Identifikasi dan Pemberdayaan Sumber Daya Desa (Tinjauan Sosiologis Desa di Bali Menghadapi UU No. 6 Tahun 2014).

(1)

LAPORAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN UDAYANA

JUDUL:

IDENTIFIKASI DAN PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA DESA

(Tinjauan Sosiologis Desa di Bali Menghadapi UU No.6 Tahun 2014)

TIM PENELITI

Dr. Drs. GPB Suka Arjawa, M.Si (0008076403) (Ketua) Dr. Dra. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si (0005015713) (Anggota)

Dr. Drh. Tjok Oka Pemayun, M.S. (0030065708) (Anggota) I.B. Wicaksana Herlambang (Anggota)

I Gusti Agung Istri Devantari (Anggota)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Bidang Unggulan : Sosial Budaya Kode/Nama Bidang Ilmu : 612/Sosiologi


(2)

DAFTAR ISI RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ... 1

1.1 Perumusan Masalah... 2

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Tujuan Utama ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1Tulisan dan Penelitian Terdahulu ... 5

II. 2 Penjelasan Konsep... 6

II. 3 Kerangka teoritis ... 8

II. 4 Studi Pendahuluan ... 9

II. 5 Kerangka Pemikiran dan Luaran ... 11

BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Jenis Penelitian ... 13

III. 2 Lokasi Penelitian dan Alasan Memilih Lokasi ... 13

III. 3 Metode Penarikan Sampel ... 14

III. 4 Unit Analisis ... 14

III. 5 Sumber Data ... 14

III. 6 Teknik Pengumpulan Data ... 15

III. 7 Teknik Analisis Data ... 16

BAB IV. PEMBAHASAN... 18

BAB V. KESIMPULAN... 77


(3)

IDENTIFIKASI DAN PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA DESA (Tinjauan Sosiologis Desa di Bali Menghadapi UU No.6 Tahun 2014)

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber daya baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan (tangible maupun intangible) di desa pakraman atau desa dinas di Bali dan kemudian menyumbangkan hal itu kepada masyarakat untuk dapat difungsikan dengan maksimal (diberdayakan). Masing-masing desa di masyarakat, pasti mempunyai sumber daya, akan tetapi masyarakat Bali tidak terlalu memperhatikan. Target dari penelitian ini adalah bahwa masyarakat desa mengetahui sumber daya tersebut dan mampu memanfaatkannya. Dengan pemahaman dan kemampuan itu, masyarakat akan siap menyongsong Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang- Undang ini mempunyai tujuan memaksimalkan potensi yang ada di desa untuk pembangunan, guna menunjang pembangunan nasional. Untuk itu, penelitian ini memakai metode kualitatif. Dengan metode ini peneliti langsung terjun ke lapangan, melihat perkembangan yang ada dan kemudian menafsirkan berbagai realitas dalam bentuk makna, untuk selanjutnya mendapatkan kesimpulan. Untuk menjelaskan pemanfaatan dan pemberdayaan suber daya yang ada, penelitian ini memakaii teori pilihan rasional, yang memandang bahwa manusia, dengan pengetahuannya akan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Dengan konteks pemikiran demikian, maka masyarakat, dengan bantuan melalui penelitian ini, akan terdorong untuk lebih memperhatikan terhadap potensi sumber daya yang ada di sekitarnya, kemudian focus mengembangkan sumber daya tersebut. Dengan cara seperti itu, baik desa pakraman atau desa dinas atau desa apapun sebutannya di wilayah itu, akan mampu optimal membangun dirinya dalam kerangka pembangunan nasional, sebagai desa yang mandiri. Di Bali dengan demikian, desa yang telah mandiri ini tidak akan kebingungan lagi untuk memilih salah satu desa itu untuk didaftarkan ke pusat, dan siap melaksanakan amanah Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.


(4)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Upaya penerapan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Bali menuai langkah cukup sulit. Baik masyarakat maupun pemerintah tidak berhasil mencapai kesepakatan antara memilih Desa Pakraman atau Desa Dinas untuk diusulkan ke Jakarta. Hal ini menandakan adanya faktor tertentu yang membuat kedua pihak kesulitan menentukan pilihan. Secara sosiologis masyarakat Bali sudah terbiasa dengan pelaksanaan kedua jenis desa tersebut karena dipandang telah berlangsung kooperatif. Desa pakraman merupakan desa tradisional di Bali yang telah berlangsung berabad-abad. Munculnya Undang Undang No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, membuat di Bali juga diterapkan desa dinas. Dengan demikian di Bali kemudian ada dua jenis desa, yaitu desa pakraman yang mengurus tentang hal-hal yang berhubungan dengan adat dan Khayangan Tiga serta desa dinas yang berhubungan dengan hal kenegaraan-kewarganegaraan. Dua desa itu ternyata mampu berjalan berdampingan dan saling mendukung.

Karena itulah kemudian, ketika masyarakat diharuskan memilih salah satu dari desa tersebut, tidak ada kesatuan pendapat bagi masyarakat di Bali. Sebagian cenderung memilih desa pakraman dan sebagian lagi memilih desa dinas. Secara umum tidak ada kesepakatan tentang hal ini. Akibatnya ketika tenggat batas waktu pendaftaran selesai tanggal 15 Januari 2015, tidak ada desa yang mendaftarkan diri melalui pemerintah daerah tingkat II. Dengan kondisi seperti ini, ada waktu dua tahun lagi bagi masyarakat menetapkan pilihannya untuk memilih salah satu dari dua desa tersebut. Undang Undang No. 6 Tahun 2014 pada hakekatnya meminta masyarakat untuk memilih salah satu dari desa tersebut untuk di daftarkan kepada pemerintah pusat

Dari sisi makna, Undang Undang No. 6 Tahun 2014 sesungguhnya ingin memaksimalkan segala potensi sumber daya yang ada di desa untuk kemajuan dan kemandirian desa tersebut. Pemerintah akan memberikan berbagai bimbingan dan rangsangan untuk


(5)

memaksimalkan segala sumberdaya yang ada di desa agar dapat diberdayakan dan dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu upaya pemerintah untuk itu adalah memberikan bantuan keuangan lebih dari 1 rupiah. Dana ini digunakan untuk memberdayakan segala sumber daya tersebut. Dugaan ketidakmampuan masyarakat dan komponen masyarakat di Bali memilih salah satu diantara desa dinas dan desa pakraman itu adalah tidak dan belum pernah diidentifikasinya segala potensi sumber daya yang dimiliki, tidak memahami manfaat dari sumber daya, dan tidak mempunyai pengetahuan untuk memberdayakannya. Padahal, setiap desa di Bali memiliki sumber daya tangible (tampak) dan intangible (tidak Nampak) yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya, desa pakraman mempunyai tanah laba pura yang luas, masyarakat mempunyai lahan pertanian dan perkebunan yang luas, di desa juga banyak sarjana, potensi semangat dan kebanggaan desa yang belum tergali, atau letak desa di jalan yang strategis. Banyak potensi yang masih belum diidentifikasi dan diberdayakan.

Karena itulah, untuk memberikan masukan masyarakat memilih salah satu desa yang akan dipilihnya, penelitian ini akan melakukan identifikasi sumber daya tersebut di desa-desa, menggali manfaat dari sumber daya tersebut dan memberikannya kepada aparat desa untuk menginformasikannya kepada masyarakat untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal. Lokasi penelitian yang dipilih adalah desa-desa di Kecamatan Kerambilan, Kabupaten Tabanan. Kecamatan ini merupakan salah satu lumbung pertanian Kabupaten Tabanan, tetapi terbengkalai karena ditinggal oleh masyarakatnya pergi bekerja bolak-balik ke Denpasar atau Badung bagian selatan.

I.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini adalah:

1). Apa jenis dan bentuk sumber daya manusia di desa dinas dan desa pekraman yang bersangkutan.

2). Bagaimana upaya pemberdayaan sumber daya tersebut bagi desa atau desa pakraman dalam rangka penerapan Undang Undang No. 6 Tahun 2014

3). Bagaimana kesiapan desa dinas atau desa pakraman untuk memberdayakan sumber daya tersebut?


(6)

I.3 Tujuan Penelitian

1). Untuk mengetahui berbagai macam sumber daya, baik yang tangiblemaupun intangibledari desa pakraman atau desa dinas.

2). Untuk menjelaskan berbagai manfaat dari sumber daya yang ditemukan di desa atau desa pakraman tersebut.

3). Untuk mengetahui dan menjelaskan kesiapan desa atau desa pakraman dalam memberdayakan sumber daya tersebut.

I.4 Tujuan Utama

Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan gambaran kepada desa bersangkutan (desa pakraman dan desa dinas) tentang potensi sumber daya yang dimiliki di wilayahnya, upaya untuk memberdayakan sumber daya tersebut sehingga dengan modal itu dapat melaksanakan amanat dari Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

I.5 Manfaat Penelitian

1). Penelitian ini akan memberikan bantuan dan bimbingan kepada desa pakraman dan desa dinas untuk mengetahui apa saja sesungguhnya yang menjadi sumber daya yang ada di desa tersebut, yang juga tidak saja memberikan inspirasi kepada desa lokasi penelitian tetapi juga kepada desa pakraman lain di Bali.

2). Memberikan sumbangan pikiran dan inspirasi bagi desa di luar tempat penelitian, untuk berupaya menggali sumber daya yang dimiliki dan upaya memberdayakannya.

3). Membuka pengetahuan masyarakat desa dan desa pakraman tentang potensi kemajuan yang dimilikinya.

4). Memberikan sumbangan kepada pemerintah, khususnya daerah Tingkat II, baik di Bali maupun di tempat lain di Indonesia dalam rangka menghadapi pemberlakuan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.


(7)

5). Dengan pengetahuan yang diberikan tersebut, akan dapat membantu memudahkan pilihan bagi komponen masyarakat untuk memilih desa pakraman atau desa dinas dalam kerangka penerapan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 ini.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Tulisan Terdahulu

Secara umum, tulisan-tulisan sosiologis tentang desa dan desa pakraman di Bali yang mengupas tentang sumber daya dan pemberdayaan sumber daya desa, masih sangat minim. Lebih banyak yang mengupas tentang desa pakraman, terutama menyangkut soal konflik. Ranah yang dikupas kepanyakan dari sisi hukum. Windia (2014), dalam Hukum Adat Bali: Aneka Kasus dan Penyelesaiannya, misalnya mengupas berbagai kasus yang ada di desa pakraman, akan tetapi lebih banyak menitikberatkan pada masalah penyelesaian hukum. Beberapa tulisan bunga rampai itu mempunyai persoalan sosial tentang kepemilikan sumber daya, terutama berkitan dengan wilayah pariwisata. Tetapi yang ditekankan adalah kepantasan desa pakraman dalam mengelolanya. Jadi tentang sumber daya dan pemberdayaan sumberdaya itu oleh masyarakat, masih belum ada.

Tim Fakultas Hukum Universitas Udayana (2013) melakukan penelitian tentang “Konflik Perbatasan Desa pakraman dalam Perspektif Ekonomis Tanah serta Penyelesaiannya”, menyimpulkan bahwa konflik itu dipicu oleh faktor ekonomi rebutan lahan, retribusi, dan manfaat ekonomi lainnya. Penyelesaian konflik menggunakan pola mediasi yang dilakukan pemerintah daerah, dan upaya penanggulangannya lebih menekankan faktor represif. Jadi dalam penelitian ini yang diungkapkan adalah faktor penyebab konflik dan penyelesaiannya yang memang bersumber dari faktor-faktor ekonomi. Tidak mengupas soal sumber daya dan pemberdayaannya.

