5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Tulisan Terdahulu
Secara umum, tulisan-tulisan sosiologis tentang desa dan desa pakraman di Bali yang mengupas tentang sumber daya dan pemberdayaan sumber daya desa, masih sangat minim.
Lebih banyak yang mengupas tentang desa pakraman, terutama menyangkut soal konflik. Ranah yang dikupas kepanyakan dari sisi hukum. Windia 2014, dalam Hukum Adat Bali: Aneka
Kasus dan Penyelesaiannya , misalnya mengupas berbagai kasus yang ada di desa pakraman,
akan tetapi lebih banyak menitikberatkan pada masalah penyelesaian hukum. Beberapa tulisan bunga rampai itu mempunyai persoalan sosial tentang kepemilikan sumber daya, terutama
berkitan dengan wilayah pariwisata. Tetapi yang ditekankan adalah kepantasan desa pakraman dalam mengelolanya. Jadi tentang sumber daya dan pemberdayaan sumberdaya itu oleh
masyarakat, masih belum ada. Tim Fakultas Hukum Universitas Udayana 2013 melakukan penelitian tentang “Konflik
Perbatasan Desa pakraman dalam Perspektif Ekonomis Tanah serta Penyelesaiannya”, menyimpulkan bahwa konflik itu dipicu oleh faktor ekonomi rebutan lahan, retribusi, dan
manfaat ekonomi lainnya. Penyelesaian konflik menggunakan pola mediasi yang dilakukan pemerintah daerah, dan upaya penanggulangannya lebih menekankan faktor represif. Jadi dalam
penelitian ini yang diungkapkan adalah faktor penyebab konflik dan penyelesaiannya yang memang bersumber dari faktor-faktor ekonomi. Tidak mengupas soal sumber daya dan
pemberdayaannya. Dharma Laksana dan kawan-kawan 2011 meneliti dengan judul “Eksistensi Gotong
Royong dan Tolong Menolong dalam Kehidupan masyarakat Adat dalam Perkembangan Pariwisata di Desa Pakraman Penyaringan Desa Sanur Kauh”. Dalam kesimpulannya secara
garis besar disebutkan bahwa kehidupan gotong royong tersebut masih eksis di desa tersebut, meskipun desa sudah menjadi daerah wisata. Penyebabnya adalah karena nilai solidaritas tinggi,
terutama saat kematian. Tulisan ini hanya menekankan tentang keberadaan nilai dan realitas gotong royong saja, tetapi tidak mengupas tentang bagaimana pemberdayaan gotong royong itu
sebagai sebuah sumber daya tidak kelihatan intangible dari masyarakat. Sedangkan penelitian
6 yang akan dilakukan ini, justru mencoba memberikan masukan kepada masyarakat tentang
bagaimana memanfaatkan modal itu untuk kepentingan desa, demi menghadapi UU No. 6 Tahun 2014
Jayantiari dan kawan-kawan 2012 meneliti tentang “Otonomi Desa Adat dalam Kaitan dengan Eksistensi Tanah adat di Desa Pakraman Kukuh Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan”.
Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa Desa Pakraman Kukuh secara mandiri mampu menyelenggarakan kesejahteraan warganya melalui hutan desa sebagai pariwisata. Juga
ditemukan bahwa tanah adat di Desa Kukuh masih tetap eksis tanpa diperjualbelikan. Tulisan ini memang mengupas tentang salah satu sumber daya yang diberdayakan desa pakraman. Akan
tetapi tidak mengupas tentang sumber daya lain yang mungkin berada di desa tersebut. Penelitian yang hendak dilakukan penulis, akan mencoba menelusuri berbagai sumber daya yang
ada di satu desa pakraman yang kemudian berpotensi diberdayakan untuk menghadapi UU No. 6 Tahun 2014.
Dengan demikian, penelitian yang berjudul “Identifikasi dan Pemberdayaan Sumber Daya Desa: Tinjauan Sosiologis Desa di Bali Menghadapi UU No.6 Tahun 2014” ini layak
dilakukan untuk melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya karena mempunyai tujuan paling utama, yaitu mampu memberikan sarana dan pemikiran bagi desa ataupun desa pakraman untuk
menyongsong penerapan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, terutama tentang potensi desa yang dimiliki dan upaya untuk memberdayakannya.
