Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja purposive sampling

37 ini sangat mendukung dalam memasarkan produksi bawang merah ke berbagai wilayah. Survei lapang telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2013. Survei dilakukan dalam rangka mendapatkan data penanaman bawang merah yang masuk katagori penanaman pada bulan kering atau bulan April sampai Agustus 2013. Tahapan berikutnya setelah diperoleh data lapang adalah pengolahan dan analisis data, serta penulisan disertasi. Lokasi penelitian secara rinci dapat dilihat pada Gambar 6. Teknik Penentuan Responden Pemilihan sampel responden pada penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu: 1. Tahap I:

a. Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja purposive sampling

dengan pertimbangan bahwa pada kecamatan terpilih beberapa kelompok tani sudah mengikuti pembinaan oleh Dinas Pertanian daerah Kabupaten Nganjuk. Kecamatan terpilih adalah Rejoso, Sukomoro, Bagor dan Wilangan. Gambar 6. Lokasi penelitian di Kabupaten Nganjuk Keterangan : = Kecamatan terpilih b. Luas kepemilikan lahan, berdasarkan data hasil ST2003 jumlah RT usaha tani bawang merah di kecamatan Rejoso, Sukomoro, Bagor dan Wilangan sebanyak 8 697 RT dengan distribusi kepemilikan lahan 0.2 ha sebesar 51.99 persen, 0.2 ha sampai 0.5 ha sebesar 31.68 persen dan 0.51 ha 38 sebesar 16.32 persen. Agar responden petani dapat mewakili luas penguasaan lahan, maka pada penelitian ini responden telah didistribusikan secara proporsional terhadap penguasaan lahan tersebut. 2. Tahap II: Pemilihan sampel tahap kedua adalah dalam rangka memilih responden petani bawang merah. Responden petani dialokasikan proporsional berdasarkan luas penguasaan lahan bawang merah 0.2 ha, 0.2 ha sd 0.5 ha dan 0.51 ha. Pada tahap akhir dipilih responden secara acak. Jumlah responden n dapat ditentukan dengan acuan galat 10 persen menggunakan rumus berikut: N n = ----------------..........................................................................................21 1 + Ne 2 Keterangan: n = Jumlah responden. N = Jumlah populasi kepala keluarga petani. e = Galat yang dapat diterima 10 . Berdasarkan data hasil Sensus Pertanian 2003, jumlah petani bawang merah di kabupaten Nganjuk sebanyak 13 578 RT. Jika galat yang digunakan 10 persen, maka berdasarkan persamaan 21, jumlah responden minimal adalah 99.27 RT atau dibulatkan menjadi 100 RT. Untuk kepentingan analisis mendalam, jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 179 responden. Distribusi responden secara proporsional terhadap luas lahan usaha tani bawang merah di kecamatan terpilih yaitu Kecamatan Rejoso, Bagor, Sukomoro dan Wilangan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran responden penelitian petani bawang merah Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara kepada responden baik menggunakan kuesioner terstruktur maupun diskusi, serta pengamatan langsung terhadap kegiatan di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Daftar pertanyaan terdiri dari karakteristik responden dan usaha taninya, data produksi, biaya input usaha tani dan penerimaan usaha tani bawang merah, serta berbagai permasalahan yang dihadapi petani. 0.2 0.2 sd 0.5 0.51 1 Rejoso 26 19 10 55 2 Bagor 15 37 10 62 3 Sukomoro 20 10 8 38 4 Wilangan 7 12 5 24 179 Grand total No Kecamatan Jumlah responden Orang Total 39 Metode Analisis Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diurutkan batching, dilakukan proses coding, tabulasi dan analisis. Analisis diskriptif digunakan untuk mengidentifikasi profil dan permasalahan usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Untuk menjawab tujuan penelitian, maka dilakukan beberapa analisis sebagai berikut: 1. Melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah. Analisis yang digunakan pada penelitian ini didekati dengan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. 2. Melakukan analisis tingkat efisiensi teknis ET dari fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas , efisiensi alokatif EA dan efisiensi ekonomi EE menggunakan fungsi biaya dual yang diturunkan dari fungsi produksi. 3. Melakukan analisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan menggunakan metode PAM. Analisis fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas selain digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah, juga menghasilkan nilai efisiensi teknis ET. Tahap akhir adalah menggunakan fungsi biaya dual frontier untuk mengukur efisiensi alokatif EA dan efisiensi ekonomi EE. Untuk mempermudah pendugaan fungsi produksi bawang merah, persamaan regresi stochastic frontier Cobb-Douglas diubah dalam bentuk linier berganda dengan cara pendekatan logaritma menjadi persamaan berikut. ln Y i = + lnX 1,i + lnX 2,i + lnX 3,i + lnX 4,i + lnX 5,i + lnX 6,i +V i - U i ………………………………………………………………………… 22 Keterangan : Y = Produksi bawang merah kg X 1 = Luas lahan yang digarap m 2 X 2 = Jumlah penggunaan bibit kg X 3 = Nitrogen, Phospat dan Kalium sebagai hara pupuk anorganik kg NPK X 4 = Jumlah pupuk organik kg X 5 = Jumlah tenaga kerja yang digunakan JKSP X 6 = Jumlah pestisida liter = intersepkonstanta = koefisien parameter penduga ke- j, dimana j = 1,β,γ,…, 6 V i -U i = V i kesalahan pengganggu, U i efek inefisiensi teknis dalam model Nilai koefisien yang diharapkan dari , , …., 6 0. Perhitungan efisiensi teknis didekati menggunakan persamaan 4 dengan rentang nilai 0   i ET 1. Metode pehitungan efisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model Coelli 1996 yang memperhitungkan efek inefisiensi teknis yang merupakan cerminan aspek sosial petani. Nilai efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis. Variabel digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis dan diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N . 40 Penggunaan software Frontier 4.1 selain mengeluarkan hasil analisis regresi juga menghasilkan analisis efek inefisiensi teknis berupa dugaan nilai parameter U i sesuai persamaan berikut: U i = + i Z , 1 1  + i Z , 2 2  + i Z , 3 3  + i Z , 4 4  + i Z , 5 5  +W i …...............................23 dimana: U i = efek inefisiensi teknis 1 Z = usia petani tahun 2 Z = keanggotaan kelompok tani Z 2 = 1 bila ‘ya’ dan Z 2 = 0 bila ‘tidak’ 3 Z = lama waktu pendidikan formal yang ditempuh petani tahun Z 4 = lama waktu menjadi petani tahun 5 Z = tingkat akses kepada penyuluh Z 5 = 1 bila ‘ya’ dan Z 5 = 0 bila ‘tidak’ W i = menyebar normal terpotong dengan rataan 0 dan ragam 2  Nilai yang diharapkan: 0, 0, , , , 5  0. Pengujian parameter fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, menduga parameter fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan metode OLS. Tahap kedua, melakukan pendugaan seluruh parameter , , varians dan menggunakan metode Maximum Likelihood MLE. Selain itu, pengolahan software Frontier 4.1 menghasilkan perkiraan varians dalam bentuk parameterisasi sebagai berikut: = + …………….………………………………………..……..……..24 2    r U  … ………………………………………………………..…….……..25 Nilai varians persamaan 24 dapat digunakan untuk mencari nilai gamma , dengan sebaran 0 1. Nilai merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di dalam efek residual total. Hasil perhitungan efisiensi teknis perlu diuji untuk meyakinkan bahwa usaha tani bawang merah telah efisien secara teknis. Teknik uji menggunakan metode Likelihood Ratio Test dengan hipotesis sebagai berikut: H : 2 u  = 0 tidak ada efek inefesiensi H 1 : 2 u  0 ada efek dari inefisiensi Hipotesis tersebut menyatakan jika 2  u  berarti      u Hipotesis nol H menyatakan bahwa tidak ada efek inefisiensi terhadap ragam dari kesalahan penggangu dan sebaliknya dengan hipotesis satu Sukiyono 2005; Asmara et al. 2010. Rumus LR test adalah sebagai berikut: LR = -2 [ln L r – ln L u ] ………….…………………..……………………....26 dimana : LR = likelihood ratio L r = nilai LR pada pendekatan OLS L u = nilai LR pada pendekatan MLE Selanjutnya nilai LR tersebut dibandingkan dengan nilai kritis 2 1  . 41 Setelah dilakukan analisis regresi dan analisis efisiensi teknis, selanjutnya dilakukan perhitungan analisis efisiensi ekonomi, yang dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:     i i i i i i i i i i i p y u C E p y u C E C C EE , , | , , |    ………………..………………….…...........27 C adalah fungsi biaya dual yang diperoleh dari fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi biaya input, sehingga diperoleh fungsi biaya dual sebagai berikut: = k r i ji j Y p 7 1 .    ………………….………………………………………..….28 dimana = r ; r = ; k = ; dan = 1,β,….,11. merupakan nilai parameter hasil estimasi fungsi produksi stochastic frontier dan merupakan harga dari input produksi ke-j. Harga tersebut merupakan harga input yang berlaku di daerah penelitian. Variabel Y adalah tingkat output observasi dari petani responden. Nilai EE berkisar 0 EE 1. Efisiensi ekonomi merupakan gabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif, sehingga efisiensi alokatif EA dapat diperoleh dari: EA i = i i ET EE ………………..………………….………………………………..29 dimana EA bernilai 0 AE 1. Analisis yang dilakukan pada Bab 3 ini, selain menggunakan pendekatan model regresi juga menggunakan metode Policy Analysis Matrix PAM untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif dan keunggulan komparaif. Analisis PAM dilakukan dengan membuat matriks yang disusun melalui tahapan sebagai berikut Pearson et al. 2005:  Pertama, identifikasi input secara lengkap dari usaha tani bawang merah.  