96
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Penentuan Keabsahan Alat Bukti Elektronik Dalam Pembuktian
Tindak Pidana Cybercrime
Pembuktian Tindak Pidana Cybercrime memegang peranan yang penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian inilah
yang menentukan bersalah atau tidaknya seseorang yang diajukan di muka pengadilan. Proses pembuktian pada tindak pidana cybercrime pada
dasarnya tidak berbeda dengan pembuktian pada tindak pidana yang lain, hanya saja digunakannya alat bukti elektronik menjadi hal utama dalam
pembuktian tindak pidana cybercrime. Sehingga agar alat bukti elektronik dapat membuktikan suatu tindak pidana cybercrime, pengupayaan
keabsahan alat bukti elektronik juga menjadi hal yang penting dan pokok. Pengupayaan keabsahan alat bukti elektronik menjadi hal yang
penting dikarenakan meningkatnya khasus cybercrime tiap tahunya dan berkembangnya modus operandi dari tindak pidana ini memerlukan
penanganan yang
serius terhadap
penegakan hukumnya
dan pembuktiannya.
Berdasarkan data dari Rekapitulasi Laporan Polisi akan Tindak Pidana Cybercrime yang disidik DIRESKRIMSUS POLDA DIY pada
tahun 2016 masih meningkat dan justru mengalami peningkatan modus operandinya.
TABEL II REKAPITULASI LAPORAN POLISI TINDAK PIDANA
CYBERCRIME YANG DILIDIK DISIDIK DIREKRIMSUS POLDA DIY PADA TAHUN
2016
No Jenis Tindak Pidana
Cybercrime Jumlah
Bulan Keterangan
Januari Febuari
1. Penipuan Beli barang Online
melalui Toko Online, BBM, Website
45 LP 29 LP
16 LP LP menurun
sebanyak 13 LP
2. Penipuan
tawaran beasiswa
melalui internet -
- -
Tidak ada LP
3. Penipuan melalui telepon bahwa
anakkeluargateman terkena musibah disandera
membutuhkan bantuan dan meminta uangpulsa
7 LP 2 LP
5 LP LP
meningkat sebanyak 3
LP 3.
Penipuan SMS
Telepon mendapat hadiah
2 LP 1 LP
1 LP Tidak
ada peningkatan
maupun penurunan
5. Penipuan SMS tawaran lelang
barang -
- -
Tidak ada
LP
6. Penipuan tawaran lowongan
pekerjaan melalui internet 3 LP
1 LP 2 LP
Terdapat peningkatan
1 LP
7. Penipuan tawaran investasi
melalui media sosial 4 LP
3 LP 1 LP
Terdapat penurunan 2
LP
8. Pencurian saldo modus ATM
tertelan ATM tidak bisa masuk 1 LP
- 1 LP
Terdapat LP yang
sebelumnya tidak ada
9. Pencurian melalui internet
banking -
- -
Tidak ada LP
10. Pencemaran nama baik melalui
facebook, BBM, dan sosial media lainnya
12 LP 5 LP
7 LP Terjadi
peningkatan 2 LP
11. Pencemaran nama baik
penghinaan melalui SMS 2 LP
- 2 LP
Terdapat LP yang
sebelumnya tidak ada
12. Pornografi
Asusila melalui
facebook, BBM, dan sosial media lainnnya
- -
- Tidak
ada LP
13. Menggunakan webs orang lain
tanpa ijin -
- -
Tidak Ada LP
JUMLAH 76 LP
41 LP 35 LP
-
Sumber: Laporan Polisi Tindak Pidana Cybercrime yang Dilidik Disidik DIREKRIMSUS POLDA DIY pada Tahun 2016 pada 5 Januari 2017
Dari data tersebut, tindak pidana cybercrime dalam bentuk Penipuan online sangat banyak yakni sebanyak 62 Laporan Polisi yang
bermodus berbeda-beda, setelah itu tindak pidana yang banyak setelah penipuan online adalah Pencemaran nama baik lewat media sosial yakni
sebanyak 14 Laporan Polisi. Hal ini menunjukan bahwa bentuk dan jenis tindak pidana cybercrime di Yogyakrta yang berkembang adalah Tindak
Pidana Cyberrime dalam bentuk penipuan melalui lewat media sosial.
TABEL III DATA TINDAK PIDANA PELANGGARAN UU ITE TAHUN 2013-2016
DITRESKRIMSUS POLDA DIY
NO JENIS
TAHUN KET
2013 2014
2015 2016
L S
L S
L S
L S
1 Penipuan
Online 244
9 209
163 204
4 202
4 -
2 Pornografi
Online 5
4 6
1 2
- 12
5 -
3 Pembobolan
Account 17
- 7
1 22
1 4
1 -
4 Pencemaran
Nama Baik 15
12 24
5 35
10 12
1 --
5 Pencurian
Online 1
1 3
1 3
1 4
1 -
6 Pemerasaan
Pengancaman Online
- -
1 1
5 -
1 -
-
7 SARAITE
- -
1 -
1 -
2 -
- JUMLAH
282 26
251 172
272 16
237 12
-
Sumber: Laporan Polisi Tindak Pidana Cybercrime yang Dilidik Disidik DIREKRIMSUS POLDA DIY pada Tahun 2013-2016
Berdasarkan dari tabel diatas dapat diketahui bahwa adanya sejumlah dari tindak pidana cybercrime sejak tahun 2013 hingga tahun
2016. Perkara yang diindikasi sebagai tindak pidana cybercrime dari tahun ke tahun telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Namun pada
tabel tersebut terdapat kolom yang menjelaskan penyelesaian kasus tersebut, telah selesai sampai proses peradilan. Dapat diketahui dalam
tabel proses selesai terdapat data yang tidak berimbang, dimana tidak semua tindak pidana cybercrime yang dilaporkan terjadi tidak selesai
sampai proses pengadilan. Menurut Wawancara dengan Bripkan Dion Agung, S. H penyidik pada direskrimsus Polda DIY, tidak
terselesaikannya kasus karena laporan sudah dicabut, dan alat bukti tidak cukup membuktikan unsur pidana. Penyidik akan mencari pemenuhan
unsur pidana berdasarkan alat-alat bukti yang diatur dalam perundang- undangan. Dari data diatas kurangnya alat-alat bukti menyebabkan hanya
sedikit laporan yang selesai diproses. Sehingga penggunaan alat bukti elektronik sangat dibutuhkan dalam proses pembuktian tindak pidana
cybercrime hal ini jika tidak diperhatikan kasus akan semakin banyak dan meningkat.
