Perlindungan Hukum Bagi Pasien Terhadap Tindakan Medis yang Dilakukan oleh Calon Tenaga Kesehatan Profesional

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON TENAGA KESEHATAN

PROFESIONAL SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara OLEH

MONICA HENDRIKA H B NIM : 090200115

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON TENAGA KESEHATAN

PROFESIONAL SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

MONICA HENDRIKA H B 090200115

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA Mengetahui :

Ketua Departemen Hukum Perdata

Dr. Hasim Purba, SH M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sunarto Adiwibowo, S.H, M.Hum Dr. Rosnidar Sembiring, S.H, M.Hum NIP. 19520330 197601 0 001 NIP. 19660202 199103 2 002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur penulis naikkan bagi Allah Tritunggal yang tetap setia dalam setiap perbuatanNya. Bersyukur untuk setiap pertolongan Tuhan yang terus memelihara bahkan sampai selesainya skripsi ini, sungguh bukan karena kuat dan hebat saya, Dialah yang berkarya. Terpujilah Tuhan. Pada kesempatan ini saya dengan rendah hati mempersembahkan skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON TENAGA KESEHATAN PROFESIONAL”. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala hormat, saya rindu untuk mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,MH., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, S.H.,MH.,DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H.,M.Hum, selaku sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Jun Cai, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama penulis duduk di bangku perndidikan S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Terimakasih secara khusus untuk Bapak Sunarto Adiwobowo, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah menolong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, bersyukur boleh menjadi mahasiswa bimbingan skripsi Bapak dan Ibu.

9. Seluruh Dosen Pengajar yang mengabdikan diri di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terpujilah Tuhan untuk pelayanan Bapak dan Ibu dalam mendidik calon pemimpin bagi bangsa ini.

10.Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk setiap pelayanan terbaik yang boleh diberikan.

11.Kedua orang tua penulis yang terkasih Hotner Situngkir dan Bertha Purba, SPd untuk setiap kasih yang tidak berkesudahan, dukungan doa, nasihat, bahkan setiap perjuangan untuk tetap setia memberikan yang terbaik bagi penulis bahkan banyak hal yang tidak akan pernah habis untuk dituliskan.


(5)

12. Adik-adik penulis Mega Sepriani, Owendi Daniel dan Fannya Handayani yang boleh jadi sumber semangat buat penulis, untuk setiap doa dan kebersamaan kita.

13.Orang tua penulis Durman Situngkir, S.H dan Sri Maszone Manik, abang dan kakak penulis Setiady Laksono Situngkir, S.H.,M.Hum, Novalina Manurung, S.H.,M.Hum serta Dejoi Irfian Situngkir, Amd untuk setiap doa, pelajaran hidup dan kebersamaan kita.

14.UKM KMK USU UP FH yang menjadi tempat penulis banyak belajar firman dan mengenal Allah yang menjadi harta yang tak akan pernah hilang. Tetaplah jadi saluran berkat.

15.Teman-teman Koordinasi 2011-2013, terpujilah Tuhan untuk setiap kebersamaan kita mengerjakan pelayanan. Bersyukur mengenal kalian. Terimakasih untuk setiap dukungan doa dan semangatnya.

16.Kelompok kecil penulis ADONAI, PKK terkasih Adi Agustina Girsang, S.H., dan teman-teman KTB Diyara Eninta Sitepu, S.H., Peronnika M Simanjuntak, S.H., Sherly Novita Sari Sembiring, S.H., Susanti Nababan, S.H., untuk semua yang boleh kita alami bersama dalam Tuhan sejak September 2009.

17.Re’uwel terkasih yang menjadi sumber semangat bagi penulis, Betari Karlina Ginting, Erni Armidi Sitorus, Frans Yoshua Sinuhaji, Ibreina Saulisa Agitha Pandia, Guntur Sukarno Gultom dan Margaretha Oktaviani Sianturi, tetap lah bertumbuh dalam Tuhan.


(6)

18.Someone special, I do really thanks to God for I have you. Love and pray, still and always. Thanks for praying that much for me. God Lead. 19.Teman-teman Koordinator dan Wakil Koordinator seUSU, untuk

setiap harga mahal yang harus dibayar. Tetap semangat dalam Tuhan. 20.Teman-teman seperjuangan stambuk 2009 di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Marupa, Joice, Erikson, Netty, Carina, Esra, Rebekka, Hotman, Jeffri, Sahat, Marco dan lainnya yang tidak tersebutkan satu per satu. Mari menjadi Alumni yang takut akan Tuhan.

21.Para Penulis buku-buku dan artikel-artikel yang penulis jadikan referensi data guna pengerjaan skripsi ini.

22.Semua orang yang penulis kenal dan mengenal penulis. Terimakasih.

Bersyukur boleh belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terimasih untuk semua pelajaran yang penulis peroleh, semua hanya karena kemurahan Tuhan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi orang-orang yang membutuhkan referensi tentang Hukum Kesehatan. Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kelemahan, karena itu penulis selalu terbuka untuk kritik dan saran yang membangun. Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terimakasih.

Medan Juli 2013

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ...v

ABSTRAK ...viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penulisan ...8

D. Manfaat Penulisan...9

E. Metode Penelitian...10

F. Keaslian Penulisan...11

G. Sistematika Penulisan...13

BAB II. HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA A. Pengertian 1. Hukum Kesehatan... 15

2. Pasien... 17


(8)

4. Tindakan Medis ...19

5. Pelayanan Kesehatan...20

B. Hak dan Kewajiban Pasien ...21

C. Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan ...37

BAB III. ASPEK YURIDIS PELAYANAN KESEHATAN A. Hubungan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan 1. Pasien dengan (calon) Tenaga Kesehatan ...47

2. Pasien dengan Rumah Sakit ...50

3. (Calon) Tenaga Kesehatan dengan Rumah Sakit ...50

B. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent ) ...51

C. Standar Profesi Medis... 62

BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON TENAGA KESEHATAN A. Kedudukan Hukum Seorang Calon Tenaga Kesehatan dalam melakukan Tindakan Medis di Rumah Sakit. ...71

B. Tanggung jawab Rumah Sakit terhadap Tindakan Medis yang dilakukan oleh Calon Tenaga Kesehatan pada Pasien ...80


(9)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...88

B. Saran ...89


(10)

ABSTRAK

SUNARTO ADIWIBOWO , S.H., M.HumDR. ROSNIDAR SEMBIRING, S.H., M.Hum

MONICA HENDRIKA H. B

Keberadaan dokter muda di rumah sakit adalah salah satu wujud pengadaan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai yang ditetapkan dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009. Mimpi Indonesia yang tertuang dalam banyak peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan menggantung tinggi, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan warga negara Indonesia setinggi-tingginya. Namun jika dilihat dalam kenyataannya, keberadaan dokter muda di rumah sakit untuk melaksanakan pendidikan tahap profesi dokter justru telah melahirkan banyak keluhan dari masyarakat karena kualitas pelayanan yang justru menurun, bahkan kasus meninggalnya pasien anak yang ditangani oleh dokter muda melahirkan kekhawatiran dalam dari masyarakat. Peran dokter pembimbing menjadi hal yang patut disoroti dari sisi etika kedokterannya.

Berdasarkan latar belakang itu, maka penulis mengangkat skripsi berjudul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON TENAGA KESEHATAN PROFESIONAL. Dalam skripsi ini, penulis mengungkapkan permasalahan tentang kedudukan seorang dokter muda dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien dan sebagai tempat pelatihan tenaga medis bagaimana tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter muda. Metode penelitian yang digunakan adalan pendekatan yuridis normatif, yaitu melalui pendekatan asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang termuat dalam berbagi peraturan perundang-undangan yang terkait.

Adapun hasil penulisan ini adalah pengawasan terhadap dokter muda harus ditingkatkan demi pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi. Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 telah menetapkan pengadaan dan pelatihan tenaga kesehatan untuk mencapai mimpi Indonesia sehat, diperlukan peraturan lebih lanjut yang lebih detail untuk pelaksanaannya. Termasuk juga peraturan tentang rumah sakit dan bahkan sampi taraf fakultas kedokteran juga penegakkan disiplin dokter dalam mengerjakan profesi mulia ini. Selain itu masyarakat awam juga perlu untuk terus disosialisasikan tentang Undang-undang Kesehatan yang baru ini untuk dapt mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiabnnya sevagi konsumen kesehatan.

