Perlindungan Hukum Bagi Notaris Terhadap Akta Yang Dijadikan Dasar Pemeriksaan Polisi

(1)

TESIS

Oleh

ANDI MULIA AZMI

097011010/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDI MULIA AZMI

097011010/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, Mhum 3. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn 3. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

Nama : ANDI MULIA AZMI NIM : 097011010

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIJADIKAN DASAR PEMERIKSAAN POLISI

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat

Medan, Oktober 2011 Yang Membuat Pernyataan

Nama : ANDI MULIA AZMI NIM :097011010


(6)

adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum. Seorang Notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari sehingga Notaris dapat diperhadapkan dengan proses peradilan, dimana Notaris harus memberikan keterangannya ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah bagaimana kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi, bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dan Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan perlindungan hukum terhadap Notaris yang diperiksa Polisi. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data primer berupa wawancara dengan pihak Kepolisian, Notaris dan anggota Majelis Pengawas Daerah dan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.

Kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi biasanya melanggar ketentuan tentang kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, pihak (siapa-orang) yang menghadap notaris, tanda tangan yang menghadap, salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta, salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta dan minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan. Pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dengan memberlakukan equality before the law (perlakuan sama di hadapan hukum). Upaya Hukum yang dapat dilakukan Notaris terhadap surat keputusan rapat MPD yang menyetujui pemeriksaan Notaris oleh penyidik lebih memilih sikap untuk tidak mengajukan upaya hukum apapun melainkan memenuhi permohonan penyidik tersebut dengan alasan bahwa pemenuhan permohonan penyidik tidak mengakibatkan kerugian yang besar bagi dirinya.


(7)

authentic document maker in the legal process. A notary, in doing his service, has to be cautious because his carelessness will cause some legal problems later on. In consequence, he can encounter judicial process in which he has to give the information and a copy of deed minute. The formulations of the problems in this research were as follows : how the criteria of notarial deeds which were given by MPD which allow a notary to be investigated by the police were, how the implementation of legal protection for a notary whose deeds were used by the police as the materials for the investigation was, and how the legal remedy done by a notary on the MPD’s decision which had stated that he could be investigated by the police was.

The research was descriptive analytic. It was called ‘descriptive’ because the legal protection for a notary when he was investigated by the police would be described. It was called ‘analytic’ because the collected data would be analyzed qualitatively. The sources of data were obtained from the primary data by using interviews with the police officers, notaries, and the members of the Regional Supervisory Committee. The secondary data were obtained by gathering legal materials of the primary data, the secondary data, and the tertiary data. In this case, books, reading materials, legal provisions, and other documents were gathered and taken inventory.

Some criteria of the notarial deeds which can be approved by MPD to be investigated by the police were as follows: the deeds usually violate the provisions about the accuracy of day, date, month, year, and time of the coming of the clients, the kinds of clients who come to the notary, the clients, signatures, the copy of the deeds is different from the deeds’ minutes, the deeds are without minutes, and the minutes are not signed, but the deeds are issued. The implementation of legal protection for a notary whose deeds are used by the police as the materials for the investigation is by applying equality before the law. The legal remedy which has to be done by the notary on the decision of the MPD to allow him to be investigated by the police is by not submitting any legal remedy but by complying with the police’s request since doing it will not cause any losss for him.


(8)

yang telah memberikan Rahmat dan hidayah`Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian tesis ini, dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM

BAGI NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIJADIKAN DASAR PEMERIKSAAN POLISI.”

Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

untuk menyelesaikan sutudi pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU. Akan

tetapi menurut Penulis, tesis ini adalah merupakan amanah yang diberikan dan harus

dipertanggung jawabkan sedaya mampu dalam hakekat kemanusiaan yang penuh

keterbatasan. Semoga bermanfaat bagi seluruh ummat. Amin.

Dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ucapan

terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi

Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. DR. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi


(9)

yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

6. Ibu DR. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

sekaligus selaku Dosen Pembimbing III yang telah memberikan masukan dan

kritikan kepada penulis.

7. Ibu Chairani Bustami, SH, Sp.N, M.Kn selaku Dosen Penguji I

8. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

9. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di program studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda H. Darius, SH, M.Hum dan

ibunda Hj. Sawalyati, BA yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang

dan pengorbanan dalam dukungan moril dan finansial kepada ananda, serta

do’anya yang tak pernah putus pada ananda.

11. Kepada istriku tercinta Rabiatul Adawiyah Lubis dan ananda tersayang Nazhifa

Humaira Azmi yang selalu ada dalam hati Penulis selamanya.

12. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum


(10)

sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis

menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini

bermanfaat bagi semua

Wassalam Medan, Oktober 2011

Penulis


(11)

Nama : ANDI MULIA AZMI Tempat/Tgl Lahir : Medan, 24 Februari 1986 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Anak ke : 1 (satu) dari 3 (tiga) bersaudara

II. KELUARGA

Nama Ayah : H. Darius, SH. M.Hum Nama Ibu : Hj. Sawalyati, BA

Nama Istri : Rabiatul Adawiyah Lubis

III. PENDIDIKAN

1. TK Pertiwi Tahun 1990-1992

2. Sekolah Dasar Negeri 060986 Medan Timur Tahun 1992-1998

3. SMP N 20 Medan Tahun 1998-2001

4. SMA N 3 Medan Tahun 2001-2004

5. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara Tahun 2005-2009

6. Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi... 19

G. Metode Penelitian... 21

1. Sifat Penelitian ... 21

2. Sumber data ... 21

3. Alat Pengumpul Data ... 22

4. Analisis Data ... 23

BAB II KRITERIA AKTA NOTARIS YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN OLEH MPD UNTUK DAPAT DIPERIKA POLISI A. Tinjauan Umum Jabatan Notaris... 24

1. Pengertian Notaris ... 24

2. Tugas Notaris ... 25


(13)

C. Kriteria Akta Notaris Yang Dapat Diberikan Izin Oleh MPD

Untuk Dapat Diperika Polisi ... 46

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS YANG AKTANYA MENJADI DASAR PEMERIKSAAN OLEH POLISI A. Kewenangan Notaris Dalam Melakukan Pembuatan Akta . 62 B. Pemberlakuan Prinsip Equality Before The Law pada Notaris... 67

C. Pertanggungjawaban Pidana Notaris Pada Pembuatan Akta Yang Dilakukannya ... 73

BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NOTARIS TERHADAP KEPUTUSAN MPD YANG TELAH MENYETUJUI NOTARIS UNTUK DIPERIKSA OLEH PENYIDIK A. Proses Keputusan MPD yang Menyetujui Notaris Untuk Diperika Oleh Polisi ... 83

B. Upaya Hukum Notaris Yang Diloloskan MPD Untuk Diperiksa Polisi... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102


(14)

* Equality Before The Law : Perlakuan Sama Di Hadapan Hukum * Supreme of Law : Kedaulatan Hukum

* Nobite Person : Orang yang Terhormat * Uitwendige Bewijskracht : Aspek Lahiriah * Formele Bewijskracht : Aspek Materil * Tegen Bewijs : Pembuktian Terbalik * Dubius : Mendua

* Interview Guide : Pedoman Wawancara

* Ambtenaar Van De Burgelijke Stand : Pegawai Catatan Sipil * Self Regulation : Peraturan yang Mengikat

* Preventive Reasure : Pencegahan Kejahatan

* Octa Publica Progant Sese Ipsa : Kemampuan Alir Autentik Untuk Membuktikan Keabsahannya


(15)

adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum. Seorang Notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari sehingga Notaris dapat diperhadapkan dengan proses peradilan, dimana Notaris harus memberikan keterangannya ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah bagaimana kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi, bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dan Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan perlindungan hukum terhadap Notaris yang diperiksa Polisi. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data primer berupa wawancara dengan pihak Kepolisian, Notaris dan anggota Majelis Pengawas Daerah dan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.

Kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi biasanya melanggar ketentuan tentang kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, pihak (siapa-orang) yang menghadap notaris, tanda tangan yang menghadap, salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta, salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta dan minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan. Pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dengan memberlakukan equality before the law (perlakuan sama di hadapan hukum). Upaya Hukum yang dapat dilakukan Notaris terhadap surat keputusan rapat MPD yang menyetujui pemeriksaan Notaris oleh penyidik lebih memilih sikap untuk tidak mengajukan upaya hukum apapun melainkan memenuhi permohonan penyidik tersebut dengan alasan bahwa pemenuhan permohonan penyidik tidak mengakibatkan kerugian yang besar bagi dirinya.


(16)

authentic document maker in the legal process. A notary, in doing his service, has to be cautious because his carelessness will cause some legal problems later on. In consequence, he can encounter judicial process in which he has to give the information and a copy of deed minute. The formulations of the problems in this research were as follows : how the criteria of notarial deeds which were given by MPD which allow a notary to be investigated by the police were, how the implementation of legal protection for a notary whose deeds were used by the police as the materials for the investigation was, and how the legal remedy done by a notary on the MPD’s decision which had stated that he could be investigated by the police was.

The research was descriptive analytic. It was called ‘descriptive’ because the legal protection for a notary when he was investigated by the police would be described. It was called ‘analytic’ because the collected data would be analyzed qualitatively. The sources of data were obtained from the primary data by using interviews with the police officers, notaries, and the members of the Regional Supervisory Committee. The secondary data were obtained by gathering legal materials of the primary data, the secondary data, and the tertiary data. In this case, books, reading materials, legal provisions, and other documents were gathered and taken inventory.

Some criteria of the notarial deeds which can be approved by MPD to be investigated by the police were as follows: the deeds usually violate the provisions about the accuracy of day, date, month, year, and time of the coming of the clients, the kinds of clients who come to the notary, the clients, signatures, the copy of the deeds is different from the deeds’ minutes, the deeds are without minutes, and the minutes are not signed, but the deeds are issued. The implementation of legal protection for a notary whose deeds are used by the police as the materials for the investigation is by applying equality before the law. The legal remedy which has to be done by the notary on the decision of the MPD to allow him to be investigated by the police is by not submitting any legal remedy but by complying with the police’s request since doing it will not cause any losss for him.


(17)

A. Latar Belakang

Lembaga Notariat merupakan lembaga yang timbul dari kebutuhan dalam

pergaulan masyarakat berkenaan dengan hubungan hukum keperdataan antara sesama

individu yang menghendaki suatu alat bukti di antara mereka.1 Menurut sejarah,

Lembaga Notariat tersebut sudah dikenal sejak abad ke-11 atau ke-12 di Italia Utara.

Puncak perkembangan dari kelembagaan Notariat yang ada di Perancis dibawa ke

negeri Belanda dengan dua buah dekrit raja, tanggal 8 November 1810 dan tanggal 1

Maret 1811. Dengan dua dekrit tersebut maka ada suatu peraturan yang berlaku

umum yang pertama di bidang notariat dalam perkembangan di negeri Belanda Tahun

1842 dibentuk suatu perundang-undangan nasional Belanda yaitu Undang-undang

tanggal 19 Juli 1842 (Ned Staatblad Nomor 20) tentang jabatan Notaris

Undang-undang Notaris Belanda tersebut berisi adanya perubahan-perubahan dalam

ventosewetdari Perancis.2

Oleh karena peranan akta otentik tersebut sebagai alat bukti yang sempurna,

maka Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuatnya harus menjalankan

tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan

1 Chairunnisa Said Selenggang, “Profesi Notaris sebagai Pejabat Umum di Indonesia”, Makalah disampaikan pada Program Pengenalan Kampus untuk Mahasiswa/i Magister Kenotariatan Angkatan 2008, Universitas Indonesia, Depok: 2008, halaman 3.


(18)

mengenai Notaris telah diatur secara khusus dalam bentuk perundang-undangan,

yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disahkan dan

diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 (selanjutnya disebut dengan UUJN). UUJN

dibentuk oleh karenaReglement op Het Notaris Ambt in Indonesie(Stb.1860:3) yang

mengatur mengenai jabatan Notaris tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum

dan kebutuhan masyarakat.

Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan Hukum antara para pihak

dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Ia

adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum.3

Melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas

moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang

menjadi tanggungjawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang

sebenarbenarnya pada saat pembuatan akta.

Apabila suatu akta merupakan akta otentik, maka akta tersebut akan

mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu :

1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan

perjanjian tertentu;

2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah

menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3Tan Thong Kie,Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, ( Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000 ) halaman 159


(19)

3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika

ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi

perjanjian adalah esuai dengan kehendak para pihak. Berdasarkan hal tersebut

maka apabila terjadi sengketa di mana salah satu pihak mengajukan akta

otentik sebagai bukti di Pengadilan .4

Seorang Notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena

kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari

sehingga Notaris dapat diperhadapkan dengan proses peradilan, dimana Notaris harus

memberikan keterangannya ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Akan tetapi,

para Notaris cenderung menolak untuk memberikan keterangan dengan berlindung

pada rahasia jabatan.

Sejak berlakunya UUJN khususnya Pasal 66, Notaris yang telah melakukan

kelalaian tidak dapat serta merta menolak untuk memberi keterangan dengan alasan

rahasia jabatan tersebut, oleh karena ketentuan tersebut menentukan bahwa untuk

kepentingan proses peradilan, maka dapat dilakukan pengambilan fotokopi minuta

akta dan pemanggilan Notaris untuk memberi keterangan dengan persetujuan Majelis

Pengawas Daerah (selanjutnya disebut MPD). Dalam hal inilah, keberadaan Majelis

Pengawas, khususnya MPD sangat penting.

4 Salim HS,Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. Hal. 89


(20)

Agar seorang notaris tetap berada di jalur yang benar dan senantiasa

mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum serta perundang-undangan yang berlaku

maka dilakukan pengawasan. Inti pengawasan berada di tangan Menteri terkait di

dalam pelaksanaannya dibantu Majelis Pengawas.5

Perlindungan hukum terhadap Notaris dituangkan dalam Pasal 66

Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan, bahwa untuk proses peradilan, penyidik,

penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah

berwenang mengambil fotokopi minuta akta dan atau surat-surat yang dilekatkan

pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan memanggil

notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya

atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanannya. Perlindungan hukum

kepada notaris ini, tentunya dapat segera dipikirkan dengan membentuk peraturan

perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan dan jaminan hukum

kepada Notaris.

Notaris biasanya dipanggil terkait kasus pertanahan dan pemalsuan dokumen.

Kapasitas notaris bisa sebagai saksi ataupun tersangka. Kalau dipanggil polisi

kemudian kasus itu membahayakan posisi notaris, dia bisa tidak kooperatif. Seperti

tertuang dalam Pasal 15 UU Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, notaris berwenang

untuk membuat akta otentik terkait dengan perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang

5Ira Koesoemawati.dan Yunirman Rijan., Ke Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009), halaman 64


(21)

diharuskan oleh UU atau dikehendaki para pihak. Notaris juga berwenang membuat

akta yang berkaitan dengan pertanahan dan melegalisasi akta di bawah tangan.

Dalam Kongres XX INI terungkap, masih banyak notaris yang melanggar UU

Jabatan Notaris dalam membuat akta. Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara

bank dan nasabah. Ada notaris ‘nakal’ yang tetap menelurkan akta meskipun tidak

memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Adapula notaris yang tidak

mengetahui pihak-pihak yang tertuang dalam akta lantaran kliennya merupakan

limpahan dari notaris dari daerah lain. Konsekuensi pembuatan akta oleh notaris itu

bisa menyebabkan seseorang hilang hak. Inilah yang kerap terjadi dan berujung

laporan ke polisi.

Untuk mengecek sejarah akta yang bermasalah, biasanya polisi memanggil

notaris guna menerangkan proses pembuatan akta. Bahkan polisi kerap memanggil

saksi notaris sebagai orang menyaksikan pembuatan akta. Kecenderungannya si

notaris menyuruh asistennya untuk mewakilinya jika statusnya saksi.