1
Peningkatan tindak pidana cybercrime tersebut juga berimpikasi pada peningkatan jumlah alat bukti elektronik. Hal ini dikarenakan Objek
atau sarana prasarana yang digunakan dalam tindak pidana cybercrime menggunakan barang barang elektronik, dan hampir semua menggunakan
alat bukti elektronik, sehingga penanganan dan bentuknya atau ragamnya berbeda-beda dari alat bukti elektronik yang satu dengan yang lain
dikarenakan berkembangnya globalisasi dan bertambahnya jumlah sesuai tindak
pidana yang
dilakukanya.
2
Sehingga diperlukannya
pengklasifikasian barang bukti elektronik tersebut. Klasifikasi barang bukti elektronik pada laboratorium forensic terbagi atas:
1. Barang Bukti Elektronik Barang bukti ini bersifat fisik dan dapat dikenali secara visual,
oleh karena itu penyidik dan pemeriksa harus sudah memahami untuk kemudian dapat mengenali masing-masing barang bukti
elekronik ini ketika sedang melakukan proses pencarian barang bukti di tempat kejadian perkara. Jenis-jenis barang bukti
elektronik adalah sebagai berikut: a. Personal Computer, laptopnotebook, netbook dan tablet;
b. Handphone dan smartphone;
1
Wawancara Bripka Dion Agung, Penyidik pada Direskrimsus POLDA DIY, pada hari Kamis, 5 Januari 2017, pukul 11.32 WIB
2
Wawancara Bapak M. Ismet Karnawa, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sleman, pada hari Selasa, 17 Januari 2017, pukul 11. 30 WIB
c. Flashdiskthumb drive; d. Harddisk;
e. Compact DiskDVD; f. Rauter, Switch, hub;
g. Kamera Video dan cctv; h. Kamera digital;
i. Digital recorder; j. MusicVideo player.
k. Kamera l. Memory Card
m. Sim Card 2. Informasi elektronik atau dokumen elektronik
Barang bukti ini bersifat digital yang di dapat dari barang bukti elektronik. Jenis barang bukti inilah yang harus dicari oleh
pemeriksaan laboratorium forensic untuk kemudian dianalisis secara teliti keterkaitan masing-masing file berkas data dalam
rangka mengungkap tindak pidana yang berkaitan dengan barang bukti elektronik. Berikut adalah jenis-jenis informasi
elektronik, adalah sebagai berikut: a. Logical file, yaitu file-file yang masih ada dan tercatat di file
system yang sedang berjalan running di suatu partisi. File- file tersebut bias berupa file-file aplikasi, library, office,
logs, multimedia dan lain-lain.
b. Deleted file, dikenal juga dengan istilah unallocated cluster yang merujuk pada cluster dan sektor tempat penyimpanan
file yang sudah terhapus dan tidak teralokasikan lagi untuk file tersebut dengan ditandai dalam file system sebagai area
yang dapat digunakan lagi untuk penyimpanan file-file baru. Artinya file yang sudah terhapus tersebut masih tetap berada
di cluster atau sektor tempat penyimpanannya sampai tertimpa overwritten oleh file-file yang baru pada cluster
atau sektor tersebut. Pada kondisi dimana deleted file tersebut belum tertimpa, maka proses recovery secara utuh
terhadap file tersebut sangat memungkinkan terjadi. c. Lost file, yaitu file yang sudah tidak tercatat lagi di file
system yang sedang berjalan running dari suatu partisi, namun file tersebut masih ada di sektor penyimpanannya.
Ini bisa terjadi ketika misalnya suatu flashdisk atau harddisk maupun partisinya dilakukan proses re-format yang
menghasilkan file system yang baru, sehingga file-file yang sudah ada sebelumnya menjadi tidak tercatat lagi di file
system yang baru. Untuk proses recovery-nya didasarkan pada signature dari header maupun footer yang tergantung
pada jenis format file tersebut. d. File slack, yaitu sektor penyimpanan yang berada di antara
End of File EoF dengan End of Cluster EoC. Wilayah ini
sangat memungkinkan terdapat informasi yang mungkin penting dari file-file yang sebelumnya sudah dihapus
deleted. e. Log file, yaitu file-file yang merekam aktivitas logging
dari suatu keadaan tertentu, misalnya log dari sistem operasi, internet browser, aplikasi, internet traffic dan lain-
lain. f. Encrypted file, yaitu file yang isinya sudah dilakukan
enkripsi dengan menggunakan algoritma kriptografi yang kompleks, sehingga tidak bisa dibaca atau dilihat secara
normal. Satu-satunya cara untuk membaca atau melihatnya kembali adalah dengan melakukan dekripsi terhadap file
tersebut menggunakan algoritma yang sama. Ini biasa digunakan dalam dunia digital information security untuk
mengamankan informasi yang penting. Ini juga merupakan salah satu bentuk dari anti-forensic, yaitu suatu metode
untuk mempersulit analis forensik atau investigator mendapatkan informasi mengenai jejak-jejak kejahatan.