Kedua, menentukan harga bayangan shadow price dari input dan output usaha tani bawang merah.  Ketiga, memilah biaya ke dalam kelompok tradable dan domestik.  Keempat, menghitung penerimaan dan keuntungan privat private profitability dari usaha tani bawang merah.  Kelima, menghitung keuntungan sosial social profitability yang dihitung dari tingkat keuntungan sosial usaha tani dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga efisiensi social opportunity costs. Hasil perhitungan ini dapat digunakan sebagai informasi dasar baseline information untuk perhitungan social benefit-cost analysis .  Keenam, menghitung transfer effects, sebagai dampak dari sebuah kebijakan yang mempengaruhi output maupun faktor produksi lahan, tenaga kerja dan modal.  Ketujuh, menghitung PCR dan DRCR. Matrik PAM sebagai dasar analisis dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. 42 Tabel 4. Matrik PAM Pendapatan Biaya Keuntungan Input tradable Faktor domestik Privat A B C D Sosial B F G H Efek divergensi I J K L Sumber: Pearson et al.2005 Definisi Operasional Variabel Analisis Regresi dan Analisis PAM Untuk mempermudah dalam melakukan analisis data khususnya dalam hal analisis fungsi produksi terlebih dahulu didefinisikan batasan dari variabel yang digunakan pada analisis ini, sebagai berikut: a. Produksi bawang merah Y, adalah jumlah bawang merah yang dihasilkan dalam satu musim dalam bentuk bawang kering. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram. b. Luas lahan X 1 , adalah luas lahan yang ditanami bawang merah pada musim terakhir saat dilakukan wawancara atau penanaman antara bulan April sampai Agustus 2013. Lahan yang dikelola oleh petani diasumsikan memiliki kesuburan yang tidak jauh berbeda. Satuan ukurannya adalah m 2 . Harga lahan P 1 dihitung dari harga sewa per hektar yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dengan satuan Rupiah per hektar Rpha. c. Bibit X 2 , adalah jumlah bibit yang digunakan petani dalam usaha tani bawang merah, dihitung dalam satuan kilogram. Bibit yang digunakan petani pada umumnya umbi hasil panen sendiri yang disimpan selama 2.5 sampai 3 bulan. Harga bibit P 2 adalah harga bibit hasil panen petani yang diperjual belikan di daerah penelitian, dihitung dalam satuan Rupiah per kilogram Rpkg. d. Pupuk NPK X 3 , adalah jumlah pupuk N, P dan K yang digunakan dalam satu kali musim tanam. Kandungan N dalam pupuk urea adalah 46 persen, N dalam pupuk ZA adalah 21 persen, N dalam pupuk NPK adalah 16 persen dan N dalam pupuk Ponskha adalah 15 persen. Kandungan P dalam pupuk TSP adalah 36 persen, kandungan P dalam pupuk NPK adalah 16 persen dan kandungan P dalam pupuk Ponskha adalah 15 persen. Kandungan K dalam pupuk KCl adalah 60 persen, kandungan K dalam pupuk KCl adalah 16 persen dan kandungan K dalam pupuk Ponskha adalah 15 persen. Penggunaan pupuk N, P dan K yang digunakan oleh petani digabungkan menjadi variabel X 3 diukur dengan satuan kg. Harga pupuk N, P dan K P 3 adalah harga rata-rata pupuk Urea, ZA, TSP, KCl, NPK dan Ponskha di daerah penelitian saat penelitian dilakukan , dihitung dalam satuan Rupiah per kilogram Rpkg e. Pupuk organik X 4 , adalah jumlah pupuk organik yang dijual di pasaran atau dibuat sendiri oleh petani dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan kilogram kg. Harga pupuk organik P 4 adalah harga pupuk yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dalam satuan Rupiah per kilogram Rpkg. 43 f. Tenaga kerja X 5 , adalah jumlah total tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai jenis kegiatan, mulai dari pesiapan lahan sampai pasca panen. Satuan yang digunakan adalah Jam Kerja Setara Pria JKSP. Harga tenaga kerja P 5 dihitung sama besarnya dengan tingkat upah petani yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dalam satuan Rupiah per jam Rpjam. g. Pestisida X 6 , adalah jumlah pestisida yang digunakan dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan milliliter ml. Harga pestisida P 6 , adalah harga rata-rata pestisida yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dalam satuan Rupiah per mililiter Rpml. h. Umur petani Z 1 , adalah usia petani pada saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam tahun. i. Anggota kelompok tani Z 2 , merupakan variabel dummy yang bernilai 1 untuk petani anggota kelompok tani dan bernilai 0 untuk petani bukan anggota kelompok. j. Lama pendidikan formal Z 3 , adalah jumlah total waktu yang dibutuhkan petani untuk menempuh pendidikan formal dari SD hingga pendidikan tertinggi, dinyatakan dalam tahun. k. Pengalaman jadi petani Z 4 , adalah lamanya waktu yang telah dilalui petani sejak pertama kali mulai menanam bawang merah hingga saat penelitian dilakukan, dinyatakan dalam tahun. l. Akses ke PPL Z 5 , merupakan variabel dummy bernilai 1 untuk petani yang dapat mengakses ke PPL dan bernilai 0 untuk petani yang tidak pernah mengakses PPL. Variabel penting yang digunakan pada proses analisis PAM adalah data harga, yaitu harga input maupun output produksi. Harga untuk analisis PAM dikatagorikan menjadi dua, yaitu harga pasarharga domestik dan harga bayangan. Harga pasar adalah tingkat harga yang diterima petani dalam menjual hasil produksinya atau tingkat harga yang harus dibayar dalam rangka membeli faktor produksi. Harga bayangan menurut Pearson et al. 2005 dihitung dari harga dunia, namun harga dunia tersebut biasanya tersedia pada tingkat pedagang besar di pelabuhan asal barang saat mengimporCIF cost insurance freight atau pelabuhan penerimaekspor biasanya dalam bentuk FOB free on board. Untuk keperluan analisis PAM, dari data harga dunia perlu ditambahkan biaya aktivitas dari pedagang besar pengimpor atau pengekspor sampai ke petani atau sebaliknya. Biaya aktivitas dimaksud meliputi biaya transportasi dari pedagang sampai ke petani, biaya handling, biaya asuransi dan penyesuaian kurs mata uang. Menurut Gittinger 1986, penentuan harga bayangan dilakukan dengan mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum, kebijakan harga dan lainnya. Pada penelitian ini penentuan variabel input produksi maupun output yang diperdagangkan di luar negeri didekati dengan harga batas border price, untuk katagori variabel input produksi atau output yang diekspor digunakan harga FOB dan untuk variabel yang diimpor digunakan harga CIF. Beberapa batasan atau asumsi terkait harga bayangan pada penelitian ini ditetapkan sebagai berikut: 44 a. Harga bayangan output produksi bawang merah Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa Indonesia termasuk negara yang masuk katagori tinggi sebagai pengimpor bawang merah, sehingga peningkatan produksi bawang merah ditujukan untuk substitusi impor. Pada penelitian ini harga bawang merah yang digunakan adalah harga CIF di Indonesia sebesar US 550 per ton. b. Harga bayangan sarana produksi pertanian Sarana produksi pertanian yang diperdagangkan pada skala internasional diantaranya pupuk, bibit dan pestisida. Harga Urea, TSP, KCl dan NPK masing-masing ditetapkan sebagai berikut: harga urea US 349 per ton FOB, harga ZA sebesar US 213 per ton CIF, harga TSP sebesar US 409 per ton CIF, harga KCl sebesar US 416 per ton CIF, dan harga NPK sebesar US 422 per ton CIF. Harga urea yang digunakan adalah harga FOB pelabuhan Indonesia, dikarenakan Indonesia sudah dapat memproduksi urea, bahkan sebagian diekspor Kurniawan, 2008. Adapun untuk ZA, TSP, KCl dan NPK masih impor sehingga digunakan harga CIF pelabuhan Indonesia. Untuk penggunaan bibit bawang merah, sesuai anjuran seharusnya menggunakan bibit berkualitas, dan selama ini jika petani membeli bibit berkualitas yang telah bersertifikat sebagian besar berupa bibit impor. Oleh karena sebagian besar petani menggunakan bibit hasil sendiri, sehingga penentuan harga bayangan bibit didekati dari harga domestik, atau harga bibit di dalam negeri. Sarana produksi lain adalah pestisida, untuk harga bayangan pestisida didekati berdasarkan harga yang berlaku di tempat penelitian. c. Harga bayangan tenaga kerja Menurut Pearson et al. 2005 tingkat perbedaan upah tenaga kerja di Indonesia relatif kecil, distorsi tidak begitu signifikan dikarenakan peraturan upah minimum tidak berlaku pada sektor pertanian. Harga bayangan tenaga kerja didekati berdasarkan harga tenaga kerja di tempat penelitian. d. Harga bayangan nilai tukar mata uang Harga bayangan nilai tukar adalah adalah harga uang domestik kaitannya dengan mata uang asing dalam kondisi persaingan sempurna. Keseimbangan nilai tukar terjadi jika semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor barang dihilangkan. Pada penelitian ini didekati dengan standard conversion factor SCF Gittinger 1986. Formula yang digunakan adalah: t t t SCF OER SER  , dimana    t t t t t t t TM M TX X M X SCF     ……………….………30 Keterangan: SER t = Shadow Exchange Rate harga bayangan nilai tukar OER t = Official Exchange Rate harga resmi nilai tukar SCF t = Standard Conversion Factor X t = Nilai ekspor Indonesia tahun ke-t Rp M t = Nilai impor Indonesia tahun ke-t Rp TX t = Pajak ekspor tahun ke-t Rp TM t = Pajak impor dan bea masuk tahun ke-t Rp 45 Total nilai ekspor Indonesia tahun 2013 mencapai Rp. 1 906.94 triliun, sedangkan total nilai impornya adalah sebesar Rp. 1 949.35 triliun. Nilai pajak ekspor mencapai Rp. 17.60 triliun dan bea masuk sebesar Rp. 30.80 triliun. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai SCF untuk tahun 2013 sebesar 0.9966, dengan nilai tukar rupiah terhadap USD selama tahun 2013 berdasarkan data resmi Bank Indonesia sebesar Rp. 10 445 per USD, maka nilai kurs bayangan yang dipakai adalah Rp. 10 480 per USD. Hasil dan Pembahasan Pembahasan hasil analisis dibagi menjadi tiga bagian, meliputi: 1 analisis fungsi produksi, 2 analisis efisiensi teknis beserta efek inefisiensi, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi dan 3 analisis keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Pendekatan analisis fungsi produksi dan analisis efisiensi menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas, sedangkan analisis keunggulan kompetitif dan komparatif atau analisis daya saing menggunakan pendekatan PAM. Analisis Fungsi Produksi 1 Ringkasan Variabel Seperti diuraikan pada bagian metode penelitian, pada penelitian ini digunakan model fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Model fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas pada penelitian ini dibangun berdasarkan enam variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan meliputi luas lahan X 1 , bibit X 2 , Nitrogen, Phospor dan Kalium X 3 , pupuk organik X 4 , tenaga kerja X 5 dan pestisda X 6 , sedangkan variabel terikat adalah produksi bawang merah Y. Ringkasan data variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Ringkasan data pendugaan fungsi produksi usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk Variabel Simbol Rata-rata Standar deviasi Koefisien variasi Produksi kg Y 4 291.47 3 318.88 77.34 Luas lahan m 2 X 1 3 377.37 2 791.07 82.64 Bibit kg X 2 384.30 277.70 72.26 NPK kg X 3 206.08 176.22 85.51 Pupuk organik kg X 4 187.12 142.85 76.34 Tenaga kerja JKSP X 5 36.20 40.78 112.65 Pestisida liter X 6 6.26 12.28 196.16 46 Dari Tabel 5 dapat dijelaskan sebagai berikut, rata-rata produksi bawang merah sebesar 4.29 ton yang dihasilkan dari lahan dengan luas rata-rata 0.34 hektar. Rata-rata jumlah input bibit adalah 384.80 kg, gabungan penggunaan Nitrogen, Phospor dan Kalium rata-rata sebesar 206.08 kg, pupuk organik 187.12 kg, penggunaan tenaga kerja 36.20 JKSP dan pestisida 6.26 liter. Sebaran data varibel bibit memiliki variasi terkecil yaitu sebesar 72.26 persen. 2 Pendugaan Fungsi Produksi Pendugaan fungsi produksi dengan model stochastic frontier Cobb- Douglas dilakukan dua tahap, pertama dilakukan menggunakan metode Ordinary Least Square OLS dan tahap kedua menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator MLE . Analisis regresi dengan metode OLS ditujukan untuk melihat gambaran kinerja rata-rata proses produksi bawang merah oleh petani pada tingkat teknologi yang ada, yaitu melalui pendugaan nilai i . Selain itu melalui metode OLS dapat dikeluarkan nilai uji asumsi kenormalan data dari sisaanerror term menggunakan uji Kolmogorov-smirnov, uji multikolinieritas menggunakan uji VIF serta uji heteroskedastisitas menggunakan metode grafik. Apabila ketiga uji tersebut telah terpenuhi, yaitu data menyebar normal, tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas dan tidak ditemukan heteroskedastisitas, maka dilanjutkan dengan analisis metode MLE. Kedua pendekatan metode tersebut dilakukan menggunakan software Frontier 4.1, sedangkan pengujian asumsi kenormalan data, multikolinieritas dan heteroskedastisitas menggunakan software SPSS 16. Ringkasan hasil pendugaan parameter fungsi produksi dengan metode OLS disajikan pada Tabel 6, sedangkan hasil pendugaan secara rinci disajikan pada Lampiran 1. Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa semua tanda parameter dugaan pada fungsi produksi dengan metode OLS bernilai positif sesuai harapan persamaan 22, yang berarti setiap kenaikan input produksi akan berpengaruh pada peningkatan produksi bawang merah. Hasil analisis juga menunjukkan nilai dugaan dari seluruh variabel bebas berbeda nyata pada t- 5 persen. Tabel 6. Pendugaan fungsi produksi dengan metode OLS usaha tani bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Keterangan: - nilai t- ᾳ 5 persen = 1.65γ8 dan t- ᾳ 10 persen = 1.β865 Variabel bebas Parameter dugaan Standard error t-ratio Intersep 2.20510 0.4142 5.3234 Luas lahan ln X 1 0.19190 0.0711 2.7006 Bibit ln X 2 0.31270 0.0755 4.1397 Nitrogen, Phospor dan Kalium ln X 3 0.22050 0.0627 3.5153 Pupuk organik ln X 4 0.04040 0.0161 2.5039 Tenaga kerja ln X 5 0.18830 0.0558 3.3773 Pestisida ln X 6 0.09880 0.0520 1.9003 R 2 0.60400 Adj - R 2 0.59000 47 Nilai dugaan parameter juga merupakan nilai elastisitasnya, nilai elastisitas variabel luas lahan, bibit, NPK dan tenaga kerja di atas satu, namun untuk variabel pestisida dan pupuk organik sangat kecil masing-masing 0.099 dan 0.040. Nilai elastisitas pestisida yang sangat kecil diduga karena penggunaan pestisida sudah melebihi dosis dan tidak tepat anjuran dalam menggunakan pestisida. Hal ini sejalan dengan penelitian Nahraeni 2012 pada komoditas kentang di Jawa Barat, dimana nilai dugaan parameter input produksi pestisida relatif kecil dan cenderung tidak berpengaruh nyata pada produksi kentang di Jawa Barat. Begitu pula untuk variabel pupuk organik, kecilnya nilai elastisitas disebabkan volume penggunaan pupuk organik relatif sedikit dibandingkan dosis yang dianjurkan. Dari Tabel 6 dapat dilihat pula nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.604, yang berarti variasi pengaruh seluruh variabel bebas hanya dapat menjelaskan perubahan produksi sebesar 60.40 persen, sisanya sebesar 39.60 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dikontrol dan tidak masuk dalam model fungsi produksi error term. Variabel lain yang dimaksud biasanya pengaruh iklim, serangan hama dan penyakit atau faktor lingkungan lainnya. Beberapa literatur telah menjelaskan bahwa iklim sangat kuat dalam mempengaruhi produksi bawang merah. Laporan BI 2010 menyebutkan perubahan iklim pada tahun 2010 telah menurunkan produksi bawang merah di Brebes dari produksi 11 sampai 12.5 ton per ha turun menjadi 8 sampai 11.9 ton per hektar. Hasil penelitian lain oleh Widyantara dan Yasa 2013 yang melihat pengaruh iklim terhadap resiko produksi bawang merah musim hujan dan musim kemarau di Bali, menunjukkan hasil koefisien regresi iklim dummy sebesar 41.3943 berpengaruh nyata terhadap resiko produksi. Nilai parameter dugaan pada regresi stochastic frontier Cobb-Douglas juga merupakan nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas variabel input bibit X 2 merupakan yang tertinggi dibandingkan variabel bebas lainnya yaitu sebesar 0.31270. Nilai elastisitas terbesar kedua adalah input NPK X 3 sebesar 0.22050. Pembahasan lebih detil masing-masing nilai elastisitas setiap variabel bebas diuraikan pada bagian pendugaan regresi stochastic frontier Cobb-Douglas dengan metode MLE. Namun sebelum dilakukan pembahasan lebih lanjut, terlebih dahulu dibahas hasil uji asumsi kenormalan data, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas, sebagai berikut:  Uji asumsi kenormalan data. Data yang digunakan dalam analisis regresi sebanyak 179 responden. Untuk menjamin hasil analisis yang baik perlu dilakukan uji kenormalan data. Uji kenormalan data bertujuan untuk menguji variabel yang digunakan pada persamaan regresi apakah mempunyai distribusi normal atau tidak. Persyaratan kenormalan data sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan regresi menggunakan metode Ordinary List Square OLS atau metode Maximum Likelihood Estimation MLE. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan menggunakan pendekatan uji Kolomogorov-Smirnov Neter et al. 1997. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 1.177 dan nilai p-value 0.125. Nilai p-value yang diperoleh tersebut lebih besar dari nilai α = 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian sudah memenuhi asumsi menyebar normal. 48 Tabel 7. Uji normalitas dan uji multikolinieritas data usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk  Uji multikolinieritas. Masalah multikolinieritas terjadi jika terdapat hubungan yang sempurna antara satu atau lebih variabel bebas dalam model regresi. Pengujian multikolinieritas dapat dilakukan dengan metode uji VIF Variance Inflation Factor. Rumus metode uji VIF menurut Ryan 1996 adalah sebagai berikut: 2 1 1 i i R VIF   ………………..……………………………….…………….31 dimana: i VIF = nilai variance inflation factors 2 i R = nilai koefisien 2 R pada persamaan regresi Apabila nilai VIF melebihi angka 10 menunjukkan adanya masalah multikolinieritas. Hasil pengujian menunjukkan nilai VIF masing-masing variabel X i kurang dari 10, berarti tidak ada masalah multikolinieritas Tabel 7. Hasil uji multikolinieritas selengkapnya adalah: variabel X 1 sebesar 2.086, variabel X 2 sebesar 2.126, variabel X 3 sebesar 1.632, variabel X 4 sebesar 1.055, variabel X 5 sebesar 1.391 dan variabel X 6 sebesar 1.934.  Uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan varian residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Syarat yang harus dipenuhi dari model regresi tidak ada heteroskedastisitas. Pada penelitin ini, uji heteroskedastisitas dilakukan melalui pendekatan scatter plot antara nilai standardized peredicted value dengan standardized residual Gambar 7. Dari gambar tersebut terlihat titik- titik menyebar dengan pola yang tidak beraturan, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. No Jenis uji Nilai P-value 1 Uji Normalitas Kolomogorof-Smirnov 1.177 0.125 2 Uji Multikolinieritas VIF a. Luas Lahan ln X 1 2.086 b. Bibit ln X 2 2.126 c. Nitrogen, Phospor dan Kalium ln X 3 1.632 d. Pupuk Organik ln X 4 1.055 e. Tenaga Kerja ln X 5 1.391 f. Pestisida ln X 6 1.934 49 Gambar 7. Hasil pengujian heteroskedastisitas data usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk Berdasarkan hasil pengujian asumsi kenormalan data, multikolinieritas dan heteroskedastisitas menunjukkan hasilnya sesuai harapan, sehingga tahap selanjutnya yaitu analisis fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas menggunakan metode MLE dapat dilakukan. Pembahasan hasil pendugaan metode MLE diuraikan sebagai berikut: Perbedaan teoritis dari pendekatan metode MLE dibandingkan dengan metode OLS adalah pada perhitungan parameter i. Pendugaan i pada metode εδE penyelesainnya dengan memaksimumkan θ dari fungsi yang menyebar normal, sedangkan metode OLS penyelesainnya dengan meminimumkan jumlah kuadrat sisaan dari persamaan regresi Soediono et al. 2005. Perbedaan lainnya adalah keluarnya nilai dugaan komponen kesalahan v i dan u i pada metode MLE, sedangkan pada metode OLS hanya keluar komponen kesalahan v i i . Selain kedua komponen kesalahan tersebut, penggunaan metode MLE menghasilkan pendugaan parameter i termasuk pendugaan parameter yang simultan dengan keluarnya nilai efisiensi teknis ET dari software Frontier 4.1 Coelli 1996. Hasil pendugaan model fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas dengan metode MLE disajikan pada Tabel 8. Nilai pendugaan pada tabel tersebut menggambarkan kinerja model terbaik, hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yang digunakan sebagai tolok ukur. Pertama, parameter sigma-squared σ 2 , menunjukkan total varians dari dua komponen, yaitu efek inefisiensi u i dan efek noise v i . Hasil perhitungan diperoleh nilai σ 2 lebih besar dari nol yaitu sebesar 0.2056 dan berbeda nyata pada taraf t- α 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan sudah tepat dan kesalahan u i dan v i menyebar normal sesuai dengan asumsi yang diinginkan Ojo et al. 2009. 50 Tabel 8. Pendugaan fungsi produksi Stochastic Frontier usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation MLE l Keterangan: nilai t- ᾳ 5 persen = 1.65γ8 dan t- ᾳ 10 persen = 1.β865 Parameter kedua adalah nilai gamma , nilai tersebut menjelaskan adanya variasi perbedaan outputproduksi karena pengaruh efek inefisiensi teknis atau pengaruh noise seperti pengaruh faktor iklim, serangan hama dan penyakit atau faktor lainnya Ojo et al. 2009. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai sebesar 0.0005 dan tidak berbeda nyata pada t-α 5 persen. Hal ini dapat diartikan pengaruh efek inefisiensi teknis tidak begitu dominan terhadap model yang dibangun, namun pengaruh noise yang lebih dominan. Menurut Kurniawan 2008, adanya kesalahan model akibat noise pada proses produksi komoditas pertanian merupakan hal yang biasa terjadi dibandingkan dengan adanya pengaruh efek inefisiensi teknis. Rend ahnya nilai juga sama dengan temuan penelitian Charoenrat and Harvie 2013 yang meneliti efisiensi teknis pada bidang non pertanian yaitu pada usaha menengah dan kecil di Thailand. Hasil perhitungan diperoleh nilai untuk usaha menengah sebesar 0.β04 dan usaha kecil sebesar 0.001, nilai tersebut mendekati nol, sehingga Charoenrat and Harvie 2013 menyimpulkan pengaruh noise pada model lebih dominan dibandingkan pengaruh efek inefisiensi teknis. Parameter lain yang digunakan dalam menilai kebaikan model pada fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas adalah ada atau tidaknya pengaruh dari masing-masing variabel bebas X i seperti tersaji pada Tabel 8. Hasil pendugaan i diuji melalui uji t- ᾳ 5 persen dengan nilai t-tabel 1.6538. Hasil pengujian menunjukkan variabel bebas lahan X 1 , bibit X 2 , NPK X 3 , pupuk organik X 4 , tenaga kerja X 5 dan pestisida X 6 semuanya berpengaruh nyata terhadap Variabel Bebas Parameter dugaan Standard error t-ratio Intersep 2.5052 0.4422 5.6648 Luas lahan ln X 1 0.1781 0.0700 2.5428 Bibit ln X 2 0.2822 0.0731 3.8632 Nitrogen, Phospor dan Kalium ln X 3 0.2065 0.0584 3.5352 Pupuk organik ln X 4 0.0413 0.0152 2.7262 Tenaga kerja ln X 5 0.2172 0.0550 3.9502 Pestisida ln X 6 0.1204 0.0519 2.3212 Sigma-squared σ 2 = σ 2 v + σ 2 u 0.2056 0.0216 9.5362 Gamma = σ 2 uσ 2 0.0005 0.3278 0.0016 Return to Scale RTS 1.0457 LR 9.3207 Loglikelihood function Metode OLS -117.0905 Loglikelihood function Metode MLE -112.4301 51 produksi bawang merah. Walaupun seluruh variabel bebas berpengaruh nyata, namun model yang dibangun mempunyai keterbatasan jika input produksi terus ditambah. Untuk melihat hal tersebut dapat dilihat nilai Return to Scale RTS sesuai grafik produksi teoritis pada Gambar 2. Nilai RTS merupakan penjumlahan dari semua nilai dugaan atau nilai elastisitas dari masing-masing variabel bebas X 1 , X 2 , X 3 , X 4, X 5 dan , X 6 . Hasil perhitungan pada Tabel 8 memperlihatkan nilai RTS sebesar 1.0457 atau berada pada wilayah II dan disebut Constant Return to Scale CRS. Dari nilai tersebut dapat diartikan setiap persentase peningkatan kombinasi input produksi satu satuan, persentase produksi juga akan meningkat sebesar satu satuan. Hasil perhitungan nilai return to scale tersebut sama dengan hasil penelitian Kusnadi et al. 2011 yang melakukan penelitian tananaman padi dan diperoleh nilai return to scale sebesar 1.045 atau masuk katagori CRS. Untuk jangka panjang, kondisi CRS tersebut perlu tetap dipertahankan agar jangan sampai turun menjadi katagori Decrease Return to Scale DRS. Kondisi CRS menunjukkan usaha tani bawang merah masih potensial untuk ditingkatkan produksinya, yaitu dengan cara meningkatkan proporsi input produksi melalui inovasi teknologi. Namun demikian input produksi apa saja yang dapat dipertimbangkan untuk ditingkatkan, dijelaskan pada uraian berikut. Pengaruh luas lahan X 1 . Dari Tabel 8 terlihat variabel luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah pada taraf t- α 5 persen, dengan nilai dugaan parameter sebesar 0.1781. Angka tersebut mengandung arti bahwa adanya penambahan lahan sebesar 10 persen dengan asumsi input lainnya tetap, maka produksi masih dapat ditingkatkan sebesar 1.781 persen. Berdasarkan besaran nilai elastisitas tersebut, petani masih rasional jika ingin menambah luas lahan untuk meningkatkan produksi, walupun sumbangan peningkatan lahan terhadap produksi relatif kecil. Namun pada sisi lain peningkatan luas lahan untuk usaha tani bawang merah akan terkendala adanya kompetisi dengan tanaman lain, khususnya tanaman padi, cabai, tomat dan tebu. Selain itu petani yang memiliki lahan di bawah 0.5 hektar masih dominan, dan petani dengan luas lahan tersebut memiliki keterbatasan modal untuk memperluas lahannya Nahraeni 2012. Pengaruh penggunaan bibit X 2 . Elastisitas yang diperoleh dari pendugaan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas untuk variabel bibit adalah sebesar 0.2822. Nilai elastisitas bibit merupakan nilai terbesar dibandingkan variabel bebas lainnya. Kenaikan 10 persen penggunaan bibit akan berpengaruh sebesar 2.822 persen terhadap kenaikan produksi. Nilai dugaan tersebut sejalan dengan penelitian bawang merah oleh Purmiyanti 2002 yang menghasilkan nilai untuk variabel bibit sebesar 0.β88 dan berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di Brebes. Lebih lanjut Purmiyanti 2002 menyatakan penggunaan bibit dalam menunjang produksi dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan jarak tanam di lapang. Selain hal tersebut, dapat pula dilakukan melalui peningkatan kualitas bibit seperti penggunaan biji botani Triharyanto et al. 2013. Bibit yang banyak ditanam oleh petani responden pada penelitian ini adalah variatas Thailand 88 persen responden menggunakan bibit varietas Thailand, biasanya petani mendapatkan bibit dari hasil panen sebelumnya yang telah disimpan selama 2.5 sampai 3 bulan. 