Kenyataannya tidak semua polisi mengerti tugas dan jabatan notaris. Ia

menyatakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi notaris, si pembuat akta

tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kebenaran isi akta. Legalisasi itu

artinya notaris hanya menjamin bahwa surat itu betul ditandatangani oleh pihak yang

menghadap. Aktanya sendiri mengikat orang membuat, tidak mengikat notaris.6

6Tim Manajemen. “Ketika Notaris dipanggil Polisi”. http://hukum.bunghatta.ac.id/berita-95-ketika-notaris-dipanggil-polisi.html, diakses tanggal 20 Juli 2011.


(22)

Notaris hanya bertanggung jawab dari sisi formal pembuatan akta. Dengan

begitu, notaris tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana atas akta yang

dibuatnya. Untuk menghindari kesewenang-wenangan polisi dalam memanggil

notaris, INI membuat nota kesepahaman dengan polisi. Dalam nota itu diatur,

pemanggilan notaris harus dilakukan tertulis dan ditandatangani penyidik. Surat

panggilan harus mencantumkan dengan jelas status sang notaris, alasan pemanggilan,

dan polisi harus tepat waktu. Pada hakekatnya, notaris harus hadir memenuhi

panggilan yang sah. Tetapi boleh saja berhalangan. Kalau demikian halnya, polisi

bisa datang ke kantor notaris bersangkutan.

Sementara kalau status notaris adalah saksi, dia bisa saja tak disumpah.

Kecuali cukup alasan, notaris yang bersangkutan boleh tidak hadir ke persidangan.

Dalam nota kesepahaman itu, notaris dan PPAT juga meminta agar mereka hanya

bisa diperiksa oleh penyidik, bukan penyidik pembantu. Kalaupun kelak akan

diperiksa penyidik pembantu, alasannya harus patut dan wajar. Diatur pula klausul

tentang notaris yang disangka melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang

dibuatnya, dimana notaris berhak mendapatkan bantuan hukum. Notaris yang menjadi

tersangka berhak untuk didampingi oleh pengurus INI saat diperiksa polisi. Kalau

dalam pemeriksaan tidak terbukti adanya unsur pidana, maka penyidik wajib

menerbitkan SP3 dalam waktu secepatnya.

Andi Mattalatta memberikan penekanan kepada 3 (tiga) hal pokok berkaitan


(23)

perlindungan, dan organisasi Notaris.7 Dalam rangka pengawasan terhadap Notaris,

sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, bahwa pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri dengan

membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris anggotanya

berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi Notaris

dan ahli/akademisi dengan anggota masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang.

Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Menteri membentuk Majelis

Pengawas Notaris ditingkat Pusat, Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Selama ini

telah dilakukan pembentukan Majelis Pengawas Pusat Notaris, Majelis Pengawas

Wilayah Notaris di setiap Propinsi dan sebagian telah dibentuk Majelis Pengawas

Daerah Notaris di setiap Kabupaten/Kota. Kendala utama Pengawasan terhadap

notaris adalah belum terbentuknya seluruh Majelis Pengawas Daerah sebagai ujung

tombak pengawasan dan juga dari beberapa unsur selaku Anggota Majelis tidak

bersedia menjadi anggota Majelis Pengawas Daerah.

Notaris sebagai pejabat pembuat akta juga dapat bersinggungan dengan

hukum pidana. Direktur I Keamanan Transnasional Bareskrim Mabes Polri Badrodin

Haiti menyatakan, Notaris biasanya dipanggil terkait kasus pertanahan dan pemalsuan

dokumen.8 Bahkan kasus tindak pidana yang melibatkan Notaris, sejak Tahun 2005

7 Fisnanto. “Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum”. http://wawasanhukum.blogspot.com/ 2007/07/notaris-dan-jaminan-kepastian-hukum.html, diakses tanggal 05 Maret 2011.

8 Fak. Hukum Universitas Bung Hatta, ”Ketika Notaris Dipanggil Polisi,” http:/ /hukum.bunghatta.ac.id/news.php?extend.9,diakses tanggal 20 November 2009.


(24)

sampai 2007 di Direktorat Reskrim dan satuan wilayah di jajaran Poldasu, sebanyak

153 kasus. Dimana 10 orang sebagai tersangka dan sebanyak 143 orang jadi saksi.9

Kapasitas Notaris bisa sebagai saksi ataupun tersangka. Kalau dipanggil

polisi kemudian kasus itu membahayakan posisi Notaris, dia bisa tidak kooperatif.

Seperti tertuang dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, Notaris berwenang untuk membuat akta otentik terkait dengan

perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh Undang-undang atau

dikehendaki para pihak. Notaris juga berwenang membuat akta yang berkaitan

dengan pertanahan dan melegalisasi akta di bawah tangan.

Dalam Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia terungkap, masih banyak

Notaris yang melanggar Undang-undang Jabatan Notaris dalam membuat akta.

Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Ada Notaris yang

tetap menelurkan akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya

bermasalah. Adapula Notaris yang tidak mengetahui pihak-pihak yang tertuang dalam

akta lantaran kliennya merupakan limpahan dari Notaris dari daerah lain.10

Konsekuensi pembuatan akta oleh Notaris itu bisa menyebabkan seseorang

hilang hak. Inilah yang kerap terjadi dan berujung laporan ke polisi. Bahkan, mantan

Dirjen Administrasi Hukum dan HAM Syamsudin Manan Sinaga menghimbau

9 Ags, ”Notaris Terlibat 153 Kasus Tindak Pidana,” http://www.waspada.co .id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=6025,diakses tanggal 20 Januari 2010.


(25)

Notaris tidak sembarangan mengeluarkan akta pendirian Perseroan Terbatas.11Sebab

ada kemungkinan uang hasil kejahatan dicuci di perseroan dengan cara membeli

saham yang dituangkan dalam akta pembuatan atau perubahan perseroan.

Untuk mengecek sejarah akta yang bermasalah, biasanya polisi memanggil

Notaris guna menerangkan proses pembuatan akta. Bahkan polisi kerap memanggil

saksi Notaris sebagai orang menyaksikan pembuatan akta. Akta di bawah tangan

yang dilegalisasi Notaris, si pembuat akta tidak dapat dimintakan

pertanggungjawaban atas kebenaran isi akta. Legalisasi itu artinya Notaris hanya

menjamin bahwa surat itu betul ditandatangani oleh pihak yang menghadap. Aktanya

sendiri mengikat orang yang membuat dan tidak mengikat bagi diri Notaris.

Berdasarkan kondisi di atas, maka Notaris sebenarnya memerlukan

perlindungan hukum. Untuk itu dilakukan penelitian dengan judul: “Perlindungan

Hukum Bagi Notaris Terhadap Akta Yang Dijadikan Dasar Pemeriksaan Polisi.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka

perumusan masalah yang akan diajukan adalah:

1. Bagaimana kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat

diperiksa polisi ?


(26)

2. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi

dasar pemeriksaan oleh polisi ?

3. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap keputusan

MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik ?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat

diperika polisi.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya

menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi.

3. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap

keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik .

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain:

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi maupun sebagai bahan perbandingan

bagi para peneliti yang tentang perlindungan hukum bagi Notaris yang


(27)

b. Sebagai bahan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam penyempurnaan

peraturan Perundangan-undangan tentang pengaturan yang mengatur mengenai

bentuk perlindungan hukum kepada Notaris yang diperiksa oleh penyidik

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pihak-pihak yang berhubungan langsung terutama para Notaris untuk mendapatkan

perlindungan hukum terhadap Notaris yang terjerat di kepolisian

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan objek pembahasan

sudah pernah dilakukan oleh:

1. Putri A. R dengan judul “Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka

Atas Akta Yang Dibuatnya,” dengan perumusan masalah:

a. bagaimanakah pelaksanaan tugas dan kewajiban notaris dalam menjalankan

tugas dan profesinya ?

b. Bagaimanakah indikatornya tugas-tugas jabatan notaris yang berimplikasi

pada perbuatan pidana ?

c. bagaimanakah akibat hukum bagi notaris yang ditetapkan sebagai tersangka ?

