MODEL PENGELOLAAN SERASAH TEBU SECARA

Penggunaan peralatan dan mesin dalam usaha pengelolaan serasah tebu memerlukan biaya investasi yang tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang efisien agar dapat tercapai biaya pengelolaan serasah tebu yang rendah. Teknologi pengelolaan serasah tebu yang berupa peralatan mekanis akan sangat membantu pihak perkebunan dalam usahanya untuk memanfaatkan potensi limbah organik menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos membutuhkan beberapa tahap kegiatan dan peralatan mekanis yang memudahkan proses tersebut. Tahapan kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah tebu dengan menggunakan trash rake, pengangkutan serasah tebu menggunakan trailer atau menggunakan truk, pencacahan menggunakan chopper, proses fermentasi atau pengomposan, pencampuran bahan dengan alat loader, penyusunan bahan dengan truk hidrolik dan pengadukan kompos menggunakan composting turner. Selanjutnya untuk aplikasi di lahan digunakan aplikator kompos. Unit Pengomposan Serasah Tebu. Unsur penting dalam pengelolaan serasah tebu. Unit ini akan menampung serasah kemudian mengolahnya menjadi kompos matang yang siap digunakan kembali ke lahan tebu atau dijual. Unit ini terdiri dari rumah kompos yang dilengkapi dengan alat pencacah, pencampur dan pengaduk, penyusun bahan dan tempat pengomposan serta tempat penyimpanan kompos yang telah dikepak siap digunakan atau dijual. Tenaga Kerja. Kegiatan pengelolaan serasah tebu yang menggunakan peralatan mekanis akan membutuhkan beberapa tenaga kerja yang mendukung lancarnya pekerjaan tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan tenaga kerja antara lain : 1 kontinuitas pekerjaan; 2 volume pekerjaan yang memadai; dan 3 tingkat upah yang layak Formulasi Masalah Berdasarkan analisis kebutuhan berbagai pihak yang terlibat dalam sistem pengelolaan serasah tebu selanjutnya dirumuskan masalah yang dihadapi oleh pabrik gula dalam usahanya untuk menjalankan sistem pengelolaan serasah tebu antara lain : 1. Pemanfaatan potensi serasah tebu menjadi kompos 2. Ketersedian tenaga kerja untuk unit pengelolaan serasah tebu 3. Keterbatasan waktu yang tersedia untuk kegiatan pengelolaan serasah tebu 4. Investasi dan biaya dari teknologi pengelolaan serasah tebu 5. Skenario penempatan unit pengelola serasah tebu pada setiap rayon Identifikasi Sistem Sistem pengelolaan serasah tebu secara mekanis merupakan suatu sistem yang dapat menunjukkan interaksi dengan komponen masukan input dan sistem lingkungan. Dari sistem ini akan dihasilkan suatu keluaran output, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan. Interaksi antar komponen yang saling mempengaruhi akan digambarkan dalam suatu diagram sebab akibat, sedangkan hubungan antara masukan dan keluaran akan digambarkan dalam diagram input- output. Model dinamik ini merupakan interaksi antara sistem pengelolaan serasah di lapang on farm dan sistem pengelolaan serasah di rumah kompos off farm. Hubungan timbal balik antara komponen sistem yang berpengaruh pada sistem pengelolaan serasah tebu adalah besarnya produksi serasah, kapasitas kerja trash rake dan trailer, jam kerja, luas lahan, kapasitas kerja pencacah serasah, pencampur dan penyusun kompos, produksi kompos serta aplikator kompos. Sistem pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada perkebunan tebu lahan kering terdiri atas beberapa tahap kegiatan antara lain: Pengumpulan serasah tebu. Dilakukan dengan menggunakan peralatan trash rake yang ditarik dengan traktor roda 4. Kapasitas kerja trash rake ini sangat bergantung pada dimensi ukuran trash rake, volume serasah yang terdapat di lahan, dan kecepatan operator dalam mengoperasikan traktor. Pengumpulan ini bertujuan untuk menarik serasah tebu yang berada di tengah lahan perkebunan dan mengumpulkan ke pinggir lahan perkebunan sehing mempermudah proses muat- angkut serasah tersebut. Transportasi serasah tebu. Pengangkutan serasah tebu merupakan kegiatan pemindahan serasah tebu yang telah dikumpulkan di tepi lahan areal perkebunan menuju unit pengelolaan serasah untuk diolah menjadi kompos. Jenis alat anggut yang digunakan dapat berupa trailer yang ditarik oleh traktor atau mobil truk. Sistem transportasi serasah tebu memerlukan pengaturan dari interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi penggunaan alat angkut, seperti jadwal pengumpulan serasah, kapasitas pengumpulan serasah, laju pengangkutan, waktu muat dan bongkar, serta waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah. Untuk melakukan analisis sistem pengangkutan serasah tebu, diperlukan komponen waktu yang menyusun sistem transportasi serasah tebu. Komponen waktu ini meliputi waktu pemuatan serasah tebu, waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah, dan waktu pembongkaran serasah tebu di unit pengelolaan. Pencacahan serasah tebu. Kegiatan ini dilakukan di unit pengeloaan serasah tebu menggunakan alat pencacah chopper yang berfungsi untuk memotong serasah tebu menjadi potongan-potongan yang lebih pendek 1-5 cm agar memudahkan dalam proses pembuatan kompos. Proses pencacahan ini sangat bergantung pada kapasitas kerja alat pencacah. Pencampuran Bahan Organik. Bahan organik serasah tebu akan mengalami proses dekomposisi lebih cepat bila dicampurkan dengan kotoran ternak sebagai sumber tambahan kandungan Nitrogen dan bioaktivator sebagai mikroba pengurai bahan organik yang masih mentah. Proses pencampuran dilakukan dengan perbandingan 4:1 antara bahan baku dasar dan bahan tambahan. Proses pencampuran bahan ini menggunakan loader. Proses Fermentasi. Salah satu tahap yang membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses pembuatan kompos adalah fermentasi. Serasah tebu yang telah dicacah dicampur dengan bahan organik lain kotoran ternak dan bioaktivator difermentasi selama 3 minggu untuk menghasilkan kompos yang matang. Proses fermentasi ini sangat bergantung pada ukuran bahan baku kompos, bahan campuran, dan