Justifikasi Anggaran Penelitian Biodata Peneliti Surat Pernyataan Peneliti

iv A. TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP KEABSAHAN TANDA TANGAN DALAM AKTA YANG DIBUATNYA …….. 24 B. PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP KETIDAKABSAHAN TANDA TANGAN DALAM AKTA YANG DIBUATNYA ………………………………………………………… 30 C. SANKSI BAGI NOTARIS DALAM KAITANNYA DENGAN KETIDAKABSAHAN TANDA TANGAN DALAM AKTA YANG DIBUATNYA …………………………………………………………. 33 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 37 A. SIMPULAN …………………………………………………………… 37 B. SARAN ………………………………………………………………… 38 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

a. Justifikasi Anggaran Penelitian

b. Biodata Peneliti

c. Surat Pernyataan Peneliti

4 3. Sanksi apa yang dapat dijatuhkan pada notaris terkait ketidakabsahan tanda tangan dalam aktanya? 2 yang membuat akta dibawah tangan tersebut. Jadi jika para pihak mengakuinya atau tidak menyangkal maka akta dibawah tangan tersebut dapat dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Akta otentik yang dibuat dihadapan notaris umumnya berisi pernyataan dari para pihak, dibuat atas kehendak atau permintaan para pihak dan notaris membuatnya dalam bentuk yang sudah ditentukan menurut undang-undang. Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian secara lahiriah, secara formal dan materiel. Diantara ketiga kekuatan pembuktian tersebut yang paling sering dipermasalahkan adalah yang berkaitan dengan aspek formal sebuah akta khususnya mengenai kepastian hari, tanggal, bulan dan tahun serta pukuljam menghadap para pihak; para pihak yang menghadap; tanda tangan yang menghadap; salinan akta yang tidak sesuai dengan minuta akta; salinan akta ada tanpa dibuat minuta akta; minuta akta tidak ditanda tangani secara lengkap namun minuta akta dikeluarkan. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa salah satu hal penting dalam akta otentik yang dibuat notaris yang dapat menimbulkan permasalahan adalah berkaitan dengan tanda tangan. Hal ini dapat dimaklumi mengingat tanda tangan memiliki arti yang amat penting dalam surat. Adanya tanda tangan ini mengisyaratkan banyak hal seperti menyepakati, menyetujui, telah menerima dan lain-lain. Tanda tangan bisa menjadi suatu tanda keterwakilan atas keberadaan seseorang. Dalam konteks ini tanda tangan memiliki arti legalisasi terhadap isi daripada surat baik yang dibuat sendiri atau diperuntukkan bagi orang lain. Tanda tangan mengandung kebenaran atas sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 3 Keabsahan suatu tanda tangan dalam akta dapat diragukan kebenarannya. Dalam beberapa peristiwa hukum banyak dijumpai adanya pemalsuan tanda tangan dalam akta otentik. Seringkali notaris selaku pejabat pembuat akta otentik turut dipermasalahkan. Dengan kata lain secara awam, notaris dianggap turut serta dalam proses pemalsuan tanda tangan dalam akta otentiknya. Kondisi ini tentunya akan menempatkan notaris dalam posisi yang kurang menguntungkan sebab secara hukum, notaris hanya seorang pejabat yang membuat akta otentik berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan para pihak yang datang menghadap kepadanya. Uraian latar belakang tersebut menarik untuk dikaji secara lebih lanjut mengenai tanggung jawab notaris terhadap keabsahan tanda tangan yang terdapat dalam akta yang dibuatnya. Oleh karena itu penelitian ini akan dilakukan untuk menemukan jawaban terkait tanggung jawab notaris terhadap keabsahan tanda tangan yang ada dalam aktanya. Tanggung jawab notaris ini nantinya akan berkaitan dengan dapat tidaknya ia dipertanggungjawabkan secara hukum pidana. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dijumpai beberapa permasalahan antara lain : 1. Bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap keabsahan tanda tangan yang terdapat dalam akta yang dibuatnya? 2. Apakah seorang notaris dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas ketidakabsahan tanda tangan dalam akta yang dibuatnya? BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Akta merupakan produk hukum yang memiliki peranan penting dalam proses pembuktian dalam suatu perkara perdata maupun pidana. Hal ini dikarenakan akta termasuk sebagai alat bukti tulisan yang dapat memberikan jaminan kepastian akan hak dan kewajiban seseorang. Akta juga mengandung pernyataan-pernyataan yang memberikan petunjuk akan suatu keadaan yang terjadi. Akta merupakan wujud entitas kehendak dari pada orang-orang yang terlibat sebagai para pihak. Akta umumnya dapat dibuat oleh seorang pejabat publik yang diberi wewenang untuk itu seperti notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT, pejabat lelang dan pegawai Catatan Sipil. Akta yang dibuat dihadapan pejabat publik yang diberi wewenang untuk itu disebut dengan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Selain akta otentik dikenal pula istilah akta dibawah tangan yang dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang dan tidak dilakukan di hadapan pejabat publik yang diberikan wewenang untuk membuat akta. Perbedaan yang penting antara kedua akta ini adalah terletak dalam nilai pembuktian yang dimilikinya. Sebagaimana telah disebutkan akta otentik yang dibuat oleh pejabat publik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Oleh karena kesempurnaannya itu maka akta otentik sebagai alat bukti harus dilihat dengan apa adanya dan tidak perlu ditafsirkan lagi. Akta dibawah tangan kekuatan pembuktiannya terletak pada adanya pengakuan dari para pihak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SEJARAH KENOTARIATAN DI INDONESIA Notaris merupakan lembaga yang memiliki arti penting dalam tata kehidupan masyarakat. Notaris merupakan lembaga yang berperan untuk menulis dan mencatat serta mensahkan perjanjian, akta, dan peristiwa-peristiwa hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian dapat dipahami bahwa baik notaris maupun masyarakat memiliki hubungan simbiosis mutualisme butuh membutuhkan. Lembaga Notaris yang berkembang saat ini memiliki sejarahnya sendiri. Meskipun sejarah Lembaga Notaris pun masih diperdebatkan oleh para ahli namun dapat diterima bahwa lembaga notaris berawal pertama kalinya di Mesir. Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan sejarah kertas papyrus yang digunakan dalam hal administrasi negara di zaman Firaun Pharaos. Namun tidak pula dapat dipungkiri bahwa keberadaan notaris di dunia merupakan hasil pewarisan dari sistem hukum Roma yang mempengaruhi negara-negara Eropa Kontinental yang menganut sistem Civil Law. Tidak hanya mempengaruhi negara-negara penganut Civil Law System ternyata keberadaan notaris dari sistem hukum Roma juga turut mempengaruhi negara-negara penganut Common Law System. Contohnya adalah Inggris yang pada mulanya tidak mengenal keberadaan notaris kini mulai memberi ruang pada lembaga Public Notary dengan mengeluarkan Public Notary Act 1843. 6 Lembaga notaris di Indonesia sendiri mulai berkembang pada era penjajahan terutamanya ketika VOC masuk ke Indonesia. Saat itu Gubernur VOC Jan Pieterszoon Coen memandang perlu untuk mengangkat seorang notaris atau Notarium Publicum untuk kepentingan masyarakat dan para pedagang di era itu. Tahun 1620, Melchior Kerchem seorang Sekretaris College van Schepenen Urusan Perkapalan Kota Jacatra ditunjuk dan diberikan tugas rangkap sebagai seorang notaris yang berkedudukan di Jakarta. Tugas Melchior Kerchem saat itu antara lain melayani dan melakukan semua surat libel atau smaadschriff, surat wasiat di bawah tangan atau codicil, akta perjanjian perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat atau testament serta akta-akta lainnya. Di tahun 1625, berdasarkan Instruksi Untuk Para Notaris yang dikeluarkan pada tanggal 16 Juni 1625 jabatan notaris pun mulai dipisahkan dari Sekretaris College van Schepenen. Tahun 1822, pemerintah Belanda mengeluarkan Stb.1822 No. 11 atau Instructie voorde Notarissen Residerende in Nederlands Indie yang isinya mengatur secara hukum tentang batas-batas dan wewenang dari seorang notaris dan juga menegaskan tugas notaris untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya. 1 Pada tahun 1860 Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat peraturan- 1 Soegondo Notodisoerjo dalam Habib Adjie, 2014, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 4 7 peraturan yang baru mengenai jabatan notaris di Nederlands Indie untuk disesuaikan dengan peraturan-peraturan mengenai jabatan notaris yang berlaku di Belanda. 2 Untuk itu di Indonesia kemudian berlaku Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie Stb 1860: 3 sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie . Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945, jabatan notaris tetap diakui berdasarkan pada Pasal II Ketentuan Peralihan UUD 1945. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie tetap diberlakukan dan kewenangan untuk mengangkat notaris berada di tangan Menteri Kehakiman. Tahun 1949 ketika terjadi penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda ke pemerintah Indonesia memberi dampak pada keberadaan notaris yang tidak berkewarganegaraan Indonesia. Notaris-notaris tersebut harus meninggalkan Indonesia sehingga terjadi kekosongan notaris di Indonesia. Untuk mengisi kekosongan tersebut, Menteri Kehakiman pun menetapkan dan mengangkat Wakil Notaris untuk menjalankan tugas jabatan notaris dan menerima protocol yang berasal dari notaris yang berkewarganegaraan Belanda. Pada tanggal 13 November 1954 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara . Pasal 2 ayat 1 undang-undang tersebut, menegaskan bahwa dalam hal notaris tidak ada, Menteri Kehakiman dapat menunjuk seorang yang diwajibkan menjalankan pekerjaan-pekerjaan notaris. Mereka yang ditunjuk dengan kewajiban seperti tersebut dalam pasal ini disebut sebagai wakil notaris 2 Ibid. 8 Pasal 1 huruf c dan Pasal 8 Undang-Unang Nomor 33 Tahun 1954, selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 2 disebutkan, sambil menunggu ketetapan dari Menteri Kehakiman, Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk seorang untuk sementara diwajibkan menjalankan pekerjaan-pkerjaan notaris. Mereka yang ditunjuk dengan kewajiban seperti tersebut dalam pasal ini disebut sebagai Wakil Notaris Sementara Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954, sedangkan yang disebut Notaris adalah mereka yang diangkat berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 1 Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie Stb. 1860: 3 – Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954. 