g. Steganography file, yaitu file yang berisikan informasi rahasia yang disisipkan ke file lain, biasanya berbentuk file
gambar, video atau audio, sehingga file-file yang bersifat carrier pembawa pesan rahasia tersebut terlihat normal
dan wajar bagi orang lain, namun bagi orang yang tahu
metodologinya, file-file tersebut memiliki makna yang dalam dari informasi rahasianya tersebut. Ini juga dianggap
sebagai salah satu bentuk anti-forensic. h. Office file, yaitu file-file yang merupakan produk dari
aplikasi Office, seperti Microsoft Office, Open Office dan sebagainya. Ini biasanya berbentuk file-file dokumen,
spreadsheet, database, teks dan presentasi. i. Audio file, yaitu file yang berisikan suara, musik dan lain-
lain, yang biasanya berformat wav, mp3 dan sebagainya. File audio yang berisikan rekaman suara percakapan orang
ini biasanya menjadi penting dalam investigasi ketika suara di dalam file audio tersebut perlu diperiksa dan di analisis
secara audio forensic untuk memastikan suara tersebut apakah sama dengan suara pelaku kejahatan.
j. Video file, yaitu file yang memuat rekaman video, baik dari kamera digital, handphone, handycam maupun CCTV. File
video ini sangat memungkinkan memuat wajah pelaku kejahatan sehingga file ini perlu dianalisis secara detail
untuk memastikan bahwa yang ada di file tersebut adalah pelaku kejahatan.
k. Image file, yaitu file gambar digital yang sangat memungkinkan memuat informasi-informasi yang penting
yang berkaitan dengan kamera dan waktu pembuatannya
time stamps. Data-data ini dikenal dengan istial metadata exif exchangeable imege file. Meskipun begitu, metadata
exif ini bisa dimanipulasi, sehingga analis forensic atau investigator harus hati-hati ketika memeriksa dan
menganalisis metadata dari file tersebut. l. E-mail electronic mail, yaitu surat berbasis sistem
elektronik yang menggunakan sistem jaringan online untuk mengirimkannya atau menerimanya. E-mail menjadi
penting di dalam investigasi khususnya phishing yaitu, kejahatan yang menggunakan e-mail palsu dilengkapi
dengan identitas palsu utnuk menipu si penerima. E-mail berisikan header yang memuat informasi penting jalur
distribusi pengiriman email mulai dari pengirim sender sampai di penerima recipient. Oleh karena itu, data di
header inilah yang sering dianalisis secara teliti untuk memastikan lokasi si pengirim yang didasarkan pada alamat
IP. Meskipun begitu, data-data di header juga sangat dimungkinkan untuk dimanipulasi. Dengan demikian
pemeriksaan header dari e-mail harus dilakukan secara hati- hati dan komprehensif.
m. User ID dan password, merupakan syarat untuk masuk ke suatu account secara online. Jika salah satunya salah, maka
akses untuk masuk ke account tersebut akan ditolak.
n. Short Message Service SMS, yaitu layanan pengiriman dan penerimaan pesan pendek yang diberikan oleh operator
seluler terhadap pelanggannya SMS-SMS yang bisa berupa SMS masuk inbox, keluar sent dan rancangan draft
dapat menjadi petunjuk dalam investigasi untuk mengetahui keterkaitan antara pelaku yang satu dengan yang lain.
o. Multimedia Message Service MMS, merupakan jasa layanan yang diberikan oleh operator seluler berupa
pengiriman dan penerimaan pesan multimedia yang bisa berbentuk suara, gambar atau video.
p. Call logs, yaitu catatan penggilan yang terekam pada suatu nomor panggil seluler. Panggilan ini bisa berupa incoming
panggilan masuk, outgoing panggilan keluar dan missed panggilan tak terjawab.
Dengan diberlakukanya UU ITE maka terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti elektronik. Berdasarkan ketentuan
Pasal 5 ayat 1 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum
yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal 5 ayat 2 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya
merupakan perluasan alat bukti yang sah dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, bahwa UU ITE telah
menentukan bahwa alat bukti elektronik merupakan alat bukti yang sah
sesuai dengan hukum acara sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti di muka persidangan.
Pembuktian tindak pidana cybercrime seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tetap menganut sistem pembuktian negatif, yakni kesalahan
terdakwa ditentukan oleh minimal dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim. Hanya saja alat bukti elektronik menjadi penting karena mengingat
tindak pidana cybercrime untuk melakukan tindak pidana tentu bersingungan dengan elektronik. Sama halnya dengan persyaratan dan
ketentuan alat bukti yang diatur dalam KUHAP, alat bukti elektronik harus memenuhi persyaratan baik secara formil dan materil sehingga alat bukti
tersebut dinyatakan sah dan dapat dipergunakan di persidangan. Ketentuan dan persyaratan tersebut adalah untuk menjamin kepastian hukum dan
berfungsi sebagai alat penguji dalam menentukan keabsahan alat bukti sehingga hakim dapat yakin dengan fakta-fakta hukum yang dihadirkan
melalui alat bukti elektronik. Keabsahan alat bukti didasarkan pada pemenuhan syarat dan
ketentuan baik segi formil maupun materil. Prinsip ini juga berlaku terhadap pengumpulan dan penyajian alat bukti elektronik baik yang
dalam bentuk original maupun hasil cetaknya, yang diperoleh baik melalui penyitaan maupun intersepsi. KUHAP telah memberikan pengaturan yang
jelas mengenai upaya paksa penggledahan dan penyitaan secara umum, tetapi belum terhadap Sistem Elektronik. Akan terapi, hal ini diatur di
dalam berbagai undang-undang yang lebih spesifik. Oleh karena itu,
ketentuan dan persyartan formil dan meteril mengenai alat bukti elektronik tersebut. Penelitian ini membatasi hanya kepada ketentuan dan persyaratan
yang di atur dalam UU ITE saja. Persyaratan materiil ialah ketentuan dan persyaratan untuk
menjamin keutuhan data integrity, ketersediaan availability, keamanan security, keotentikan authenticity dan keteraksesan accessbilty
informasi dan dokumen elektronik dalam proses pengumpulan atau penyimanan
dalam proses
penyidikan dan
penuntutan, serta
penyampaiannya di sidang pengadilan. Karena itu menurut Josua Sitompul, dibutuhkan suatu cabang disiplin ilmu di bidang forensic
komputer computer forensic atau forensic digital digital forensic.