Kata kunci : dokter muda, pasien, pelayanan kesehatan

Dosen Pembimbing I 

Dosen Pembimbing II 

Mahasiswa Fakultas Hukum Departemen HukumPerdata BW Universitas Sumatera Utrara


(11)

ABSTRAK

SUNARTO ADIWIBOWO , S.H., M.HumDR. ROSNIDAR SEMBIRING, S.H., M.Hum

MONICA HENDRIKA H. B

Keberadaan dokter muda di rumah sakit adalah salah satu wujud pengadaan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai yang ditetapkan dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009. Mimpi Indonesia yang tertuang dalam banyak peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan menggantung tinggi, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan warga negara Indonesia setinggi-tingginya. Namun jika dilihat dalam kenyataannya, keberadaan dokter muda di rumah sakit untuk melaksanakan pendidikan tahap profesi dokter justru telah melahirkan banyak keluhan dari masyarakat karena kualitas pelayanan yang justru menurun, bahkan kasus meninggalnya pasien anak yang ditangani oleh dokter muda melahirkan kekhawatiran dalam dari masyarakat. Peran dokter pembimbing menjadi hal yang patut disoroti dari sisi etika kedokterannya.

Berdasarkan latar belakang itu, maka penulis mengangkat skripsi berjudul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON TENAGA KESEHATAN PROFESIONAL. Dalam skripsi ini, penulis mengungkapkan permasalahan tentang kedudukan seorang dokter muda dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien dan sebagai tempat pelatihan tenaga medis bagaimana tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter muda. Metode penelitian yang digunakan adalan pendekatan yuridis normatif, yaitu melalui pendekatan asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang termuat dalam berbagi peraturan perundang-undangan yang terkait.

Adapun hasil penulisan ini adalah pengawasan terhadap dokter muda harus ditingkatkan demi pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi. Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 telah menetapkan pengadaan dan pelatihan tenaga kesehatan untuk mencapai mimpi Indonesia sehat, diperlukan peraturan lebih lanjut yang lebih detail untuk pelaksanaannya. Termasuk juga peraturan tentang rumah sakit dan bahkan sampi taraf fakultas kedokteran juga penegakkan disiplin dokter dalam mengerjakan profesi mulia ini. Selain itu masyarakat awam juga perlu untuk terus disosialisasikan tentang Undang-undang Kesehatan yang baru ini untuk dapt mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiabnnya sevagi konsumen kesehatan.

Kata kunci : dokter muda, pasien, pelayanan kesehatan

Dosen Pembimbing I 

Dosen Pembimbing II 

Mahasiswa Fakultas Hukum Departemen HukumPerdata BW Universitas Sumatera Utrara


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan secara terpadu dimulai sejak tahun 1978, yaitu sejak dikeluarkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang Repelita III. Sejak itu kesehatan menempati bagian tersendiri dalam pembangunan nasional secara keseluruhan.1

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks.2

Dari anggaran dasar PERHUKI (Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran Indonesia) dijelaskan, Hukum Kesehatan adalah :

1Sri Praptianingsih., Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hlm. 1.

2Bahder Johan Nasution., Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm.1.


(13)

1. Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.

2. Yang dimaksud dengan Hukum Kedokteran adalah bagian dari hukum Kesehatan yang menyangkut pelayanan medis3

Dalam bidang Hukum Kedokteran/Kesehatan yang dibicarakan adalah : hak dan kewajiban pasien, hubungan rumah sakit dengan dokter tamu, paramedic dan pasien, izin tindakan medis, hak menentukan nasib sendiri, euthanasia, inseminasi buatan, bayi tabung ditinjau dari sudut hukum, peranan medical record, hak dan kewajiban dokter, malpraktek, transaksi terapeutik dokter dengan pasien, medical negligence, dan lain-lain.4

Keberhasilan upaya kesehatan tergantung pada ketersediaan sumber daya kesehatan yang berupa tenaga, sarana dan prasarana dalam jumlah dan mutu yang memadai.5

Sejak lahirnya manusia dalam kehidupan masyarakat menjadi penanggung hak dan kewajiban, ini berarti apabila hak manusia yang satu bertentangan atau

3Amri Amir., Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997, hlm.10.

4Ibid, hal. 11 5Sri., Op. cit., hal. 3


(14)

menggangguhak manusia yang lain dalam perhubungan kehidupan masyarakat, menjadi kewajiban hukumlah untuk mengaturnya. 6

Di dalam suatu sistem kesehatan, interaksi yang tampak menonjol adalah antara dokter dan pasiennya, yang mungkin melibatkan unsur-unsur lainnya. Unsur tadi antara lain juru rawat, pekerja social dan mungkin rumah sakit yang merupakan suatu subsistem social tersendiri yang bagi para ahli sosiologi juga ahli hukum dan kalangan lainnya meupakan suatu lembaga yang sangat menarik.7

Terdapat 3 (tiga) komponen yang terlibat dalam suatu proses pelayanan yaitu, pelayanan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan, siapa yang melakukan pelayanan serta konsumen yang menilai sesuatu pelayanan melalui harapan yang diinginkan.8

Dilihat dari kacamata hukum, hubungan (interaksi) antara pasien dengan dokter termasuk dalam ruang lingkup hukum perjanjian. Dikatakan sebagai perjanjian karena adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan atau kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui tindakan terapeutik yag dilakukan oleh dokter tersebut. Posisi yang demikian menyebabkan terjadinya kesepakatan berupa perjanjian terapeutik.9

6Hermien Hadiati Koeswadji., Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University Press, Surabaya, 1983, hlm. 3.

7Soerjono Soekanto., Kartono Mohamad,.Aspek Hukum dan Etika Kedokteran di Indonesia, Grafiti Pers, Jakarta, 1983, hlm. 4.

8Titik Triwulan Tutik., Shita Febriana., Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2010, hlm. 1.


(15)

Ditinjau dari segi ilmu kemasyarakatan hubungan antara dokter dengan pasien menunjukkan bahwa dokter memiliki posisi dominan, sedangankan pasien hanya memiliki sikap pasif menunggu tanpa wewenang untuk melawan. Posisi demikian ini secara historis berlangsung selama bertahun-tahun, dimana dokter memegang peranan utama, baik karena pengetahuan dan keterampilan khusus yang ia miliki, maupun karena kewibawaan yang dibawa olehnya karena ia merupakan bagian kecil masyarakat yang semenjak bertahun-tahun berkedudukan sebagai pihak yang memiliki otoritas bidang dalam memberikan bantuan pengobatan berdasarkan kepercayaan penuh pasien.10

Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.11

Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. Untuk menjadi seorang dokter seseorang harus menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran selama beberapa tahun tergantung sistem yang dipakai oleh Universitas tempat Fakultas Kedokteran itu berada. Di Indonesia Pendidikan Kedokteran mengacu kepada suatu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI). Pendidikan dokter di

10Titik., Op.cit., Hlm. 2.

11Muhammad Danial Donahue Prasko, Defenisi/ Pengertian Dokter, Hak dan Kewajiban Dokter, http://danialprasko.blogspot.com/2011/04/definisi-dokter.html, diakses pada tanggal 19 April 2013


(16)

Indonesia membutuhkan 10 semester untuk menjadi dokter, 7 semester untuk mendapatkan gelar sarjana (Sarjana Kedokteran/S.Ked) ditambah 3 sampai 4 semester kepaniteraan klinik senior atau ko-asisten (clerkship) di Rumah Sakit.12

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dokter menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan adalah tenaga kesehatan golongan tenaga medis.

Sebuah artikel yang saya kutip menyebutkan sebagai berikut :

“Saya ingin membawa pada situasi lain ketika seorang dokter yang berada di Puskesmas tersebut adalah seorang dokter koas. Setiap harinya di Timeline twitter saya selalu muncul keluhan mereka. Mungkin hal ini juga yang membuat saya terdorong untuk menulis di sini. Stase terakhir bagi seorang koas adalah Puskesmas. Kondisinya, mereka berhadapan dengan pasien layaknya seorang dokter profesional. Di mata pasien tentu saja mereka adalah seorang dokter yang akan mengobati, tetapi bagi pihak Puskesmas koas tetaplah koas. Mereka masih dalam tahap belajar, menerapkan ilmu-ilmu yang mereka miliki selama menempuh pendidikan 3,5 tahun ditambah 1,5 tahun koas. Dokter koas tidak digaji, tetapi lagi-lagi pekerjaan mereka saat di Puskesmas sama seperti seorang dokter profesional. Bayangkan bagaimana lelahnya mereka ketika peningkatan drastis pada jumlah pasien terjadi. Di satu sisi mereka mempelajari berbagai macam penyakit, pemerikasaan dan menerapkan ilmu komunikasi yang baik terhadap pasien membutuhkan waktu yang cukup untuk face to face, sedangkan

12Ryan Maulana, Pengertian Dokter

http://yanbaud.blogspot.com/2012/09/pengertian-dokter.html, diakses pada tgl 19 April 2013


(17)

antrian pasien begitu panjang membuat pihak puskesmas terpaksa mendesak dokter koas agar mempersingkat waktu pemeriksaan pasien.”13

Hal yang harus disoroti pada penggalan artikel di atas adalah fakta bahwa ada dokter co-ast yang bertindak sebagai dokter profesioanal artinya melakukan tindakan medis profesional dengan posisi sebenarnya mereka masih dalam tahap belajar tanpa pengawasan. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana perlindungan bagi pasien terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter koas sementara dokter koas masih dalam tahap belajar dan pasien pada umumnya hanya berharap supaya segera sembuh. Siapa yang dapat menjamin bahwa tindakan medis yang dilakukan oleh dokter koas minimal tidak membahayakan pasien untuk jangka panjang maupun jangka pendek dan yang seharusnya dapat menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Dan satu hal lain yang juga sangat penting adalah bagaimana pasien dapat melindungi dirinya sendiri untuk tidak menjadi korban tindakan medis yang salah.

