Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Lokal
36
memperdalam pengetahuan kita tentang dinamika sosiokultural dari masyarakat Indonesia yang majemuk ini secara lebih intim. Dengan begini kita makin
menyadari pula bhwa ada berbagai corak penghadapan manusia dengan lingkungannya dan dengan sejarahnya. Selanjutnya pengenalan yang
memperdalam pula kesadaran sejarah Kita. Yaitu kita diberi kemungkinan untuk mendapatkan makna dari berbagai peristiwa sejarah yang dilalui.
Mendiskusikan mengenai pengertian dan ruang lingkup sejarah lokal, Widja 1991:1-14 memberikan beberapa uraian. Merujuk pada pendapat
Onghokham 1981 yang menyatakan bahwa sejarah lokal sudah lama berkembang di Indonesia. Hal ini dimaksudkan bila sejarah lokal diartikan
sebagai sejarah daerah tertentu. Bahkan sejarah yang kita miliki sekarang bermula dari sejarah lokal. Berbagai sejarah daerah dapat dihubungkan dengan
nama-nama tradisional seperti babad, tambo, riwayat, hikayat, dan sebagainya, yang dengan cara-cara yang khas magis-mistis menguraikan asal-usul suatu
daerah tertentu. Abdurrachman Surjomihardjo 1983:116 berpendapat bahwa suatu karya
sejarah sebagai sejarah lokal apabila di dalamnya diuraikan peristiwa-peristiwa dalam suatu desa atau beberapa desa, kota kecamatan, kota kawedanan atau
kota lain tidak termasuk di dalamnya kota pelabuhan besar atau ibukota negara. Termasuk di dalamnya adat istiadat lokal, kebiasaan kebudayaan cara
mengolah tanah, jenis kualitas tanaman, bentuk alat-alat produksi, masa pengolahan sawah dan hutan dan kebiasaan sosial ekonomi, aturan keagamaan
dan kepercayaan di dalam batas-batas wilayah hukum dan administrasi yang sama.
Taufik Abdullah 1990:13-15 menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah
sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara
bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 19771978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah
mengajukan keberatannya. Menurutnya kata “sejarah daerah” harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan
37
teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, kabupaten
merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang diseb
ut dengan propinsi. Sedangkan kata “daerah” dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata “pusat” yang dianggap nasional.
Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah
sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etnis- kultural. Sebagai contoh, “Sejarah Minangkabau” tidak identik dengan “Sejarah
Sumatera Barat”. Yang disebut pertama adalah konsep etnis-kultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif.
Istilah lain, yaitu sejarah regional, juga tidak disetujuinya. Pengertian “regional” yang kini lebih populer adalah melampaui batas politik nasional,
misalnya konsep ASEAN. Atau dapat pula berarti suatu wilayah yang dibatasi
untuk kebutuhan tertentu, misa lnya “wilayah pembangunan” yang dikembangkan
oleh BAPPENAS. Oleh karena itu, peggunaan istilah “sejarah tradisional” kurang tepat. Menurut Taufik Abdullah 1990:13-15 yang paling tepat adalah istilah
“sejarah lokal”. Kata “lokal” tidak mengandung pengertian yang berbelit-belit, yaitu hanyalah “tempat” atau “ruang”. Jadi, sejarah lokal adalah sejarah dari
suatu tempat, suatu locality, yang batasannya ditentukan oleh kesepakatan yang
diajukan penulis sejarah. Batasan geografisnya dapat berupa tempat tinggal suatu suku bangsa yang meliputi dua atau tiga daerah administratif tingkat dua
atau tingkat satu, dapat pula suatu kota, bahkan suatu desa. Secara sederhana, sejarah lokal dapat dirumuskan sebagai kisah masa lampau dari suatu kelompok
atau masyarakat yang berada pada daerah geografis yang terbatas. Adapun ruang lingkup sejarah lokal ialah keseluruhan lingkungan sekitar
yang bisa berupa kesatuan wilayah seperti desa, kecamatan, kabupaten, kota, atau kesatuan wilayah lain seukuran itu beserta unsur-unsur institusi sosial dan
budaya yang berada lingkungan tersebut, seperti: keluarga, pola pemukiman, mobilitas penduduk, kegotong-royongan, pasar, teknologi pertanian, lembaga
pemerintahan setempat, monumen, perkumpulan kesenian, dan lain-lain Widja, 1991:14-15.
38