Definisi Arsitektur Islam Arsis

6 a. tidak mendukung aktifitas syirik b. tidak membuat kerusakan dan kebinasaan c. tidak bermegah-megahan atau berlebih-lebihan isrof berpotensi menimbulkan kesombongan atau mengingkari kebenaran d. Tidak lahwun sia-sia.

2.3. Elemen Perancangan dalam Arsis

Sebagai perpaduan antara produk teknologi dan seni, aspek kreatifitas sangat dibutuhkan dalam perancangan arsitektur. Tindakan kreatif pada semua disain arsitektur selalu berorientasi pada “ruang”. Hal ini ditegaskan oleh DK Ching 1999, bahwa berbicara tentang arsitektur berarti berbicara tentang ruang dan bentuk. Arsitektur berupaya memberikan pesan ruang dan informasi lainnya melalui ruang dan bentuk. Pembatasan ruang ini bisa dilakukan dalam berbagai wujud, mulai dari unsur titik, garis, bidang, hingga organisasi ruang dan enclosure. Selain aspek fisik yang dapat dilihat visual, elemen pembentuk ruang juga dipengaruhi oleh sensoritas panca indra lainnya seperti bau smell, suara sound dan rabaan tekstur. Dengan kata lain untuk membuat suatu ruang arsitektur tidak harus selalu dibatasi dengan dinding bidang vertikal pembatas ruang, tetapi dapat dilakukan dengan pengolahan pola lantai, tinggi rendah lantai, pemberian dinding rendah atau tansparan, pemberian naungan tertentu, penggunaan warna atau aroma tertentu dan sebagainya. Untuk memahami bagaimana konsep ruang dalam Arsis, bersama ini disajikan beberapa pandangan Al-Qur’an dan Hadits mendefinisikan elemen pembentuk ruang. Bahasan tentang hal ini sebagian besar mengacu pada tulisan Ikhwanuddin 2004 yang berjudul Interpretasi Tekstual Konsep Ruang dalam Islam, dengan beberapa penambahan materi dan ulasan sebagai upaya penyempurnaan. Ikhwanudin 2004 mendekati konsep ruang dalam Arsis melalui interpretasi struktur fisik sholat berjama’ah. Hal ini didasari oleh beberapa pertimbangan. Pertama, sholat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat. ”Sholat adalah tiang agama” HR. Bukhori Muslim. ” Sholat adalah batas pembeda keislaman seseorang dari kesyirikan dan kekafiran” HR. Muslim. Kedua, sholat menjadi parameter kebaikan sebuah masyarakat :”Sesungguhnya sholat itu dapat 7 mencegah perbuatan keji dan mungkar” QS - An Kanbut : 45 1 . Ketiga, Islam sangat mendorong agar sholat dilakukan secara berjamaah. Sholat berjama’ah dapat dilihat sebagai representasi struktur karakter masyarakat Islam ideal. Di dalam sholat berjama’ah terdapat pemimpin imam dan ma’mum dan terdapat aturan order yang mengatur hubungan keduanya dan mengatur hubungan antara ma’mum jama’ah. Jika ”ruang” adalah representasi ide intelektual yang abstrak, dan sholat adalah representasi struktur masyarakat Islam yang ideal, maka mengkaji karakter struktur sholat atau sholat berjama’ah dalam sudut pandang keruangan dapat dijadikan sebagai pendekatan untuk mencapai pemahaman atas konsep-konsep ruang bersumber pada nilai-nilai Islam. Gb. 2.1. Bentuk, Ruang dan Aktifitas Sholat

2.3.1. Ka’bah Qiblat Orientasi Sholat

Secara fiqih, sholat dianggap sah apabila menghadap qiblat. Sebagaimana sabda nabi SAW yang artinya, ”Bila engkau berdiri untuk shalat, sempurnakanlah wudlumu, kemudian menghadaplah qiblat, lalu bertakbirlah” HR. Bukhori dan Muslim. Hadits ini dapat diinterpretasikan sebagai berbicara tentang ”orientasi ruang makrokosmos” dalam Islam. Sholat adalah mi’raj manusia menuju Tuhannya dengan menghadap qiblat. Sehingga sholat memiliki dimensi abstrak Ketuhanan Ilahiah dan dimensi manusia berupa ka’bah sebagai orientasi yang bersifat materi. Sholat memiliki dua orientasi, orientasi ilahiah ketuhanan yaitu konsep orientasi ”qiblat” dan orientasi insaniah kemanusiaan yaitu 1 “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab Al Quran dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah shalat adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS Al Ankabuut [29] : 45