II. 2 Penjelasan Konsep
Identifikasi merupakan upaya mengenali bagian-bagian dari suatu obyek untuk memudahkan pengenalan terhadap obyek tersebut. Upaya pengenalan itu dapat dilakukan
dengan melihat ciri-ciri utama dari obyek bersangkutan agar dapat dikenali oleh masyarakat. Ciri-ciri utama ini akan melekat pada obyek tersebut akan didapatkan apabila dikaitkan dengan
manfaat yang diinginkan terhadap obyek bersangkutan. Secara sosiologis, kemanfaatan itu bisa dikaitkan dengan kebutuhan dan keperluan lingkungan masyarakat di mana obyek tersebut
berada. Beckmann dan Beckmann, kurang lebih menekankan bahwa konteks identitas itu mengandung makna katagori-katagori yang mempunyai kaitan dengan obyek tersebut dengan
masyarakat Ramstedt dan Thufail, 2011:19. Dengan demikian, pengkatagorian-pengkatagorian
7 yang dimaksudkan oleh Beckmann tersebut bisa dilihat pada pengenalan bagian-bagian dari
suatu obyek. Identifikasi terhadap sumber daya ini dimaknai bahwa desa di Bali sesungguhnya telah
mempunyai sumber daya, akan tetapi karena kurang diperhatikan, menjadi terlantar dan fungsinya tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sumber daya itu sudah ada sehingga yang
duiperlukan hanya mengenalinya secara ulang dan menggali manfaat yang ada di dalam sumber daya tersebut. Identifikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini, tidak lain berupa penggalian
dan pengenalan sumber daya tersebut, untuk kemudian diinformasikan kepada aparat desa. Informasi inilah merupakan salah satu komponen kognitif yang dapat dipakai oleh aparat desa
dalam konteks pemberdayaan sumber daya itu. Sumber daya tidak lain merupakan obyek, baik berupa benda atau hal yang kelihatan
maupun tidak kelihatan tangible maupun intangible, yang bisa diberdayakan digunakan kemanfaatannya bagi masyarakat lingkungan maupun masyarakat secara luas. Dalam konteks
sosial, sumber daya yang tidak kelihatan misalnya adalah semangat kelompok, harmonisasi hubungan sosial, stablitas sosial dan sebagainya. Sedangkan yang kelihatan dapat bermacam-
macam seperti luas tanah, kesuburan tanah, keindahan lokasi, jumlah penduduk, lokasi strategis, arus air, angin dan sebagainya. Menurut James S. Colemaan, sumber daya itu merupakan hal
yang dapat dikendalikan oleh manusia Ritzer, Nurhadi, 2011: 480. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa sumber daya tersebut dapat dikontrol oleh individu maupun korporat lembaga. Dengan
demikian, kelompokpun dapat mengendalikan sumber daya ini. Dalam konteks desa atau desa pakraman, sumber daya yang dimiliki itu dapat
dikendalikan oleh individu yang ada di desa, kelompok-kelompok atau sekehe yang ada, dan juga dapat dikendalikan oleh desa maupun desa pakraman.
Sedangkan pemberdayaan adalah pemanfaatan dari sumber daya tersebut secara operasional sesuai dengan keunggulan dan fungsionalisasinya oleh dan untuk masyarakat.
Ginanjar Kartasasmita, dikutip oleh Mukhtar Sarman 1997:38, menyebutkan bahwa makna pemberdayaan bagi masyarakat adalah bahwa mereka hendaknya tidak dijadikan obyek dalam
pembangunan, tetapi justru dijadikan subyek dalam pembangunannya sendiri. Penjelasan Catur Utami dalam Supraja 2014:87 menyiratkan bahwa konteks makna pemberdayaan tersebut
8 mengaitkan antara masyarakat dengan sumber-sumber yang ada agar sumber itu mampu
dimanfaatkan atau dioperasionalkan oleh masyarakat itu sendiri demi tujuan kehidupannya. Dengan demikian, pemberdayaan adalah pemanfaatan sumber daya oleh masyarakat untuk
tujuan kehidupan. Anggota masyaratlah yang harus bergerak secara aktif untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan yang dimiliki. Pemberdayaan ini dapat menguntungkan bagi
masyarakat baik secara materiil maupun spiritual.