Dharma Laksana dan kawan-kawan (2011) meneliti dengan judul “Eksistensi Gotong Royong dan Tolong Menolong dalam Kehidupan masyarakat Adat dalam Perkembangan Pariwisata di Desa Pakraman Penyaringan Desa Sanur Kauh”. Dalam kesimpulannya secara garis besar disebutkan bahwa kehidupan gotong royong tersebut masih eksis di desa tersebut, meskipun desa sudah menjadi daerah wisata. Penyebabnya adalah karena nilai solidaritas tinggi, terutama saat kematian. Tulisan ini hanya menekankan tentang keberadaan nilai dan realitas gotong royong saja, tetapi tidak mengupas tentang bagaimana pemberdayaan gotong royong itu sebagai sebuah sumber daya tidak kelihatan (intangible) dari masyarakat. Sedangkan penelitian


(9)

yang akan dilakukan ini, justru mencoba memberikan masukan kepada masyarakat tentang bagaimana memanfaatkan modal itu untuk kepentingan desa, demi menghadapi UU No. 6 Tahun 2014

Jayantiari dan kawan-kawan (2012) meneliti tentang “Otonomi Desa Adat dalam Kaitan dengan Eksistensi Tanah adat di Desa Pakraman Kukuh Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan”. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa Desa Pakraman Kukuh secara mandiri mampu menyelenggarakan kesejahteraan warganya melalui hutan desa sebagai pariwisata. Juga ditemukan bahwa tanah adat di Desa Kukuh masih tetap eksis tanpa diperjualbelikan. Tulisan ini memang mengupas tentang salah satu sumber daya yang diberdayakan desa pakraman. Akan tetapi tidak mengupas tentang sumber daya lain yang mungkin berada di desa tersebut. Penelitian yang hendak dilakukan penulis, akan mencoba menelusuri berbagai sumber daya yang ada di satu desa pakraman yang kemudian berpotensi diberdayakan untuk menghadapi UU No. 6 Tahun 2014.

Dengan demikian, penelitian yang berjudul “Identifikasi dan Pemberdayaan Sumber Daya Desa: Tinjauan Sosiologis Desa di Bali Menghadapi UU No.6 Tahun 2014” ini layak dilakukan untuk melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya karena mempunyai tujuan paling utama, yaitu mampu memberikan sarana dan pemikiran bagi desa ataupun desa pakraman untuk menyongsong penerapan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, terutama tentang potensi desa yang dimiliki dan upaya untuk memberdayakannya.

II. 2 Penjelasan Konsep

Identifikasi merupakan upaya mengenali bagian-bagian dari suatu obyek untuk memudahkan pengenalan terhadap obyek tersebut. Upaya pengenalan itu dapat dilakukan dengan melihat ciri-ciri utama dari obyek bersangkutan agar dapat dikenali oleh masyarakat. Ciri-ciri utama ini akan melekat pada obyek tersebut akan didapatkan apabila dikaitkan dengan manfaat yang diinginkan terhadap obyek bersangkutan. Secara sosiologis, kemanfaatan itu bisa dikaitkan dengan kebutuhan dan keperluan lingkungan masyarakat di mana obyek tersebut berada. Beckmann dan Beckmann, kurang lebih menekankan bahwa konteks identitas itu mengandung makna katagori-katagori yang mempunyai kaitan dengan obyek tersebut dengan masyarakat (Ramstedt dan Thufail, 2011:19). Dengan demikian, pengkatagorian-pengkatagorian


(10)

yang dimaksudkan oleh Beckmann tersebut bisa dilihat pada pengenalan bagian-bagian dari suatu obyek.

Identifikasi terhadap sumber daya ini dimaknai bahwa desa di Bali sesungguhnya telah mempunyai sumber daya, akan tetapi karena kurang diperhatikan, menjadi terlantar dan fungsinya tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sumber daya itu sudah ada sehingga yang duiperlukan hanya mengenalinya secara ulang dan menggali manfaat yang ada di dalam sumber daya tersebut. Identifikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini, tidak lain berupa penggalian dan pengenalan sumber daya tersebut, untuk kemudian diinformasikan kepada aparat desa. Informasi inilah merupakan salah satu komponen kognitif yang dapat dipakai oleh aparat desa dalam konteks pemberdayaan sumber daya itu.

Sumber daya tidak lain merupakan obyek, baik berupa benda atau hal yang kelihatan maupun tidak kelihatan (tangible maupun intangible), yang bisa diberdayakan (digunakan) kemanfaatannya bagi masyarakat lingkungan maupun masyarakat secara luas. Dalam konteks sosial, sumber daya yang tidak kelihatan misalnya adalah semangat kelompok, harmonisasi hubungan sosial, stablitas sosial dan sebagainya. Sedangkan yang kelihatan dapat bermacam-macam seperti luas tanah, kesuburan tanah, keindahan lokasi, jumlah penduduk, lokasi strategis, arus air, angin dan sebagainya. Menurut James S. Colemaan, sumber daya itu merupakan hal yang dapat dikendalikan oleh manusia (Ritzer, Nurhadi, 2011: 480). Lebih jauh lagi dikatakan bahwa sumber daya tersebut dapat dikontrol oleh individu maupun korporat (lembaga). Dengan demikian, kelompokpun dapat mengendalikan sumber daya ini.

Dalam konteks desa atau desa pakraman, sumber daya yang dimiliki itu dapat dikendalikan oleh individu yang ada di desa, kelompok-kelompok atau sekehe yang ada, dan juga dapat dikendalikan oleh desa maupun desa pakraman.

Sedangkan pemberdayaan adalah pemanfaatan dari sumber daya tersebut secara operasional sesuai dengan keunggulan dan fungsionalisasinya oleh dan untuk masyarakat. Ginanjar Kartasasmita, dikutip oleh Mukhtar Sarman (1997:38), menyebutkan bahwa makna pemberdayaan bagi masyarakat adalah bahwa mereka hendaknya tidak dijadikan obyek dalam pembangunan, tetapi justru dijadikan subyek dalam pembangunannya sendiri. Penjelasan Catur Utami dalam Supraja (2014:87) menyiratkan bahwa konteks makna pemberdayaan tersebut


(11)

mengaitkan antara masyarakat dengan sumber-sumber yang ada agar sumber itu mampu dimanfaatkan atau dioperasionalkan oleh masyarakat itu sendiri demi tujuan kehidupannya. Dengan demikian, pemberdayaan adalah pemanfaatan sumber daya oleh masyarakat untuk tujuan kehidupan. Anggota masyaratlah yang harus bergerak secara aktif untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan yang dimiliki. Pemberdayaan ini dapat menguntungkan bagi masyarakat baik secara materiil maupun spiritual.

II. 3 Kerangka Teoretis

Dalam sosiologi, secara umum ada tiga bentuk teori yang penting bagi perkembangan manusia. Yang pertama, manusia selalu mengembangkan pengetahuan untuk tujuan penting tertentu. Kedua, manusia mengubah lingkungan, bahasa dan kepentingan praktis yang selanjutnya melahirkan pengetahuan hermeneutik, yakni tentang interpretasi, dan ketiga kepentingan emansipasi (Pelly, Menanti, 1994:159).

Dalam penelitian ini, teori utama yang dipakai, adalah Teori Pilihan Rasional. Teori ini merefleksikan upaya manusia mengembangkan pengetahuan demi tujuan-tujuan yang dipandang penting bagi masyarakat.

Pada hakekatnya pemberdayaan merupakan pilihan-pilihan yang menguntungkan dan terbaik dari berbagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk meraih manfat maksimal kepada desa. Sumber daya di desa terdiri dari berbagai macam ragam dan karena itu mesti dipilih yang paling tepat dan pantas untuk mendorong kemajuan. Karena itulah, dalam penelitian ini teori paling relevan yang dipakai sebagai pembimbing dan pendorong aplikasi adalah teori pilihan rasional. Teori ini merupakan teori sosial yang diterapkan pada masyarakat dan mempunyai sentuhan dengan perilaku-perilaku ekonomi, terutama pada aspek yang menyangkut pilihan yang menguntungkan tersebut. Ritzer yang mengutip Coleman mengatakan bahwa dalam teori pilihan rasional ini, aktor akan memilih tindakan yang memaksimalkan keuntungannya (Ritzer, Nurhadi, 2011: 480). Aktor tersebut bisa individu, kelompok, lembaga, komunitas atau masyarakat itu sendiri.

Teori Pilihan Rasional diungkapkan pertama kali oleh James C.Coleman, dengan dasar pemahaman bahwa orang bertindak secara sengaja untuk mencapai suatu tujuan, dimana tujuan dan tindakannya ini mempunyai satu nilai atau preferensi (Ritzer, Nurhadi, 2011: 480). Coleman


(12)

juga menyebutkan bahwa dalam melakukan pilihan untuk mendapatkan manfaat maksimal ini, aktor akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kognitif. Pemahaman inilah yang kemudian diperluas maknanya oleh Darren Sherkat bahwa untuk mendukung keuntungan maksimal itu, diperlukan banyak informasi dalam proses pembalajaran (Mellor, 2000: 284).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori pilihan rasional itu menekankan kepada pemampuan manusia atau kelompok sebagai aktor dalam memilih berbagai sumber yang ada, untuk kemajuan demi mencapai tujuannya. Untuk melakukan pilihan yang tepat itu, haruslah dilakukan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dimana pengetahuan ini didapatkan secara akumulatif. Bisa melalui pengetahuan lewat teman-teman, informasi dan sebagainya. Dalam hubungan meraih keuntungan maksimal antara individu dan kelompok, ada dua kondisi yang bisa diungkap oleh teori pilihan rasional, yakni ketika pemikiran individu yang digunakan oleh kelompok dan pada saat pemikiran atau tindakan kelompok atau korporat ditujukan untuk mencapai keuntungan bersama (lihat pembahasan Suka Arjawa, 2014: 53).

Dalam konteks desa atau desa pakraman menghadapi penerapan Undang Undang No. 6 Tahun 2014, maka untuk dapat menjalankan amanat undang-undang ini yang berupa kemandirian dan memberdayakan segala sumber daya yang ada, tidak lain dengan cara mengenali sumber daya yang dimilikinya, kemudian memilih dari sumber daya tersebut untuk dimaksimalkan manfaatnya agar dapat mencapai tujuan bersama. Penelitian ini membantu mengenalkan dan menggali potensi sumber daya manusia yang ada di desa tersebut, dan kemudian memberikan pemahaman tentang manfaat dan upaya untuk memaksimalkan pemberdayaan sumber daya tersebut.

II. 4 Studi Pendahuluan yang Sudah Dilakukan

Dalam hal wilayah penelitian yang akan dilaksanakan, penulis telah melakukan observasi awal, melihat kemungkinan-kemungkinan potensi yang ada di wilayah Kecamatan Kerambitan. Beberapa temuan yang sudah dilihat adalah:

1. Pada bagian tengah kecamatan ini, dilewati oleh jalan utama Denpasar-Gilimanuk. Sebagai area yang dilalui dengan jalan utama itu, mestinya masyarakat dapat melakukan aktivitas perdagangan. Tidak semua dimanfaatkan dengan baik.


(13)

2. Pada bagian selatan, kecamatan ini berbatasan dengan Samudra Indonesia, dengan ombak yang besar. Ini seharusnya dapat dipakai obyek pariwisata laut, tanpa harus merusak alam.

3. Sebagian besar jalan yang menghubungkan desa-desa dan banjar di Kecamatan Kerambitan, relatif baik. Demikian juga yang menghubungkannya dengan kota Tabanan. Seharusnya relasi sosial untuk perdagangan, juga bagus. Tetapi ini belum dimanfaatkan dengan baik.