Selain itu ada juga keluhan tentang pelayanan kesehatan terkait dokterkoas seperti yang dituliskan dalam Harian Sumut Pos terbitan 25 Juni 2012, Ayu Intan Situmorang seorang yang menjaga saudaranya yang sedang sakit di salah satu rumah sakit di Medan mengatakan bahwa dokter (profesional) hanya sekali saja datang memeriksa pasien dan selanjutnya diperiksa oleh dokter koas, bahkan ada lagi menurut Marnatal Silitonga walau sudah seminggu keponakannya yang

13Nadya Meprista, Fenomena Berobat Gratis dan Dokter Koashttp://nadyameprista.blogspot.com/2012/11/fenomena-berobat-gratis-dan-dokter-koas.html,diakses pada tgl 3 Juni 2013


(18)

terkenaa DBD dirawat di rumah sakit tersebut pihak keluarga tidak pernah bertemu dengan dokter, selalu dokter koas. Berikut penuturan Marnatal Silitonga dalam harian Sumut Pos :

“Saya nggak kenal sama dokter yang menangani. Kalau pagi, cuma koas yang meriksa. Biasalah periksa temperatur panas dan infusnya. Pernah saya tanya sama mereka ke mana dokternya, tapi koas-nya bilang, kalau dokter lagi banyak praktik. Payah banyak kerjaan dokternya. Kami pun belum tahu bagaimana perkembangan pasien. Ini masih menunggu dokter. Saya lihat mereka nelepon dokternya. Nanya bagaimana pemeriksaannya. Ternyata dokternya meriksa pasien melalui perantara koas. Gimana keponakan saya mau sembuh kalau begini.”14

Dan yang lebih fatal lagi adalah yang menyebabkan kematian seperti kasus meninggalnya bayi berumur 8 bulan di Medan oleh beberapa dokter yang sedang

co-ast. Ini telah melanggar etika kesehatan dan kemanusiaan.15

Dalam harian Sumut Pos baru-baru ini, terbitan 31 Mei 2013 juga dituliskan bahwa ada kasus bayi meninggal di Rumah Sakit Binjai karena dirawat oleh dokter koas. Orang tua bayi mengaku bahwa mereka hanya sekali saja bertemu dengan dokter yang seharusnya menangani anaknya, selebihnya oleh perawat dan dokter koas dan dalam hal merawat bayi nya menurut pengakuan orang tua si bayi, dokter profesional selalu memerintahkan dokter koas. Dan

14Harian Sumut Pos, Dokter Hanya sekali selanjutnya Dokter Koas http://www.hariansumutpos.com/2012/06/36696/dokter-hanya-sekali-selanjutnya-dokter-koas#ixzz2V7f3ax58 diakses pada 18 Juni 2013

15Radio Unisi, Dokter Muda Harus Jalani Koas secara Profesional, http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2455192_4262.html, diakses pada 8 Juli 2013


(19)

akhirnya bayi itu meninggal dengan kondisi sampai bayi itu meninggal, kedua orang tua nya tidak tahu penyakit apa yang menyebabkan kematian bayinya.16

Melihat kenyataan itu, menjadi hal yang sangat penting untuk menyoroti tentang pengawasan dokter koas yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun di puskesmas. Khusus nya demi melindungi pasien sebagai konsumen kesehatan yang berhak untuk mendapatkan pelayanan terbaik dari negara ini.

Dalam masa pendidikan profesi kedokteran seorang dokter koas berhak melakukan tindakan medis terhadap pasien, karena begitulah cara untuk mereka melatih diri dalam penerapan ilmu kedokteran yang sebelumnya hanya dipraktikkan pada phantom saja. Hanya sangat tidak adil kalau pasien dijadikan “kelinci percobaan” karena itulah perlu pengawasan oleh dokter profesional. Pasien dan tenaga kesehatan seharusnya memahami batas hak dan kewajiban masing-masing untuk terciptanya hubungan hukum yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

B.Rumusan Masalah

16Harian Sumut Pos, Dirawat Koas Bayi Meninggal,


(20)

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka ada 3 (tiga) rumusan masalah dalam pelayanan dan penerapan hukum kesehatan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan

(dokter muda) dalam melakukan tindakan medis di rumah sakit ?

2. Bagaimanakah tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan medis

yang dilakukan oleh dokter muda pada pasien?

C.TujuanPenulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan

(dokter muda) dalam melakukan tindakan medis di rumah sakit

2. Untuk mengetahui tentang tanggung jawab rumah sakit sebagai sarana

kesehatan yang menyediakan jasa upaya kesehatan terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan (dokter muda)

D.Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :


(21)

Penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk memberikan informasi-informasi pengetahuan tentang hukum pada umumnya dan hukum perdata, hukum konsumen dan hukum kesehatan pada khususnya. Secara lebih khusus lagi untuk menambah pengetahuan hukum tentang perlindungan hukum yang diberikan bagi pasien dalam hal ini disoroti dari tindakan medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan khususnya

dokter koasisten, menurut peraturan perundang-undangan yang ada di

Indonesia.

2. Manfaat dari Aspek Praktis

Penulisan ini dapat memberikan informasi, bahan masukan serta kontribusi pemikiran bagi para pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Bagi pasien untuk mengetahui hak dan kewajiban sebagai konsumen pelayanan kesehatan, bagi tenaga kesehatan baik dokter dan dokter muda untuk mengetahui, menyadari dan menerapkan hak dan kewajiban dengan benar dan lebih sungguh, bahkan bagi pihak rumah sakit, pemerintah dan masyarakat luas untuk bersama-sama mendukung upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia.

E.Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dengan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada


(22)

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.17

2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud oleh penulis adalah sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup literature-literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan untuk memberi penjelasan tambahan untuk memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi data penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : Penelitian kepustakaan (Library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku, artikel-artikel baik dari media cetak maupun

17Soerjono Soekanto., Sri Mamudji.,Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 12.


(23)

elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan. Sedangkan metode induktif dilakukan dengan cara menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topic skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana hukum. Penulis mengajukan judul skripsi setelah lebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi lain untuk menemukan masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang dibuat oleh pihak kampus, maka penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan kemudian melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas untuk menghindari pembahasan masalah yang sama berulang. Dari hasil pengecekan di perpustakaan fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sudah pernah ada sebelumnya yang persis sama dengan judul yang diajukan.


(24)

1. Ganti rugi akibat kelalaian di bidang pelayanan medis oleh Arie Syahwana

2. Pertanggungjawaban hukum tenaga medis di badan koordinasi keluarga

berencana nasional (BKKBN) provinsi Sumatera Utara terhadap kegagalan pemasangan alat kontrasepsi oleh Deswita Ariyanti R

3. Tanggung gugat rumah sakit terhadap pasien dalam melakukan

tindakan medis oleh Fica Indikan Tamin Damanik

4. Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang

pelayanan medis oleh Wanelfi Simangunsong

Untuk pembahasan “Perlindungan Hukum bagi Pasien terhadap Tindakan Medis yang dilakukan oleh Calon Tenaga Kesehatan Profesional” belum ada. Oleh karena itu penulis berani mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini sebagai hasil karya ilmiah dari penelitian, pengamatan dan buah pikiran penulis sendiri.

G.Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang disusun sistematis untuk membahas tentang masalah yang yang diangkat, dengan urutan sebagi berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan serta sistematika penulisan.


(25)

BAB II HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA

Bab ini membahas tentang istilah-istilah dasar dalam hukum kesehatan, hak dan kewajiban pasien dan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan.

BAB III ASPEK YURIDIS PELAYANAN KESEHATAN

Bab ini membahas tentang hubungan hukum antarpihak dalam pelayanan kesehatan, persetujuan tindakan medis, serta standar profesi yang harus dipenuhi seorang tenaga kesehatan khususnya dokter.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP

TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON TENAGA KESEHATAN

Bab ini membahas dan menjawab tentang permasalahan yang diangkat pada bagian rumusan masalah di bab I, yaitu tentang kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan (dokter koas) dan tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan pada pasien.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan atas pembahasan dari seluruh bab sebelumnya dan juga disertai saran-saran dari hasil pemikiran penulis berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.


