kompos tersebut di laboratorium. Selanjutnya kompos diaplikasikan pada tanaman tebu ratoon. Hasil yang diharapkan pada bab ini adalah bagaimana
pengaruh kompos terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dan terhadap keragaan tanaman tebu ratoon.
Bab 5. Analisis Manfaat dan Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering. Bab ini memaparkan analisis terhadap
pemanfaatan kompos serasah tebu untuk lahan tebu dan selanjutnya dilakukan analisis biaya dan kelayakan terhadap kegiatan pengelolaan serasah tebu.
Bab 6. Model Pengelolahan Serasah Tebu Secara Mekanis. Membahas tentang perancangan suatu model dinamik yang dapat digunakan untuk
menghitung jumlah kebutuhan alat dan mesin yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu. Model ini juga dapat menghitung biaya pokok dan keuntungan yang
akan diperoleh dari kegiatan pengelolaan serasah tebu secara mekanis. Bab 7. Pembahasan Umum. Bab ini membahas secara umum hasil dari bab
3-6.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini difokuskan pada kajian alat dan mesin serta perancangan model pengelolaan serasah tebu pada lahan kering. Perancangan model meliputi
model dinamik dan model fisik dengan merancang aplikator kompos serta menentukan teknologi yang terdiri dari alat dan mesin yang berfungsi
mengumpulkan dan mencacah serasah tebu. Pemilihan alsin dilakukan untuk unit pengumpul serasah, pencacah serasah, sedangkan untuk aplikator kompos di
kebun tebu dilakukan perancangan dengan mendisain prototipenya. Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Lingkup utama
penelitian ini adalah pengamatan di lapangan untuk mengetahui karakteristik lahan, sifat dan karakteristik serasah tebu, perkembangan tanaman tebu lahan
kering, serta menentukan teknologi yang mendukung pembuatan model pengelolaan serasah tebu secara mekanis.
Penelitian ini mencakup tiga bagian. Bagian pertama penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengkaji sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan
PG Takalar, menganalisis potensi ketersediaan serasah tebu, merancang konsep
model pengelolaan serasah tebu secara mekanis serta menganalisis karakteristik lahan dan serasah tebu lahan kering untuk menentukan teknologi pengelolaan
serasah tebu yang tepat. Bagian kedua ditujukan untuk melakukan uji pendahuluan terhadap kinerja
pengumpul serasah tebu, pencacah serasah tebu, dan melakukan disain serta pengujian mekanisme kerja dari prototipe aplikator kompos untuk tanaman tebu.
Bagian ketiga penelitian ini adalah menggabungkan hasil penelitian bagian pertama dan kedua dengan mengaplikasikan kompos serasah tebu di perkebunan
tebu lahan kering, dengan membuat plot percobaan aplikasi pupuk organik dengan aplikator yang telah dibuat. Setelah itu dilakukan analisis manfaat dan kelayakan
finansial serta melakukan simulasi model pengelolaan serasah tebu yang telah dibuat. Pembahasan secara menyeluruh terhadap semua hal yang dikerjakan pada
bagian pertama hingga terakhir dan diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk pengembangan model pengelolaan dan disain alat ke arah perbaikan atau
pabrikasi dengan membuat unit pengelolaan serasah tebu.
Gambar 1.1. Lingkup penelitian
Rumusan Masalah
Serasah tebu merupakan sisa panen tanaman tebu berupa daun dan pucuk tebu serta batang tebu yang tidak sempat dipanen. Serasah ini merupakan sumber
bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu di lahan kering. Serasah tebu yang berserakan di
lapang akan mengganggu pengoperasian alat saat pengolahan lahan.