tempat fermentasi. Untuk menyusun bahan yang akan difermentasi digunakan truk hidrolik. Pengadukan dan pembalikan kompos. Proses ini dibutuhkan agar sirkulasi udara dan panas dapat terjaga sehingga akan dihasilkan kompos yang baik. Pengadukan dan pembalikan dilakukan dengan menggunakan alat berupa composting turner. Aplikasi kompos. Aplikasi kompos dilahan perkebunan tebu tidak memungkinkan untuk dilakukan secara manual karena areal perkebunan sangat luas. Oleh karena itu digunakan aplikator kompos yang dapat mengaplikasikan kompos secara cepat di lahan perkebunan tebu. Kerja aplikator kompos dipengaruhi oleh lebar bukaan pintu pengatur dan kecepatan maju traktor saat aplikasi kompos di lahan perkebunan. Gambar 6.2. Diagram causal loop model pengelolaan serasah tebu Identifikasi sistem diagram causal loop sebab-akibat selanjutnya diinterpretasikan untuk membuat konsep diagram masukan-keluaran input-output digram. Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis ini memberikan gambaran mengenai produksi serasah, jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan serasah dan produksi kompos Produk tivitas Lahan tebu Produksi Serasah tebu Kap. Kerja: -Trash rake - T railer Luas lahan Keb. Jumlah Mesin Waktu Kerja Kap. Kerja Pencacah Pendapatan Produk Kompos Biaya Tetap Biaya Total Biaya Tidak Tetap Kap. Kerja Aplikator Kap kerja Penggiling Kap. kerja Pengayak Harga Kom pos Analisis Kelayak an Waktu Kerja Keb. Jumlah Mesin Wak tu Kerja On Farm Off Farm + + + - - - - - - + - - + - - + + + + + - - - - - yang akan mempengaruhi tingkat pendapatan dari kegiatan pengelolaan serasah tebu. Pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sistem secara lengkap terlihat dalam diagram causal loop pada Gambar 6.2. Gambar 6.2 menunjukkan bahwa setiap komponen akan saling berinteraksi dan mempengaruhi. Sebagai contoh produksi serasah tebu sangat dipengaruhi oleh luas lahan dan jenis varietas yang dikembangkan oleh pihak perkebunan. Untuk meningkatkan produksi tebu dan serasah harus menggunakan varietas unggul. Produksi serasah tebu akan mempengaruhi jumlah kompos yang akan dihasilkan dan jumlah kompos akan berpengaruh terhadap luasan lahan tebu akan diberi kompos. Luas lahan yang diberi kompos akan mempengaruhi tingkat produksi setiap hektar. Gambar 6.3. Diagram Masukan-Keluaran model pengelolaan serasah tebu Diagram masukan-keluaran merepresentasikan masukan lingkungan, masukan terkendali dan tak terkendali, keluaran yang dinginkan dan tak Masukan Tak Te rkontrol 1. Waktu tersedia 2. Luas Panen 3. Produktivitas 4. Tenaga Kerja 5. Harga input Ke luaran Yang Diinginkan 1. Produksi Tinggi 2. Penghematan biaya produksi 3. Keuntungan max 4. Kelancaran operasi Model Penge lolaan Serasah Tebu Secara Mekanis Masukan Te rkontrol 1. Kapasitas alat dan mesin 2. Jam kerja harian 3. Biaya operasional Keluaran Yang Tak Diinginkan 1. Biaya Tinggi 2. Efisiensi Rendah 3. Antrian Angkutan KontrolManajeme n diinginkan serta manajemen atau control. Sedangkan parameter sistem yang akan dirancang dipresentasikan sebagai kotak hitam black box pada bagian tengah diagram, yang menunjukkan terjadinya proses transformasi masukan menjadi keluaran yang terlihat dalam diagram masukan-keluaran pada Gambar 6.3. Berdasarkan diagram causal loop Gambar 6.2, maka stock flow diagram Gambar 6.4 model pengelolaan serasah tebu secara mekanis memperlihatkan bahwa produksi serasah merupakan fungsi dari luas lahan dan produktivitas lahan. Produksi serasah tebu merupakan hasil kali luas lahan dengan produktivitas lahan. Untuk kegiatan on farm dan pencacahan serasah, jumlah alat dan mesin akan dipengaruhi oleh kapasitas kerja, waktu kerja dan jumlah serasah tebu. Sedangkan jumlah alat untuk kegiatan off farm dipengaruhi oleh produksi kompos, waktu kerja dan kapasitas kerja alat. kk_trashrake kk_trailer Produksi_serasah Persen_serasah produksi_tebu Luas_lahan produktivitas_serasah Jml_trashrake Jml_trailer jml_aplikator jml_truk_kompos Pndptn_ktr Hrg_kmps Fkotoran_ternak kk_truk_kompos Pndptn_bersih BT_Pngmplan BTT_Pngmplan BT_trnsport BTT_transport BT_pncch BTT_pencch BTT_truk_kompos BT_truk_kompos BTT_pengaduk BT_pengaduk Jml_pengaduk BTT_Loader kk_pencacah Kk_truk_bahan Jml_truk_bahan BT_truk_bahan Jml_Loader BT_Loader BTT_truk_bahan Gaji_ka_unit Gaji_manajer Biaya_Total Biaya_Pngmplan Biaya_trnsport Biaya_aplktr Biaya_truk_kompos Biaya_truk_bahan Gaji_staf Biaya_loader Biaya_pengaduk Biaya_bahan Biaya_listrik Biaya_Pencch jml_pencacah Fkompos Campuran_bahan Kotoran_ternak Kompos kk_aplikator BTT_aplktr BT_aplktr Gambar 6.4. Stock flow diagram sistem pengelolaan serasah tebu Pada diagram causal loop terlihat bahwa tingkat pengeluaran biaya akan dipengaruhi oleh biaya tetap dan biaya tidak tetap dari masing-masing alat yang digunakan. Jumlah alat dan jam kerja sangat mempengaruhi besarnya biaya yang akan dikeluarkan dalam kegiatan pengelolaan serasah tebu. Besarnya pendapatan yang akan diperoleh oleh perusahaan dari kegiatan pengelolaan serasah tebu ini dipengaruhi oleh harga jual, produksi kompos dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Harga jual dan produksi kompos yang tinggi serta biaya minimal yang dikeluarkan akan memaksimalkan pendapan yang diperoleh. Hasil dan Pembahasan Simulasi model berdasarkan Stock flow Gambar 6.4 memperlihatkan sistem pengelolaan serasah tebu akan dipengaruhi oleh produksi serasah tebu di lahan perkebunan. Simulasi model pengelolaan serasah tebu secara mekanis dilihat dari jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan dan biaya yang diperlukan dalam kegiatan ini, sehingga dapat diketahui perilaku sistem pada model tersebut. Perilaku pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu dapat dilihat pada Gambar 6.5. Model yang dibuat adalah model dinamik yang digunakan untuk menghitung kebutuhan alat dan mesin, menghitung biaya, produksi kompos dan keuntungan yang akan diperoleh dalam pengelolaan serasah tebu di