3 Pada tahun 2004 dengan dikeluarkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maka beberapa ketentuan antara lain : 1. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie Stb. 1860: 3 sebagaimana diubah dalam LN 1954 Nomor 10; 2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; 3. UU No. 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara; 4. Pasal 54 UU No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum; 5. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1949 tentang SumpahJanji Jabatan Notaris Pun dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Dengan adanya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maka dapat dikatakan jika di Indonesia telah 3 Ibid., hal. 5 9 terlaksana pembaharuan terhadap sistem hukum kenotariatan yang melahirkan adanya unifikasi hukum kenotariatan yang akan berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terakhir di tahun 2014 Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris kembali diubah dengan mengeluarkan UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Demikian sekilas tentang sejarah kenotariatan di Indonesia yang digambarkan sejak jaman VOC hingga Indonesia merdeka di tahun 1945 dan kemudian secara independen memiliki undang-undang tersendiri sebagai bukti adanya pengakuan terhadap profesijabatan notaris di Indonesia. B. ARTI DAN PRINSIP PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA DAN ACARA PIDANA 1. ARTI DAN PRINSIP PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA Dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat tidak berhasil untuk membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, di dalam soal menjatuhkan beban pembuktian, hakim harus bertindak arif dan bijaksana, serta 10 tidak boleh berat sebelah. 4 Terkait dengan ini menurut keduanya, ada beberapa hal dalam pembuktian yang tidak harus dibuktikan ialah berupa hal-hal atau keadaan- keadaan yang telah diketahui oleh khalayak ramai. Hal yang disebut terakhir ini dalam hukum acara perdata disebut fakta notoir. 5 A Pitlo mengatakan bahwa tidak termasuk dalam “notoire feiten” itu peristiwa-peristiwa yang secara kebetulan diketahui oleh hakim yang bersangkutan, atau ia menyakininya ketika terjadi atau hakim yang bersangkutan mempunyai keahlian perihal suatu kejadiankeadaaan. 6 Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam soal pembuktian khususnya mengenai hubungan hukum diperlukan adanya dalil-dalil yang dapat menjadi dasar gugatan atau dalil-dalil yang dapat dipergunakan untuk menyanggah tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan. Dengan kata lain, pembuktian dalam hukum acara perdata cukup berdasarkan kebenaran formil yang ditunjang dengan berbagai dalil yang menguatkan. Adapun yang dapat menjadi alat bukti dalam hukum acara perdata adalah : 1. Bukti surat 2. Bukti saksi 3. Persangkaan 4. Pengakuan 5. Sumpahan 4 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hal. 51 5 Ibid. 6 Ibid., hal. 52 11 Dalam proses perdata, bukti tulisan atau bukti surat merupakan bukti yang penting dan utama. Bukti surat dapat diminta untuk diserahkan kepada hakim oleh para pihak yang berselisih. Tujuan penyerahan bukti surat kepada hakim adalah untuk memeriksa apakah ada alasan untuk menyangkal keabsahan dari surat-surat tersebut. Dengan demikian hakim akan memiliki keyakinannya sendiri terhadap kebenaran dalil yang ada. Apabila ada sangkalan dari salah satu pihak yang berselisih berkaitan dengan bukti surat yang diajukan maka hakim harus melakukan pemeriksaan lebih khusus terhadap hal tersebut. Jika ada sangkaan yang beralasan seperti misalnya surat yang diserahkan kepada hakim adalah palsu atau dipalsukan oleh orang yang masih hidup maka bukti surat tersebut akan dikirimkan kepada jaksa penuntut umum untuk dilaksanakan pemeriksaaan dan penuntutan sebagaimana mestinya. Jika hal ini terjadi dalam proses perkara perdata maka implikasinya adalah dilakukan penangguhan pemeriksaan dalam perkara perdata sampai ada putusan terhadap perkara pidananya. Terkait dengan hal inilah biasanya permasalahan mengenai tanda tangan atau cap jempol sering muncul.

2. ARTI DAN PRINSIP PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA