PENGARUH KOMPOS SERASAH TEBU TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIK MEKANIK TANAH SERTA KERAGAAN TEBU

Metode pengomposan yang digunakan adalah motode yang telah dikembangkan oleh bagian Pengomposan dan Pengelolaan Bahan Organik Balai Besar Pelatihan Pertanian BBPP Batangkaluku kabupaten Gowa provinsi Sulawesi Selatan. Pengomposan dilakukan dengan meletakkan bahan dasar serasah tebu bagian paling bawah dengan ketebalan 15 cm, kemudian kotoran hewan setebal 10 cm untuk setiap lapisan. Maksimal jumlah lapisan adalah lima lapisan untuk setiap baris. Rancangan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan perlakuan yang menggunakan faktor dosis kompospupuk organik dengan tiga ulangan. Faktor dosis kompospupuk organik terdiri atas 2 taraf yaitu : K0 tanpa pupuk organik dan K15 pupuk organik 15 tonha. Dengan demikian akan terdapat 2 x 3 = 6 petak percobaan. Setelah lahan percobaan dibersihkan, lalu membuat petakan dengan ukuran 24 m x 25 m dan dibagi menjadi 6 petakan dengan masing-masing ukuran 4 m x 25 m. Selanjutnya pupuk organik yang berasal dari kompos serasah tebu dibenamkan di bawah permukaan tanah yang terdapat tebu ratoon sesuai dengan perlakuan. Pengukuran sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dilakukan sebelum perlakuan dan setelah perlakuan meliputi parameter : kandungan bahan organik, kadar air tanah, bulk density, dan tahanan penetrasi. Pengumpulan data pertumbuhan tanaman tebu dan kesuburan tanah dilakukan setelah tebu ratoon berumur 4 bulan. Pengukuran sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dilakukan pada awal penelitian dan setelah tanaman berumur 4 bulan meliputi parameter sebagai berikut : - Kandungan bahan organik C dan N Pengukuran kandungan C dan N organik dilakuakan di Laboratorium Ilmu Tanah UNHAS. Sampel tanah dari lokasi penelitian dianalisis di Laboratorium. - Perhitungan Kadar Air Tanah Perhitungan kadar air tanah dapat dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan, kemudian ditimbang dan dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105 o . perhitungan kadar air dilakukan pada kedalaman 5, 15, dan 25 cm. Kadar air tanah dihitung dengan persamaan : 100          Wb Wb Wa KA ........................................4.1 Dimana : KA = kadar air tanah , Wa = berat sampel tanah basah g Wb = berat sampel tanah kering g - Perhitungan bulk density tanah Bulk density atau bobot isi tanah dapat dihitung dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan yang dihitung dengan persamaan : Vt Bk BD  .......................................................... 4.2 Dimana : BD = bulk density gcm 3 , Bk = berat kering g Vt = volume total cm 3 Perhitungan nilai bulk density dilakukan pada kedalaman 5 cm, 15 cm, dan 25 cm. - Perhitungan tahanan penetrasi tanah Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan sesudah perlakuan 4 bulan setelah aplikasi kompos dengan menggunakan penetrometer SR-2 pada kedalaman 5 cm, 15 cm, dan 25 cm. Perhitungan tahanan penetrasi untuk tiap tekanan menggunakan persamaan: Ak Fp Tp  ...................................................... 4.3 Dimana : Tp = tahanan penetrasi kNcm 2 , Ak = luas penampang kerucut cm 2 Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer kN Aplikasi Serasah Tebu Sebagai Pupuk Organik pada Tebu Ratoon Pengaplikasian serasah tebu sebagai pupuk organik di lahan perkebunan tebu dilakukan setelah serasah tebu diolah menjadi kompos melalui proses pengomposan. Proses pembuatan kompos dapat dilakukan secara konvensional dimana kompos yang dihasilkan berupa kompos yang siap pakai. Setelah kompos matang CN 10-20 selanjutnya kompos diayak untuk memperoleh ukuran yang seragam dan siap untuk diaplikasikan di lahan dengan prosedur sebagai berikut : 1 membersihkan lahan perkebunan dari sisa-sisa tanaman dan semak belukar, 2 membuat petak percobaan dengan ukuran 4 m x 25 m sebanyak 6 petak, 3 melakukan pengeprasan pada tanaman tebu ratoon, 4 melakukan pencampuran bahan organik kompos dengan cara membenamkan pupuk organik di antara tanaman ratoon sesuai dosis perlakuan. Gambar 4.1. Bagan alir penelitian pemanfaatan serasah sebagai kompos Mulai Bahan Campuran - Pupuk Kandang - Mikroba Dekomposer Kompos Matang Proses Ferme ntasi - Suhu 40 o -50 o C - Kelembaban 40-60 - Pembalikanpengadukan 1-2 kaliminggu Proses Pencampuran Pengadukan Pencacahan Se rasah Te bu Serasah Te bu Aplikasi Kompos Analisis Kematangan Kompos Tanaman Ratoon Pengukuran Awal Pengukuran Akhir Peme liharaan Tanaman Pengumpulan Serasah Tebu Aplikator Ratoon 4 Bulan Tidak Ya Analisis Dampak Aplikasi Serasah Tebu 1. Sifat Kimia, Fisik dan Mekanik Tanah Sifat kimia, fisik dan mekanik tanah diukur 2 kali. Pertama, setelah pembersihan lahan dan kedua, setelah 4 bulan aplikasi pupuk organik. Adapun parameter yang diukur adalah kandungan bahan organik, kadar air tanah, tahanan penetrasi tanah, dan bulk density. 2. Kesuburan Tanah Analisis kesuburan tanah meliputi kandungan hara dan derajat keasaman pH. 3. Pertumbuhan Tanaman Tebu Pertumbuhan tanaman tebu diamati setiap bulannya, dengan mengukur tinggi tanaman dan diameter tanaman. Hasil dan Pembahasan Analisis Kualitas Kompos Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman danatau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami danatau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik dan pembenah tanah sangat berperan dalam mendukung keberhasilan pengembangan budidaya tanaman Permentan 2009. Kompos serasah tebu merupakan kompos yang berasal dari sisa panen tanaman tebu berupa daun dan pucuk tebu serta batang tebu yang tidak sempat dipanen. Sebelum dilakukan fermentasi atau pengomposan, serasah tebu dicacah terlebih dahulu hingga menjadi potongan-potongan kecil dengan ukuran panjang antara 1-5 cm. Setelah fermentasi selesai, kompos selanjutnya digiling dan diayak sehingga ukuran partikel kompos menjadi seragam dengan ukuran diameter kurang dari 5 mm. Ukuran partikel yang kecil in i memudahkan terjadinya dekomposisi lanjut saat aplikasi di lapang. Gambar 4.2 menunjukkan perbedaan ukuran partikel kompos sebelum digiling dan kompos setelah digiling dan diayak. Berat jenis kompos serasah tebu adalah 340 kgm 3 menjadikannya bersifat bulki atau memiliki volume besar dengan berat yang ringan. Gambar 4.2. Kompos sebelum dan setelah digiling dan diayak Tabel 4.2. Hasil analisis kandungan hara kompos serasah tebu Parameter Jumlah kandungan hara SD C-organik 4.11 1.85 N-organik 0.32 0.24 CN 13.16 4.03 Proses pengomposan yang dilakukan selama 50 hari menghasilkan kompos matang yang memiliki CN rasio 13.16 Tabel 4.2. Hal ini menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan yang tertuang dalam SNI-19-7030-2004 tentang persyaratan kompos yang harus memiliki CN rasio antara 10-20 dan Permentan Nomor 2 tahun 2006 serta Nomor 28 tahun 2009. Akan tetapi untuk kandungan C organik masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan standar SNI yaitu 9.8-32 atau Permentan yaitu 12. Nilai CN rasio untuk serasah tebu adalah 110 Musnamar 2003 dan setelah men galami pengo mposan CN rasionya turun menjadi 13.16, hal ini disebabkan karena bahan mengalami dekomposisi. Kandungan C or ganik dalam bahan adalah sumber makanan bagi mikroorgan isme sehingga jumlahnya berkurang. Selain itu C organik juga terurai menjadi CO 2 ke udara. Nilai N organik disebabkan oleh proses dekomposisi o leh mikroor ganisme yang menghasilkan amonia dan n itrogen yan g terperangkap di dalam tumpukan kompos karena pori-pori tumpukan kompos yang sangat kecil sehingga amonia dan nitrogen yang ter lepas ke udara jumlahnya sedikit. Setelah melalui proses pengomposan berat bahan akan mengalami penyusutan, hal ini menunjukkan bahan dasar berubah menjadi kompos. Penyusutan ini dapat dilihat dari berat akhir bahan setelah pengomposan. Komposisi berat bahan sebelum pengomposan adalah : serasah tebu 2 000 kg, kotoran sapi 500 kg, molases + EM4 3 kg dan air pelarut 300 kg, sehingga berat total bahan kompos adalah 2 803 kg. Setelah kompos matang, berat bahan susut menjadi 1 224 kg. Selama proses pengomposan serasah tebu yang dicampur dengan bahan organik kotoran hewan dan aktivator EM-4, mengalami proses dekomposisi atau penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme pengurai atau dekomposer. Menurut Cahaya dan Nugroho 2008 menyatakan bahwa dalam proses pengomposan bahan kompos akan mengalami tiga tahap proses pengomposan. Pada tahap pertama yaitu tahap penghangatan tahap mesofilik, mikroorganisme hadir dalam bahan kompos secara cepat dan temperatur meningkat. Mikroorganisme mesofilik hidup pada temperatur 10-45 o C dan bertugas memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Pada tahap kedua yaitu tahap termofilik, mikroorganisme termofilik hadir dalam tumpukan bahan kompos. Mikroorganisme termofilik hidup pada tempratur 45-60 o C dan bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat. Mikroorganisme ini berupa Actinomycetes dan jamur termofilik. Sebagian dari Actinomycetes mampu merombak selulosa dan hemiselulosa. Kemudian proses dekomposisi mulai melambat dan temperatur puncak dicapai. Setelah temperatur puncak terlewati, tumpukan mencapai kestabilan, dimana bahan lebih mudah terdekomposisikan. Tahap ketiga yaitu tahap pendinginan dan pematangan. Pada tahap ini, jumlah mikroorganisme termofilik berkurang karena bahan makanan bagi mikroorganisme ini juga berkurang, ini mengakibatkan organisme mesofilik mulai beraktivitas kembali. Organisme mesofilik tersebut akan merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi gula yang lebih sederhana, tetapi kemampuanya tidak sebaik organisme termofilik. Bahan yang telah didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang dilepaskan relatif kecil. Nitrogen dibutuhkan oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan untuk pembentukan sel-sel tubuhnya dan karbon sebagai sumber tenaga bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dengan baik dan mampu menghasilkan panas yang lebih tinggi. Penambahan EM-4 membuat aktivitas mikroorganisme akan semakin cepat dalam mendekomposisi bahan kompos. Berat bahan yang hilang adalah gas-gas hasil penguraian oleh mikroba yang terbuang ke udara, misalnya amonia dan uap air sehingga menyebabkan berat bahan akhir menjadi berkurang. Kompos yang telah matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitam-hitaman, yang terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Sedangkan bentuk akhir sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguraian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam kompos. Hal in i sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004. Kualitas kompos yang baik sangat bergantung kepada bahan baku dan proses pengomposannya. Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap, namun kadarnya kecil, sehingga tidak mungkin dengan dosis biasa dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Solusi terbaik adalah keseimbangan antara pemakaian pupuk organik dan anorganik yang berkelanjutan. Analisis Pengaruh Kompos Terhadap Sifat Kimia, Fisik dan Mekanik Tanah Kandungan Bahan Organik Tabel 4.3 menunjukkan bahwa kandungan C dan N organik dari lokasi penelitian yang digunakan hanya sedikit 2.15 dan 0.15. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian tergolong kurang subur. Sebagaimana pendapat Singer dan Munns 1987 yang menyatakan bahwa sebagian besar tanah mengandung bahan organik kurang dari 5 dengan mayoritas penyusunnya adalah karbon C. Lahan tempat penelitian yang digunakan merupakan tanah dengan permukaan bergelombang karena merupakan kebun tebu ratoon III R3 yang telah dipanen, masih banyak terdapat serasah tebu dan tunggak tebu yang belum dikepras serta banyak ditumbuhi semak dan rumput liar. Sebelum dilakukan penelitian, lahan dibersihkan dari rumput dan dikepras dengan menggunakan parang. Tanah pada lokasi penelitian di PG Takalar merupakan tanah jenis Mediteran, Grumosol, Latosol dan Podsolik Kuning. Tabel 4.3 menunjukkan kandungan unsur-unsur yang terdapat pada tanah di lokasi penelitian. Tabel 4.3. Hasil analisis kandungan bahan organik pada awal penelitian di PG Takalar Parameter Kandungan unsur C Organik 2.15 N Organik 0.15 CN ratio 14.33 Pasir 18 Debu 20 Liat 62 Hasil analisis menunjukkan perbandingan liat, debu dan pasir tanah tersebut merupakan tanah yang bertekstur liat berdasarkan sistem USDA dan mempunyai karakteristik akan mengkerut bila kering dan membentuk pasta bila basah. Sifat ini akan mempengaruhi kekerasan tanah tersebut. Tekstur liat merupakan tanah yang memiliki kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara yang tinggi. Hal ini disebabkan karena luas partikel liat yang besar Hardjowigeno 2003. Menurut Soepardi 1983 bahwa terdapatnya liat yang tinggi, tanah akan menjadi berat diolah karena sifat liat bila terlalu kering akan menggumbal dan keras, pada keadaan basah nilai kelengketan pada roda traktor dan alat pengolah tanah akan semakin tinggi. Tabel 4.4. Hasil analisis kandungan bahan organik pada akhir penelitian di PG Takalar Parameter Kandungan unsur C Organik 2.34 N Organik 0.19 CN ratio 12.32 Keadaan permukaan tanah sebelum diolah merupakan tanah yang datar dan terletak di daerah yang lapang. Keadaan ini menyebabkan tingginya nilai evaporasi dan penguapan tertinggi terjadi pada lapisan permukaan. Setelah aplikasi kompos selama 4 bulan terlihat bahwa kandungan bahan organik mengalami peningkatan. Ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 yang menunjukkan bahwa kandungan C dan N organik masing-masing mengalami peningkatan jumlah 5 dan 21 jika dibanding dengan kandungan bahan organik pada awal penelitian. Peningkatan kandungan C dan N organik menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik berupa kompos berpengaruh terhadap peningkatan kandungan bahan organik tanah. Pengaruh Kompos Terhadap Kadar Air Tanah Persentase kadar air pada akhir penelitian Tabel 4.5 yaitu pada saat tebu ratoon berumur 5 bulan terlihat lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase kadar air pada keadaan awal penelitian Tabel 4.5, ini disebabkan oleh kondisi cuaca, dimana pada saat akhir penelitian bulan November terjadi musim penghujan dimana intensitas curah hujan lebih besar dibanding pada awal penelitian bulan Juni yang bertepatan dengan musim kemarau sehingga sangat mempengaruhi persentase kadar air tanah di lapangan. Tabel 4.5. Kadar air tanah PG Takalar Kedalaman cm Kadar air awal perlakuan Kompos K15 SD Tanpa kompos K0 SD 0 – 10 30.97 1.36 23.57 0.17 10 – 20 30.13 0.31 27.35 3.28 20 -30 27.98 0.75 28.66 1.58 Kadar air akhir perlakuan 0 – 10 39.19 3.40 40.56 1.19 10 – 20 34.06 3.58 37.93 0.25 20 -30 35.67 0.28 35.73 2.24 Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos tidak memberikan pengaruh terhadap persentase kadar air. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 dimana persentase kadar air terkecil adalah 34.06 pada perlakuan perlakuan kompos pada kedalaman 10-20 cm, sedangkan persentase kadar air terbesar adalah 40.56 pada perlakuan tanpa kompos pada kedalaman 0-10 cm. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 7 sampai pukul 8, sehingga evaporasi pada permukaan tanah belum terjadi dan bertepatan dengan musim penghujan di daerah tersebut. Persentase kadar air tanah seperti yang terlihat pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa kebutuhan air tanaman masih tercukupi dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kompos pada prinsipnya dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kebutuhan air terbesar terjadi pada saat tebu berumur 4 sampai 9 bulan, dimana pada umur tersebut tebu berada pada masa vegetatif aktif. Pada masa tersebut, kekurangan air akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tebu seperti diameter batang kecil dan jarak antar buku kecil sehingga tinggi pohon berkurang. Kebutuhan air terendah terjadi pada saat tebu siap panen. Saat itu tebu tidak membutuhkan banyak air lebih, karena kelebihan air akan berpengaruh pada proses pemasakan yaitu menyebabkan rendemen tebu turun. Tanaman tebu diberi air secukupnya pada musim kemarau tetapi tebu tidak perlu diairi pada musim hujan. Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman tebu adalah 1.5 kali kebutuhan air untuk tanaman palawija. Total ketersediaan air bagi tanaman tebu pada umur 1 – 12 bulan, besamya antara 14.82 mm sampai 140.5 mm. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila kadar air tanah berada pada titik kapasitas lapang. Pengaruh Kompos Terhadap Bulk density Tanah Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air dan ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar 1.1 – 1.6 gcc. Beberapa jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0.9 gcc misal tanah Andisol, bahkan ada yang kurang dari 0.1 gcc misalnya tanah gambut Hardjowigeno 2003. Tabel 4.6 menunjukkan nilai bulk density sebelum perlakuan pemberian kompos terhadap tanaman tebu. Nila i bulk density pada awal penelitian berkisar antara 1.2 gcc – 1.33 gcc. Rata-rata nilai bulk density yang tertinggi terdapat pada lapisan atas permukaan tanah 0-10 cm yaitu 1.32 gcc. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan budidaya pada saat pemeliharaan dan perawatan yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penariknya. Selama 5 bulan pemeliharaan tanaman tebu ratoon 4 telah dilakukan 3 kali perlintasan traktor, masing-masing satu kali sebelum aplikasi pemberian kompos yaitu pada kegiatan interrow atau pedot oyot, pada saat aplikasi pemberian kompos, dan kegiatan pembumbunan. Kegiatan budidaya tanaman dengan menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penarik dapat menggemburkan tanah pada lapisan olah tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada lapisan tertentu yaitu di bawah lapisan olah. Tabel 4.6. Bulk density tanah PG Takalar gcc Kedalaman cm Bulk density awal perlakuan gcc Kompos K15 SD Tanpa kompos K0 SD 0 – 10 1.32 0.01 1.32 0.05 10 – 20 1.21 0.02 1.33 0.08 20 -30 1.24 0.21 1.28 0.13 Bulk density akhir perlakuan gcc 0 – 10 1.1 0.06 1.3 0.07 10 – 20 1.23 0.07 1.2 0.12 20 -30 1.24 0.01 1.33 0.00 Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos hanya berpengaruh pada lapisan permukaan tanah 0-10 cm terhadap nilai bulk density. Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa pada lapisan tanah atas memiliki nilai bulk density yang terkecil yaitu 1.1 gcc. Ini disebabkan kompos yang diberikan hanya sampai kedalaman 10 cm. Besarnya nilai bulk density akan mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman. Gambar 4.3. Pengaruh bulk density terhadap pertumbuhan akar tanaman jagung Nelson 2012. Tanaman tebu memiliki sistem perakaran serabut yang sama dengan tanaman jagung. Hasil penelitian Nelson 2012 pada Gambar 4.3 menunjukkan bagaimana pengaruh pemadatan tanah terhadap pertumbuhan akar bibit jagung pada 3 bulk density tanah yang berbeda. Pada bulk density rendah 0.7 gcm 3 terlihat bahwa akar tanaman dapat bertumbuh dengan baik dan mengalami penurunan pertumbuhan pada nilai bulk density sedang 1.1 gcm 3 . Sedangkan pada kondisi tanah yang memiliki bulk density tinggi 1.6 gcm 3 terlihat akar tanaman mengalami kesulitan dalam pertumbuhannya. Ini menunjukkan bahwa nilai bulk density tanah yang tinggi ≥1.6 gcm 3 akan menghambat pertumbuhan akar tanaman sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat mengurangi produksi dari tanaman tersebut. Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian kompos pada kedalaman 0-10 cm memberikan pengaruh terhadap nilai bulk density bobot isi, dimana pemberian kompos 15 tonha dapat menurunkan nilai bulk density sebesar 0.22 gcc atau turun sebesar 16.7. Hal ini disebabkan oleh pemberian kompos hanya pada lapisan kedalaman 0-10 cm. Selain berguna bagi tanaman kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah dan mengurangi efek pamadatan tanah akibat berat mesin yang digunakan dalam proses pemeliharaan tanaman tebu. Gambar 4.4. Nilai Bulk density tanah sebelum pemberian kompos Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai bulk density pada akhir penelitian di kedalaman 10-20 cm untuk perlakuan tanpa kompos mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pada awal penelitian, hal ini disebabkan oleh perkembangan akar tebu pada kedalaman tersebut sehingga mengurangi tingkat kepadatan tanah. Selain karena berat mesin, nilai bulk density juga dipengaruhi oleh kadar air tanah di lapang pada saat mesin beroperasi dan pada saat pengambilan sampel tanah. Kecenderungan kenaikan nilai bulk density yang seiring dengan banyaknya aktivitas budidaya tanaman yang menggunakan traktor. Pemadatan tanah akibat intensitas lintasan traktor bersumber dari adanya tekanan dari roda traktor yang mendesak air dan udara sehingga daerah yang dipengaruhi tekanan menjadi lebih padat dan secara langsung dapat meningkatkan nilai bulk density tanah, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Harris 1971 bahwa peningkatan nilai bulk density kemungkinan ada 4 hal yang terjadi yaitu 1 pemampatan partikel padatan 2 pemampatan cairan dan gas di dalam ruang pori 3 perubahan kandungan cairan dan gas di dalam ruang pori dan 4 perubahan susunan partikel padatan. Gambar 4.5. Nilai bulk density tanah setelah pemberian kompos Penelitian ini memperoleh hasil bahwa pengaruh perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan menurunkan nilai bulk density dan meredam terjadinya pemadatan tanah akibat aktivitas pemeliharan tebu yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Charles and Jasa 2003 bahwa bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah dan menurunkan bulk density serta membantu mengikat partikel tanah menjadi agregat sehingga tanah tidak mudah padat oleh lintasan roda. Gill dan Berg 1968 menyatakan bahwa pemadatan tanah menurunkan aerasi tanah sehingga menghambat metabolisme perakaran tanaman, meningkatkan keteguhan tanah sehingga menghambat perkembangan akar, menurunkan permeabilitas tanah sehingga meningkatkan aliran permukaan dan erosi. Lalu lintas mesin telah memberikan pengaruh terhadap produksi tanaman dengan pertambahan nilai bulk density tanah. Pertambahan nilai bulk density tanah dapat menghambat penetrasi akar ke dalam tanah, mengurangi ketersedian udara dan mengurangi infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi produksi tanaman Raghavan 1978 dalam Lavoie 1991. Pengaruh Kompos Terhadap Tahanan Penetrasi Tanah Hasil pengukuran tahanan penetrasi setelah tebu ratoon berumur 4 bulan menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos memberikan pengaruh terhadap tahanan penetrasi. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan pada petak yang sama dengan pengukuran bulk density tanah. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan dengan menggunakan penetrometer SR-2. Tabel 4.7. Hasil pengukuran nilai Tahanan penetrasi tanah kgfcm 2 pada akhir perlakuan di PG Takalar. Perlakuan Tahanan Penetrasi kgfcm 2 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm K15 3.8 7.3 13.2 SD 1.6 0.6 2.8 K0 4.5 10.2 16.7 SD 1.3 3.3 6.1 Tabel 4.8. Kadar air tanah pada saat pengukuran tahanan penetrasi Perlakuan Kadar air pada kedalaman cm 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm K15 50.4 46.4 41.2 SD 3.6 5.0 4.5 K0 43.2 44.9 44.4 SD 2.8 2.7 3.3 Adanya aktivitas pada lahan perkebunan yang menggunakan traktor tentu saja akan mempengaruhi nilai tahanan penetrasi tanah. Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa nilai tahanan penetrasi tanah semakin besar seiring dengan meningkatnya kedalaman tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya pengolahan tanah yang dilakukan hanya pada kedalaman 0-10 cm sehingga tanah di permukaan menjadi gembur. Pengolahan tanah dangkal dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah di bawah lapisan olah akibat mendapat gaya tekan yang besar dari roda traktor yang menyebabkan tanah mengalami pemampatan dan menjadi padat. Peningkatan nilai tahanan penetrasi dan bulk density menunjukkan adanya peningkatan kepadatan tanah sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas budidaya yang menggunakan traktor. Hal ini terjadi diduga karena pemampatan partikel- partikel tanah sehingga ruang pori tanah menjadi semakin sempit atau kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iqbal et al 2006 yang menyatakan bahwa lintasan roda traktor dapat meningkatkan tahanan penetrasi dan bulk density tanah sampai kedalaman 20 cm. Peningkatan nilai tahanan penetrasi tanah juga disebabkan oleh persentase kadar air tanah di lapang pada saat pengukuran. Persentase kadar air tanah yang rendah dapat meningkatkan nilai tahanan penetrasi tanah. Hasil pengukuran di lapang menunjukkan bahwa perlakuan kompos memberikan pengaruh terhadap tahanan penetrasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.6 dimana perlakuan kompos pada setiap kedalaman memiliki nilai tahanan penetrasi yang lebih rendah daripada perlakuan tanpa kompos. Ini menunjukkan bahwa kompos sebagai bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan mengurangi kepadatan tanah serta membantu mengikat partikel tanah menjadi agregat sehingga tanah tidak mudah padat oleh lintasan roda Charles and Jasa 2003. Gambar 4.6. Tahanan penetrasi kgfcm 2 pada tiap kedalaman Keragaan Tanaman Tebu Berdasarkan hasil pengukuran tinggi tanaman tebu pada Tabel 4.9 terlihat bahwa pada petak perlakuan kompos memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik daripada petak perlakuan tanpa kompos. Pada perlakuan kompos menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tebu adalah 53.7 cm setiap bulan sedangkan untuk perlakuan tanpa kompos hanya mengalami rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 51.1 cm setiap bulan. Ini menunjukkan bahwa kompos memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman tebu. Penambahan bahan organik seperti kompos sangat berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah karena kompos yang kaya akan bahan organik dapat mempengaruhi ketersediaan N-total, P tersedia, K tersedia dan menghasilkan asam humik yang berpengaruh pada KTK tanah. Tabel 4.9. Pertumbuhan rata-rata bulanan tanaman tebu Perlakuan Keragaan Tanaman Tebu Standar Deviasi Tinggi Batang cm Diameter Batang cm Tinggi Batang Diameter Batang Kompos 53.7 1.4 9.5 1.6 Tanpa Kompos 51.1 1.0 5.6 1.3 Pengukuran pertumbuhan tinggi tanaman tebu dilakukan pada bulan ketiga, keempat dan kelima setelah aplikasi kompos. Ini dilakukan karena pada bulan pertama dan kedua terjadi musim kemarau sehingga pertumbuhan tanaman tebu terhambat. Pada bulan ketiga mulai terjadi musim penghujan hingga bulan kelima dan pertumbuhan tanaman berjalan normal kembali. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan yang cukup besar pada bulan kelima pada kedua perlakuan. Pertumbuhan tinggi tanaman tebu pada perlakuan kompos lebih baik daripada perlakuan tanpa kompos. Hasil pengukuran pertumbuhan diameter batang tanaman tebu dapat dilihat pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan diameter batang yang cukup besar pada bulan kelima pada kedua perlakuan. Pertumbuhan diameter batang tanaman tebu pada perlakuan kompos lebih baik daripada perlakuan tanpa kompos. Gambar 4.7. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tebu Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah beberapa penyakit akar, dan dapat menghemat pemakaian pupuk kimia atau pupuk buatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia. Gambar 4.8. Rata-rata pertumbuhan diameter batang tanaman tebu Analisis Kesuburan Tanah Kompos serasah tebu merupakan bahan organik yang telah mengalami dekomposisi atau penguraian oleh mikroorganisme pengurai, sehingga berguna bagi tanah dan tanaman karena dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan mengandung hara-hara mineral yang penting bagi tanaman. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, akan tetapi bila tidak dikelola dengan baik maka akan dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan dapat mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan tanaman karena immobilisasi hara, menjadi tempat berkembang biak bagi organisme patogen tanaman, dan dapat mengganggu pengoperasian alat pada saat pengolahan lahan. Serasah tebu sebelum mengalami penguraian atau pelapukan oleh mikroorganisme tidak berguna bagi tanaman karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan kompos serasah tebu sebagai bahan pembenah tanah soil conditioner dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian. Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : 1 mengandung unsure hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal kompos; 2 menyediakan unsur hara secara lambat slow release dan dalam jumlah terbatas ; dan 3 mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Hai ini dapat terlihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dimana terdapat meningkatan nilai kandungan bahan organik C dan N setelah 4 bulan pemberian kompos pada lahan penelitian. Kompos yang telah matang mengandung hara yang dibutuhkan tanaman dan setelah terbenam dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi menghasilkan hara yang siap diserap tanaman. Selain itu dari sifat fisik kompos yang telah matang memilik i kandungan mikroorganisme yang optimal untuk membantu proses-proses yang mampu memperbaiki sifat fisik tanah dengan mekanisme agregasi, pembentukan dan perluasan ruang pori makro, sementasi partikel lepas, dan kompaksi. Dosis atau jumlah kompos yang diberikan ke dalam tanah bervariasi tergantung dari sifat dan kesuburan tanah. Pada prinsipnya semakin tinggi dosis atau jumlah kompos yang diaplikasikan akan semakin besar dampak dan manfaatnya bagi kesuburan tanah. Pada tanah yang subur dan beragregasi baik, pemberian kompos dapat dilakukan dengan dosis atau jumlah yang relatif lebih rendah dibanding pada tanah yang kurang subur. Dosis aplikasi untuk memperbaiki sifat kimia tanah dapat diaplikasikan rata-rata sekitar 0.5-1.0 tonha. Untuk tujuan perbaikan sifat fisik dan mekanik tanah, biasanya kompos diaplikasikan dalam jumlah yang relatif cukup banyak, yaitu mencapai 2-10 tonha. Aplikasi kompos dapat diberikan pada tanaman tebu pertama PC maupun ratoon. Pada tanaman PC aplikasi kompos dilakukan pada saat tanam dalam juringan, maupun dalam larikan setelah tanaman tumbuh. Cara terakhir tersebut sering dilakukan pada tanaman keprasan. Harus dipahami bahwa pemberian kompos harus menunggu sesaat sampai kondisi kompos tidak terlalu panas. Hindari pemberian kompos langsung diangkat dari proses pengomposannya. Pada tanaman tebu aplikasi kompos dapat dilakukan dua tahun sekali. Dampak Positif Pemberian Kompos Pemberian kompos akan berdampak positif terhadap sifat fisik dan mekanik tanah serta terhadap pertumbuhan tanaman. Seperti yang terdapat pada Tabel 4.5, Tabel 4.6 dan Tabel 4.8 dimana nilai bulk density dan tahanan penetrasi tanah yang diberi kompos akan lebih rendah daripada tanah yang tidak diberi kompos. Selain itu pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos lebih baik daripada yang tidak diberi kompos. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Wargani et al. 1988 menunjukkan bahwa pemberian kompos yang berasal dari limbah padat pabrik gula memberika pengaruh positif terhadap produksi tanaman tebu. Pemberian kompos sebanyak 10 tonha dapat meningkatkan bobot tebu sebanyak 7.2 sampai 16.9 tonha. Semakin besar dosis pemberian kompos limbah padat pabtik gula yang diberikan maka bobot tebu juga semakin bertambah. Hutasoit dan Toharisman 1993 melakukan penelitian pengomposan campuran blotong, ampas dan abu ketel di PG Jatitujuh. Campuran tersebut diinkubasi dengan mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan tebu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian kompos 10 tonha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16.8 tonha. Simpulan dan Saran Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas kompos yang dihasilkan dari serasah tebu telah memenuhi SNI 2004, Permentan nomor 2 tahun 2006 dan nomor 28 tahun 2009 dari aspek nisbah CN. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan dan akan meningkatkan kadar C dan N organik masing-masing sebesar 8 dan 21 dalam kurun waktu 4 bulan penggunaan kompos. Rata-rata pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos serasah tebu lebih baik daripada yang tidak diberi kompos dari aspek pertumbuhan tinggi dan diameter batang. Saran Pengelolaan serasah tebu akan memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan. Pertama, dapat menambah pemasukan bagi perusahaan dan kedua, dapat memperbaiki kondisi fisik dan mekanik tanah perkebunan sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan. Daftar Pustaka http:ditjenbun.deptan.go.id diakses 21 Februari 2011. Arifin S. 1989. Upaya Meningkatkan Tebu Keprasan di Lahan Kering Regosol. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. P3GI Pasuruan Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 19-7030-2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Barnes A C. 1964. The Sugar Cane. Leonard-Hill. London Cahaya T.S. Andhika dan Dody Adi Nugroho. 2008. Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat Organik Sampah Sayuran Dan Ampas Tebu. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro : Semarang. Charles SW and Jasa PJ. 2003. Management to Minimize and Reduce Soil Compaction. Nebraska: University of Nebraska. Ditjenbun, 2007. Potensi Dan Prospek Pabrik Gula Di Luar Jawa. Makalah presentasi di Seminar Gula Nasioanal Perhimpunan Teknik Pertanian PERTETA di Makassar, 4 Agustus 2007. Djojosoewardho. 1988. Sumbangan Pemikiran Mendukung Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Khusus Meningkatkan Produksi Gula. P3GI. Pasuruan. Gill WR and VandenBerg GE. 1968. Soil Dynamic in Tillage ang Traction. United State: Agric. Res. Service. US Departement of Agriculture. Goenadi , DH dan Santi LP. 2006. Aplikasi Bioaktivator SuperDec dalam Pengomposan Limbah Padat Organik Tebu. Buletin Agron. 34 3 pp 173 – 180 2006. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Harris WL. 1971. The Soil Compaction Process. American Society of Agricultural Engineering. Hartanto R, Asmarantaka T, Suprapto. 2007. Menuju Optimasi Produksi Tebu Lahan Kering: Pengalaman Dari Berbagai Perkebunan Tebu Di Lampung. Prosiding seminar Nasional PERTETA 3-5 Agustus 2007. Makassar Herman, D.H. Goenadi.1999. Manfaat dan Prospek PengembanganIndustri Pupuk Hayati di Indonesia. J. Litbang Pertanian. 183: 91-97. Hutasoit, G.F., A. Toharisman. 1993. Pengomposan limbah pabrik gula di PG. Jatitujuh , Cirebon. Pros. Seminar Pertemuan Teknis Tengah Tahun I1991. P3GI, Pasuruan. Iqbal, Mandang T, dan Sembiring EN. 2006. Pengaruh Lintasan Traktor Dan Bahan Organik Terhadap Pemadatan Tanah Dan Draft Pengolahan Tanah. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 19 No. 4. Koswara E. 1989. Pengaruh Kedalaman Kepras terhadap Pertunasan Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, 23-25 November 1989. P3GI. Pasuruan. Lavoie G, Gunjal K, Raghavan GSV. 1991. Soil Compaction, Machinery Selection, And Optimum Crop Planning. Vol 341. ASAE. Permentan nomor 2perthk.06022006. 2006. Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah Permentan nomor 28SR.13052009. 2009. Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah. Soepardi G. 1983. Sifat Dan Ciri Tanah. Fisika Tanah . Bogor: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Sudiatso S. 1982. Bertanam Tebu. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Toharisman, A. 1991. Pengelolaan Tebu Berkelanjutan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia P3GI. Wargani, Supryanto, dan T.Sr. Samsuri. 1988. Pemanfaatan Limbah Pabrik Sebagai Bahan Kompos Dalam Menunjang Peningkatan Produksi Tanaman Tebu di Pabrik Gula Cinta Manis. Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, 23- 25 November 1988. P3GI. Pasuruan. Jatim. Widodo. 1991. Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG. Tasik Madu PTP XV-XVI. Laporan Keterampilan Profesi Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yadav. R. L., S. R. Prasad, Ramphal Singh V. K. Srivastava. 1994. Recycling Sugarcane Trash To Conserve Soil Organic Carbon For Sustaining Yields Of Successive Ratoon Crops In Sugarcane. Bioresource Technology 49. pp 231- 235.Elsevier Science Limited. V . ANALISIS MANFAAT DAN KELAYAKAN PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING The Benefit and Feasibility Analysis of Sugarcane Litter Management on Dry Land Sugarcane Plantation Abstrak Limbah pertanian dalam bentuk serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat diolah menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu dilakukan oleh unit pengelolaan limbah pabrik gula yang memerlukan biaya investasi dan operasional untuk tempat dan beberapa alat dan mesin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis manfaat dan kelayakan pengelolaan serasah tebu di lahan kering. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan tebu akan mengurangi biaya produksi di lahan. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 tonha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan 600 kgha urea, maka pemberian kompos 15 tonha dapat mengurangi penggunaan urea hingga 17.8. Hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa mekanisasi pengelolaan serasah tebu layak untuk dikembangkan dengan unit pengelolaan serasah tebu di tiap rayon. Kata kunci : tebu, serasah tebu, mekanisasi, analisis manfaat dan kelayakan, kompos Abstract Agricultural waste in form of sugarcane litter is an organic material that can be reused as compost. The sugarcane litter management is done in Sugar Factory Waste Management Unit which requires investment and operational cost for building and several machineries. The research objective was to analyze the benefit and feasibility of sugarcane litter management on dry land. The compost application in the sugarcane plantation will reduce production cost. The use of sugarcane litter compost in 15 tonha dosage was equivalent with 48 kg of N. Thus, compare with urea fertilizing dosage of 600 kgha, the use of 15 tonha of compost will reduce urea fertilizer up to 17.8. The feasibility analyze showed that the mechanization of sugarcane litter management through sugarcane litter processing unit in each district was feasible to be developed. Keywords: sugarcane, sugarcane litter, mechanization, benefit and feasibility analysis, compost Pendahuluan Pengelolaan serasah tebu yang dilakukan oleh perkebunan tebu lahan kering masih belum optimal. Setelah beberapa hari pemanenan tebu, perkebunan melakukan pembakaran terhadap serasah tebu karena serasah tebu dapat mengganggu pekerjaan pengeprasan untuk tanaman ratoon. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat dikelola menjadi pupuk dan mulsa organik. Dalam usaha pengelolaan serasah tebu menjadi pupuk organik dibutuhkan beberapa tahap kegiatan. Tahapan kegiatan ini membutuhkan tempat dan teknologi berupa alat dan mesin yang merupakan investasi awal dari kegiatan usaha pengelolaan serasah tebu. Usaha pengelolaan serasah tebu membutuhhkan biaya yang besar sehingga perlu dilakukan analisis biaya dan kelayakan untuk mengetahui layak atau tidak layak kegiatan ini dilakukan. Biaya kegiatan adalah apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan kegiatan usaha. Menurut Boediono 2003, biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Biaya kegiatan usaha terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan dalam jumlah yang cukup besar. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahun selama umur kegiatan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap fixed cost adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegaiatan tertentu. Komponen biaya tetap meliputi sewa, peyusutan, pajak dan sebagainya. Biaya jenis ini selamanya sama atau tidak berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksi. Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya sepeti bahan baku, tenaga kerja langsung dan sebaga inya. Jenis b iaya ini jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume produksi sehingga biaya-biaya persatuannya cenderung berubah pula. Analisis kelayakan usaha ditinjau dari aspek ekonomi dan keuangan adalah dengan memperlihatkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan usaha. Dibutuhkan modal tetap untuk investasi tempat dan teknologi usaha dan modal kerja untuk mengoperasikan teknologi tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis biaya-biaya untuk menentukan pendapatan yang diharapkan dan melakukan analisis kelayakan usaha dengan menentukan net present value NPV, internal rate return IRR, payback period PBP dan jangka waktu balik modal atau titik impas break even pointBEP. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis manfaat dan kelayakan kegiatan pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada perkebunan tebu lahan kering. Tinjauan Pustaka Analisis Biaya dan Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu Analisis Biaya Manfaat Tujuan dari analisis biaya manfaat adalah untuk memilih kegiatan atau usaha yang memberikan nilai tambah terhadap kebutuhan masyarakat luas, dengan meningkatkan kemampuan untuk mengkonsumsi dan memberikan pandangan yang lebih baik dari sebelumnya dalam menilai kegunaan suatu barang. Analisa biaya manfaat memilih yang terbaik lebih efisien suatu kegiatan dari beberapa alternatif yang ada Hanley 1993. Tujuan analisis dalam analisis ini harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya dan manfaat. Secara sederhana biaya adalah sesuatu yang membantu tujuan Gittinger 1986. Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis usaha pertanian adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh langsung terhadap suatu investasi, antara lain seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi berupa pengeluaran untuk bangunan, kendaraan operasional, pembelian mesin, peralatan dan biaya untuk menggantikannya. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, pemeliharaan, serta pajak. Dasar persetujuan atau penolakan suatu kegiatan yang dilaksanakan digunakan kriteria investasi. Dasar penilain investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang akan diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa kegiatan. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya kegiatan Gittinger 1986. Menurut Gittinger 1986 analisis biaya manfaat merupakan suatu analisis yang ditujukan untuk melihat besarnya biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan diterima pada suatu kegiatan ekonomi. Analisis ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumberdaya yang langka. Manfaat suatu program adalah nilai tambah hasil dari barang-barang ataupun jasa dan biaya kegiatan adalah nilai tambah sumberdaya riil yang dimanfaatkan oleh kegiatan tersebut. Secara sederhana suatu biaya diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan sedangkan manfaat adalah segala sesuatu membantu tujuan. Biaya Cost Biaya kegiatan adalah apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan kegiatan tersebut. Biaya yang dimasukkan dalam perhitungan umumnya biaya-biaya yang dapat dikuantifikasi. Biaya tersebut terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan usaha dalam jumlah yang cukup besar. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahun selama umur usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Boediono 2003 biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap fixed cost adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegaiatan tertentu. Komponen biaya tetap meliputi sewa, peyusutan, pajak dan sebagainya. Biaya jenis ini selamanya sama atau tidak berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksi. Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya sepeti bahan baku, tenaga kerja langsung dan sebagainya. Jenis biaya ini jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume produksi sehingga biaya-biaya persatuannya cenderung berubah pula. Manfaat atau Penerimaan Benefit Secara ekonomis, manfaat atau benefit diartikan sebagai hasil kali total kualitas output dari suatu proses produksi dengan harga yang dibentuk di pasar yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu Sukirno 2003. Menurut Gittinger dalam Maryanto 2006 manfaat kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga bagian yaitu: 1. Direct benefit, dapat berupa kenaikan dalam output fisik atau kenaikan nilai output yang disebabkan diantaranya oleh adanya perbaikan kualitas, perubahan lokasi, perubahan dalam waktu penjualan, dan penurunan kerugian, selain itu juga berupa penurunan biaya. 2. Indirect benefits atau secondary benefits suatu usaha adalah benefit yang timbul atau dirasakan di luar kegiatan usaha karena adanya realisasi suatu usaha. 3. Intangible benefits, yaitu manfaat yang sulit d inilai dengan uang, diantaranya adalah seperti perbaikan hidup, perbaikan pemandangan karena adanya suatu taman, perbaikan distribusi pendapatan, integrasi nasional, dan pertahanan nasional. Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat benefit untuk menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama umur usaha tersebut. Mengingat waktu mempengaruhi nilai uang, maka untuk membandingkan nilai uang yang berbeda waktu keluarannya dan penerimaannya perlu dilakukan penyamaan nilai uang melalui pemotongan discounting, metode ini disebut metode arus tunai terpotong atau discount cash flow, menurut Gittinger 1986 diskonto merupakan suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh di masa yang akan datang dan arus biaya menjadi “ nilai biaya pada masa sekarang”. Sehubungan dengan metode discounted cash flow, terdapat beberapa kriteria penilaian suatu investasi yaitu: Net Present Value NPV merupakan nilai sekarang dari arus tambahan manfaat bagi pelaksanaan kegiatan usaha, dihitung berdasarkan tingkat diskonto. NPV dari suatu usaha merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal. Suatu kegiatan usaha dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV kegiatan usaha tersebut lebih besar atau sama dengan nol NPV 0. Jika nilai NPV sama dengan nol, berarti usaha tidak untung tetapi juga tidak merugi manfaat hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. Jika nilai NPV lebih kecil daripada nol NPV 0 , maka kegiatan usaha tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam kegiatan usaha tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan lain yang lebih menguntungkan. Internal rate of return IRR merupakan tingkat suku bunga yang menjadikan manfaat bersih sekarang sama dengan nol. Tingkat suku bunga tersebut merupakan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya yang digunakan. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu usaha tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga pinjaman. Suatu kegiatan usaha dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka kegiatan usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan dihasilkannnya nilai IRR yang lebih dari satu yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol. Net Benefit Cost Ratio Net BC ratio merupakan angka perbandingan nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Nilai Net BC yang lebih kecil dari satu Net BC 1, menunjukkan bahwa manfaat yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usaha lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Usaha semacam ini tidak layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai Net BC lebih besar atau sama dengan satu Net BC 1 berarti kegiatan usaha tersebut layak untuk dijalankan atau menguntungkan untuk diusahakan. Payback Period PBP merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran investasi. Masa pengembalian investasi diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan agar jumlah penerimaan sama dengan jumlah investasi atau biaya. Awal pelaksanaan kegiatan usaha, umumnya pendapatan yang diterima oleh pelaksana masih menunjukkan nilai yang negatif, karena pada awal pelaksanaan, biasanya dilakukan investasi yang memerlukan biaya yang cukup besar. Maka, perlu dilakukan suatu analisis untuk melihat jangka waktu dalam pelaksanaan usaha yang dapat menutupi nilai negatif pada awal kegiatan usaha tersebut. Cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Arus tersebut menggambarkan keadaan dari tahun ke tahun selama jangka hidup dari suatu proyek Kuntjoro 2002. Inflow atau arus penerimaan dimasukkan setiap komponen yang merupakan pemasukan bagi perusahaan selama kegiatan berjalan. Komponen-komponen yang termasuk dalam inflow terdiri atas; 1. Nilai produksi total. Ini berasal dari produksi total yang dihasilkan dikalikan dengan harga per satuan produk tersebut ke dalam komponen ini termasuk semua produksi baik yang dijual maupun tidak dijual dan 2. Nilai Sisa Salvage Value adalah nilai dari barang modal yang tidak habis terpakai. Pada akhir kegiatan sering terjadi masih ada barang modal yang tidak habis terpakai, terhadap barang-barang tersebut harus dinilai harganya pada saat kegiatan selesai. Penaksiran nilai tersebut dilakukan pada saat menyusun cashflow. Penentuan besarnya nilai sisa ditaksir berdasarkan harga barang pada keadaan atau kondisi setelah kegiatan berakhir. Outflow. Analisis finansial komponen outflow yang diperhitungkan dalam cashflow terdiri atas biaya investasi, biaya tenaga kerja, pajak, dan lain-lain. Biaya operasional yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel juga sebagai komponen outflow. Bahan dan Metode Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit komputer dan software microsoft excel. Bahan yang digunakan adalah data-data sekunder yang diperoleh dari bagian Risbang PG Takalar. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berada di provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di kabupaten Takalar. Pemilihan tempat ini didasari oleh pertimbangan bahwa di tempat ini terdapat pabrik gula PG Takalar yang memiliki lahan perkebunan yang cukup luas di sekitar pabrik. Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan yang berlangsung sejak bulan April 2011 sampai dengan bulan Januari 2012. Metode Rancangan Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran langsung di lapang. Data sekunder diperoleh dari bagian Riset dan Pengembangan PG Takalar dan dari berbagai pihak yang menyangkut masalah penelitian melalui studi pustaka. Metode Analisis Data Penelitian ini diawali dengan analisis atau mempelajari keadaan umum lokasi meliputi sistem budidaya tanaman tebu lahan kering, kegiatan mekanisasi budidaya tebu lahan kering, sistem pengelolaan serasah tebu yang dilakukan saat ini, kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu dan analisis kelayakan ekonomi kegiatan pengelolaan serasah tebu. Analisis data pengelolaan serasah tebu dilakukan dengan dua model alternatif pengelolaan serasah tebu. 1 Model alternatif satu, analisis data pengelolaan serasah tebu dengan unit pengelolaan serasah tebu dilakukan secara terpusat pada satu tempat dan 2 model alternatif dua, analisis data dengan unit pengelolaan serasah tebu dibangun di tiga tempat berbeda pada setiap rayon. Analisis Ekonomi Tujuan dari analisis biaya manfaat dan kelayakan ini untuk mengetahui kebutuhan biaya dan pendapatan yang akan diperoleh dari kegiatan usaha pengelolaan serasah tebu di PG Takalar . Analisa biaya manfaat memilih yang terbaik lebih efisien suatu usaha dari beberapa alternatif yang ada. Secara sederhana biaya adalah sesuatu yang membantu tujuan. Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis usaha pertanian adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh langsung terhadap suatu investasi, antara lain seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi berupa untuk pengeluaran untuk pembangunan tempat kegiatan, pembelian alat dan mesin dan biaya untuk menggantikannya. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, pemeliharaan, dan pajak. Biaya pengelolaan serasah tebu B PST merupakan fungsi dari biaya pada kegiatan pengumpulan serasah tebu B KS , transportasi serasah tebu B TS , biaya pada proses pengomposan B PS , dan aplikasi kompos B AK . B PST = B KS + B TS + B PS + B AK ………………….5.1 Komponen biaya pengumpulan serasah tebu B KS terdiri dari biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Komponen biaya transportasi serasah tebu B TS terdiri dari biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Komponen biaya pada proses pengomposan serasah tebu B PS terdiri dari biaya pada proses pencacahan, proses pencampuran dan penyusunan, proses pengadukan. Biaya pada proses-proses ini terdiri atas biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya gemuk, biaya ban loader, composting turner, dan truk, biaya perbaikan mesin dan alat. Biaya bahan campuran untuk pengomposan kotoran ternak dan bioaktivator. Komponen biaya aplikasi kompos B AK terdiri dari biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Analisis biaya pokok pengelolaan serasah tebu dilakukan dengan menghitung komponen biaya tetap dan biaya operasi biaya tidak tetap. Biaya pokok dihitung dengan persamaan berikut Irwanto 1982 dan Daywin et al. 1993: Bv X Bt Bp   ……………………………5.2 Keterangan : Bp = Biaya pokok Rpjam; Bt = Biaya tetap Rptahun; X = Jam kerja per tahun jamtahun; Bv = Biaya tidak tetap Rpjam Analisis kelayakan ekonomi dilakukan dengan menghitung NPV Net Present Value, IRR Internal Rate of Return dan BEP Break Event Point serta PBP Payback Period. Metode NPV adalah metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang dari aliran kas masuk bersih atau laba bersih dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi. Apabila NPV 0 maka investasi usaha diterima. IRR adalah besarnya tingkat pengembalian modal sendiri yang dipergunakan untuk menjalankan usaha. Jika IRR bunga bank = usaha layak diberi kredit bank dan jika IRR bunga bank berarti usaha tidak layak. Kemudian dilakukan analisis BEP yang merupakan suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak untung maupun rugi atau impas penghasilan = total biaya. Net Present Value NPV, dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:       n t i t t t t i C B NPV 1 ……………….5.3 Keterangan : B t = Manfaat penerimaan tiap tahun C t = Manfaat biaya yang dikeluarkan tiap tahun t = Tahun kegiatan usaha t = 1,2,...n i = Tingkat bunga yang berlaku Kriteria NPV yaitu NPV 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan; NPV 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan; NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan. Internal Rate of Returns IRR, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.        n t t t t t i C B IRR 1 1 …………..5.4 Kriteria IRR yaitu IRR Discount Rate berarti usaha layak dilaksanakan dan IRR Discount Rate berarti usaha tidak layak dilaksanakan. Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis manfaat dan kelayakan pengelolaan serasah tebu antara lain : 1. Dilakukan dua skenario atau model alternatif pengelolaan serasah tebu, yaitu model alternatif satu dengan pengelolaan serasah tebu terpusat pada satu tempat dan model alternatif dua dengan pengelolaan serasah tebu yang dilakukan pada tiga tempat atau disetiap rayon. 2. Umur proyek 12 tahun berdasarkan pada umur ekonomis dari alat dan mesin yang digunakan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa alat dan mesin merupakan aset penting dalam pengelolaan serasah tebu dan merupakan komponen terbesar dari biaya investasi yang dikeluarkan. 3. Harga yang digunakan adalah harga input dan output yang berlaku pada tahun 2011. 4. Biaya yang akan dikeluarkan untuk pengelolaan serasah tebu terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri atas biaya tempat fermentasi, ruang pencacahan, ruang pencampuran, gudang penyimpanan, tempat bahan baku, pembelian alat dan mesin, perlengkapan, instalasi listrik, air dan belt conveyor. Sedangkan pengeluaran untuk biaya operasional tiap tahun terdiri dari biaya tetap dan tidak tetap. 5. Penyusutan investasi dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai sisa ditetapkan untuk aset-aset yang masih memilik i umur ekonomis ketika umur proyek telah berakhir. 6. Tingkat diskonto discount rate yang digunakan merupakan tingkat suku bunga Bank Indonesia periode Agustus 2011 yaitu sebesar 6.75 dan dibulatkan menjadi 7. Beberapa asumsi lainnya terdapat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Beberapa Asumsi yang digunakan dalam analisis ekonomi Uraian Asumsi Umur ekonomis trash rake, trailer, aplikator chopper, truk, turner loader 12 tahun Bunga modal 12 Asuransi 1.24 Jam kerja trash rake, trailer aplikator 800 jamtahun Jam kerja chopper, truk, turner loader 2 080 jamtahun Harga solar Rp 9 115.00liter Harga Oli Mesin Rp 20 000.00liter Umur ban 2 500 jam Upah tenaga kerja Rp 6 250.00jam Hasil dan Pembahasan Unit Pengelolah Limbah Pabrik Gula PG Takalar sebaiknya membentuk sebuah organisasi tersendiri dalam kegiatan pengelolaan limbah perkebunan tebu yaitu unit pengelolah yang dipimpin oleh seorang manajer atau kepala unit yang dibantu oleh beberapa staf. Staf tersebut dapat menangani bidang mekanisasi alat dan mesin pengelolaan, bidang pengolahan pengomposan, dan bidang keuangan dan pemasaran. Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukkan seluruh kegiatan- kegiatan untuk pencapaian tujuan organisasi, hubungan antar fungsi-fungsi, serta wewenang dan tanggung jawabnya. Struktur organisasi itu sendiri terdiri dari hubungan antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan yang relatif tetap dan stabil. Tujuan utama dari struktur organisasi adalah mempengaruhi perilaku individu dan kelompok guna mencapai prestasi yang efektif. Unit pengelolah limbah pabrik gula perlu dibentuk karena limbah di perkebunan sangat banyak dan membutuhkan penanganan yang tersendiri untuk dikelolah menjadi salah satu unit usaha yang dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Terdapat dua alternatif model yang dapat dilakukan oleh PG Takalar dalam membangun unit pengelolaan serasah tebu. Kedua model alternatif tersebut adalah model alternatif satu, model pengelolaan yang dilakukan perusahaan dengan memusatkan unit pengelolaan pada satu tempat, akibat akan ada kebun yang memiliki jarak yang sangat jauh dari unit pengelolaan. Model alternatif dua, model pengelolaan serasah dimana perusahaan membuat unit pengolahan serasah tebu menjadi 3 unit berdasarkan jarak dan luas lahan, dimana pembagian ini berdasarkan pembagian lokasi pada PG Takalar yaitu terbagi atas 3 rayon yang dikelompokkan berdasarkan jarak kebun dari pabrik gula. Jika di setiap rayon ini dapat dibentuk unit pengolahan serasah tebu, maka dapat menghemat bahan bakar dan tempat pengolahan. Penghematan bahan bakar diperoleh dari jarak tempuh traktor yang semakin dekat dan penghematan tempat akibat dari penempatan sejumlah alat dan mesin pengelolaan serasah tebu menjadi tiga lokasi yang berbeda Gambar 5.1. Gambar 5.1. Dua model alternatif pengelolaan serasah tebu Model alternatif dua merupakan model yang memiliki banyak keunggulan daripada model alternatif satu. Model alternatif dua lebih menghemat bahan bakar dan waktu tempuh karena jarak lahan perkebunan tebu dengan tempat pengomposan lebih dekat. Selain itu kepadatan lalu lintas akibat aktivitas pengangkutan serasah dapat dikendalikan. Unit pengelolaan dengan model alternatif satu menempatkan unit pengolahan di tengah areal perkebunan dengan jarak lahan terjauh mencapai radius 15 km. Sedangkan model alternatif dua yang menempatkan unit pengelolaan serasah tebu pada setiap rayon, maka jarak lahan terjauh hanya mencapai radius 5 km. Rayon A Rayon B Rayon C Pengomposan Rayon B Pengomposan Rayon A Rayon C Model Alternatif 2 Model Alternatif 1 Analisis Luas Lahan untuk Proses Pengomposan Analisis luas tempat pengomposan perlu dilakukan mengingat bahan baku yang akan diolah memiliki volume yang mencapai ribuan meter kubik. Tempat tersebut terdiri atas tempat pencacahan, fermentasi, penggilingan, pengayakan dan gudang penyimpanan sementara. Untuk proses fermentasi kompos dilakukan pada ruang terbuka dengan konstruksi lantai beton. Sedangkan proses pencacahan, penggilingan dan pengayakan dilakukan pada ruang beratap dengan dinding setengah terbuka. Luas lahan ini merupakan luas total dari ketiga tempat unit pengelolaan serasah tebu. a. Tempat Bahan Baku Tempat ini merupakan tempat awal bahan diturunkan dari alat angkut sebelum dilakukan pencacahan. Bahan baku berupa serasah tebu akan masuk setiap hari sebanyak 328 601 kghari dan mengalami penumpukan terbanyak pada hari ke-100 yaitu sebesar 20 029 700 kg. Dengan berat jenis serasah setelah panen sekitar 194.4 kgm 3 , maka volume serasah adalah 103 044.44 m 3 . Tinggi tumpukan serasah adalah 3 meter, sehingga di perlukan tempat seluas 34 344.5 m 2 atau sekitar 3.5 ha. Satu rayon akan membutuhkan tempat bahan baku seluas 1.17 ha. b. Tempat Pencacahan Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan, jumlah alat pencacah adalah 18 unit, luas ruang 1 unit alat pencacah adalah 2.25 m 2 1.5 m x 1.5 m, sehingga untuk 18 unit alat pencacah akan membutuhkan ukuran tempat minimal 40.5 m 2 . Satu rayon akan membutuhkan tempat pencacahan seluas 13.5 m 2 . c. Tempat Fermentasi : Proses fermentasi atau pengomposan setiap hari dilakukan sesuai dengan potensi serasah yang ada dan dicampur dengan kotoran hewan sebanyak 25 dari bahan serasah. Potensi serasah perhari dapat dihitung dengan asumsi: Potensi serasah permusim = 7 850 kgha x 4 186 ha = 32 860 100 kg. Masa produksi serasah 100 hari, potensi serasah perhari = 32 860 100 kg100 hari = 328 601 kghari = 328.6 tonhari. Gambar 5.2 menunjukkan cara penyusunan kompos di ruang terbuka untuk difermentasi. Alat yang digunakan adalah mobil truk hidrolik atau menggunakan trailer yang ditarik oleh traktor NRAES-54 1992. Proses pengomposan serasah tebu pada perkebunan tebu membutuhkan tempat yang cukup luas. Ini disebabkan oleh bahan yang akan difermentasi mencapai ribuan meter kubik. Salah satu bentuk tempat pengomposan untuk perkebunan tebu dapat dilihat pada Gambar 5.3 dimana fermentasi dilakukan di ruang terbuka dan membentuk alur memanjang. Setiap alur tumpukan kompos diantarai oleh ruang yang cukup untuk proses pembalikan atau pengadukan. Gambar 5.2. Proses penyusunan kompos untuk difermentasi di ruang terbuka Bentuk susunan bahan pada saat fermentasi terlihat pada Gambar 5.4 dimana tinggi tumpukan antara 6-12 feet 1.8 – 3.6 m, lebar 10-20 feet 3 – 6 m yang menggunakan bucket loader sebagai pengaduk. Untuk mesin pengaduk windrow-turning machine, tinggi tumpukan kompos antara 3-9 feet 0.9-2.7 m, dan lebar antara 9-20 feet 2.7-6 m. Gambar 5.3. Bentuk tempat pengomposan di ruang terbuka NRAES-54 1992 Bahan tambahan kotoran ternak = 25 x 328.6 tonhari = 82.15 tonhari. Berat total bahan dasar kompos perhari = 328.6 + 82.15 = 410.75 tonhari. Berat jenis campuran adalah 500 kgm 3 0.5 tonm 3 , sehingga volume kompos setiap hari adalah 821.5 m 3 hari. Gambar 5.4. Bentuk dan ukuran kompos saat fermentasi NRAES-54 1992 Fermentasi dilakukan selama satu bulan. Selama satu bulan fermentasi bahan dasar kompos mencapai 24 645 m 3 30 hari x 821.5 m 3 hari Bahan dasar sebesar 24 645 m 3 akan membutuhkan tempat seluas : - Tumpukan berbentuk segitiga - Tinggi tumpukan 1.5 meter - Lebar tumpukan 3 meter - Panjang tumpukan 100 meter - Volume tumpukan per 100 meter adalah 225 m 3 1.5x32x100 - Jarak baris antara setiap tumpukan untuk jalan loaderpengaduk adalah 3 meter, sehingga setiap tumpukan membutuhkan lebar 6 meter, dalam 100 meter terdapat 16 baris tumpukan. - Setiap hektar 100 m x 100 m dapat menampung bahan untuk difermentasi sebanyak : 225 m 3 x 16 = 3 600 m 3 ha - Bahan sebanyak 21 hari difermentasi bersamaan dan luas tempat yang dibutuhkan adalah 68 500 m 2 24 645 m 3 : 3 600 m 3 ha = 6.85 ha. Satu rayon akan membutuhkan tempat fermentasi seluas 2.3 ha. d. Tempat Pencampuran Bahan Setiap hari akan terdapat bahan sebanyak 821.5 m 3 hari untuk dicampur dengan cara diaduk. Bahan sebanyak ini membutuhkan tempat 820 m 2 , dengan ketinggian bahan yang dicampur lebih dari 1 m. Satu rayon akan membutuhkan tempat pencampuran bahan baku seluas 273.3 m 2 . e. Gudang Penyimpanan Gudang penyimpanan minimal harus mampu menampung kompos sebanyak 11 119 680 kg atau sekitar 32 704.94 m 3 , dengan ruang ukuran 150 m x 120 m x 2 m volume ruang adalah 36 000 m 3 sudah dapat menampung kompos sebanyak 32 704.94 m 3 . Sehingga total luas lahan yang dibutuhkan adalah 18 000 m 2 150 m x 120 m. Satu rayon akan membutuhkan gudang penyimpanan sementara seluas 0.6 ha. Total luas lahan yang dibutuhkan untuk proses pengomposan adalah: = Luas bahan baku + pencacahan + fermentasi+pencampuran bahan + gudang = 35 000 m 2 + 40.5 m 2 + 68 500 m 2 + 820 m 2 + 18 000 m 2 = 122 360.5 m 2 . Luas total lahan yang dibutuhkan dalam pengelolaan serasah tebu adalah sekitar 12.24 ha 122 400 m 2 . Pengelolaan serasah tebu dibuat di 3 tempat yang berbeda yaitu berupa modul-modul yang di tempatkan di setiap rayon, sehingga luas lahan yang dibutuhkan 4.08 ha 40 800 m 2 untuk setiap modul atau rayon. Luas lahan untuk pengelolaan serasah tebu di setiap rayon atau modul dapat disesuaikan dengan jumlah potensi serasah yang ada. Tata letak unit pengelolaan serasah tebu dapat dilihat pada Lampiran 11. Analisis Pemanfaatan Kompos Serasah Tebu untuk Lahan Tebu Pemanfaatan limbah industri perkebunan tebu sebagai pupuk organik sudah pernah dilakukan. Salah satu limbah tersebut adalah blotong. Blotong merupakan jenis bahan organik yang paling banyak diaplikasikan di perkebunan tebu, digunakan sebagai bahan ameliorasi tanah. Meskipun dampaknya terhadap hasil tebu cukup bervariasi, namun secara umum mampu meningkatkan hasil. Dampak blotong memberikan hasil sangat nyata terutama bila diaplikasikan di lahan kering dan pada tanah-tanah bertekstur kasar. Suhadi dan Sumojo 1985 melaporkan bahwa pemberian pupuk organik yang berasal dari blotong pada tanah berpasir lempung mampu meningkatkan hasil lebih dari 25. Subtitusi pupuk organik blotong terhadap pupuk anorganik N acap kali dilakukan dengan hasil cukup baik dengan perbandingan 50:50. Pada beberapa kasus, subtitusi secara seratus persen masih diragukan karena penyedian hara lewat bahan organik berjalan lambat slow release. Hasil penelitian Suhadi dan Sumojo 1985 melaporkan bahwa dari setiap 10 ton blotong pabrik gula Kedawung, paling tidak mengandung hara setara dengan 130 kg N, 220 kg P 2 O 5 dan 70 kg K 2 O atau setara dengan 650 kg ZA, 550 kg SP-36 dan 116 kg KCl. Pengelolaan serasah tebu yang ramah lingkungan dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik akan memberi manfaat tersendiri bagi perkebunan tebu. Manfaat tersebut antara lain dapat mengurangi biaya produksi dalam budidaya tanaman tebu dan meningkatkan produktivitas tebu sehingga dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Total potensi serasah tebu 32 860 tontahun akan menghasilkan kompos sebesar 18 073 tontahun. Penggunaan dosis 10 tonha akan dapat memupuk lahan sebesar 1 205 ha atau sekitar 29 dari luas tahun 2011. Dengan demikian semua lahan akan mendapat kompos setelah 3.5 tahun. Pemanfaatan kompos serasah tebu ke lahan perkebunan akan memberikan dampak pada peningkatan produksi dan rendemen tebu. Hasil penelitian yang dilakukan Wargani et al. 1988 menunjukkan bahwa pemberian kompos yang berasal dari limbah padat pabrik gula memberikan pengaruh positif terhadap produksi tanaman tebu. Pemberian kompos sebanyak 10 tonha dapat meningkatkan bobot tebu sebanyak 7.2 sampai 16.9 tonha. Hasil percobaan Hutasoit dan Toharisman 1993 menunjukkan bahwa pemberian kompos 10 tonha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16.8 tonha. Kompos juga memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan rendemen. Rata-rata kenaikan rendemen setelah diberi kompos berkisar antara 0.1 hingga 0.3 poin Hutasoit dan Toharisman 1993. Dengan menggunakan asumsi hasil percobaan di atas, maka dapat dihitung pemasukan harga gula yang diperoleh perusahaan Tabel 5.2. Tabel 5.2. Perkiraan pendapatan perusahaan akibat pemanfaatan kompos di lahan Perlakuan Produktivitas Produksi Rend. Produksi Harga gula Pendapatan tonha tebu ton Gula ton Rpkg Rp Tanpa kompos 31.4 131341.9 5.66 7429.1 6300 46803330000 Kompos 10 tonha 38.6 161579.6 5.86 9468.6 6300 59652180000 Tabel 5.2 menunjukkan analisis perbandingan pemanfaatan kompos pada lahan perkebunan sendiri dengan luas lahan 4186 ha. Pemberian kompos pada seluruh lahan tebu diasumsikan akan meningkatkan tambahan produksi tebu 7.2 tonha dan rendemen 0.1-0.3. Dengan demikian pendapatan dari produksi gula dapat meningkat hingga 27.5 dibanding dengan pendapatan saat ini yang tidak menggunakan kompos pada lahan perkebunan. Pendapatan dari penjualan gula tanpa memanfaatkan kompos di lahan tebu adalah Rp 46 803 330 000.00, sedangkan harga jual gula dengan memanfaatkan kompos ke lahan adalah Rp 59 652 180 000.00. Pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering dapat memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan. Pertama, menjual produk kompos ke pihak lain akan menambah pemasukan keuangan bagi perusahaan dan kedua, memanfaatkan kompos tersebut ke lahan perkebunan sendiri sehingga dapat mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik dan meningkatkan produktivitas lahan tebu yang dengan sendirinya akan dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada budidaya tebu lahan kering berarti membuka lapangan kerja baru dan akan memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar pabrik gula. Penghematan atau pengurangan biaya produksi akan diperoleh perusahaan dengan menggunakan kompos serasah tebu sebagai pupuk untuk tanaman tebu. Penggunaan kompos serasah tebu dapat dikombinasi dengan pupuk anorganik sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat dikurangi. Selain itu, penggunaan kompos di lahan tebu akan membuat tanah menjadi lebih gembur sehingga akan menghemat daya dan bahan bakar saat pengolahan lahan. Kompos serasah tebu yang matang dan memiliki ukuran partikel yang kecil granuler dapat mempercepat tersedianya unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman. Bentuk granuler akan mempermudah terjadinya proses pencampuran antara partikel tanah, air dan kompos sehingga unsur-unsur bahan organik dapat berikatan dengan partikel tanah menjadi senyawa yang dapat bermanfaat bagi perbaikan tanah dan pertumbuhan tanaman. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan, penggunaan pupuk dan daya mesin akan seefisien mungkin bahkan dapat berkurang karena struktur tanah yang gembur akan mudah diolah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 tonha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan 600 kgha urea, maka pemberian kompos 15 tonha dapat menghemat penggunaan pupuk urea hingga 17.8. Analisis Finansial Pengelolaan Serasah Tebu Analisis kelayakan dan biaya diperlukan sebelum kita merencanakan suatu kegiatan usaha. Ini dilakukan untuk memperoleh kepastian pendapatan dari usaha yang menginvestasikan alat dan mesin. Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value NPV, Internal Rate of Return IRR, Net Benefit Cost Ratio Net BC, dan Discounted Payback Period PP. Dalam melakukan analisis dengan empat kriteria tersebut digunakan arus kas cash flow untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan dari pengelolaan serasah tebu selama umur proyek yaitu dua belas tahun. Sebelum membuat arus kas cash flow terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap manfaat dan biaya. Analisis biaya harus melibatkan semua komponen biaya, baik biaya tetap maupun biaya operasi biaya tidak tetap dari setiap tahapan kegiatan. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya modal dan asuransi, biaya pajak, dan biaya garasi. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar minyak, biaya pelumas, biaya ban, biaya perawatan dan perbaikan, biaya gemuk, dan biaya tenaga kerja. Analisis biaya dilakukan pada setiap tahapan kegiatan pada pengelolaan serasah tebu. Tahapan kegiatan tersebut meliputi kegiatan pengumpulan serasah di lahan perkebunan, transportasi serasah tebu dari lahan ke unit pengolahan, kegiatan pencacahan serasah tebu, pengadukan kompos, pencampuran dan pengadukan, penyusunan bahan, dan kegiatan aplikasi kompos di lahan tebu. Pendapatan yang diperoleh adalah selisih antara hasil penjualan kompos serasah tebu dengan biaya pokok pengoperasian. Pendapatan yang diperoleh dari unit pengelolaan serasah tebu merupakan hasil perkalian dari produksi kompos dengan harga kompos perkilogram. Pendapatan yang diperoleh dalam setahun untuk model alternatif satu dan dua adalah sama yaitu sebesar Rp 27 109 582 500.00tahun. Ini disebabkan karena jumlah bahan baku dan produksi memiliki n ilai yang sama besar untuk kedua model pengelolaan. Tabel 5.3. Pendapatan dari unit pengelolaan serasah tebu selama 12 tahun Tahun Produksi kg Harga Rp Pendapatan Rp 1 18073055 1500 27109582500 2 18073055 1500 27109582500 3 18073055 1500 27109582500 4 18073055 1500 27109582500 5 18073055 1500 27109582500 6 18073055 1500 27109582500 7 18073055 1500 27109582500 8 18073055 1500 27109582500 9 18073055 1500 27109582500 10 18073055 1500 27109582500 11 18073055 1500 27109582500 12 18073055 1500 27109582500 Total 216876660 325315000000 Analisis Finansial Model Alternatif Satu Pendapatan yang diperoleh dari unit pengelolaan serasah tebu merupakan hasil perkalian dari produksi kompos dengan harga kompos perkilo. Pendapatan yang diperoleh untuk model alternatif satu adalah Rp 27 109 582 500.00tahun. Salvage value merupakan nilai sisa dari barang-barang modal investasi yang tidak habis terpakai selama umur kegiatan berlangsung dan dinilai pada saat kegiatan berakhir. Nilai sisa yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu model alternatif satu adalah sebesar Rp 7 205 908 000.00, sebagai hasil keseluruhan dari barang-barang modal yang masih memiliki nilai ketika umur proyek telah berakhir. Rincian besarnya nilai sisa pada akhir umur proyek diperlihatkan dalam Tabel 5.4. Biaya investasi pada pengelolaan serasah tebu dikeluarkan pada tahun pertama. Investasi yang dikeluarkan meliputi pembangunan tempat pengelolaan serasah, pembelian alat dan mesin, perlengkapan, sumur dan instalasi listrik. Pada penelitian ini terdapat biaya reinvestasi yaitu biaya yang dikeluarkan ketika nilai ekonomis dari suatu aset kurang dari umur proyek. Tabel 5.4. Nilai sisa beberapa barang pada akhir kegiatan model alternatif satu No Jenis pengeluaran Total Nilai Sisa Rp 1 Tempat fermentasi 1550000000 2 Gudang penyimpanan 3100000000 3 Ruang pencacahan 155000000 4 Ruang pencampuran 124000000 5 Tempat bahan baku 310000000 6 Rangkaian belt konveyor 1500000 7 Motor listrik 750000 8 Traktor 1560000000 9 Pengumpul trash rake 32500000 10 Pengangkut trailer 183000000 11 Pencacah chopper 27000000 12 Pencampur loader 30000000 13 Penyusun bahan truk 75000000 14 Pengaduk turner compost 30000000 15 Aplikator kompos 20000000 16 Sumur 1500000 17 Pompa air 450000 18 Selang air 375000 19 Bak penampung air 750000 20 Drum plastik 300000 21 Pipa 90000 22 Parang 292500 23 Cangkul 273000 24 Sekop 127500 25 Pemasangan listrik 3000000 Total 7205908000 Jumlah seluruh biaya investasi yang dikeluarkan pada pengelolaan serasah tebu model alternatif satu sebesar Rp 24 739 980 000.00. Biaya investasi untuk model alternatif satu sangat besar karena alat dan mesin yang digunakan lebih banyak khususnya traktor penarik yang nilai investasinya mencapai 63 dari nilai total biaya investasi. Rincian biaya investasi diperlihatkan dalam Tabel 5.5. Selain biaya tersebut, investasi juga dikeluarkan untuk pembelian peralatan- peralatan yang diperlukan bagi proses pengelolaan serasah tebu. Peralatan dan perlengkapan diganti sesuai dengan umur teknisnya dan dilakukan reinvestasi pada tahun peralatan tersebut diganti. Reinvestasi pada pengelolaan serasah tebu dilakukan pada tahun keempat, keenam, kedelapan dan keduabelas. Total biaya reinvestasi yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 22 560 000.00 yang secara rinci pada Tabel 5.6. Tabel 5.5. Biaya investasi pengelolaan serasah tebu model alternatif satu N o Jenis pengeluaran Umur ekonomisth Jumlah unit Harga Rp Total Rp Persen 1 Tempat fermentasi 12 3 500000000 1500000000 6.06 2 Gudang penyimpanan 12 3 1000000000 3000000000 12.13 3 Ruang pencacahan 12 3 50000000 150000000 0.61 4 Ruang pencampuran 12 3 40000000 120000000 0.49 5 Tempat bahan baku 12 3 100000000 300000000 1.21 6 Rangkaian belt konveyor 12 3 5000000 15000000 0.06 7 Motor listrik 12 3 2500000 7500000 0.03 8 Traktor 12 78 200000000 15600000000 63.06 9 Pengumpul trash rake 12 13 25000000 325000000 1.31 10 Pengangkut trailer 12 61 30000000 1830000000 7.40 11 Pencacah chopper 12 18 15000000 270000000 1.09 12 Pencampur loader 12 3 100000000 300000000 1.21 13 Penyusun bahan truk 12 3 250000000 750000000 3.03 14 Pengaduk turner compost 12 3 100000000 300000000 1.21 15 Aplikator kompos 12 4 50000000 200000000 0.81 16 Sumur 12 3 5000000 15000000 0.06 17 Pompa air 12 3 1500000 4500000 0.02 18 Selang air 12 300 12500 3750000 0.02 19 Bak penampung air 12 3 2500000 7500000 0.03 20 Ember plastik 3 30 15000 450000 0.00 21 Drum plastik 5 30 100000 3000000 0.01 22 Pipa 12 60 15000 900000 0.00 23 Kran 3 15 30000 450000 0.00 24 Parang 5 39 75000 2925000 0.01 25 Cangkul 5 39 70000 2730000 0.01 26 Sekop 5 15 85000 1275000 0.01 27 Pemasangan listrik 12 3 10000000 30000000 0.12 To tal 24739980000 100 Tabel 5.6. Reinvestasi alat tahun ke-4, 6, 8 dan ke-12 model alternatif satu No Jenis Pengeluaran Umur Teknik th Jumlah unit Harga Rp Total Rp 1 Ember plastik 3 90 15000 1350000 2 Drum plastik 5 60 100000 6000000 3 Kran 3 45 30000 1350000 4 Parang 5 78 75000 5850000 5 Cangkul 5 78 70000 5460000 6 Sekop 5 30 85000 2550000 Total 22560000 Tenaga kerja yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu adalah 1 manager dan 2 staf kepala unit yang dibantu oleh tenaga kerja harian dalam pengelolaan serasah tebu. Total biaya tenaga kerja untuk model alternatif satu mencapai Rp 1 696 000 000.00tahun. Biaya tenaga kerja pada pengelolaan serasah tebu model alternatif satu ditunjukkan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Biaya tenaga kerja pengelolaan serasah tebu model alternatif satu N o Uraian Jumlah org Satuan Rp Hari kerja hari Total Rp 1 Manajer 1 150000 260 39000000 2 Kepala unit 2 100000 260 52000000 3 Pengumpulan serasah HOK 13 50000 100 65000000 4 Pengangkutan Serasah HOK 183 50000 100 915000000 5 Pencacahan Serasah HOK 36 50000 260 468000000 6 Pencampuran penyusunan Bahan HOK 6 50000 260 78000000 7 Pengadukan Kompos HOK 3 50000 260 39000000 8 Aplikasi Kompos HOK 8 50000 100 40000000 1696000000 Berdasarkan analisis biaya dan kelayakan, model alternatif satu layak untuk dilakukan. Hasil analisis kelayakan model alternatif satu menghasilkan nilai NPV 2 382 697 853, BC 2, IRR 7 dan PBP 14.3 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa model alternatif satu yaitu pengelolaan serasah tebu secara terpusat layak untuk dilakukan Lampiran 7a. Pada model pengelolaan alternatif satu ini banyak alat dan mesin yang digunakan pada tahapan transportasi serasah tebu dari lahan ke unit pengolahan serasah. Jumlah alat dan mesin yang banyak akan menambah biaya operasional kegiatan tersebut. Tabel 5.8. Kelayakan finansial pengelolaan serasah tebu model alternatif satu No Kriteria Investasi Nilai 1 NPV 2382697853 2 BC 2.0 3 IRR 7.0 4 PBP 14.3 Tahun 5 BEP 32303538.05 kg kompos Analisis Finansial Model alternatif dua. Kegiatan pengelolaan serasah tebu model alternatif dua yaitu dengan membangun unit pengolahan pada setiap rayon atau menjadi 3 unit. Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu model alternatif dua sama dengan pada model alternatif satu yang merupakan hasil perkalian dari produksi dengan harga kompos yaitu sebesar Rp 27 109 582 500.00tahun. Nilai sisa yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu model alternatif dua adalah sebesar Rp 6 515 908 000.00, sebagai hasil keseluruhan dari barang-barang modal yang masih memiliki nilai ketika umur proyek telah berakhir. Rincian besarnya nilai sisa pada akhir umur proyek diperlihatkan dalam Tabel 5.9. Tabel 5.9. Nilai sisa beberapa barang pada akhir kegiatan model alternatif dua No Jenis pengeluaran Total Nilai Sisa Rp 1 Tempat fermentasi 1550000000 2 Gudang penyimpanan 3100000000 3 Ruang pencacahan 155000000 4 Ruang pencampuran 124000000 5 Tempat bahan baku 310000000 6 Rangkaian belt konveyor 1500000 7 Motor listrik 750000 8 Traktor 960000000 9 Pengumpul trash rake 32500000 10 Pengangkut trailer 93000000 11 Pencacah chopper 27000000 12 Pencampur loader 30000000 13 Penyusun bahan truk 75000000 14 Pengaduk turner compost 30000000 15 Aplikator kompos 20000000 16 Sumur 1500000 17 Pompa air 450000 18 Selang air 375000 19 Bak penampung air 750000 20 Drum plastic 300000 21 Pipa 90000 22 Parang 292500 23 Cangkul 273000 24 Sekop 127500 25 Pemasangan listrik 3000000 Total 6515908000 Jumlah seluruh biaya investasi yang dikeluarkan pada pengelolaan serasah tebu model alternatif dua sebesar Rp 17 839 980 000.00. Biaya investasi untuk model alternatif dua lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya investasi pada model alternatif satu. Ini disebabkan oleh jumlah investasi alat dan mesin yang lebih sedikit khususnya traktor penarik yang nilai investasinya mencapai hanya mencapai 53, sedangkan model alternatif satu mencapai 63 dari nilai total biaya investasi. Rincian biaya investasi model alternatif dua diperlihatkan dalam Tabel 5.10. Sedangkan total biaya reinvestasi untuk model alternatif dua yang dilakukan pada tahun keempat, keenam, kedelapan dan keduabelas sama dengan biaya reinvestasi pada model alternatif satu sebesar Rp 22 560 000.00 yang secara rinci pada Tabel 5.6. Tabel 5.10. Biaya investasi unit pengelolaan serasah tebu model alternatif dua No Jenis pengeluaran Umur ekonomis Jumlah Unit Harga Rp Total Rp 1 Tempat fermentasi 12 3 500000000 1500000000 8.41 2 Gudang penyimpanan 12 3 1000000000 3000000000 16.82 3 Ruang pencacahan 12 3 50000000 150000000 0.84 4 Ruang pencampuran 12 3 40000000 120000000 0.67 5 Tempat bahan baku 12 3 100000000 300000000 1.68 6 Rangkaian belt konveyor 12 3 5000000 15000000 0.08 7 Motor listrik 12 3 2500000 7500000 0.04 8 Traktor 12 48 200000000 9600000000 53.81 9 Pengumpul trash rake 12 13 25000000 325000000 1.82 10 Pengangkut trailer 12 31 30000000 930000000 5.21 11 Pencacah chopper 12 18 15000000 270000000 1.51 12 Pencampur loader 12 3 100000000 300000000 1.68 13 Penyusun bahan truk 12 3 250000000 750000000 4.20 14 Pengaduk turner compost 12 3 100000000 300000000 1.68 15 Aplikator kompos 12 4 50000000 200000000 1.12 16 Sumur 12 3 5000000 15000000 0.08 17 Pompa air 12 3 1500000 4500000 0.03 18 Selang air 12 300 12500 3750000 0.02 19 Bak penampung air 12 3 2500000 7500000 0.04 20 Ember plastik 3 30 15000 450000 0.00 21 Drum plastik 5 30 100000 3000000 0.02 22 Pipa 12 60 15000 900000 0.01 23 Kran 3 15 30000 450000 0.00 24 Parang 5 39 75000 2925000 0.02 25 Cangkul 5 39 70000 2730000 0.02 26 Sekop 5 15 85000 1275000 0.01 27 Pemasangan listrik 12 3 10000000 30000000 0.17 Jumlah Total 17839980000 100 Tenaga kerja yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu adalah 1 manager dan 2 staf kepala unit yang dibantu oleh tenaga kerja harian dalam pengelolaan serasah tebu. Total biaya tenaga kerja untuk model alternatif dua mencapai Rp 1 246 000 000.00tahun. Biaya tenaga kerja pada pengelolaan serasah tebu model alternatif dua ditunjukkan pada Tabel 5.11. Tabel 5.11. Biaya tenaga kerja pengelolaan serasah tebu model alternatif dua N o Uraian Jumlah org Satuan Rp Hari kerja hari Total Rp 1 Manajer 1 150000 260 39000000 2 Kepala unit 2 100000 260 52000000 3 Pengumpulan serasah HOK 13 50000 100 65000000 4 Pengangkutan Serasah HOK 93 50000 100 465000000 5 Pencacahan Serasah HOK 36 50000 260 468000000 6 Pencampuran penyusunan Bahan HOK 6 50000 260 78000000 7 Pengadukan Kompos HOK 3 50000 260 39000000 8 Aplikasi Kompos HOK 8 50000 100 40000000 Total 1246000000 Hasil analisis kelayakan untuk model alternatif dua menunjukkan bahwa usaha ini sangat layak untuk dilakukan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.12 dimana nilai NPV yaitu 6 007 664 926 dan nilai IRR 29.4. Sedangkan berdasarkan analisis BEP, maka akan diperoleh titik impas atau kembali modal pada saat produksi mencapai 23 154 135.78 kg kompos. Tabel 5.12 menunjukkan nilai PBP payback period 3.4 tahun. Ini menunjukkan bahwa nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke 4 atau pada pengelolaan tahun ke 4. Tabel 5.12. Analisis kelayakan pengelolaan serasah tebu model alternatif dua No Kriteria Investasi Nilai 1 NPV 6007664926 2 BC 2.8 3 IRR 29.4 4 PBP 3.4 Tahun 5 BEP 23154135.78 kg kompos Lampiran 7b menunjukkan pendapatan dan biaya yang akan dikeluarkan dalam usaha pengelolaan serasah tebu model alternatif dua. Total biaya pokok usaha pengelolaan serasah tebu adalah Rp 16 891 223 670.00tahun dan PG Takalar akan memperoleh pendapatan. Dalam dua belas tahun, pengelolaan serasah tebu ini akan memberikan pendapatan sebesar Rp 122 620 306 000.00, dengan asumsi produksi serasah tebu pertahunnya selama 12 tahun sama dengan tahun 2011. Oleh karena itu potensi serasah tebu pada PG Takalar perlu dikelola dengan baik karena akan memberikan pemasukan tambahan bagi perusahaan. Hasil analisis f inansial untuk kedua model pengelolaan serasah tebu menunjukkan bahwa model alternatif dua lebih layak untuk dilakukan daripada model alternatif satu. Analisis Biaya Pengelolaan Serasah Tebu Berdasarkan hasil analisis finansial di atas sebaiknya pengelolaan serasah tebu dilakukan menggunakan model alternatif dua dengan membangun unit pengelolaan serasah tebu di tiga tempat pada masing-masing rayon. Oleh karena itu analisis biaya untuk setiap kegiatan pada pengelolaan serasah tebu disajikan hanya untuk model alternatif dua. Biaya Pengoperasian Traktor. Traktor merupakan kendaraan penarik yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering. Jumlah traktor yang digunakan untuk melayani lahan seluas 4 186 ha adalah 48 unit untuk model alternatif dua. Tabel 5.13. Biaya pokok pengoperasian traktor pada pengelolaan serasah tebu Kompone n Biaya Variabel Jumlah Harga alat a 200000000 Nilai Akhir 10 Harga b 20000000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 15000000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 14343333.33 3 Pajak f=0.02a 4000000 4 Garasi g=0.01a 2000000 Total Biaya Tetap Rpth 35343333.33 Biaya Tidak Tetap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 131256 2 Pelumas i=0.1hphrg pelumas100 jam 1600 3 Gemuk j=0.1h 13125.6 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 24000 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 36000 6 Ban m=harga ban2500 jam 2400 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 208381.6 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 48 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 1696480000 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 10002317 Biaya Pokok Pengoperasian Traktor Rpjam 12122917 Biaya Pokok Pengoperasian Traktor Rptahun 9698333440 Biaya pokok pengoperasian traktor terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengoperasian 48 traktor adalah Rp 12 122 917.00jam. Tabel 5.13 menunjukkan biaya yang dikeluarkan akibat dari penggunaan traktor dalam pengelolaan serasah tebu. Biaya Pengumpulan Serasah. Trash rake adalah alat yang digunakan sebagai pengumpul serasah di lahan yang ditarik oleh traktor dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering. Jumlah trash rake yang digunakan untuk melayani lahan seluas 4 186 ha adalah 13 unit. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 13 orang operator. Tabel 5.14. Biaya proses pengumpulan serasah dengan trash rake Komponen Biaya Variabe l Jumlah Harga alat a 25000000 Nilai Akhir 10 Harga b 2500000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 1875000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 1792917 3 Pajak f=0.02a 500000 4 Garasi g=0.01a 250000 Total Biaya Tetap Rpth 4417917 Biaya Tidak Te tap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 2 Pelumas i=0.1hphrg pelumas100 jam 3 Gemuk j=0.1h 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 4500 6 Ban m=harga ban2500 jam 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg 6250 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 10750 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 13 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 57432917 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 139750 Biaya Pokok Pengumpulan serasah Rpjam 211541 Biaya Pokok Pengumpulan serasah Rptahun 169232916.7 Biaya pokok pengumpulan serasah tebu B K S terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengumpulan serasah untuk 13 traktor dan trashrake adalah Rp 3 494 831.00jam Rp 3 283 290.00jam + Rp 211 541.00jam. Tabel 5.13 menunjukkan biaya pengumpulan serasah dalam pengelolaan serasah tebu. Biaya Transportasi Serasah. Trailer adalah alat yang digunakan sebagi pengangkut serasah dari lahan perkebunan tebu ke unit pengelolaan serasah tebu yang ditarik oleh traktor. Jumlah trailer yang digunakan untuk melayani lahan seluas 4 186 ha adalah 31 unit. Tabel 5.15. Biaya proses transportasi serasah dengan trailer Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a 30000000 Nilai Akhir 10 Harga b 3000000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 2250000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 2151500 3 Pajak f=0.02a 600000 4 Garasi g=0.01a 300000 Total Biaya Tetap Rpth 5301500 Biaya Tidak Tetap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 2 Pelumas i=0.1hphrg pelumas100 jam 3 Gemuk j=0.1h 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 5400 6 Ban m=harga ban2500 jam 1000 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg 18750 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 25150 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 31 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 164346500 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 779650 Biaya Pokok Pengangkutan serasah Rpjam 985083 Biaya Pokok Pengangkutan serasah Rptahun 788066500 Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 3 orang untuk setiap unit trailer, 1 orang sebagai operator traktor dan 2 orang sebagai tenaga muat-bongkar sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 93 orang. Biaya pokok pengangkutantansportasi serasah tebu B TS terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengangkutan serasah untuk 31 traktor dan trailer adalah Rp 8 814 468.00jam Rp 7 829 385.00jam + Rp 985 083.00jam. Tabel 5.14 menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk transportasi serasah tebu dalam pengelolaan serasah tebu. Biaya Pengomposan Serasah. Proses pengomposan serasah tebu B PS terdiri atas beberapa kegiatan yang masing-masing memerlukan biaya. Kegiatan tersebut meliputi pencacahan serasah tebu, pencampuran dan penyusunan bahan, serta kegiatan penagadukan. Komponen biaya pada proses pengomposan serasah tebu B PS terdiri dari biaya pencacahan serasah tebu, biaya pencampuran dan penyusunan bahan, biaya pengadukan bahan dan biaya bahan campuran untuk pengomposan kotoran ternak dan bioaktivator. Biaya Pencacahan Serasah. Chopper adalah alat yang digunakan sebagai pencacah serasah tebu. Jumlah chopper yang digunakan untuk mencacah serasah tebu sebanyak 32 860 ton adalah 18 unit. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 2 orang untuk setiap unit chopper sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 36 orang. Biaya pokok pencacahan serasah tebu terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pencacahan serasah untuk 18 chopper adalah Rp 385 338.00jam. Tabel 5.16 menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk proses pencacahan serasah tebu dalam pengelolaan serasah tebu. Tabel 5.16. Biaya chopper untuk proses pencacahan serasah tebu Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a 15000000 Nilai Akhir 10 Harga b 1500000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 1125000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 1075750 3 Pajak f=0.02a 300000 4 Garasi g=0.01a 150000 Total Biaya Tetap Rpth 2650750 Biaya Tidak Tetap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 4558 2 Oli Mesin i=0.1hphrg pelumas100 jam 100 3 Pelumas Gemuk j=0.1h 455.75 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 360 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 2160 6 Ban m=harga ban2500 jam 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg 12500 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 20133 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 18 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 47713500 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 362399 Biaya Pokok Pencacahan serasah Rpjam 385338 Biaya Pokok Pencacahan serasah Rptahun 801502380 Biaya Pencampuran, Pengadukan dan Penyusun Bahan. Loader, composting turner dan truk adalah alat yang digunakan dalam proses pencampuran, pengadukan dan penyusunan bahan. Jumlah loader, composting turner dan truk yang digunakan untuk mencampur, mengaduk dan menyusun bahan serasah tebu sebanyak 41 075 tonhari masing-masing adalah 3 unit. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 1 orang untuk setiap unit loader, composting turner dan truk sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 9 orang. Biaya pokok dalam proses pencampuran, pengadukan dan penyusunan bahan terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Tabel 5.17. Biaya loader untuk proses pencampuran bahan Kompone n Biaya Variabe l Jumlah Harga alat a 100000000 Nilai Akhir 10 Harga b 10000000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 7500000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 7171667 3 Pajak f=0.02a 2000000 4 Garasi g=0.01a 1000000 Total Biaya Tetap Rpth 17671667 Biaya Tidak Tetap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 82035 2 Oli Mesin i=0.1hphrg pelumas100 jam 1000 3 Pelumas Gemuk j=0.1h 8203.5 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 12000 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 18000 6 Ban m=harga ban2500 jam 2400 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg 6250 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 129889 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 3 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 53015000 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 389665.5 Biaya Pokok Pencampuran Bahan Rpjam 415153 Biaya Pokok Pencampuran Bahan Rptahun 863519240 Total biaya pokok proses pencampuran, pengadukan dan penyusunan bahan untuk 3 loader, 3 composting turner dan 3 truk adalah Rp 1 342 405.00jam Rp 415 153.00jam + Rp 511 099.00jam + Rp 415 153.00jam. Tabel 5.17, 5.18 dan 5.19 menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk proses pencampuran, penyusunan bahan dan pengadukan dalam pengelolaan serasah tebu. Total biaya pokok pada proses pengomposan B PS adalah jumlah dari biaya pencacahan, biaya pencampuran, biaya penyusunan bahan, dan biaya pengadukan bahan. Jumlah biaya tersebut adalah Rp 2 277 156.00jam Rp 1 727 743.00jam ditambah biaya bahan Rp 549 413.00jam. Tabel 5.18. Biaya truk untuk proses penyusunan bahan Komponen Biaya Variabe l Jumlah Harga alat a 250000000 Nilai Akhir 10 Harga b 25000000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 18750000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 17929167 3 Pajak f=0.02a 5000000 4 Garasi g=0.01a 2500000 Total Biaya Tetap Rpth 44179167 Biaya Tidak Tetap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 246105 2 Oli Mesin i=0.1hphrg pelumas100 jam 3000 3 Oli pelumas Gemuk j=0.1h 24610.5 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 30000 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 45000 6 Ban m=harga ban2500 jam 2400 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg 6250 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 357366 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 3 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 132537500 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 1072097 Biaya Pokok Penyusunan dan angkutan kompos Rpjam 1135816 Biaya Pokok Penyusunan dan angkutan kompos Rptahun 2362498220 Tabel 5.19. Biaya composting turner untuk proses pengadukan kompos Kompone n Biaya Variabel Jumlah Harga alat a 100000000 Nilai Akhir 10 Harga b 10000000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 7500000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 7171667 3 Pajak f=0.02a 2000000 4 Garasi g=0.01a 1000000 Total Biaya Tetap Rpth 17671667 Biaya Tidak Tetap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 82035 2 Oli Mesin i=0.1hphrg pelumas100 jam 1000 3 Pelumas Gemuk j=0.1h 8203.5 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 12000 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 18000 6 Ban m=harga ban2500 jam 2400 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg 6250 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 129889 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 3 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 53015000 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 389665.5 Biaya Pokok Pengadukan kompos Rpjam 415153 Biaya Pokok Pengadukan kompos Rptahun 863519240 Biaya Aplikasi kompos. Aplikator adalah alat yang digunakan dalam proses aplikasi kompos di lahan perkebunan yang ditarik oleh traktor. Jumlah aplikator yang digunakan untuk mengaplikasi kompos sebanyak 18 073 ton adalah 4 unit. Tabel 5.20. Biaya pokok aplikasi kompos Kompone n Biaya Variabe l Jumlah Harga alat a 50000000 Nilai Akhir 10 Harga b 5000000 Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap Rpth 1 Penyusutan d=a-bc 3750000 2 Bunga modal asuransi e=0.12+0.0124ac+12c 3585833 3 Pajak f=0.02a 1000000 4 Garasi g=0.01a 500000 Total Biaya Tetap Rpth 8835833 Biaya Tidak Tetap Rpjam 1 Biaya BBM h=0.18hpharga BBM 2 Pelumas i=0.1hphrg pelumas100 jam 3 Gemuk j=0.1h 4 Perbaikan Mesin k=0.012a100 jam 5 Perbaikan Alat l=0.02a-b100 jam 9000 6 Ban m=harga ban2500 jam 1000 7 Tenaga kerja Operator n=6250jamorg 12500 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam 22500 Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 4 Total Biaya Tetap Rpth x Jumlah Alsin 35343333 Total Biaya Tidak Tetap Rpjam x Jumlah Alsin 90000 Biaya Pokok Aplikasi Kompos Rpjam 134179 Biaya Pokok Aplikasi Kompos Rptahun 107343333 Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 2 orang untuk setiap unit aplikator, 1 orang sebagai operator traktor dan 1 orang sebagai tenaga bantu dalam proses aplikasi kompos sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 8, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengaplikasian kompos untuk 4 traktor dan aplikator adalah Rp 1 144 422.00jam Rp 1 010 243.00jam + Rp 134 179.00jam. Tabel 5.19 menunjukkan biaya aplikasi kompos di lahan perkebunan tebu pada pengelolaan serasah tebu. Biaya pengelolaan serasah tebu B PST merupakan fungsi dari biaya pada kegiatan pengumpulan serasah tebu B KS , transportasi serasah tebu B TS , biaya pada proses pengomposan B PS , dan aplikasi kompos B AK . Sehingga total biaya pengelolaan serasah tebu B PST adalah Rp 16 116 215.00jam. Simpulan dan Saran Simpulan Total luas lahan yang dibutuhkan dalam pengelolaan serasah tebu adalah 12.24 ha 122 400m 2 . Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 tonha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan urea 600 kgha, maka pemberian kompos 15 tonha dapat menghemat pupuk urea hingga 17.8. Berdasarkan hasil analisis kelayakan, pengelolaan serasah tebu secara mekanis model alternatif dua lebih layak untuk dilakukan di PG Takalar daripada menggunakan model alternatif satu. Saran Dalam usaha memanfaatkan potensi pada pabrik gula, usaha pengelolaan serasah tebu merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Pengelolaan serasah tebu akan memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan. Pertama, dapat menambah pemasukan bagi perusahaan dan kedua, dapat memperbaiki kondisi fisik dan mekanik tanah perkebunan sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan. Daftar Pustaka Daywin FJ, Sitompul RG, dan Hidayat I. 1993. Mesin-mesin Budidaya Pertanian. JICA-IPB. Bogor Dent, JB and JR Anderson. 1971. System Analysis in Agricultural Mangement. John Wiley Sons Australia Pty. Ltd Dent, JB and MJ Blackie. 1979. System Simulation in Agriculture . Applied Science Publisher Ltd. London. Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Eds II. Universitas Indonesia Press. Johns Hopkins. Jakarta. 579. Hanley, N C.L. Spash. 1993. Cost Benefit Analysis and Environment. Edward Elgar Publishing Limited. England. Irwanto AK. 1982. Ekonomi Enjiniring di Bidang Mekanisasi Pertanian. Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Kuntjoro. 2002. Kelayakan Finansial Proyek. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manetsch, TJ. And GL. Park. 1976. System Analysis And Simulation With Application To Economic And Social Sistem. Departement of Elecrical Engineering And System Science. Michigan Stete University. East Lansing. Michigan. Maryanto , B. 2006. Analisis Kelayakan Investasi Pen gemban gan Pabrik Biodiesel Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Propinsi Riau. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. NRAES-54. 1992. On-Farm Composting Handbook. Cooperative Extension, PO Box 4557, Ithaca, New York 14852-4557. USA.

