itu berlaku baik untuk konsumen individul maupun konsumen organisasional. Hanya saja, perbedaan keputusan yang diambil nampak dari situasi yang dihadapi
oleh konsumen individualorganisasional. Utomo, 1993
Tabel 3.3. Klasifikasi Keputusan Konsumen
Keterlibatan Konsumen Tinggi Keterlibatan
Konsumen Rendah
Pengambilan Keputusan
Keputusan pembelian
yang kompleks
Impulse
Kebiasaan Loyalitas merek
Inersia
3.1.6.1 Perilaku Konsumen Individual
Dimensi pertama pada sajian tabel 3.3. menunjukkan perbedaan antara pengambilan keputusan dan kebiasaan yang dilakukan konsumen. Sebagai contoh,
pembelian kendaraan bermotor pada umumnya menunjukkan proses yang pengambilan keputusan yang serius. Artinya, membutuhkan kelengkapan
informasi sebelum keputusan diambil. Sedangkan untuk pembelian barang-barang seperti hal sabun, shampo, dapat dikatakan tanpa membutuhkan proses
pengambilan keputusan yang berbelit. Sehingga keputusan pembelian untuk produk-produk semacam itu termasuk dalam kebiasaan. Walaupun demikian,
dapat terjadi pembelian parfum bagi konsumen tertentu akan banyak membutuhkan pertimbangan khusus sebelum melakukan pembelian.
Dimensi kedua menggambarkan tentang perbedaan kerumitan dalam proses pengambilan keputusan. Dikatakan pengambilan keputusan yang terpadu
atau kompleks high-involvement purchase karena pada umumnya produk yang dibeli mempunyai arti khusus dan biasanya terkait dengan konsep seseorang.
Sedangkan dikatakan keputusan pembelian ringan low-involement purchase karena hampir setiap pembelian dilakukan secara rutin sehingga tidak mempunyai
arti yang khusus. Pembelian produk termasuk dalam kategori ini antara lain adalah untuk pemenuhan kebutuhan bahan habis pakai sehari – hari.
Penggunaan kedua dimensi tersebut pada gilirannya menghasilkan empat alternatif keputusan konsumen. Pertama, pengambilan keputusan yang kompleks,
terjadi apabila keterikatan individu cukup besar pada berbagai pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan pembelian dilakukan setelah
melalui rangkaian proses pencarian informasi sampai dengan evaluasi terhadap merek produk. Tipe keputusan kedua dikenal dengan loyalitas merek brand
loyalty . Keputusan ini terjadi apabila keterikatan individu pada pertimbangan
produk cukup tinggi, tetapi konsumen relatif jarang mengambil keputusan yang baru. Dengan kata lain, konsumen hanya melakukan pembelian ulang.
Tipe keputusan ketiga dikenal dengan keputusan pembelian tiba-tiba atau impulse purchasing. Dikatakan demikian karena konsumen tidak membutuhkan
banyak pertimbangan untuk melakukan pembelian. Proses keputusan dapat dilakukan dengan cepat, tanpa harus menunggu pencarian informasi dan
judgement tertentu untuk memilih produk. Bagi konsumen, merek itu sendiri sudah cukup dipergunakan sebagai dasar untuk membandingkan produk. Satu hal
lagi yang perlu diingat dalam tipe keputusan ini adalah bahwa konsumen relatif tidak menghadapi switching costs yang tinggi berganti merek produk.
Akhirnya, tipe keputusan keempat terjadi apabila konsumen tdak banyak membutuhkan pertimbangan dalam menentukan pembelian produk yang
disebabkan bukan karena mereka loyal terhadap produk, melainkan disebabkan inertia. Artinya, konsumen memilih dan menentukan merek produk yang relatif
dapat memuaskan kebutuhannya, walaupun belum optimal; dan ini disebebkan mereka tidak ingin membuang banyak waktu dan usaha mencari alternatif.
Beberapa tipikal produk yang dibeli secara inertia antara lain adalah sabun atau pembelian produk-produk tertentu yang sulit untuk dipisahkan karakteristiknya
dengan jelas. Jadi, konsumen membeli produk itu karena loyalitas pada merek tetapi keinginan untuk menghindari proses keputusan yang berbelit. Utomo,
1993
3.1.6.2 Perilaku Konsumen Organisasional