24
Peremajaan Bakteri Target
EPEC K1-1 diremajakan pada media NA + 100 μgml ampisilin diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 C. Satu koloni tunggal EPEC K1-1 dari media
NA+ampisilin diinokulasikan ke dalam media NB+100 μgml ampisilin. Biakan
ditumbuhkan pada suhu 37 C dengan agitasi 100 rpm selama kurang lebih 2 jam.
E. coli diremajakan pada media NA dan ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu
37 C. Satu koloni tunggal E. coli diinokulasikan ke dalam media NB, diinkubasi
pada suhu 37 C dengan agitasi 100 rpm selama 24 jam. Salmonella enteric dan
Salmonella subsp.2 asal ayam diremajakan pada media TSA selama 24 jam pada
suhu 37 C. Satu koloni tunggal Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 asal
ayam pada media TSA diinokulasikan ke dalam media TSB. Sel ditumbuhkan pada suhu 37
C dengan agitasi 100 rpm selama 24 jam. Bakteri bakteri target ini untuk uji antagonis.
Uji antagonis langsung bakteri asal saluran pencernaan ayam terhadap EPEC K1-1,
Salmonella enteric dan
E. coli asal ayam serta Salmonella subsp.2 asal ayam
. Isolat diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1,
E. coli, Salmonela
subsp.2, Salmonella enteric dengan menggunakan metode agar double layer
Lisboa et al. 2006. Bakteri target yang sudah diremajakan diinokulasikan sebanyak 100
μl ke dalam 10ml media NATSA 50 dengan konsentrasi minimal 10
6
sel ml. Media tersebut dituangkan pada NATSA 100 padat cawan overlay
. Setelah media memadat, isolat terpilih diinokulasikan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
C. Pengamatan dilakukan terhadap koloni bakteri yang mampu membentuk zona bening. Isolat isolat yang mampu membentuk zona
bening akan diidentifikasi.
Identifikasi Karakterisasi Isolat Bakteri
Penentuan karakteristik morfologi bakteri asal saluran pencernaan ayam secara mikroskopis dilakukan dengan pengamatan sel dan pewarnaan Gram
Hadioetomo 1993. Bakteri yang merupakan Gram positif kemudian dilakukan kemampuan pembentukan spora dengan pewarnaan malachite green dan safranin
Hadioetomo1993. Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa. Karena itu diperlukan uji uji fisiologis seperti uji katalase.
25 Dan untuk identifikasinya mengacu pada Bergeys Manual of Determinative
Bacteriology Krig dan Holt. 1984.
Esei Antagonis Isolat Terpilih Terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella
subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer
Uji antagonis isolat terpilih dilakukan terhadap bakteri EPEC K1-1, E. coli, Salmonela
subsp.2, Salmonella enteric dengan menggunakan filtrat kultur. Pengujian dilakukan untuk mengetahui aktivitas filtrat kultur isolat terpilih
terhadap bakteri target. Media NA semi padat berisi 100 μl biakan bakteri patogen
E. coli, Salmonela sp., Salmonella enteric, EPEC K1-1. dengan konsentrasi minimal 10
6
selml dituangkan ke dalam media NA padat cawan overlay. Setelah seluruh media memadat, kertas cakram berdiameter delapan mili meter diletakkan
diatas media dengan sedikit ditekan dan pada masing masing kertas cakram ditetesi sebanyak 15
μl filtrat kultur dari isolat bakteri terpilih. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37
C. Parameter yang diamati adalah kemampuannya membentuk zona bening. Besarnya diameter zona bening yang dihasilkan
berdasarkan diameter seluruh zona yang terbentuk dikurangi dengan diameter cakram kertas.
Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif
Optimasi pertama dilakukan terhadap media, aerasi dan waktu produksi Isolat
terpilih diremajakan pada media pertumbuhan. Kultur isolat terpilih diinokulasikan dalam media produksi. Optimasi dilakukan terhadap dua media
yaitu De Man Ragosa MRS dan Tripton Glucosa Yeast ekstratc TGY dengan agitasi 100 rpm dan tanpa agitasi. Media yang didapat dioptimasi waktu
produksi yang terbaik dengan waktu produksi 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Media terbaik yang didapat dimodifikasi dengan mengganti sumber karbon dan
nitrogen dengan molase dan soybean meal MRS modifikasi dan TGY modifikasi. Optimasi kedua yaitu optimasi terhadap suhu, yang bertujuan untuk
mengetahui suhu optimum terhadap aktivitas antibakteri dalam menghasilkan penghambatan pertumbuhan bakteri target. Filtrat kultur dari isolat yang
diisolasikan pada media produksi modifikasi diinkubasi pada lima tingkatan suhu 27
,
30 , 37
,
40
,
50 C, diujikan aktivitasnya terhadap E. coli, Salmonella
subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric, diukur zona hambat yang dihasilkan.
26
A=Ø zona bening dan B= Ø isolat. Optimasi ketiga terhadap pH. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh media, suhu dan pH optimum terhadap aktifitas antimbakteri dalam menghasilkan penghambatan pertumbuhan empat bakteri patogen. Pada tahap ini
isolat terpilih ditumbuhkan pada media terbaik pada tujuh tingkatan pH yang berbeda yaitu 3.0 ,4.0, 5.0, 6.0, 7.0, 8.0, 9.0, diinkubasi pada suhu terbaik
optimum. Filtrat kultur supernatan dari isolat yang ditumbuhkan pada pH yang berbeda, diantagoniskan dengan empat bakteri target, diukur zona bening yang
dihasilkan.
Uji Kualitatif Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase
Kemampuan amilolitik, proteolitik, lipolitik dan selulolitik isolat terpilih diuji secara kualitatif. Untuk uji amilase media nutrient agar ditambah 1 soluble
starch , setelah itu isolat terpilih 7n, 25n, 27n, 34n diinokulasikan, diinkubasi
selama dua hari. Zona bening akan terlihat setelah ditetesi kalium iodida KI 3. Adanya zona menunjukkan adanya aktivitas amilase. Zona yang terdapat disekitar
koloni diukur diameternya begitu juga diameter koloni untuk menghitung indeks amilase yang dihasilkan.
Uji protease menggunakan media NA ditambah susu skim 1 dan
disterilkan pada suhu 110 selama 15 menit. Isolat terpilih diinokulasikan,
diinkubasi selama dua hari, adanya zona menandakan isolat menghasilkan protease. Zona bening yang dihasilkan diukur untuk untuk menentukan indeks
proteasenya. Uji lipase dengan menggunakan media NA ditambah tween 80 1 dan
disterilkan, kemudian diinokulasikan isolat 7n, 25n, 27n, 34n. Diinkubasi selama dua hari, aktivitas lipase ditandai oleh adanya zona bening disekitar koloni bakteri.
Untuk uji selulase media NA ditambah carboximetil celulase CMC 1 dan disterilkan. Isolat terpilih diinokulasikan dan diinkubasi selama dua hari.
Zona bening akan terlihat dengan ditambahkannya Congo red dan NaOH 10 ke media. Nilai indeks amilase, protease, lipase cellulase dihitung dengan persamaan:
A B B
I
21 energi untuk aktivitasnya. Molase telah banyak digunakan sebagai bahan
pembuatan media produksi mikroba dalam skala besar. Komposisi kimia molase menurut Paturau 1982 terdiri dari sukrosa 35, glukosa 7, gula pereduksi 3,
karbohidrat lain 4 serta abu 12 .