(26)

BAB II

HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA

A.Pengertian

1. Hukum Kesehatan

Kalau kita bicara tentang hukum pada umumnya yang dimaksud adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama : keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.18

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.19

Leenen memberikan batasan hukum kesehatan, sebagai : seluruh ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan bidang pemeliharaaan kesehatan dan ketentuan-ketentuan dari bidang-bidang hukum lain seperti hukum pidana, perdata dan administrasi yang dapat diterapkan dalam hubungannya dengan pemeliharaan

18Sudikno Mertokusumo., Mengenal Hukum suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 40.

19Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(27)

kesehatan; di samping itu pedoman internasional, hukum kebiasaan danjurisprudensi yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan; juga hukum otonom, ilmu dan literatur, merupakan sumber hukum kesehatan.20

Dari anggaran dasar PERHUKI (Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran Indonesia) dijelaskan, Hukum Kesehatan adalah :

“Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.”21

Rumusan Tim Pengkajian Hukum Kesehatan BPHN Depkeh RI menyebutkan:

“Hukum Kesehatan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban, baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu atau masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspeknya yaitu aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan diperhatikan pula aspek organisasi dan sarana. Pedoman-pedoman medis internasional, hukum kebiasaan dan hukum otonom di bidang kesehatan, ilmu pengetahuan dan literatur medis merupakan pula sumber hukum kesehatan.”22

Rumusan dari Prof.Dr. Van Der Mijn adalah :

“Health Law can bedefined as the body of rules that relates directly to the care for health as well as to the applications of general civil, criminal and administrative law. Medical law, study of the juridical relations to which the doctor is a party, is a part of health law”

“(Hukum kesehatan dapat didefenisikan sebagai lembaga peraturan yang langsung berhubungan dengan perawatan kesehatan, sekaligus juga dengan penerapan hukum sipil umum, hukum pidana, hukum administrasi. Hukum kedokteran yaitu

20

Leenen, Pelayanan Kesehatan dan Hukum, (dalam) Danny Wiradharma, Hukum Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996, hlm 27.

21Amir Amri., Loc. Cit., hlm. 10.

22Husein Kerbala., Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1967, hlm. 25.


(28)

ilmu tentang hubungan hukum dimana dokter adalah salah satu pihak, hukum kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan)”23

2. Pasien

Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan patient dari bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yaitu menderita. Pasien adalah seorang yang menerima perawatan medis.24

Pasien adalah orang yang berdasarkan pemerikasaan dokter dinyatakan menderita mengidap penyakit baik di dalam tubuh maupun di dalam jiwanya. Dalam perkembangannya maka pasien juga diartikan secara luas yaitu termasuk juga orang yang datang kepada dokter hanya untuk chek-up, untuk konsultasi tentang sesuatu masalah kesehatan dan lain-lain.25

Senada dengan pengertian pedoman itu, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, pasal 1 ayat 10 disebutkan pengertian pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

Menurut Surat Edaran yanmed No.YM.0204.3.5.2504 tahun 1997, pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat maupun sakit.26

23Ibid

24http://id.wikipedia.org/wiki/Pasien, diakses pada tgl 6 Juni 2013 25Husein., Op. Cit.,hlm. 36

26Pitono Soeparto.,dkk.,Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, Airlangga University Press,Surabaya, 2006, hlm.42.


(29)

Dilihat dari cara perawatannya maka pasien dapat kita bedakan atas dua yaitu pasien opname dan pasien berobat jalan. Pasien opname adalah pasien yang memerlukan perawatan khusus dan terus menerus secara teratur serta harus terhindar dari gangguan situasi dan keadaan dari luar yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan penyakitnya, bahkan dapat menghambat kesembuhan pasien. Sedangkan pasien berobat jalan adalah pasien yang tidak memerlukan perawatan secara khusus di rumah sakit seperti pasien opname. Hal ini dikarenakan pasien yang berobat jalan itu hanyalah mengidap penyakit yang dianggap dokter tidak membutuhkan perawatan khusus dan untuk menjalani pengobatannya cukup datang pada dokter yang mengobatinya pada waktu-waktu tertentu saja.27

3. Tenaga Kesehatan dan Calon Tenaga Kesehatan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan pengertian tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan terdiri dari : 28 a. tenaga medis

b. tenaga keperawatan c. tenaga kefarmasian

d. tenaga kesehatan masyarakat e. tenaga gizi

f. tenaga keterapian fisik

27Husein., Loc. Cit., hlm 36-37

28Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 2 ayat 1


(30)

g. tenaga keteknisian medis

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, tenaga medis terdiri atas dokter dan dokter gigi.Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kata “calon” dapat diartikan sebagai: a. orang yang akan menjadi

b. orang yang dididik atau dipersiapkan untuk menduduki jabatan atau profesi tertentu

c. orang yang diusulkan atau dicadangkan supaya dipilih atau diangkat menjadi sesuatu.29

Maka pengertian calon tenaga kesehatan dapat disebutkan adalah sebagai orang yang akan menjadi tenaga kesehatan, orang yang dididik atau dipersiapkan untuk profesi tenaga kesehatan, orang yang diusulkan atau dicadangkan supaya diangkat menjadi tenaga kesehatan. Maka dapat disimpulkan bahwa karena calon tenaga kesehatan belum menjadi tenaga kesehatan profesional tentu saja hak dan kewajiban yang diemban pun berbeda dengan kenyataan pastilah juga ada persamaan.

29Deskripsi dari calon. http://www.kamusbesar.com/6239/calon, diakses pada 5 Juli 2013


(31)

4. Tindakan Medis

Secara sederhana tindakan medis dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis atau dengan kata lain karena tenaga medis terdiri atas dokter dan dokter gigi maka dapat juga disebutkan bahwa tindakan medis adalah tindakan yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi.

Tindakan medis adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terepeutik. Pengertian tindakan medis sendiri menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor 585/MEN.KES/PER/IX/1989 dan sebagaimana telah dicabut dengan (PERMENKES) Nomor 290/MEN.KES.PER/III/2008 dengan pengertian tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien. Dalam PERMENKES juga disebutkan bahwa tindakan invasif adalah tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh. Jadi, tindakan medis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : (1) penegakan diagnosa; (2) melakukan terapi (pengobatan); (3) melakukan tindakan invasif.30

5. Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,

30 Drs. Amir Hamzah Pane ., Analisa Teoritis Kemungkinan Penerapan Daubert Standart Sebagai syarat Admisibilitas Keterangan Ahl Dalam Perkara Dugaan MALpraktek di Indonmesiai.,http://www.hukor.depkes.go.id/?art=52, diakses pada tgl 28 Juni 2013


(32)

preventif, kuratif maupun rehabilitataif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan kesehatankuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, dan pengendalian kecacatan agar kualita penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adlah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakatyang berguna untuk dirinya dan masyarakat semkasimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.31

B.Hak dan Kewajiban Pasien

Secara umum hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya, sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas.32

31Undang-undang Republik Indonesi Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 32Sofyan Lubis., Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm. 38


(33)

Sudikno Martokusumo dalm bukunya Mengenal Hukum Suatu Pengantar

menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.33

Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni :

1) Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.

2) Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. 3) Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada

perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.34

Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar individual dalam bisang kesehatan, the right of self determination.

33SudiknoMartokusumo.,Op. Cit., hlm. 24

34Janus Sidabalok.,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Pertanggungjawaban menurut Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2006, hlm 18.


