya dimiliki dan dikendalikan oleh birokrat dan tentara.

1) pemilihan langsung, mendekatkan hubungan pemilih dengan yang dipilih; 2) pelaksananya adalah KPUD; 3) dan panwas dibentuk oleh DPRD; 4) dengan menggunakan format pilpres (PPK, PPS, KPPS,TPS); 5) dalam satu putaran; 6) adapun penyelesaian sengketa oleh MA; 7) dan hasil akhir dengan keputusan KPUD; 8) serta pengesahan 30 hari setelah penetapan hasil; 9)bila ada keberatan ’hanya’ oleh pasangan calon.

17

Pratikno, 2003, Pilihan yang Tidak Pernah Final, Dalam Abdul Gaffar Karim (Ed.),

Desentralisasi, , Kompleksitas Persoalan Otnomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar,Yogyakarta.


(32)

Pada tataran empirik pilkada sangat dikendalikan oleh kekuatan ABCG (ABRI, Birokrasi, Cendana dan Golkar) dari Jakarta. Kandidat kepala daerah harus memperoleh restu setidaknya dari salah satu jalur itu. Di masa dulu kita sering melihat kepala daerah drop-dropan dari Jakarta, sehingga memunculkan begitu kuatnya sentimen “putera daerah” di daerah untuk menentang campur tangan elite di Jakarta. DPRD secara institusional tidak bisa berkutik, kecuali hanya mengikuti kehendak ABCG. Apalagi DPRD sendiri didominasi secara mutlak oleh ABRI dan Golkar, sehingga dua partai lainnya, PPP dan PDI, hanya menjadi penonton, yang kalau bernasib baik bisa memperoleh cipratan dari kepala daerah terpilih.

Di masa Orde Baru, pemilihan kepala daerah tidak mempunyai makna bagi desentralisasi dan demokrasi lokal. Sistem perpaduan antara dekonsentrasi dan desentralisasi (integrated prefectoral system) telah membuat kepala daerah harus tunduk dan bertanggungjawab kepada penguasa di Jakarta (Presiden dan Mendagri). Kepala daerah bukanlah pemimpin yang memperoleh mandat dan harus bertanggungjawab kepada rakyat di daerah, melainkan sebagai bawahan Presiden dan Mendagri. Kepala daerah tidak lebih sebagai kepanjangan tangan istana negara untuk mengendalikan masyarakat lokal. Masyarakat lokal sangat sulit menyentuh atau bertatap muka dengan pemimpinnya itu. Gubernur maupun Bupati/Walikota hanya bertemu dengan warganya kalau ada acara seremonial, yang penuh dengan petuah dan pembinaan penguasa itu kepada masyarakat. Akibatnya proses belajar untuk membangun partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan responsivitas kepala daerah kepada masyarakat tidak terjadi. Karena sistem


(33)

yang sangat tertutup dan represif, masyarakat tidak mampu melihat korupsi yang dilakukan oleh para kepala daerah.

Ketika Orde Baru runtuh sejak 1998, demokrasi dan desentralisasi mengalami kebangkitan. Kekuasaan bergeser dari pusat ke daerah, dari bureaucratic government menjadi party government, dari executive heavy menjadi legislative heavy, dan dari floating mass menjadi mass society yang penuh dengan eforia. Kekuasaan yang terkonsentrasi pada ABCG terpencar ke parlemen, partai, swasta, masyarakat sipil, maupun preman. UU No. 22/1999 memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen lokal (DPRD), termasuk kekuasaan dalam pilkada. UU itu juga mengurangi dominasi ABCG, serta memberi ruang bagi bangkitnya

Pemencaran kekuasaan yang melingkupi proses pilkada memang merupakan indikator tumbuhnya (transisi) demokrasi lokal. Tetapi praktik (proses, hasil dan dampak) pilkada selama era reformasi juga menimbulkan sejumlah masalah yang runyam.18

Kedua, partisipasi masyarakat yang betul-betul otentik tidak terjadi dalam proses pilkada. Dalam pilkada tidak terjadi kontrak sosial antara mandat dan visi, atau antara kandidat dan konstituen. Aktor-aktor politik yang bermain memang melakukan mobilisasi massa untuk membuat “seru” pilkada, tetapi mobilisasi itu Pertama, pilkada hanya berlangsung dalam ruang yang oligarkis dalam partai politik dan DPRD. Di dalamnya hampir tidak terjadi proses politik secara sehat untuk memperjuangkan nilai-nilai ideal jangka panjang, melainkan hanya terjadi permainan politik jangka pendek seperti intrik, manipulasi, konspirasi, money politics dan seterusnya.

18

Riyadmaji, Dodi, 2003, Mengkritisi Pemikiran Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, dalam Abdul Gaffar Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.


(34)

bukanlah partisipasi (voice, akses dan kontrol) masyarakat, melainkan hanya untuk kepentingan konspirasi dan pertarungan antar power blocking dalam jangka pendek. Partai politik maupun aktor-aktor politik lainnya sangat hebat dalam memobilisir massa, tetapi telah gagal mengorganisir massa secara beradab dan demokratis. Semakin besar dan brutal mobilisasi massa itu, maka konflik fisik tidak bisa dihindari.