52 Pengaruh penggunaan Nitrogen, Phospor dan Kalium X 3 . Pada penelitian ini penggunaan pupuk tidak dianalisis secara khusus untuk masing- masing jenis pupuk urea, ZA, kalium dan NPK, namun merupakan gabungan dari hara nitrogen, phosphor dan kalium yang ada pada masing-masing jenis pupuk. Penggabungan tersebut dilakukan dengan alasan pada prakteknya petani sudah banyak yang menggunakan pupuk majemuk seperti pupuk NPK dan phonska, walaupun pupuk tunggal masih tetap digunakan. Hasil analisis menunjukkan variabel X 3 berpengaruh nyata pada t- α 5 persen dengan nilai dugaan sebesar 0.2065, artinya setiap peningkatan 10 persen penggunaan pupuk majemuk maka produksi akan naik 2.065 persen. Elastisitas penggunaan hara nitrogen, phosphor dan kalium tersebut masih lebih rendah dari variabel bibit dan tenaga kerja, namun masih lebih tinggi dari nilai elastisitas lahan, pupuk organik dan pestisida. Walaupun masih memberikan pengaruh nyata terhadap produksi, penggunaan hara makro baik nitrogen, phospor maupun kalium relatif tinggi dan cenderung melebihi dosis anjuran, dimana dosis anjuran penggunaan nitrogen adalah 200 kg per hektar, phosphor 90 kg per hektar dan kalium 100 kg per hektar Sumarni dan Hidayat 2005. Fakta penelitian menunjukkan jumlah total penggunaan ketiga hara tersebut mencapai 206.08 kg untuk luasan 0.34 hektar Tabel 5, atau sebanyak 610.18 kg per hektar, berarti lebih tinggi dari dosis anjuran. Penggunaan pupuk anorganik yang melebihi dosis tersebut berpotensi mempengaruhi kondisi lingkungan terutama pada lahan maupun air, oleh karena itu perlu melakukan tindakan untuk menggunakan pupuk anorganik sesuai anjuran. Penggunaan pupuk anorganik yang optimal sudah cukup untuk mendorong kenaikan produksi bawang merah. Hasil penelitian Asandhi et al. 2005 misalnya, dengan hanya menggunakan pupuk NPK pada tanaman bawang merah tanpa penambahan bahan organik dengan dosis 375 kg NPK per hektar sudah dapat meningkatkan bobot umbi basah dan umbi kering secara nyata. Pengaruh penggunaan pupuk organik X 5 . Pengaruh penggunaan pupuk organik berbeda nyata terhadap peningkatan produksi bawang merah, namun nilai elastisitasnya kecil yaitu sebesar 0.0413. Artinya peningkatan 10 persen penggunaan pupuk organik hanya meningkatkan produksi sebesar 0,413 persen. Walaupun nilai elastisitasnya kecil, penggunaan pupuk organik sudah menjadi prioritas pemerintah untuk disosialisasikan ke petani, karena sifat dari pupuk organik yang mampu memperbaiki sifat tanah yang sudah jenuh dengan pengunaan pupuk anorganik sejak lama. Penelitian Setyono dan Suradal 2009 telah membuktikan pernyataan tersebut, yakni penggunaan zeolit yang dicampur dengan tanah liat, pupuk organik dan pupuk kandang pada tanaman bawang merah khususnya di lahan pasir dapat mendorong hasil panen hingga 20 ton per ha. Penggunaan pupuk organik mempunyai keunggulan terhadap perbaikan sifat tanah, namun penggunaan oleh petani pada penelitian ini masih relatif rendah. Dosis penggunaan pupuk organik hanya sebesar 187.12 kg untuk luas lahan rata- rata 0.34 hektar, atau total penggunaannya hanya sebesar 554.04 kg per hektar. Penggunaan pupuk organik tersebut masih lebih rendah dari dosis anjuran, dimana dosis anjuran penggunaan pupuk organik, contohnya dari kotoran ayam untuk bawang merah adalah 6 ton per hektar Sumarni dan Hidayat 2005. Pengaruh Tenaga kerja X 6 . Pengaruh nyata penggunaan tenaga kerja dalam meningkatkan produksi bawang merah ditunjukkan melalui nilai elastisitas yang mencapai 0.2172. Penggunaan tenaga kerja pada usaha tani bawang merah 53 memang cukup besar terutama untuk kebutuhan perawatan tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Barakade et al. 2011 melaporkan bahwa komponen untuk biaya tenaga kerja menempati porsi yang cukup tinggi yaitu sebesar 17.28 persen. Penggunaan pestisida X 7 . Nilai elastisitas untuk variabel pestisida sebesar 0.1204 dan berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah. Elastisitas penggunaan pestisida tersebut tidak terlalu besar dibandingkan elastisitas bibit, tenaga kerja dan lahan. Apabila dibandingkan dengan pendugaan OLS, nilai elastisitas pestisida yang dihasilkan dari metode MLE jauh lebih tinggi, dimana nilai elastisitas dari metode OLS hanya sebesar 0.0988. Namun penggunaan pestisida pada penelitian ini sudah cukup besar dan dikhawatirkan sudah melebihi dosis anjuran. Kelebihan penggunaan pestisida sangat serius, karena dampaknya cukup besar terhadap lingkungan. Hal tersebut telah dibuktikan melalui penelitian Purmiyanti 2002 di Brebes, yang salah satu kesimpulannya adalah adanya dugaan penggunaan pestisida yang tidak tepat dosis, berakibat organisme pengganggu resisten terhadap pestisida. Selain itu penggunaan pestsida yang terlalu tinggi berdampak pada lingkungan. Kajian pengaruh input pestisida terkait lingkungan dibahas pada Bab 4. Analisis Efisiensi Teknis Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan usaha tani adalah melalui instrumen alat ukur efisiensi. Seperti telah disebutkan pada uraian sebelumnya, pada pembahasan Bab 3 ini analisis efisiensi dibagi menjadi tiga yaitu: efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi. Sebelum dilakukan pembahasan efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi, maka pembahasan efisiensi teknis menjadi penting, karena efisiensi teknis merupakan salah satu komponen dari keseluruhan efisiensi ekonomi. Dalam rangka membahas hasil analisis efisiensi teknis perlu dipahami kembali tentang konsep dasarnya. Menurut Farrell 1957 konsep dasar efisiensi teknis dapat dilihat dari dua sisi. Pertama adalah dilihat dari sisi input, yaitu seberapa besar input produksi dapat dirubah untuk mencapai output tertentu. Kedua adalah dilihat dari sisi output, yaitu seberapa besar perubahan output yang dapat dicapai pada tingkat input tertentu. Pada penelitian ini konsep pemahaman efisiensi teknis didekati dari sisi input produksi Gambar 4. Berdasarkan definisi tersebut maka teknologi menjadi elemen dasar dalam fungsi produksi. Oleh karena itu efisiensi teknis yang tinggi sangat penting dalam rangka mencapai tingkat kompetitif dan keuntungan yang tinggi dalam suatu usaha tani, termasuk pada usaha tani bawang merah. Sukiyono 2005 menyatakan bahwa usaha tani dikatakan efisien secara ekonomi apabila efisiensi teknis telah dicapai terlebih dahulu. Oleh karena itu pada bagian ini diuraikan hasil perhitungan efisiensi teknis dan pembahasannya yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1 sebaran efisiensi teknis dan 2 sumber-sumber inefisiensi teknis. 1 Sebaran Efisiensi Teknis Efisiensi teknis ET pada penelitian ini dianalisis menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas dengan bantuan software Frontier 4.1. Ringkasan hasil analisis efisensi teknis disajikan pada Tabel 9, 54 sedangkan hasil analisis efisiensi per individu secara rinci disajikan pada Lampiran 3. Tabel 9. Sebaran nilai efisiensi teknis usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk Berdasarkan perhitungan efisiensi teknis pada Tabel 9, terlihat petani bawang merah yang memiliki nilai efisiensi 0.71 sampai 0.8 sebanyak 45.81 persen dan petani yang memiliki efisiensi teknis 0.80 sebanyak 45.81 persen. Acuan yang dipakai untuk menentukan bahwa usaha tani dikatakan efisien secara teknis dapat didekati dengan nilai batas. Apabila nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.7 maka suatu usaha tani sudah dapat dikatakan cukup efisien Bakhsh and Ahmad 2006 dan bila nilai efisiensi teknis lebih dari 0.8 sudah dapat dikatakan efisien Kurniawan 2008. Hasil analisis tersebut menunjukkan sebagian besar petani 91.62 persen petani masuk katagori cukup efisien sampai efisien. Hanya sebagian kecil petani yaitu sebesar 8.38 persen yang belum mencapai katagori efisien secara teknis. Gambaran nilai efisiensi tersebut menunjukkan penerapan teknologi produksi bawang merah oleh petani telah dilakukan dengan baik. Hal ini sesuai dengan laporan Dinas Pertanian Daerah Nganjuk yang telah mendorong peningkatan produksi bawang merah melalui berbagai program dan kegiatan Dipertan Daerah Ngajuk 2009a. Beberapa program dan kegiatan yang telah diimplementasikan dalam rangka mendorong peningkatan produksi di antaranya: program peningkatan kesejahteraan petani dalam bentuk kegiatan pelatihan petani pelaku agribisnis, penyuluhan, pendampingan petani agribisnis bawang merah dan pengembangan fasilitas terpadu investasi hortikultura. Selain itu juga didukung oleh program lain berupa peningkatan penerapan teknologi pertanian. Indeks Efisiensi Efisiensi teknis Jumlah responden 0.00 - 0.10 0.00 0.11 - 0.20 0.00 0.21 - 0.30 0.00 0.31 - 0.40 0.00 0.41 - 0.50 0.00 0.51 - 0.60 1 0.56 0.61 - 0.70 14 7.82 0.71 - 0.80 82 45.81 0.81 - 0.90 40 22.35 0.91 - 1.00 42 23.46 Total 179 100.00 Efisiensi rata-rata 0.808 Efisiensi minimum 0.566 Efisiensi maksimum 0.954 55 Dari Tabel 9 dapat dijelaskan pula nilai rata-rata efisiensi teknis yaitu sebesar 0.808, dengan nilai terendah adalah 0.566 dan nilai efisiensi teknis tertinggi adalah 0.954. Berdasarkan nilai rata-rata efisiensi teknis tersebut petani masih berpeluang untuk meningkatkan produksinya dalam rangka mendapatkan hasil yang lebih tinggi hingga mencapai produksi yang diinginkan. Untuk jangka pendek, petani bawang merah mempunyai peluang untuk meningkatkan produksi sebesar 20.13 persen 1-0.8080.954. Peluang tersebut dapat diperoleh dengan cara meningkatkan ketrampilan dan mengadopsi inovasi teknologi budi daya yang paling efisien. Berdasarkan besaran nilai elastisitas bibit Tabel 8 dan masih adanya peluang peningkatan produksi bawang merah sebesar 20.13 persen, maka pemanfaatan teknologi penggunaan bibit dapat diprioritaskan untuk segera diimplementasikan kepada petani. Penggunaan bibit yang berkualitas pada saat ini sangat menjanjikan, salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi biji botanithrue shallot seed. Teknologi biji botani dianggap teknologi baru bagi petani bawang merah di daerah penelitian, karena sampai saat ini mayotitas petani masih menggunakan umbi konsumsi hasil panen sebelumnya sebagai bibit. Penelitian Triharyanto et al. 2012 melaporkan bahwa pada saat ini sudah tersedia teknologi baru untuk menggunakan biji botani pada usaha tani bawang merah, namun belum tersosialisasi dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden pada saat penelitian, diperoleh fakta lapang bahwa sudah ada petani responden yang telah menggunakan biji botani dari varietas Tuk Tuk yang sudah tersedia di pasaran dengan kemasan 1 kg. Cara penanaman bibit tidak dilakukan langsung seperti cara yang biasa dilakukan petani, namun biji botani tersebut