Kerangka Teori Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Franchise Doorsmeer Mobil (Studi Pada Doorsmeer Mobil PAC)

14 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perjanjian kerjasama franchise Dante Coffe Shop? Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini dapat dinyatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu yang terjadi. 16 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 17 Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut : 18 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta; 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 122 17 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju,Bandung, 1994, hal. 80 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, hal. 121 Universitas Sumatera Utara 15 b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta; c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan. 19 Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah teori keadilan. Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan justice, Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” the end of the justice to secure from enjury. Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum teryata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur kehendak the element of wil. 20 Oleh sebab itu, teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. 21 Penelitian ini menggunakan teori keadilan berbasis kontrak yang 19 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal.134 20 George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, Oxford University Press, London, 1951, hal. 221 21 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 79 Universitas Sumatera Utara 16 dikemukakan oleh John Rawls sebagai pisau analisa teori keadilan menyatakan bahwa keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak, di mana asas-asas keadilan yang dipilih bersama-sama benar-benar merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang bebas, rasional dan sederajat. Teori ini dibangun berdasarkan suatu anggapan bahwa kontrak berlangsung diantara pribadi- pribadi yang bebas dan mandiri dalam kedudukan yang sama dan karena itu mencerminkan integritas dan otonomi dari pribadi-pribadi rasional yang mengadakan kontrak itu. 22 Hanya melalui pendekatan kontrak sebuah teori keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri. 23 Namun, menurut john Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, misalnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan ada tingkat perekonomian kuat. Jadi, negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus melindungi hak dan kepentingan pihak uang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmertaan dalam pemberian perlindungan kepada orang – orang yang tidak beruntung itu. 24 22 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana UI, Cet. II, Jakarta, 2004, hal. 147 23 Agus Yudha Hernoko, Keseimbangan versus Keadilan dalam Kontrak Bagian III, http:gagasanhukum.wordpress.com20100617keseimbangan-versus-keadilan-dalam-kontrak- bagian-iii , terakhir diakses tanggal 6 April 2012. 24 http;.okthariza.multiply.comjournalitem, O.K Thariza, “Teori Keadilan : Perspektif John Rawls”. Diakses tanggal 16 Agustus 2010. Universitas Sumatera Utara 17 Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, dam lain – lain. Berdasarkan teori diatas, maka dalam penelitian ini akan dilihat keadilan dari para pihak yang membuat perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC, merujuk pada perjanjian yang ditandatangani dan disepakati kedua belah pihak, berdasarkan teori keadilan dari John Rawls ini juga akan dilihat bagaimana kedudukan para pihak franchisor franchisee, berdasarkan perjanjian yang mereka sepakati. KUHPerdata menyebut perjanjian dengan istilah persetujuan. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian persetujuan dapat didefinisikan sebagai berikut: ” Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 satu orang lain atau lebih.” 25 Menurut R. Wirjono Projodikoro, disebutkan bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam hal mana satu pihak berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu. 26 Dikemukakan oleh R. Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji 25 R Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 1995, hal. 282 26 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Eresco, Bandung, 1981, hal. 7 Universitas Sumatera Utara 18 untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu timbulah suatu hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan. 27 Perjanjian franchise merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai dalam KUHPerdata. Perjanjian ini dapat diterima karena didalam KUHPerdata yaitu Pasal 1338 ayat 1 menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, Kata semua mengandung arti seluruh perjanjian, ini berarti ada kebebasan berkontrak dalam membuat suatu perjanjian. maksudnya kebebasan berkontrak yaitu kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, bahwa bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas memilih dengan siapa akan membuat perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian, bebas menentukan isi perjanjian dan bebas menentukan cara membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah jika memenuhi syarat yang terdapat pada Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian, para pihak cakap bertindak dalam hukum, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. 