Analisis Kelayak an pengelolaan Serasah
Tebu Mulai
Survey Lapangan
Identifikasi Masalah
Pengukuran akhir Sifat Fisik Tanah
Pertum buhan Tebu Aplikasi Kompos
di Lahan Ratoon
Konsep Model Pengelolaan Serasah Tebu
Aplikasi Model Pengelolaan
Serasah Tebu Validasi
Model Pengum pulan data
Program Komputer Serasah Tebu
Pengom posan Analisis Sifat
Karak teristik Pembuatan
Aplikator Kompos
Uji Fungsional Prototipe Alat
Berhasil
Pemeliharaan Tanam an 5 Bulan
Selesai Pengukuran awal
Sifat Fisik Tanah Pertumbuhan
Tanaman Tebu Tek. Pengomposan
Analisis Kebutuhan Analisis Potensi
Pembakaran serasah tebu di lahan perkebunan dapat menimbulkan menimbulkan efek negatif. Menurut Sumantri 2007 gangguan sebagai akibat
pembakaran lahan adalah terganggunya hidro-orologis dan kesuburan tanah, terganggunya transportasi darat, perubahan iklim mikro maupun global,
munculnya berbagai penyakit, baik terhadap manusia maupun makhluk hidup lain dan pencemaran udara, global warming, polusi udara yang dapat mengganggu
lingkungan sekitar dan membahayakan pemukiman penduduk sekitar perkebunan. Penggunaan peralatan mekanis seperti traktor secara intensif dalam
budidaya tebu dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah yang dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman tebu sehingga menurunkan
produksi tebu. Pemanfaatan serasah tebu selain sebagai pupuk organik yang berguna bagi tanah dan tanaman dalam budidaya tanaman tebu juga dapat
mengurangi terjadinya pemadatan tanah akibat penggunaan peralatan mekanis di lahan perkebunan.
Permasalahan yang dapat dirumuskan merupakan akibat dari pengelolaan serasah tebu di perkebunan antara lain :
1. Bagaimana perkebunan menangani serasah tebu di lapang dan berapa besar potensi serasah tebu yang merupakan sumber bahan organik yang dimiliki
pabrik gula? 2. Teknologi apa yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan?
3. Bagaimana pengaruh kompos serasah tebu terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah?
4. Bagaimana manfaat pengelolaan serasah tebu terhadap perusahaan perkebunan tebu lahan kering?
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diharapkaan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Mendapatkan data dasar tentang karakteristik budidaya tanaman tebu dan potensi serasah tebu pada budidaya tanaman tebu di lahan kering.
2. Mendapatkan informasi alat dan mesin yang dapat digunakan dalam pengelolaan serasah tebu di lahan kering.
3. Mendapatkan rancangan model pengelolaan serasah tebu yang tepat bagi perkebunan untuk diterapkan sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya.
Kebaruan Penelitian Novelty
Ada beberapa kebaruan novelty pada penelitian ini antara lain: 1. Model pengelolaan serasah tebu secara kontinu dengan penerapan peralatan
mekanis di perkebunan tebu lahan kering. 2. Disain prototipe aplikator kompos atau pupuk organik yang berasal dari
serasah tebu untuk tanaman tebu. 3. Pengembangan model pengelolaan serasah tebu terhadap produksi tebu.
II. POTENSI DAN ASPEK TEKNOLOGI PENGELOLAAN
SERASAH TEBU PADA PG TAKALAR
The Potential and Technological Aspect of Sugarcane Litter Management In PG Takalar
Abstrak
PG Takalar adalah salah satu pabrik gula yang terdapat di Sulawesi Selatan dan memiliki potensi serasah tebu yang besar. Serasah tebu merupakan limbah
yang kaya bahan organik yang bisa diolah menjadi pupuk organik berupa kompos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kebutuhan alat dan mesin
pada pengelolaan serasah tebu pada PG Takalar . Hasil penelitian menunjukkan bahwa PG Takalar memilik i rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG
Takalar adalah 19.96 atau 20 dari setiap batang tanaman tebu. Dengan luas lahan 4 186 ha, maka total potensi serasah tebu adalah 32 860 tontahun. Hingga
saat ini pengelolaan serasah tebu pada PG Takalar masih dilakukan secara konvensional dengan membakar serasah tebu tersebut di lahan perkebunan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa luas lahan 4 186 ha membutuhkan jumlah alat dan mesin untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu
adalah traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer besar 31 unit, aplikator 4 unit, pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk 3 unit, dan loader 3 unit
Kata kunci : potensi, mekanisasi, pengelolaan, serasah tebu, tanaman tebu
Abstract
PG Takalar is one of sugar factory in South Sulawesi which has enormous potential of sugarcane litter. Sugarcane litter is organic waste that could be
processed into organic fertilizer in form of compost. The objectives of this study were to determine the potential of sugarcane litter and to determine the machinery
requirement for sugarcane litter management in PG Takalar. The result showed that the average availability potential of sugarcane litter in PG Takalar was
19.96 or 20 from each stem of sugarcane. In total, with 4 186 ha area of PG Takalar, the potential of sugarcane litter was 32 860 tonyear. Nowadays, in PG
Takalar, the management of sugarcane litter is done conventionally by burning the litter in the field. It is also found from the study that to manage the sugarcane litter
in 4 186 ha area, the number of machinery needed to support the mechanization of sugarcane litter management were 48 units of tractor, 13 units of trash rake, 31
units of trailer, 4 units of applicator, 18 units of chopper, 3 units of truck, 3 units of composting turner, and 3 units of loader.