Tepung Kedelai
Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri. Menurut Sukmadi 1996 diacu dalam Suryanti 1998, tepung kedelai
Soybean meal mengandung 34.8 karbohidrat, 42 protein dan 19-20 lemak lampiran 2. Kandungan nutrisi lain adalah vitamin A, vitamin B6, vitamin B12,
vitamin C, vitamin K, Kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, kalium, dan seng. Protein pada kedelai tersusun oleh sejumlah asam amino: arginin, lisin, glisin,
niasin, leusin, treonin, triptofan, fenilalanin Anonim 2008. Unsur C, N, P merupakan tiga nutrisi utama makro nutrien yang
dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolisme sel untuk menghasilkan senyawa senyawa yang penting dalam pertumbuhan bakteri nitrogen dan fosfor
merupakan bahan
penyusun senyawa-senyawa
penting dalam sel
yang menentukan aktivitas pertumbuhan mikrooganisme.
Rasio C:N yang tinggi kandungan unsur N yang relatif rendah akan menyebabkan proses pertumbuhan
berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat growth-rate limiting factor Alexander 1994.
Unsur N memiliki peranan yang sangat penting dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim-enzim. Sedangkan unsur P berperan dalam pembentukan
asam nukleat dan fosfolipid. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P optimum untuk pertumbuhan mikroba adalah 100:10:1 Shewfelt et al. 2005.
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Isolasi yang dilakukan lebih ditujukan pada bakteri kelompok non asam laktat, karena bakteri dari golongan ini masih jarang diteliti. Media yang
digunakan untuk isolasi adalah media nutrient agar NA yang bersifat umum sehingga memungkinkan diperolehnya beragam kelompok bakteri yang terisolasi.
Ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini tidak diberikan antibiotik dalam makanannya supaya didapatkannya banyak ragam mikroorganisme yang
terdapat dalam saluran pencernaan. Hasil isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler tersebut diperoleh 72 isolat bakteri terdiri dari 38 isolat yang tumbuh
pada media NA dengan pH 7.0 Lampiran 5 dan 34 isolat yang tumbuh pada media NA dengan pH 4.5 Lampiran 6. Penggunaan media dengan pH 4.5 untuk
isolasi dimaksudkan untuk memberikan kondisi asam yang menyerupai kondisi dalam saluran pencernaan ayam yang rata rata berkisar pada pH 4.5. Diperolehnya
bakteri yang mampu tumbuh pada pH 4.5 menunjukkan bahwa bakteri itu tahan terhadap kondisi lingkungan asam pada saluran pencernaan. Keberhasilan
mendapatkan isolat bakteri yang cukup banyak dari saluran pencernaan ayam broiler ini kemungkinan disebabkan ayam yang digunakan sebagai sampel adalah
ayam broiler strain Hybro yang tidak diberi antibiotik, sehingga populasi bakterinya masih cukup tinggi.
Bagian dari saluran pencernaan yang paling banyak dihuni oleh milyaran mikroba adalah saluran usus, dan mikroba dalam saluran pencernaan tersebut
berperan bagi kesehatan. Saluran pencernaan ayam yang baru menetas sebetulnya dalam keadaan steril, ketika berhubungan dengan dunia luar berbagai tipe mikroba
masuk ke dalam tubuh baik lewat makanan atau kontak dengan lingkungan. Mikroorganisme itu akan tinggal pada saluran pencernaan sampai makhluk hidup
itu mati. Berdasarkan kenyataan tersebut isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu guna mendapatkan beragam bakteri yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai makanan imbuhan pakan feed additive untuk memacu pertumbuhan ayam.
Dalam saluran pencernaan mahkluk hidup tedapat terdapat bakteri jahat dan bakteri baik. Keseimbangan antara kedua jenis mikroba dalam saluran pencernaan
28 penting bagi kehidupan yang sehat. Dimana keseimbangan itu terjadi apabila
komposisinya 85 bakteri baik dan 15 bakteri jahat Sjofjan 2009. Tingginya mikroflora
yang baik dapat
merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial seperti asam lemak bebas dan zat zat asam sehingga tercipta
lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen. Beberapa bakteri saluran pencernaan yang baik seperti Eubacterium, Lactobacillus, dan bakteri
jahat seperti Clostridium, Shigella, Veilonella terdapat di dalam saluran pencernaan ayam.
Bagian saluran pencernaan yang digunakan untuk isolasi bakteri antara lain daerah duodenum, ileum dan intestinum crasum. Bakteri hasil isolasi berdasarkan
bagian saluran pencernaan terlihat seperti tabel 2.
[
Tabel 2 Hasil Isolasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Bagian Saluran Pencernaan pH Media Isolasi
Total 4.5
7.0 Duodenum
3 8
11 Ileum
7 8
15 Intestinum crasum
22 24
46 Jumlah
34 38
72
Pada tabel terlihat bakteri yang ditemukan pada duodenun sebelas isolat terdiri dari tiga isolat dari pH 4.5 dan delapan isolat dari pH 7.0. Pada bagian
duodenum isolat bakteri yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan saluran
pencernaan yang lain. Keadaan ini diduga berkaitan dengan letak saluran pencernaan yang
dekat dengan proventriculus yang mempunyai pH3.0 dan disekresikannya garam empedu kedalam duodenum dari pangkreas. Duodenum
berfungsi menyelenggarakan pencernaan protein dan lemak, sehingga lingkungan yang sedikit asam ditambah adanya garam empedu berfungsi untuk mengaktifkan
enzim pepsinogen Anonim 2007. Adanya bakteri yang terisolasi asal duodenum diduga bakteri itu mampu bertahan pada lingkungan asam dan garam empedu.
Pada lingkungan pH yang sangat rendah pH dibawah 3.0 umumnya bakteri akan mati tetapi sebagian bakteri ada yang mampu bertahan dengan membentuk spora
sehingga pada pH 4.5 bakteri itu mulai tumbuh kembali dan berkolonisasi, ini terlihat pada pH 4.5 diperoleh tiga isolat sementara pada pH 7.0 diperoleh delapan
isolat.
29
Ileum merupakan bagian usus kecil yang berfungsi sebagai tempat
penyerapan zat makanan Anonim 2007. Diduga dengan pH yang hampir sama dengan doudenum dan tidak disekresikannya garam empedu pada saluran ini
menyebabkan bakteri yang mengalami kolonisasi lebih banyak dibandingkan pada duodenum. Dinding ileum berbentuk jonjot jonjot sesuai dengan fungsinya
sebagai tempat penyerapan zat makanan. Kondisi pH pada ileum dipengaruhi oleh zat zat dari luar tubuh, dan zat sekretori yang dihasilkan dinding saluran
pencernaan, serta letaknya yang jauh dari proventriculus membuat pH pada saluran ini tidak terlalu asam. Isolat bakteri yang diperoleh pada bagian saluran
pencernaan ini ada 15 isolat yang terdiri dari tujuh isolat yang tumbuh pada pH 4.5 dan delapan isolat yang tumbuh pada pH 7.0.
Intestinum crasum atau usus besar merupakan bagian saluran pencernaan
paling ujung, dekat dengan kloaka. Banyaknya isolat bakteri ditemukan pada bagian saluran pencernaan ini adalah 46 isolat, terdiri dari 22 isolat pada pH 4.5
dan 24 isolat pada pH 7.0. Intestinum crasum fungsinya tempat mencerna sisa pencernaan oleh miroorganisme menjadi feses dan tempat penyimpanan sisa
pencernaan Anonim 2007. Berdasarkan fungsi yang demikian menyebabkan banyak mikroorganisme mampu berkolonisasi di tempat ini, didukung pula
dengan kondisi pH yang yang sudah mendekati normal pH 7.0 serta banyaknya sisa pencernaan yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba.
Bakteri bakteri itu akan berkolonisasi dan membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan Drassar dan Barrow 1985.
