Analisis Hubungan Kasus Kejadian Malaria Klinis dan Kejadian Hujan

5 Nama Kecamatan Kasus CH 1 Bln CH 2 Bln CH 3 Bln CH 4 Cln JKMK0 34 25 18 13 Kotabumi JKMK=0 8 6 5 4 Proporsi 81 81 82 76 JKMK0 34 30 25 20 Kalianda JKMK=0 3 3 1 Proporsi 92 91 96 100 Curah Hujan Dengan Indeks 1 Nama Kecamatan Kasus CH 1 Bln CH 3 Bln CH 5 Bln CH 7 Bln JKMK0 45 42 38 34 Kotabumi JKMK=0 11 8 6 4 Proporsi 80 84 86 89 Curah Hujan denganIndeks 1 Nama Kecamatan Kasus CH 1 Bln CH 2 Bln CH 3 Bln CH 4 Bln JKMK0 48 44 41 37 Kalianda JKMK=0 5 4 3 3 Proporsi 91 92 93 92.50 Curah Hujan denganIndeks 1 keterbatasan data kasus malaria klinis per kecamatan yang ada sehingga tidak dapat mewakili seluruh kecamatan yang ada. Hal tersebut mempengaruhi hasil pemetaan tingkat kecamatan. Secara umum, peta kerawanan wilayah per kecamatan baik dengan menggunakan batasan tingkat kerawanan sebaran peluang Gambar Lampiran 3 dan dengan tingkat kerawanan Depkes Gambar Lampiran 4, terlihat pada dasarnya setiap kecamatan walaupun berada pada kabupaten dan bulan yang sama, memiliki tingkat kerawanan berbeda pada setiap bulan sepanjang tahun.