Key words: potential, mechanization, management, sugarcane litter, sugarcane
Pendahuluan
Pabrik gula PG Takalar terletak di desa Pa’rappunganta, Kecamatan Polombangkeng Utara, kabupaten Takalar, provinsi Sulawesi Selatan. PG Takalar
didirikan dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk swasembada gula dan pengambil alihan pengelola proyek gula dari PT Madu
Takalar dengan ganti rugi menjadi PG Takalar yang dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 668KptsOrg81981 tanggal 11
Agustus 1981. PG Takalar dibangun dengan kapasitas giling 3 000 ton tebu per hari TTH
dan ditingkatkan menjadi 4 000 TTH. Tanah merupakan bekas hutan sekunder dan persawahan, umumnya berjenis tanah mediteran dan grumosol. Kondisi iklim
dengan rata-rata 5 – 6 bulan kering dan bulan basah 5 – 6 bulan, sumber daya manusia sejumlah 892 karyawan dengan kesediaan tenaga tebang ± 3 000 orang
yang diserap dari daerah setempat dan daerah lainnya. Areal PG Takalar terdiri dari Hak Guna Bangunan HGB seluas 181.93 ha
dan Hak Guna Usaha HGU seluas 9 967.04 ha yang tersebar pada 3 tiga kabupaten yaitu : kabupaten Gowa 1 996.86 ha, kabupaten Takalar 6 550.21 ha
dan kabupaten Jeneponto 1 419.97 ha. PG Takalar memiliki lahan perkebunan
yang berada pada ketinggian antarat 45 m – 125 m di atas permukaan laut.
Tabel 2.1 menunjukkan kinerja giling PG Takalar dari tahun 1989-2011, terlihat bahwa luas areal perkebunan tebu cenderung menurun. Ini mengakibatkan
turunnya produksi gula dari tahun ke tahun. Puncak produksi terjadi pada tahun 1994, dengan luas lahan 6 500 ha mampu menghasilkan gula 30 852 ton, ini
disebabkan oleh nilai rendemen tebu mencapai 9.59. Setelah itu produksi gula terus menurun hingga titik kritis yang hanya menghasilkan 4 179.7 ton atau hanya
13.5 dari produksi puncak, ini terjadi pada tahun 2009 dimana luas lahan yang dikelola hanya 2 709.1 ha atau sekitar 45 dari potensi luas lahan yang dapat
dikelolah. PG Takalar mempunyai produktivitas tebu tertinggi pada tahun 1990 yaitu sebesar 58.4 tonha dan terendah pada tahun 2009 yaitu sebesar 27.1 tonha.
Tabel 2.1. Kinerja giling PG Takalar tahun 1989 - 2011
Luas Rend.