Mikroekosistem dalam saluran pencernaan hewan monogastrik seperti ayam komponennya terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Biotik terdiri dari
bermacam macam jenis mikroba baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Abiotik terdiri dari zat zat yang berasal dari bahan luar yang berupa
pakan dan dari dalam tubuh endogeneus yaitu produk metabolisme yang harus dibuang. Mikroflora detrimental umumnya akan sangat aktif merombak zat yang
terdapat dalam usus besar dan hasil akhirnya adalah metabolit yang bersifat toksik beracun, karsinogenik menyebabkan kanker atau metagenik membentuk gas
metan Hasono 2002. Metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa usus bahkan membentuk tumor atau beberapa penyakit lain. Dalam kaitan ini bakteri
30 baik akan mendesak atau mengencerkan senyawa aktif diatas dan merubah zat
toksik menjadi zat yang tidak toksik, dengan cara membuang zat zat yang akan menyusun toksik terlebih dahulu sehingga tidak dapat membentuk zat toksik.
Dalam hal ini proporsi bakteri baik ditingkatkan dan bakteri jahat ditekan jumlahnya. Dengan mengkonsumsi bakteri baik probiotik dan menyediakan
nutrisi prebiotik yang sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus terjadi perkembangan bakteri baik lebih pesat Karyadi 2003 sehingga pertumbuhan
ayam dapat ditingkatkan. Penggunaan probiotik pada ternak unggas bertujuan memperbaiki saluran
pencernaan dengan cara: 1 menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik penyebab kanker, 2 merangsang reaksi enzim yang
dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan, 3 merangsang produksi enzim enzim protease dan alfa-amilase
yang digunakan untuk mencerna pakan, 4 memproduksi vitamin dan zat zat yang tidak terpenuhi dalam tubuh Seifert dan Gessler 1997. Menurut
Sartika et al. 1994 penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi pakan dan menurunkan mortalitas.
Pemurnian isolat bakteri asal saluran pencernaan ayam dilakukan dengan metode kwadran dengan menggunakan media yang sama dengan media isolasi
yaitu nutrient agar NA. Isolat murni yang diperoleh selanjutnya diuji ke bakteri target
guna menseleksi
bakteri bakteri
yang mempunyai
kemampuan penghambatan terhadap patogen. Sebagai kultur induk, isolat juga disimpan dalam
media penyimpanan yang disimpan pada suhu 4°C.
Peremajaan Bakteri Target.
EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 asal ayam adalah bakteri penyebab penyakit patogen pada manusia dan juga
pada ayam, sehingga bakteri-bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu diuji aktivitasnya
terhadap keempat
patogen untuk
mengetahui kemampuan
penghambatannya terhadap patogen tersebut. Isolat EPEC K1-1 memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan E. coli umumnya, pada jam ke-3
isolat ini sudah mencapai jumlah sekitar 10
8
selml OD 0,32; λ= 620nm.
Peremajaan EPEC K1-1 pada media NA+ampisilin 100 μgml dimaksudkan untuk
31 menjaga resistensinya. Isolat E. coli diremajakan pada media NA selama 24 jam
untuk mencapai jumlah sel 10
8
selml OD 0,924 ; λ= 620nm. Isolat Salmonella
enteric diremajakan pada media TSA selama 24 jam OD 1.328;
λ=620nm, dan Salmonella
subsp.2 diremajakan pada media TSA selama 24 jam OD 1.507; λ=620nm.
Kemampuan Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Terhadap EPEC K1-1,
Salmonella enteric dan E. Coli Asal Ayam serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam
. Hasil uji antagonis langsung dari 72 isolat hasil isolasi terhadap empat
bakteri target EPEC K1-1 penyebab diare pada anak anak, E. coli asal ayam yang menyebabkan kolibasilosis pada ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan
Salmonella enteric penyebab salmonellosis pada ayam dan manusia. Kemampuan
penghambatan isolat hasil isolasi terhadap keempat target terlihat dalam tabel 3.
[
[
Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap E.coli, EPEC K1-1,Salmonella enteric
E.coli EPEC K1-1
S.enteric Bagi
an Saluran Pencernaan pH
4.5 pH
7 total
pH 4.5
pH 7
total pH
4.5 pH
7 total
Du odenum
1 1
2 -
1 1
1 1
2 Ileum
3 4
7 1
- 1
4 -
4 Intestinum crasum
8 13
21 5
12 17
9 6
15 Jumlah
12 18
30 6
13 19
14 7
21
Untuk aktivitas penghambatan terhadap E. coli, diperoleh 30 isolat yang menghasilkan zona bening disekitar koloninya. Terdiri dari 18 isolat yang berasal
dari media pH 7.0 yaitu isolat: 7n, 8n, 9n, 10n, 12n, 13n, 15n, 17n, 19n, 20n, 21n, 22n, 24n, 25n, 26n, 27n, 34n, 38n, dan 12 isolat yang berasal dari media pH 4.5
yaitu isolat 5a, 6a, 7a, 20a, 21a, 22a, 25a, 26a, 27a, 28a, 29a, 30a. Isolat bakteri yang tumbuh pada media pH 7.0 dan 4.5 hampir sama banyak yang mampu
menghambat E.coli. Berdasarkan daerah isolasi ditemukan bakteri yang paling banyak menghambat E.coli pada bagian inestinum crasum. Diduga karena pH
saluran pencernaan ini mendekati normal sehingga banyak bakteri yang dapat berkolonisasi, ditambah banyaknya nutrisi yang terdapat dalam saluran ini.
Aktivitas penghambatan terhadap EPEC K1-1 diperoleh 19 isolat. Terdiri dari 13 isolat yang berasal dari media pH 7.0 17n, 18n, 19n 20n, 21n, 23n, 24n,
32 25n, 26n, 27n, 28n, 35n dan 6 isolat yang tumbuh pada media pH 4.5 25a, 28a,
29a, 30a, 33a, 34a. Ini mengindikasikan bahwa bakteri bakteri yang tumbuh pada lingkungan netral banyak yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC K1-1,
sedangkan bakteri yang tumbuh pada lingkungan asam tidak sebanyak pada pH 7.0. Berdasarkan asal isolat maka bakteri yang mampu menghambat
EPEC K1-1 banyak berasal dari intestunum crassum. Pada bagian duodenum dan ileum
masih ditemui bakteri dalam jumlah yang sangat sedikit. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric diperoleh 21 isolat
yang terdiri dari tujuh isolat berasal dari media pH 7.0 yaitu isolat 15n, 16n, 17n, 21n, 25n, 27n, 37n dan 14 isolat berasal dari media pH 4.5 yaitu isolat 2a, 4a, 5a,
7a, 11a, 16a, 17a, 18a, 22a, 27a, 29a, 30a, 31a, 32a. Isolat bakteri yang tumbuh pada pH 4.5 lebih banyak yang mampu menghambat Salmonella enteric
dibandingkan isolat yang tumbuh pada pH 7.0. Ini diduga karena Salmonella dapat tumbuh pada pH 3.6-9.5, sehingga pada pH 4.5 aktivitas penghambatan juga
lebih banyak. Berdasarkan asal daerah isolasi, bagian intestinum crasum diperoleh isolat bakteri lebih banyak karena bagian saluran ini mempunyai suhu, pH, dan
nutrisi yang sesuai bagi mikroorganisme. Isolat bakteri yang mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri target diatas merupakan isolat yang potensial
untuk dikembangkan menjadi probiotik dalam mengendalikan penyakit seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Untuk itu dipilih bakteri dengan aktivitas
penghambatan yang bagus sebagai calon isolat terpilih.
Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Untuk memilih bakteri sebagai isolat terpilih dilakukan uji lanjut. Dimana isolat isolat yang mempunyai aktivitas bagus terlebih dahulu diidentifikasi.
Morfologi koloni dan bentuk sel diobservasi secara mikroskopis terhadap 19 isolat yang mempunyai aktivitas penghambatan yang bagus terhadap EPEC K1-1,
E. coli asal ayam , Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric.
Pinggiran koloni ditemukan ada yang bergerigi dan ada yang licin, dengan
permukaan yang rata dan yang seperti kawah. Morfologi sel secara mikroskopis menunjukkan bentuk kokus 11 isolat yaitu isolat 17n, 28n, 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a,
17a, 22a, 30a dan bentuk basil batang 8 isolat yaitu isolat 7n, 8n, 17n, 25n, 27n, 34n, 18a, 33a
.