Ketiga, karena berlangsung dalam proses politik yang sehat dan tidak beradab, pilkada sering menghasilkan kepala daerah yang bermasalah (berijazah palsu, preman, penjahat kelamin, perlaku kriminal, koruptor, bodoh, dan seterusnya). Tidak sedikit bupati/walikota yang hanya berorientasi politik jangka pendek untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan.Sekarang sering muncul istilah raja-raja kecil untuk menunjuk bupati/walikota yang menumpuk kekuasaan dan kekayaan itu.

Keempat, mekanisme dan hasil akuntabilitas politik kepala daerah sangat lemah. Proses pilkada yang terpusat kepada DPRD mengharuskan kepala daerah bertanggungjawab kepada konstituten melalui DPRD. Dengan demikian, kepala daerah tidak lagi bertanggungjawab ke atas kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Setiap akhir tahun kepala daerah diwajibkan menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) di hadapan sidang DPRD. DPRD umumnya tidak memahami apa makna akuntabilitas dan LPJ. LPJ sebenarnya penting sebagai instrumen akuntabilitas, transparansi, refleksi dan evaluasi. Tetapi LPJ di berbagai daerah menyajikan banyak problem. LPJ jadi tidak otentik dan tidak bermakna. LPJ hanya diperlakukan sebagai kelengkapan administratif secara formal, yang di dalamnya berisi tentang “cerita sukses” Bupati/Walikota. Substansi LPJ bukanlah


(35)

sebuah refleksi dan evaluasi Pemda terhadap akuntabilitasnya sehari-hari, melainkan berisi hal-hal yang baik, yang terkadang banyak mengalami manipulasi. Karena manipulasi Bupati/Walikota sering harus “membayar” DPRD agar LPJ itu lolos. LPJ direduksi hanya menjadi persoalan “penerimaan” atau “penolakan” oleh DPRD. Kalau LPJ sudah lolos diterima oleh DPRD, meski dengan cara membayar, Bupati akan merasa lega dan segera menggelar “syukuran”. Kalau DPRD menolak, maka Bupati dipaksa untuk merevisi LPJ atau harus lobby dan membayar DPRD agar LPJ bisa lolos. Secara substantif, Bupati/Walikota tidak akuntabel, tetapi dia bisa dinyatakan akuntabel bila LPJ-nya diterima oleh DPRD. LPJ tidak digunakan untuk refleksi dan evaluasi terhadap akuntabilitas dan transparansi, melainkan digunakan sebagai alat bagi DPRD untuk menyerang kepala daerah. DPRD sama saja mencoreng mukanya sendiri, sebab apa yang diputuskan dan dilakukan oleh Bupati/Walikota merupakan produk bersama atau partnership antara Bupati/Walikota dengan DPRD. Ujung-ujungnya adalah perebutan kekuasaan dan kekayaan dalam konteks LPJ. DPR ingin memeras dan menekan Bupati.

Rententan fenomena itu yang menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) dan kekecewaan masyarakat terhadap partai politik, DPRD, dan proses pilkada yang oligarkhis. Tetapi, sayangnya, distrust tidak menumbuhkan sebuah gerakan kolektif masyarakat lokal untuk menentang elite lokal secara secara serius. Perlawanan terkadang datang secara sporadis dan anomik yang tidak menghasilkan perubahan. Untuk sementara kekecewaan pergi dari permukaan, ketika pemilihan umum dan pilkada akan datang. Orang bisa saja kecewa pada partai politik dan pemilu, tetapi tetap datang ke bilik suara dan memberikan


(36)

suaranya. Setiap pilkada datang juga disambut dengan beragam sikap dan tindakan. Ada yang sekadar menunggu datangnya sensasi, ada yang bermain judi, ada yang apatis, ada yang bikin opini publik untuk calon tertentu, ada yang berpesta ria, ada yang saling kasak-kusuk, ada pula mobilized mass yang ikut bertarung di luar pagar oligarki DPRD.

Di tengah-tengah kekecewaan, ketidakpercayaan, dan kegamangan publik muncul gagasan pemilihan kepala daerah (gubernur dan bupati/walikota) secara langsung. Dapartemen Dalam Negeri dan DPR kini tengah mempersiapkan draft revisi UU No. 22/1999, yang antara lain berisi tentang pengaturan pilkada secara langsung. Sebagian besar elemen masyarakat Indonesia memberikan dukungan terhadap gagasan pilkada secara langsung ini. Di kampung saya, isu pemilihan presiden, kapala daerah dan kepala desa secara langsung sudah menjadi pembicaraan yang hangat di kalangan warga (terutama laki-laki) dalam berbagai kesempatan. APKASI juga memberikan dukungan atas gagasan pilkada secara langsung

1.5.3.Defenisi Partai Politik

Partai politik menurut Inu Kencana adalah “sekelompok orang-orang memiliki ideologi yang sama, berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level negara”. (Kencana dkk, 2002:58).19

19

Sjafii, Inu Kencana, 1994, Pengantar Ilmu Pemerintahan, CV. Mandar Madju, Bandung.

Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh R.H Soltau yang dikutip Miriam Budiardjo dalam Dasar-dasar Ilmu Politik, mengemukakan bahwa:


(37)

“A group of citizen more or less organized, who act as a political unit and who by the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies (partai politik adalah sekelompok warga yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanpaatkan kekuasaan untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka) “. ( Soltau dalam Miriam Budiardjo, 1966:160-161)20

Melihat uraian di atas dapat dibatasi bahwa partai politik merupakan sekelompok warga negara yang mempunyai kesamaan persepsi dan kepentingan, dimana tujuannya untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dalam negara. Partai politik juga dapat dikatakan sebagai perantara antara pemerintahan dan masyarakat.

Selain mempertahankan kekuasaan partai politik juga mempunyai beberapa fungsi lain seperti yang di kemukakan oleh Ramlan Surbakti dalam buku Memahami Ilmu politik yaitu21

1. Partai Politik sebagai sarana Sosialisasi Politik :

Partai politik sebagai sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, non fomal dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat.

2. Partai Politik sebagai sarana Rekrutmen Politik

Partai politik sebagai rekrutmen politik adalah seleksi, pemilihan dan pengangkatan seseorang dan sekelompok orang, untuk melaksanakan peranan pada umumnya dan pengangkatan pada khususnya.

20

Budiardjo, Miriam, 1994, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

21


(38)

3. Partai Politik sebagai sarana Partisipasi Politik

Partai politik sebagai partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses dan pelaksanaan pembuatan kebijakan umum yang ikut menentukan pemimpin pemerintah.

4. Partai Politik sebagai sarana Pemandu Kepentingan

Partai politik sebagai pemandu kepentingan adalah kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda dan bahkan bertentangan menjadi berbegai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan menjadi dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

5. Partai Politik sebagai sarana Komunikasi Politik

Partai politik sebagi komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi mengenai politik dan pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.

6. Partai Politik sebagai sarana Pengatur Konflik

Partai politik sebagi pengatur konflik adalah dengan cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik. Kemudian membawa permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapat penyelesaian berupa keputusan politik.

7. Partai Politik sebagai sarana Kontrol Politik

Partai politik sebagai kontrol politik adalah kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam suatu isi kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah.

Fungsi partai politik sebagaimana telah disebutkan diatas pada intinya adalah sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah dalam segala hal. Selain itu partai berfungsi untuk membuat kondisi yang terjadi dimasyarakat dan dipemerintahan menjadi lebih baik.

Partai politik dalam upaya untuk menarik simpati dari masyarakat harus melakukan kampanye. Pengertian kampanye dalam Komunikasi Politik menurut Dan Nimmo adalah upaya untuk mempropagandakan pemberi suara yang potensial. (Rakhmat 1993:195).


(39)

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Metode yang digunakan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Deskriptif. metode penelitian deskriptif adalah Deskripsi bertujuan menggambarkan keadaan atau status penomena dalam hal ini peneliti hanya ingin memahami hal-hal keadaan sesuatu (Arikunto.1998:245)

Metode penelitian deskriptif diambil sebagai metode penelitian dalam pelaksanaan usulan penelitian ini, karena metode penelitian ini memberikan gambaran tentang persoalan-persoalan yang terjadi di tempat penelitian yaitu di DPD Partai Golkar Kota Medan. Selain itu metode deskriftif ini ditunjukan untuk menganlisa masalah-masalah dan mendeskripsikannya dalam bentuk tulisan.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Cara untuk memperoleh data yang akurat diperlukan ketelitian dan narasumber yang tepat supaya data-data tersebut sesuai dengan yang diinginkan. Data-data tersebut dapat berupa yang sudah jadi maupun data mentah yang harus diolah kembali. Banyak cara untuk memperoleh data di lapangan diantaranya dengan cara observasi dan wawancara serta studi pustaka.

Teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah 1. Observasi

Teknik pengumpulan data observasi langsung diambil karena metode ini memberikan gambaran tentang pengamatan terhadap manusia sebagai peristiwa aktual. Selain itu cara ini dapat menangkap peristiwa yang berarti atau kejadian yang mempengaruhi reaksi sosial masyarakat.


(40)

Ringkasnya metode observasi adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pencatatan secara cermat dan sistemik. Apabila pengamatan dilakukan dengan sambil lalu dan tidak memenuhi prosedur dan aturan yang tidak jelas tidak dapat disebut observasi. Observasi ini dilakukan kepada DPD Partai Golongan Karya Kota Medan.

2. Wawancara

Untuk menemukan informasi penulis menggunakan cara purvosive. Dengan metode ini informasi diperoleh secara jelas langsung dari informan dan kriteria informan diangkat secara jelas. Adapun kriteria informan dalam penelitian ini adalah informan adalah orang yang terlibat langsung dalam proses kampanye dan mengetahui tentang partai Golkar.

Wawancara dilakukan kepada ketua DPD Golkar Kota Medan, kepala staf bagian pemenangan pemilu, kepala staf bagian organisasi, keanggotaan dan kaderisasi, kepala staf bagian keuangan karena orang-orang tersebut yang paling mengetahui tentang kampanye partai Golkar. Selain itu wawancara dilakukan kepada kader dan simpatisan partai Golkar yang dianggap paling mengetahui proses kampanye partai Golkar.

3. Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data ini dilaksanakan karena untuk memperjelas apa yang terjadi di lapangan dan disesuaikan dengan kepustakaan. Penulis melakukan kajian studi pustaka terhadap buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, dan dokumen yang relevan dengan topik penelitian.


