Bab 8 | Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia 119
A Pe rjua nga n M e m pe r t a ha nk a n Ke m e rde k a a n I ndone sia
Setelah peristiwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 telah lahir negara baru di dunia, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah siap untuk membangun
Indonesia untuk menjadi sebuah negara yang maju di dunia. Selain itu, pemerintah Indonesia juga berusaha untuk menyejahterakan rakyatnya.
Di tengah kegembiraan itu, ternyata Belanda ingin menguasai Indonesia kembali. Bangsa Indonesia langsung bersiap mengangkat senjata untuk mengusir para penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia. Secara umum perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia ini dibagi menjadi dua cara, yaitu perjuangan secara fisik dengan mengangkat senjata dan perjuangan melalui jalur diplomasi
atau perundingan. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini terjadi di berbagai daerah di tanah air.
1. Perjuangan Secara Fisik
Pada 29 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta di bawah pimpinan Sir Philip Christison, yaitu pimpinan AFNEI Allied Forces Netherlands East Indie atau Pasukan Sekutu Hindia Belanda. Tujuan
AFNEI yang datang atas nama sekutu ini adalah untuk melucuti senjata tentara Jepang. Tentara Inggris yang datang ke Indonesia ini diboncengi oleh NICA Netherlands Indies Civil Administration, yaitu
pemerintahan sipil Belanda atas Indonesia. Tentara NICA ini mempersenjatai tentara KNIL Koninklijk Netherlands Indisch Leger yang merupakan tentara sewaan kerajaan Belanda. Tindakan NICA ini
membangkitkan kemarahan rakyat Indonesia. Akibatnya, terjadi pertempuran di beberapa daerah di Indonesia yang berusaha mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih dengan penuh perjuangan.
a. Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pada tanggal 25 Oktober 1945 tentara Inggris mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Jendral A.W.S.
Mallaby. Tujuannya adalah melucuti senjata tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang. Kedatangan sekutu
disambut dengan rasa curiga, pemerintah RI di Surabaya khawatir Belanda ikut dalam pasukan itu untuk kembali
menguasai Indonesia. Pihak AFNEI menjamin tidak ada pasukan Belanda yang ikut.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam hari, tentara Inggris membebaskan tentara Belanda yang ditawan Jepang
di Penjara Kalisosok, Surabaya. Pada keesokan harinya, yaitu 27 Oktober 1945 tentara Inggris juga menduduki
Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, dan Gedung Bank Internatio. Tentara Inggris bahkan
menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata-senjata
yang mereka ambil dari tentara Jepang. Rakyat tentu saja
Gambar 8.1
Gubernur Suryo
Sumber: www.swaramuslim.com
tidak menerima kelakuan tentara Inggris ini sehingga terjadilah pertempuran-pertempuran antara rakyat Surabaya melawan tentara Inggris.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SDMI Kelas V 120
Pada tanggal 29 Oktober, Soekarno didampingi Hatta dan Amir Syarifudin tiba di Surabaya. RI dan AFNEI
membentuk panitia yang bertugas menjernihkan kesalahpahaman dan menyerukan genjatan senjata. Namun,
pertempuran masih terjadi di beberapa tempat. Utusan dari pihak Indonesia dan Inggris mendatangi tempat-tempat
tempat pertempuran terjadi. Mereka berusaha untuk menghentikan pertempuran. Tempat terakhir yang didatangi
adalah Gedung Internatio di Jembatan Merah. Di tempat itu masih terjadi pertempuran. Pemuda-pemuda menuntut agar
pasukan Mallaby mau menyerah. Mallaby tidak mau memenuhi tuntutan tersebut dan akhirnya Mallaby terbunuh
dalam pertempuran. Peristiwa terbunuhnya Mallaby menimbulkan kemarahan
tentara Inggris. Pada 9 November 1945 Inggris mengeluarkan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya ke
tempat-tempat yang telah ditentukan oleh Inggris, selambat- lambatnya pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945. Jika
rakyat tidak melaksanakan ultimatum tersebut, Inggris akan menyerang Surabaya dari darat, laut, dan udara. Ancaman Inggris tersebut tidak dihiraukan rakyat Surabaya.
Gubernur Jawa Timur saat itu R.M. Suryo menyatakan menolak ancaman tersebut. Rakyat Surabaya memilih untuk berjuang melawan penjajah. Bung Tomo seorang pemimpin Barisan Banteng dengan
lantang berpidato di depan rakyat Surabaya meneriakkan semboyan mereka saat itu, yaitu “Lebih baik mati daripada dijajah, merdeka atau mati”.
Puncak pertempuran Surabaya terjadi pada 10 November 1945. Pertempuran berlangsung selama lebih dari tiga minggu. Tentara Inggris menggempur Surabaya dari darat, laut, dan udara dengan senjata
modern. Sementara itu, rakyat Surabaya bertempur menggunakan senjata hasil rampasan dari Jepang dan bambu runcing. Pertempuran yang tidak imbang ini akhirnya memaksa pejuang memindahkan markas
pertahanannya ke Desa Lebaniwaras, yang terkenal dengan Markas Kali. Untuk mengenang pahlawan kita yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia,
tanggal 10 November sekarang diperingati sebagai hari Pahlawan.
Gambar 8.2
Bung Tomo mengobarkan semangat rakyat
Sumber: www.id.wikipedia.org
Gambar 8.3
Kolonel Sudirman
Sumber: 30 tahun indonesia merdeka, 1986
b. Pertempuran Ambarawa 15 Desember 1945