(34)

Meskipun sebenarnya sama fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan sering dianggap lebih mendasar.35

Sementara hak pasien selalu dihubungkan dengan pemeliharaan kesehatan maka hak utama dari pasien tentunya adalah hak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan (the right to health core). Hak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu agar pasien mendapatkan upaya kesehatan, sarana kesehatan, dan bantuan dari tenaga kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang optimal.36

Dalam pandangan hukum, pasien adalah subjek hukum mandiri yang dianggap dapat mengambil keputusan untuk kepantingan dirinya. Oleh karena itu adalh suatu hal yang keliru apabila menganggap pasien selalu tidak dapat mengambil keputusan karena sakit. Dalam pergaulan hidup normal sehari-hari, biasanya pengungkapan keinginan atau kehendak dianggap sebagi titik tolak untuk mengambil keputusan. Dengan demikian walaupun seorang pasien sedang sakit, kedudukan hukumnya tetap sama seperti orang sehat. Jadi, secara hukum pasien juga berhak mengambil keputusan terhadap pelayanan kesehatan yang akan dilakukan terhadapnya, karena hal ini berhubungan erat dengan hak asasinya sebagai manusia. Kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa keadaan mentalnya tidak mendukung untuk mengambil keputusan yang diperlukan.37

35Danny Wiradharma.,Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, Bina Rupa Aksara, Jakarta Barat, 1996, hlm. 56

36Sofyan Lubis.,Loc. Cit. hlm 38


(35)

Berdasarkan dimensi kualitas layanan kesehatan maka harapan pasien sebagai konsumen pelayanan medis meliputi :

a. Pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan

b. Membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa membedakan unsur SARA

c. Jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan

d. Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan primer38

Selain harapan tersebut terdapat beberapa hak yang dimiliki oleh pasien, antara lain :

a. Hak atas informasi, adalah hak untuk mendapatkan informasi dari dokter tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatannya, dalam hal terjadi hubungan dokter-pasien. Idealnya isi minimal informasi yang harus disampaikan, yaitu :

1) Diagnosis (analisis penyakit menurut pengetahuan kedokteran) 2) Risiko dari tindakan medis

3) Alternatif terapi, termasuk keuntungan dan kerugian dari setiap alternatif terapi terapi

4) Prognosis (upaya penyembuhan)

5) Cara kerja dokter dalm proses tindakan medis

6) Keuntungan dan kerugian tiap alternatif terapi secara luas


(36)

7) Semua resiko yang mungkin terjadi 8) Kemungkinan rasa sakit

b. Hak atas persetujuan

Dihubungkan dengan tindakan medis maka hak untuk menentukan diri sendiri diformulasikan dengan apa yang dikenal sebagai persetujuan atas dasar informasi (informed consent). Hak ini adalah hak asasi pasien untuk menerima atau menolak tindakan medis yang ditawarkan oleh dokter setelah dokter memberi informasi, seperti dalam pasasl 2 (1) Permenkes No. 585/1989 yang berbunyi “semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan”

c. Hak atas rahasia kedokteran

Keterangan yang diperoleh dokter dalam melaksanakan profesinya dikenal dengan nama rahasia kedokteran. Dokter berkewajiban untuk merahasiakanketerangan tentang pasien dan penyakit pasien. Kewajiban dokter ini menjadi hak pasien. Hak atas rahasia kedokteran adalah hak individu dari pasien. Hak individu akan dikesampingkan jika masyarakat menuntut.

d. Hak atas pendapat kedua

Kenyataan menjadi bukti kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat antar dokter pertama dan dokter kedua. Bisa saja seorang pasien diam-diam pergi sendiri ke dokter kedua tnap sepengetahuan dokter pertama. Yang dimaksud dengan pendapat kedua adalah adanya kerja sama antara dokter pertama dan kedua. Dokter pertama akan memberikan


(37)

seluruh hasil kerjanya kepada dokter kedua. Kerja sama ini bukan atas inisiatif pasien. Dengan dilembagakannya hak atas pendapat kedua ini sebagai hak pasien maka keuntungan yang didapat pasien sangat besar. Pertama, pasien tidak perlu mengulangi pemeriksaan rutin lagi. Kedua, dokter pertama dapat berkomunikasi dengan dokter kedua sehingga dengan keterbukaan dari para pakar yang setingkat kemampuannya dapat menghasilkan yang lebih baik.

e. Hak untuk melihat rekam medik

Membuat rekam medik menjadi kewajiaban dari dokter/rumah sakit sejak diundangkannya Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Rekam Medik Nomor 749a Tahun 1989. Pengertian rekam medik dalam Permenkes Nomor 749a Tahun 1989 disebutkan adalah berkas yang berisi cacatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Dalam pasal 2 ditetapkan bahwa setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap wajib membuat rekam medik.

Menurut Fred Ameln bahwa di dalam beberapa literatur hukum kesehatan disebutkan beberapa hak pasien, yaitu :

1. Hak atas informasi

2. Hak memberikan persetujuan 3. Hak memilih dokter


(38)

Setiap pasien memang berhak untuk memilih dokter yang ia percaya akan mampu untuk membantu menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Faktor kepercayaan ini sangat lah penting dalam hubungan dokter-pasien. Meskipun pada dasarnya setiap pasien berhak memilih pasien, tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu maka hak memilih dokter ini tidak berlaku. Jadi dapat dikatakan bahwa hak memilih dokter ini bersifat relatif. Hak memilih dokter ini tidak berlaku apabila pasien merupakan seorang karyawan pada suatu perusahaan tertentu di mana perusahaan itu telah memilih seorang atau beberapa orang dokter sebagai dokter perusahaan. Tugas dokter ini melayani pengobatan terhadap karyawan-karyawan dari perusahaan tersebut yang sakit. Sehingga biaya pengobatan ditanggung perusahaan. Dalam keadaan posisi demikian apabila ia ingin menggunakan hak nya, pasien itu dapat mendatangi dokter lain yang ia sulai selain dokter yang telah ditunjuk oleh perusahaan.

4. Hak memilih rumah sakit

Hal ini cukup penting karena apabila sesorang dirawat suatu rumah sakit yang ia sendiri tidak menyukai rumah sakit tersebut karena hal-hal tertentu, misalnya segi kebersihan yang kurang baik, suasana yang tidak menyenangkan maka tujuan pengobatan tidak akan tercapai. Kecocokan akan rumah sakit juga akan banyak membantu proses penyembuhan pasien karena pasien merah betah dan cocok sehingga semua peraturan rumah sakit maupun dokter akan ia laksanakan dengan suka rela. Separti hal nya dengan hak memilih dokter, maka hak memilih rumah sakit pun


(39)

kadang-kadang tidak dapat digunakan.miasalnya suatu perusahaan telah menjalin kontrak dengan suatu rumah sakit yang akan merawat semua karyawannya apabila sakit dan memerlukan perawatan. Dalam keadaan yang demikan apabila ada seorang karyawan perusahaan tersebut sakit maka hanya di rumah sakit itulah ia harus dirawat dengan biaya dari perusahaan. Dan apabila ia ingin rumah sakit lain maka biaya perawatan dan pengobatan berasal dari uang sendiri.

5. Hak atas rahasia kedokteran

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah segala rahsia yang oleh pasien secara disadari atau tidak disadari disampaikan kepada dokter lain, segala sesuatu yang oleh dokter telah diketahuinya sewaktu mengobati dan merawat pasien. Pengecualian dari hak atas rahasia kedokteran ini adalah :

a. Diatur oleh undang-undang, misalnya Undang-undang tenatng penyakit menular : dokter harus melapor kepada Kanwil Kesehatan tentang adanya penyakit menular itu.

b. Pasien merupakan bahaya untuk umum atau orang lain, mislanya pasien yang menderita nightblindness.

c. Diperoleh suatu hak sosial, misalnya perusahaan memberikan uang kepada orang yang tidak dapat bekerja karena penyakit tertentu. Hal ini didasarkan oleh keterang tentang penyakit yang berasal dari dokter.

Ketiga pengecualian ini bersifat relatif, sedangkan pengeculian yang bersifat absolut adalah:


(40)

a. Adanya izin dari pasien, artinya dengan adanya izin dari pasien maka dokter dapat menyampaiakn perihal rahasia kepada pihak lain yang sesuai dengan izin pasien tiu. Izin ini dapat diberikan secara lisan maupun tulisan.

b. Pasien melakukan suatu tindakan tertentu sehingga dapat disimpulkanbahwa pasien tiu telah memberi izin. Misalnnya pasien masuk ke ruangan dokter bersama temannya sehingga ada kesan pasien telah mengizinkan dokter untuk melanggar rahasia kedokteran karena temannya itu mendengar semua keluhannya.

c. Untuk kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi. 6. Hak menolak pengobatan

Berdasarkan hak untuk menentukan diri sendiri, maka seorang pasien mempunyai hak untuk menentukan pakah ia akan menerima pengobatan atau menolak pengobatan yang akan menyembuhkan penyakitnya.

7. Hak menolak suatu tindakan medis tertentu

Dalam hal ini pasien telah bersedia menerima pengobatan dari dokter namun ia menolak untuk suatu tindakan medis tertentu. Misalnya ia menolak untuk dioperasi, atau ia menolak untuk ditransfusi darah dari golongan tertentu.

8. Hak untuk menghentikan pengobatan

Pada umumnya orang menghentikan pengobatan yang sedang dijalani karena sebab psikologis dan ekonomis. Alasan psikologis dimaksud adalah


(41)

bahwa psien telah tidak percaya lagi akan manfaat dari pengobatan tertentu bagi penyembuhan penyakitnya. Jadi passien telah mengambil jesimpulan bahwa diobati atau tidak diobati maka hasilnya sama saja, oleh karena itu menolak pengobatan adalah lebih baik. Sedangkan a;asn ekonomis dimaksud bahwa pasien sebenarnya ingin mendapatkan pengobatan atas dirinya, tapi karena ketiadaan keuangan yang mencukupi untuk membiayai pengobatan itu maka ia menghentikan pengobatan tersebut. Dalam prkatek sehari-hari, apabila pasien itu sedang menjalani opname di suatu rumah sakit haruslah mengisi suatu formulir tertentu yang menyatakan bahwa penghentian pengobatan itu atas dasar kemauan pasien sendiri dan buakn karena dipaksa oleh keluar oleh piahk rumah sakit.