3
Persyaratan materil alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 ayat 3 UU ITE, yaitu informasi atau dokumen elektronik dinyatakan sah
apabila menggunakan sistem elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam UU ITE. Lebih lanjut, sistem elektronik diatur dalam Pasal 15 dan 16 UU ITE, yamh menyebutkan persyaratan yang lebih rinci, yaitu:
1. Andal, aman, dan bertanggungjawab. Penjelasan pasal 15 ayat 1 UU ITE menyatakan bahwa
“andal” artinya sistem elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. “Aman” artinya
sistem elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik,
3
Josua Sitompul, Op. Cit., hlm. 283
“Bertanggungjawab” artinya beroperasi sebagaimana mestinya maksudnya bahwa sistem elektronik memiliki kemampuan
sesuai dengan spesifikasinya; 2. Dapat menampilkan kembali informasi atau dokumen secara
utuh, utuh artinya tidak ada yang dihilangkan dan sesuai dengan pada awalnya.
3. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elketronik;
4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk dan dapat beroperasi sesuai prosedur atau petunjuk yang telah ditetapkan tersebut.
4
Pasal 6 Undang-undang ITE juga memberikan persyartan materill mengenai keabsahan alat buti elektronik, yaitu bahwa informasi atau
dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilakn, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Maksud nya adalah bahwa:
1. dapat diakses, yaitu data digital yang ditemukan dapat diakses oleh sistem elektronik;
2. dapat ditampilkan, yaitu data digital tersebut dapat ditampikan oleh sistem elektronik;
3. dijamin keutuhannya, yaitu bukti digital yang dihasilkan proses pemeriksaan dan analisis harus utuh isinya. Tidak hanya di
4
Josua Sitompul, Op. Cit., hlm 284
kedua proses tersebut, namun ketika suatu barang bukti elektronik diakses pertama kali untuk proses akuisisi yang
menghasilkan image file, isi dari barang bukti elektronik dan image file tersebut harus utuh, tidak boleh berubah. Sekalipun
ada perubahan selama proses digital forensik dan invesitagor harus bisa menjelaskan apa yang berubah, dan tindakan apa
yang dilakukan hingga itu berubah, termasuk alasan teknisnya. Keutuhan barang bukti elektronik, image file, dan bukti digital
dapat diukur dengan nilai hash, misalnya MD5 atau SHA1 yang diperoleh dari proses hashing. Disamping nilai hash, juga
dibutuhkan adanya time stamps created dan modified date dari bukti digital untuk memastikan ada tidaknya modifikasi
dan kapan pembuatannya pertama kali; 4. dapat dipertanggungjawabkan, yaitu apa yang dihasilkan mulai
dari proses akuisisi hingga analisis di dalam kegiatan digital forensik
dapat dipertanggungjawabkan,
baik secara
keilmiahnya, maupun
secara hukum.
Dapat dipertanggungjawabkan secara teknis keilmiahan artinya harus
ada SOP yang disebutkan dalam laporan pemeriksaan yang memuat tahapan-tahapan yang dikerjakan sehingga ketika hasil
yang ada di laporan tersebut dipertanyakan dan diuji ulang oleh pihak ketiga yang independen, seharusnya diperoleh hasil
yang sama dengan menggunakan SOP yang sama. Dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum artinya, harus jelas tingkat kompetensi dari analis forensik dan investigator yang
melakukan kegiatan digital forensik tersebut, sehingga bukti digital yang diperoleh dapat dianggap sebagai informasi
elektronik danatau dokumen elektronik yang nantinya dapat diterima di depan pengadilan.
Pada penjelasan Pasal 6 dinyatakan: “selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi danatau dokumen yang tertuang di atas kertas
semata, padahal pada hakikatnya informasi danatau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik”. Dalam
lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya
beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
Sedangkan persyaratan formil alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 ayat 4 dan Pasal 43 Undangan-undangan No 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu: 1. Informasi atau dokumen elektronik tersebut bukanlah:
a. Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
b. Surat beserta dokumennya yang menurut undang-undnag harus dibuat dalam bentuk akata notaril atau akata yang
dibuat oleh pejabat pembuat akta.
2. Penggeledahan atau penyitaan terhadap sistem elektronik harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat;
3. Penggeladahan atau penyitaan dalam angka 2 tetap menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
Apabila sistem elektronik yang digunakan telah memenuhi persyaratan tersebut, maka kualitas alat bukti elektronik dalam bentuk
originalnya informasi elektronik atau dokumen elektronik dan hasil cetaknya dari informasi atau dokumen elektronik adalah bernilai sama.
