Manfaat Penelitian Kerangka Berfikir

8 c. Mengkaji dan menganalisis peran aparat penegak hukum, lembaga pendamping dalam memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban KDRT menurut UU perlindungan anak dan UU PKDRT. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah pemahaman penulis dalam bidang ilmu hukum khususnya Hukum Pidana b. Menambah wawasan dan memperluas pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah diterima selama menempuh kuliah guna melatih kemampuan penulis dalam menerapkan teori-teori tersebut dalam prakteknya di masyarakat. c. Sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

E. Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian sangat diharapkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut, adapun manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat mengembangkan ilmu penulisan hukum khususnya hukum acara pidana dengan mempraktekkannya di lapangan. b. Memberikan gambaran serta sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah yang timbul mengenai perlindungan anak yang 9 berhadapan dengan hukum sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga . c. Memberikan dasar-dasar serta landasan guna penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah. b. Memberikan masukan dan manfaat bagi semua pihak terutama sumbangan pemikiran dalam perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

F. Kerangka Berfikir

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita- citaperjuangan bangsa sekaligus modal sumberdaya manusia bagi pembangunan nasional. Disebutkan dalam Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Menurut Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar tetap hidup, tumbuh, berkembang, dan 10 berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi. 6 Perlindungan anak yang dimaksud disini adalah pemeliharaan atau upaya pemerintah untuk melindungi anak-anak yang mengalami kekerasan baik kekerasan fisik maupun psikis. Korban diartikan sebagai sasaran, target dan obyek tindak kekerasan. Abuse adalah kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan, penga niayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Dalam The social work Dictionary Barker, mendefinsiikan abuse sebagai “improper behavior intended to coused phycal, psychological, or financial harm to an individual or group” kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau financial, baik yang dialami individu maupun kelompok. 7 Ketentuan Pasal 351 ayat 1, 2, dan 3 serta Pasal 356 KUHP merupakan ketentuan yang sering digunakan untuk menjerat pelaku kekerasan dalam rumah tangga, tetapi hanya terbatas pada kekerasan fisik. ketentuan-ketentuan tersebut mengatur hukuman selama 2 tahun sampai dengan 12 tahun pidana penjara bagi pelaku penganiayaan. Namun, dalam kenyataannya pelaku kekerasan sering dihukum sangat rendah. Jadi, tid ak adanya hubungan minimum mengakibatkan putusan jadi ringan. Sedangkan Pasal 465 KUHP tentang penyanderaan dan Pasal 470 KUHP tentang perampasan kemerdekaan seseorang dianggap belum cukup 6 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Bandung : Citra Umbara, 2003, hal. 35 7 Abu Huraerah, 2007, Kekerasan Terhadap Anak, Bandung : Nuansa, hal. 47 11 untuk mewadahi kekerasan psikis yang sering dialami korban kekerasan dalam rumah tangga karena kekerasan psikis tidak hanya meliputi dua hal tersebut, tetapi juga semua perbuatan ataupun ucapan yang berakibat secara psikis pada seseorang. Misalnya, kekuatan, menjadi tidak berdaya, tidak percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan depresi. Berikut ini merupakan contoh bentuk perbuatan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang ditetapkan dalam KUHP ada beberapa tindak pidana, bahkan ada yang secara eksplisit disebutkan sebagai kekerasan terhadap anak, yaitu 1 Tindak pidana kejahatan terhadap asal-usul dan perkawinan, yaitu melakukan pengakuan anak palsu Pasal 278; 2 Kejahatan yang melanggar kesusilaan, seperti menawarkan, memberikan, untuk terus menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa Pasal 283, bersetubuh dengan wanita yang diketahui belum berumur lima belas tahun di luar perkawinan Pasal 287, melakukan perbuatan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul terhadap orang yang belum berumur lima beas tahun Pasal 290, melakukan perbuatan cabul terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa Pasal 294, menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa dengan 12 orang la in Pasal 295, melakukan perdagangan anak Pasal 297, membikin mabuk terhadap anak Pasal 300, memberi atau menyerahkan seorang anak yang ada di bawah kekuasaannya kepada orang lain untuk melakukan pengemisan atau pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang dapat merusak kesehatannya Pasal 301; 3 Kejahatan terhadap kemerdekaan orang, seperti menarik orang yang belum cukup umum dari kekuasaan yang menurut UU ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang lain Pasal 330, menyembunyikan orang yang belum dewasa Pasal 331, melarikan wanita yang belum dewasa tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya, tetapi disetujui oleh wanita itu Pasal 332; 4 Kejahatan terhadap nyawa, seperti merampas nyawa pembunuhan anak sendiri yang baru lahir Pasal 341 dan 342; 5 Kejahatan penganiayaan terhadap anaknya sendiri Pasal 351-356. Maka dari itu dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah, dimana undang-undang ini memuat berbagai aspek dan ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik dan lebih mengkhususkan kedalam tindak kekerasan dalam rumah tangga.

G. Metode Penelitian