pabrik gula. Dalam model perhitungan ini tidak termasuk biaya investasi teknologi dan tempat pengomposan. Grafik pendapatan bersih menunjukkan bahwa pada awal pengelolaan serasah tebu, usaha belum mendapat keuntungan, bahkan mengalami kerugian akibat dari investasi biaya pengelolaan yaitu sebesar Rp -2 964 246 780.00. Pendapatan bersih yang akan diperoleh, setelah serasah tebu diolah menjadi kompos. Pendapatan bersih unit pengelolaan serasah tebu memperlihatkan peningkatan mulai tahun pertama sebesar Rp 10 184 583 400.00 hingga terakumulasi menjadi Rp 154 821 715 000.00 pada tahun ke-12. Nilai yang ditunjukkan pada grafik di atas memperlihatkan peningkatan besarnya pendapatan yang akan diperoleh yang dipengaruhi oleh produksi kompos. Produksi kompos dapat meningkat jika luas lahan atau produktivitas lahan meningkat. Berdasarkan potensi luas lahan yang dimiliki oleh PG Takalar , maka peningkatan produksi serasah masih sangat memungkinkan karena luas lahan yang gunakan dalam model ini hanya 70 dari potensi luas lahan yang dimiliki PG Takalar . Selain itu produktivitas lahan sangat mungkin untuk ditingkatkan karena produktivitas lahan saat ini adalah 54 dari produktivitas tertinggi yang pernah dicapai PG Takalar . Penggunaan varietas unggul dalam budidaya tanaman tebu lahan kering tidak hanya berpengaruh terhadap peningkatan tebu saja, tetapi juga akan dapat meningkatkan produksi bahan kering berupa serasah tebu di lapang. Varietas unggul memiliki keunggulan dalam hal potensi hasil dan mampu menghasilkan tebu hingga 119 tonha dengan rendemen 11.7 persen, maka potensi hablur gula adalah 13.9 tonha vaietas PS 881. Tabel 6.1. Pendapatan bersih, biaya total dan pendapatan kotor pengelolaan serasah tebu dari tahun ke-1 sampai ke-12. Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Produksi_serasah Biaya_Total Pndptn_ktr Pndptn_bersih 0.00 2.96424678e9 0.00 -2.96424678e9 32,860,100.00 1.6924999e10 2.7109583e10 1.01845834e10 65,720,200.00 3.0885751e10 5.4219165e10 2.33334136e10 98,580,300.00 4.4846504e10 8.1328748e10 3.64822437e10 131,440,400.00 5.8807256e10 1.0843833e11 4.96310739e10 164,300,500.00 7.2768008e10 1.3554791e11 6.27799041e10 197,160,600.00 8.6728761e10 1.626575e11 7.59287343e10 230,020,700.00 1.0068951e11 1.8976708e11 8.90775644e10 262,880,800.00 1.1465027e11 2.1687666e11 1.02226395e11 295,740,900.00 1.2861102e11 2.4398624e11 1.15375225e11 328,601,000.00 1.4257177e11 2.7109583e11 1.28524055e11 361,461,100.00 1.5653252e11 2.9820541e11 1.41672885e11 394,321,200.00 1.7049327e11 3.2531499e11 1.54821715e11 427,181,300.00 1.8445403e11 3.5242457e11 1.67970546e11 Hasil ini menggambarkan bahwa dalam sistem pengelolaan serasah tebu mekanis terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponen- komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu. Baik komponen pada pengelolaan on farm maupun off farm. Perubahan nilai input atau masukan dari setiap komponen akan mempengaruhi nilai komponen yang lain. Produksi serasah tebu merupakan fungsi dari produksi tanaman tebu itu sendiri, semakin meningkat produksi tebu maka akan semakin meningkat pula produksi serasah tebu. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi tanaman tebu juga akan mempengaruhi produksi serasah tebu. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1 teknk budidaya; 2 Kategori tanam; 3 masa tanam dan tebang; 4 varietas; 5 iklim; dan 6 lahan. Tahun P n d p tn _ b e rs ih 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2e10 4e10 6e10 8e10 1e11 1e11 1e11 2e11 Gambar 6.5. Grafik pendapatan bersih perusahaan selama 12 tahun Pramuhadi 2007 menyatakan bahwa Produktivitas tebu lahan kering merupakan fungsi dari faktor genetik tanaman, faktor lingkungan, dan faktor tindakan budidaya tanaman. Produktivitas tebu bisa mencapai maksimum apabila ketiga faktor tersebut pada kondisi optimum. Faktor genetik yang biasa digunakan sebagai penentu produksi tebu adalah varietas atau genotip. Penggunaan varietas unggul akan dihasilkan pertumbuhan dan produksi tebu yang tinggi. Hasil penelitian Sulaiman 2007 menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya secara optimal pada tanaman tebu dapat meningkatkan produksi secara nyata. Sumberdaya yang dimaksud adalah komposisi varietas, kategori tanam dan masa tanam. Hasil analisis mengenai pemanfaatan sumberdaya tersedia dapat memberikan produksi tebu maksimal, yaitu 192 063.13 ton pada luasan 3 213 ha, sedangkan produksi tebu sebelum dioptima lkan hanya berkisar 89 225 ton pada luas areal kebun yang sama. Produksi tebu setelah dioptimalkan menunjukkan peningkatan yang signif ikan sebesar 115 dibandingkan produksi tebu sebelum dioptimalkan pada tahun 2003 atau produktivitas rata-rata 27.77 tonha menjadi 58.47 tonha. Faktor lingkungan, seperti jenis tanah, ketinggian tempat, letak geografis, dan iklim menjadi penentu produksi tebu karena lingkungan mempengaruhi ketersediaan sinar matahari, udara, dan air sehingga lingkungan berperan sebagai sarana atau media bagi tebu untuk beradaptasi dan tumbuh hingga panen. Tanah berperan sebagai media bagi tegaknya tanaman, perkembangan akar, dan bersama-sama dengan air berperan sebagai media penyerapan nutrisi unsur hara oleh akar-akar tanaman. Faktor tindakan budidaya tanaman merupakan faktor tindakan manusia untuk menumbuhkan tebu dengan sebaik-baiknya supaya produksi tebu tinggi melalui penerapan teknik budidaya tebu mulai dari pengolahan tanah, penanaman, dan pemeliharaan tanaman hingga panen. Pramuhadi 2007 menyatakan bahwa aplikasi metode pengolahan tanah min imum menghasilkan densitas tanah optimum yang menyebabkan pertumbuhan dan produksi gula mencapai maksimum. Metode subsoiling–moldboard plowing– disk harrowing–furrowin merupakan metode pengolahan tanah paling optimum pada budidaya tebu lahan kering pada tanah Ultisol di Lampung Tengah, Lampung. Simulasi Model Simulasi struktur model merupakan proses untuk mengetahui hasil berdasarkan model dan nilai yang diinput. Untuk