Dalam mencari serta menemukan informasi elektronik dan dokumen elektronik yang akan menjadi alat bukti elektronik diperlukan barang bukti
elektronik, yang dalam hal proses penangannya memerlukan syarat formil dan syarat materiil. Syarat formil dan syarat materiil tersebut harus
dipenuhi dalam proses penyidikan sehingga alat bukti elektronik menjadi sah ketika dihadirkan di pengadilan.
Bukti elektronik dapat diklasifikasikan sebagai bukti elektronik asli original digital evidence yang berarti bahwa barang secara fisik dan
obyek data yang berkaitan dengan barang-barang tersebut pada saat bukti disita, bukti elektronik duplikat duplicate digital evidence yang merujuk
pada reproduksi digital yang akurat dari seluruh obyek data yang tersimpan di dalam benda mati yang asli.
Suatu tindak pidana cybercrime yang otomatis dilakukan dengan menggunakan fasilitas atau jaringan internet dan elektronik, membutuhkan
penangan yang lebih serius, karena pada tahap pembuktian untuk kejahtan
seperti ini membutuhkan bukti elektronik agar proses pembuktiannya lebih terjamin. Dalam kejahatan-kejahatan yang menggunakan komputer, bukti
yang akan lebih mengarahkan kepada kejhatan dari peristiwa pidana tersebut yaitu berupa data-data elektronik. Data elektronik tersebut dapat
berada di dalam komputer itu sendiri hard diskfloppy disk atau yang merupakan hasil print out, atau dalam bentuk lain berupa path atau jejak
dari suaau aktivitas penggunakan komputer atau alat elektronik lainnya. Ada dua hal yang dapat dijadikan panduan untuk menggunakan alat
bukti elektronik dalam mengungkapkan kejahatan komputer, yaitu: 1. Adanya pola modus operandi yang relative sama dalam
melakukan tindak pidana dengan menggunakan komputer. 2. Adanya persesuaian antara satu peristiwa dengan peristiwa lain.
Praktiknya agar setiap bukti elektronik terjamin keasliannya perlu dilakukan suatu autentifikasi, yang merupakan cara atau proses yang
dilakukan dengan tujuan agar keaslian dari suatu dokumen dapat terjamin. Autentifikasi terhadap suatu bukti elektronik dapat dilakukan terhadap dua
hal, yaitu: 1. Alat bukti elektronik yang ditampilkan dalam bentuk hard copy
yang dicetak langsung dari alat penyimpanan; 2. Atas bukti elektronik yang dibuat dalam bentuk media
penyimpanan seperti CD Room, kaset atau sarana penyimpanan lainnya yang di copy langsung dari media penyimpanan yang
orisinil
3. Dilakukanya digital forensic dalam laboratorium forensic dengan memberikan berita acara hasil dari pemeriksaan pada
laboratorium forensic.
5
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Edmon Makarim yang menyatakan bahwa persyartan secara umum keotentikan suatu alat bukti
elektronik, yaitu:
6
1. Keotentikan secara materiil yaitu kejelasan syarat subyektif dan obyektif, terkhusus, kecakapan bersikap tindak; jelas waktu dan
tempat; Confidentiality; dapat ditelusuri kembali; Terjamin Keutuhan data atau keamanan informasi; Aslinya harus sesuai
dengan copynya, yaitu salinan data. 2. Keotentikan secara formil yaitu ; sesuai bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, termasuk media dan format tertentu; Pembacaan, yaitu apakah yang menjadi bukti telah dilakukanya
suatu pembacaan; Pencantuman waktu, yaitu apakah jaminan waktu yang dituliskan dengan benar time-stamping;
Keamanan dokumen informasi beserta substansinya, yaitu apakah historical data terhadap dokumen elektronik sudah
jelas; Pemeliharaan Log atau catatan, yaitu apakah benar telah terpelihara dengan baik. Keabsahan suatu alat bukti elektronik
juga tergantung dalam pengupayan alat bukti tersebut jelas waktu dan kapannya.
5
Wawancara dengan Bripka Dion Agung, Penyidik pada Disrekrimsus Polda DIY, pada hari Kamis, 5 Januari 2017, pukul 11.12
6
Edmon Makarim, Op. Cit., hlm 126
Kasus
Tindak Pidana Cybercrime pernah terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman dan telah diputus serta memiliki kekuatan hukum tetap inkrach.
Putusan tersebut berakhir di Pengadilan Negeri Sleman sesuai dengan Putusan Nomor 535Pid. Sus2016PN. Smn dalam perkara terdakwa:
Nama : ADIDIYA INDRA WIBIHARSO Alias ADIT;
Tempat lahir : Klaten;
Umurtanggal lahir : 25 tahun 03 Juni 1991;
Jenis Kelamin : Laki-laki;
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Birit RT 001001 Sukorejo Kecamatan Wedi Kabupaten
Klaten Jawa Tengah Agama
: Islam; Pekerjaan
: Swasta mantan karyawan Otazen Home; Pendidikan
: D3
Kronologi Kasus:
Sekitar pertengahan
bulan Januari
2016 ADIDIYA
INDRA WIBIHASONO bertemu dengan DWI RINANTI di warung dekat Otazen Home
di Jalan Gejayan Condangcatur Depok Sleman, kemudian Adidya dengan DWI RIANTI dimana Dwi Rianti sekarang bekerja setelah keluar dari Otazen Home
adalah sekarang DWI RINANTI bekerja sebagai marketing di Angel Interior yang beralamat di Jalan Kaliurang km. 10,2 Ngaglik Sleman Yogyakarta selanjutnya
DWI RINANTI juga menjelaskan bahwa bisa dianggarkan fee untuk orang ketiga
penghubung apabila ada project deal dengan perusahaan Dwi dan beberapa waktu kemudian Adidya juga mendapat telephone dari Dwi Rinanti sehingga
Adidya tertarik untuk mencarikan atau memberikan data custumer kepada Dwi Riananti.
Pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2016 sekitar pukul 20.10 WIB bertempat di kantor Otazen Home di Jalan Gejayan No. 1 Condongcatur Depok
Sleman, ADIDYA INDRA WIBIHARSO alias ADIT yang merupakan karyawan bagian marketing PT OTA Indonesia yang merupakan perusahaan di bidang
furniture, membuka file dokomen berformat Microsoft Office Word yang berisi data customerpelanggan yang ada dalam komputer Otazen Home kemudian
Adidya memilih dan mengambil 7 tujuh data customer yaitu 1. Bapak Candra, 2. Bapak Wawan, 3. Ibu Yesi, 4. Ibu Tika Ramli, 5. Ibu Ida, 6. Ibu Sari dan 7. Bapak
Tanto yang memuat nama custumer, alamat, phonee-mail, kebutuhan dan keteranganestinimasi harga, selanjutnya data custumer tersebut terdakwa kirim
atau transfer melalui email terdakwa adidyaindragmail.com
kepada sistem elektronik orang lain yaitu saksi DWI RINANTI yang merupakan karyawan
marketing dari perusahaan furniture Angel Interior atau perusahaan lain pesaing dari Otazen Home dengan email
duwi.harmoniayahoo.com , dengan isi sebagai
berikut:
TABEL IV DATA COSTUMER OTAZEN HOME
N o
Nama Customer
Alamat Phoneemail
Kebutuhan Keterangan
1 Bapak
Yogya 08122694232
Lantai kayu, kayu sono Estimasi
Candra keeling
Harga 2
Bapak Wawan
Yogya 081802771557
Project Mataram city apartemen
-
3 Ibu Yesi
- 081366012210
Project -
4 Ibu
Tika Ramli
- 0816877593
Project 3D
WALLPANEL -
5 Ibu Ida
- 081222229600
PROJECT WALKING CLOSET
-
6 Ibu Sari
- 085779988297
Anugerahibu.jog jagmail.com
Custom meja
resepsionis. 1. Full
melamin 2X1
2. Resepsionis Lt. 1 2X1
7 Bapak
Tanto Cilicap
0818228683 T1m086yaho
o.com Parquet lantai 3.000
m2 Estimasi
Sumber : Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 535Pid.Sus2016PN.Smn. Data customer Otazen Home tersebut merupakan data milik perusahaan
sebelum deal dari sebuah project yang akan ditanganiditindaklanjuti khusus customer domestic, yang hanya dapat boleh diakses dibuka oleh supervisor
marketing, operasional officer dan manager reperesentative yang sifatnya rahasia, tidak boleh diketahui atau dikirim kepada pihak lain tanpa seijin dari pihak
manajemen perusahaan; Aan tetapi Adidya justru mengirim atau mentransfer data costumer tersebut tanpa sepengetahuan dan seijin dari supervisor marketing,
operasional officer dan manager reperesentative Otazen Home dan hal ini Adidya lakukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau fee dari saksi DWI
RINANTI apabila ada project yang dealterjadi antara customer yang datanya diberikan oleh terdakwa tersebut dengan perusahaan tempat saksi DWI RINANTI
bekerja sebagaimana yang pernah dijanjikan oleh saksi DWI RINANTI kepada Adidya;
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 48 ayat 2 jo Pasal 32 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari perbuatan terdakwa tersebut Hakim memutus perkara sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa ADIDYA INDRA WIBIHARSO Alias ADIT telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Dengan sengaja dan tanpa hak mentransfer dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak”.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ADIDYA INDRA WIBIHARSO Alias ADIT dengan pidana penjara selama 6 enam bulan dan pidana
denda sebesar Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah, yang apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1
satu bulan; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 satu lembar print screen forwarded message tanggal 27 Januari 2016
email adidyaindragmail.com
kepada duwi.harmoniyahoo.com
- 12 dua belas lembar print data costumer OTAZEN HME. - 1
satu lembar
print rekapan
data yang
dikirim adidyaindragmail.com
kepada duwi.harmoniyahoo.com
- 1 satu buah flashdisk warna hitam merk Sony 8 GB; - Berita acara yang dibuat sdr. ADIDYA INDRA WIBIHARJO tanggal
10 Maret 2016; - Surat permohonan maaf yang dibuat sdr. ADIDYA INDRA
WIBIHARJO; - Perjanjian kerja waktu tertentu nomor 070OTA-HRDPKWTX2015;
- Perjanjian kerja
waktu tetentu
nomor 003T.1068OTA-
HRDPKWTI2016; 6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.000,- dua
ribu rupiah
Analisis Kasus:
Perkara tindak pidana cybercrime yang terdapat pada wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman dari Tahun 2015 hingga tahun 2017 yang telah diputus
oleh hakim terdapat 12 perkara. Salah satu yang digunakan penulis adalah perkara Nomor 535Pid.Sus2016PN.Smn, yakni tindak pidana cybercrime yang
dilakukan Adidya Indra Wibiharso yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
atau Inkracht. Berdasarkan perbuatan terdakwa, Adidya Indra Wibiharso dikenai sanksi pidana yaitu sebagaimana diancam dan dipidana dalam Pasal 48 ayat 2 jo
Pasal 32 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik
danatau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
Sanksi yang diberikan kepada Adidya Indra Wibiharso atas perbuatan terdakwa diancam dan dipidana dalam Pasal 48 ayat 2 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mana Pasal tersebut berbunyi:
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 Sembilan tahun
danatau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah. Berdasarkan sanksi tersebut, perbuatan yang dilakukan oleh Adidya Indra
Wibiharso yang mana telah mengirimkan data elektronik tanpa hak dan melawan hukum kepada orang yang tidak berhak Data elektronik yang dikirimkan adalah
data costumer milik PT Otazen Home yang kontraknya belum deal , akan tetapi data itu dikirim ke Perusahaan lawan dari PT Otazen Home dengan dikirimkan
menggunakan e-mail adidyaindragmail.com
dikirim ke e-mail milik Dwi Rinanti yang merupakan karyawan dari Perusahaan lawan dari PT Otazen Home,
Adidya mengirimkan data klien dari PT Otazen Home ke Perusahaan lawan PT Otazen Home dengan maksud agar mendapatkan fee dari Perusahaan Lawan PT
Otazen Home, yang mana data tersebut bersifat rahasia yakni Data customer Otazen Home tersebut merupakan data milik perusahaan sebelum deal dari sebuah
project yang akan ditanganiditindaklanjuti khusus customer domestic yang hanya dapat boleh diakses dibuka oleh supervisor marketing, operasional officer dan
manager reperesentative yang sifatnya rahasia, tidak boleh diketahui atau dikirim kepada pihak lain tanpa seijin dari pihak manajemen perusahaan. Adidya
mengirim data tersebut kepada pihak lain tanpa seijin pihak manajemen perusahaan akan tetapi dengan maksud memperoleh keuntungan. Sehingga
perbuatan Adidya merupakan tindak pidana yang di kategorikan tindak pidana cybercrime karena perbuatan yang dilakukan Adidya tersebut merupakan
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana melawan undang-undang. Adidya mentransfer data pelanggan ke Perusahan lawan dari perusahaannya .