(41)

1.6.3 Teknik Analisa Data

Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Secara operasional teknik analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan sehingga beberapa tahapan sebagaimana model teknik analisis data yang dikemukakan.

Pertama, reduksi data sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, klasifikasi data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat pengumpulan data di lapangan. Redaksi data sudah dilakukan sejak pengumpulan data reduksi dilaksanakan secara bertahap dengan cara membuat ringkasan data dan menelusuri data yang tersebar. Setiap data dipilih secara silang melalui informasi yang berbeda untuk menggali informasi dalam wawancara dan observasi.

Kedua, penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan sekumpulan informasi menjadi kenyataan. Data kualitatif dijadikan dalam bentuk teks yang pada mulanya terpisah menurut sumber informasi dan pada saat diperolehnya informasi tersebut. Kemudian data diklasifikasikan menurut pokok-pokok permasalahan yang antara lain terkait dengan daerah.

Ketiga, menarik kesimpulan berdasarkan reduksi, interprestasi dan penyajian data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya jelas dengan mekanisme logika pemikiran induktif, maka penarikan kesimpulan akan bertolak belakang dengan hal-hal yang khusus sampai kepada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum.

1.8Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kota Medan di Jalan Gatot Subroto Medan sebelah Barat pusat Kota Medan


(42)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

2.1. Sejarah dan Asal Muasal Pendirian Partai Golkar

Secara historis perkembangan Partai Golkar dapat dibagi ke dalam empat tahap. Pertama, tahap embrio dari golongan fungsional non-afiliatif yang tergabung dalam Front Nasional yang berada dalam wadah Sekber Golkar (1957-1964). Kedua, tahap metamorphose dari Sekber Golkar menjadi Golkar pada masa Orde Baru (1965-1970). ketiga, tahap sebagai mesin politik Orde Baru hingga masa kejatuhannya pada tahun 1998 (1971-1998). Dan tahap keempat, tahap Golkar menjadi Partai Golkar (1999).

2.1.1 Dari Golongan Fungsional Ke Sekber Golkar

Kelahiran Partai Golkar pada era politik multipartai saat ini tentu tidak dapat dipisahkan dengan sejarah marathon kemunculan Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Soekarno tepatnya pada tanggal 20 Oktober 1964 sampai akhirnya diubah menjadi Golkar pada tanggal 17 Juli 1971 melalui musyawarah Sekber Golkar. Pada mulanya kehadiran Sekber Golkar dirancang sebagai sebuah organisasi yang dapat mengimbangi kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta kekuatan-kekuatan sayap

kiri lainnya. Sekber Golkar ini lahir karena rongrongan dari PKIbeserta ormasnya dalam kehidupan politik baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin meningkat.


(43)

Pada bulan Agustus 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 193/1964 yang intinya menginstruksikan agar organisasi-organisasi yang berada dalam Front Nasional segera berafiliasi dengan partai-partai politik yang ada atau bergabung menjadi satu organisasi37. Berdasarkan kepres tersebut, organisasi-organisasi fungsional yang tidak memiliki afiliasi dengan partai politik kemudian membentuk Sekber Golkar. Pada pembentukan awal, wadah ini tercatat sedikitnya 61 organisasi fungsional non afiliasi, termasuk militer (ABRI), ikut bergabung di dalamnya. Pada proses pembentukan Sekber Golkat tersebut, militer dianggap memainkan peranan yang sentral karena berkepentingan guna memelihara kekuatan kelompok anti komunis22. Sejak tahun 1957 militer telah membentuk kelompok-kelompok fungsional sebagai dukungan bagi gagasan Soekarno untuk meningkatkan peranan golongan fungsional. Peranan militer untuk membentuk berbagai organisasi massa semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengaruh PKI. Militer kemudian mensponsori pembentukan tiga organisasi massa, yaitu Koperasi Simpan Tabung Gotong Royong (Kosgoro), musyawarah kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), dan Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia (Soksi) yang kesemuanya dipimpin oleh kalangan militer. Ketiga organisasi ini kemudian dikenal sebagai kelompok fungsional Trikarya yang memiliki peranan penting dalam pembentukan Sekber Golkar yang dideklarasikan pada tanggal 20 Oktober 1964.

22

Umar Ibnu Al Khatab, 2009, Dari Beringin Ke Beringin;Sejarah, Kemelut, Rsistensi dan Daya Tahan


(44)

2.1.2 Dari Sekber Golkar ke Golkar

Seiring dengan perkembangan politik, khususnya pasca kudeta 1965, sebuah keputusan penting seiring dengan reorganisasi di tubuh Sekber Golkar adalah memotong habis dominasi orang-orang Soekarno di dalam struktur kepemimpian Sekber Golkar. Segera setelah penyerahan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966, orang-orang yang dianggap memiliki kedekatan dengan Soekarno dalam tubuh Sekber Golkar itu dibersihkan dan diganti dengan orang-orang yang dikenal dekat dengan Soeharto, seperti pencopotan ketua umum Sekber Golkar yang pertama, Brigadir Jenderal