II. 3 Kerangka Teoretis
Dalam sosiologi, secara umum ada tiga bentuk teori yang penting bagi perkembangan manusia. Yang pertama, manusia selalu mengembangkan pengetahuan untuk tujuan penting
tertentu. Kedua, manusia mengubah lingkungan, bahasa dan kepentingan praktis yang selanjutnya melahirkan pengetahuan hermeneutik, yakni tentang interpretasi, dan ketiga
kepentingan emansipasi Pelly, Menanti, 1994:159. Dalam penelitian ini, teori utama yang dipakai, adalah Teori Pilihan Rasional. Teori ini
merefleksikan upaya manusia mengembangkan pengetahuan demi tujuan-tujuan yang dipandang penting bagi masyarakat.
Pada hakekatnya pemberdayaan merupakan pilihan-pilihan yang menguntungkan dan terbaik dari berbagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk meraih manfat maksimal
kepada desa. Sumber daya di desa terdiri dari berbagai macam ragam dan karena itu mesti dipilih yang paling tepat dan pantas untuk mendorong kemajuan. Karena itulah, dalam
penelitian ini teori paling relevan yang dipakai sebagai pembimbing dan pendorong aplikasi adalah teori pilihan rasional. Teori ini merupakan teori sosial yang diterapkan pada masyarakat
dan mempunyai sentuhan dengan perilaku-perilaku ekonomi, terutama pada aspek yang menyangkut pilihan yang menguntungkan tersebut. Ritzer yang mengutip Coleman mengatakan
bahwa dalam teori pilihan rasional ini, aktor akan memilih tindakan yang memaksimalkan keuntungannya Ritzer, Nurhadi, 2011: 480. Aktor tersebut bisa individu, kelompok, lembaga,
komunitas atau masyarakat itu sendiri. Teori Pilihan Rasional diungkapkan pertama kali oleh James C.Coleman, dengan dasar
pemahaman bahwa orang bertindak secara sengaja untuk mencapai suatu tujuan, dimana tujuan dan tindakannya ini mempunyai satu nilai atau preferensi Ritzer, Nurhadi, 2011: 480. Coleman
9 juga menyebutkan bahwa dalam melakukan pilihan untuk mendapatkan manfaat maksimal ini,
aktor akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kognitif. Pemahaman inilah yang kemudian diperluas maknanya oleh Darren Sherkat bahwa untuk mendukung keuntungan
maksimal itu, diperlukan banyak informasi dalam proses pembalajaran Mellor, 2000: 284. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori pilihan rasional itu menekankan kepada
pemampuan manusia atau kelompok sebagai aktor dalam memilih berbagai sumber yang ada, untuk kemajuan demi mencapai tujuannya. Untuk melakukan pilihan yang tepat itu, haruslah
dilakukan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dimana pengetahuan ini didapatkan secara akumulatif. Bisa melalui pengetahuan lewat teman-teman,
informasi dan sebagainya. Dalam hubungan meraih keuntungan maksimal antara individu dan kelompok, ada dua kondisi yang bisa diungkap oleh teori pilihan rasional, yakni ketika
pemikiran individu yang digunakan oleh kelompok dan pada saat pemikiran atau tindakan kelompok atau korporat ditujukan untuk mencapai keuntungan bersama lihat pembahasan Suka
Arjawa, 2014: 53. Dalam konteks desa atau desa pakraman menghadapi penerapan Undang Undang No. 6
Tahun 2014, maka untuk dapat menjalankan amanat undang-undang ini yang berupa kemandirian dan memberdayakan segala sumber daya yang ada, tidak lain dengan cara
mengenali sumber daya yang dimilikinya, kemudian memilih dari sumber daya tersebut untuk dimaksimalkan manfaatnya agar dapat mencapai tujuan bersama. Penelitian ini membantu
mengenalkan dan menggali potensi sumber daya manusia yang ada di desa tersebut, dan kemudian memberikan pemahaman tentang manfaat dan upaya untuk memaksimalkan
pemberdayaan sumber daya tersebut.
II. 4 Studi Pendahuluan yang Sudah Dilakukan
Dalam hal wilayah penelitian yang akan dilaksanakan, penulis telah melakukan observasi awal, melihat kemungkinan-kemungkinan potensi yang ada di wilayah Kecamatan Kerambitan.