2. Yusnani dengan judul: “Analisis Hukum Terhadap Akta Otentik Yang

Mengandung Keterangan Palsu Yang Dibuat Oleh Notaris”, dengan perumusan


(28)

a. Bagaimana pertanggung jawaban notaris terhadap akta otentik yang

mengandung keterangan palsu ?

b. bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan

keterangan palsu dalam akta otentik ?

c. bagaimana akibat hukumnya terhadap akta otentik yang mengandung

keterangan palsu ?

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah

dilakukannya, khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian yang dilakukan

peneliti lebih memfokuskan diri pada bentuk perlindungan terhadap notaries yang

bersentuhan dengan hukum pidana, sehingga penelitian yang dilakukan, baik dari segi

judul, permasalahan dan lokasi serta daerah penelitian yang belum pernah dilakukan

oleh peneliti lain, maka berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian, penelitian

ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perwujudan perlindungan hukum dalam suatu negara tidak terlepas dari

konsep negara hukum. Menurut konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl yang

diilhami oleh Immanuel Kant, unsur-unsur negara hukum(rechtsstaat)adalah :

1. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;


(29)

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.12

Indonesia merupakan negara yang menerapkan konsep rechsstaat (Eropa

Kontinental) dan sebagai badan hukum publik dan kumpulan jabatan (complex van

ambten) atau lingkungan pekerjaan tetap perlu memperoleh perlindungan hukum,

khususnya Notaris sebagai pejabat umum yang mewakili pemerintah.13

Equality before the law (perlakuan sama di hadapan hukum) adalah pilar

utama dari bangunan Negara Hukum (state law)yang mengutamakan hukum di atas

segalanya (supreme of law). Pengakuan kedudukan tiap individu di muka hukum

ditempatkan dalam kedudukan yang sama tanpa memandang status sosial (social

stratum). Keberlakuan prinsip equality before the law dalam praktek penegakan

negara hukum yang berdasarkan supremasi hukum (kedaulatan hukum) ternyata

mengalami “penghalusan” kalau tidak mau dikatakan “exception” (pengecualian)

demi mempertahankan kewibawaan hukum itu sendiri.

Untuk menjadi orang yang dikecualikan dari prinsip equality before the law,

tentu saja harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang dibuat sesuai

standart pemenuhan nilai-nilai sebagai “nobile person” (orang yang terhormat).

Salah satunya adalah Notaris yang dalam Pasal 1868 KUHPerdata, dikenal sebagai

Pejabat Umum (Openbare Ambtenaren) dan telah dijabarkan dalam Undang-undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

12 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006., halaman 2.


(30)

Notaris adalah seorang yang dalam menjalankan jabatannya tidak tunduk

terhadap prinsip equality before the law, sepanjang dalam melaksanakan jabatannya

telah mengikuti prosedur yang ditentukan oleh Undang-undang Pasal 16 dan Pasal 17

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang mengatur

kewajiban dan larangan.

Dengan mengaitkan aspek perlindungan hukum tersebut dengan teori Kelsen

dan Nawiasky, maka menurut hemat penulis, terwujudnya perlindungan hukum bagi

Notaris dan akta Notaris terhadap tindakan penyidikan oleh polisi, harus didukung

pula dengan peraturan perundang-undangan negara tersebut. Berdasarkan teori

Kelsen, Grundnorm Indonesia adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber

hukum. Selanjutnya, berdasarkan teori Nawiasky, maka urutan empat kelompok

norma yang diuraikannya tercermin dalam Tata Urutan Peraturan

Perundang-undangan menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang Dasar 1945;

Undang-undang/Perpu; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peaturan Daerah (Propinsi,

Kabupaten/Kota, Desa).

Menurut kedua teori di atas, maka perundang-undangan yang dibuat dalam

negara Indonesia harus mengikuti tata urutan tersebut, dimana peraturan yang lebih

rendah mempunyai daya mengikat terhadap peraturan di atasnya dan tentu saja tidak

boleh saling bertentangan sehingga dapat tercipta keteraturan.

Sehubungan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, maka Notaris harus


(31)

bahwa organisasi profesi memiliki kepentingan untuk memperoleh jaminan agar

anggotanya menjalankan tugasnya dengan memenuhi standar etika profesi. Hal ini

sangat penting, mengingat profesi hukum merupakan profesi mulia atau luhur, yang

sangat berkaitan dengan kepentingan umum.14

Selain diikat oleh kode etik Notaris, dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya ada 3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan Notaris pada saat pembuatan

akta. Aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian, yaitu:15

1. Lahiriah(uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri

untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik(acta publica probant sese ipsa).

Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang

sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta

otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta

tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada

pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris. Parameter untuk menentukan akta

Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan, baik yang

ada pada Minuta dan Salinan dan adanya awal akta (mulai dari judul) sampai akhir akta.

14 Frans Hendra Winarta, Persepsi Sebagian Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di Indonesia, Media Notariat, Edisi Oktober – Desember 2003, Nomor 3, CV. Pandeka Lima, Jakarta, halaman 59.

15Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 123. R. Subekti,Hukum Acara Perdata,Bina Cipta, Bandung, 1989, halaman 93-94.


(32)

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat

secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang

menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang

bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta

otentik.

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai akta

otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada

syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan

melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa

secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.

2. Formal(formele bewijskracht)

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta

tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak

yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang

sudah ditentukan dalam pembuatan akta Notaris. Secara formal untuk membuktikan

kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan

para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris,

serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta

pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap

(pada akta pihak).

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari


(33)

bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang

menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh

Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para

pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan ketidakbenaran tandatangan

para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak

dilakukan.

Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan

pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu

membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa

pun.

Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas

aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat

di hadapan Notaris atau yang dibuat oleh si Notaris. Pengingkaran atau penyangkalan

tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus

dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam

akta yang bersangkutan, misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa

menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal

akta, atau merasa tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya.Jika hal ini terjadi bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, dan

penguggat harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.16


(34)

3. Materil (materielebewijskracht)

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut dalam

akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka

yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya

(tegenbewijs).Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau

berita acara), atau keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris

(akta pihak) dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam

akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang

kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata.

Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak rnenerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang lelah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus diiakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.17

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta

otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu

persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta yang

bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan

17

J.J.Amstrong Sembiring, Analisis Hukum Terhadap Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dalam Implementasi Penyelenggaraan Fungsional Notaris”. http://www.blogster.com/komparta/analisis-hukum-tentang. diakses tanggal 10 agustus 2011


(35)

atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

2. Konsepsi

“Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan

sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang

disebut denganoperational definition18. Pentingnya definisi profesional adalah untuk

menghindari perbedaaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu

istilah yang dipakai”19.

Konsepsi merupakan unsur pokok dalam suatu penelitian atau untuk membuat

karya ilmiah. Sebenarnya yang dimaksud dengan konsepsi adalah “suatu pengertian

mengenai sesuatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau definisi tentang sesuatu

yang akan dikerjakan. Jadi jika teori kita berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang

telah selesai, sedangkan konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya

yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori”20.

Konsepsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris menjelaskan tentang pengertian Notaris : “Pejabat umum yang berwenang

18 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), Halaman 10.

19 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara(Medan: PPs-USU, 2002), Halaman 35.

20 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), Halaman 5.


(36)

untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang ini.”

Perlindungan hukum mengandung dua aspek, yaitu preventif dan represif.

Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, dengan

melakukan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan sesuai dengan

norma-norma hukum sedangkan perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa, dengan mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya

pelanggaran norma-norma hukum

Akta Menurut Pasal 1869 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

disebut KUHPdt), adalah sebuah surat yang harus diberi tanda tangan yang di

dalamnya memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.

Keharusan adanya tanda tangan, bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari

akta yang lain.21

Notaris menurut Undang-undang Jabatan Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini.22

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.23

21Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,Edisi IV, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm.120.

22Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 23Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.


(37)

Pemeriksaan polisi adalah Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk

mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban di tingkat kepolisian.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini

akan dipaparkan perlindungan hukum terhadap Notaris yang diperiksa Polisi. Bersifat

analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara

kualitatif.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan yuridis

normatif, yaitu pendekatan yang mengidentifikasi pola hubungan antara penegak

hukum dan pemegang kekuasaan di satu pihak serta masyarakat umum di lain pihak,

serta faktor-faktor sosial yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap adanya

perlindungan hukum kepada Notaris.

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari data primer, yang dilakukan melalui metode

wawancara yang dilakukan terhadap:

a. Wakil Ketua MPD Kota Medan, bapak.M Syuhada, SH. MHum

b. Pihak Kepolisian Polresta Medan Sekitarnya, Bapak S. Matondang


(38)

Selain itu sumber data penelitian juga berasal dari data sekunder yang

dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:

a. Bahan hukum primer, berupa bahan hukum yang meliputi peraturan

perundang-undangan yang mendukung yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Republik Indonesia dan KUHP.

b. Bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan berupa buku-buku yang

berhubungan dengan bahan penelitian dan

c. Bahan hukum tertier, yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan

sekunder berupa kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris,

Indonesia, Belanda, dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam

maupun luar negeri, yang berdasarkan sistem hukumcivil law.

3. Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengkajian deskriptif analistis

terdiri dari wawancara langsung dan mendalam, penggunaan kuesioner dan observasi

atau survey lapangan.24 Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah

melalui:

24Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum,(Bandung: Mandar Maju, 2008) halaman 166.


(39)

1) Pedoman wawancara (interview guide) dilakukan dengan pihak-pihak yang

terkait didalamnya, yakni MPD Kota Medan, pihak kepolisian dan Notaris Kota

Medan masing-masing 1 (satu) orang.

2) Studi dokumen yaitu pengumpulan data, dengan jalan mengadakan pencatatan

langsung mengenai data yang berupa dokumen ataupun mengutip

keterangan-keterangan yang dibutuhkan.

4. Analisis Data

Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh

dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode penarikan kesimpulan yang dipakai


(40)

A. Tinjauan Umum Jabatan Notaris 1. Pengertian Notaris

Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris menjelaskan tentang pengertian Notaris : “Pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang ini.” Untuk memberikan penegasan bahwa Notaris adalah

satu-satunya yang mempunyai wewenang tertentu, bukan pejabat lain, dapat dilihat

dari definisi di atas bahwa:

a. Notaris adalah pejabat umum.

b. Notaris merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta

otentik yang diberikan oleh Undang-undang.

Sehubungan dengan wewenang yang diberikan bagi Notaris oleh

Undang-undang maka selain Notaris, pejabat lainnya hanya mempunyai wewenang tertentu,

artinya wewenang mereka tidak sampai pada pembuatan akta otentik sebagaimana

telah ditugaskan oleh Undang-undang kepada Notaris. Adapun pejabat lain yang

diberikan kewenangan membuat akta otentik selain Notaris, antara lain:

1) Consul (berdasarkanConculair Wet)

2) Bupati Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah yang ditetapkan oleh


(41)

3) Notaris Pengganti

4) Juru Sita pada Pengadilan Negeri.

5) Pegawai Kantor Catatan Sipil.23

Meskipun pejabat ini hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum akan

tetapi mereka itu bukan Pejabat Umum. Mengenai otentisitas suatu akta Notaris, lebih

lanjut Soegondo Notodisoerjo, menyatakan:

Bahwa untuk dapat membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai

kedudukan sebagai “penjabat umum”. Di Indonesia, seorang advokat, meskipun ia

seorang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik,

karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai “penjabat umum”. Sebaliknya seorang

“Pegawai Catatan Sipil” (Ambtenaar van de Burgerlijke Stand) meskipun ia bukan

ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya

untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena

ia oleh Undang-undang ditetapkan sebagai “pejabat umum” dan diberi wewenang

untuk membuat akta-akta itu.24

2. Tugas Notaris

Sebagaimana diketahui Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris telah menegaskan bahwa tugas pokok dari Notaris

adalah membuat akta otentik dan akta otentik itu akan memberikan kepada

pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang mutlak. Hal ini dapat dilihat

23 H. Budi Untung,Visi Global Notaris,Andi, Yogyakarta, 2002, halaman 43-44.

24 Kartini Soedjendro, Perjanjian Peraihan Hak atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001, Jakarta, halaman 43.


(42)

sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1870 KUHPerdata, bahwa: “Suatu akta

otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau

orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa

yang dimuat di dalamnya.”

Menjalankan tugas jabatannya, Notaris tidak hanya berwenang untuk

membuat akta otentik dalam arti menyusun, membacakan dan menandatangani dan

dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-undang sebagaimana dimaksud oleh

Pasal 1868 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: “Suatu akta otentik ialah suatu

akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau di

hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta

dibuatnya,” tetapi kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik dapat jugat

berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor

30 Tahun 2004 Jabatan Notaris yang berbunyi:

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta

otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, menjamin

kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetap oleh


(43)

Dilihat dari uraian pasal tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa kewajiban

terhadap Notaris untuk membuat suatu akta, kecuali apabila terdapat alasan-alasan

yang mempunyai dasar untuk menolak pembuatan akta tersebut. Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya juga dituntut harus memberikan nasehat hukum dan

penjelasan mengenai ketentuan Undang-undang kepada pihak-pihak yang

bersangkutan.

Adanya hubungan erat antara ketentuan mengenai bentuk akta dan keharusan

adanya pejabat yang mempunyai tugas untuk melaksanakannya, menyebabkan

adanya kewajiban bagi pemerintah untuk menunjuk dan mengangkat Notaris.

Terhadap otentisitas suatu akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris, dapat

dilihat dari unsur-unsur yang tercantum di dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut di

atas, yakni sebagai berikut:

a. Bahwa akta itu dibuat dalam bentuk menurut hukum;

b. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum;

c. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk

membuatnya di tempat dimana akta itu dibuat.

Berkaitan dengan tugas dan wewenang Notaris yang diberikan oleh

pemerintah kepadanya, untuk itu Notaris dalam menjalan tugas jabatannya harus

berpegangan pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh

peraturan-peraturan yang ada, baik itu Undang-undang maupun Kode Etik Profesi Notaris.

Notaris adalah merupakan suatu profesi, karena itu, terhadapnya perlu diberikan


(44)

bernaung dalam suatu organisasi profesi Notaris yang disebut dengan Ikatan Notaris

Indonesia, atau yang disingkat dengan INI.25

Notaris dalam profesinya sesungguhnya adalah merupakan pejabat umum,

yang dengan akta-aktanya akan menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan

mempunyai sifat otentik, sehingga dengan adanya peran Notaris akan mendorong

masyarakat untuk mempergunakan alat-alat pembuktian tertulis (otentik). Oleh

karena itu Notaris harus aktif dalam pekerjaannya dan bersedia melayani masyarakat

manapun juga yang membutuhkan jasa-jasanya.

Negara merasa perlu menata kelembagaan notariat melalui sejumlah

pembatasan-pembatasan, mengingat kewenangan lembaga Notariat diabdikan

sepenuhnya untuk kepentingan yang lebih tinggi, yakni kepentingan masyarakat.

Garis kewenangan formal yang diderivasi dari kekuasaan umum inilah yang

membedakan jabatan Notaris dengan profesi-pofesi lainnya.26

Berdasarkan hal di atas, pembatasan-pembatasan yang dimaksud dapat berupa

peraturan yang mengikat di kalangan notaris (self regulation)yang diwujudkan dalam

kode etik Notaris. Di dalam menjalankan tugas jabatannya, Notaris selain terikat

dengan segala ketentuan yang tertuang dalam undang-undang, juga harus ikut serta

menegakkan ketertiban ditengah-tengah masyarakat.