28 Menurut Thomas Hobbes dalam buku Johannes Ibrahim menyebutkan bahwa kebebasan berkontrak merupakan bagian dari kebebasan manusia, menurutnya 27 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2004, hal. 74 28 Adrian Sutedi, Hukum Franchise, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 96 Universitas Sumatera Utara 19 kebebasan hanya dimungkinkan apabila orang dapat dengan bebas bertindak sesuai dengan hukum. 29 Menurut Subekti dalam buku Johanes Ibrahim menyebutkan bahwa asas kebebasan berkontrak berarti para pihak dapat membuat perjanjian apa saja, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. 30 Menurut Johanes Gunawan dalam buku Djaja S. Meliala menyebutkan penggunaan perjanjian baku menyebabkan asas kebebasan berkontrak kurang atau bahkan tidak dapat diwujudkan. 31 KUHPerdata memberikan pembatasan kepada kebebasan berkontrak, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata menentukan perjanjian dapat dibatalkan apabila dibuat tanpa adanya sepakat dari para pihak, ketentuan ini memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh asas konsensual, Pasal ini mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya atau dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas konsensual. Menurut Herlien Budiono yang membatasi pembatasan terhadap kebebasan berkontrak yaitu adanya cacat, dalam tercapainya kata sepakat, seperti adanya unsur paksaan, keliru dan tipuan serta bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan dan 29 Johanes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman Kompensasi dan Asas KebebasanBerkontrak Dalam Perjanjian Kredit Bank, CV. Utomo, Bandung, 2003, hal. 91 30 Ibid. 31 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal. 97 Universitas Sumatera Utara 20 kepentingan umum. 32 Pada intinya bertentangan dengan hukum, dapat disimpulkan hukum merupakan pembatas perlindungan para pihak didalam perjanjian. Perjanjian yang baik, hak dan kewajiban para pihak seimbang, tidak ada yang dirugikan sehingga terhindar dari masalah. Menurut Rutten dalam buku Purwahid Patrik perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik. 33 Asas-asas hukum perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, ada tiga azas yaitu: 34 1. Asas konsensualisme, bahwa perjanjian yang dibuat pada umumnya bukan secara formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu dibuat karena persesuaian kehendak atau konsensual. 2. Asas kekuatan mengikat dari perjanjian, bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. 32 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 11 33 Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994,hal. 46 34 Ibid. Universitas Sumatera Utara 21 3. Asas kebebasan berkontrak, bahwa orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan digunakan dalam perjanjian itu. Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adapun ketentuan petunjuk yang pertama-tama dapat di jadikan pedoman untuk menentukan keabsahan suatu perjanjian adalah, ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata, menyatakan : 35 “Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan- peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan dan bab yang lalu”. Perjanjian bernama sebagaimana dimaksud ketentuan tersebut di atas adalah perjanjian-perjanjian yang diberi nama oleh pembentuk Undang-Undang yaitu perjanjian-perjanjian di dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII Buku III KUH Perdata. Sedangkan perjanjian yang tidak terkenal dengan nama tertentu adalah perjanjian – perjanjian di luar Bab-Bab tersebut. Dengan demikian, perjanjian franchise termasuk dalam perjanjian yang tidak terkenal dengan nama tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 1319 KUH Perdata, 35 Lihat Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara 22 tetapi tetap tunduk degan ketentuan-ketentuan Bab I dan Bab II Buku III KUH Perdata. Dalam perjanjian franchise harus tunduk dan diatur oleh perangkat-perangkat hukum yang sebagai dasar hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian franchise. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba, Peraturan Perdagangan Republik Indonesia No. 31M-DAGPER2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, perjanjian franchise doorsmeer Mobil PAC bagi para pihak. Syarat sah perjanjian sehingga berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, 36 yaitu: a. Syarat subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, yang meliputi : 1 Sepakat mereka mengikatkan dirinya. 2 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan b. Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum, yang meliputi : 1 Suatu hal objek tertentu 2 Suatu sebab causa yang halal Dalam hukum perjanjian, perjanjian franchise merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 36 Lihat Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara 23 ditemui satu pasal yang mengatakan adanya kebebasan berkontrak. Pasal itu mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi mereka yang membuatnya 37 Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian dibuat secara sah artinya bahwa perjanjian itu telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Artinya perjanjian itu tidak bertentangan dengan Agama dan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan undang-undang itu sendiri. Perjanjian franchise dapat dikatakan suatu perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, agama ketertiban umum dan kesusilaan, karena itu perjanjian franchise itu sah, dan oleh karena itu perjanjian itu menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak. Pada dasarnya franchise berkenaan dengan pemberian izin oleh seorang pemilik franchise franchisor kepada orang lain atau beberapa orang franchisee untuk menggunakan sistem atau cara pengoperasian suatu bisnis. Pemberian izin ini meliputi untuk menggunakan hak-hak pemilik franchise yang berada dibidang hak milik intelektual intelectual property rights. Pemberian izin ini kadangkala disebut dengan pemberian izin lisensi. Perjanjian lisensi biasa tidak sama dengan pemberian perjanjian lisensi franchise. Kalau pada pemberian perjanjian lisensi biasanya hanya meliputi pemberian izin lisensi bagi penggunaan merek tertentu. Sedangkan pada franchise, 37 Lihat Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara 24 pemberian izin lisensi meliputi berbagai macam hak milik intelektual, Keseluruhan hak-hak milik intelektual bahwa alat-alat dibeli atau disewakan darinya. Selain yang disebut diatas perjanjian franchise franchising: Pada saat ini di Indonesia telah ada peraturan yang khusus mengatur mengenai franchise, yaitu dengan menggunakan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Berkaitan dengan hal tersebut, walaupun memiliki peraturan khusus yang mengatur mengenai franchise setidaknya untuk menjaga agar terciptanya hubungan bisnis yang baik adalah dimulai dengan terdapatnya perjanjian franchise yang memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Kesepakatan kerjasama sebaiknya tertuang dalam suatu perjanjian franchise Franchise agreement yang disahkan secara hukum legal document; 2. Kesepakatan ini menjelaskan secara rinci segala hak dan kewajiban dari pemberi franchise Franchisor dan penerima franchise Franchisee; 3. Perjanjian kerjasama tersebut memberi kemungkinan pemberi franchise Franchisor tetap mempunyai hak atas nama dagang dan atau merek dagang, format atau pola usaha, dan hal-hal yang khusus yang dikembangkan untuk suksesnya usaha tersebut; 4. Perjanjian kerjasama tersebut memberi kemungkinan pemberi franchise Franchisor mengendalikan system usaha yang dilisensikannya; 5. Perjanjian franchise tersebut harus jujur, jelas dan adil. Hak, kewajiban dan tugas masing-masing pihak dapat diterima oleh penerima franchise Franchisee; Universitas Sumatera Utara 25 6. Adanya kesimbangan antara pemberi franchise Franchisor dan penerima franchise Franchisee. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31M- DAGPER2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Dalam ketentuan Permendag ini ada mengatur tentang prospektus penawaran waralaba yaitu keterangan tertulis dari pemberi waralaba yang sedikitnya menjelaskan tentang identitas, legalitas, sejarah kegiatan, struktur organisasi, keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba. dan tentang ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba adalah bukti pendaftaran prospektus atau pendaftaran perjanjian yang diberikan kepada pemberi waralaba danatau penerima waralaba setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan dalam peraturan menteri ini. 38 Aspek hukum franchise terdiri dari perjanjian franchise, legalitas usaha, hak cipta, paten, merek, ketenagakerjaan dan perpajakan. Salah satu aspek hukum yang penting adalah perjanjian franchise. Perjanjian Franchise merupakan perjanjian yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku yang dibuat oleh franchisor dan diberlakukan terhadap semua calon franchisee tanpa terkecuali. Oleh karena itu calon franchisee hanya dapat memilih menerima atau menolak perjanjian tersebut tanpa ikut menentukan isinya. 39 38 Peraturan Menteri Perdagangan No. 31M-DAGPER82008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. 39 H.S. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 50 Universitas Sumatera Utara 26 Franchisor mempunyai peluang diuntungkan, di mana franchisor dapat menentukan syarat-syarat yang cukup memberatkan franchisee, dikarenakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian franchisor, maka kedudukan para pihak di dalam perjanjian tidak seimbang dimana franchisor mempunyai kedudukan yang kuat dalam menentukan perjanjian yang dibuatnya.

2. Konsepsi