9. Hak atas second opinion

Apabila pasien ingin mendapatkan perbandingan terhadap keterangan dokter yang mengobatinya atau sekedar mendapatkan penjelasan dari dokter lain, maka ia dapat menghubungi dokter lain itu dengan sepengetahuan dokter yang mengobatinya untuk mendapat second opinion. 10.Hak melihat rekam medis (inzige rekam medis)

Rekam medis atau rekam kesehatn yang merupakan terjemahan dari

medical record adalah suatu lembaran yang berisi atau memuat keterangan mengenai riwayat penyakit, laporan pemerikasaan fisik, cacatan pengamatan terhadap penyakit dan lain-lain dari seorang pasien. Pasien mempunyai hak untuk mengetahui tentang dirinya dan penyakitnya


(42)

melalui rekam medis . Pada dasarnya lembaran rekam medis itu adalah milik rumah sakit sedangkan isinya merupakan milik pasien, sehingga pasien dapat memberikan kuasa pada orang lain yang ia kuasakan denagn surat kuasa khusus untuk melihat rekam medis nya apabila ia memerlukannya.39

Dalam Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter Dan Rumah Sakit menurut Surat Edaran Dirjen yanmed No.YM.02.04.3.5.2504 tahun 1997, dijabarkan tentang hak dan kewajiban pasien.

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai person.

1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.

3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.

4. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan.

5. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

39 Alfred A Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran dalam Husein Kerbala, Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 42-45


(43)

6. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etiknya tanpa campur tangan dari pihak luar. 7. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di

rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.

8. Pasien berhak atas “privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.

9. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi : - penyakit yang diterima

- tindakan medis apa yang akan dilakukan

- kemungkinan tersulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya

- alternatif terapi lainnya - prognosisnya

- perkiraan biaya pengobatan

10.Pasien berhak menyetujui/memberi izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

11.Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

12.Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

13.Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.


(44)

14.Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.

15.Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.

16.Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.40

Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya pelayanan kesehatan yang tidak bertanggung jawab seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterimanya. Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan atau kesehatan.41

Hak pasien lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dan pelayanannya.42

Berbarengan dengan hak tersebut pasien juga mempunyai kewajiban, baik kewajiban secara moral maupun secara yuridis. Secara moral pasien berkewajiban memelihara kesehatannya dan menjalankan aturan-aturan perawatan sesuai

40Pitono Soeparto.,Op. Cit.,hlm45-46 41 Titik Triwulan Tutik,. Op. Cit., hlm 30 42Ibid., hlm 31


(45)

dengan nasihat dokter yang merawatnya. Beberapa kewajiban pasien yang harus dipenuhinya dalam pelayanan kesehatan adalah sebagi berikut :

1. Kewajiban memberikan informasi.

2. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan.

3. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya dengan dokter atau tenaga kesehatan.

4. Kewajiban memberikan imbalan jasa.

5. Kewajiban memberikan ganti-rugi, apabila tindakannya merugikan dokter atau tenaga kesehatan.43

Kewajiban pasien menurut Surat Edaran Dirjen yanmed No.YM.02.04.3.5.2504 tahun 1997 adalah sebagai berikut :

1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk menaati segala peraturan dan tatatertib rumah sakit.

2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala intruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya.

3. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat. 4. Pasien dan/atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi

semuaimbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter.

5. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuat.44


(46)

Menurut Alfred yang menjadi kewajiban pasien adalah :

1. Memberikan informasi sekengkapnya perihal penyakitnya kepada dokter. 2. Mematuhi nasehat dokter.

3. Menghormati privasi dokter yang mengobatinya (menyimpan rahasia dari dokter yang mengobatinya).

4. Memberi imbalan jasa45

Selain itu menurut Alfred A Ameln dalam bukunya Kapita Selekta Hukum Kedokteran lebih luas dijelaskan yang menjadi kewajiban pasien antara lain :

1. Pasien wajib memberi keterangan informasi sebanyak mungkin tentang penyakitnya. Kewajiban ini dapat dikaitkan dengan “itikad baik” pasien. Pasien mempunyai kewwjiban untuk menyampaikan informasi tentang tindakan-tindakan apa saja yang telah ia lakukan dalam menangani penyakitnya itu. Informasi pasien merupakan salah satu sumber yang dapat digunakan oleh dokter untuk menegakkan diagnosa terhadap penyakit pasien dan diagnosa ini pula yang wajib disampaikan oleh dokter kepada pasien beserta terapi terbaik yang akan diterapkan.

2. Pasien wajib menaati petunjuk dan instruksi dokter. Dalam upaya menerapkan terapi pada penyakit pasien maka selain dokter, pasien tersebut telah menunjukkan pula keinginannnya untuk segera sembuh.

44Pitono Soeparto.,Op. Cit.,hlm 46

45Fred Ameln, (Hukum Kesehatan suatu Pengantar) dalam Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, hlm 96-97


(47)

Petunjuk dari dokter kepada pasien dapat berupa perintah atau berupa larangan.

3. Pasien wajib menaati peraturan rumah sakit (hal ini berlaku juga terhadap keluarga pasien dan rumah sakit). Dalam rangka memberi sarana perawatan untuk kesembuhan pasien maka rumah sakit memberi aturan/peraturan. Dan peraturan tata tertib yang dibuat itu harus dipahami dan ditaati oleh pasien dan keluarga pasien. Aturan tentang jadwal besuk bagi pasien yang sedang diopname tidak lain untuk menunjang upaya penyembuhan pasien, karena pasien itu membutuhkan istirahat yang cukup.

4. Pasien wajib meberikan imbalan jasa kepada dokter. Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi sosial seorang dokter dalam masyarakat sehingga di sini dapat diharapkan suatu imbalan jasa yang tidak selalu sesuai dengan jasa yang telah diberikan oleh dokter, tetapi tentu pula dokter memperhatikan status sosial ekonami pasien, terutama pasien dengan status ekonomi yang rendah.

5. Pasien atau keluarganya wajib melunasi biaya rumah sakit. Saat pasien dirawat di rumah sakit maka rumah sakit mengeluarkan sejumlah biaya yang jumlahnya tidak sedikit. Pengeluaran tersebut harus segera ditutupi dengan biaya yang dibebankan kepada pasien yang bersangkutan atau yang menanggungnya. Hal ini merupakan hal yang wajar karena rumah


(48)

sakit pun harus mempersiapkan pengeluaran lain untuk berikutnya di samping untuk membayar gaji para karyawannya.46

Menurut Bahder Johan Nasution yang menjadi kewajiban pasien adalah : 1. Kewajiban memberikan informasi.

2. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan

3. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya dengan dokter atau tenaga kesehatan.

4. Kewajiban memberikan imbalan jasa.

5. Kewajiban memberikan ganti-rugi apabila tindakannya merugikan dokter atau tenaga kesehatan.47

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang menjadi hak dan kewajiban pasien adalah :

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak : a. Mendapat penjelasan secara lengkaptentang tindakan medis sebagimana yang

dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. Menolak tindakan medis; dan

e. Mendapat isi rekam medis. Pasal 53

Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban : a. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau doketr gigi;

46Alfred A Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran dalam Husein Kerbala, Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 45


(49)

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

C.Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan

Secara mudah dapat dikatakan bahwa, hak-hak pasien dalam kontrak terapeutik merupakan kewajiban-kewajiban dokter , sedangkan hak-hak dokter dalam kontrak terapeutik merupakan kewajiban–kewajiban pasien. Namun tidak berarti bahwa kewajiban-kewajiban dan hak-hak dokter itu terbatas pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban pasien tersebut.48

Hak-hak dokter karena adanya perjanjian terapeutik adalah sebagi berikut :

1. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

2. Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, profesi dan etika.

3. Hak atas informasi yang lengkap dan jujur dari pasien tentang keluhan yang diderita.

4. Hak atas imbalan jasa dari pelayananan kesehatan yang telah diberikan.

5. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasien jika pasien tidak mau menuruti nasihat yang diberikannya atau berkembangnya hubungan yang tidak baik dengan pasien.

48Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, hlm. 97


(50)

6. Hak atas itikad baik dari pasien dalam pelaksanaan perjanjia terapeutik.

7. Hak untuk diperlakukan adil dan jujur. 8. Hak atas privacy.49

Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban profesi. Hak-hak dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Hak memperoleh informasi yang selangkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya dari pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik.

2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya kepada pasien.

3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan transaksi terapeutik.

4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan kesehatan yang diberikan.

