JURNALISTIK DI INDONESIA TINJAUAN PUSTAKA

commit to user f. Djen Amar menekankan, jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. g. Erik Hodgins, redaktur majalah Time menyatakan jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini kesana dengan benar, saksama dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan. h. Kustadi Suhandang menyebutkan, jurnalistik adalah seni dan atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya Sumadiria,2005:3.

B. JURNALISTIK DI INDONESIA

Di Indonesia jurnalistik pers sudah mulai dikenal pada abad ke 18, tepatnya tahun 1744, ketika sebuah surat kabar bernama Bataviashe Nouvelles diterbitkan dengan penguasaan orang-orang Belanda. Pada tahun 1776 juga di Jakarta, terbit surat kabar Vendu Views yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Sumadiria, 2005:19 Pada saat abad 19, terbit berbagai surat kabar lainya yang kesemuanya masih dikelola orang-orang Belanda untuk pembaca Belanda atau pribumi yang mengerti bahasa Belanda. Jurnalistik pers abad 20 di Indonesia di tandai dengan munculnya surat kabar pertama milik bangsa Indonesia. Namanya Medan Prijaji, terbit di Bandung. Surat kabar ini diterbitkan dengan modal bangsa Indonesia commit to user untuk bangsa Indonesia. Medan Prijaji yang dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias Raden Mas Djokomono ini pada mulanya, 1907, berbentuk mingguan. Baru tiga tahun kemudian, 1910, berubah menjadi harian. Selanjutnya kita mengenal perjalanan jurnalistik pers Indonesia dalam beberapa periode atau zaman. Pada tahun-tahun pertama setelah proklamasi kemerdekaan 1945, pers kita menikmati masa jaya. Di Jakarta dan di berbagai kota, bermunculan surat kabar baru. Tapi lima tahun kemudia pada tahun 1950, pers Indonesia tergoda dan hanyut dalam dunia politik praktis. Mereka lebih banyak memerankan diri sebagai corong atau terompet partai-partai politik besar. Inilah yang disebut era pers partisan. Artinya, pers dengan sadar memilih untuk menjadi juru bicara sekaligus berperilaku seperti partai politik yang disukai dan didukungnya. Pada era partisan ternyata tidak berlangsung lama. Sejak dekrit Presiden 1 Juli 1959, pers nasional memasuki masa gelap gulita. Masa ini klimaksnya adalah pemberontakan G30S PKI. Sejak 1965 itulah terjadi perubahan besar dalam dunia jurnalistik Indonesia. Pada mulanya, perkembangan itu disebabkan oleh tiga hal. Pertama, peristiwa-peristiwa tegang yang terjadi setelah G30S PKI. Kedua, kebebasan pers yang menjadi lebih leluasa dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ketiga, barangkali juga embrio sikap profesionalisme dalam redaksi dan dalam pengelolaan keuangan. Selepas orde baru, kebebasan pers benar-benar dijamin dan senantiasa diperjuangkan untuk diwujudkan. Semua komponen bangsa memiliki komitmen yang sama: pers harus hidup dan merdeka. Secara kuantitatif, commit to user dalam lima tahun era reformasi, 1998-2003, jumlah perusahaan dan penerbitan pers di Indonesia mengalami pertumbuhan sangat pesat.

C. MEDIA MASSA