disemai terlebih dahulu pada media semai, setelah berumur kurang lebih 40 hari baru kemudian dipindahkan ke lahan penanaman bawang merah. Walaupun penggunaan biji botani belum populer namun diperkirakan pada masa mendatang dapat dijadikan pilihan selain menggunakan umbi bibit. Seperti dijelaskan Triharyanto et al. 2012 yang menyatakan pentingnya penggunaan biji botani dalam usaha tani bawang merah. Pada saat ini penggunaan umbi bibit dari panen sendiri umbi konsumsi oleh petani kualitasnya semakin menurun, sehingga berdampak pada pencapaian produksi yang tidak maksimal. Penggunaan biji botani sebenarnya telah berkembang cukup lama, salah satunya di Polandia, dimana produksi komersial bawang merah di negara tersebut sangat tergantung pasokan biji botani dan masih menghadapi kendala dalam penyediaannya, khususnya dari ragam varietas yang dijual di pasar Tendaj and Mysiak 2013. Pada penelitian ini juga ditemukan fakta salah satu petani responden sebagai pengurus kelompok tani yang sudah menggunakan biji botani varietas Tuk Tuk, namun belum merasa puas terhadap produksi bawang merah yang dihasilkan. Alasan ketidakpuasan dalam menggunakan varietas tersebut dikarenakan bentuk dan kualitas hasilnya tidak begitu disukai pada saat dijual ke pasar dibandingkan varietas yang selama ini ditanam. Petani berharap ada pengembangan biji botani di masa mendatang untuk varietas lokal, sehingga mudah diterima pasar. Selain teknologi penggunaan bibit, variabel input yang potensial untuk meningkatkan produksi adalah pemakaian pupuk organik. Penggunaan pupuk organik pada model berpengaruh nyata terhadap produksi, walaupun dengan hasil pendugaan parameter hanya sebesar 0.0413. Guna mendukung usaha tani bawang merah berkelanjutan maka penggunaannya pada masa mendatang perlu 56 ditingkatkan. Penggunaan pupuk organik menguntungkan bagi perbaikan struktur tanah, selain juga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Fungsi dari pupuk organik bagi tanah dan tanaman sangat banyak, diantaranya dapat mengikat air tanah yang lebih besar, dapat meningkatkan agregasi tanah, pori-pori tanah dan air tanah Nahraeni 2012. Namun demikian belum semua petani yang tercakup pada penelitian ini menggunakan pupuk organik, hanya 51 orang petani atau 28.49 persen dari total responden 179 yang telah menggunakan pupuk organik, sehingga perlu upaya sosialisasi pemanfaatan pupuk organik dalam usaha taninya. Variabel lainnya seperti lahan, penggunaan pupuk anorganik dan tenaga kerja masih cukup penting untuk ditingkatkan, namun perlu pertimbangan mendalam terhadap keterbatasan yang ada. Untuk lahan terkendala sempitnya lahan di Kabupaten Nganjuk dan banyaknya ancaman konversi lahan. Peningkatan penggunaan pupuk anorganik NPK juga harus dicermati, karena penggunaan secara berlebihan akan memberikan dampak negatif pada tanah yaitu menimbulkan degradasi lahan. Peningkatan penggunaan tenaga kerja perlu dipertimbangkan terhadap besaran upah dan ketersediaannya, karena diduga banyak generasi muda yang tidak tertarik lagi bekerja di bidang pertanian. Untuk penggunaan pestisida, berdasarkan hasil dugaan parameter bepengaruh nyata terhadap peningkatan produksi, sehingga perlu pertimbangan yang cermat bila ingin menambah penggunaan pestisida. Penambahan pestisida secara berlebihan sangat berbahaya, karena beberapa penelitian memperlihatkan adanya dampak negatif dari penggunaan pestisida secara berlebihan. Hasil penelitian Harsanti 2007 menyebutkan bahwa residu pestisida pada tanah dan air berkorelasi positif dengan kandungan residu pestisida dalam produk. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan, pendapatan dan kualitas produk dari patani tidak mempengaruhi perilaku petani dalam pengendalian hama dan penyakit bawang merah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hidayat et al. 2010 di kabupaten Tegal dengan responden petani padi, cabai dan bawang merah menyimpulkan, bahwa tingkat pengetahuan petani terhadap pengelolaan pestisida sesuai dengan prinsip kehati-hatian masih rendah, ketergantungan terhadap pestisida masih tinggi dan banyak ditemukan indikator gejala keracunan pestisida. Terkait analisis penggunaan pestisida ini akan dibahas secara khusus pada Bab 4. 2 Sumber Inefisiensi Teknis Pada analisis fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas, kesalahan model dapat disebabkan dari dua sumber. Pertama komponen V i , merupakan kesalahan eksternal yang tidak dapat dikontrol dalam model yang dibentuk atau disebut efek noise. Kedua adalah komponen U i yang timbul sebagai akibat faktor internal petani atau mencerminkan tingkat manajerial petani Ogundari and Ojo 2006; Orewa and Izekor 2012. Pendugaan efek inefisiensi teknis mengacu pada persamaan 23 dengan bantuan software Frontier 4.1. Sebelum memahami hasil pendugaan efek inefisiensi teknis seperti tersaji pada Tabel 10, perlu dijelaskan kembali definisi variabel pada persamaan 23, sebagai berikut: a variabel inefisiensi yang dilambangkan U i merupakan variabel terikatdependent variable yang berkaitan dengan karakteristik sosial ekonomi petani dan b variabel bebasindependent variable dilambangkan Z i terdiri dari usia petani Z 1 , keanggotaan kelompok tani Z 2 , lama menempuh 57 pendidikan Z 3 , lama menjadi petani Z 4 dan akses ke penyuluh Z 5 . Kelima variabel tersebut dicari nilai koefisien dugaan parameternya i , sehingga dapat menjelaskan terhadap tingkat efisiensi teknis relatif antar petani perorangan Orewa and Izekor 2012. Oleh karena variabel bebas Z i mewakili efek inefisiensi teknis, maka perlu dipahami tentang arti tanda dugaan parameter variabel tersebut. Apabila nilai dugaan parameter bertanda positif menunjukkan bahwa variabel bebas terkait memiliki efek negatif pada efisiensi teknis dan tanda negatif menunjukkan sebaliknya. Tabel 10. Pendugaan efek inefisiensi teknis usaha tani bawang merah di Kabupaen Nganjuk Keterangan: nilai t- tabel α 5 = 1.65γ76 dan α 10 = 1.β8649 Dari Tabel 10 dapat dijelaskan sebagai berikut, dari lima variabel bebas yang digunakan untuk menduga fungsi efek inefisiensi teknis hanya dua variabel yang tanda dari parameter dugaan telah sesuai asumsi persamaan 23, yaitu variabel keanggotaan kelompok tani Z 2 dan lama menempuh pendidikan Z 3 . Apabila dilihat dari uji- t α 5 persen, variabel Z 2 berpengaruh nyata secara positif terhadap efisiensi teknis, sedangkan variabel Z 3 tidak berpengaruh nyata. Nilai dugaan parameter untuk variabel Z 2 sebesar -0.2495. Tanda negatif pada dugaan parameter variabel Z 2 , dapat diartikan bahwa petani yang tergabung dalam kelompok tani secara nyata akan mendapat manfaat sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis khususnya dalam penggunaan input produksi. Nilai dugaan parameter untuk variabel keanggotaan kelompok tani yang bertanda negatif sejalan dengan penelitian Kurniawan 2008 yang meneliti efisiensi usaha tani jagung di Kalimantan Selatan, dim ana nilai dugaan parameter untuk variabel keanggotaan kelompok tani adalah -0.276, walaupun tidak berpengaruh nyata pada efek inefisiensi. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Nahraeni 2012 yang meneliti efisiensi usaha tani sayuran dataran tinggi di Jawa Barat, dimana nilai dugaan parameter pada variabel keanggotaan kelompok tani bertanda negatif dengan nilai -1.2373 untuk komoditas kentang dan -0.8950 untuk komoditas kubis. Peran kelompok tani menjadi faktor pendorong yang signifikan dalam menjamin keberhasilan usaha tani. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian ini, bahwa petani yang tergabung dalam kelompok tani cukup besar mencapai 83.24 persen dari 179 responden dan memiliki rata-rata efisiensi teknis 0.814, lebih Variabel Bebas Parameter dugaan Standard error t-ratio Intersep 0.3772 0.2773 1.3601 Usia Petani Z 1 -0.0002 0.0038 -0.0438 Keanggotaan Kelompok Tani Z 2 -0.2495 0.1045 -2.3836 Lama Menempuh Pendidikan Z 3 -0.0034 0.0124 -0.4296 Lama Menjadi Petani Z 4 0.0034 0.0047 0.7236 Akses ke Penyuluh Z 5 0.1716 0.0776 2.2136 58 tinggi dibandingkan petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani Tabel 11. Menurut Kurniawan 2008, petani yang tergabung dalam kelompok tani akan mendapatkan beberapa manfaat, di antaranya: 1 dapat meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan non formal yang diperoleh dari pertemuan kelompok secara rutin, 2 kemampuan manajerial petani akan meningkat, 3 aksesibilitas terhadap teknologi baru meningkat, dan 4 meningkatkan peluang petani untuk mendapatkan bantuan pemerintah dan bantuan lainnya seperti kredit usaha tani. Tabel 11. Keanggotaan kelompok tani dan rata-rata nilai efisiensi teknis Usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk Parameter lain dari output Tabel 10 adalah variabel usia Z 1 yang bertanda negatif seharusnya positif, sedangkan variabel lama menjadi petani Z 4 dan akses ke penyuluh Z 5 bertanda positif yang seharusnya bertanda negatif. Arti tanda pendugaan parameter tersebut dapat dijelaskan satu per satu. Untuk variabel usia Z 1 ada indikasi semakin tua usia petani justru memberikan kontribusi positif terhadap efisiensi teknis, sedangkan hipotesisnya semakin tua petani semakin berkurang kontribusinya. Sebaliknya semakin lama menjadi petani Z 4 ada kecenderungan memberikan kontribusi negatif pada efisiensi teknis. Hal lainnya untuk petani yang melakukan kontak dengan penyuluh Z 5 