33 Bakteri yang berbentuk batang, Gram positif dan non patogen dapat dipilih
sebagai probiotik Panigraphy, Ling 1990; Natalia, Priadi 2005. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 5 isolat yang tergolong bentuk batang dan Gram positif
yaitu isolat 7n, 8n, 25n, 27n, dan 34n Gambar 4 dan 5.
a b
Gambar 4 Hasil pewarnaan Gram a isolat 7n diisolasi dari jejenum, isolat 25n diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang
perbesaran 40 x 100.
a b
Gambar 5 Hasil pewarnaan Gram a isolat 27n b isolat 34n diisolasi dari intestinum crasum
ayam broiler berbentuk batang gram positif perbesaran 40 x 100.
Gram positif dapat dilihat dari warna sel yang ungu. Terbentuknya warna ungu karena komponen utama penyusun dinding sel bakteri Gram positif adalah
peptidoglikan, sehingga mampu mengikat warna kristal ungu. Kandungan lipid pada dinding selnya rendah, sehingga pada waktu diberikan etanol dinding sel
Gram positif terdehidrasi, pori pori mengecil, permeabilitas berkurang dan zat warna kristal ungu tidak dapat terekstraksi dan terperangkap di dalam dinding sel.
Bakteri Gram negatif memiliki peptidoglikan yang tipis dan mengandung lipid, lemak dalam persentase yang lebih tinggi. Pada perlakuan dengan etanol
34 alkohol
menyebabkan terekstraksinya
lipid sehingga
pori pori
pada peptidoglikan cukup besar memperbesar daya rembes atau permiabilitas dinding
sel. Sehingga kompleks ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal pewarnaan dapat diekstraksi. Bakteri ini akan kehilangan
warna ungu kristal. Ketika diberi warna safranin maka warna ini akan diserap. Warna bakteri Gram negatif akan terlihat merah muda, merupakan warna dari
safranin Pelzar dan Chan 1986 Bakteri
berbentuk batang
dan Gram
positif selanjutnya
diteliti kemampuannya dalam membentuk spora dan letak sporanya dengan pewarnaan
spora Gambar 6 dan 7.
a b
Gambar 6 Hasil pewarnaan spora isolat 7n, b isolat 25n diisolasi dari intestinum crasum
ayam broiler perbesaran 40 x 100
a b
Gambar 7 Hasil pewarnaan spora a isolat 27n, b isolat 34n diisolasi dari intestinum crasum
ayam broiler perbesaran 40 x 100 Hasil pewarnaan spora pada bakteri Gram positif menunjukkan bahwa isolat 7n,
25n, 27n, dan 34n memiliki endospora sementara isolat 8n tidak berspora. Bakteri yang berspora ini diambil sebagai isolat bakteri terpilih. Spora merupakan bentuk
Sel ve
getatif endospora
Sel vegetatif
Sel ve
getatif endospora
endospora
endos pora
Sel vegetatif
35 adaptasi sel terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada kondisi yang
sesuai akan berkecambah dan menghasilkan sel yang sama seperti asalnya. Spora yang terdapat pada isolat 7n, 25n, 27n, 34n terletak didalam endospora. Letak
endoporanya isolat 7n, 27n dan 34n di bagian dekat ujung sub terminal dan isolat 25n bagian tengah sentral. Bakteri yang memiliki endospora biasanya dari
kelompok Bacillus dan Clostridium, hanya saja Bacillus bersifat aerobanaerob fakultatif, Clostridium bersifat anaerob.
Endospora bakteri mengandung sejumlah asam dipikolinat yaitu suatu substansi yang tidak terdeteksi pada sel sel vegetatif. Lima-sepuluh persen berat
kering endospora adalah asam dipikolinat. Sejumlah kalsium juga terdapat dalam endospora, sehingga diduga lapisan korteks endospora terdiri dari kompleks
Ca
2+
-asam dipikolinat-peptidoglikan. Spora sangat resisten terhadap beragam kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan kekeringan
serta terhadap bahan kimia. Spora bakteri dapat bertahan misalnya pada lingkungan pH rendah asam, suhu tinggi atau rendah.
Untuk menentukan golongan apa isolat bakteri terpilih dilakukan uji katalase. Hasil uji katalase terhadap 4 empat isolat terpilih yang ditumbuhkan
pada media nutrient agar yang diinkubasi selama 24 jam menunjukkan adanya gelembung gelembung putih gas oksigen setelah koloni bakteri ditetesi larutan
H
2
O
2
3. Keempat isolat bakteri terpilih tersebut digolongkan pada bakteri katalase positif Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji katalase isolat 7n, 25n, 27n, 34n Isolat
Uji Katalase +- 7n
+
25n +
27n +
34n +
Katalase adalah suatu enzim yang dapat ditemukan dalam sebagian besar bakteri. Bakteri katalase positif akan menghasilkan gas oksigen sebagai hasil
reaksi penguraian hidrogen peroksida oleh enzim katalase dan membebaskan gas oksigen dan molekul air sesuai reaksi berikut:
2H
2
O
2
+ katalase 2H
2
O
2
+ O
2
36 Hidrogen peroksida H
2
O
2
diproduksi oleh enzim pernafasan yang bersifat racun bagi organisme yang memproduksinya, maka enzim katalase akan sangat penting
peranannya dalam menguraikan zat yang bersifat racun bagi sel menjadi molekul air dan oksigen yang tidak bersifat racun bagi sel.
Keempat isolat terpilih 7n, 25n, 27n, 34n diduga bersifat anaerob fakultatif karena bersifat katalase positif dan terdapat dalam saluran pencernaan
ayam yang tidak ada oksigen. Didalam saluran pencernaan ternak secara umum jumlah bakteri anaerobik lebih besar di banding bakteri anaerobik fakultatif
dengan perbandingan 1000:1 Utomo 2002. Didapatkannya bakteri anaerob fakultatif merupakan hal yang sangat menguntungkan karena dapat diproduksi
dengan mudah untuk digunakan sebagai probiotik, sehingga mudah pula mengadakan kolonisasi untuk membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk
kesehatan. Berdasarkan ciri ciri yang dimiliki dan mengacu pada Bergeys Manual of
Determinative Bacteriology Krieg dan Holt 1984 bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n berbentuk batang, Gram positif, menghasilkan endospora berbentuk oval serta
bersifat katalase positif, isolat tersebut dapat digolongkan kedalam genus Bacillus. Ciri ciri Bacillus menurut Gordon 1989 sel vegetatif berbentuk batang,
membentuk endospora, dan bersifat katalase positif. Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dengan tingkatan takson sebagai berikut:
Kingdom: Bacteria Divisi
: Firmicutes Kelas
: Bacilli Ordo
: Bacillales Famili
: Bacillaceae Genus
: Bacillus Didapatkannya bakteri dari kelompok Bacillus ini merupakan hal yang
positif karena bakteri ini secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen.
Pada kondisi cekaman lingkungan, sel-selnya menghasilkan endospora berbentuk oval yang dapat
bertahan dalam periode yang lama. Bacillus lebih adaptif terhadap perubahan
37 lingkungan, jika lingkungan menguntungkan spora berkembang kembali menjadi
sel vegetatif. Madigan et al. 2003. Menurut Haddadin et al. 1996; Jin et al. 1996 hasil analisa proksimat
Bacillus spp. kering mengandung protein 11.10, air 8.3, abu 0.002, lemak
0.78 serta serat kasar 0.23 . Bakteri kelompok asam laktat tidak ditemukan dalam isolasi ini, karena dalam isolasi tidak menggunakan medium spesifik untuk
bakteri asam laktat.