4. Tanah subur, banyak persawahan dan ladang. Ini sangat memprihatinkan karena banyak terbengkalai. Banyak masyarakat bekerja di Denpasar dan Hotel-hotel di Badung selatan 5. Kehidupan gotong royong bagus.

6. Catatan memperlihatkan di seluruh Kecamatan Kerambitan telah banyak penduduk menyandang gelar sarjana.

Sedangkan untuk pemahaman tentang Undang Undang No. 6 tahun 2014, tentang Desa, penulis telah melakukan beberapa hal:

1. Memberikan wawancara dengan media massa, terutama televisi Republik Indonesia, pada akhir bulan Januari 2015

2. Memberikan ceramah sebagai sosiolog dalam diskusi tentang UU No. 6 tahun 2014 di Darmantra Centre, tanggal 12 Januari 2015.

3. Menulis Artikel di Harian Balipost tanggal 13 Januari 2015 (dilampirkan)

4. Mengupas dan menafsirkan pasal-pasal dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.


(14)

II. 5 Kerangka Pemikiran dan Luaran

Bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pada tahap awal, penelitian ini membantu melihat dan mengenali berbagai sumber daya yang ada di desa bersangkutan, yang sebelumnya mungkin belum dipahami kelebihan dan potensi yang dimilikinya. Segala temuan ini, dalam bentuk laporan, akan diserahkan kepada desa atau desa pakraman bersangkutan. Akan tetapi, laporan ini juga akan diberikan kepada pemerintah, baik melalui pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi dengan harapan dapat disebarkan kepada desa atau desa pakraman lain di Bali. Tujuannya agar desa tersebut dapat memakai sebagai rujukan atau referensi.

Identifikasi

Sumber Daya

Desa Pakraman /Desa dinas

Pengenalan Terhadap Potensi Diri

Desa

Masukan

dari ahli,

dosen,

mahasiswa,

tokoh

masyarakat

dsb.

Desa Mandiri dengan pemahaman

atas potensi sumber daya.

Desa Mandiri Siap Menyongsong

UU No. 6 tahun 2014

2016


(15)

Peneliti juga akan tetap melakukan hubungan dengan desa atau desa pakraman, melalui tokoh-tokohnya atau melaluii pertemuan rutin, untuk memberikan penasihatan atau petunjuk, bimbingan serta diskusi untuk mengoperasionalkan sumber daya tersebut. Tujuan lanjutan dari penelitian ini adalah bahwa desa mampu memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya yang dimilikinya untuk kemandirian dari desa bersangkutan. Dengan kemampuan seperti itu, maka desa ini akan dapat mandiri, mampu membangun sesuai dengan modal yang ada dalam kerangka pembangunan nasional. Bagi desa di Bali, kemandirian ini akan membuat mereka percaya diri dalam menyikapi amanah Undang Undang No. 6 Tahaun 2014, sehingga tidak terjadi keragu-raguan. Desa dan Desa Pakraman akan dapat mengenali dirinya, mana yang lebih layak untuk diajukan ke pusat. Paling tidak dalam waktu dua tahun (tahun 2017), desa di Bali sudah dapat menentukan kemandiriannya ini.

Dalam konteks praktis, luaran penelitian ini akan dapat dijadikan contoh oleh masyarakat desa pakraman atau desa dinas di Bali. Dalam konteks ilmiah, penelitian ini akan dimuat dalam jurnal ilmiah nasional.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini sifatnya kualitatif. Metode ini digunakan agar bisa melihat langsung dan meresapi bagaimana kondisi di lapangan. Metode penelitian dengan jenis kualitatif merupakan metode yang melibatkan penelitinya langsung turun ke lapangan, melihat dan menyelami keadaan sosial yang berlaku sesungguhnya (Bryman, 2004:267). Dalam penelitian ini, terjun langsung ke lapangan sangat dipentingkan. Tujuannya adalah dapat melihat langsung keadaan geografis, mengamati lokasi yang bermanfaat dapat dikembangkan, serta melihat interaksi sosial masyarakat. Interaksi ini perlu didalami untuk melihat karakter mereka, apakah semangat, penuh konflik atau ada gaya interaksi lainnya. Terjun langsung ke lapangan juga berguna untuk merasakan semangat mereka bekerja. Seluruhnya berguna untuk mengamati bagaimana potensi-potensi yang ada di desa tersebut.

III. 2 Lokasi dan Alasan Pemilihan

Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali. Kecamatan ini terletak kurang lebih 60-70 Kilometer di sebelah barat Kota Denpasar atau Kuta. Akan tetapi, banyak masyarakat yang justru pergi bolak-balik dari Kerambitan menuju Denpasar, Badung, Kuta, Jimbaran. Disaat ini, tanah-tanah pertanian di desa-desa Kecamatan Kerambitan yang berdekatan dengan kota Tabanan, banyak yang telah beralih fungsi jadi perumahan. Padahal, Kerambitan dikenal sebagai salah satu lumbung industri, sumber pertanian serta perkebunan di Kabupaten Tabanan. Tetapi sumber daya ini terbengkalai karena tidak dilirik dan ditinggal bekerja di Denpasar atau Kuta. Daerah ini juga mempunyai pantai yang berbatasan dengan Samudra Indonesia, yang semuanya merupakan sumber daya yang mampu dimaksimalkan manfaatnya untuk masyarakat. Jika hal ini mampu dimanfaatkan oleh desa atau desa pakraman, anggota masyarakat tidak perlu sampai jauh pergi ke Denpasar dan tidak perlu menjual tanah untuk kebutuhan keluarga, karena telah dapat memanfaatkan lahannya sendiri.


(17)

III. 3 Sampel

Sampel pada penelitian kualitatif merupakan sampel purposif. Artinya sampel yang sudah ditentukan. Metode penarikan sampel ini sesuai dengan teknik bola salju. Artinya jumlah sampel akan ditentukan oleh kualitas pertanyaan dari peneliti dan kualitas jawaban dari responden. Apabila jawaban dinilai mempunyai kekurangan akan dikembangkan lagi dan memungkinkan terjadinya pertambahan sampel kepada individu yang lain.

Dalam konteks desa, atau desa pakraman akan dicari desa di Kecamatan Kerambitan secara berimbang, di daerah selatan, utara, barat, timur dan tengah, masing-masing dua desa. Misalnya, Desa Tista di Selatan, Timpag di utara, Desa Tibubiyu di Barat, Desa Samsam bagian timur dan Kukuh di bagian tengah.

III. 4 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah wilayah desa, baik desa pakraman maupun desa dinas atau dengan sebutan lainnya, dengan lingkungan yang ada di dalamnya. Dipakainya desa sebagai unit analisis adalah untuk melihat, mengobservasi, dan mencari sumber daya yang ada di wilayah tersebut terutama sumber daya yang nampak secara kasat mata, misalnya sawah, sungai atau letak strategis. Sebagai sasaran analisis yang lain adalah anggota masyarakat, terutama tokoh-tokoh yang berpengaruh baik dari kalangan remaja, dewasa muda, dewasa mauptun tokoh yang sudah tua. Sasaran atau obyek analisis ini dipentingkan untuk mendapatkan pendapat dan gambaran tentang potensi sumber daya tidak nampak, seperti misalnya semangat, kecerdasan, tingkat pengetahuan dan cara pandang anggota masyarakat di desa tersebut. Dengan demikian, unit yang akan dianalisis adalah desa dan anggota masyarakat yang ada di desa tersebut.

III. 5 Sumber Data

Data dalam penelitian ini ada dua yakni data primer dan data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, data primer merupakan data yang berasal dari lingkungan yang berasal dari wilayah penelitian. Data seperti ini dapat dikumpulkan melalui observasi pada saat awal perencanaan penelitian maupun setelah penelitian. Data hasil observasi ini akan dicatat dan direkam. Dapat


(18)

juga dilakukan melalui wawancara mendalam atau mendengarkan percakapan warga tentang potensi desa dimana mereka berada.

Sumber data berikutnya adalah data sekunder yang berupa berbagai informasi yang telah tercatat, baik dilihat dari buku-buku, internet maupun catatan yang ada di kecamatan, balai desa maupun yang telah ada di arsip sederhana yang dimiliki penduduk. Misalnya penduduk yang kebetulan menyimpan catatan pembangunan sebuah bendungan. Di Desa Pakaraman Telaga Tunjung, Kerambitan, ada bendungan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Termasuk pula berbagaisumber tercatat yang ada di kantor pemerintahan Kabupaten Tabanan. Pendapat dan hasildiskusi dengan para ahli atau cendekiawan juga dipakai sebagai acuan dan dipandang sebagai data sekunder, sepanjang pendapat itu sesuai dengan tema dalam penelitian ini.

III. 6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan beberapa cara. Yang pertama adalah observasi terhadap lingkungan fisik yang ada di desa yang telah ditetapkan sebagai sampel untuk penelitian ini. Dalam konteks observasi, lokasi, kondisi geografis, demografis, sampai hubungan sosial diantara penduduk akan dicatat sebagai langkah awal untuk melakukan penelitian. Berdasarkan pencatatan segala obyek yang menonjol tersebut akan dilakukan langkah lanjutan yang dapat berupa wawancara maupun diskusi dengan anggota masyarakat setempat. Untuk mendapatkan pola pekerjaan mereka, jumlah ternak, penempatan kandang ternak juga akan dicatat dan dimaknai.

Kedua, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam. Dalam hal ini, wawancara merupakan langkah lanjutan yang dilakukan setelah observasi. Diperlukan wawancara untuk mengamati secara lebih mendalam dari pola interaksi, kondisi obyek yang dilihat, yang dapat merupakan sumber daya dari desa tersebut. Disamping dilakukan dengan pencatatan, berbagai obyek tersebut juga akan difoto dan direkam untuk kemudian dianalisis melalui metode penafsiran atau hermenautika. Baik pertanyaan untuk wawancara dicatat diturunkan dari perumusaan masalah, dan kemudian dikembangkan saat melakukan wawancara. Observasi juga merupakan turunan dari perumusan masalah yang ada dalam penelitian ini.


(19)

Ketiga, data dikumpulkan melalui diskusi kelompok yang terpusat (focus group discusion), baik kepada anak-anak muda, remaja, dewasa dan orang tua. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang persoalan yang diangkat.

Data sekunder yang didapatkan dari buku-buku, maupun wawancara dengan pihak lain di luar Kecamatan Kerambitan, akan dicatat untuk mendukung data primer.

III. 7 Teknik Analisis Data

Analisis data ini didasarkan pada perumusan masalah yang sudah ditetapkan. Analisis data pada penelitian kualitatif sifatnya induktif. Artinya dari demikian banyak data yang didapatkan, ditafsirkan melalui sebuah kesimpulan dan kemudian dikelompokkan sesuai dengan perumusan masalah yang telah ditetapkan. Data yang didapatkan dari observasi fisik, akan dimaknai sesuai dengan tema yang ada. Demikian juga data yang didapatkan melalui wawancara, akan dikelompokkan sesuai dengan perumusan masalah, ditafsirkan dengan keterkaitan antara satu pernyataan dengan pernyataan yang lainnya. Keterkaitan ini akan memungkinkan membuat kesimpulan terhadap satu fenomena tertentu. Dalam pemahaman hermenutika, memahami sesuatu itu adalah melalui penafsirannya (Gibbons, Noer Zaman, 2002: xiv)

Contoh Pencatatan Realitas, Tindak Lanjut, dan Pemaknaan No Realitas yang

Dicatat

Tindak Lanjut Pemaknaan/Penafsiran

1 Kondisi geografis tanah subur

-Bertanya dan wawancara kepada anggota masyarakat (tokoh, ahli, mahasiswa dsb), tentang

pemanfaatan tanah tersebut -Melakukan perbandingan dengan wilayah desa lain, kecamatan lain, atau kabupaten lain.