Produksi Tahun
Areal Tonha
Total Tebu Gula
ha Ton
Ton
1989 6066.70
43.23 262271.40
7.28 19071.20
1990 6123.15
58.43 357764.50
7.74 27689.50
1991 6600.38
48.73 321659.40
8.50 27397.00
1992 6154.93
53.01 326262.00
7.91 25833.00
1993 7000.65
46.23 323618.00
7.65 24791.30
1994 6500.00
49.40 321102.00
9.59 30852.00
1995 6650.00
52.28 347645.50
7.92 27540.40
1996 6583.00
47.39 311957.00
8.61 26858.60
1997 6750.00
48.88 329938.40
8.69 28679.20
1998 5007.40
55.85 279665.60
5.36 14950.80
1999 5436.58
39.20 213101.10
5.94 12266.50
2000 5270.01
38.42 202493.80
6.23 12564.50
2001 4208.50
32.56 137032.30
6.28 8512.00
2002 3608.00
32.30 116523.60
7.95 9110.40
2003 3213.92
27.74 89165.30
8.19 7367.10
2004 3777.30
34.11 128862.50
8.14 10296.60
2005 4023.53
35.42 142509.60
8.20 11459.50
2006 4113.09
31.83 130929.70
6.71 8902.90
2007 4142.74
33.93 140573.70
7.17 10221.30
2008 4677.96
32.71 152992.80
7.04 10809.30
2009 2709.08
27.14 73533.60
5.66 4179.70
2010 3276.86
41.81 137017.80
4.50 6159.30
2011 4186.03
31.38 131341.90
5.66 7429.10
Produksi Tebu
Sumber : Anonim 2011
Kondisi tanah di perkebunan tebu miskin bahan organik, sebagai contoh kandungan bahan organik di kebun pabrik gula PG Subang kira-kira hanya 2.
Limbah hasil pengolahan tebu menjadi gula adalah bahan potensial untuk pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan bahan
organik tanah. Pada saat giling limbah dari pabrik gula antara lain: 32 ampas persen terhadap bobot tebu, 3.64 blotong pada pabrik gula sulfitasi, dan 7.5
pada pabrik gula karbonasi, serta 0.3 abu ketel. Di lahan tebu dapat dihasilkan serasah 20-25 tonha Toharisman 1991.
Gambar 2.1 menunjukkan limbah perkebunan tebu PG Takalar berupa serasah tebu yang tertinggal di lahan. Serasah tebu tersebut belum dimanfaatkan
sebagai bahan baku mulsa atau pupuk organik. Setelah serasah tebu mengering, pihak perkebunan akan melakukan pembakaran terhadap serasah tersebut.
Limbah-limbah di pabrik gula dulu kurang berharga, tetapi saat ini limbah pabrik gula sudah ada harganya, contohnya: ampas atau bagas untuk pabrik kertas,
molases untuk pabrik penyedap rasa, blotong, dan abu ketel untuk pupuk organik. Limbah yang belum banyak dimanfaatkan adalah serasah tebu, perkebunan
cenderung membakarnya di areal tebu, karena lebih praktis, cepat, dan murah.
Gambar 2.1. Serasah tebu di perkebunan PG Takalar Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kebutuhan alat dan
mesin alsin pada pengelolaan serasah tebu di PG Takalar .
Tinjauan Pustaka Tanaman dan Serasah Tebu
Tanaman tebu Saccharum officinarum L merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo
Glumaceae, famili Gramineae, kelompok Andropogoneaae, genus Saccharum Sudiatso 1982. Fase pertumbuhan tebu ada empat, yaitu : 1 fase
perkecambahan, 2 fase pertumbuhan anakan, 3 fase batang memanjang dan 4 fase pemasakan tebu. Dari keempat fase tersebut, fase 1, 2 dan 3 yang
berlangsung selama kurang lebih 9 bulan merupakan fase yang menentukan besar kecilnya bobot tebu yang akan dipanen, fase keempat merupakan fase yang
menentukan besar kecilnya kadar sukrosa tebu.
Morfologi tebu terdiri dari batang, daun, bunga dan akar. Pada saat bibit mulai tumbuh, maka bakal akar pada buku ruas tumbuh menjadi akar adventif.
Fungsi akar ini segera digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh dari pangkal tunas. Pada tanah yang cukup aerasi, akar tebu dapat tumbuh panjang sampai
mencapai 1-2 meter. Susunan akar tebu tidak berbeda dengan tumbuhan monokotil lainnya, hanya akar muda yang pada ujung akar terdapat rambut akar.