Esei Antagonis Isolat Terpilih terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella
subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer
Hasil esei antagonis filtrat kultur ekstrak kasar isolat terpilih 7n, 25n, 27n, 34n terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2
terlihat pada tabel 5. Tabel 5 Hasil uji penghambatan ekstrak kasar isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap
EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2
[
Isolat Diameter Penghambatan mm
EPEC K1-1 E.coli
S.enteric Salmonella subsp 2
7n 24
14 23
9 25n
14 23
14 19
27n 19
23 14
14 34n
6 9
9 2
Dari tabel terlihat bahwa keempat isolat terpilih mampu menghambat
empat bakteri target. Isolat 7n merupakan isolat terbaik dalam menghambat EPEC K1-1 dan S. Enteric diikuti isolat 27n, 25n dan 34n. Aktivitas
penghambatan ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram kertas Ф
8mm Gambar 8 dan 9. Pada gambar 8a terlihat zona bening yang dihasilkan oleh keempat isolat dalam menghambat EPEC K1-1. Isolat 7n 24mm dan 27n
19mm diikuti isolat 25n 14mm dan 34n 6mm. Sementara untuk kontrol ditetesi media NB steril ternyata tidak ada zona yang dihasilkan setelah
diantagonis dengan EPEC K1-1. Pada gambar 8b uji antagonis dengan E. coli isolat 25n dan 27n 23mm menghasilkan zona yang lebih terang dan hampir sama
besar, sementara isolat 7n 14mm dan isolat 34n zona 9mm yang dihasilkan lebih kecil. Kontrol tidak ada zona yang dihasilkan.
38
[[
[[
a b
Gambar 8 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target a EPEC K1-1, b E.coli
Ф cakram kertas 8mm Adanya zona disekitar cakram kertas mengindikasikan bahwa filtrat kultur
dari keempat isolat mengandung senyawa anti bakteri yang mampu menghambat EPEC K1-1 dan E.coli. Daya anti bakteri dari keempat isolat tidak sama dalam
menghambat kedua bakteri target. Metabolit yang dihasilkan isolat 7n dan 27n mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan EPEC K1-1 dan E.coli
dengan kualitas yang berbeda. Daya antibakteri isolat 7n dan 27n terhadap EPEC K1-1 besar tetapi kurang terang dan zona yang dihasilkan terhadap E. coli lebih
kecil tetapi terang. Ini diduga ada hubungannya dengan efek bakteriostatik dan bakterisida.
Dari gambar
9a menunjukkan
isolat 7n
mempunyai aktivitas
penghambatan yang paling bagus terhadap Salmonella enteric.
a b
Gambar 9 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target a Salmonella enteric b Salmonella subsp.2
, Ф cakram kertas 8mm 27n
34n 27n
7n 25n
34n k
7n
k 25n
25n 34n
34n 27n
k 25n
7n 7n
k 27n
39
5 10
15 20
25 30
35
7n 25n
27n 34n
Isolat
Z o
n a
b e
n in
g m
m
Zona bening yang dihasilkan isolat 7n 23mm diikuti oleh isolat 27n 14mm dan 25n 14mm, sementara isolat 34n 9mm. Aktivitas penghambatan terhadap
Salmonella subsp.2. asal ayam seperti pada gambar 9b menunjukkan bahwa
aktivitas tertinggi dimiliki isolat 25n 19mm diikuti isolat 27n 14mm , isolat 7n 9mm dan 34n 2mm. Senyawa aktif yang dihasilkan isolat 7n, 25n, dan 27n
untuk menghambat
pertumbuhan Salmonella
enteric dan
Salmonella subsp.2.memiliki kekuatan penghambatan beragam tergantung bakteri patogennya.
Kekuatan penghambatan dapat dilihat dari zona yang dihasilkan. Semakin besar dan terang zona bening yang dihasilkan mengindikasikan kekuatannya semakin
kuat. Gambar 10 menunjukkan perbandingan aktivitas penghambatan antara sel
langsung dan filtrat kultur.
Gambar 10 Perbandingan aktivitas penghambatan antara sel dan filtrat kultur dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap E.coli
sel filtrat
Hasil uji antagonis sel isolat 7n, 25n, 27n, dengan E.coli memperlihatkan aktivitas penghambatan sel lebih besar dibanding filtrat kulturnya. Untuk isolat 34n
aktifitas penghambatan se lebih rendah dibandingkan filtrat kultur. Rendahnya aktivitas filtrat kultur kemungkinan terjadi karena konsentrasi senyawa aktif
dalam filtrat kultur 15µl tidak cukup kuat menghambat bakteri target dibandingkan senyawa antibakteri yang dihasilkan sel secara langsung. Isolat 34n
memiliki aktivitas penghambatan filtrat kultur lebih tinggi dari sel. Hal ini
kemungkinan dikarenakan kecepatan dan jenis metabolit yang dihasilkan antar isolat berbeda. Menurut Sudirman 1997
satu spesies mikroba dapat
40 menghasilkan banyak antimikrob dan banyak mikrob yang berbeda dapat
menghasilkan jenis antimikrob yang sama. Keempat isolat uji dapat menghasilkan senyawa antibakteri, yang dihasilkan
secara ekstraseluler, terbukti dengan adanya kemampuan filtrat kultur yang mampu menghambat pertumbuhan empat bakteri target. Kemampuan keempat
isolat 7n, 25n, 27n, 34n dalam menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2. asal ayam, diharapkan
dapat dipergunakan
untuk membantu
penanggulangan salmonelosis
dan kolibasililosis pada ayam secara in vivo. Aktivitas isolat 7n, 25n, 27n, 34n akan
lebih bagus apabila digunakan secara bersama sama karena kemampuannya dalam menghambat keempat patogen tidak sama.
Menurut Barrow 1992 Bacillus tidak umum ditemukan pada saluran pencernaan tetapi mempunyai kemampuan untuk mengendalikan bakteri patogen
competitive exclusion. Bacillus subtilis di dalam saluran pencernaan dapat berfungsi untuk pengontrolan bakteri patogen. Ini merupakan konsep penting bagi
kesehatan hewanmanusia karena pencegahan kolonisasi mikroba patogen seperti Salmonella
dan E. coli adalah kunci dalam lingkungan saluran pencernaan ayam akan dapat memperbaiki pertumbuhan.
Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif
Optimasi dalam menghasilkan senyawa bioaktif dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum yang harus diperhatikan
dalam proses produksi. Optimasi dilakukan terhadap media, aerasi, waktu produksi, suhu inkubasi, dan pH inkubasi.
Optimasi Media
. Aktivitas penghambatan ke empat isolat terpilih pada
media de Mann Rogosa Sharpe MRS dan media Tripton Glucosa Yeast ekstract TGY berbeda
dan dipengaruhi oleh perlakuan agitasi 100 rpm dan tanpa agitasi Gambar 11 dan 12. Dipilihnya media MRS dan TGY yang memiliki kandungan nutrisi yang
berbeda Lampiran 1 karena kedua media tersebut dapat ditumbuhi keempat isolat bakteri terpilih. Kandungan media MRS memiliki lebih banyak mineral
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dibandingkan media TGY.
41 Perlakuan agitasi dan tidak diagitasi untuk melihat homogenitas media
maupun mikroorganisme. Sistem agitasi memungkinkan distribusi tersebut dengan meniadakan gradien konsentrasi seperti unsur media, pH, temperatur dan
sebagainya. Selain itu agitasi juga berfungsi memecah gelembung udara besar menjadi gelembung yang lebih kecil untuk menambah area permukaan gas dan
membantu mentransfer oksigen ke dalam biakan serta menyebarkan oksigen pada pertumbuhan aerob.
Dalam produksi senyawa aktif keempat isolat terpilih menunjukkan ada isolat yang memerlukan agitasi dan ada yang kurang
untuk menghasilkan senyawa
antibakteri. Keempat
isolat dalam
menunjukkan kemampuan
penghambatan beragam tergantung pada jenis media dan perlakukan agitasi Gambar 11 dan gambar 12.