-Petani yang rumahnya besar memahami bahwa tanah subur memang dapat diberdayakan.

-Anggota masyarakat yang memilih kerja sebagai tukang kebun di kota, masih belum melihat sebagai potensi sumberr


(20)

daya 2 Lokasi di jalan

raya utama

Melihat aktifitas kegiatan masyarakat yang berhubungaan dengan lokasi tersebut.

-Banyak warung pinggir jalan merupakan indikasi masyarakat memahami kelebihan lokasinya. 3 Hewan dan

ternak terpelihara dengan baik.

Melihat aktivitas ternak di keluarga lain atau di desa lain.

Masyarakat memanfaatkan ternak sebagai penghasilan tamabahan. Bisa dikatakan sebagai potensi desa. 4. Bale banjar

dimanfaatkan, baik sebagai ruang kumpul-kumpul maupun kreatifitas.

Ikut beraktivitas dan menyelami aktivitas yang ada.

Potensi semangat

kekeluargaan tinggi dan kreativitas hidup dii desa tersebut.


(21)

BAB IV PEMBAHASAN

IV. 1 Menggali Potensi Sumberdaya di Pedesaan

Salah satu pemikiran yang muncul terhadap keberadaan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa ini adalah keinginann untuk menggerakkan desa dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Karena desa jumlahnya puluhan ribu di Indonesia, maka dapat dikatakan tidak semua desa mempunyai potensi sumber daya manusia yang sama antara satu desa dengan yang lain. Bentangan geografis Indonesia yang jutaan kilometer luasnya, dengan sifat geografis yang bermacam-macam tidak memungkinkan kesamaan itu. Di Pulau Jawa dan Bali misalnya, banyak dijumpai daerah pegunungan. Beberapa dari gunung itu aktif meletus atau dalam sejarahnya pernah meletus. Ini yang membuat kekayaan alam di dua pulau tersebut lebih bervariasi serta tanahnya subur. Di Pulau Papua, geografisnya lain lagi karena kaya dengan bahan tambang. Demikian juga dengan Pulau Sumatra, Kalimantan serta Sulawesi yang kaya dengan bahan pertambangan.

Apabila dilihat dari konteks budaya, Indonesia ini juga sangat kaya ragam. Catatan yang pernah ada menyebutkan bahwa paling kurang Indonesia terdiri dari 250 suku bangsa. Masing-masing suku ini mempunyai budaya, seni, kebiasaan, sejarah yang berbeda-beda yang dapat ditampilkan sebagai sebuah kekayaan budaya yang dapat diolah. Misalnya ditampilkan sebagai sebuah pesta kesenian yang dapat mengundang turis. Budaya merupakan salah satu aset desa yang dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan pendapatan desa kelak. Di Bali, dengan kekayaan budayanya mempunyai bentuk budaya dalam wujud kesenian tradisionil yang demikian banyak ada di setiap desa. Tari Sanghyang dengan berbagai bentuknya itu, tidak hanya dijumpai di satu tempat tetapi juga ada di berbagai tempat, dengan wujud yang berbeda. Disamping itu atraksi budaya yang dapat ditafsirkan sebagai bentuk seni seperti Perang Tipat di Kapal, Mekotek di Tabanan, atau Omed-Omedan di Sesetan, merupakan atraksi yang dapat diklaim sebagai milik desa dan kemudian diberdayakan untuk kemanfaatan desa tersebut. Salah satu resiko dari pemberdayaan desa ini adalah komersialisasi terhadap upacara-upacara ritual yang sebelumnya dipandang sakral.

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa sesungguhnyaa menginginkan adanya pemberdayaan sumber daya desa ini agar ke depan desa mampu mandiri. Dalam penjelasan


(22)

undang-undang ini, disebutkan bahwa tujuan dibentuknya pengaturan desa melalui keluarnya undang-undang, ada sembilan butir. Dari seluruh butir tersebut, setidaknya sebagian mempunyai kaitan dengan upaya memberdayakan sumber daya desa, aset desa untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Tujuan itu adalah mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa untuk mengembangkan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan memperkuat masyarakat desa sebagai subyek pembangunan.

Dari tujuan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat desa, ada beberapa kalimat kunci yang dapat dilihat yaitu, masyarakat desa harus dijadikan sebagai subyek pembangunan. Disini harus dilihat bahwa pembangunan yang hendak dilakukan di desa, tidak boleh menyimpang dari lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang ada di desa tersebut. Proyek pembangunan yang akan dilaksanakan harus mengacu kepada lingkungan tersebut. Perencanaan pembangunan dan pengembangannya harus dimulai dari apa yang ada di desa. Misalnya, apabila di desa itu ada bendungan, maka proyek pembangunan dan pengembangan ke depan, haruslah dimulai dari bendungan ini. Artinya pengembangan dapat dari pertanian, pengembangan pariwisata air, budidaya perikanan, dan seterusnya. Apabila kebanyakan masyarakat di desa tersebut dalam kehidupan sosialnya sebagai pedagang, maka haruslah dikembangkan upaya-upaya pengembangan jiwa wirausaha, terutama bagi generasi penerusnya.

Kalimat kunci lain yang dapat dilihat dari tujuan tersebut adalah pengembangan potensi dan aset desa demi kesejahteraan bersama. Dengan kalimat kunci seperti ini, maka yang dipentingkan adalah mengenali potensi sumber daya manusia yang ada di desa untuk mengembangkan potensi dan aset tersebut. Dalam kehidupan sosial sekarang, sesungguhnya tantangan besar terletak disini karena orientasi pemuda desa, kebanyakan ke kota atau ke wilayah-wilayah yang telah menyediakan lahan untuk langsung bekerja. Misalnya, pemuda desa yang sudah mempunyai keterampilan, tamat diploma, tamat sarjana bahkan tamat doktor, memilih bekerja di bank, di perhotelan dan sebagainya. Padahal, maksud dan tujuan dari undang-undang ini adalah untuk menahan mereka-mereka itu keluar desa dan mengenali potensi yang ada di desanya. Untuk hal ini, beberapa cara dapat dilakukan demi mengembangkan potensi desa yang ada. Yang pertama, dalam bidang pendidikan tinggi, para dosen atau pengajar berupaya mengenalkan pemahaman kepada mahasiswa tentang manfaat pembangunan desa, pengenalan


(23)

potensi sumber daya desa yang dimilikinya atau pemahaman tentang bagaimana perlunya pembangunan desa demi memamtapkan pembangunan nasional. Kedua, dalam hal demikian, para pejabat desa, baik kepala desa maupun tokoh-tokoh desa harus pro aktif melihat potensi generasi mudanya, dan kemudian memberikan pesan kepada lembaga pendidikan dimana pemuda itu melanjutkan pendidikan, agar kelak pemuda tersebut bersedia kembali ke desa. Ketiga, desa dapat mengeluarkan bantuan keuangan untuk ikut membiaya pemuda melanjutkan sekolah. Dan keempat adalah, pemantauan dini kepada sumber daya manusia desa, tentang keahlian-keahlian yang dimiliki. Selanjutnya memberikan biaya melanjutkan pendidikan sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Dengan cara demikian, akan dapat diupayakan partisipasi warga untuk memanfaatkan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama.

Peningkatan pelayanan publik juga merupakan kata kunci menarik. Tidak lain, ini ditujukan kepada aparat-aparat desa yang bekerja di birokrasi desa. Disamping aparatur desa yang bertugas harus ditingkatkan kualitasnya, penting juga diperhatikan kualitas instrumen-instrumen yang dipakai untuk melayani masyarakat. Intinya adalah bagaimana aparat tersebut sigap, kosentrasi dan dengan menggunakan prasarana yang modern, dapat memperingkas pelayanannya kepada masyarakat, membuat rakyat merasa puas dan senang ketika berususan dengan kantor kepala desa. Pembuatan kartu penduduk yang memerlukan waktu hanya satu hari, tentu akan mempercepat proses lanjutan lainnya sehingga percepatan ini dapat mewujudkan kesejahteraan umum. Pemakaian komputer dan internet, menjadi persyaratan pokok bagi keberlangsungan dari keberhasilan desa di masa depan.

Pembangunan desa pada akhirnya merupakan upaya untuk menghilangkan kesenjangan nasional. Untuk menghilangkan kesenjangan ini, tidak lain cara yang dipakai adalah gerakan-gerakan pada bidang ekonomi. Kritik paling banyak yang ditujukan kepada Indonesia saat ini adalah adanya kesenjangan dengan dimensi banyak. Artinya, dalam konteks negara secara utuh, kemakmuran ekonomi antara Indonesia di bagian barat dengan baagian timur, sangat senjang. Pembangunan banyak dilakukan di bagian barat, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Jalan beraspal, kendaraan serta pusat pengembangan intelektual, ada di wilayah Indonesia bagian barat. Demikian juga halnya dengan proyek industri. Juga ada kesenjangan antara kota dengan desa. Dalam proses pembangunan, kota seolah lebih dulu dikembangkan di dibanding dengan desa. Akibatnya, banyak masyarakat desa mengalir ke kota dalam bentuk urbanisasi. Kesenjangan lain antara kaya dengan miskin. Yang ditekankan dalam hal ini adalah lebar kesenjangan itu sangat


(24)

kentara. Contoh paling menyolok, justru dapat dilihat di Indonesia bagaian Barat, terutama di Jakarta. Disamping hotel-hotel berbintang justru terlihat banyak sekali perumahan gubuk yang memperlihatkan kontrasnya hasil pembangunan. Tidak hanya di Jakarta, kota besar lain seperti Surabaya, Denpasar juga memperlihatkan disparitas kekayaan tersebut. Banyak masih dijumpai ada pengemis dan gubuk-gubuk liar di pinggir jalan, padahal di beberapa wilayah hotel bintang lima bertebaran.

Karena itulah kemudian, untuk menghindari adanya kesenjangan seperti ini, pembangunan dengan pusat pedesaan akan memberikan banyak manfaat bagi perkembangan Indonesia. Satu hal paling utama yang dapat dilihat dari pembangunan di desa, adalah bahwa proyek tersebut akan dapat menekan arus urbanisasi ke kota. Urbanisasi ini disebabkan oleh tidak adanya kegiatan pembangunan atau kegiatan ekonomi di pedesaan sehingga kebutuhan masyarakat tidak mampu dipenuhi dengan baik. Dengan kegiatan ekonomi yang reletif lebih banyak di perkotaan, membuat urbanisasi itu meningkat. Menghentikan hal itu adalah dengan menggerakkan perekonomian di pedesaan. Dengan cara seperti inilah kelak diharapkan tidak akan terjadi kesenjangan pembangunan anatara desa dengan kota. Karena Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 ini berlaku untuk seluruh Indonesia, maka yang menjadi sasaran adalah seluruh pedesaan di Indonesia. Hilangnya kesenjangan inipun diharapkan untuk seluruh negara Indonesia.

Maka, upaya-upaya untuk mencapai tujuan seperti yang disebutkan diatas, tidak lain dengan cara memaksimalkan berbagai sumber daya yang ada di desa, dikembangkan dengan karakter lingkungan dan identitas lingkungan di desa tersebut. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa desa sesungguhnyaa telah mempunyai aset yang dapat dikelola. Pasal 76 undang-undang ini menyebutkan bahwa aset desa itu dapat berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum dan aset lainnya milik desa.

Terutama setelah reformasi, Bali menjadi salah satu daerah yang paling banyak mendapat luberan pendatang. Hal ini awalnya disebabkan oleh kerusuhan yang terjadi setelah jatuhnya rejim Orde Baru. Bali yang dipandang aman, menjadi daerah tujuan tempat tinggal bagi mereka-mereka yang berduit di Jakarta. Pada akhir kekuasaan Orde Baru juga terlihat ada kelompok minoritas Tionghoa yang merasa terganggu tinggal di Jakarta, memindahkan tempat tinggalnya di Bali.