melakukan perancangan dan justifikasi seorang pembuat model harus mengumpulkan informasi atau data sebanyak mungkin atas sistem yang menjadi objek penelitian. Informasi ini dapat berupa pengalaman dan pengetahuan dari orang yang memahami mekanisme kerja pada sistem atau berasal dari studi literatur. Proses ini bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata yang berkaitan dengan model pengelolaan serasah tebu secarah mekanis. Data yang digunakan pada input model ini adalah data produksi PG Takalar pada tahun 2011 produksi serasah 32 860 100 kg, luas lahan 4 186 ha dengan beberapa asumsi seperti umur ekonomis traktor, trash rake, trailer, aplikator, chopper, composting turner, loader dan truk masing-masing 12 tahun, bunga modal 12, asuransi 1.24, jam kerja 800 jamtahun, harga solar Rp 9 115.00liter, harga listrik Rp 1 570kWh, harga pelumas Rp 20 000.00liter, umur pakai ban 2 500 jam, upah tenaga kerja Rp 6 250.00jam dan investasi bangunan Rp 4 000 000 000.00. Dalam model ini yang menjadi masukan antara lain biaya tetap BT dan tidak tetap BTT setiap alat dan mesin, harga kompos dan kapasitas kerja alat dan mesin. Berikut adalah struktur model pengelolaan serasah tebu secara mekanis : init Produksi_serasah = 0 flow Produksi_serasah = +dtproduktivitas_serasah aux produktivitas_serasah = Luas_lahanPersen_serasahproduksi_tebu aux Biaya_aplktr = BTT_aplktr+BT_aplktrjml_aplikator aux Biaya_loader = BTT_Loader+BT_LoaderJml_Loader aux Biaya_Pencch = BTT_pencch+BT_pncchjml_pencacah aux Biaya_pengaduk = BT_pengaduk+BTT_pengadukJml_pengaduk aux Biaya_Pngmplan = BTT_Pngmplan+BT_PngmplanJml_trashrake aux Biaya_Total = Biaya_aplktr + Biaya_loader + Biaya_Pencch + Biaya_truk_kompos + Biaya_truk_bahan + Biaya_trnsport + Biaya_Pngmplan + Biaya_bahan + Biaya_pengaduk + Gaji_staf + Biaya_listrik aux Biaya_trnsport = BTT_transport+BT_trnsportJml_trailer aux Biaya_truk_bahan = BTT_truk_bahan+BT_truk_bahanJml_truk_bahan aux Biaya_truk_kompos = BTT_truk_kompos + BT_truk_kompos jml_truk_kompos aux Campuran_bahan = Produksi_serasah+Kotoran_ternak aux Gaji_staf = Gaji_ka_unit+Gaji_manajer aux jml_aplikator = Komposkk_aplikator aux jml_pencacah = Produksi_serasahkk_pencacah aux Jml_trailer = Produksi_serasahkk_trailer aux Jml_trashrake = Produksi_serasahkk_trashrake aux Jml_truk_bahan = Campuran_bahanKk_truk_bahan aux jml_truk_kompos = Komposkk_truk_kompos aux Kompos = Campuran_bahanFkompos aux Kotoran_ternak = Fkotoran_ternakProduksi_serasah aux Pndptn_bersih = Pndptn_ktr-Biaya_Total aux Pndptn_ktr = Hrg_kmpsKompos const Biaya_bahan = 1 142 778 000 const Biaya_listrik = 3 430 300 const BT_aplktr = 44 179 167 const BT_Loader = 17 671 667 const BT_pengaduk = 17 671 667 const BT_pncch = 2 650 750 const BT_Pngmplan = 39 761 250 const BT_trnsport = 40 644 833.33 const BT_truk_bahan = 132 537 500 const BT_truk_kompos = 132 537 500 const BTT_aplktr = 184 705 280 const BTT_Loader = 270 168 080 const BTT_pencch = 41 877 160 const BTT_pengaduk = 270 168 080 const BTT_Pngmplan = 175 305 280 const BTT_transport = 186 825 280 const BTT_truk_bahan = 743 320 240 const BTT_truk_kompos = 743 320 240 const Fkompos = 0.44 const Fkotoran_ternak = 0.25 const Gaji_ka_unit = 52 000 000 const Gaji_manajer = 39 000 000 const Hrg_kmps = 1 500 const Jml_Loader = 3 const Jml_pengaduk = 3 const kk_aplikator = 4 800 000 const kk_pencacah = 1 872 000 const kk_trailer = 1 051 000 const kk_trashrake = 2 496 000 const Kk_truk_bahan = 24 960 000 const kk_truk_kompos = 16 972 800 const Luas_lahan = 4 186 const Persen_serasah = 0.25 const produksi_tebu = 31 400 Jangka Waktu Pengelolaan Serasah Tebu dalam Satu Periode Pengelolaan serasah tebu selama satu periode membutuhkan waktu selama 333 hari untuk seluruh rangkaian kegiatan. Kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah, pengangkutan serasah, pencacahan serasah, fermentasi bahan, aplikasi kompos dan penyimpanan. Tabel 5.2 dan Gambar 5.4 menunjukkan lama setiap kegiatan dalam pengelolaan serasah tebu. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengumpulan dan pengangkutan serasah adalah 100 hari, pencacahan serasah membutuhkan waktu 254 hari, fermentasi membutuhkan waktu 30 hari dan aplikasi kompos 83 hari. Waktu pengelolaan akan membantu pihak manajemen untuk menentukan berapa luasan yang dibutuhkan untuk membangun unit pengelolaan serasah tebu pada setiap rayon. Tempat pengelolaan serasah tebu terdiri dari tempat bahan baku, pencacahan, pencampuran, fermentasi, dan penyimpanan sementara. Tabel 6.2. Lama waktu hari tiap kegiatan dan berat bahan kg pada pengelolaan serasah tebu Uraian Kegiatan Waktu hariberat kg Waktu Pengumpulan serasah 100 hari Waktu Pencacahan 254 hari Waktu Aplikasi Kompos 83 hari Waktu Pengomposan 30 hari Berat Total Serasah Tebu 32 860 100 kg Berat Total Bahan Campuran 8 215 025 kg Berat Serasah+Bahan Campuran 41 075 125 kg Berat Total Kompos 18 073 055 kg Kapasitas Max Gudang 11 119 680 kg Berat kompos yang diaplikasi 5 988 000 kg 178 Gambar 6.6. Waktu dan berat bahan setiap kegiatan pengelolaan serasah tebu. Satu periode pe nge lolaan kompos 1 musim Simpulan dan Saran Simpulan Model yang dirancang dapat dijalankan dengan baik untuk menghitung biaya dan pendapatan yang diperoleh dalam pengelolaan serasah tebu secara mekanis. Hasil menunjukkan bahwa dalam model pengelolaan serasah tebu terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponen-komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, baik komponen on farm maupun off farm. Perubahan nilai input atau masukan dari setiap komponen akan mempengaruhi nilai komponen yang lain. Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis merupakan suatu kajian rekayasa yang dapat digunakan untuk merancang usaha pengelolaan serasah tebu pada budidaya tebu lahan kering. Saran Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pabrik gula yang membudidayakan tebu pada lahan kering untuk mengembangkan usaha ini. Daftar Pustaka Andayani. 