4.4 Analisis Hubungan Kasus Kejadian Malaria Klinis dan Kejadian Hujan

Bulanan dengan Membedakan Wilayah Kajiannya Data curah hujan CH didapatkan dari 2 titik stasiun pengamatan pada 2 kecamatan di Propinsi Lampung. Kalianda Lampung selatan 05° 34’ 40” LS dan 105° 04’ 58” BT dan Kotabumi Lampung Utara 04° 52’ 00” LS dan 104° 52’ 00” BT. Dua kecamatan tersebut berada di wilayah yang berbeda, kecamatan Kotabumi Lampung Utara berada di wilayah berbukit-bergunung pemukiman yang terdapat sawah dan kecamatan Kalianda berada di wilayah datar-berombak dekat pantai dan terdapat banyak semak dan rawa. Kecamatan Kotabumi bukan merupakan kecamatan dengan rata-rata tingkat kerawanan tinggi di Kabupaten Lampung Utara namun titik stasiun pengamat hujan terdapat pada kecamatan tersebut. Kecamatan Kalianda merupakan kecamatan yang rata-rata tingkat kerawanan malaria tinggi dan juga merupakan titik stasiun pengamatan hujan. Berdasarkan Tabel 9 dan 10 indeks CH disusun dari kebutuhannya yaitu 25 mm dan 100 mm per bulan selama n bulan berurutan, dimana dapat meliputi 4, 3, 2 atau 1 bulan modifikasi Liverpool University Martens 1999. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian malaria yang berhubungan dengan kejadian 2 dan 1 bulan berturut-turut dengan CH 25 mm dan CH 100 mm lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kejadian malaria yang berhubungan dengan 3 atau 4 bulan berturut-turut. Jumlah kasus malaria klinis lebih banyak terjadi pada batasan CH 25 mm dibandingkan dengan batasan CH 100 mm. Pada batasan CH 25mm, jumlah kasus pada Kecamatan Kotabumi pada curah hujan 1 bulanan sebanyak 45 kasus sedangkan pada CH 100 mm jumlah kasus yang terjadi sebanyak 34 kasus begitu pula pada Kecamatan Kalianda dimana pada curah hujan 1 bulanan jumlah kasus yang terjadi pada batasan CH 25 mm sebesar 48 kasus dan pada batasan CH 100 mm sebesar 34 kasus. Hal tersebut memperlihatkan bahwa cukup hanya dengan CH 25 mm telah dapat menimbulkan kejadian malaria pada wilayah dekat pantai maupun pada pedalaman. Tabel 9 Jumlah kasus malaria klinis berdasarkan curah hujan 25mm berindeks 1 Tabel 10 Jumlah kasus malaria klinis berdasarkan curah hujan 100mmberindeks 1 6 16 1 0 0 0 1 0 0 1 0 9 9 9 5 9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 5 1 C H - T h r e s h o l d P e rc e n t 4 . 6 4 0 0 . 5 1 7 4 - 1 2 . 0 6 2 8 0 . 2 6 6 5 . 1 8 6 0 . 3 4 1 3 - 1 0 . 1 1 2 5 0 . 2 0 2 L o c S c a l e T h r e s h N A D P C H 1 C H 2 V a r i a b l e 3 - P a r a m e t e r L o g l o g i s t i c - 9 5 C I P l o t P e l u a n g C H d e n g a n j e d a w a k t u n - 2 p a d a k e j a d i a n R i n g a n d a n s e d a n g 1 0 0 0 1 0 0 1 0 9 9 9 5 9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 5 1 C H - T h r e s h o ld P e r c e n t 4 . 7 2 9 0 . 5 2 0 3 - 1 3 . 2 6 2 8 5 . 2 9 5 0 . 3 4 1 9 - 2 7 . 5 6 2 7 L o c S c a le T h r e s h N C H 1 C H 2 V a r ia b le 3 - P a r a m e t e r L o g lo g i s t i c - 9 5 C I P lo t p e lu a n g C H t a n p a j e d a w a k t u u n t u k k e j a d ia n R in g a n d a n S e d a n g 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 9 9 9 5 9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 5 1 C H - T h r e s h o ld P e rc e n t 4 . 6 8 2 0 . 3 7 9 0 - 2 6 . 7 3 2 8 0 . 3 3 9 4 . 9 1 2 0 . 5 2 9 7 6 1 . 4 3 2 6 0 . 4 4 7 L o c S c a le T h r e s h N A D P C H 1 C H 2 V a r i a b l e 3 - P a r a m e t e r Lo g l o g i s t i c - 9 5 C I P lo t p e l u a n g d e n g a n j e d a w a k t u n - 1 u n t u k k e j a d ia n r in g a n d a n s e d a n g Ket RH T CH e a e s vpd Malaria 0.212 0.164 0.11 0.283 0.169 -0.199 Klinis 0.106 0.214 0.408 0.03 0.202 0.132 Pada batasan CH 25 mm, Kecamatan Kotabumi memiliki jumlah kasus malaria paling banyak terjadi pada hujan 1 bulanan, namun berdasarkan jumlah bulan yang terdapat kasus malaria, proporsi kejadian kasus terhadap periode kejadian hujan yang ditentukan semakin besar seiring dengan semakin kecilnya jumlah kasus malaria klinis yang lebih besar dari 0 dengan CH berindeks 1. Pada penelitian ini, nilai proporsi yang dihitung sampai dengan hujan selama 7 bulan berturut-turut, nilai proporsinya sebesar 89. Pada batasan CH 25 mm, Kecamatan Kalianda memiliki jumlah kasus malaria paling banyak terjadi pada hujan 1 bulanan, namun berdasarkan jumlah bulan yang terdapat kasus malaria, proporsi kejadian kasus terhadap periode kejadian hujan yang ditentukan, nilai proporsi tertinggi sebesar 93 terjadi jika indeks 1 terjadi setelah tiga bulan berturut-turut. Pada kedua kecamatan tersebut jumlah kasus malaria terbanyak terjadi pada hujan 1 bulanan, hal tersebut dikarenakan waktu yang dibutuhkan nyamuk dari mulai perindukan hingga penularan nyamuk adalah sekitar 33 hari yaitu waktu perindukan 14 hari, siklus gonotropik 9 hari dan penularan nyamuk 10 hari sehingga totalnya selama 33 hari atau dapat di katakan 1 – 2 bulan. Jenis vektor nyamuk yang ditemukan di Lampung adalah An. sundaicus Depkes RI 1985.

4.5 Analisis Pengaruh Unsur Iklim Pada Kabupaten Lampung Selatan Faktor