Beberapa temuan yang sudah dilihat adalah: 1. Pada bagian tengah kecamatan ini, dilewati oleh jalan utama Denpasar-Gilimanuk.
Sebagai area yang dilalui dengan jalan utama itu, mestinya masyarakat dapat melakukan aktivitas perdagangan. Tidak semua dimanfaatkan dengan baik.
10 2. Pada bagian selatan, kecamatan ini berbatasan dengan Samudra Indonesia, dengan ombak
yang besar. Ini seharusnya dapat dipakai obyek pariwisata laut, tanpa harus merusak alam.
3. Sebagian besar jalan yang menghubungkan desa-desa dan banjar di Kecamatan Kerambitan, relatif baik. Demikian juga yang menghubungkannya dengan kota Tabanan.
Seharusnya relasi sosial untuk perdagangan, juga bagus. Tetapi ini belum dimanfaatkan dengan baik.
4. Tanah subur, banyak persawahan dan ladang. Ini sangat memprihatinkan karena banyak terbengkalai. Banyak masyarakat bekerja di Denpasar dan Hotel-hotel di Badung selatan
5. Kehidupan gotong royong bagus. 6. Catatan memperlihatkan di seluruh Kecamatan Kerambitan telah banyak penduduk
menyandang gelar sarjana. Sedangkan untuk pemahaman tentang Undang Undang No. 6 tahun 2014, tentang Desa,
penulis telah melakukan beberapa hal: 1. Memberikan wawancara dengan media massa, terutama televisi Republik Indonesia,
pada akhir bulan Januari 2015 2. Memberikan ceramah sebagai sosiolog dalam diskusi tentang UU No. 6 tahun 2014 di
Darmantra Centre, tanggal 12 Januari 2015. 3. Menulis Artikel di Harian Balipost tanggal 13 Januari 2015 dilampirkan
4. Mengupas dan menafsirkan pasal-pasal dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
11
II. 5 Kerangka Pemikiran dan Luaran
Bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pada tahap awal, penelitian ini membantu melihat dan mengenali berbagai sumber daya yang ada di desa bersangkutan, yang sebelumnya mungkin
belum dipahami kelebihan dan potensi yang dimilikinya. Segala temuan ini, dalam bentuk laporan, akan diserahkan kepada desa atau desa pakraman bersangkutan. Akan tetapi, laporan ini
juga akan diberikan kepada pemerintah, baik melalui pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi dengan harapan dapat disebarkan kepada desa atau desa pakraman lain di Bali.
Tujuannya agar desa tersebut dapat memakai sebagai rujukan atau referensi.
Identifikasi Sumber Daya
Desa Pakraman Desa dinas
Pengenalan Terhadap Potensi Diri Desa
Masukan dari ahli,
dosen, mahasiswa,
tokoh masyarakat
dsb.
Desa Mandiri dengan pemahaman atas potensi sumber daya.
Desa Mandiri Siap Menyongsong UU No. 6 tahun 2014
2016
2017
12 Peneliti juga akan tetap melakukan hubungan dengan desa atau desa pakraman, melalui
tokoh-tokohnya atau melaluii pertemuan rutin, untuk memberikan penasihatan atau petunjuk, bimbingan serta diskusi untuk mengoperasionalkan sumber daya tersebut. Tujuan lanjutan dari
penelitian ini adalah bahwa desa mampu memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya yang dimilikinya untuk kemandirian dari desa bersangkutan. Dengan kemampuan seperti itu, maka
desa ini akan dapat mandiri, mampu membangun sesuai dengan modal yang ada dalam kerangka pembangunan nasional. Bagi desa di Bali, kemandirian ini akan membuat mereka percaya diri
dalam menyikapi amanah Undang Undang No. 6 Tahaun 2014, sehingga tidak terjadi keragu- raguan. Desa dan Desa Pakraman akan dapat mengenali dirinya, mana yang lebih layak untuk
diajukan ke pusat. Paling tidak dalam waktu dua tahun tahun 2017, desa di Bali sudah dapat menentukan kemandiriannya ini.
Dalam konteks praktis, luaran penelitian ini akan dapat dijadikan contoh oleh masyarakat desa pakraman atau desa dinas di Bali. Dalam konteks ilmiah, penelitian ini akan dimuat dalam
jurnal ilmiah nasional.
13
BAB III METODE PENELITIAN