(25)

Dampak lain dari kerusuhan Mei 1998 itu, yakni setelah runtuhnya Orde Baru adalah penurunan aktivitas perekonomian negara. Investor banyak yang lari dari Jakarta sehingga mulai banyak munculnya pengangguran di Jakarta khusunya dan di Jawa pada umumnya. Sebagai daerah yang menjadi daerah tujuan pariwisata internasional dan terbaik di Indonesia, maka perekonomian Bali relatif tidak terganggu, kecuali pada dua kali peledakan bom di Kuta. Hal ini pula yang mendorong adanya aarus urbanaisasi semakin banyak ke Pulau Bali. Kaum urban dan pendatang inilah yang kemudian datang ke desa-desa di Bali, termasuk juga desa pakraman.

Salah satu akibat psoitif dari adanya hal ini adalah semakin banyaknya usaha penginapan (kos-kosan) yang ada di pedesaan. Usaha seperti ini memberikan pemasukan yang tidak sedikit kepadamasyarakat yang membuka lahan itu. Di beberapa tempat, dibukanya upaya penginapan atau kos-kosan di pedesaan ini mengubah secara mendasar mata pencaharian anggota masyarakat dari sebelumnya menjadi petani kemudian menjadi pengusaha kos-kosan. Bagi mereka yang mempunyai kemampuan kreatif dan memiliki usaha yang cukup banyak, usaha tersebut dapat diperlebar juga dengan sampingan berupa usaha dagang, baik yang kecil maupun menengah. Artinya ada masyarakat yang melebarkan usahanya dengan menyediakan usaha rantangan atau jualan kebutuhan pangan yang dibutuhkan oleh mereka yang mengontrak kamar tersebut. Jika bukan pemilik yang melakukan diversifikasi ini, masyarakat setempat juga dapat menggerakkan perekonomian dengan membuka warung makanan. Jadi, mirip dengan upaya yang dilakukan masyarakat kota.

Disamping upaya tersebut, di desa juga semakin banyak dijumpai usaha perbengkelan, baik untuk kendaraan besar roda empat atau lebih maupun untuk roda dua. Relatif baik tumbuhnya perekonomian Bali yang digerakkan oleh pariwisata, membuat dinamika gerakan masyarakat semakin banyak, termasuk juga untuk mekukan aktivitas pariwisata yang jaraknya cukup jauh dari desa di Tabanan ke Denpasar atau Badung. Dinamika ini pada akhirnya membuat munculnya perpaduan antara kebutuhan gerak-cepat dengan kemampuan daya beli masyarakat. Dipadu dengan relatif baiknya lalu lintas transportasi sampai ke desa-desa, maka usaha perbengkelan itu dapat tumbuh sampai ke desa-desa. Dengan kemampuan daya beli demikian, bukan hanya bengkel kendaraan roda dua yang ada, juga roda empat dengan bisnis ikutannya, seperti karoseri dan pengelasan.

Karena listrik sudah mulai masuk desa-desa, maka alat-alat rumah tangga yang dapat digerakkan dengan listrik juga banyak ada di desa. Sebagai penunjangnya, tidak hanya ada


(26)

usaha perbengkelan alat-alat listrik ini tumbuh di desa, akan tetapi juga toko-toko yang menjual alat-alat listrik. Di daerah Kecamatan Kerambitan, terutama di bagian yang dibelah oleh alur jalan raya Denpasar-Gilimanuk, segala macam barang-barang yang dijual di kota, termasuk juga jenis-jenis usaha yang ada di perkotaan, seperti misalnya di kota Denpasar, juga ada di sepanjang jalan tersebut. Ini disebabkan karena berbagai kebutuhan pengguna jalan raya sangat beragam. Bahkan kompleks industri juga mulai merambah wilayah ini. Kecenderungan sosial awal abad ke-21 (tahun 2015), kepadatan kota telah meningkat dengan banyaknya kaum urban yang datang. Fenomena ini menyebabkan wilayah-wilayah untuk membangun kompleks perindustrian semakin susah dijumpai. Karena itu untuk membangun kompleks perindustrian yang semakin dibutuhkan masyarakat, pindah ke pedesaan. Dan wilayah desa yang dipilih adalah yang dekat dengan jalan poros Denpasar-Gilimanuk serta mempunyai jalan aspal yang kondisinya baik. Inilah yang membuat industri seperti perakitan mobil, gudang mobil, industri furniture berdiri di wilayah pedesaan. Misalnya di Desa Pangkungkarung, Banjar Selingsing tempat lokasi furniture atau servis mobil di Banjar Lumajang, Desa Samsam.

Suasana dan ciri masyarakat desa yang agraris tersebut sudah boleh dikatakan hilang pada jalur-jalur seperti ini. Desa-desa yang ada di jalur ini hanya dicirikan oleh desa pakraman, yaitu adanya tempat persembahyangan Khayangan Tiga, dimana masyarakatnya menggelar ritual secara bersama-sama pada momen-momen tertentu. Ritual itu misalnya ngaben, atau persembahyangan bersama (odalan). Model kehidupan masyarakat kota sehari-hari lebih banyak kelihatan dengan penghargaan terhadap waktu. Jalan raya secara langsung dan tidak langsung menjadi pendorong menjalarnya pola kehidupan kota menuju desa tersebut. Secara langsung karena jalan rayalah yang menjadi alur utama lalu-lintas masyarakat sehingga pertokoan dan usaha jual beli, muncul di tempat seperti ini. Hal itu muncul di jalan raya di Kecamatan Kerambitan yang dibelah oleh jalur utama Jawa-Bali. Secara tidak langsung, penduduk yang tinggal di wilayah ini mempunyai kesempatan untuk melakukan perjalanan ke kota secara lebih cepat dibandingkan dengan penduduk yang ada di pedalaman. Akibatnya, segala modernisasi dan perubahan sosial yang ada di kota dapat masuk ke desa tersebut secara lebih cepat pula. Masyarakat akan mencontoh segala perkembangan yang ada di kota untuk di bawa ke wilayah desa mereka.


(27)

IV. 2 Potensi di Kecamatan Kerambitan, Tabanan

IV. 2. 1 Embung Telaga Tunjung

Embung, yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan bendungan yang ukuranya lebih kecil, telah ada di Desa Telaga Tunjung. Ini berada di Keperbekelan Timpag. Dalam konteks ekonomis, ia dapat digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan. Pada bidang pertanian, bendungan ini sudah jelas mampu dimanfaatkan sebagai sumber air untuk mengairi lahan pertanian yang ada di wilayah Timpag dan Kecamatan Kerambilan di bagian utara. Akan tetapi, bendungan juga dapat dimanfaatkan untuk menarik pariwisata air, seperti wisata mancing alami serta rekreasi. Bendungan yang luasnya mencapai 10 hektar ini sesungguhnya santat bagus dipakai untuk sarana mancing. Beberapa dekade yang lalu, pemerintah Provinsi Bali pernah menaburkan bibit ikan di Danau Batur yang kemudian dimanfaatkan masyarakat, bukan saja sebagai sarana pariwisata tetapi juga sebagai tempat mata pencaharian. Hal yang sama seharusnya juga dapat dilakukan di Embung Telaga Tunjung ini. Keuntungan yang dapat diraih adalah bahwa dengan lokasi yang lebih kecil dibandingkan dengan Danau Batur, masyarakat lebih mudah untuk melakukan aktivitas macing. Dalam arti secara teoritis, mendapatkan ikannya lebih mudah dibanding dengan apa yang dilakukan di Danau Batur. Pemerintah Kabupaten Tabanan tidak melakukan hal itu untuk memetik keuntungan dari keberadaan Embung Telaga Tunjung. Padahal, masyarakat Tabanan, terutama di desa-desa, sangat rajin melakukan lomba mancing di berbegai desa, dengan memakai kolam-kolam yang kecil dan dimiliki oleh perkumpulan. Atau juga dilaksanakan di selokan-selokan kecil. Jadi, secara sosial, potensi untuk melakukan lomba sebagai sebuah atraksi wisata di Emung Telaga Tunjung, sangat dimungkinkan dalam bentuk lomba mancing.

Kalaupun kemudian tidak ada perhatian terhadap hal itu oleh pemerintah Kabupaten Tabanan, seharusnya hal ini dapat dilakukan oleh pemerintahan desa yang ada di wilayah tersebut, atau oleh bendesa pakraman yang ada di wilayah itu. Dalam hal ini, bukan berarti lomba yang sifatnya mendadak. Dengan luas mencapai 10 hektar tersebut terlalu luas dipakai sebagai sebagai arena lomba mincing secara mendadak. Akan tetapi dalam dilakukan sebagai arena mincing secara regular. Pengelola, yang dalam hal ini bisa oleh kebendesaan atau desa pakraman, dapat menggelar acara mancing itu di setiap waktu dan di setiap saat. Hanya saja pengelola harus siap dan menjamin adanya ikan di dalam kolam besar tersebut, dengan cara


(28)

memasok ikan. Jadi, setiap hari anggota masyarakat dapat menggunakan tempat ini sebagai arena mancing dan arena rekreasi. Sudah tentu yang kemudian menjadi pemasukan adalah pungutan yang ditimpakan kepada mereka yang ingin memancing di lokasi tersebut.

Pengeloaan ini dapat dilakukan oleh pihak swasta, lembaga atau secara mandiri oleh desa pakraman atau keperbekelan. Pengelolaan oleh pihak swasta akan memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk mengembangkan keterampilannya di bidang manajemen. Akan tetapi juga mampu memberikan solusi terhadap desa pakraman atau desa dinas yang tidak mempunyai keahlian di bidang itu untuk melakukan pengelolaan. Desa Pakraman atau desa dinas harus terampil dalam membuat perjanjian dengan pihak yang akan diajak bekerja sama. Dalam hal ini, pemerintah daerah tingkat II Tabanan seharusnya memberikan kesempatan kepada pihak desa pakraman atau desa dinas untuk melakukan hal ini demi memaksimalkan kesempatan yang ada.

Pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga atau korporasi atau kelompok orang juga dapat dilakukan. Dengan pengelolaan oleh kelompok ini, keterampilan yang ada pada masing-masing orang akan menyatu sehingga secara manajemen lebih baik. Kelemahannya adalah terletak pada menyatukan keterampilan tersebut agar dapat menjadikan manajamen yang hebat. Masing-masing pihak yang mempunyai keterampilan biasanya mengeluarkan egonya Masing-masing-Masing-masing sehingga kelompok sukar bertahan lama.

Paling menguntungkan sesungguhnya dilakukan oleh desa pakraman atau desa dinas. Manfaat paling besar akan mengaktifkan potensi-potensi terampil yang ada di desa pakraman dan di desa dinas tersebut. Ini memberikan manfaat pada beberapa hal. Secara ekonomis, pengelolaan yang dilakukan desa pakraman atau desa dinas, memberikan keuntungan material kepada desa tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan desa bersangkutan, baik desa pakraman atau desa dinas. Selanjutnya akan merangsang lahirnya tenaga-tenaga professional di desa sehingga tidak harus pergi ke luar desa mencari pekerjaan. Desa mempunyai otonomi dan pengetahuan untuk mengelola aset miliknya sendiri.