25H. M. N. Purwosujtipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan Dasar Hukum Dagang,Djambatan, Jakarta, 2007, halaman 16.

26 Irsyadul Anam Malaba,Pluralitas Organisasi Notaris Di antara Hak, Kebutuhan, Inefiensi dan Tafsir Pemerintah,Jurnal Renvoi, Nomor 2. 26. III Tahun Ketiga 2005, halaman 35.


(45)

Sehubungan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, maka Notaris harus

dikontrol dengan Kode Etik Profesi, lebih lanjut Frans Hendra Winarta menyatakan

bahwa organisasi profesi memiliki kepentingan untuk memperoleh jaminan agar

anggotanya menjalankan tugasnya dengan memenuhi standar etika profesi. Hal ini

sangat penting, mengingat profesi hukum merupakan profesi mulia atau luhur, yang

sangat berkaitan dengan kepentingan umum.27

Selain diikat oleh kode etik Notaris, dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya ada 3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan Notaris pada saat

pembuatan akta. Aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian, yaitu:28

1. Lahiriah(uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri

untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant sese

ipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan

hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut

berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang

membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini

beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris.

Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan

27 Frans Hendra Winarta, Persepsi Sebagian Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di Indonesia, Media Notariat, Edisi Oktober – Desember 2003, Nomor 3, CV. Pandeka Lima, Jakarta, halaman 59.

28Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 123. R. Subekti,Hukum Acara Perdata,Bina Cipta, Bandung, 1989, halaman 93-94.


(46)

dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada Minuta dan Salinan dan adanya

awal akta (mulai dari judul) sampai akhir akta.

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat

secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada

yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka

yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan

akta otentik.

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai

akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan

kepada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus

dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan

bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.

2. Formal(formele bewijskracht)

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta

tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh

pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur

yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta Notaris. Secara formal untuk

membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul

(waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para

pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan,

didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan


(47)

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan

dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari,

tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka

yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan

didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau

keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan

ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur

pembuatan akta yang tidak dilakukan.

Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus

melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris.

Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus

diterima oleh siapa pun.

Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan

atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta

yang dibuat di hadapan Notaris atau yang dibuat oleh si Notaris.29

Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu

gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada

aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan,

misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada

hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa

tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya.Jika hal ini terjadi


(48)

bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, dan penguggat harus

dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.30

3. Materil (materielebewijskracht)

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut

dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat

akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada

pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang

dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan atau para

pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris (akta pihak) dan para pihak

harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku

sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang

kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar

berkata.

Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak

benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas

dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai

yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/di antara para pihak dan para ahli

waris serta para penerima hak mereka.

Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan

harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak rnenerangkan atau menyatakan yang


(49)

sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang lelah benar berkata (di

hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus diiakukan pembuktian

terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.31

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai

akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam

suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka

akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di

bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai

akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Setiap pekerjaan dan jabatan tentu dibarengi dengan hal-hal yang menjadi

tanggung jawabnya. Dalam menjalankan praktiknya seorang notaries memiliki

kewajiban, kewenangan dan larangan atau pantangan. Kewajiban, kewenangan atau

larangan merupakan inti dari praktik kenotaritan. Tanpa adanya ketiga elemen ini

maka profesi dan jabatan notaries menjadi tidak berguna. Penting bagi masyarakat

mengetahui kewajiban, kewenangan dan larangan bagi notaries agar mereka mengerti

praktik kenotariatan sehingga tidak mudah tertipu oleh notaris, serta membantu

negara dalam melakukan pengawasan terhadap para notaris.

3. Kewajiban Notaris

Notaris sebagai seorang pejabat umum yang diangkat oleh negara memiliki

kewajiban yang diatur secara khusus dalam undang-undang tentang jabatan notaris.

Seorang notaris wajib bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Kejujuraran


(50)

merupakan hal yang pentinga karena jika seorang notaris bertindak dengan ketidak

jujuran maka akan banyak kejadian yang merugikan masyarakat. Bukan hanya itu,

ketidakjujuran akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Keseksamaan

bertindak merupakan salah satu hal yang harus selalu dilakukan seorang notaris. Coba

bayangkan jika seorang notaries bertindak ceroboh, tentu akan banyak yang

dirugikan. Misalnya kesalahan penulisan nama, seharusnya “Monika” tetapi tertulik

“Monik” maka efeknya akan besar bagi si pemilik akta. Jika sang pemilik akta

mempunyai saudara yang bernama “Monik” maka dimata hukum orang yang terlibat

dalam perjanjian adalah “Monik” bukan “Monika”.

Menjaga kerahasiaan terkait pembuatan akta juga harus dilakukan oleh

seorang notaris. Seorang notaris diharamkan untuk mengumbar kisah para klien tanpa

ada persetujuan dari sang klien. Kerahasiaan ini juga merupakan amanat dari sumpah

notaris. Mereka disumpah untuk dapat menjaga rahasia karena dengan menjaga

rahasia para klien maka notaris juga sudah bertindak netral. Bayangkan, jika notaris

tidak dapat menjaga rahasia berarti secara tidak langsung hal tersebut akan

mempengaruhi para klien. Parea klien akan merasa disudutkan atau diuntungkan

dengan informasi notaris. Namun demikian, seorang notaris dapat “bernyanyi”

tentang rahasia para klien jika diwajibkan oleh undang-undang.

Notaris berkewajiban untuk membuat dokumen atau akta yang diminta

masyarakat. Seorang notaris tidak dapat menolak permohonan tersebut karena

memang itulah salah satu tugas pokok seorang notaris. Seorang notaris dapat dituntut


(51)

dokumen diamanatkan oleh undang-undang. Jika terjadi penolakan berarti si notaris

melanggar undang-undang.32

Jika seorang notaris memiliki alasan kuat untuk melakukan penolak maka hal

tersebut dapat dilakukan. Misalnya, seorang berkeinginan untuk melakukan

sewa-menyewa mobil, sedangkan pihak yang sewa-menyewakan mobil bukanlah pemilik yang

sebenarnya dan tidak memiliki bukti pemberian kuasa dari pemilik sebenarnya.

Menghadapi kasus seperti ini, si notaris dapat menolak pembuatan akta sewa

menyewa. Penolakan didasari pada tidak jelasnya legalitas dari pihak yang

mengajukan keinginan sewa menyewa.

Membuat daftar dari akta-akta yang sudah dikeluarkan dan menyimpan

minuta aktadengan baik merupakan kewajiban lain dari seorang notaris.Minuta akta

adalah asli akta notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Setelah minuta akta ditandatangani para pihak

diatas materai dan telah sesuai dengan ketentuan, selanjutnya ditandatangani oleh

saksi-saksi dan terakhir oleh notaris. Setelah itu, notaris akan mengeluarkan salinan

akta resmi untuk pegangan para pihak. Hal ini perlu dilakukan agar jika terjadi

sesuatu terhadap akta yang dipegang kedua belah pihak maka notaris masih memiliki

bukti perjanjian/penetapan. Hal ini juga perlu disadari oleh pihak pembuat akta

karena banyak kejadian dimana akta yang dilakukan dengan menghilangkan atau

merobek akta.

32Adjie Habib,Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,Refika Aditama, Bandung, 2008, halaman 89.


(52)

Seorang notaris wajib membacakan akta dihadapan pihak yang meminta

pembuatan akta (klien) dan saksi-saksi. Setelah semua memahami dan menyetujui isi

akta lalu diikuti dengan penandatanganan akta oleh semua yang hadir (notaris, para

pihak, saksi-saksi). Pembacaan akta ini merupakan salah satu poin penting karena jika

tidak dilakukan pembacaan maka akta yang Anda buat dapat dianggap sebagai akta

dibawah tangan.