VI. MODEL PENGELOLAAN SERASAH TEBU SECARA

MEKANIS The Sugarcane Litter Management Model by Mechanization Abstrak Model merupakan penyederhanaan dari sistem yang akan dipelajari. Pengelolaan serasah tebu merupakan suatu rangkaian kegiatan, mulai dari kegiatan pengumpulan serasah di lahan sampai kegiatan aplikasi kompos ke tanaman tebu di lahan perkebunan. Tujuan penelitian ini adalah merancang model pengelolaan serasah tebu untuk menghitung jumlah kebutuhan alat dan mesin dan analisis biaya pengelolaan serasah tebu menggunakan model dinamik. Hasil menunjukkan bahwa dalam model pengelolaan serasah tebu terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponen-komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, baik komponen on farm maupun off farm. Perubahan nilai input atau masukan dari setiap komponen akan mempengaruhi nilai komponen yang lain. Kata kunci : model, pengelolaan serasah tebu, mekanisasi Abstract Model is a simplification of the system to be studied. The sugarcane litter management consists of activities from litter collection in the field to compost application into the sugarcane plants. The research objective was to develop model of sugarcane litter management in determining the number of machinery used and analyzing sugarcane litter management cost, by using dynamic model. It is showed that, in the model developed from the study, there was an influence relationship between each component involved in the sugarcane litter management, either on farm or off farm components. The change in the input value of each component will influence the value of other component. Key words: model, sugarcane litter management, mechanization Pendahuluan Pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering merupakan suatu sistem yang cukup kompleks karena menggabungkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sistem tersebut antara lain; kondisi lahan, ketersedian peralatan mekanis trash rake, alat pengangkut traktor, trailer dan truk, unit pengomposan pencacah, pencampuran, pengadukan, dan rumah kompos, aplikator kompos dan sumberdaya manusia. Keberhasilan penerapan sistem ini menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, serta interaksi antara komponen tersebut. Interaksi antar komponen tersebut, atau dengan kata lain interaksi antara tanaman, tanah dan alsintan, merupakan satu aspek yang tidak mudah dikaji. Pengkajian proses interaksi melalui percobaan lapangan membutuhkan biaya banyak dan waktu yang lama. Cakupan studi atau percobaan yang masih terbatas, serta keragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan suatu hasil penelitian pada suatu tempat tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda. Pengelolaan serasah tebu merupakan suatu rangkaian kegiatan, mulai dari kegiatan pengumpulan serasah di lahan sampai kegiatan aplikasi kompos yang berasal dari serasah tebu ke tanaman tebu di lahan perkebunan. Setiap kegiatan dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga merupakan suatu masalah yang cukup kompleks. Oleh karena itu untuk melakukan analisis sistem dalam penelitian ini digunakan suatu pendekatan sistem yang perlu dibatasi agar dapat membantu mengerti fungsi sistem tersebut. Dalam kegiatan sesungguhnya sangat sulit melihat batas sistem, tetapi tanpa batas yang jelas, sulit diharapkan hasil dari sistem Dent and Blackie 1979. Sistem didefinisikan sebagai satu set elemen atau komponen yang saling berkaitan satu sama lain dan terorganisir untuk menghasilkan satu tujuan atau satu set tujuan Manetsch and Park 1976. Sistem peka terhadap lingkungan dimana dia berada, sedang lingkungan biasanya merupakan peubah yang tidak pasti dan sulit untuk diduga Dent and Blackie 1979. Pendekatan sistem adalah suatu metodologi pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi serangkaian kebutuhan dan menghasilkan sistem yang operasional. Pendekatan sistem juga merupakan suatu metodologi dalam suatu perencanaan atau pengelolaan, bersifat multidisiplin, terorganisir, menggunakan model matematika, mampu berfikir secara disiplin non-kuantitatif, menggunakan teknik simulasi dan optimasi serta dapat diaplikasikan pada komputer. Model adalah suatu abstraksi dari keadaan sesungguhnya atau merupakan penyederhanaan dari keadaan sesungguhnya atau merupakan penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem. Keuntungan penggunaan model dalam pengkajian yang bersifat multidisiplin dengan ruang lingkup yang luas, dapat dipakai dalam suatu percobaan terhadap suatu sistem tanpa memberikan perlakuan tertentu yang dapat mengganggu sistem yang dikaji, serta mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan sistem yang diteliti Manetsch and Park 1976. Dalam pelaksanaan pendekatan sistem perlu diperhatikan tahapan kerja yang sistematis. Unit pengelola serasah pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi karena kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan yang berat baik di lahan maupun di rumah kompos. Mekanisasi ini terdiri dari teknologi yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman tebu. Tujuan penelitian ini adalah merancang model pengelolaan serasah tebu dengan menghitung jumlah kebutuhan alat dan mesin dan analisis biaya pengelolaan serasah tebu secara mekanis menggunakan model dinamik. Tinjauan Pustaka Pendekatan Sistem Sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan Muhammadi et al. 2001. Terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki oleh sistem yang dapat dinyatakan sebagai berikut : a dibangun oleh sekelompok komponen yang saling berinteraksi; b bersifat wholeness; c memilik i satu atau segugus tujuan; d terdapat proses transformasi input menjadi output; e terdapat suatu mekanisme pengendalian yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sistem itu sendiri Hardjomidjojo, 2004. Sistem adalah sekumpulan obyek yang tergabung dalam suatu interaksi dan inter-dependensi yang teratur. Sistem dibedakan menjadi dua tipe yaitu sistem diskrit dan sistem kontinu. Komponen sistem terdiri atas: entitas objek yang sedang diamati dari sistem, atribut identitas dari entitas, aktivitas suatu masa yang mewakili proses suatu entitas, status kumpulan variabel yang dibutuhkan untuk menggambarkan sistem, kejadian kejadian yang mengubah status sistem. Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dengan dilakukannya identifikasi adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif Eriyatno 2003. Selanjutnya Hardjomidjojo 2004 mengatakan bahwa ada 3 hal yang harus dilakukan jika menggunakan Pendekatan Sistem System Approach, yaitu a mengenali sistem; b menentukan tujuan dan memahami mekanisme; c analisis semua faktor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Model Model merupakan penyederhanaan dari sistem yang akan dipelajari. Model sangat beragam, bisa dalam bentuk ikon, analog atau simbol. Model ikon meniru sistem nyata secara fisik, seperti globe model dunia, planetarium model ruang angkasa, dan lain-lain. Model analog meniru sistem hanya dari perilakunya. Model simbol tidak meniru sistem secara fisik, atau tidak memodelkan perilaku sistem, tapi memodelkan sistem berdasarkan logikanya. Logika bisa bervariasi mulai dari intuisi ke bahasa verbal atau logika matematik. Karena model analisis simulasi harus dapat diimplementasikan pada komputer, maka model simulasi harus eksplisit, yaitu harus sebagai model simbolik paling tidak untuk level aliran logika. Model simbolik dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Model preskriptif atau deskriptif. Model preskriptif digunakan untuk mendefinisikan dan mengoptimalkan permasalahan. Model deskriptif menggambarkan sistem berdasarkan perilakunya dan permasalahan optimasi diserahkan ke analisis berikutnya. 2. Model diskrit atau kontinu. Pengklasifikasian model menjadi diskrit dan kontinu didasarkan pada variabelnya. Perbedaan paling penting dalam kedua model adalah waktu. Jika revisi terhadap model terjadi secara kontinu berdasarkan waktu, maka model itu diklasifikasikan sebagai model kontinu. 3. Model probabilistik atau deterministik. Pembedaan kedua model ini juga didasarkan pada variabel model. Jika ada variabel acak, model kita klasifikasikan sebagai model probabilistik. Jika tidak, model merupakan klasifikasi model deterministik. 4. Model statis atau dinamis. Pembedaan kedua model ini juga didasarkan pada variabel model. Jika variabel model berubah sesuai dengan waktu, maka model digolongkan sebagai model dinamis. 5. Model loop terbuka atau tertutup. Pengklasifikasian model ke dalam bentuk loop terbuka atau tertutup didasarkan pada struktur model. Pada model terbuka, output dari model tidak menjadi umpan balik untuk memperbaiki input. Sebaliknya adalah model loop tertutup. Proses pemodelan secara umum dimulai dengan tahapan identifikasi masalah, kelemahan mengidentifikasi masalah akan menyebabkan tidak validnya suatu model. Tahap selanjutnya adalah membangun asumsi-asumsi dan membuat konstruksi dari model tersebut. Konstruksi model dapat dilakukan dengan bantuan software computer maupun secara analitis melalui hubungan fungsional dengan cara membuat diagram alir maupun persamaan matematis. Langkah berikutnya adalah menentukan analisis yang tepat dan yang menjadi inti dari langkah ini adalah mencari solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan yang muncul pada tahap identifikasi. Analisis dalam pemodelan biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan optimasi dan dengan melakukan simulasi. Optimasi dibangun untuk mencari solusi apa yang seharusnya terjadi, sedangkan simulasi dibuat untuk mencari solusi apa yang akan terjadi. Simulasi merupakan suatu prosedur kuantitatif, yang menggambarkan sebuah sistem, dengan mengembangkan sebuah model dari sistem tersebut dan melakukan sederetan uji coba untuk memperkirakan perilaku sistem pada kurun waktu tertentu. Kedua analisis ini memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga keduanya dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan permasalahan yang harus diselesaikan. Penelitian Pemodelan di Perkebunan Tebu yang Telah Dilakukan Penelitian tentang model mekanisasi pada perkebunan tebu lahan kering sudah banyak dilakukan, akan tetapi hanya sebatas pada aspek produksi tebu atau peralatannya saja. Andayani 1983 melakukan penelitian tentang jadwal tanam dan kebutuhan alat mekanis di pabrik gula Kebon Agung Jawa Timur dengan mempertimbangkan kapasitas giling pabrik, kapasitas kerja peralatan mekanis, dan keadaan iklim daerah penelitian. Suranto 1985 melakukan penelitian di pabrik gula Jatitujuh membahas tentang perencanaan kegiatan pengolahan tanah secara mekanis dengan menggunakan metode jalur lintasan kritis. Pramudya 1989 melakukan penelitian tentang permodelan sistem pada perencanaan mekanisasi dalam kegiatan pemanenan tebu untuk industri gula. Penelitian ini menghasilkan suatu model dari sistem pemanenan tebu secara mekanis sebagai bagian dari manajemen industri gula dengan melakukan analisis perbandingan antara sistem pemanenan secara manual dan mekanis. Model yang dihasilkan adalah model SINENTIS yang dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan pabrik gula atau untuk melakukan evaluasi pada pabrik gula yang sudah beroperasi terutama dalam penggunaan mesin panen tebu. Pertiwi et al. 1992 juga melakukan penelitian tentang bagaimana pemilihan mesin budidaya dengan metode AHP Analytic Hierarchy Process yang memberikan rekomendasi pemilihan untuk satu jenis mesin tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi, teknologi, sosial, dan ukuran rancang bangun. Prabawa et al. 1998 malakukan penelitian tentang model pengadaan alat dan mesin budidaya tebu bagi pabrik gula lahan kering. Model pengadaan pada penelitian tersebut meliputi pemilihan jenis, penentuan jumlah dan analisis biaya alat dan mesin budidaya tebu serta penentuan tingkat keprasan yang optimum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan teknologi memegang peran utama dalam pemilihan alat dan mesin dalam budidaya tebu lahan kering. Sulaiman 2007 melakukan penelitian tentang optimalisasi produksi tebu dengan program linear pada pabrik gula Takalar sulawesi selatan. Penelitian ini menghasilkan model pemanfaatan sumberdaya secara optimal pada tanaman tebu yang dapat meningkatkan produksi secara nyata. Sumberdaya yang dimaksud adalah komposisi varietas, kategori tanam dan masa tanam. Penelitian ini menjadi penting karena penelitian tentang kajian pengelolaan serasah tebu menjadi topik utamanya belum dilakukan, baik dari segi pengelolaannya ataupun pemilihan alat dan mesin yang mendukung pengelolaan tersebut. Penelitian tentang kajian pengelolaan serasah tebu yang mencakup penentuan teknologi, jumlah kebutuhan alat dan mesin, analisis biaya dan kelayakan serta pengaruh kompos serasah tebu terhadap keragaan tanaman tebu. Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di kabupaten Takalar. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan yang berlangsung sejak bulan April 2011 sampai dengan bulan Januari 2012. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam perancangan model ini adalah satu unit komputer dan software powersim. Bahan yang digunakan adalah data-data sekunder yang diperoleh dari bagian Risbang PG Takalar . Tahapan Penelitian Tahapan kerja dalam pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 5.1. tahapan pembuatan model diawali dengan pengamatan dan analisis kebutuhan untuk perancangan model. Tahapan selanjutnya adalah melakukan formulasi masalah yang dilanjutkan dengan identifikasi sistem dan membuat model atau persamaan matematika. Untuk langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi dengan menginput data-data yang telah diperoleh ke dalam model atau persamaan. Hasil simulasi ini menunjukkan apakah model yang dibangun layak atau tidak. Jika model dinyatakan layak maka model dapat diterapkan dalam sistem pengelolaan serasah tebu. Gambar 6.1. Bagan alir pembuatan model Model Dinamik Rancangan model yang dibuat adalah model dinamik sistem pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada budidaya tebu lahan kering. Model ini akan digambarkan secara visual melalui diagram lingkar sebab akibat Causal loop menggunakan software Powersim. Analisis Kebutuhan Kebutuhan Formulasi Masalah Evaluasi Periodik Permode lan : 1. Diagram Blok Matematik 2. Program Aplikasi Model Pengelolaan Serasah Tebu Layak ? Identifikasi Sistem : 1. Diagram Lingkar Sebab Akibat

2. Diagram Input-Output 3. Diagram Alir

Simulasi Model Mulai Tidak Ya Sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering cukup kompleks karena menggabungkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sistem tersebut antara lain; kondisi lahan, ketersedian peralatan mekanis trash rake, alat pengangkut trailer atau truk, unit pengomposan pencacah, pencampuran dan pengadukan serta rumah kompos, aplikator kompos dan sumberdaya manusia. Keberhasilan penerapan sistem ini menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, serta interaksi antara komponen tersebut. Interaksi antar komponen tersebut, atau dengan kata lain interaksi antara tanaman, tanah dan alsintan, merupakan satu aspek yang tidak mudah dikaji. Pengkajian proses interaksi melalui percobaan lapangan membutuhkan biaya banyak dan waktu yang lama. Cakupan studi atau percobaan yang masih terbatas, serta keragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan suatu hasil penelitian pada suatu tempat tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda. Analisis Kebutuhan Proses analisis dengan menggunakan pendekatan sistem perlu mengkaji faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem yang akan dianalisis. Penentuan jumlah alat dan mesin pengelola serasah tebu dapat ditentukan dengan optimal apabila analisis pendekatan yang dilakukan dimulai dengan analisis kebutuhan dari pihak-pihak yang terlibat. Dalam pengelolaan serasah tebu, pihak yang mempunyai kepentingan dan terkait secara langsung adalah pabrik gula yang mengelola perkebunan tebu, perusahaan angkutan yang mengangkut serasah tebu dari lahan ke tempat pengomposan serta tenaga kerja yang melakukan pengelolaan serasah tebu. Pabrik Gula. Usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan oleh pabrik gula adalah unit usaha pengelolaan limbah perkebunan menjadi pupuk organik atau kompos. Unit usaha ini dapat dilakukan karena semua sumber bahan baku dapat diperoleh dari pabrik yang memiliki perkebunan tebu. Usaha untuk memanfaatkan limbah tebu menjadi pupuk organik adalah salah satu program dari pabrik gula yang dapat membantu pemasukan perusahaan. Dalam usaha ini dibutuhkan beberapa peralatan dan mesin yang akan digunakan dalam setiap tahap kegiatan tersebut. Penggunaan peralatan dan mesin dalam usaha pengelolaan serasah tebu memerlukan biaya investasi yang tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang efisien agar dapat tercapai biaya pengelolaan serasah tebu yang rendah. Teknologi pengelolaan serasah tebu yang berupa peralatan mekanis akan sangat membantu pihak perkebunan dalam usahanya untuk memanfaatkan potensi limbah organik menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos membutuhkan beberapa tahap kegiatan dan peralatan mekanis yang memudahkan proses tersebut. Tahapan kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah tebu dengan menggunakan trash rake, pengangkutan serasah tebu menggunakan trailer atau menggunakan truk, pencacahan menggunakan chopper, proses fermentasi atau pengomposan, pencampuran bahan dengan alat loader, penyusunan bahan dengan truk hidrolik dan pengadukan kompos menggunakan composting turner. Selanjutnya untuk aplikasi di lahan digunakan aplikator kompos. Unit Pengomposan Serasah Tebu. Unsur penting dalam pengelolaan serasah tebu. Unit ini akan menampung serasah kemudian mengolahnya menjadi kompos matang yang siap digunakan kembali ke lahan tebu atau dijual. Unit ini terdiri dari rumah kompos yang dilengkapi dengan alat pencacah, pencampur dan pengaduk, penyusun bahan dan tempat pengomposan serta tempat penyimpanan kompos yang telah dikepak siap digunakan atau dijual. Tenaga Kerja. Kegiatan pengelolaan serasah tebu yang menggunakan peralatan mekanis akan membutuhkan beberapa tenaga kerja yang mendukung lancarnya pekerjaan tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan tenaga kerja antara lain : 1 kontinuitas pekerjaan; 2 volume pekerjaan yang memadai; dan 3 tingkat upah yang layak Formulasi Masalah Berdasarkan analisis kebutuhan berbagai pihak yang terlibat dalam sistem pengelolaan serasah tebu selanjutnya dirumuskan masalah yang dihadapi oleh pabrik gula dalam usahanya untuk menjalankan sistem pengelolaan serasah tebu antara lain : 1. Pemanfaatan potensi serasah tebu menjadi kompos 2. Ketersedian tenaga kerja untuk unit pengelolaan serasah tebu