5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medis dari pasien atau keluarganya.50

49Y.A Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hlm.17


(51)

Hak dokter di rumah sakit adalah sebagai berikut :

1. Dokter berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

2. Dokter berhak untuk bekerja menurut stnadar profesi serta berdasarkan hak otonomi (seorang dokter, walaupun berstatus hukum sebagai karyawan rumah sakit, namun pemilik atau direksi rumah sakit tidak dapat memerintah untuk melakukan sesuatu tindakan yang menyimpang dari stnadar profesi atau keyakinannya)

3. Dokter berhak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi.

4. Dokter berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerja sama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk pasien gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien kepada dokter lain.

5. Dokter berhak atas privacy. Berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.

6. Dokter berhak mendapat informasi lengkap dan jujur dari pasien yang dirawatnya atau dari keluarganya.

7. Dokter berhak atas informasi atau pemberitahuana pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.


(52)

8. Dokter berhak untuk diperlakukan adil dan jujur baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.

9. Dokter berhak untuk mendapatkan imbalan atas jasa profesi yang diberikannya berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan/peraturan yang berlaku di rumah sakit tersebut.51

Di samping hak-hak tersebut dokter juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan. Jika diperhatikan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I.No. 34 Tahun 1983, di dalamnya terkandung beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh dokter di Indonesia. Kewajiban-kewajiban tersebut meliputi :

1. Kewajiban umum;

2. Kewajiban terhadap penderita;

3. Kewajiban terhadap teman sejawatnya; 4. Kewajiban terhadap diri sendiri.52

Berpedoman pada isi rumusan kode etik kedokteran tersebut, Hermien Hadiati Koeswadji mengatakan bahwa secara pokok kewajiban dokter dapat dirumuskan sebagi berikut :

1. Bahwa ia wajib merawat pasiennya dengan cara keilmuan yang ia miliki secara adekuat. Dokter dalam perjanjian tersebut tidak menjanjikan menghasilkan satu resultaat atau hasil tertentu, karena apa

51Pitono Soeparto.,Op. Cit. hlm. 46-47 52Bahder Johan Nasution., Op. Cit.,hlm. 35


(53)

yang dilakukannya itu merupakan upaya atau usaha sejauh mungkin sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Karenanya bukan merupakan

inspanningverbittenis. Ini berarti bahwa dokter wajib berusaha hati-hati dan kesungguhan (met zorg eh inspanning) menjalankan tugasnya. Perbedaan antara resultaat-verbitenis dengan inspanningsverbitenis ini yakni dalam hal terjadi suatu kesalahan.

2. Dokter wajib menjalankan tugasnya sendiri (dalam arti secara pribadi dan bukan dilakukan oleh orang lain) sesuai dengan yang telah diperjanjikan, kecuali apabila pasien menyetujui perlu adanya seseorang yang mewakilinya (karena dokter dalam lafal sumpahnya juga wajib menjaga kesehatannya sendiri)

3. Dokter wajib memberi informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit atau penderitanya. Kewajiban dokter ini dalam hal perjanjian perawatan (behandelingscontract) menyangkut dua hal yang ada kaitannya dengan kewajiban pasien.53

Kewajiban yang diemban dokter dalam perjanjian terapeutik adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, yaitu dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu

53Ibid., hlm.35-36


(54)

kasus yang konkret menurut ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.

2. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas kesehatan pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia.

3. Kewajiaban utnuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya tentang tindakan medis yang dilakukan dan resiko yang mungkin terjadi akibat tindakan medis tersebut.

4. Kewajiban untuk merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan.

5. Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai tugas perikemanusiaan.

6. Kewajiban untuk membuat rekam medis yang baik dan secara berkesinambungan.

7. Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran, termasuk kewajiban untuk secara terus-menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan di bidang ilmu kedokteran. 8. Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan.54

Kewajiban dokter di rumah sakit menurut Surat Edaran yanmed No.YM.0204.3.5.2504 tahun 1997 adalah sebagai berikut :


(55)

1. Dokter wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan antara dokter tersebut dengan rumah sakit.

2. Dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan menghormati hak-hak pasien.

3. Dokter wajib merujuk pasien ke dokter lain/rumah sakit lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.

4. Dokter wajib memberikan kesempatan pada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.

5. Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia. 6. Dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

7. Dokter wajib memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkan.

8. Dokter wajib membuat rekam medis yang baik secara berkesimabungan berkaitan dengan keadaan pasien.

9. Dokter wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.


(56)

10.Doketr wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

11.Dokter wajib bekerja sama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

12.Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit.55

Di samping itu ada beberapa perbuatan atau tindakan yang dilarang dilakukan oleh dokter karena perbuatan tersebut dianggap bertentangan dengan etik kedokteran. Perbuatan atau tindakan yang dilarang tersebut adalah sebagai berikut :

1. Melakukan suatu perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.

2. Ikut serta dalam memberikan pertolongan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi.

3. Menerima uang selain dari imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, meskipun dengan sepengetahuan pasien atau keluarga.56

Dengan demikian jika diperhatikan isi kode etik kedokteran tersebut dapat disimpulkan bahwa: Kode etik kedokteran mengandung tuntutan agar dokter menjalankan profesinya berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Apalagi sebagian besar dari masyarakat terutama yang tinggal di pedesaan beluk memiliki pengertian yang cukup tentang cara memelihara kesehatan. oleh karena itu, upaya

55Pitono Soeparto.,Op. Cit.,hlm.47-48 56Bahder Johan Nasution..,Op. Cit., hlm 36


(57)

untuk memberikan bimbingan dan penerangan kepada masyarkat tentang kesehatan, merupakan salah satu tugas dokter yang tidak kalah pentingnya dari pekerjaan penyembuhan. Malahan tugas dokter tidak terbatas pada pekerjaan kuratif dan preventif saja, jabatan profesi dokter lebih-lebih di pedesaan sebetulnya meliputi semua bidang kegiatan masyarakat, artinya dokter harus ikut aktif dalam kegiatan sosial dan kemuanusiaan.57

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga disebutkan yang menjadi hak dan kewajiban dokter.

Hak dokter :

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

standar profesi dan standar operasional prosedur.

2. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar

operasional prosedur.

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya.

4. Menerima imbalan jasa. Kewajiban Dokter :

1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar

operasional prosedur serta kebutuhan medis.

57Ibid.,hlm.36-37


(58)

2. Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan lain yang mempunyai kemampuan lebih baik.

3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia.

4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali

bila ia yakin ada orang lain yang mampu melakukannya.

5. Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.

Atas dasar hal tersebut jika motivasi seorang dokter dalam bekerja karena uang dan kedudukan, dokter tersebut dapat digolongkan dalam motivasi rendah. Jika dokter cenderung untuk bekerja sedikit dengan hasil banyak, dokter yang bersangkutan akan tergelincir untuk melanggar kode etik dan sumpahnya. Sebaliknya jika motivasi nya berdasarkan pada keinginan untuk memenuhi prestasi, tanggung jawab dan tantangan dari tugas itu sendiri, akan mudah baginya untuk menghayati dan mengamalkan kode etik dan smupahnya. Di samping itu dia senantiasa akan melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi serta meningkatkan keterampilannya sehingga kemampuan untuk melaksanakan tugasnya tidak perlu disangsikan lagi.58

58Ibid., hlm 37


(59)

BAB III

ASPEK YURIDIS PELAYANAN KESEHATAN

A.Hubungan Hukum dalam Pelayanan Medis

1. Pasien dengan (Calon) Tenaga Kesehatan

Pada umumnya seseorang datang berhubungan dengan dokter adalah dalam keadaan dirinya sakit atau ia merasa sakit, namun dapat pula terjadi seseorang datang kepada dokter hanya untuk memeriksakan kesehatan secara berkala yang biasa disebut check-up. Dalam hubungan seseorang dengan dokter maka faktor kepercayaan menjadi salah satu dasarnya, artinya pasien berhubungan dengan dokter itu, yakin bahwa dokter tersebut dapat dan mampu membantu menyembuhkan penyakitnya. Dan memang pada umumnya seseorang tidak akan datang kepada seorang dokter yang ia tidak percaya akan kemampuan dokter tersebut dalam mengobati pasiennya.59

Dalam keadaaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak antar kedua belah pihak, artinya para pihak sudah sepenuhnya setuju untuk mengadakan hubungan hukum. Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan pasien terhadap dokter, sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan tindakan medis


(60)

(informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hal ini dilakukan setelah ia mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, termasuk memperoleh informasi mengenai risiko yang mungkin terjadi.60