Seorang notaris magang wajib diterima disebuah kantor notaris. Notaris yang

sudah berpraktik tidak boleh menolak permohonan magang yang diajukan oleh

seorang notaris magang. Melalui program magang tersebut akan terjadi regenerasi di

dunia kenotariatan karena salah satu syarat menjadi notaris adalah sudah melalui

tahap magang selama dua tahun. Jika seorang notaris menolak kehadiran notaris

magang dikantornya berarti secara tidak langsung dia “membunuh” eksistensi praktik

kenotariatan.

Notaris juga bertanggung jawab dalam pembuatan akta-akta yang memiliki

kaitan dengan masalah pertanahan, tetapi keterlibatan notaris terbatas. Keterlibatan

notaris diluar perbuatan peralihan hak atas tanah (jual beli tanah) dan

perbuatan-perbuatan hukum atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah

No.37 Tahun 1998 tentang Jabatan PPAT. Meskipun demikian jika si notaris sudah

diangkat menjadi PPAT maka ia berhak untuk mengurus pembuatan akta-akta seputar


(53)

4. Kewenangan Notaris

Suatu ketika seorang rekan mendapatkan undangan dan mengeluh kepada

saya, “Wah payah nih, nama sayakan Cindy bukan Cindi”. Sambil bercanda saya

mengatakan, “Apa bedanya? Toh kamu dapat undangannya, lagi pula cuma kamu

yang namanya Cindy”.

Dapat dibayangkan seandainya dokumen-dokumen yang tercatat di negara

memilik banyak kesalahan seperti itu, maka akan banyak yang dirugikan. Disitulah

salah satu peran notaris. Dia memiliki kewenangan untuk melakukan pengesahan

tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tanda tangan.

Tindakan ini dilakukan sebagai proses untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam

pemberian tanggal dan keaslian tanda tangan dari pihak yang membuat akta.

Seorang notaris juga memiliki kewenangan mengesahkan keaslian hasil dari

fotokopi surat atau dokumen dengan memeriksa surat atau dokumen asli. Sebagai

pejabat yang menerima pendelegasian dari pemerintah dalam masalah pembuatan dan

pengurusan akta, seorang notaris juga dibekali dengan kemampuan untuk

menentukan keaslian sebuah dokumen. Berbekal keahlian tersebut, seorang notaris

dapat melakukan pengesah sebuah akta yang difotokopi, tentunya setelah melakukan

pemeriksaan yang cermat terhadap akta yang asli.33

Tingkat pendidikan masyarakat ternyata tidak berbanding lurus dengan

tingkat pengetahuan hukum. Masyarakat kebanyakan masih awam tentang hukum,

33Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan,Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris, Memahai Ptaktik Kenotariatan, Ragam Dokumen Penting Yang Diurus Notaris dan Tips Tidak Tertipu Notaris. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009. Halaman 40.


(54)

paling sederhana hal ini dapat terlihat dari tingkat kepatuhan masyarakat terhaadap

aturan lalu lintas. Banyak dari masyarakat, baik yang berpendidikan maupun tidak,

melakukan pelanggaran lalu lintas. Terlebih lagi jika kita berbicara mengenai

peraturan seputar pembuatan akta. Oleh karena itu, notaris berwenang untuk

melakukan penyuluhan atau penerangan tentang seputar pembuatan dan pentingnya

memiliki akta otentik.

Sehubungan dengan hal itu, tidak heran jika pemerintah membatasi praktik

notaris di kota-kota besar. Pemerintah berusaha melakukan pemerataan sebaran

notaris di Indonesia. Salah satu tujuan pemerintah adalah agar masyarakat di daerah

terpencil juga memiliki pengetahuan dan kesadaran yang cukup terkait dengan

pembuatan akta. Diharapkan dengan memiliki akta, masyarakat di daerah terpencil

akan terhindar dari kasus-kasus hukum yang bisa menjerat dan merugikan mereka.

Membuat salinan dan pembukuan dari surat-surat di bawah tangan juga

merupakan wewenang notaris. Tindakan ini sebagai langkah tertib administrasi

sehingga jika ada yang menyangkal surat-surat dibawah tangan tersebut maka sang

notaris memiliki bukti. Sebuah pembukuan dan administrasi yang baik dibutuhkan

karena seorang notaris akan melaporkan dan menyerahkan minuta akta yang sudah

dibuat kepada negara. Jadi, semua dokumen yang dibuat di hadapan notaris sudah

menjadi milik negara. Seorang notaris juga berwenang untuk membuat risalah lelang.

5. Larangan Bagi Notaris

Seorang notaris dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh koridor-koridor


(55)

menjalankan praktiknya dan bertanggung jawab terhadap segala hal yang

dilakukannya. Tetapi adanya pembatasan, seseorang cenderung akan bertindak

sewenang-wenang. Demi sebuah pemerataan, pemerintah membatasi wilayah kerja

seorang notaris. Undang-udang tentang jabatan notaris juga sudah mengatur bahwa

seorang notaris dilarang menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya. Sebagai

contoh, seorang notaris yang memiliki wilayah kerja di Yogyakarta tidak dapat

membuka praktik atau membuat akta otentik di wilayah Jakarta (batas yuridiksi

notaris adalah provinsi)

Bukan hanya anak sekolah saja yang dihukum karena membolos. Notaris pun

akan di kenai sanksi jika meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari kerja

tanpa alasan yang sah. Seorang notaris tidak dapat seenaknya mengambil waktu rehat

karena tugas yang didelegasikan negara pada dirinya menuntut untuk senantiasa siap

melayani mereka yang butuh pembuatan atau penetapan otentik tentang berbagai hal.

Dapat dibayangkan jika seorang notaris tiba-tiba tidak ada di tempat maka

banyak yang akan dirugikan. Jika memang seorang notaris ingin rehat sejenak dari

kegiatan kenotariatan di wilayah itu maka ia wajib mengajukan izin cuti kepada

negara. Lebih dari itu, jika di tempat tersebut tidak ada notaris lagi yang bertugas

maka dirinya wajib menunjuk seorang notaris pengganti. Notaris pengganti ini

haruslah yang memiliki pengetahuan hukum yang mumpuni dan pengalaman di dunia

kenotariatan.

Rangkat jabatan merupakan hal yang diharamkan bagi seorang notaris.


(56)

petinggi perusahaan negara atau swasta, sebagai pejabat negara, sebagai PPAT di luar

wilayah yuridiksinya, apalagi juga berperan sebagai advokat. Seorang notaris harus

bertindak professional. Profesionalitas tersebut tidak akan dapat tercapai jika terjadi

rangkap jabatan. Rangkap jabatan dapat membuat si notaris dalam menjalankan

tugasnya tidak bertindak netral. Ia akan kehilangan focus dalam melayani masyarakat

dan akan lebih mendahulukan kepentingan pribadi atau kepentingan yang

menguntungkan si notaris terlebih dahulu. Negara sudah mengangkat notaris sebagai

pejabat umum negara dan mendelegasikan kepercayaan serta tugas yang cukup

penting. Sudah sepantasnyalah seorang notaris menjalankan tanggung jawab itu

dengan kesungguhan hati dan tidak melakukan rangkap jabatan.

Notaris sebagai salah satu “pendekar” hukum tentu sangat fasih tentang

peraturan hukum yang berlaku dinegara ini. Oleh karena itu seorang “pendekar”

hukum juga pasti mengerti risiko jika melakukaan pelanggaran hukum. Sewaktu

menjalankan tugas ataupun dalam kehidupan sehari-hari, seorang notaris harus

menjalaninya sesuai dengan koridor hukum di Indonesia. Pelanggaran terhadap

norma-norma yang berlaku akan mencemari kehormatan dan martabat jabatan

notaris yang akhirnya dapat menimbulkan ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap

para notaris. Pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku di negeri ini, terutama


(57)

B. Peranan Majelis Pengawas dalam Pengawasan terhadap Notaris

Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan

kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Oleh

karena yang diawasi adalah Notaris maka disebut juga sebagai Majelis Pengawas

Notaris.