Dalam hal wisata air, Embung Telaga Tunjung tidak hanya dilakukan dengan memanfaatkan embung tersebut sebagai sarana mancing. Rekreasi air seperti menghadirkan perahu untuk rekreasi bagi anak-anak atau anak-anak muda juga dapat dilakukan sebagai alternatif yang lain. Di masa lalu, masyarakat Bali, terutama di desa-desa sudah akrab dengan hal seperti ini, apalagi di Kecamatan Kerambitan. Paling tidak ada dua tempat yang pernah populer pada dekade tujuhpuluhan sebagai tempat rekreasi jukung yang laris dimanfaatkan oleh


(29)

anak-anak, yaitu di Banjar Mandung dan Banjar Selingsing pada Empelan Gubug. Wisata mejukungan

pada Hari Raya Ngembak Geni atau Galungan dan Kuningan di masa lalu merupakan pilihan lain di luar menonton bioskop yang ada di kota Tabanan. Saat ini untuk membuat jukung, banyak pilihan yang dapat dilakukan, yaitu memakai jukung tradisionil yang terbuat dari kayu atau membeli yang sudah modern, seperti yang terbuat dari plastik. Wisata seperti ini akan menarik bagi anak-anak, remaja atau muda-mudi. Dengan luas yang lebih dari lima hektar dari embung tersebut, sangat memungkinkan mengembangkan wisata rekreasi ini karena manufer yang dilakukan jukung dapat dilakukan secara lebih luas. Dengan latar belakang tradisi yang sudah ada sebelumnya pada rekreasi jukung, maka menggalakkan rekreasi ini di embung tersebut secara manajemen cukup dengan membangkitkan nostalgia masa lalu. Anak-anak muda sekarang mempunyai orang tua yang mengalami masa-masa rekreasi jukung tradisionil tersebut. Maka cerita dan pengalaman masa lalu, akan dapat memantik rekreasi seperti ini sekarang.

Olahraga air yang mungkin digelar di Embung Telaga Tunjung adalah kayak termasuk juga penggelaran lomba kayak. Kayak tidak hanya dapat dilakukan di laut seperti yang dilakukan di daerah pariwisata Sanur tetapi juga dapat dilakukan di Embung Telaga Tunjung yang cukup luas areal bagi olahraga ini. Lomba-lomba yang dilakukan setiap minggu dapat juga digelar oleh pengelola, baik desa pakraman maupun desa dinas.

Sekeliling embung ini luas, dengan dikitari oleh pohon-pohon hijau yang masih sangat subur. Embung ini berada masuk ke pedesaan sekitar 20 menit dari jalur utama Denpasar-Gilimanuk dengan kondisi jalan aspal yang bagus. Dengan begitu tidak terlalu susah untuk dijangkau. Dikelilingi oleh tebing alami yang tinggi di kiri-kanan embung, maka lokasi ini potensial untuk membuat sarana pendukung rekreasi. Masyarakat dapat membuka warung tradisionil sebagai lokasi penjualan makanan ringan. Bahkan juga dapat dimanfaatkan dengan membuka lapangan futsal karena hawanya sejuk, bahkan di siang hari. Daerah pinggiran dari Emung Telaga Tunjung juga dapat dibesihkan, dibentuk taman dengan diteduhi oleh pohon-pohon rindang yang alami. Lingkungan ini juga dapat memberikan pemandangan yang jauh lebih luas, lebih alami dan memikat dibandingkan dengan apa yang ditampilkan oleh hotel-hotel berbintang, baik yang ada di daerah Nusa Dua, Jimbaran maupun tempat lain di Bali.


(30)

IV. 2. 2 Posisi Geografis di Poros Jalan Raya Jawa-Bali

Kecamatan Kerambitan boleh dikatakan mempunyai lokasi yang menguntungkan apabila dilihat dari alur jalan yang dimiliki. Sebagian dari desa-desa yang ada di Kecamatan ini dilalui oleh jalan poros Bali-Jawa, yaitu jalan Denpasar-Gilimanuk. Kecamatan ini juga dihubungkan oleh jalan aspal menuju Kota Tabanan. Pembangunan dan perencanaan sosial akan lebih mudah dilakukan apabila mempunyai jalan raya yang lebih bagus. Pertama karena dengan transportasi yang lebih baik, dapat diperkirakan alur angkutan kebutuhan masyarakat lebih terjamin sampainya di tempat tujuan. Kedua, segala hasil barang dan jasa yang hidup di wilayah tersebut, akan dijamin tercapai tujuannya dan waktu sampainya. Ketiga, lalu-lintas pergerakan masyarakat dari satu wilayah ke wilayah lainnya relatif tidak mengalami hambatan sehingga kontak sosial juga akan berlangsung dengan lebih baik. Keempat, dengan kontak sosial yang berlangsung lebih baik, maka berbagai kebutuhan masyarakat akan dapat dipenuhi. Akan lebih baik lagi apabila dengan kondisi sarana transportasi yang baik tersebut, masyarakat juga mampu melakukan aktivitasnya secara lebih baik dengan dukungan alat komunikasi yang modern. Saat ini berbagai pilihan alat komunikasi modern sudah tersedia di pasaran.

Di Kecamatan Kerambilan, Desa Pakraman Penyalin, Samsam I dan II, Lumajang, Mandung, Sembung Meranggi, Sembung Gede, Meliling dan Pucuk merupakan desa-desa yang dilalui dan dibelah oleh Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk. Desa dinas yang dilalui oleh jalan tersebut adalah Desa Dinas Samsam, Sembung Gede dan Timpag. Melihat kondisi demikian, seharusnya baik desa pakraman maupun desa dinas yang ada berpotensi besar untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Desa-desa lain di kecamatan Kerambitan telah dihubungkan oleh jalan yang telah diaspal dengan baik.

Berbagai kreatifitas untuk memanfaatkan potensi sumber daya dapat dilakukan oleh desa pakraman dan desa dinas untuk meningkatkan kapasitas pendapatannya. Secara ekonomi pembukaan toko, warung dan berbagai jasa lainnya dibutuhkan oleh masyarakat, dan terutama oleh mereka yang lewat di jalan raya. Lalu lintas Denpasar-Gilimanuk dipenuhi oleh berbagai kendaraan, mulai dari sepeda motor yang paling kecil sampai dengan mobil yang mempunyai roda lebih dari 20. Dalam konteks jalan seperti yang disebutkan diatas, kemanfaatannya oleh berbagai jenis jasa sudah dilakukan oleh masyarakat.

Kelemahan-kelemahan yang terlihat adalah bahwa, jasa-jasa yang dibuat oleh masyarakat desa pakraman dan desa dinas itu, masih terlihat monoton, ikut-ikutan dengan apa


(31)

yang dilakukan oleh anggota masyarakat lainnya. Sebagai contoh, saat ini sangat terkenal warung nasi be guling. Sebagai bentuk dari aktivitas jasa ini, sepanjang jalan Denpasar-Gilimanuk di Kecamatan Kerambitan ada sekian banyak warung nasi be guling(babi gulung) di pinggir-pinggir jalan. Sampai saat ini memang warung tersebut kelihatan masih laris. Akan tetapi, mendirikan warung demikian berjejer di satu sisi jalan belum tentu memberikan keuntungan maksimal di masa mendatang. Persaingan akan semakin ketat dan semakin banyak yang membuat daya jual semakin sedikit dan akibatnya, keuntungan juga akan semakin kecil. Pada akhirnya semangat untuk berusaha juga akan semakin menipis. Keseragaman ini masih dapat dilihat pada obyek jualan pada warung-warung yang lain, entah mereka yang berjualan kelontong atau berjualan minuman.

Kelemahan lain yang terlihat terutama di jalur poros Denpasar-Gilimanuk adalah kurang pahamnya anggota masyarakat tentang manajemen warung. Bagi mereka yang mempunyai warung atau tempat usaha yang lebih besar, sangat kurang memperhatikan lokasi parkir. Mereka membangun warung dengan memanfaatkan lahan secara penuh sehingga lahan parkir menjadi kurang. Di tengah kecenderungan masyarakat memakai kendaraan bermotor, tempat parkir merupakan hal paling wajib dalam satu warung. Parkir yang luas merupakan daya tarik pertama bagi setiap pelanggan dan pembeli. Akan tetapi, sebagian dari warung-warung yang ada di sepanjang jalan itu, masih belum memperhatikan hal ini. Fenomena demikian merupakan ciri khas dari warung tradisional Bali masa lalu. Ini bisa dipahami karena di masa lalu masyarakat lebih banyak berjalan kaki untuk berbelanja

Boleh dikatakan sepanjang jalan Denpasar-Gilimanuk, sudah semua dimanfaatkan dengan berbagai jasa yang ada. Berbagai jenis jasa yang kelihatan adalah warung, toko, perbankan, bengkel, kontrakan, perkantoran, jasa foto copy, tukang cukur, salon, pencucian kendaraan sampai dengan penginapan. Ini menandakan bahwa pemanfaatan tersebut sudah optimal di masyarakat yang ada di pnggir jalan tersebut. Yang masih belum maksimal dilakukan adalah sikap profesional mereka dalam melakukan pengelolaan. Kalau tadi disebutkan tentang sarana parkir yang masih belum menunjang, hal lain yang tidak terlihat adalah soal ruangan dan kebersihan. Terutama bagi warung-warung yang tradisional, ruangannya masih penuh dijejali dengan berbagai barang yang dijual. Akibatnya meja yang seharusnya dapat dipakai untuk duduk menikmati makanan, misalnya rujak, sesak dan tidak memberikan kenyamanan untuk menikmati suguhan. Ini juga terjadi pada hal-hal lainnya, misalnya bengkel yang tidak


(32)

menyediakan kursi bagi pelanggan yang datang. Termasuk juga jasa foto copy yang tidak memberikan ruang untuk duduk bagi pelanggan. Etika profesional hanya kelihatan pada kantor-kantor yang bergerak pada bidang jasa, misalnya perbankan yang memang menyediakan kursi bagi pelanggan dan pengguna jasa. Bagaimanapun, pelanggan akan merasa lebih nyaman datang apabila kebutuhan primer fisiknya dipenuhi. Kebutuhan primer fisik ini diantaranya adalah tempat duduk tadi. Kekurangan professional tersebut semakin terlihat apabila dilihat warung atau jasa yang dibuka di jalan arteri dan bertambah lagi apabila memasuki wilayah pelosok.

Kebersihan dan penataan tempat berjualan juga kurang terlihat. Terutama di daerah-daerah yang ada di pedesaan debu yang melekat pada barang-barang jualan masih menempel. Ini merupakan bagian dari kebiasaan masa lalu yang masih belum dapat diperbaiki sampai sekarang. Dalam arti kebiasaan tersebut masih melekat. Padahal, kesadaran soal kebersihan sudah semakin sering dimunculkan di media massa. Disamping debu yang melekat pada barang-barang, ornamen dari warung juga kelihatan masih kurang bersih.

IV. 2. 3 Sarjana dari Berbagai Disiplin Ilmu

Kecamatan Kerambitan dikenal mempunyai warga yang berpendidikan tinggi. Disamping itu juga mempunyai semangat tinggi dalam berbagai bidang. Sebagai bagian dari Kabupaten Tabanan, Kecamatan Kerambitan merupakan salah satu penghasil beras dan padi yang cukup untuk memberikan kesejahteraan kepada keluarga. Di luar itu, yang patut juga dipertimbangkan adalah semangat dan fanatisme terhadap daerah. Pada bidang olahraga sepakbola misalnya, di masa lalu Kerambitan kerap menjadi juara se kabupaten Tabanan, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai kompetisi dewasa.

Di masa pendidikan bertambah maju, terutama dengan semakin terdidiknya mayarakat ke perguruan tinggi, banyak sarjana juga berada di Kecamatan Kerambitan. Di desa Pakraman Penyalin misalnya, jumlah sarjananya cukup signifikan. Akan tetapi, sarjana yang mampu memanfaatkan alam desa pakraman untuk maju sangat sedikit. Yang paling cocok dikembangkan di desa pakraman ini adalah sektor pertanian,, petkebunan dan persawahan. Tetapi sarjana pertanian hanya satu dan kemudian telah merantau ke Pulau Jawa.