(Brigjend) Djuhartono yang digantikan oleh Mayor Jenderal (Mayjend) Suprapto Sukowati yang dikenal dekat dengan kelompok Soeharto. Bukan hanya orang Soekarno saja yang menjadi korban, tetapi juga istilah-istilah yang sering diintrodusir Soekarno dan

menjadi dasar gerakan Sekber Golkar, misalnya “Masyarakat Sosialis Indonesia” Setelah pembersihan itu, Sekber Golkar mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini ditunjukkan dengan bergabungnya banyak organisasi fungsional ke dalamnya. Tercatat tidak kurang dari 291 organisasi fungsional ikut sebagai anggota. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran Sekber Golkar cukup diterima oleh berbagai kalangan. Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok Induk

Organisasi (KINO), yaitu:

1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) 2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)


(45)

3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) 4. Organisasi Profesi

5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM) 6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI) 7. Gerakan Pembangunan

Pada Juni 1966, tiga bulan setelah Soeharto memperoleh mandat Supersemar, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengadakan sidang untuk mengesahkan mandat itu dan membahas pelaksanaan tanggal pemilu demi memberikan legitimasi bagi pemerintahan Soeharto. MPRS memutuskan pemilu akan diselenggarakan selambat-lambatnya pada 5 Juli 1958, namun karena alasan keuangan yang belum memadai untuk menyelenggarakan pemilu maka penyelenggaraan pemilu akhirnya diadakan pada tamggal 5 Juli 1971. dalam konteks menghadapi pemilu 1971, disamping menyiapkan kekuatan-kekuatan pro-pemerintah yang lain, Presiden Soeharto telah memilih Sekber Golkar sebagai alat politiknya yang uatama untuk terjun sebagai peserta pemilu. Oleh karenanya, konsolidasi untuk memenangkan Sekber Golkar dikerjakan secara marathon dengan kalangan tentara sebagai penentu yang uatama.

Dalam pemilu 1971 uasaha-usaha untuk menjadikan Sekber Golkar sebuah organisasi yang besar, walaupun kadang-kadang melalui cara-cara yang dianggap berlebihan, menghasilkan sukses yang gemilang. Sekber Golkar tampil sebagai pemenang dalam pemilu tersebut dengan hasil mutlak yakni memperoleh 236 kursi di Dewan Perwakilan (DPR) pusat atau setara dengan 34.348.673 juta suara atau 62,80 persen. Perolehan suara ini melampaui perolehan suara yang didapat partai Nahdhatul Ulama (NU) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang sebelum


(46)

pemilu dilakukan merasa yakin akan menang hanya mendapatkan 18,67 persen dan 6,94 persen atau setara dengan 10.213.650 dan 3.793.26640. Kemenangan Sekber Golkar ini sekaligus membuktikan kesuksesan pemerintahan Soeharto di dalam meraih dukungan politik masyarakat. Tidak lama setelah kemenangan itu, Sekber Golkar diubah menjadi Golkar, yaitu pada tanggal 17 Juli 1971.

2.1.3 Golkar Sebagai Mesin Politik Orde Baru

Sejak diubah menjadi Golkar, Golkar secara resmi menjadi mesin politik Orde Baru. Golkar yang hadir sebagai kekuatan politik yang memberikan kepastian politik yang dibutuhkan oleh masyarakat setelah kekisruhan yang ditimbulkan oleh partai-partai politik di masa Soekarno telah memberikan corak baru bagi perpolitikan di Tanah Air. Setelah kemenangan yang pertama ini, pemerintaha Soeharto, dengan legitimasi di tangannya, melakukan pembaruan struktur politik dengan penyederhanaan kepartaian dan

kekuatan social politik.

Pada masa ini pula awal penyederhanaan partai dilakukan. Partai-paratai politik yang pernah ikut dalam Pemilu 1971 dikelompokkan menjadi dua partai berdasarkan ideologisnya, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia

(PDI). Dengan struktur fisik kepartaian mengalami perampingan dari sembilan partai menjadi dua partai yakni PPP dan PDI. Kemudian pada tahun 1975, penyederhanaan tersebut disyahkan dalam Undang-Undang yakni tentang Partai Politk dan Golongan Karya.

Setelah Pemilu 1971, Golkar mendominasi jumlah kursi pada lembaga legislative baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pada Pemilu 1977, Golkar


(47)

menang kembali. Kemenangan ini semakin menguatkan domonasi Golkar dan memberikan legitimasi pada pemerintahan dengan scenario yang demokratis. Beberapa strategi dikembangkan untuk memenangkan Golkar diantaranya dengan memobilisasi dukungan masyarakat, terutama dari kalangan militer dan birokrasi.

Di kalangan militer, ABRI masuk ke dalam area sipil masyarakat sebagai mesin ampuh untuk menakuti masyarakat agar taat pada kebijakan pemerintah. Sedangkan birokrasi menerapkan pola-pola kerja clientliism dalam melayani masyarakat sehingga menyuburkan tumbuh kembangnya praktek KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Tak heran jika pada zaman itu dikenal paket ABG (ABRI, Birokrasi dan Golkar).