Selain untuk menegakkan tanaman, akar berfungsi untuk mengabsorpsi larutan hara Sudiatso 1982.
Gambar 2.2 menunjukkan tanaman tebu dan bagian-bagiannya seperti daun batang dan pucuk tebu.
Gambar. 2.2. Tanaman tebu Barnes 1964 dalam Sudiatso 1982 menyatakan bahwa iklim berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim panas di tropika dan subtropika di sekitar
khatulistiwa sampai garis isotherem 20
o
C, yakni kurang lebih di antara 39
o
LU sampai 35
o
LS. Menurut Miller 1960 dalam Sudiatso 1982, rata-rata curah hujan tahunan yang baik bagi pertumbuhan tebu antara 1 800-2 500 mm. Bagi
daerah-daerah yang curah hujannya rendah, kebutuhan air dapat digantikan dengan irigasi.
Pucuk tebu
Daun tebu Batang te bu
Masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada
hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan terus menerus turun, mengakibatkan kesempatan masak terus tertunda sehingga rendemen rendah.
Pertumbuhan tebu menghendaki adanya perbedaan nyata antara musim hujan dan musim kemarau. Di daerah pertanaman tebu di Jawa umumnya memiliki musim
kemarau dari bulan Mei sampai Oktober dan musim hujan dari bulan Nopember sampai bulan April.
Tanaman tebu dapat dibudidayakan setelah panen pertama tanpa harus melakukan penanaman tanaman tebu baru dengan melakukan pemeliharaan
terhadap tanaman tebu keprasan ratoon. Pengeprasan merupakan pekerjaan memotong sisa-sisa tunggul tebu yang dilakukan secara tepat atau lebih rendah
dari permukaan guludan Koswara 1989. Sedangkan tanaman keprasan merupakan hasil tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang
masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang Barnes 1964. Keprasan, pada budidaya tebu memilik i beberapa keuntungan. Menurut
Oezer 1993 tunas-tunas tebu keprasan dapat tumbuh dengan cepat dan memiliki daya saing yang tinggi. Djojosoewardho 1988 menyatakan bahwa melalui
pengeprasan kegiatan pengolahan tanah semakin berkurang, kelestarian tanah dapat dipertahankan, dan biaya produksi pada tiap satuan hasil menjadi lebih
rendah. Widodo 1991 mengemukakan bahwa, dengan keprasan pemakaian bibit semakin hemat, tebu yang tumbuh sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan
kelestarian alam dapat terjaga. Kerugian dari tebu keprasan adalah memiliki produktivitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan tanaman pertamanya. Arifin 1989 melaporkan bahwa hasil tebu keprasan di lahan kering Sumber Lumbu, Kediri hanya mencapai
67 dari hasil tanaman pertamanya. Pada tahun giling 1992 hasil tanaman tebu keprasan satu R
1
di lahan sawah hak guna usaha HGU PG Jatiroto mengalami penurunan 19.3, sedangkan pada keprasan kedua R
2
sebesar 27.1. Luas areal pertanaman tebu keprasan akhir-akhir ini terus meningkat,
bahkan mencapai lebih dari 50 dari luas keseluruhan lahan tebu di Indonesia. Pada tahun giling 1988 luas areal tanaman tebu keprasan mencapai 55.88,
kemudian meningkat 56.71 pada tahun giling 1990, dan naik menjadi 59.30 pada tahun giling 1991 Rusli dan Soemitro 1990, 1991.
Batang tebu yang telah ditebang akan diangkut ke pabrik gula, sehingga tertinggal sisa-sisa daun yang sudah tua ditandai warna hijau daun yang agak
menguning berserakan di lapangan. Sisa-sisa daun tebu yang menutupi permukaan tanah sesungguhnya sumber bahan organik yang dapat berfungsi
sebagai mulsa dan pupuk organik. Serasah tebu merupakan limbah yang masih sangat kaya akan bahan organik dan belum dimanfaatkan secara maksimal.