Apapun terapi yang telah dipih diantara beberapa alaternatif, pilihan itu tidak menjanjikan suatu hasil yang pasti, terapi yang dipilih itu hanya merupakan suatu upaya untuk kesembuhan. Namun dalam menemukan/mencari upaya penyembuhan itu harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati dan karenanya merupakan suatu “inspanningverbittenis”. Ini berarti bahwa objek perikatan bukan suatu hasil yang pasti, sehingga kalu hasilnya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka salah satu pihak yang merasa dirugikan lalu dapat menggugat seperti halnya dalam suatu “risikoberbittenis”.61

Alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan antar pasien dengan dokter adalah karena keadaan pasien yang sangat mendesak untuk segera mendapatkan pertolongan dari dokter, misalnya karena terjadi kecelakaan lalu lintas, terjadi bencana alam maupun karena adanya situasi lain yang menyebabkan keadaan pasien sudah gawat, sehingga sulit bagi dokter yang menangani untuk mengetahui dengan pasti kehendak pasien. Dalam keadaan ini dokter langsung melakukan apa yang disebut dengan zaakwaarneming sebagaimana diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu bentuk hubungan hukum yang timbul bkan

60Bahder Johan Nasution., Op. Cit.,hlm. 28 61Hermien Hadiati Koeswadji., Op. Cit.,hlm..101


(61)

karena “Persetujuan Tindakan Medis” terlebih dahulu, melainkan karena keadaan memaksa atau darurat. Hubungan antara dokter dengan pasien yang terjadi sepertiini merupakan salah satu ciri transaksi terapeutik yang membedakannya dengan perjanjian biasa sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.62

Dari hubungan pasien dengan dokter yang demikian tadi, timbul persetujuan melakukan sesuatu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 1601KUHPerdata. Bagi seorang dokter, hal ini berarti ia telah bersedia untuk berusaha dengan segala kemampuannya memenuhi isi perjanjian itu, yakni merawat atau menyembuhkan penyakit pasien. Sedang pasien berkewajiban untuk mematuhi aturan-aturan yang ditentukan oleh dokter termasuk memberikan imbalan jasa.63

Hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien seperti yang disebutkan sebelumnya dapat meluas pada hubungan pasien dengan calon tenaga kesehatan (calon dokter) atau biasa disebut dokter koas. Hal ini dapat terjadi ketika pasien ditangani oleh dokter yang sedang (diberi tanggung jawab) membimbing seorang dokter muda yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik atau disebut juga Pendidikan Dokter Tahap Profesi yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan melibatkan dokter muda (koas) untuk menangani pasien. Ditinjau dari sisi hukum hubungan hukum antara calon tenaga kesehatan (calon dokter, dokter koas) dengan pasien akibat hubungan hukum antara dokter

62Ibid., hlm..29


(62)

dengan pasien melahirkan suatu tanggung jawab yang disebut dengan vicarious liability yang diatur dalam pasal 1365 sampai pasal 1380 KUHPerdata.64

2. Pasien dengan Rumah Sakit

Suatu tim medis, merupakan suatu kesatuan tidak bisa dinyatakan bertanggung jawab atau suatu kesalahan atau kelalaian karena tenaga kesahatan seabagi anggota dari tim tersebut hakikatnya bertanggung jawab senadiri atas pekerjaan yang dilakukannya sesuai dengan keahliannya. Dengan demikian, kegiatan di rumah sakit tidak terlalu sederhana, tidak sesederhana seperti yang dibayangkan masyarakat. Tidak mudah untuk menentukan kegiatan yang mana termasuk kegiatan medis dan kegiatan termasuk kegiatan perawatan. Namun dengan adanya KepMenKEs RI No.1239/2001 berikut petubjuk pelaksanaannya jelas diatur mengenai kegiatan perawatan adalah sesuai dengan ilmu keperawatan “nursery science” dan bukan ilmu kedokteran/medis “medical science”.65

Hubungan hukum yang terjadi antara pasien dan rumah sakit ada dalam 2 perjanjian, yaitu perjanjian perawatan dan pelayanan medis. Perjanjian perawatan di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan dimana tenaga perawat melakukan tindakan perawatan. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien bahwa tenaga medis di rumah sakit

64Pasal 1367 KUHPerdata menyebutkan “Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya...dst”


(1)

3. Khusus bagi masyarakat yang pada umumnya masih sangat awam dengan hukum dan kesehatan, perlu diadakan sosialisasi tentang Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahu 2009 untuk mereka bisa mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban nya sebagai konsumen kesehatan, sehingga jika terjadi pelanggaran atas hak mereka, ada upaya hukum yang dapat dilakukan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Achadiat, Chrisdiono. 1996. Pernik-Pernik Hukum Kedokteran, Melindungi Pasien dan Dokter. Jakarta : Widya Medika.

Achadiat, Chrisdiono. 2004. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Agustina, Rosa. 2012. Hukum Perikatan (Law of Obligation). Denpasar : Pustaka Larasan.

Amir, Amri. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta : Widya Medika.

Kansil, CST. 1991. Pengantar Hukum Kesehatan. Jakarta : PT. Melton Puta.

Kerbala, Husein. 1993. Segi–Segi Etik dan Yuridis Informed Consent. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Koeswaji, Hermien Hadiati. 1983. Hukum dan Masalah Medik. Surabaya : Airlangga University Press.

Koeswadji, Hermien Hadiati. 1998. Hukum Kedokteran (study tentang hubungan hukum dalam mana dokter sebagai salah satu pihak). Bandung : PT.Citra Aditya Bakti.

Komalawati, Veronica. 1989. Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.


(3)

Leibo, Jef. 1986. Bunga Rampai Hukum dan Profesi Kedokteran dalam Masyarakat Indonesia. Yogyakarta : Liberty.

Miru, Ahmadi. 2008. Hukum Perikatan, Penjelasan Makna Pasal 1233-1456 BW. Jakarta : Rajawali Pers.

Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal Hukum suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberty.

Nasution, Bahder Johan. 2005. Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban Dokter. Jakarta : Rineke Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Ohoiwutun, Y. A. Triana. 2007. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. Malang : Bayumedia Publishing.

Praptianingsih, Sri. 2006. Kedudukan Hukum Perawat dan Upaya Pelayanan Medis. Jakarta : Rajawali Pers.

Sidabalok, Janus. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 1983. Aspek Hukum dan Etika Kedokteran di Indonesia. Jakarta : Grafiti Pers.


(4)

Soeparto, Pitono. 2001. Hukum di bidang Kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press.

Soebekti. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Supriadi, Wila Chandawila. 2001. Hukum Kedokteran. Bandung : Mandar Maju.

Tutik, Titik Triwulan. 2010. Perlindungan Hukum bagi Pasien. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Wiradharma, Danny.1996. hukum Kedokteran. Jakarta Barat : Bina Rupa Aksara.

Buku Pedoman Tahap Profesi Dokter, Badan Koordinasi (BAKORDIK) Fakultas Kedokteran UNS-RSUD DR. Moerwardi 2013

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 585/Men.Kes/Per.IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik


(5)

Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medis Nomor : HK.00.06.6.5.1866 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

Kode Etik Kedokteran Indonesia 1983

INTERNET

Muhammad Danial Donahue Prasko, Defenisi/ Pengertian Dokter, Hak dan Kewajiban Dokter, http://danialprasko.blogspot.com/2011/04/definisi-dokter.html, diakses pada tanggal 19 April 2013

Ryan Maulana, Pengertian Dokter http://yanbaud.blogspot.com/2012/09/pengertian-dokter.html, diakses pada tgl 19

April 2013

Nadya Meprista, Fenomena Berobat Gratis dan Dokter Koas http://nadyameprista.blogspot.com/2012/11/fenomena-berobat-gratis-dan-dokter-koas.html,diakses pada tgl 3 Juni 2013

Harian Sumut Pos, Dokter Hanya sekali selanjutnya Dokter Koas http://www.hariansumutpos.com/2012/06/36696/dokter-hanya-sekali-selanjutnya-dokter-koas#ixzz2V7f3ax58 diakses pada 18 Juni 2013

Radio Unisi, Dokter Muda Harus Jalani Koas secara Profesional, http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2455192_4262.html, diakses pada 8 Juli 2013


(6)

Harian Sumut Pos, Dirawat Koas Bayi

Meninggal,http://www.hariansumutpos.com/2013/05/59377/dirawat-koas-bayi-meninggal#axzz2YZgSkEVq, diakses pada 9 Juli 2013

http://id.wikipedia.org/wiki/Pasien, diakses pada tgl 6 Juni 2013 http://www.kamusbesar.com/6239/calon, diakses pada 5 Juli 2013

Drs. Amir Hamzah Pane ., Analisa Teoritis Kemungkinan Penerapan Daubert Standart Sebagai syarat Admisibilitas Keterangan Ahl Dalam Perkara Dugaan MALpraktek di Indonmesiai.,http://www.hukor.depkes.go.id/?art=52, diakses pada tgl 28 Juni 2013