Kemenangan Golkar pada Pemilu 1977 ini semakin memberikan otoritas penuh kepada Orde Baru untuk melakukan serangkaian pembaruan, khususnya di bidang politik demi terciptanya stabilitas yang dapat menjamin pemulihan dan pemantapan kehidupan nasional dalam berbagai aspek yang dirumuskan dalam konsepsi Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun. Dan demi menjamin kelancaran terlaksananya konsepsi tersebut, pemerintah mendesak Kors Pegawai Negeri Republik Indonesia (Korpri) melakukan kampanye dikalangan mereka sendiri untuk memenangkan Golkar. Oleh karena itu, bukanlah hal yang mengejutkan jika pada pemilu-pemilu berikutnya Golkar selalu menjadi pemenang dengan perolehen suara mutlak. Golkar menjadi organisasi politik yang mapan dan benar-benar mampu menjadi mesin politik yang ampuh bagi Orde Baru. Misalnya saja pada Pemilu 1987 dimana Golkar mampu mendulang suara sebanyak 73.16 persen atau mendapat 299 kursi dari 400 kursi yang diperebutkan.


(48)

Begitu pula pada Pemilu 1992, Golkar meneruskan tradisi kemenangannya dengan meraup 66.599.331 juta suara atau sama dengan 282 kursi di DPR Pusat

2.1.4 Dari Golkar ke Partai Golkar

Kemenangan-kemenangan Golkar yang diperoleh selama ini memang memberikan tambang kekuasaan pada pemerintahan Orde Baru. Akan tetapi, kemenangan Golkar pada Pemilu 1997 justru menghantarkan Orde Baru pada jurang kehancuran. Krisis ekonomi yang amat parah dan tak dapat diatasi Soeharto memaksanya untuk meletakkan jabatan presiden pada 21 Mei 1998. Dengan pengunduran diri Soeharto ini membuat Golkar mengalami masa surut yang sangat signifikan. Terang saja, karena salama ini Soeharto lah yang dikenal sebagai arsitek pembangun Golkar. Kehilangan Soeharto, Golkar seperti kehilangan induknya.

Krisis ekonomi yang amat parah dan ditambah lagi merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap Orde Baru mempercepat pembaharuan politik nasional. Bersamaan dengan itu, Golkar yang merasa terhujat dan disingkirkan oleh masyarakat harus memutar otak untuk mengantisipasi hal ini. Dalam kondisi yang demikian, tak ada jalan pilihan bagi Golkar selain melakukan pembaharuan internal. Yakni pada tanggal 9-11 Juli 1998 Golkar menyelenggarakan Munaslub untuk melakukan pembaharuan pandangan politiknya agar mencerminkan kinginan rakyat dalam dinamika politik yang baru. Dan tepat pada tanggal 7 Maret 1999, Golkar dideklarasikan sebagai partai politik yang siap bertanding dala pemilu pertama pada era reformasi yakni Pemilu 1999. Dalam pidato politik di hadapan ratusan ribu yang menghadiri pendeklarasian tersebut, Akbar Tandjung


(49)

mengatakan bahwa Partai Golkar termasuk pejuang reformasi dan bertejad menyusun kekuasaan yang bersumber dari rakyat.

2.2 Visi perjuangan

Sejalan dengan cita-cita para bapak pendiri Negara (the founding father) kita bahwa tujuankita bernegara adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dan ikut mencipatakan perdamaian dunia, maka Partai Golkar sebagai pengemban cita-cita proklamasi menegaskan visi perjuangannya untuk menyertai perjalanan bangsa mencapai cita-citanya.

Partai Golkar berjaung demi terwujudnya Indonesia baru yang maju, modern, bersatu, damai, adil dan makmur dengan masyarakat yang beriman dan bertakwa, berakhlak baik, menjujung tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, demokratis, dan adil dalam tatanan masyarakat madani yang mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan semangat kekaryaan, serta disiplin yang tinggi.

Dengan visi ini maka Partai Golkar hendak mewujudkan kehidupan politik nasional yang demokratis melalui pelaksanaan agenda reformasi politik yang diarahkan untuk melakukan serangkaian koreksi terencana, melembaga dan berkesinambungan terhadap seluruh bidang kehidupan. Reformasi pada sejatinya adalah upaya untuk menata kembali system kenegaraan kita disemua bidang agar kita dapat bangkit kembali dalam suasan lebih terbuka dan demokratis. Bagi Partai Golkar upaya mewujudkan kehidupan politik yang demokratis yang bertumpu pada kedaulatan rakyat adalah cita-cita sejak kelahirannya.


(50)

Keterbukaan adalah nilai kemanusiaan hakiki yang merupakan nafas dari gerakan reformasi. Atas dasar pandangan keterbukaan tersebut, kita harus mencipatkan system social politik yang terbuka atau transparan dengan struktur dan proses politik yang dapat secara efektif benar-benar mencerminkan kedaulatan rakyat. Untuk itu maka peluang bagi rakyat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses-proses politik mutlak dibuka seluas-luasnya. Kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat semakin terjamin dan dilindungi oleh undang-undang.

Sendi utama masyarakat madani adalah supremasi hukum. Oleh karena Negara kita adalah Negara hokum maka supremasi hokum harus ditempatkan sebagai pilar utama dalam rangka mewujudkan system politik yang demokratis dan berdasarkan hukum. Partai Golkar memandang bahwa reformasi hokum tidak terbatas hanya pada penyempurnaan sarana dan prasarana, materi dan aparatur hokum, tetapi juga budaya hukum.