justru memberikan kontribusi negatif secara nyata terhadap efisiensi teknis. Dari ketiga variabel Z 1 , Z 4 dan Z 5 , hanya variabel Z 5 yang nilai dugaan parameter berpengaruh nyata pada t- α 5 persen terhadap efek inefisiensi teknis, nilai dugaan parameternya sebesar 0.1716. Untuk pengaruh variabel Z 1 dan Z 4 bisa diabaikan karena tidak berpengatuh nyata. Fakta penelitian yang menunjukkan petani yang memiliki akses ke penyuluh justru memberikan kontribusi negatif yang nyata terhadap efisiensi teknis, ternyata sama dengan hasil penelitian Msuya et al. 2008 yang meneliti komoditas jagung di Tanzania. N ilai dugaan parameter untuk variabel akses ke penyuluh sebesar 1.7679. Begitu juga penelitian Hasan et al. 2010 pada usaha tani gandum di Bangladesh, diperoleh nilai untuk variabel yang sama sebesar 0.042 pada petani skala besar. Fungsi penyuluh sebenarnya sangat penting dalam memberikan informasi terkini tentang perkembangan teknologi usaha tani bawang merah. Dalam kasus ini diduga belum ada peran yang signifikan dari kehadiran penyuluh, karena dari penelitian terhadap 179 responden, menunjukkan hanya 39.11 persen petani yang mempunyai akses ke petugas penyuluh Tabel 12. Keanggotaan Kelompok Tani Responden Rerata ET Tidak 30 16.76 0.778 Ya 149 83.24 0.814 Total 179 59 Tabel 12. Akses petani bawang merah di Kabupaten Nganjuk ke penyuluh dan rata-rata nilai ET Bila dihubungkan dengan sumber informasi atau pengaruh utama petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan usaha tani bawang merah termasuk keputusan untuk mengadopsi teknologi baru, justru berasal dari keluarga 36.31 persen, ketua kelompok tani 23.46 persen, testimoni dari sesama petani satu daerah 18.99 persen dan pertemuan kelompok tani 12.85 persen, sedangkan peran penyulu hanya 2.23 persen Tabel 13. Dengan melihat gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan sosial dalam keluarga, sesama petani pada satu daerah dan peran kelompok tani merupakan sumber informasi terbaik dibandingkan dengan peran penyuluh pertanian. Hal ini telah dibuktikan dengan nilai efisiensi teknis bagi petani yang mempunyai komunikasi baik dengan keluarga, petani lain dan juga komunikasi dalam kelompoknya mencapai nilai efisiensi teknis di atas 0.8, atau telah mencapai efisiensi secara teknis. Tabel 13. Pengaruh utama petani dalam memilih usaha tani bawang merah dan rata-rata nilai efisiensi teknis Kurang optimalnya peran penyuluh pemerintah dalam memberikan informasi terkait teknologi dan aspek usaha tani diduga karena ada faktor penghambat pada kinerja penyuluh, di antaranya kelembagaan penyuluh berubah- ubah pengelolaannya. Pada era tahun 1980-an peran penyuluh pertanian sangat solid dalam mendukung swasembada pangan, namun sejak era otonomi daerah wadah penyuluh sangat beragam tergantung kebijakan Kepala Daerah. Begitu juga banyak penyuluh yang berpindah tugas tidak sesuai lagi dengan keahliannya. Berdasarkan alasan tersebut, peran penyuluh pertanian perlu didorong untuk lebih aktif, karena konsep dihadirkan penyuluh diharapkan dapat membantu petani. Hal Akses ke penyuluh Responden Rerata ET Tidak 109 60.89 0.845 Ya 70 39.11 0.750 Total 179 Pengaruh utama petani memilih usaha tani bawang merah Responden Rerata ET Penyuluh dari pemerintah PPL 4 2.23 0.716 Ketua Kelompok Tani 42 23.46 0.847 Testimoni dari sesama petani satu daerah 34 18.99 0.745 Testimoni dari sesama petani luar daerah 2 1.12 0.822 Pengecerkios obatkios pupukretailer 7 3.91 0.773 Sekolah Lapang Pengendali Hama Terpadu SLPHT 2 1.12 0.736 Pertemuan Kelompok Tani 23 12.85 0.829 Keluarga 65 36,31 0.820 Total responden 179 Keterangan: Dua responden tidak menjawab 60 tersebut telah dibuktikan melalui penelitian Revikasari 2010 yang menyimpulkan, pengaruh petugas penyuluh pertanian menjadi faktor pendukung dalam pengembangan kelompok tani. Melalui pembelajaran oleh petugas penyuluh, pengetahuan petani dan kelompoknya semakin bertambah dan berwawasan luas. Terkait variabel usia Z 1 dan lama menjadi petani Z 4 , keduanya merefleksikan kemampuan individual petani dalam aspek managerial maupun aspek teknis usaha tani bawang merah. Hasil analisis yang tidak menunjukkan pengaruh nyata dari kedua variabel terhadap efisiensi teknis, mencerminkan fenomena semakin tua usia petani dan semakin lama menjadi petani tidak secara otomatis pengalamannya lebih banyak dari petani muda. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniawan 2008 yang menemukan untuk variabel usia dan pengalaman petani tidak berpengaruh nyata pada efisiensi teknis. Begitu juga penelitian Kebede 2001 menyimpulkan bahwa petani yang berusia tua tidak selalu memiliki pengalaman lebih banyak dari petani muda. Berdasarkan analisis kelima faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis tersebut, maka kunci utama untuk mencapai keberhasilan usaha tani bawang merah adalah tetap menjaga berfungsinya kelompok tani di wilayah penghasil bawang merah. Dengan mempertahankan kinerja kelompok tani akan memberikan dampak yang baik bagi usaha tani, walaupun anggota kelompoknya sangat bervariasi dari tingkat usia, pendidikan maupun pengalaman usaha tani. Usaha lainnya untuk meningkatkan keberhasilan usaha tani adalah meningkatkan peran kelembagaan penyuluh pertanian dan peningkatan kualitas SDM penyuluh agar lebih profesional selain kuantitasnya perlu ditambah. Hal ini sangat beralasan, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pengaruh penyuluh belum sesuai dengan harapan yang ada, karena belum memberikan kontribusi positif pada efisiensi teknis. Analisis Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi Pembahasan analisis efisiensi teknis yang telah diuraikan sebelumnya menekankan pada penggunaan input produksi yang efisien pada usaha tani bawang merah dan bertujuan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal, sehingga produksi yang dihasilkan akan maksimal. Dari Tabel 9 telah disimpulkan, efisiensi teknis usaha tani bawang merah telah tercapai yaitu ditunjukkan dari nilai rata-rata ET sebesar 0.808. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka pembahasan efisiensi alokatif EA dan efisiensi ekonomi EE dapat dilakukan Sukiyono 2005. Untuk mendapatkan nilai EA dan EE melalui pendekatan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas, terlebih dahulu dihitung nilai EE. Analisis dilakukan melalui perhitungan input produksi yang dikombinasikan dengan harga input yang berlaku di tingkat petani, dimana hasil penurunan rumus fungsi biaya untuk menghitung nilai EE disajikan pada Lampiran 2. Analisis EE diturunkan dari fungsi produksi stochastic frontier Cobb- Douglas persamaan 22 dilanjutkan dengan menggunakan persamaan 27 dan persamaan 28, sehingga diperoleh fungsi biaya frontier dual cost frontier sebagai berikut: 61 i i i i i i i i P P P P P P Y C , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 , 1 ln 115 . ln 208 . ln 040 . ln 198 . ln 270 . ln 170 . ln 957 . 569 . . ln         d imana, Y : produksi bawang merah kg P1 : harga sewa lahan Rphamusim P2 : harga bibit Rpkg P3 : hara rata-rata pupuk NPK Rpkg P4 : harga pupuk organik Rpkg P5 : harga biaya tenaga kerja RpJKSP P6 : harga pestisida Rpliter Berdasarkan persamaan biaya minimum, selanjutnya dihitung nilai EE dengan rumus i i i C C EE  dan akhirnya diperoleh nilai i i i ET EE EA  . Sebaran hasil analisis EA dan EE disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk Perhitungan EE pada penelitian ini menggunakan harga rata-rata yang berlaku di wilayah penelitian. Harga rata-rata untuk sewa lahan per musim untuk jenis lahan sawah adalah Rp. 3 718 519 per ha per musim, harga bibit Rp. 35 000 per kg, harga rata-rata hara nitrogen, phospat dan kalium dihitung dari rata-rata harga pupuk urea, ZA, TSP, KCL, NPK dan phonska yaitu sebesar Rp. 3 950 per kg, harga pupuk organik adalah Rp. 779 per kg, ongkos tenaga kerja Rp. 40 083 per hari dan harga pestisida Rp. 260 000 per liter. Indeks efisiensi Efisiensi alokatif Efiseinsi ekonomi Jumlah responden Jumlah responden 0.00 - 0.10 0.00 0.00 0.11 - 0.20 1 0.56 2 1.12 0.21 - 0.30 4 2.23 6 3.35 0.31 - 0.40 8 4.47 18 10.06 0.41 - 0.50 18 10.06 55 30.73 0.51 - 0.60 44 24.58 67 37.43 0.61 - 0.70 43 24.02 23 12.85 0.71 - 0.80 31 17.32 8 4.47 0.81 - 0.90 19 10.61 0.00 0.91 - 1.00 11 6.15 0.00 Total 179 100.00 179 100.00 Efisiensi rata-rata 0.639 0.509 Efisiensi minimum 0.186 0.161 Efisiensi maksimum 0.978 0.764 62 Berdasarkan Tabel 14 terlihat nilai EA berkisar antara 0.186 sampai 0.978, dengan rata-rata nilai EA adalah 0.639. Nilai ET dan EA dapat digunakan sebagai patokan dalam menggambarkan keberhasilan relatif suatu usaha tani. Wadud 1999 menggambarkan hubungan antara ET dan EA melalui empat cara: 1 usaha tani secara teknis dan alokatif efisien, 2 usaha tani secara teknis efisien tetapi secara alokatif tidak efisien, 3 usaha tani secara teknis tidak efisien tetapi secara alokatif efisien, dan 4 usaha tani secara teknis dan alokatif tidak efisien. Kembali pada Tabel 14, dengan menggunakan kriteria nilai efisiensi di atas 0.7, maka sesuai dengan pendapat Wadud 1999 penelitian ini masuk katagori usaha tani yang secara teknis efisien rata-rata nilai ET 0.808 namun secara alokatif belum efisien rata-rata nilai nilai EA 0.639. Akhirnya kombinasi dari keduanya menghasilkan rata-rata efisiensi ekonomi EE sebesar 0.509, dan nilai EE tersebut juga belum