Tindakan tersebut merupakan tindak pidana karena dengan secara dengan sengaja dan melawan hukum dan sadar bahwa tindakanya dilakukan tanpa hak. Dan
dikategorikan tindak pidana cybercrime karena objek dari tindak pidana tersebut adalah komputer maupun data elektronik, selain objek karena dalam melakukan
tindak pidana menggunakan e-mail yang merupakan informasi elektronik. Tindak Pidana yang dilakukan Adidya melanggar Pasal 32 ayat 2 UU
No. 11 Tahun 2008 , rumusan pasal tersebut terdiri unsur-unsur berikut ini: a. Kesalahan : dengan sengaja
b. Melawan hukum : tanpa hak atau melawan hukum c. Perbuatan : memindahkan atau mentrasfer
d. Objek : Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik e. Tujuan : Kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
Perbuatan Adidya adalah mengirim data costumer menggunakan e-mail kepada orang yang tidak berhak. Perbuatan Adidya yang mengirimkan data
customer suatu perusahaan tempatnya bekerja melalui email kepada orang lain tanpa sepengetahuan perusahaan dimana ia bekerja. Sehingga Perbuatan Adidya
merupakan Tindak Pidana Cybercrime. Pembuktian Tindak Pidana cybercrime sama dengan tindak pidana lainnya, hanya saja data elektronik ataupun informasi
elektronik disini memiliki peran yang besar dan merupakan kunci akan adanya suatu tindak pidana tersebut.
Data-data Costumer perusahaan yang disimpan di Komputer Perusahaan merupakan dokumen elektronik yang mengandung informasi elektronik berupa
file dokumen berformat Microsft Office Word. Barang bukti dalam tindak pidana tersebut adalah
1. 1satu lembar print screen forwaded message tanggal 27 Januari 2016 email
adidyaindragmail.com kepada
duwi.harmoniayahoo.com 2. 12dua belas lembar print data custumer OTAZEN HOME
3. 1 satu
lembar print
rekapan data
yang dikirim
adidyaindragmail.com kepada
duwi.harmoniayahoo.com 4. 1 satu buah flashdisk warna hitam merk Sony 8 GB
5. Berita acara yang dibuat sdr. ADIDYA INDRA WIBIHARJO tanggal 10 Maret 2016
6. Surat permohonan maaf yang dibuat sdr. ADIDYA INDRA WIBIHARJO;
7. Perjanjian kerja waktu tertentu nomor 070OTA-HRDPKWTX2015;
8. Perjanjian kerja
waktu tetentu
nomor 003T.1068OTA-
HRDPKWTI2016 Dari barang bukti diatas , yang dikategorikan barang bukti elektronik yang
selanjutnya dapat menjadi alat bukti elektronik adalah: 1. 1satu lembar print screen forwaded message tanggal 27 Januari 2016
email adidyaindragmail.com
kepada duwi.harmoniayahoo.com
2. 12dua belas lembar print data custumer OTAZEN HOME 3. 1
satu lembar
print rekapan
data yang
dikirim adidyaindragmail.com
kepada duwi.harmoniayahoo.com
4. 1 satu buah flashdisk warna hitam merk Sony 8 GB E-mail merupakan surat berbasis sistem elktronik yang menggunakan sistem
jaringan online untuk mengirimkannya atau menerimanya, e-mail milik adidyaindragmail.com
dapat dikategorikan suatu informasi elektronik dalam suatu system elektronik. Yang mana Apabila forwaded messege dalam e-mail
tersebut terdapat unsur-unsur tindak pidana , maka email tersebut dapat menjadi alat bukti yang sah hal tersebut sesuai dengan Pasal 5 angka 1 UU ITE.