Di bidang ekonomi visi Partai Golkar adalah ekonomi rakyat atau kerakyatan atas dasar keyakinan bahwa hanya system perekonomian inilah yang menjamin rakyat makin sejahtera. Pembangunan ekonomi dalam paradigma lama yang terlampau menekankan pertumbuhan dengan tulang punggung konglomerasi ternyata justru membawa Negara dan bangsa Indonesia terjerembab ke dalam krisis ekonomi yang sangat parah. Konglomerasi ternayta semu dan sangat rapuh terhadap goncangan ekomomi global. Dalam konteks ini, maka paradigma ekonomi kerakyatan justru memiliki potensi yang sangat kuat bagi penguatan fundamental ekonomi kita.


(51)

Dengan visi ekonomi kerakyatan ini, maka usaha kecil, menengah, dan koperasi akan dikembangkan dan diperkuat sebagai pilar utama perekonomian nasional. Partai Golkar menginginkan di masa depan usaha menengah, kecil dan koperasi menjadi ujung tombak pemberdayaan masyarakat dalam pengertian yang sebenarnya. Tanpa uapaya-upaya pemberdayaan rakyat, maka tujuan menciptakan masyarakat madani akan semakin jauh dari gapaian kita. Untuk itu sejalan dan searah dengan visi mencipatakan kesejahteraan rakyat, perhatian terhadap upaya penguatan uasaha menengah, kecil dan koperasi menjadi prioritas yang paling diutmakan.

Di bidang sosial budaya, Partai Golkar mencita-citakan penguatan budaya bangsa yang mampu melahirkan bangsa yang kuat, yakni bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau ketrampilan, memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki disiplin social yang tangguh, dan memiliki etika yang kuat. Untuk menuju terciptanya bangsa yang kuat semacam itu, maka perlu dikembangkan suasana dan iklim yang mendukung bagi berkembangnya budaya ilmu (etos intelektualisme), budaya kerja (etos kerja), budaya disiplin, dan budaya hidup etis dan religius di kalangan masyarakat.

Partai Golkar memandang kerukunan sebagai basis bagi integrasi bangsa. Untuk itu, maka kehidupan social budaya yang berkeadilan dan terjembataninya kesenjangan social ekonomi antarindividu, antarkelompok, antara kota-desa, antara Jawa-luar Jawa dan antarpusat-daerah, menjadi agenda penting yang harus dipentingkan. Demikian juga halnya pengembangan kehidupan beragama dan kerukunan antarumat beragama menjadi kepedulian Partai Golkar.


(52)

Dengan visi ini pola Partai Golkar hendak mengembangkan pola hubungan social yang lebih harmonis dan dilandasi oleh semangat persamaan manusia. Pandangan yang diskriminatif dan tidak adil terhadap suatu kelompok tertentu harus dihapuskan dari segenap masyarakat kita, dan diganti dengan pandangan yang diliputi oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan dan peran sejati antar warga Negara.\

2.3. Misi

Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan mewujudkan visi tersebut Partai Golkar dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yakni: menegakkan, mengamalkan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negaradan ideology bangsa demi untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan mewujudkan cita-cita proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakkan supremasi hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan hak-hak asasi manusia. Dalam rangka membawa misi mulia tersebut Partai Golkar melaksanakan fungsifungsi sebagai sebuah Partai Politik moderen, yaitu;

Pertama, mempertegas komitmen untuk menyerap, memadukan, mengartikulasikan, dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan rakyat sehingga menjadi kebijakan politik yang bersifat public. Kedua, melakukan rekruitmen kader-kader yang berkualitas melalui system prestasi (merit system) untuk dapat dipilih oleh rakyat menduduki posisi-posisi politik atau jabatan-jabatan public. Dengan posisi atau jabatan-jabatan politik ini maka para keder dapat mengontrol atau mempengaruhi jalannya pemerintahan untuk diabadikan sepenuhnya bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Ketiga, meningkatkan


(53)

proses pendidikan dan komunikasi politik yang dialogis dan partisipatif, yaitu membuka diri terhadap berbagai pikiran, aspirasi dan kritik dari masyarakat. 2.4 Platform Partai

Platform yang dimaksudkan yang di sini adalah landasan tempat berpijak, yaitu wawasan-wawasan yang menjadi acuan dan arah dari mana dan kemana perjuangan Partai Golkar yhendak menuju. Platform merupakan sikap dasar yang merupakan kristalisasi dan pemahaman, penglaman dan kesadaran historis partai Golkar dalam menyertai bangsa membangun masa depan. Partai Golkar berpijak pada landasan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai konsekuensi dan pijakan ini maka Partai Golkar berwawasan kebangsaan, yaitu suatu wawasan bahwa bangsa Indonesia adalah satu dan menyatu.