masuk katagori efisien secara ekonomi. Grafik hubungan antara ET, EA dan EE dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Hubungan antara ET, EA dan EE usaha tani bawang merah di Kabupaten Nganjuk Berdasarkan Gambar 8 dapat dijelaskan hubungan antara ET, EA dan EE, dimana nilai ET dari setiap individu responden menyebar antara 0.11 sampai 1.00. Distribusi terbesar nilai ET pada kisaran 0.71 sampai 0.80. Sebaliknya sebaran nilai EA dominan pada kisaran nilai 0.51 sampai 0.70, bahkan untuk sebaran nilai EE lebih rendah dibadingkan EA dan ET, yaitu pada kisaran nilai 0.41 sampai 0.60. Hubungan nilai ET, EA dan EE menjelaskan tingkat efisiensi yang dicapai oleh petani bawang merah. Secara umum petani bawang merah telah dapat mencapai efisiensi teknis, namun belum dapat mencapai tingkat efisiensi ekonomi. Fenomena nilai ET yang tinggi namun nilai EE rendah telah ditemukan pada berbagai hasil penelitian, seperti terlihat pada Tabel 15. Apabila dilihat lebih Frekuensi 63 mendalam, penelitian tersebut mencerminkan kondisi pertanian di negara berkembang termasuk Indonesia. Nahraeni 2012 menyatakan bahwa umumnya kebijakan pembangunan pertanian di negara berkembang masih terfokus pada masalah teknis terutama terkait dengan pengembangan teknologi pada input produksi seperti bibit, pupuk, dan beberapa komponen input, sedangkan kebijakan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi seperti kebijakan harga belum banyak dilakukan. Tabel 15. Perbandingan rata-rata nilai ET, EA dan EE untuk berbagai komoditas Keterangan : Diambil dari Bravo-Ureta and Antonio 1993 Fenomena nilai EA yang dicapai oleh petani masih relatif rendah dibandingkan nilai ET, dapat dijadikan alasan perlunya optimalisasi untuk mengombinasikan penggunaan input produksi dengan tingkat harga dari input tersebut. Petani perlu didorong untuk memiliki pengetahuan tentang jumlah input anjuran yang harus digunakan dan mengetahui informasi harga input dan output dari usaha taninya, sehingga efisiensi biaya dapat diwujudkan. Peran kelembagaan pertanian seperti penyuluh pertanian, kelompok tani bahkan instansi pemerintah sebagai pembina perlu ditingkatkan, terutama dalam membantu petani untuk dapat mengakses informasi tersebut. Kombinasi ET dan EA akan mempengaruhi hasil dari sebaran nilai EE Nahraeni 2012. Rata-rata nilai EE adalah sebesar 0.509 atau 50.9 persen jauh lebih kecil dari rata-rata nilai ET dan EA, dimana dengan mengacu pada batas nilai 0.7 petani belum mencapai efisiensi secara ekonomi. Akibatnya petani belum mencapai keuntungan yang maksimum, hal ini disebabkan karena terjadi inefisiensi biaya, atau petani masih terlalu tinggi dalam mengeluarkan biaya untuk keperluan input produksi dibandingkan dengan outputnya Kurniawan 2008. Untuk menjelaskan adanya efek inefisiensi biaya dapat dilihat dari nilai EA Tabel 14. Rata-rata nilai EA yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan sebesar 0.639, maka agar dapat meningkatkan EA sampai titik maksimum petani harus melakukan penghematan biaya sebesar 34.66 persen 1-0.6390.978. Petani Peneliti Asal negara Komoditas Sampel ET EA EE Ali and Chaudry Pakistan Berbagai tanaman 220 0.84 0.61 0.51 Bravo-Ureta and Evenson Paraguay Kapas 87 0.58 0.70 0.41 Ubi kayu 101 0.59 0.89 0.52 Kurniawan 2008 Indonesia Jagung 80 0.89 0.57 0.50 Nahraeni 2012 Indonesia Kentang 203 0.84 0.47 0.38 Kubis 166 0.73 0.77 0.56 Ogundari and Ojo 2006 Nigeria Ubi kayu 200 0.90 0.89 0.81 Taylor, Drummond and Gomes Brasil Peternakan 433 0.17 0.74 0.13 Wadud 1999 Bangladesh Peternakan 150 0.80 0.77 0.61 64 yang paling tidak efisien dengan nilai EA terendah sebesar 0.186 dan apabila ingin mendapatkan nilai EA maksimum, maka harus menghemat biaya sebesar 80.98 persen 1-0.1860.978. Penghematan biaya yang sangat besar merupakan pekerjaan yang berat bagi petani, penggunaan input produksi yang dapat dihemat salah satu di antaranya penggunaan pupuk anorganik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk anorganik relatif tinggi di atas dosis anjuran sebesar 610.18 kg per hektar, walaupun pengunaan ketiga unsur hara NPK masih berpengaruh nyata terhadap produksi. Pengurangan penggunaan pupuk anorganik dapat diimbangi dengan peningkatan penggunaan pupuk organik, karena berdasarkan analisis penggunaan pupuk organik berpengaruh nyata pada produksi Tabel 8, namun masih relatif kecil dalam penggunaannya Tabel 5. Dengan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan meningkatkan penggunaan pupuk organik, maka dampak negatif penggunaan pupuk anorganik terhadap tanah dan air dapat dikurangi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka telah sejalan dengan penelitian Novotny et al. 2010, yang merekomendasikan untuk mengurangi penggunaan hara nitrogen dalam pemupukan tanaman karena dianggap sudah memberikan dampak negatif pada lingkungan. Pengurangan penggunaan pupuk anorganik dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi biaya. Alternatif lainnya dengan mengganti teknologi benih, dari penggunaan umbi bibit ke penggunaan biji botani. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh bibit signifikan terhadap peningkatan produksi. Apabila penggunaan bibit dapat dialihkan dari sebelumnya menggunakan umbi hasil panen dan beralih menggunakan biji botani, maka umbi hasil panen tidak perlu disisihkan untuk bibit, namun dapat dijual sehingga akan menambah pendapatan. Fakta penelitian yang menghasilkan nilai ET tinggi namun nilai EA rendah, sebenarnya telah terjadi pada penelitian sebelumnya. Penelitian Kurniawan 2008 dan Nahraeni 2012 menunjukkan hasil yang sama. Oleh karena itu perlu dijelaskan fenomena tersebut dengan menggunakan pendekatan grafis seperti terlihat pada Gambar 9. Titik A dan B mewakili produksi yang sama-sama berada pada garis fungsi produksi frontier, sehingga kedua titik tersebut telah mencapai efisiensi teknisnya. Titik A belum mencapai efisiensi secara alokatif namun titik B sudah, dikarenakan titik B terjadi persinggungan antara garis fungsi produksi frontier dengan garis rasio harga input-outputnya PxP y . Keuntungan maksimum dapat tercapai jika produk marginal PM sama dengan rasio harga input-output PxPy. Oleh karena itu agar EA tercapai maka penggunaan input X harus dikurangi dari X 1 ke X 2 , sehingga keuntungan maksimum dapat dicapai. 65 Gambar 9. Kondisi produksi yang efisien secara teknis dan inefisien secara alokatif Analisis Daya Saing Analisis daya saing usaha tani bawang merah pada penelitian ini dilakukan melalui pendekatan metode PAM Tabel 16. Sebelum dilakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis, terlebih dahulu ditetapkan penggunaan istilah daya saing. Lattrufe 2010 mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan untuk menghadapi persaingan dan menjadi sukses, sedangkan Salvatore 1997 mendefinisikan daya saing sebagai gambaran kemampuan produsen untuk memproduksi komoditas dengan mutu yang baik dan biaya paling rendah. Pada penelitian ini definisi daya saing diartikan sebagai kemampuan petani dalam menghasilkan produk bawang merah dengan biaya yang cukup rendah, sehingga bila diperbandingkan pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional produksi tersebut menguntungkan. Pendekatan pengukuran daya saing komoditas bawang merah dilakukan melaui dua cara yaitu dilihat dari tingkat keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif menggambarkan daya saing bawang merah dengan komoditas lain pada skala lokal, sedangkan keunggulan komparaif menggambarkan daya saing dengan komoditas bawang merah dari luar negeri. f    ; i x y x P P X 2 X 1 Input, X Output, Y B A 66 Tabel 16. Hasil analisis PAM bawang merah Keunggulan kompetitif merupakan alat ukur yang perhitungannya diperoleh dari harga yang berlaku secara riil di tingkat petani atau dari tingkat harga faktor produksi maupun hasil produksi yang benar-benar dibayar petani pada saat membeli faktor produksi, atau harga yang diterima petani dari penjualan produknya baris A, B, C dan D pada Tabel 16. Keunggulan komparatif merupakan kemampuan wilayah atau negara dalam memproduksi satu unit dari suatu komoditas dengan biaya yang lebih rendah dari biaya imbangan sosialnya atau dengan biaya pada aktivitas yang sama di luar negeri ADB 1992. Dengan demikian untuk melihat tingkat keunggulan komparatif, harga yang digunakan baik untuk input produksi maupun hasil produksi, diambil dari data internasional dengan menghitung tingkat harga bayangan baris E, F, G dan H pada Tabel 16. Komoditas bawang merah merupakan produk yang diperdagangkan pada skala internasional tradable, oleh karena itu efisien atau tidaknya komoditas tersebut sangat tergantung daya saingnya di pasar dunia. Selain itu komoditas bawang merah di Indonesia sangat ditentukan oleh kondisi iklim yang pada akhirnya akan mempengaruhi pasokan dan harga jual. Untuk itu pada uraian berikut akan dibahas analisis PAM yang dikelompokan menjadi dua sub bahasan, yaitu: 1 interpretasi Tabel PAM dan 2 analisis keunggulan kompetitif serta analisis keunggulan komparatif. 1 Interpretasi Tabel PAM Hasil perhitungan metode PAM disajikan pada Tabel 16. Proses untuk mendapatkan perhitungan pada tabel tersebut menggunakan pendekatan asumsi sebagai berikut: 1. Kolom pada Tabel 16 terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Kolom tradable, dapat diartikan bahwa pada kolom tersebut produk yang