Sarjana merupakan produk perguruan tinggi yang secara formal diakui memiliki kemampuan untuk menganalisa masalah tertentu. Kemampuan menganalisis ini merupakan kelebihannya apabila dibandingkan dengan tamatan akademi atau diploma. Tamatan diploma


(33)

dibekali oleh keterampilan mengolah atau membentuk suatu produk. Sedangkan sarjana mempunyai kelebihan menganalisis. Obyek yang dianalisis itu bisa berupa produk, dimana produk ini dihasilkan oleh sebuah keterampilan. Melalui analisislah kekurangan atau kelebihan produk itu diketahui. Seorang yang mampu menghasilkan produk kue misalnya, akan dianalisis oleh seorang sarjana ekonimi tentang pemasarannya, tentang bahan asalnya oleh sarjana kimia atau potensi kebusukannya. Maka, seorang sarjana akan mampu membekali diri dan menambah keterampilan, melalui kursus atau belajar secara mandiri untuk menghasilkan keterampilan. Seorang sarjana ekonomi tidak akan salah apabila menambah wawasannya dengan terampil membikin kue. Seorang sarjana teknik menambah keterampilannya dengan membikin produk sepeda elektrik. Atau seorang sarjana pertanian tidak keliru juga apabila menggabungkan keahliannya pada bidang manajemen.

Dalam hal ini, harus diakui bahwa sarjana yang banyak bertebaran di pedesaan dan menjadi aset desa pakraman maupun desa dinas itu, kurang mampu menggerakkan dirinya untuk menambah keterampilan produksi atau keterampilan lainnya sehingga keahlian yang dimiliki tidak dapat digunakan secara maksimal. Akibatnya, mereka banyak menganggur atau datang menjadi kaum urban di perkotaan dan banyak bekerja di sektor pariwisata di Denpasar atau Badung. Waktu yang terbuang percuma untuk menempuh jarak yang lebih dari 70 kilometer tersebut tidak dipikirkan secara matang sehingga terbuang percuma, disamping juga tidak baik untuk kesehatan pribadi.

Suara-suara kritis tentang desa pakraman, yang kebanyakan bernuansa negatif, dapat dikatakan sesungguhnya mempunyai hubungan dengan tidak dimanfaatkannya secara maksimal potensi sarjana terhadap perkembangan dan pembaruan desa pakraman. Setidaknya secara tekstual, desa pakraman itu mempunyai keterkaitan sangat kuat dengan sarjana hukum, terutama dari kosentrasi hukum adat. Ini dikarenakan hukum adat itu merupakan pemikir dan otak dari keberadaan desa pakraman tersebut. Sarjana hukum adat dididik untuk berfikir dan menganalisis tentang sejarah adat, perkembangannya serta arah pembaruannya di masa depan. Ketika desa pakraman berhadapan langsung dengan modernisasi, para sarjana yang mempunyai spesialisasi hukum adat lah yang akan dapat mengembangkan dan memperbaiki hal seperti itu. Sekarang jarang ada sarjana hukum adat yang memegang desa pakraman. Para sarjana ini tidak saja mempunyai kemampuan untuk menganalisis sejarah dari hukum adat tersebut, tetapi juga secara


(34)

jelas mengkaji norma-norma yang sudah tidak sepatutnya dipertahankan serta memperbarui kebiasaan yang ada berdasarkan perbandingan yang ada.

Sebagai seorang yang belajar hukum, mereka akan mengetahui bagaimana norma-norma yang mestinya berlaku di masyarakat dan bagaimana pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Sebagai pembelajar adat, para sarjana ini tidak hanya mengetahui perkembangan hukum dan norma-noma adat yang ada di daerahnya sendiri. Akan tetapi juga dari daerah-daerah lain di Indonesia. Sebagai negara yang mempunyai banyak suku bangsa, maka tersedia demikian banyak kebiasaan adat yang berlaku di berbagai wilayah Indonesia. Banyaknya kebiasaan inilah yang sesungguhnya dapat dipakai sebagai perbandingan untuk memperbaiki segala kebiasaan yang berlaku di desa pakraman di Bali. Ini sangat penting dilakukan di tengah perkembangan jaman dan modernisasi yang demikian ketat di Bali.

Sarjana lain yang juga mempunyai keterkaitan dengan perkembangan desa pakraman di Bali adalah sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dengan berbagai aspek yang ada. Setiap aspek perkembangan masyarakat akan dipelajari dalam ilmu ini. Desa pakraman tidak lain merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki perkembangan kompleks di Bali. Secara sederhana, desa pakraman ini merupakan lembaga yang hampir mirip dengan negara. Di samping mempunyai wilayah dengan penduduknya, juga mempunyai aturan hukum, pemerintahan dengan berbagai strukturnya, kekuatan ekonomi sampai dengan memiliki penjaga keamanan. Termasuk juga perbatasan. Dengan keberadaan seperti itu, segala aspek perkembangan sosial terjadi di dalam desa pakraman. Secara mendasar, desa ini boleh dikatakan sebagai komunitas yang mempunyai tugas menjalankan keagamaannya dan komunitas tersebut berjalan berdasarkan pada keagamaan Hindu. Karena itulah, hubungan sosial, persaudaraan, gotong-royong, subordinasi, kekuasaan, pengaruh, konflik dan sebagainya ada di dalam lingkungan desa pakraman dengan segala aspek-aspeknya. Masing-masing desa pakraman di Bali mempunyai banyak ragam gaya sesuai dengan budaya mereka di lingkungan tersebut. Sosiologi mempelajari setiap aspek dari kehidupan sosial, termasuk perubahan sosial yang akan terjadi beserta bagaimana cara mengantisipasinya. Karena itu, sarjana sosiologi sangat diperlukan untuk mengembangkan desa pakraman.

Sarjana Antropologi juga sangat diperlukan. Antropologi merupakan ilmu yang mengalir seperti air. Ilmu ini mempelajari kebudayaan dan kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat. Disebutkan juga apabila antropologi tersebut mempelajari suku bangsa. Akan


(35)

tetapi, apabila dilihat secara lebih dalam, misalnya dengan ciri khas dan kebiasaan yang berlaku di desa bersangkutan, desa pakraman sesungguhnya merupakan kelompok masyarakat yang malah mirip dengan suku. Di Bali, desa pakraman tersebut mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda dalam penerapan ritual agama. Dan karena itu juga mempunyai kebiasaan yang bereberbeda-beda dalam menerapkan praktik kehidupan mereka. Sebanyak 1500 lebih ada desa pakraman di Bali, yang tidak semuanya mempunyai praktik yang sama antara satu sama lain. Dengan kondisi seperti itulah sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang pantas untuk dilibatkan dalam proses pengembangan desa pakraman ini. Artinya baik para sarjana antropologi maupun desa pakraman tidak saling menjaga jarak, melainkan saling meleburkan diri satu sama lain untuk mengembangkan desa pakraman.

Sarjana Sastra Bali dan Jawa Kuno diperlukan untuk memberikan pemahaman-pemahaman terhadap tafsir sastra yang dipakai sebagai dasar menjalankan ritual agama Hindu. Agama Hindu di Bali dijalankan atas dasar sastra baik yang berasal dari bahasa sansekerta maupun dari bahasa Jawa Kuno (Kawi). Dalam hal sastra yang telah diterjemahkan, seperti misalnya Bhagavat Gita, yang dipandang sebagai Weda V, masyarakat memandang arti dari bait-bait syair yang ada di dalam buku suci tersebut telah diketahui. Akan tetapi, pemaknaan dari bait syair itu belum tentu diketahui secara matang. Ini disebabkan karena setiap bait syair itu dapat ditafsirkan menjadi beragam makna. Untuk memahami pemaknaan yang lebih luas itulah maka diperlukan adanya penafsir-penafsir terhadap ajaran Weda ini sehingga masyarakat dapat menjalankan agama secara lebih luas dan bermakna. Secara lebih luas artinya mempunyai pilihan yang lebih banyak, disesuaikan dengan konteks waktu, tempat dan keadaan. Sarjana sastra Bali mempunyai kemampuan untuk melakukan penafsiran tersebut.

Disamping melakukan melakukan tafsiran atas pemaknaan tersebut, sarjana sastra Bali tentu saja juga mampu melakukan penerjemahan terhadap sastra-sastra lain yang dipakai landasan dalam menjalankan ritual agama di Bali.

Sarjana Agama Hindu sudah tentu juga diperlukan oleh desa pakraman. Seperti juga halnya dengan sarjana sastra Bali Kuno atau Jawa Kuno, sarjana agama Hindu diperlukan untuk menerjemahkan makna agama yang dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman. Ritual yang terlalu memberatkan masyarakat, yang menyita tenaga, waktu dan biaya, semestinya dapat dikurangi agar masyarakat desa pakraman dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan perekonomian yang demikian cepat di Bali. Sarjana agama Hindu ini diperlukan untuk


(36)

menerjemahkan pemaknaan upacara sehingga desa pakraman di Bali dapat melakukan upacara yang sesuai dengan pemaknaan itu agar tidak bertentangan dengan sebagian besar anggota masyarakat. Sebuah pembaruan dari tradisi, misalnya menyederhakana upacara sampai 50 persen, berpotensi menimbulkan konflik. Karena itu, kerjasama antara sarjana agama Hindu dengan sarjana sastra ini dalam menerjemahkan arti syair sastra dan menafsirkan pemaknaannya, dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat dan kemudian tidak menimbulkan konflik sosial.

Dalam kerangka menyongsong perkembangan sosial di Bali, dengan aspek perekonomiannya yang demikian berkembang, desa pakraman mau tidak mau harus memanfaatkan sarjana manajemen (ekonomi), atau teknik industri. Kedua sarjana ini mempunyai keahlian dalam mengelola organisasi (perusahan) untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Teknik industri merupakan sarjana yang mempunyai kemampuan untuk mengelola perusahan dan memikirkan berbagai kiat perkembangannya. Pengelolaan desa pakraman sesuai dengan perkembangan jaman yang diatur dibawah Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, tidak lain menginginkan desa sebagai sebuah organisasi yang mampu mengelola dirinya sendiri termasuk aset yang dimiliki. Dengan demikian, diperlukan kemampuan manajamen untuk mengelola modal yang dimiliki tersebut.

Sebagai sebuah komunitas tradisional di Bali, desa pakraman mau tidak mau mendasarkan diri pada lingkungan tradisional yang menjadi penopang hidup masyarakat. Bali, sejak berabad-abad telah dikelola dengan dasar pertanian dan perkebunan. Pertanian, terutama persawahan menjadi dasar dari perkembangan struktur sosial di Bali, termasuk juga desa pakraman.Pada hakekatnya desa pakraman ini merupakan struktur sosial yang banyak mengatur tentang kegiatan sosial yang berbasis pertanian. Upacara agama yang menjadi fungsi pokok dari desa pakraman, sesungguhnya juga merupakan endapan dari budaya pertanian. Dengan alasan tersebut maka desa pakraman sangat memerlukan sarjana pertanian untuk perkembangannya. Sarjana dengan kualifikasi inilah yang akan dapat memberikan masukan-masukan kepada desa pakraman, terutama dalam hal sejauh mana ritual yang bebasis pertanian itu dapat dipertahankan bagi desa pakraman yang berada di lingkungan perkotaan. Sebaliknya bagi desa pakraman yang masih ada di desa dan pegunungan, sarjana pertanian ini akan mampu memberikan saran, contoh dan praktik mengembangkan model-model pertanian terbaru untuk memacu desa tersebut berkembang, sesuai dengan perkembangan sosial paling modern.