Pada gambar 11a terlihat aktivitas tertinggi antagonis dengan EPEC K1-1 oleh isolat 7n diikuti isolat 27n dan 25n pada media MRS tanpa agitasi, ini diduga
karena isolat 7n, 25n dan 27n berasal dari saluran pencernaan yang mikrolingkungannya kurang oksigen sehingga isolat tersebut dapat tumbuh
dengan baik pada kondisi pertumbuhan tanpa diagitasi terdapat keterbatasan oksigen.
a b
Gambar 11 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap a EPEC K1-1 b E. coli asal ayam
7n 25n
27n 34n
Pada gambar 11b aktivitas penghambatan tertinggi dimiliki isolat 7n pada media TGY yang diagitasi dan isolat 27n, 25n pada MRS yang diagitasi
terhadap pertumbuhan pertumbuhan E. coli. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi senyawa antibakteri dari keempat isolat tersebut dapat diproduksi dengan
5 10
15 20
25 30
35
TA T an
M A M an
Perlakuan Z
o n
a b
e n
in g
m m
5 10
15 20
25 30
35
T A T an
M A M an
Perlakuan Z
o n
a b
e n
in g
m m
42 baik pada kondisi pertumbuhan yang diaerasi dan nutrisi yang cukup.
Kemampuan penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli dipengaruhi oleh jenis media dan aerasi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
senyawa antibakteri yang dihasilkan kemungkinan berbeda.
a b
Gambar 12 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap a Salmonella
enteric b Salmonella subsp.2 asal ayam
7n 25n
27n 34n
[
Dari gambar 12a aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric tertinggi berturut-turut dimiliki isolat 25n dan 27n yang ditumbuhkan pada media
TGY yang tidak di agitasi. Isolat 34n menghasilkan aktivitas sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi, ini diduga karena keterbatasan aerasi oksigen
pada kondisi pertumbuhan tersebut . Pada gambar 12b aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. paling baik oleh isolat 25n diikuti isolat 27n dan 34n
kemudian 7n pada media TGY tanpa diagitasi. Isolat 34n mempunyai aktivitas yang sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi. Hal ini diduga bahwa
senyawa penghambat Salmonella enteric dan Salmonella sub sp 2. ini dapat sama karena isolat yang menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 yang
tertinggi pada isolat yang sama. Berbeda karena ada beberapa isolat yang dapat menghambat Salmonella enteric tetapi tidak dapat menghambat Salmonella
subsp.2 atau sebaliknya. Media produksi terbaik dari hasil optimasi akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat media modifikasi dengan mengganti beberapa bahan dengan yang lebih murah dan mudah didapat seperti molase dan tepung kedelai. Hasil optimasi
media menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang ditumbuhkan pada media MRS dan TGY dapat menghasilkan aktivitas penghambatan dengan
5 10
15 20
25 30
35
TA T an
M A M an
Perlakuan Z
o n
a b
e n
in g
m m
5 1
15 20
25 30
35
TA T an
M A M an
Perlakuan Z
o n
a b
e n
in g
m m
43 kondisi pertumbuhan yang memerlukan agitasi dan ada yang tidak. Senyawa
antibakteri yang dihasilkan oleh setiap isolat terpilih kemungkinan dapat lebih dari satu mengingat kondisi yang dibutuhkan juga bebeda beda.
Media MRS dan TGY modifikasi molase-kedelai adalah media yang menggunakan komposisi MRS dan TGY dengan mengganti sumber karbon
dengan molase, sumber nitrogen dengan tepung kedelai dan urea, sumber pospor dengan TSP. Setelah diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1,
E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella sub sp 2. asal ayam, isolat
7n, 25n, 27n, hasilnya menunjukkan bahwa keempat isolat yang ditumbuhkan pada media modifikasi masih mempunyai aktivitasnya tetapi tidak sebesar kalau
ditumbuhkan pada media MRSTGY. Hal ini diduga karena media MRS dan TGY menggunakan dekstrosa dan kasein sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk
penghasil ATP yang mudah diserap sel, karena mudah larut dalam air serta molekulnya sederhana. Isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n dapat dengan mudah
diproduksi pada media yang mengandung molase dan tepung kedelai hanya saja aktivitas agak rendah.
Mikroorganisme heterotrof untuk menghasilkan energi memanfaatkan senyawa karbon organik sebagai sumber energi utama. Penggunaan molase
sebagai sumber karbon dapat digunakan karena mengandung beberapa gula sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa dan gula pereduksi yang lain dengan
kandungan yang paling tinggi adalah sukrosa. Hanya saja penggunaan molase sebagai sumber ATP perlu waktu untuk adaptasi. Molase merupakan hasil
samping dari proses pembuatan gula tebu yang masih mengandung kadar gula sekitar 48-58 Novita 2001.
Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri karena mengandung 42.9 protein, 19-20 lemak dan 6.1 nitrogen
Sukmadi 1996 diacu dalam Suryanti 1998. Pada kondisi media tersebut maka butuh waktu untuk menguraikan protein supaya bisa dimanfaatkan oleh keempat
bakteri tersebut. Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu,
pH, dan oksigen, dan faktor nutrisi yaitu karbon, nitrogen, mineral unsur makro dan mikro, dan vitamin Stainer et al. 1976; Fardiaz 1989. Pada dasarnya semua
44 mikrooganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya dan
pembentukan material sel-sel bakteri untuk prertumbuhan, reproduksi dan pembentukan produk Prescott et al. 2000. Penggunaan sumber karbon yang
cepat digunakan dapat mengurangi produksi metabolit sekunder. Nitrogen berperan dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim enzim. Sumber
nitrogen dapat dalam bentuk anorganik dalam bentuk garam garam amonium dan organik dalam bentuk asam amino, protein dan urea. Unsur P berperan dalam
pembentukan asam nukleat dan fosfolipid. Ketiga unsur ini harus ada dalam rasio yang tepat agar tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal karena unsur C, N, dan
P merupakan tiga nutrisi utama makronutrien yang dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolism sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa.
Rasio C:N yang rendah kandungan unsur N yang tinggi akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi
perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi kandungan unsur N yang relatif rendah mengakibatkan nitrogen akan menjadi faktor penghambat
growth-rate limiting factor Alexander 1994. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P optimum adalah 100:10:1 Shewfelt et al. 2005.
Kebutuhan sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri tergantung pada jenis bakteri. Kelompok bakteri yang tidak mengandung klorofil memerlukan senyawa
organik sebagai sumber karbon dan senyawa yang diperlukan tergantung jenis bakteri. Kelompok selulolitik dapat memanfaatkan selulosa, sedangkan amilolitik
memanfaatkan pati Fardiaz 1989. Walaupun karbohidrat dapat dipergunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan, produksi sel yang paling baik
diperoleh dari sumber karbon sederhana seperti glukosa. Namun, penggunaan glukosa memerlukan biaya tinggi, oleh karena itu untuk produksi sel, pada
umumnya digunakan sumber karbon lain seperti molase. Penggunaan mikroba sebagai probiotik akan bersifat ekonomis kalau dapat
ditumbuhkan dengan baik pada sumber karbon dan nitrogen yang mudah didapat dan berharga murah seperti
molase dan tepung kedelai. Kemampuan molase sebagai sumber karbon menguntungkan karena molase merupakan hasil ampas
tebu sehingga tidak terlalu mahal dan mengandung zat pengaya seperti vitamin. Begitu juga kedelai merupakan hasil pertanian yang banyak di Indonesia.