Badan ini dibentuk oleh Menteri guna mendelegasikan kewajibannya untuk

mengawasi (sekaligus membina) Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan

jabatan Notaris menurut pasal 67 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris juncto Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004. Dalam

melaksanakan tugas kewajibannya Badan tersebut secara fungsional dibagi menjadi 3

bagian secara hirarki sesuai dengan pembagian suatu wilayah administratif

(Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat) yaitu : Majelis Pengawas Daerah, Majelis

Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. (Pasal 68 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris).

Pengawasan dan Pembinaan terhadap Perilaku Notaris yang diatur dalam

Kode Etik Profesi dan Pelaksanaan Jabatan Notaris yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dilakukan oleh Majelis

Pengawas Notaris secara berjenjang dari mulai Majelis Pengawas Daerah Notaris

Majelis Pengawas Wilayah Notaris, Majelis Pengawas Pusat Notaris.

Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota. Pasal 70


(1)

3. Upaya Hukum yang dapat dilakukanNotaris terhadap surat keputusan rapat MPD yang menyetujui pemeriksaan Notaris oleh penyidik lebih memilih sikap untuk tidak mengajukan upaya hukum apapun melainkan memenuhi permohonan penyidik tersebut dengan alasan bahwa pemenuhan permohonan penyidik tidak mengakibatkan kerugian yang besar bagi dirinya. Walaupun demikian berdasarkan UU PTUN, upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap surat keputusan rapat MPD adalah melakukan gugatan ke PTUN sebagai sengketa TUN.

B. Saran

1. Hendaknya Majelis Pengawas lebih proaktif dalam melakukan pengawasan kepada Notaris, dan lebih selektif dalam memeriksa notaris untuk memberikan izin dapat diperiksa polisi, sehingga hanya Notaris yang benar-benar bersalah saja yang dapat diperiksa dan Notaris dapat terlindungi kedudukannya sebagai pejabat negara.

2. Dalam hal Notaris diduga melakukan pelanggaran kode etik dan dugaan unsur pidana harus tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah dan peranan yang serius dari perkumpulan Notaris untuk memberikan perlindungan hukum.

3. Hendaknya kepada Notaris lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dan apabila Notaris diperiksa dapat membekali diri akan haknya untuk melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke PTUN.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Andasasmita Komar,Notaris I, Bandung : Sumur Bandung, 1981

Anshori Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta: UII Press, 2009

D. Schaffmeister dkk., Sahetapy (ed), 1995,Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty. Fuady Munir, Perbuatan Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2002.

Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,Bandung:Refika Aditama, 2008.

Habieb Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: Citra aditya Bakti, 2009

Hadikusuma Hilman,Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003),. Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris,

Memahai Ptaktik Kenotariatan, Ragam Dokumen Penting Yang Diurus Notaris dan Tips Tidak Tertipu Notaris.Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009. Ismail Chaeruddin. 2000.Polisi. Demokrasi VS Anarkhi. Jakarta: Citra Jakarta. Kamelo Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara(Medan: PPs-USU, 2002) Kie Tan Thong, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, ( Jakarta : PT.

Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000 )

Koesoemawati Ira.dan Yunirman Rijan., Ke Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009)

Kohar A.,Notaris Dalam Praktek Hukum,Bandung: Alumni, 1983


(3)

Lumban Tobing G. H. S.,Peraturan Jabatan Notaris,Erlangga, Jakarta, 1990

Marpaung Leden, Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.

Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi IV, Liberty, Yogyakarta, 1993.

Muhammad Abdul Kadir, Etika Profesi Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cetakan ke III 2006

Mulyadi Mahmud. 2008. Criminal Policy. Pedekatan Integral Penal Policy dan Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan. Pustaka Bangsa Pres: Jakarta

Nasution Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008)

Pariaman,H. Hasan Basri Saanin Dt. Tan Psikiater Dan Peradilan (Revisi), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

Poerwadarminta.2993. W. J. S. Kamus Hukum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Purwosujtipto H. M. N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan Dasar Hukum Dagang,Djambatan, Jakarta, 2007.

R. Soegondo, Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu Penjelasan, Jakarta: Rajawali, 1982

Raharjo Satjipto, Masalah Penegakan Hukum,1983, Bandung : Sinar Baru.

Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006. A. S. Salim, 2006. Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika, Jakarta.

Sahetapy J. E. dan B. Mardjono Reksodiputro, Paradoks Dalam Kriminologi, Rajawali, Jakarta, 1982.


(4)

Sdiharta, 2006,Moralitas Profesi Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung.

Sjahdeini Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993).

Soedjendro Kartini, Perjanjian Peralihan Hak atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001, Jakarta.

Soedjono Dirdjosisworo,Sinopsis Kriminologi, Bandung: Mandar Maju, 1994. Soekanto Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.

Soekanto dan Muhammad, 2006, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta

Soekanto Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, Raja Grafindo Persada, Jakarta , 1985

Soeroso, R, 2007,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Soesilo R., Kriminologi (Pengetahuan Tentang Sebab-Sebab Kejahatan, Politeia, Bogor.

Subekti R, 1994,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan keduapuluh enam, Penerbit PT Intermasa, Jakarta.

Supriadi. 2006. Etika dan Tanggung Jawab Pprofesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Tan Thong Kie, 2000.Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

Tedjosaputro Liliana,Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana,Semarang :CV. Agung, 1991 Roesnantiti Prayitno, Tugas dan Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Jakarta : Media Notariat INI, 1989

PERUNDANG-UNDANGAN


(5)

Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

JURNAL DAN KARYA ILMIAH:

Malaba Irsyadul Anam, Pluralitas Organisasi Notaris Di antara Hak, Kebutuhan, Inefiensi dan Tafsir Pemerintah, Jurnal Renvoi, Nomor 2. 26. III Tahun Ketiga 2005.

Nurcahyani, Ratna Yulaikha, 2004,Peranan dan Tanggung Jawab Notaris Pengganti Terhadap Akta-Akta yang Dibuatnya, Tesis yang diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sasangka, Hari, 2005,Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, Mandar Maju, Bandung. Chairunnisa Said Selenggang, “Profesi Notaris sebagai Pejabat Umum di Indonesia”,

Makalah disampaikan pada Program Pengenalan Kampus untuk Mahasiswa/i Magister Kenotariatan Angkatan 2008, Universitas Indonesia, Depok: 2008,

SITUS INTERNET

Abi Jumroh Harahap, “Peran Notaris dalam Lalu Lintas Hukum ; Perspektif

Mengenai Perlindungan Hukum bagi Notaris”,

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com _content

&view=article&id=42716:peran-Notaris-dalam-lalu-lintas-hukum-- perspektif-mengenai-perlindungan-hukum-bagi-Notaris&catid=550:02-februari-2010&Itemid=207, diakses tanggal 02 Maret 2011

Ags, ”Notaris Terlibat 153 Kasus Tindak Pidana,” http://www.waspada.co .id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=6025,diakses tanggal 20 Januari 2010.

Baharudin KS, “Prosedur Pemeriksaan/Penyidikan Tindak Pidana Terhadap Pejabat Negara,” makalah pusdikreskrim@polri.go.id, diakses tanggal 10 Februari 2011.

Fak. Hukum Universitas Bung Hatta, ”Ketika Notaris Dipanggil Polisi,” http:/ /hukum.bunghatta.ac.id/news.php?extend.9, diakses tanggal 20 November 2010.


(6)

Fisnanto. “Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum”. http://wawasanhukum.blogspot.com/ 2007/07/notaris-dan-jaminan-kepastian-hukum.html, diakses tanggal 05 Maret 2011.

Jusuf Patrianto Tjahjono, “Apakah Notaris tunduk pada prinsip Equality before the law ?”, http://notarissby.blogspot.com/2008_03_01_archive.html, diakses tanggal 20 Februari 2010.

Sembiring J.J.Amstrong , Analisis Hukum Terhadap Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dalam Implementasi Penyelenggaraan Fungsional Notaris”. http://www.blogster.com/komparta/analisis-hukum-tentang. diakses tanggal 10 agustus 2011

Tim Manajemen. “Ketika Notaris dipanggil Polisi”.

http://hukum.bunghatta.ac.id/berita-95-ketika-notaris-dipanggil-polisi.html, diakses tanggal 20 Juli 2011.