(37)

Sarjana-sarjana dari ilmu yang lain lain akan sangat membantu perkembangan desa pakraman, terutama apabila dikaitkan dengan berbagai perkembangan kemajuan sosial di Bali. Dengan pesatnya pariwisata yang ada di Kuta, Sanur, Gianyar dan lain-lain, cara pengelolaan desa pakraman tentu akan sangat berbeda. Dengan otonomi yang dimilikinya serta gaya manajemen yang berbeda-beda, desa pakraman akan dapat memanfaatkan sarjana dari berbagai disiplin ilmu untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

IV. 2. 4 Potensi Pariwisata Laut

Bagian selatan dari Kecamatan Kerambitan, yaitu di Kelating dan Pasut, berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia yang mempunyai ombak besar. Potensi ombak yang besar ini sesungguhnya dapat dimanfaatkan sebagai obyek rekreasi surving, terutama kepada turis-turis maancanegara yang datang ke Bali. Transportasi menuju daerah ini sudah lumayan bagus karena jalan rayanya sudah mulus dan memakai aspal hotmik. Tidak saja terhubung langsung ke kota Kabupaten Tabanan, tetapi juga terhubung langsung dengan pusat pariwisata di Tabanan, yaitu Tanah Lot, dan dari sini, langsung terhubung ke Denpasar. Sebagai kawasan rekreasi, laut Samudra Indonesia tidak hanya menawarkan ombak yang besar tetapi juga pantai yang indah dan pemandangan sunsetyang memesona. Sebagai tawaran pemandangan yang luas dan segar di pantai, Pantai Pasut dan Kelating memberikan harapan. Demikian juga sunset nya. Karena itu dua pantai di Kecamatan Kerambitan ini memberikan potensi besar sebagai daerah yang menghasilkan pendapatan.

Pasir laut di wilayah ini memang tidak seperti Pantai Kuta atau pantai di kawasan Selatan Kabupaten Badung yang semuanya putih. Pantai di Kelating dan Pasut berwarna hitam pekat. Akan tetapi, bukan sekedar itu yang ditawarkan. Seperti yang diutarakan tadi, kedua pantai ini menawarkan atraksi alami sunset yang bebas pandang di sore hari, sama dengan pemandangan yang dijanjikan oleh Pantai Kuta, Tanah Lot, Ulu Watu maupun pantai lain yang ada di kawasan Badung bagian selatan.

Desa Pakraman Kelating telah memelopori untuk membuat telanjakan sebagai sarana masyarakat untuk berjalan-jalan melihat matahari terbenam. Telanjakan tersebut sudah bagus. Pantai Kelating juga menawarkan posisi pantai yang datar untuk berjualan sehingga para pedagang dapat mempergunakan secara baik. Posisi pantai ini kondusif bagi pariwisata pantai dan laut. Gelombang lautnya cukup tinggi untuk kegiatan surving. Pantainya mempunyai bagian


(38)

datar untuk menyaksikan segala atraksi ke laut atau melihat pemandangan lain karena dari pantai ini juga kelihatan kawasan Uluwatu, yang ada di Badung bagian selatan. Tebing curam dari Uluwatu jelas kelihatan dari tempat ini, termasuk juga pemandangan malam harinya ke arah Kuta. Lokasi untuk mandi secara umum juga ada pada sisi barat dari pantai tersebut yang tidak terlalu dalam dengan ombak yang tidak terlalu besar. Bagi mereka yang menyukai kegiatan jalan-jalan, dapat melakukan perjalanan menuju pantai Yeh Gangga ke timur dengan berjalan kaki atau ke pantai Pasut ke arah barat juga dengan jalan kaki.

Pantai pasut juga mempunyai potensi yang sama seperti yang ditawarkan oleh Pantai Kelating. Malah pantai ini mempunyai pasir yang padat dan lebih lebar sehingga bagi anak-anak yang menyukai olahraga pantai, seperti sepakbola, dan volley dalam melakukannya baik di pagi hari maupun sore hari. Pasir yang lebih padat memungkinkan olahraga ini dilakukan di Pantai Pasut. Malah, anak-anak muda yang suka trek-trekan, memakai arena pasir Pantai Pasut sebagai arena balap kendaraan, sebuah olahraga yang mengandung resiko cukup berbahaya.

Pantai Kelating dan Pasut ini dapat mencontoh apa yang ada di Pantai Kedonganan, yaitu membuka warung untuk makanan ikan, yang khusus untuk disajikan secara segar kepada para pembeli, baik berupa pembeli lokal maupun pembeli asing (turis).

IV. 2. 5 Kesenian dan Manajemen Kesenian Tradisionil

Kerambitan mempunyai salah satu unsur kesenian yang disebut dengan Tektekan. Kesenian ini sudah berusia puluhan tahun, yang berasal dari tradisi masyarakat. Ia memakai instrumen utama bambu yang dipukul. Pada awalnya, menjadi alat pengusir bala apabila masyarakat terkena wabah penyakit. Masyarakat tradisionil Kerambitan, dan umumnya di Bali, masih mempercayai bahwa penyakit itu disebabkan oleh gangguan-gangguan dari luar, dan karena itu haruslah gangguan itu diusir dari lingkungan masyarakat. Cara mengusirnya adalah melalui cara membisingkan lingkungan agar kekuatan-kekuatan tersebut keluar dari lingkungan. Dengan logika seperti inilah masyarakat befikir bahwa penyakit yang menjangkiti sebagian besar anggota masyarakat, akan dapat hilang.

Melihat fenomena bunyi tektek yang keluar dari suara bambu yang dipukul tersebut, tokoh masyarakat Baturiti di Kerambitan, yaitu Anak Agung Silagunada kemudian mempunyai ide bahwa keramaian tersebut dapat dikelola dan kemudian dibentuk sebagai sebuah instrumen seni. Maka, berbagai jenis suara yang muncul dari berbagai jenis pukulan bambu itu kemudian


(1)

diskusi terpusat (Focus Group Discution) 12 Membuat sertifikat

sebanyak 75 lembar

Untuk dibagikan kepada peserta diskusi dan kepada anggota masyarakat di desa

@ Rp. 12000,-

Rp.900000,-13 Biaya menyewa jasa pengetikan selama penelitian

Untuk mengimbangi pengetikan kurang rapi dari peneliti

@ Rp. 2000,-, total sebanyak 250 halaman

Rp.

500000,-14 Menyewa kamera selama 9 bulan penelitian

Memotret dan mendokumentasikan fenomena yang ada dalam penelitian

Rp 100000,- per bulan

Rp.

900000,-15 Membuat spanduk Di pakai di desa-desa lokasi

penelitian, sebanyak lima desa dan 1 saat melakukan diskusi

@ Rp. 400000,- Rp.

2400000,-16 Menyewa LCD Untuk Diskusi

kelompok dan Seminar

@ Rp 200000,- Rp.

400000,-17 Membeli buku-buku penunjang penelitian, termasuk foto copy bahan-bahan yang

berbentuk buku, sebanyak 50 buah

Untuk menunjang penelitian secara teoritik

@ Rp 60.000,- Rp.

6000000,-18 Sub Total Biaya Bahan Habis Pakai /bahan penelitian


(2)

Rp.20000000,-3. Biaya Perjalanan

No. Uraian Satuan Jumlah

1. Biaya perjalanan observasi pada awal penelitian untuk empat lima orang, selama dua hari

@.Rp. 60000,-2x 4 x 2 x Rp. 60000,- = Rp.

Rp.

960000,-.2 Biaya Perjalanan 5 orang untuk melakukan wawancara selama penelitian, selama 10 kali

@ Rp. 50.000,-5 x 10 x Rp, 50000,-= Rp.

Rp.

2500000,-3. Biaya ongkos kendaraan, ojek, pengantaran dan sebagainya selama penelitian. Untuk 5 orang

@. Rp 300000,-5 x Rp. 300000,- = Rp.

Rp.

1500000,-4 Tip untuk perjalanan Rp.


(3)

5000000,-kepada masyarakat)

2. Biaya pertemuan rapat tim, dengan tokoh-tokoh di lapangan sebanyak dua kali

@ Rp.45000,-2 x Rp. 450000=

Rp.

900000,-3 Biaya rapat hasil observasi Rp.

950000,-4 Biaya memberikan penjelasan kepada tokoh-tokoh desa

Rp.

950.000,-5. Biaya pendokumentasian dalam bentuk foto

Rp.

500.000,-6. Biaya seminar termasuk snack dan nasi

Rp.950000,-7. Mengundang tokoh adat dan dinas

Rp.900000,-8. Temu muka dengan masyarakat menyampaikan terima kasih atas kesempatan penelitian

Rp.

750000,-8 Biaya publikasi ilmiah Rp.

850000,-9. Rapat pengolahan data dengan tim peneliti

@ Rp 175000,- Rp.

875000,-10. Biaya pembelian banten dan persembahyangan selama di lapangan

@ Rp. 75000,- Rp.

900000,-11 Membeli hiasan untuk pertemuan dan seminar

Rp


(4)

10000000,-Total Biaya Keseluruhan pada satu tahun penelitian

No. Kegiatan Jumlah Biaya

1. Gaji dan Upah Rp.

15000.000,-2. Biaya Habis Pakai / bahan penelitian Rp.

20.000.000,-3 Biaya Perjalanan Rp.

5.000.000,-4 Pengeluaran lain-lain Rp.

10.000.000,-5. Jumlah total biaya per tahun Rp.

50.000.000,-IV. 2 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

No. Kegiatan Pelaksanaan Keterangan

1 Mencari dan pembuatan surat-surat ijin penelitian

Minggu pertama bulan April 1 – 5 April 2015

1 Persiapan Observasi di daerah tingkat

Kecamatan

Minggu kedua bulan April 2015 Selama tujuh hari dilakkan di seluruh Kecamatan

Kerambitan, Tabanan 2 Pembuatan daftar

pertanyaan untuk wawancara

Minggu ketiga April 2015 Antara tanggal 20-26 April 2015


(5)

aparat desa di lapangan Bulan Mei 2015 3 Wawancara di lapangan Minggu kedua Mei sampai

dengan akhir Mei dan awal juni sampai minggu kedua bulan Juni 2015

Tanggal 14 Mei sampai 31 Mei sampai dangan 8 Juni.

4. Diskusi dari temuan lapangan

Minggu kedua bulan Juni 2015 Tanggal 13 – 20 Juni 2015

5 Orientasi dengan desa-desa lain

Minggu ketiga bulan Juni 2015 Tanggal 22- 25 Juni 2015

5. Triangulasi ke lapangan Minggu keempat bulan Juli 2015 Tanggal 24-30 Juli 2015.

6 Analisis data dan penulisan laporan

Bulan Agustus 2015 Bulan Agustus 2015

7. Seminar hasil penelitian Bulan September 2015 Minggu Ketiga September 2015 8. Laporan hasil penelitian Bulan Oktober 2015 Bulan Oktober 2015


(6)

No. Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September Oktober 1 Mencari dan

pembuatan surat-surat ijin penelitian 2 Persiapan

Observasi di daerah tingkat Kecamatan Pembuatan daftar pertanyaan untuk wawancara Pembekalan dan pelatihan peneliti dan tenaga lapangan Pembelian sarana penunjang penelitian Menghubungi tokoh dan aparat desa di lapangan Wawancara di lapangan Diskusi dari temuan lapangan Orientasi dengan desa-desa lain Triangulasi ke lapangan Analisis data dan penulisan laporan Seminar hasil penelitian Laporan hasil penelitian