Serasah tebu merupakan limbah yang bisa diolah menjadi mulsa dan pupuk organik berupa kompos yang akan sangat berperan dalam siklus produksi tebu
karena bermanfaat bagi tanah dan tanaman dalam hal memperbaiki struktur dan pH tanah, serta meningkatkan kehidupan mikroba dan unsur mikro tanah.
Penggunaan pupuk organik akan dapat menekan biaya pembelian pupuk dan tidak tergantung pada pupuk kimia Disbunjatim 2009.
Mulsa dan pupuk organik serasah akan berpengaruh terhadap kesuburan kimia tanah. Dengan mulsa dan pupuk organik serasah maka terjadi daur ulang
unsur-unsur hara tersebut sehingga pupuk N dapat dikurangi setelah aplikasi mulsa serasah selama 2 tahun. Kesuburan fisika tanah akan mengalami perubahan
pola karena dekomposisi serasah meningkatkan bahan organik tanah, aktivitas biologi, memperbaiki aerasi, dan meningkatkan infiltrasi. Mu lsa dan pupuk
organik juga akan membantu mencegah erosi Disbunjatim 2009.
Pengelolaan Serasah Tebu
Serasah tebu yang merupakan limbah yang kaya akan bahan organik, sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Pengelolaan
serasah di beberapa perkebunan tebu masih dilakukan secara kovensional dan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Ini terlihat dengan adanya
pembakaran serasah tebu yang dilakukan oleh pihak perkebunan karena dapat mengganggu pengoperasian alat berat pada saat penyiapan lahan dan pengeprasan.
Pengelolaan serasah pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi karena kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan yang berat
baik di lahan maupun di rumah kompos. Mekanisasi ini merupakan pemanfaatan
teknologi atau beberapa alat dan mesin alsin yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat berguna bagi tanah dan tanaman tebu.
Penyiapan lahan dilakukan dengan cara burning atau pembakaran sisa-sisa panen berupa serasah tebu yang dilanjutkan dengan pembersihan. Kegiatan
selanjutnya adalah pengeprasan untuk tanaman ratoon atau pengolahan tanah untuk tanaman baru plant cane yang bertujuan untuk menghancurkan dan
mencampurkan sisa-sisa pembakaran serasah dengan tanah sampai tercipta kondisi tanah yang siap tanam Anonim 2010.
Pengelolaan serasah tebu dapat dilakukan dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik. Pemanfaatan serasah tebu sebagai mulsa
telah dilakukan. Bengtson 2006 menyatakan bahwa perlakuan mulsa serasah menghasilkan tebu yang paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan
pembakaran serasah dan tanpa serasah. Jiuhao 2004 menyatakan bahwa perlakuan mulsa serasah tebu dapat meningkatkan kadar sukrosa tebu, tetapi
memiliki produksi tebu paling rendah jika dibanding perlakuan tanpa mulsa dan mulsa film.
Penelitian di Afrika Selatan pada kebun tebu dengan curah hujan 750–1300 mmtahun memberikan hasil berat tebu pada perlakuan non mulsa sekitar
72 tonha dengan berat hablur 9.4 tonha, sedangkan pada perlakuan mulsa serasah 79 tonha dengan berat hablur mencapai 13.3 tonha Tabel 2.2. Hasil penelitian
lain di tempat yang sama Afrika Selatan yang membandingkan perlakuan sebagian serasah dibakar dan penggunaan total mulsa trash blanket.
Penggunaan total mulsa di Afrika Selatan menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibanding perlakuan mulsa dibakar atau non mulsa. Berat tebu pada perlakuan
non mulsa sekitar 59 tonha, sedangkan pada perlakuan mulsa eks bakar dan total mulsa masing-masing 63 dan 69 tonha. Rata-rata berat hablur pada penambahan
total mulsa mencapai 9.0 tonha, sedangkan pada perlakuan non mulsa dan mulsa eks bakar berturut-turut sekitar 7.7 dan 8.2 tonha hablur Disbunjatim 2009.
Tabel 2.2. Dampak mulsa terhadap produktivitas tebu di Afrika Selatan Produktivitas
Non Mulsa Mulsa Serasah
Berat tebu per ha ton 72
79 Berat hablur per ha ton
9.4 13.3
Sumber : Disbunjatim 2009