45
Optimasi Waktu Produksi
Hasil optimasi terhadap waktu produksi 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam dan 72 jam untuk mendapatkan aktivitas tertinggi berdasarkan parameter zona
bening. Waktu produksi terbaik terbaik adalah jam ke-48 Gambar 13. Pada gambar 13 a terlihat aktivitas penghambatan ekstrak kasar keempat isolat terlihat
waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas, waktu inkubasi jam ke-48 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 27mm, 25n 26mm, dan
27n 18mm, 34n 23mm. Pada waktu inkubasi jam ke-72 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n bertambah mencapai 30mm dan untuk tiga isolat
lainnya aktivitas menurun. Pada waktu inkubasi jam ke-96 isolat 25n aktivitas bertambah mencapai 27mm sementara isolat lainnya mengalami pertambahan
aktivitas sedikit.
a b
Gambar 13 Hubungan lama inkubasi dengan aktivitas penghambatan terhadap E.coli
a filtrat kultur b sel
7n 25n
27n 34n
Untuk aktivitas penghambatan yang dihasilkan oleh filtrat kultur waktu inkubasi optimum adalah 48 jam, selanjutnya pertambahan zona bening yang
dihasilkan pada waktu inkubasi 72 jam dan 96 jam tidak seimbang dengan efisiensi waktu dan efisiensi substrat yang digunakan.
Pada gambar 13 b aktivitas penghambatan sel keempat isolat pada waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas. Waktu inkubasi jam ke-48 jam aktivitas
penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 30mm, 25n 26mm, dan 27n 18mm, 34n 16mm. Aktivitas penghambatan yang dilakukan sel pada waktu
inkubasi jam ke-72 dan jam ke 96 tidak menunjukkan perubahan yang berarti, dimana aktivitas hampir sama sehingga waktu inkubasi untuk sel yang terbaik
5 10
15 20
25 30
35
24 48
72 96
Waktu inkubasi jam Z
o n
a b
e n
in g
m m
5 10
15 20
25 30
35
24 48
72 96
Waktu inkubasi jam Z
o n
a b
e n
in g
m m
46 adalah 48 jam. Diduga senyawa aktif yang dihasilkan sebagai zat antibakteri ini
dihasilkan pada akhir fase eksponensial atau awal fase stationer.
Pertumbuhan Isolat
Berdasarkan kurva tumbuhnya, keempat isolat menunjukkan fase lag
terjadi sampai jam ke-24 dan fase log hingga jam ke- 48 jam bersamaan dengan awal fase stasioner. Fase kematian dimulai jam ke 60 Gambar 14.
Gambar 14 Kurva tumbuh Isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada media NB
isolat 7n isolat 25n
isolat 27n isolat 34n
Keempat isolat mempunyai pola pertumbuhan yang sama. Terlihat bahwa produksi senyawa aktif terjadi pada akhir fase log dan awal fase stasioner, sesuai
dengan waktu panen yaitu jam ke-48. Fase pertama lag pada kurva pertumbuhan adalah fase lambat. Pada fase ini, bakteri melakukan adaptasi pada lingkungannya.
Fase yang kedua log adalah fase eksponensial. Fase ini merupakan fase dimana bakteri telah dapat beradaptasi dengan lingkungannya sehingga laju pertumbuhan
bakteri menjadi sangat cepat. Laju pertumbuhan keempat bakteri pada 48 jam pertama, memiliki laju pertumbuhan tercepat. Fase berikutnya adalah fase
stasioner dimana laju bakteri yang mati sama dengan laju pertumbuhan bakteri yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Fase terakhir adalah fase kematian, pada
fase ini laju pertumbuhan negatif lebih banyak bakteri yang mati disebabkan semakin berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme bakteri
Dari grafik terlihat isolat 7n pertumbuhan sel yang paling rendah diikuti isolat 27n, 25n dan yang tertinggi isolat 34n. Akan tetapi isolat 7n mempunyai
aktivitas yang penghambatan paling tinggi terhadap EPEC K1-1 dan E. coli
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
0.9 1
12 24
36 48
60
jam O
D
47 dibanding isolat yang lain diiringi isolat 25n dan 27n. Isolat 34n mempunyai
aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric.
Optimasi Suhu
Optimasi suhu bertujuan mendapatkan suhu optimum dalam menghasilkan senyawa bioaktif oleh isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n Gambar 15 dan 16.
a b
Gambar 15 Aktivitas penghambatan isolat terhadap a EPEC K1-1 b E. coli, 7n
25n 27n
34n Dari hasil optimasi aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1
adalah isolat 7n, diikuti 34n, 25n, 27n pada suhu 50 C Gambar 15a. Aktivitas
penghambatan tertinggi antagonis dengan E. coli ditunjukkan oleh isolat 7n pada suhu 37
C, diikuti isolat 34 suhu 50
C , 25 suhu 40 C dan 27 suhu 37
C Gambar 15b. Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan
E. coli mempunyai rentang suhu yang sama yaitu antara 37
C hingga 50 C.
Dimana suhu optimum produksi senyawa antibakteri dalam menghambat EPEC K1-1 adalah suhu 50
C oleh keempat isolat. Waktu optimum untuk produksi senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan E. coli berbeda
beda tiap isolat. Isolat 7n dan 27n optimum pada suhu 37 C, isolat 25n optimum
pada suhu 40 C dan isolat 34n optimum pada suhu 50
C. Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric terjadi pada
isolat 7n diikuti 34n pada suhu 30 C dan 25n, 27n pada suhu 50
C Gambar 16a. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella sp. asal ayam oleh isolat 34n pada
suhu 37 C, 40
C , 30 C, diikuti isolat 27n suhu 30
C dan 50 C Gambar 16b.
Suhu optimum untuk menghasilkan senyawa antibakteri dalam menghambat Salmonella
enteric dan
Salmonella subsp.2.
berbeda dan
isolat yang
5 10
15 20
25 30
35
25o 30o
37o 40o
50o Suhu
o
C Z
o n
a b
en in
g m
m
5 10
15 20
25 30
35
25 30
37 40
50
Suhu
o
C Z
o n
a b
en in
g m
m
48 menghambatnya juga berbeda. Diduga senyawa yang dihasilkan juga oleh isolat
ini juga berbeda.
a b
Gambar 16 Aktivitas penghambatan isolat terhadap a Salmonella enteric, b Salmonella
subsp.2 asal ayam 7n
25n 27n
34n Keempat isolat mampu menghambat empat bakteri target pada rentang
suhu antara 30 C dan 50
C dan suhu yang paling optimum untuk antagonis dengan EPEC K1-1 pada suhu 50
O
C. E. coli
suhu 37 C, Salmonella enteric 30
C, Salmonella
subsp.2 asal ayam 37
C. Komplang 2000 menyatakan bahwa Bacillus
spp. mampu tumbuh pada suhu lebih dari 50 C dan kurang dari suhu 5
C, dan mampu menghasilkan spora. Dari hasil optimasi terhadap suhu menunjukkan
bahwa kemampuan produksi senyawa antibakteri pada suhu 30 C merupakan hal
yang positif dimana dalam produksi dalam skala besar tidak menaikkan biaya produksi cost dan kemampuan produksi pada suhu 50
C juga berdampak positif karena tidak akan merusak selnya ketika menggunakan alat alat yang mempunyai
suhu lebih tinggi. Bacillus subtilis
toleran terhadap panas telah dicobakan pada pakan ayam broiler di beberapa negara. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan yang
terus menerus terhadap konversi pakan dan pertambahan berat badan. Percobaan yang dilakukan di Brazil dan USA membuktikan bahwa performance broiler dapat
ditingkatkan dengan menggunakan bakteri tunggal strain Bacillus subtilis sepanjang periode produksinya.