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang yang mengatasi golongan dan kelompok baik golongan dan kelompok atas dasar agama, suku, etnis, maupun budaya. Kemajemukan atau pluralisme tidak dipandang sebagai kelemahan atau beban, melainkan justru sebagai potensi atau kekuatan yang harus dihimpun secara sinergis dan dikembangkannya sehingga menjadi kekuatan nasional yang kuat dan besar. Kemajemukan bagi Partai Golkar adalah anugerah Tuhan yang karena itu bersifat given. Kemajemukan inilah yang selama ini justru telah membentuk mozaik keindonesiaan yang sangat indah dan mempesona sebagaimana tercermin dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Dengan platform ini maka Partai Golkar terbuka bagi semua golongan dan lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang etnis, suku, budaya, agama, dan status social ekonomi. Keterbukaan Partai Golkar diwujudkan secara sejati,


(1)

langsung (direct mass campaign). Selain strategi kampanye, upaya ini diperkuat lagi dengan menggunakan teknik-teknik kampanye yaitu melakukan kampanye dengan model informasi secara langsung dan tidak langsung, menawarkan program-program pokok yang dilakukan ntuk menarik simpati masyarakat dan juga menawarkan produk-produk politik yang nantinya akan menjadikan masyarakat khususnya masyarakat Kota Medan untuk hidup dengan lebih baik dalam segala bidang kehidupan.

Bila diperhatikan strategi dan teknik kampanye yang dilakukan oleh Partai Golkar dan partai koalisi lainnya memang dapat memenangkan pasangan Drs.Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin dalam perhelatan Pilkada Kota Medan tahun 2010, namun sebenarnya cara yang dilakukan ini juga dilakukan oleh partai politik yang lain yang ikut berkompetisi di Pilkada. Dalam hal ini penulis melihat, strategi dan teknik kampanye memang perlu dilakukan namun hal menjadi sangat signifikan adalah kedekatan para calon atau modal sosial yang dimiliki oleh para calon yang mencalonkan diri menjadi bupati dan wakil bupati. Modal sosial yang telah dibangun sejak lama menjadi faktor penting seseorang untuk menang dalam Pilkada seperti yang dilakukan oleh pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno.


(2)

4.2Saran

1. Perlu bagi partai politik untuk mengubah sikapnya untuk lebih baik memberi perhatian kepada masyarakat yang akan memilihnya pada Pilkada. Disini diharapkan kepada partai politik agar tidak hanya hadir ditengah masyarakat ketika menjelang Pilkada saja, tetapi jauh sebelum Pilkada serta Pasca Pilkada kehadiran para kader serta kandidat yang telah dipilh oleh rakyat berbaur dengan masyarakat luas. Sehingga hal ini dapat menumbuh kepercayaan kepada masyarakat dan simpatisan.

2. Diharapkan agar Partai Golkar akan terus meningkatkan dan memantapkan mekanisme kerja dan kepemimpinan partai disetiap tingkatan dan prinsip kepemimpinan kolektif, keterbukaan dan kekeluargaan. Sehingga kelembagaan dan keorganisasian, Partai Golkar lebih terstruktur dan tersistematis.

3. Diharapkan kepada pengurus dan kader Partai Golkar khususnya yang berada di Kota Medan agar lebih membuka diri terhadap masyarakat luas. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu kaderisasi, mengoptimalkan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat. 4. Kepada para partai politik yang akan mengikuti Pilkada, peran yang

digunakan oleh Partai Golkar ini bisa menjadi masukan kepada partai politik lainnya. Yang paling utama adalah kedekatan para pengurus, para


(3)

5. Terakhir dan menjadi hal yang paling penting adalah menumbuhkan sosok calon pemimpin yang memang benar-benar merakyat. Hal ini tentunya hanya bisa diciptakan melalui proses yang lama dan bukan sekejap waktu, artinya setiap calon yang ingin bermain memang sudah sejak jauh-jauh hari menunjukkan dirinya sebagai orang yang pro rakyat, dengan begitu rakyat dapat lebih bisa mengenalnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. Tujuan Komunikasi Politik Citra Politik, Pendapat Umum, Partisipasi Politik dan Pemilu, Jakarta: LPK DPP Partai Golkar, 2003 Al Khatab, Umar Ibnu 2009, Dari Beringin Ke Beringin;Sejarah, Kemelut,

Rsistensi dan Daya Tahan Partai Golkar, Ombak:Yogyakarta

Budiardjo, Miriam, 1994, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Daryanto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Apollo, Surabaya, 1998

Fatwa, A.M. Kampanye Partai Politik di Kampus, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003

Gudykunst, W.B and Bella Mody, Handbook of International and Intercultural Communication. Thousands Oaks, Sage Publications, 2002.

Imawan, Riswandha. Membedah Politik Orba, Cetakan Pertama, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1997

Kusuma, Surya dan Yon Hotman, Panduan Sukses Kampanye Pemilu 2009, Kajarta: Penerbit Pustaka Cendekia Muda, 2008

Pratikno, 2003, Pilihan yang Tidak Pernah Final, Dalam Abdul Gaffar Karim (Ed.), Desentralisasi, , Kompleksitas Persoalan Otnomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar,Yogyakarta.


(5)

Riyadmaji, Dodi, 2003, Mengkritisi Pemikiran Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, dalam Abdul Gaffar Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Ruslan, Rosady. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation, Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2000

Setiadi, Wicipto. Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis, dalam Dirjen Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM, Jurnal Legislasi Indonesia Volume 5 No.1 Maret 2008, Jakarta, Penerbit Dirjen Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM

Sjafii, Inu Kencana, 1994, Pengantar Ilmu Pemerintahan, CV. Mandar Madju, Bandung.

Surbakti, Ramlan .Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo, 1999

Venus, Antar Manajemen Kampanye Penduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, Bandung: Penerbit Simbiosa Rekatama Media, 2007,


(6)

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 76, Pasal 77

Surat Kabar