1984. Penentuan Jadwal Tanam Dan Kebutuhan Alat Mekanis Di Pabrik Gula Kebon Agung Jawa Timur. [Skripsi] Bogor. Fakultas Tektologi Pertanian IPB. Bogor Dent, JB and JR Anderson. 1971. System Analysis in Agricultural Mangement. John Wiley Sons Australia Pty. Ltd Dent, JB and MJ Blackie. 1979. System Simulation in Agriculture . Applied Science Publisher Ltd. London. Gittinger, 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Eds II. Universitas Indonesia Press. Johns Hopkins. Jakarta. 579. Irwanto AK. 1982. Ekonomi Enjiniring di Bidang Mekanisasi Pertanian. Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Manetsch, TJ. And GL. Park. 1976. System Analysis And Simulation With Application To Economic And Social Sistem. Departement of Elecrical Engineering And System Science. Michigan Stete University. East Lansing. Michigan. Prabawa, S. Pramudya, B. dan Chozin, M. A,. 2000. Model Pengadaan Alat dan Mesin Budidaya Tebu Bagi Pabrik Gula Di Lahan Kering. Buletin Keteknikan Pertanian Vol. 14 nomor 3, Desember 2000. Pp 150-161. Pramudya, B. 1989. Permodelan system pada Perencanaan Mekanisasi Dalam Kegiatan Pemanenan Tebu untuk Industri Gula. [Disertasi]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Pramuhadi G. 2007. Produktivitas Tebu Lahan Kering pada Berbagai Metode Pengolalahan Tanah. Prosiding Seminar Perteta. Makassar, 3-5 Agustus 2007. Pp 16-23. Pertiwi, S,. B. Pramudya, dan M. Djojomartono. 1992. Analitic Hierarchy Process for Machinery Selection. Jurnal Teknik Pertanian 21 :p. 1- 9. Sulaiman A. 2007. Optimalisasi Produksi Tebu Dengan Program Linear Pada PG Takalar Sulawesi Selatan. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 21 No. 4. P 373-382. Suranto, DD. 1985. Perencanaan dan Pengendalian Aktivitas Pengolahan Tanah Secara Mekanis di Pabrik Gula Jatitujuh. [Sripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

VII. PEMBAHASAN UMUM

Serasah tebu merupakan sisa panen tanaman tebu yang tertinggal di lahan perkebunan berupa daun, pucuk dan batang tebu yang tidak terangkut ke pabrik. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali ke lahan perkebunan tebu sebagai mulsa dan pupuk organik. PG Takalar melakukan pembakaran untuk mengatasi masalah serasah tebu. Ini dilakukan karena serasah tebu dapat mengganggu dan menghalangi pengoperasian alsin pada saat pengolahan lahan seperti pengeprasan dan proses pemutusan akar pedot oyot untuk tanaman ratoon. Apabila tidak dibakar, serasah tebu akan bertumpuk pada peralatan di belakang traktor, akibatnya peralatan akan menjadi sangat berat sehingga membutuhkan daya yang besar dan bahan bakar yang lebih banyak. Pembakaran serasah tebu merupakan cara yang paling mudah untuk mengatasi masalah yang akan ditimbulkan akibat dari penumpukan serasah di lahan perkebunan. Akan tetapi cara ini akan menimbulkan beberapa kerugian dan dampak negatif bagi lingkungan. Beberapa kerugian akibat dari pembakaran serasah tebu yang saat ini masih dilakukan oleh PG Takalar antara lain : 1 Kehilangan potensi sumber bahan organik atau sumber bahan baku pupuk kompos. Potensi yang disia-siakan adalah 32 860 ton untuk musim giling 2011; 2 Degradasi lahan dalam bentuk perubahan sifat fisik dan kesuburan tanah berkurang. Hasil penelitian Erawan 2006 menunjukkan bahwa beberapa saat setelah mengalami pembakaran kerapatan lindak bulk density mengalami kenaikan sebesar 0.25 gcc yang diakibatkan oleh pengembangan koloid-koloid tanah sehingga tanah menjadi padat. Persentase ruang pori mengalami penurunan sebesar 9.33 karena adanya partikel-partikel abu sisa pembakaran yang masuk dan mengisi ruang pori, serta adanya pengembangan koloid yang mempersempit ruang pori tanah. Air yang tertahan pada pori tanah mengalami penguapan akibat pembakaran sehingga menurunkan persentase jumlah air tersedia sebesar 0.72. Selain menurunkan jumlah pori tanah dan air tersedia, pembakaran juga merusak struktur dan stabilitas agregat tanah sehingga permeabilitas tanah menurun. Parameter sifat kimia seperti pH mengalami kenaikan sebesar 0.16 akibat dari abu sisa pembakaran serta terjadinya proses pertukaran ion pada koloid tanah yang menyebabkan adanya supply OH - dari abu sisa pembakaran serta terjadinya proses pertukaran ion pada koloid tanah yang menyebabkan gugus hidrogen H + terputus dan tergantikan oleh unsur lain seperti Mg 2+ , dan K + sehingga ketersediaan unsur magnesium dan kalium setelah perlakuan mengalami kenaikan masing-masing sebesar 1.5 me100g dan 232.7 mgkg. Begitu pula dengan fosfor dalam bentuk H 2 PO 4 setelah mengalami perlakuan terjadi peningkatan sebesar 18.67 mgkg, karena koloid tanah yang mengandung unsur Al 2+ , Fe 3+ , dan Mn 2+ bereaksi dengan fosfat dalam pertukaran gugus Hidroksil OH - dan merubah muatan H 2 PO 4 - menjadi H 2 PO 4 ; 3 Dapat menyebabkan pencemaran atau polusi udara bagi lingkungan sekitar akibat asap pembakaran dan membahayakan pemukiman penduduk di sekitar lahan perkebunan; 4 Mematikan biota tanah, akibat panas yang ditimbulkan dari pembakaran serasah: 5 Menyebabkan global warming. Penumpukan gas CO 2 yang pada lapisan ozon akan memberikan efek rumah kaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG Takalar adalah 19.96 atau 20 dari setiap batang tanaman tebu atau rata-rata 9.60 tonha dari musim giling 1994-2011, sedangkan potensi ketersediaan serasah tebu untuk perkebunan tebu di pulau Jawa berdasarkan hasil penelitian Toharisman 1991 rata-rata mencapai 20-25 tonha. Terdapat perbedaan yang jauh antara potensi serasah tebu antara di PG Takalar Sulawesi Selatan dengan PG-PG yang ada di pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh cara atau sistem pembudidayaan tanaman tebu yang mempengaruhi produktivitas tanaman tebu. Untuk PG Takalar tanaman tebu dibudidayakan pada lahan kering, sedangkan sebagian besar PG-PG di pulau Jawa menggunakan lahan basah atau sawah dengan sistem reynoso. Proses pembuatan kompos yang dilakukan dengan mencampur serasah tebu sebagai bahan dasar