Sehingga agar apa isi suatu informasi elektronik sah dan dapat menjadi alat bukti elektronik apabila menggunakan sistem elektronikyang sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam UU ITE. Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, danatau menyebarkan Informasi Elektronik. Maka agar e-mail Adidya dapat menjadi alat
bukti elektronik yang membuktikan tentang adanya perbuatan tindak pidana harus
dilakukan analisis apakah benar e-mail tersebut telah mengirimkan suatu data yang tidak seharusnya dikirim, analisi tersebut lah yang disebut Digital Forensik
Pasal 5 angka 2 UU ITE lain menyebutkan bahwa informasi elektronik yang telah didistribusikan atau diakses melalui jaringan telekominikasi dapat
dicetak dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku. Dalam persidangan menjadi alat bukti petunjuk yang dapat
memberikan keyakinan kepada Hakim bahwa telah terjadi suatu Tindak Pidana. Penetuan Keabsahan suatu alat bukti elektronik menjadi penting dalam
pembuktian tindak pidana cybercrime karena dengan diakunyai alat bukti itu sah menjadikan hakim yakin bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Namun dalam
putusan diatas meskipun alat bukti telah diakui kedudukanya menjadi alat bukti yang sah, dalam pertimbangan hakim tidak disebutkan secara tersendiri mengenai
Alat bukti elektronik yang sah. Dalam pertimbanganya hanya disebutkan berdasarkan keterangan saksi, ahli, dan barang bukti. Menurut analisi penulis
tidak dicantumkannya penerangan mengenai alat bukti elektronik tersebut dikarenakan alat bukti elektronik merupakan suatu benda yang dibutuhkan
seseorang ahli dalam menjelaskan suatu keadaan. Karena alat bukti tersebut meskipun telah dapat menerangkan suatu perbuatan tindak pidana, namun untuk
menguatkan dibutuhkannya seorang Ahli. Penentuan keabsahan alat bukti elektronik, tersebut dijelaskan oleh ahli
yang mana Penentuan Keabsahan Alat bukti elektronik ditentukan bagaimana prosedur dalam memperoleh alat bukti tersebut dan wajib memenuhi 4empat
syarat yang tertuang dalam Pasal 6 UU ITE yakni dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhanya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam Putusan tersebut Alat bukti elektronik telah memenuhi ke empat persyaratan tersebut. Dapat
diaksesnya nya kembali e-mail tersebut dengan membuka user name dan password sehingga isi dari e-mail tersebut dapat dilihat dan ditampilkan kembali,
bahwa Adidya telah mengirimkan Data Costumer yang tidak seharusnya dikirim ke sembarang orang. Jejak Path percakapan antara Adidya dengan Dewi masih
tersimpan utuh dalama e-mail tersebut sehingga telah terjamin keutuhannya, untuk syarat terakahir yakni pertanggungjawaban. Hal tersebut disesuaikan dengan
keterangan terdakwa itu sendiri dan persesuaian dengan keterangan para saksi. Menurut wawancara dengan Bapak M. Ismet Karnawa, S. H., M. H. Jaksa
Penuntut Umum Pada pengadilan Negeri Sleman, membenarkan bahwa kasus tersebut merupakan kasus tindak pidana cybercrime yang pernah terjadi di
wilayah hukum PN Sleman. Bukti-bukti elektronik yang ditemukan tersebut dapat membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh Adidiya . Cara yang ditempuh oleh
pihak kepolisian dan kejaksaan Negeri Sleman untuk mensahkan bukti elektronik tersebut di hadapan pengadilan adalah dengan cara memproses bukti elektronik
tersebut dari bentuk elektronik yang dihasilkan dari sistem komputer menjadi output yang dietak ke dalam media kertas. Penentuan keabsahan alat bukti
elektronik tersebut menurut beliau ada dua hal yang menjadi parameter atau tolok mengenai keabsahan alat bukti elektronik tersebut, yakni Persesuaian dengan apa
output yang di print harus sama dengan Berita Acara Pemeriksaan, hal ini dikarenakan bukti elektronik sudah sangat kuat membuktikan kesalahan terdakwa
dan apa yang ada dalam sistem elektronik tersebut sulit untuk dibantah atau pun di
sangkal. Namun, apabila hal tersebut disangkal oleh terdakwa, proses digital forensik lah yang menentukan. Selain itu keotentikan dari alat bukti elektronik
tersebut, dimana untuk mengupayakan ke otentikan, atau pun keaslian dari alat bukti elektronik, diperlukan proses digital forensik di Laboratorium Forensik
Komputer.
7
Parameter yang digunakan untuk menentukan keabsahan alat bukti elektronik dalam pembuktian tindak pidana cybercrime , harus berdasar pada
Pasal 5 ayat 3 UU ITE, pasal 15 s.d 16 UU ITE, mengenai persyaratan materil. Dan Pasal 5 ayat 4 dan pasal 43 UU ITE, mengenaia persyaratan formil.
Sehingga alat bukti elektronik tersebut dapat dikatakan sah sebagai alat bukti apabila memenuhi persyaratan tersebut. Maka Hakim dapat yakin terhadap
perbuatan yang dilakukan terdakwa. Namun dari hasil penelitian penulis dan wawancara dengan para narasumber yakni Jaksa dan Penyidik masih kesulitan
dalam menentukan keabsahan alat bukti elektronik tersebut, banyaknya multi tafsir dan tidak adanya keseragaman dalam menafsirkan syarat penentuan
keabsahan alat bukti elektronik ini menyebabkan perbedaan antara penyidik yang satu dengan yang lain. Multi tafsir dari pemaknaan unsur dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan dalam bisa berpengaruh terhadap keyakinan hakim dalam menafsirkan dan menilai keabsahan
alat bukti elektronik tersebut, sehingga diperlukanya suatu aturan untuk menyamakan presepsi mengenai keabsahan alat bukti elektronik.
7
Wawancara dengan M. Ismet karnawa, S. H., M. H, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sleman, pada hari Selasa, 17 Januari 2017, Pukul 11. 20 WIB
B. Penerapan Penggunaan Alat Bukti Elektronik dalam Pembuktian