2.1.6. Peran obesitas sentral pada resistensi insulin
Hubungan obesitas dengan resistensi insulin ditemukan pada semua kelompok etnik. Penelitian epidemiologis besar menunjukkan bahwa risiko mengalami
diabetes dan juga resistensi insulin, meningkat apabila indeks massa tubuh IMT meningkat, menunjukkan bahwa ukuran lemak tubuh mempunyai efek pada
sensitivitas insulin. Meskipun hubungan ini ditunjukkan dengan parameter jaringan adiposa yaitu IMT, yang menunjukkan derajat adiposa total, tidak semua
lokasi jaringan adiposa memberikan pengaruh yang sama. Deposit lemak sentral intra-abdominal lebih berhubungan dengan resistensi insulin, diabetes mellitus
tipe II, dan penyakit kardiovaskuler dibandingkan deposit lemak perifer glutealsubkutan Kahn, 2000.
Hipotesis tentang obesitas sentral menyatakan bahwa adiposit intra-abdominal lebih aktif mengalami lipolisis karena adanya reseptor adrenergik. Hal ini
meningkatkan kadar dan aliran asam lemak bebas intraportal, yang dapat menghambat
bersihan insulin
dan menyebabkan
resistensi insulin.
Hiperinsulinemia sendiri menyebabkan resistensi insulin dengan men-down regulasi reseptor insulin dan mendesensitisasi jalur pasca reseptor Kahn dan
Flier, 2000. Meskipun obesitas merupakan penyebab utama resistensi insulin pada anak
dan remaja, beberapa anak dengan obesitas dapat sangat berbeda dalam hal sensitivitas insulin dan mungkin memiliki risiko kardiovaskuler dan metabolik
yang lebih rendah. Sensitivitas insulin dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh.
Individu dengan resistensi insulin berat ditandai dengan peningkatan deposisi lemak viseral dan kompartemen intra-mioseluler Weiss dan Kaufman, 2008.
Peningkatan lemak viseral berhubungan dengan profil metabolik atherogenik pada masa anak-anak. Lemak viseral berhubungan dengan resistensi insulin dan
respon sekresi insulin yang lebih rendah pada anak dan remaja dengan obesitas. Kadar adiponektin pada anak dengan obesitas semakin menurun dengan
meningkatnya deposisi lemak viseral, meskipun total lemak tubuh secara keseluruhan sama Weiss dan Kaufman, 2008.
Dari sudut pandang risiko metabolik, lokasi kelebihan lemak sangat penting. Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa konsekuensi metabolik lebih
berkaitan dengan lokasi lemak dibandingkan dengan jumlah lemak. Akumulasi lemak sentral merupakan prediktor yang lebih baik untuk risiko DM tipe II dan
penyakit kardiovaskuler dibandingkan massa lemak absolut Westphal, 2008. Obesitas abdominal dikatakan meningkatkan risiko untuk menderita DM tipe
II. Orang kurus dikatakan menunjukkan variabilitas dalam hal sensitivitas insulin yang disebabkan karena perbedaan distribusi lemak. Orang dengan distribusi
lemak perifer dikatakan lebih sensitif terhadap insulin dibandingkan yang distribusi lemaknya sentral. Sebaliknya, orang yang secara klinis tidak tampak
gemuk dapat berisiko mengalami resistensi insulin dan gangguan metabolik bila lemaknya terdistribusi secara sentral Westphal, 2008.
Jaringan lemak abdominal dapat dibedakan menjadi lemak subkutan dan lemak viseral. Di antara berbagai depot lemak, jumlah lemak intra-abdominal atau
viseral berkorelasi dengan sensitivitas insulin. Pemeriksaan dengan computed
tomography scan CT scan dan magnetic resonance imaging MRI menunjukkan bahwa lemak viseral yang berlokasi sentral lebih berhubungan
dengan resistensi insulin dibandingkan lemak subkutan yang berlokasi sentral Westphal, 2008.
Pola obesitas abdominal sentral memiliki korelasi yang lebih kuat dengan obesitas pada bagian tubuh yang lebih rendah. Meskipun lingkar perut tidak dapat
membedakan jumlah lemak viseral atau subkutan, pemeriksaan CT scan dan MRI dapat membedakan depot lemak viseral dan subkutan. Pemeriksaan lingkar perut
merupakan pemeriksaan fisik yang berkorelasi dengan jumlah lemak viseral. Pemeriksaan lingkar perut dapat membantu klinisi dalam membantu pasien yang
mempunyai risiko metabolik yang tinggi Westphal, 2008.
2.2 Resistensi Insulin 2.2.1 Definisi