dan kotoran sapi sebanyak 25 dari berat serasah tebu, akan menghasilkan berat kompos 44 atau campuran tersebut akan susut sekitar 56 dari berat bahan dasar. Dari data produksi tahun 2011, maka PG Takalar memiliki potensi kompos sebanyak 18 073 ton. Areal perkebunan tebu di Indonesia yang begitu luas menyebabkan kegiatan sistem pengelolaan serasah tebu hanya mungkin dilakukan dengan mekanisasi. Jumlah kebutuhan alat dan mesin pengelolaan didasarkan pada kapasitas kerja masing-masing alat yang tersedia di lokasi penelitian dan berdasarkan data luas lahan musim panen tahun 2011 yaitu seluas 4 186 ha, maka jumlah total traktor yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu adalah 48 unit, trash rake 13 unit, trailer 31 unit dan aplikator 4 unit. Sedangkan untuk kegiatan pengomposan dibutuhkan pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk composting turner 3 unit dan loader pencampurpengangkat 3 unit. Aplikasi kompos memiliki kendala pada perkebunan tebu lahan kering disebabkan oleh luasnya areal perkebunan yang mencapai ribuan hektar sehingga aplikasi secara manual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Keberadaan aplikator kompos akan sangat membantu dalam aplikasi kompos di lahan perkebunan. Alat pemupuk kompos atau aplikator kompos di lapang merupakan alat yang dirancang khusus untuk mengaplikasikan pupuk organik atau kompos ke dalam tanah di antara atau di sela tanaman tebu dengan kedalaman dan dosis kompos tertentu. Alat ini terdiri dari chisel yang berfungsi sebagai pembuka alur, lubang penjatah tempat keluarnya kompos, pengatur jumlah keluarnya kompos metering device, auger penyalur, dan kotak pupuk. Alat ini akan beroperasi dengan cara digandeng oleh traktor penarik yang dilengkapi dengan drawbar pull sebagai tenaga penarik. Konveyor sabuk akan bergerak dengan tenaga yang bersumber dari putaran poros roda aplikator. Hasil pengujian menunjukkan bahwa prototipe aplikator dengan penjatah tipe belt conveyor dapat berfungsi dengan baik dan mampu mengaplikasikan kompos dengan dosis tinggi 15 tonha.. Hasil pengomposan serasah tebu menghasilkan kompos matang yang memiliki CN rasio 13.16. Hal ini menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan yang tertuang dalam SNI-19-7030-2004 tentang persyaratan kompos yang harus memiliki CN rasio antara 10-20 dan Permentan Nomor 2 tahun 2006. Akan tetapi untuk kandungan C organik masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan standar SNI yaitu 9.8-32 atau Permentan yaitu 12. Kandungan C organik kompos serasah tebu hanya 4.11 dan N organik 0.32. Kandungan C dan N organik kompos serasah tebu ini dapat ditingkatkan dengan menambah atau meningkatkan persentase bahan organik pencampur seperti kotoran ternak. Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Setelah aplikasi kompos selama 4 bulan terlihat bahwa kandungan bahan organik mengalami peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan C dan N organik masing-masing mengalami peningkatan jumlah 8 dan 21 jika dibanding dengan kandungan bahan organik pada awal penelitian. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos tidak memberikan pengaruh terhadap persentase kadar air. Kompos pada prinsipnya dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Rata-rata nilai bulk density yang tertinggi terdapat pada lapisan atas permukaan tanah 0-10 cm yaitu 1.32 gcc. Ini disebabkan oleh adanya kegiatan budidaya pada saat pemeliharaan dan perawatan yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penariknya. Selama 5 bulan pemeliharaan tanaman tebu ratoon 4 telah dilakukan 3 kali perlintasan traktor, masing-masing satu kali sebelum aplikasi pemberian kompos yaitu pada kegiatan interrow atau pedot oyot, pada saat aplikasi pemberian kompos, dan kegiatan pembumbunan. Kegiatan budidaya tanaman dengan menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penarik dapat menggemburkan tanah pada lapisan olah tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada lapisan tertentu yaitu di bawah lapisan olah. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos hanya berpengaruh pada lapisan permukaan tanah 0-10 cm terhadap nilai bulk density. Ini disebabkan kompos yang diberikan hanya sampai kedalaman 10 cm. Pemberian kompos 15 tonha dapat menurunkan nilai bulk density sebesar 0.22 gcc atau turun sebesar 16.7. Selain berguna bagi tanaman kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah dan mengurangi efek pamadatan tanah akibat berat mesin yang digunakan dalam proses pemeliharaan tanaman tebu. Nilai bulk density juga dipengaruhi oleh kadar air tanah di lapang pada saat mesin beroperasi dan pada saat pengambilan sampel tanah. Pemadatan tanah akibat intensitas lintasan traktor bersumber dari adanya tekanan dari roda traktor yang mendesak air dan udara sehingga daerah yang dipengaruhi tekanan menjadi lebih padat dan secara langsung dapat meningkatkan nilai bulk density tanah. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pengaruh perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan menurunkan nilai bulk density dan meredam terjadinya pemadatan tanah akibat aktivitas pemeliharan tebu yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor. Hasil pengukuran tahanan penetrasi setelah tebu ratoon berumur 4 bulan menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos memberikan pengaruh terhadap tahanan penetrasi. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan pada petak yang sama dengan pengukuran bulk density tanah. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan dengan menggunakan penetrometer SR-2. Adanya aktivitas pada lahan perkebunan yang menggunakan traktor tentu saja akan mempengaruhi nilai tahanan penetrasi tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan pada kedalaman 0-10 cm menyebabkan tanah di permukaan menjadi gembur. Pengolahan tanah dangkal dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah di bawah lapisan olah akibat mendapat gaya tekan yang besar dari roda traktor yang menyebabkan tanah mengalami pemampatan dan menjadi padat. Peningkatan nilai tahanan penetrasi dan bulk density menunjukkan adanya peningkatan kepadatan tanah sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas budidaya yang menggunakan traktor. Hal ini terjadi diduga karena pemampatan partikel- partikel tanah sehingga ruang pori tanah menjadi semakin sempit atau kecil. Peningkatan nilai tahanan penetrasi tanah juga disebabkan oleh persentase kadar air tanah di lapang pada saat pengukuran. Persentase kadar air tanah yang rendah dapat meningkatkan nilai tahanan penetrasi tanah. Untuk mendapatkan gambaran yang sama akan status kepadatan tanah suatu lokasi budidaya tebu perlu ditetapkan melalui kesepakatan bersama metoda pengukuran dan penilaian kepadatan tanah. Bowen 1981 dalam Sembiring 2007 menyatakan bahwa ketahanan tanah pada pemadatan ditentukan oleh kekuatan mekanisnya. Kekuatan mekanis tanah mengandung dua komponen yaitu kekuatan kohesi dan kekuatan gesekan. Nilai dari kedua komponen ini sangat tergantung pada kandungan air, distribusi ukuran partikel, bentuk partikel termasuk kekasarannya, ukuran agregat, komposisi ion dan konsentrasinya pada larutan tanah, kandungan organik, tipe mineral liat, sejarah sebelumnya dari contoh. Kuipers 1980 dalam Sembiring 2007, juga telah mengungkap bahwa pemadatan hanya akan terjadi bila tekanan cukup besar menggerakkan partikel tanah dan hanya bila perpindahan ini mengurangi jarak dari titik dimana gaya bekerja. Meskipun luasan pembebanan makin besar diikuti dengan pergerakan volume tanah yang lebih besar, tapi pemadatan dapat terhindar dari adanya kemungkinan pergerakan kesamping. Pemadatan membutuhkan tekanan dari semua sisi dan karenanya data distribusi tekanan pada tanah akan sangat berharga meskipun sulit didapat. Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa tingkat pemadatan tanah sangat mungkin berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan di suatu lokasi usaha pertanian. Pada suatu perkebunan tebu kepadatan tanah yang diukur dapat beragam dikarenakan perbedaan jenis tanah, sejarah pertanaman, waktu pengukuran dan lainnya. Oleh karena itu perlu mengembangkan suatu metoda pengukuran kepadatan tanah dimana dengan metoda tersebut pengukuran data kepadatan tanah suatu lokasi dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Adanya data pertalian antara tingkat kepadatan tanah suatu lokasi dengan perkembangan akar, pertumbuhan, atau produktifitas tanaman dapat sebagai dasar penetapan tindakan pengolahan tanah dari satu blok ke blok lain di suatu lokasi. Sebagai contoh Trouse dan Humbert 1951 dalam Sembiring 2007, melaporkan hasil penelitian di tanah hydrol humic latosol Hawaii yaitu penurunan perkembangan akar tebu mulai teramati pada berat isi 0.56 dan berhenti pada 1.05 gcc. Pada tanah low humic latosol tidak ada penyimpangan atau hambatan pada distribusi akar tebu ketika berat isi tanah dibawah 1.02 gcc dan pada 1.12 gcc distribusi akar sedikit berkurang sampai pada 1.25 gcc distribusi masih memadai meskipun mulai cenderung tumbuh menyudut dan sedikit mendatar, sampai berat isi 1.52 gcc pertumbuhan akar sangat berkurang dan memutar tidak dapat menembus lapisan padat. Pada gray hydromorphic clays, tanaman ratoon mangalami masalah serius pada kerapatan isi 1.75 gcc. Notojoewono 1960 dalam Sembiring 2007 menyatakan bahwa pada tanah subur dan gembur akar tanaman tebu dapat berkembang sampai kedalaman 1-2 meter. Pada tanah padat akar tebu percabangannya pendek. Pada drainase baik perakaran dapat mencapai 1.2 meter. Setiap lokasi memiliki sifat pemadatan masing-masing karenanya usaha- usaha memperlambat proses pemadatan tanah atau menurunkan kepadatan tanah perlu dikaji untuk masing-masing lokasi. Menurut Cheng 1968 dalam Yuschal et al. 1986 bahwa di Taiwan, kedalaman pengolahan tanah subsoil sampai 45 cm dapat menambah 20-30 hasil tebu dibandingkan dengan cara konvensional, dan Fernandes et al.1978 yang melaporkan kondisi disuatu tempat di Brazil yaitu pengolahan tanah subsoil hanya efektif pada tanah yang mempunyai lapisan padat serta pada tanah latosol gelap pengolahan sampai kedalaman 60-70 cm menurunkan produksi tebu. Yuschal 1986 telah melaporkan hasil penelitiannya di PG Bunga Mayang Lampung, dengan kesimpulan pengolahan tanah tanpa sub soiling menurunkan berat isi tanah sebesar 0.16 – 0.40 gcc pada kedalaman 0-30 cm dan 0.01-0.08 gcc pada kedalaman 30-60 cm, sedangkan pada pengolahan tanah yang diikuti sub soiling penurunan berat isi tanah sebesar 0.30-0.42 gcc pada kedalaman 0-30 cm dan 0.01-0.16 gcc pada kedalaman 30-60 cm. Soane 1980 dalam Sembiring 2007 menyatakan bila lalu lintas roda diidentifikasi sebagai penyebab masalah degradasi tanah maka butuh penelaahan apakah perubahan dalam rancangan atau operasi kendaraan digunakan dapat mengurangi atau meniadakan masalah tersebut. Ada tiga pilihan lalu lintas kendaraan di lapang yang telah banyak dibicarakan yaitu lintasan terkendali, pengurangan lintasan, dan lintasan tidak dikendalikan. Hasil pengukuran tinggi tanaman tebu memperlihatkan bahwa pada petak perlakuan kompos memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik daripada petak perlakuan tanpa kompos. Pada perlakuan kompos menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tebu adalah 53.7 cm setiap bulannya sedangkan untuk perlakuan tanpa kompos hanya mengalami rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 51.1 cm setiap bulan. hal ini menunjukkan bahwa kompos memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman tebu. Penambahan bahan organik seperti kompos sangat berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah karena kompos yang kaya akan bahan organik dapat mempengaruhi ketersediaan N-total, P tersedia, K tersedia dan menghasilkan asam humik yang berpengaruh pada KTK tanah. Asam humik membantu ketersediaan P melalui pembentukkan kation bivalen dan trivalent. Asam sitrat efektif menurunkan serapan P oleh alumunium Al dan besi Fe. Humus dapat menetralisir dan menurunkan serapan unsur-unsur beracun bagi tanaman. Keracunan tanaman karena Al berkurang dengan adanya bahan organik. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, akan tetapi bila tidak dikelola dengan baik maka akan dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan dapat mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan tanaman karena immobilisasi hara, menjadi tempat berkembang biak bagi organisme patogen tanaman, dan dapat mengganggu pengoperasian alat pada saat pengolahan lahan. Serasah tebu sebelum mengalami penguraian atau pelapukan oleh mikroorganisme tidak berguna bagi tanaman karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan kompos serasah tebu sebagai bahan pembenah tanah soil conditioner dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian. Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : 1 mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal kompos; 2 menyediakan unsur hara secara lambat slow release dan dalam jumlah terbatas ; dan 3 mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Aplikasi kompos dapat diberikan pada tanaman tebu pertama PC maupun ratoon. Pada tanaman PC aplikasi kompos dilakukan pada saat tanam dalam juringan, maupun dalam larikan setelah tanaman tumbuh. Cara terakhir tersebut sering dilakukan pada tanaman keprasan ratoon. Pemberian kompos yang berasal dari limbah padat industri gula telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah PG di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gula. Pemanfaatan kompos serasah tebu ke lahan perkebunan akan memberikan dampak pada peningkatan produksi dan rendemen tebu. Hasil penelitian yang dilakukan Wargani et al. 1988 menunjukkan bahwa pemberian kompos yang berasal dari limbah padat pabrik gula dengan dosis 10 tonha dapat meningkatkan bobot tebu sebanyak 7.2 sampai 16.9 tonha dan hasil percobaan Hutasoit dan Toharisman 1993 menunjukkan bahwa pemberian kompos 10 tonha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16.8 tonha. Penghematan biaya produksi akan diperoleh perusahaan dengan menggunakan kompos serasah tebu sebagai pupuk untuk tanaman tebu. Penggunaan kompos serasah tebu dapat dikombinasi dengan pupuk anorganik sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat dikurangi dosisnya. Selain itu, penggunaan kompos di lahan tebu akan membuat tanah menjadi lebih gembur sehingga akan menghemat daya dan bahan bakar saat pengolahan lahan. Penggunaan kompos serasah tebu pada tanaman tebu akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman dan akan meningkatkan produksi tebu dan dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan bagi perusahaan. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan dengan dosis 15 tonha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan 600 kgha urea, maka pemberian kompos 15 tonha dapat menghemat penggunaan pupuk urea hingga 17.8. PG Takalar dapat memilih dua alternatif model pengelolaan serasah tebu. Pertama, model alternatif satu, dengan memusatkan unit pengelolaan pada satu tempat. Kedua, model alternatif dua, dengan membuat unit pengolahan serasah tebu menjadi 3 unit atau rayon berdasarkan jarak dan luas lahan, dimana pembagian ini berdasarkan pembagian lokasi pada PG Takalar yaitu terbagi atas 3 rayon yang dikelompokkan berdasarkan jarak lahan perkebunan dengan pabrik gula. Unit pengelolaan dengan model alternatif satu menempatkan unit pengolahan di tengah areal perkebunan dengan jarak lahan terjauh mencapai radius 15 km. Sedangkan model alternatif dua yang menempatkan unit pengelolaan serasah tebu pada setiap rayon, maka jarak lahan terjauh hanya mencapai radius 5 km. Kegiatan pengelolaan serasah tebu membutuhkan investasi bangunan dan teknologi. Oleh karena itu diperlukan analisis biaya dan kelayakan sebelum kegiatan tersebut dilakukan. Analisis in i berguna untuk mengetahui kepastian pendapatan dari usaha yang menginvestasikan bangunan dan alsin. Analisis biaya harus melibatkan semua komponen biaya, baik biaya tetap maupun biaya operasi biaya tidak tetap. Sedangkan analisis kelayakan melibatkan komponen NPV, IRR, PBP, BCR dan BEP. Berdasarkan analisis kelayakan, model alternatif dua lebih layak untuk dilakukan daripada model alternatif satu. Ini ditunjukkan dari nilai NVP, IRR, dan BC untuk pengelolaan model alternatif dua lebih besar dari model alternatif satu. Sedangkan untuk nilai PBP untuk pengelolaan model alternatif dua adalah 3.4 tahu yang berarti nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke-4 dan PBP untuk pengelolaan model alternatif satu adalah 14.3 tahun, menunjukkan bahwa nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke-15. Model alternatif dua merupakan model yang memiliki banyak keunggulan daripada model alternatif satu. Model alternatif dua lebih menghemat bahan bakar dan waktu tempuh karena jarak lahan perkebunan tebu dengan tempat pengomposan lebih dekat. Selain itu kepadatan lalu lintas akibat aktivitas pengangkutan serasah dapat dikendalikan. Perancangan model dinamik ini untuk menghitung kebutuhan alat dan mesin, menghitung biaya, produksi kompos dan keuntungan yang akan diperoleh dalam pengelolaan serasah tebu di pabrik gula. Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis ini memberikan gambaran mengenai produksi serasah, jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan serasah dan produksi kompos yang akan mempengaruhi tingkat pendapat dari kegiatan pengelolaan serasah tebu. Daftar Pustaka Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 19-7030-2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Charles SW and Jasa PJ. 2003. Management to Minimize and Reduce Soil Compaction. Nebraska: University of Nebraska. Erawan H. EJ. 2006. Dampak Kebakaran Di Padang Rumput Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tanah. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.