5 10
15 20
25 30
35
25 30
37 40
50 Suhu
o
C Z
o n
a b
en in
g m
m
5 10
15 20
25 30
35
25 30
37 40
50 Suhu
o
C Z
o n
a b
en in
g m
m
49
5 10
15 20
25 30
35
3 4
5 6
7 8
9
pH Z
o n
a b
e n
in g
m m
5 10
15 20
25 30
35
3 4
5 6
7 8
9
pH Z
o n
a b
e n
in g
m m
Optimasi pH
Hasil optimasi pH menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n mampu menghambat EPEC K1-1 pada pH yang bersifat alkali Gambar 17. Dari gambar
17a terlihat bahwa aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 oleh
isolat 27n pada pH 8.0 dikuti isolat dan isolat 25n pada pH 7.0 diikuti isolat isolat 34n pada pH 6.0, isolat 7n pada pH 7.0 dan pH 8.0. Antagonis dengan E. coli
Gambar 17b menunjukkan bahwa pH 8.0 merupakan pH optimum untuk menghasilkan aktivitas penghambatan untuk isolat 7n, 25n, 27n. untuk isolat 34n
menghasilkan aktivitas penghambatan pada pH 9.0 tetapi tidak terlalu besar
a b
Gambar 17 Aktivitas penghambatan isolat terhadap a EPEC K1-1 b E. coli 7n
25n 27n
34n Dari kedua bakteri patogen diatas ternyata aktivitas penghambatan akan
lebih baik apabila isolat terpilih ditumbuhkan pada pH 8, dan dapat memberikan penghambatan pada pH 6.0, 7.0, 9.0. Barrow 1963 menyatakan bahwa
perubahan pH dapat menyebabkan perubahan aktivitas antimikroba hingga menjadi tidak aktif. Dalam aplikasinya dilapang menunjukkan bahwa senyawa
antibakteri yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n dan 27n akan aktif bekerja pada saluran ternak yang mempuntai pH alkali seperti usus besar. Dalam produksi
senyawa antibakteri ini, pH inkubasi dapat diatur hingga 8.0 sehingga bakteri bakteri terpilih ini dapat menghasilkan senyawa aktif untuk menghambat EPEC
K1-1 dan E.coli. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric terjadi pada pH 4.0
dan pH 5.0 untuk semua isolat. Aktivitas tertinggi diperlihatkan oleh isolat 25n, pada pH 4.0 diikuti isolat 27n pada pH 4.0 dan isolat 7n dan 34n pada pH 5.0
50
5 10
15 20
25 30
35
3 4
5 6
7 8
9
pH Z
o n
a b
e n
in g
m m
5 10
15 20
25 30
35
3 4
5 6
7 8
9
pH Z
o n
a b
e n
in g
m m
Gambar 18a. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 oleh isolat 27n pada pH 7.0 diikuti isolat 34n dan isolat 7n pada pH 9.0 Gambar 18b.
a b
Gambar 18 Aktivitas penghambatan isolat terhadap a Salmonella enteric
b Salmonella subsp.2. asal ayam .
7n 25n
27n 34n
Isolat terbaik dalam menghambat Salmonella enteric adalah isolat 25n, 27n, 7n, diikuti 34n. Keempat isolat diatas mempunyai aktivitas penghambatan
terhadap Salmonella enteric pada pH 4 dan 5. Untuk penghambatan terhadap Salmonella
subsp.2. isolat yang paling baik pertumbuhannya adalah 34n pada pH 9.0 diikuti oleh isolat 27n pada pH 7.0, dan 7n, 25n. Pada pH 9.0. Ini
memberikan informasi bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh keempat isolat untuk menghambat Salmonella enteric memerlukan kondisi yang asam. Dan
untuk menghambat Salmonella subsp.2 memerlukan kondisi alkali. Berdasarkan data ini diperkirakan senyawa yang dihasilkan keempat isolat dalam menghambat
pertumbuhan kedua patogen adalah senyawa yang berbeda. Dari hasil optimasi media, suhu dan pH terlihat bahwa aktifitas hambatan
terhadap EPEC K1-1 yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n 23mm, media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 50
C, pH 7.0 dan diikuti oleh isolat 34n 21.5mm, media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 37
C, pH 6.0. Aktivitas hambatan terhadap E. coli asal ayam yang terbesar diperlihatkan isolat 7n
13.5mm media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 37 dan pH 8.0 diikuti oleh
isolat 34n 12mm, media TGY modifikasi tanpa agitasi, suhu 50 C, pH 8.0.
Pada Salmonella enteric aktivitas hambatan yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi 18.875mm, tanpa agitasi, suhu 50
C,
51 pH 5.0 diikuti oleh isolat 25n 14.25mm dan pada media MRS modifikasi. tanpa
agitasi, suhu 50 C, pH4.0 dan 34n 14.25mm, tanpa agitasi,suhu 30
C pH 5.0. Antagonis terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam aktifitas hambatan terbesar
pada isolat 34n pada media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 37 C, pH 9.0
diikuti oleh isolat 27n pada media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 30 C,
pH 7.0. Keempat isolat merupakan bakteri potensial sebagai probiotik yang diharapkan dapat digunakan dalam pakan ayam guna mengendalikan penyakit
seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Bakteri dari genus Bacillus dapat memproduksi zat antimikrob berupa bakteriosin Irina et al. 2001, antibiotik, dan
proteinase Torkar Matijasic 2003.
Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase
Untuk melihat kemampuan isolat terpilih dalam menghasilkan enzim degradatif maka dilakukan uji kualitatif amilase, protease, lipase, selulase. Nilai
indeks uji enzim dapat dilihat dalam tabel 6. Tabel 6 Indeks amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n
Isolat Indeks
amilolitik Indeks
proteolitik Indeks
lipolitik Indeks
selulolitik 7n
0.67 1.50
1.00 2.00
25n 0.25
1.50 1.00
1.08 27n
0.50 1.50
- 1.25
34n 0.50
1.25 0.66
0.75 Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas amilolitik berdasarkan adanya zona
bening pada media yang berwarna biru Gambar 19a. Degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine, untuk
mendeteksi adanya enzim α amilase yang berfungsi menghidrolisis α-1,4-glikogen
dan poliglukosa lainnya. Pada awal perlakuan terjadi penurunan berat molekul pati secara cepat akibat dari pewarnaan iodine. Produk akhir yang utama dari
degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah seperti glukosa. Sebaliknya,
β-amilase mampu mengkatalisis secara exolitik dan
mendegradasi pati dengan cara memecah maltosa dari ujung rantai pati.
[
[
52
a b
Gambar 19 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim a amilase b protease
Keempat isolat diduga menghasilkan enzim α amilase yang mempunyai
kemampuan dalam menghidrolisis ikatan
α-1,4 glikogen. Kemampuan dalam menghasilkan enzim amilase sangat ditentukan oleh gen penghasil enzim dan
lingkungan seperti sumber nitrogen, karbon sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan
mikroorganisme Srivastava 2008. Kemampuan isolat 7n, 25n, 27n, 34n dalam menghasilkan enzim amilase
tidak sama. Isolat 7n mempunyai kemampuan yang paling tinggi dengan indeks amilasenya 0.67 diikuti isolat 27n, 34n, 0.5 sementara isolat 25n nilai
indeksnya 0.25 tabel 6. Enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n, 27n dan 34n ini tergolong eksoenzim sehingga dapat digunakan untuk membantu
mencerna pakan oleh inangnya, sehingga pakan dapat tercerna lebih sempurna. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul
lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase Black 2005
Enzim α-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai
macam makanan, minuman dan industri tekstil. Sehingga Alfa amilase yang dihasilkan oleh isolat terpilih ini diharapkan dapat diproduksi dalam skala besar
guna kepentingan diatas. Alfa amilase ekstra seluler telah dihasilkan dari beberapa bakteri, diantaranya adalah Bacillus coagulans, B. stearothermophilus dan
B.licheniformis Biogen, 2008.
7n 25n
7n 25n
27n 34n
27n 34n
53 Aktivitas proteolitik dapat dilihat pada gambar 19b mengindikasikan
kemampuan protease menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi asam amino. Protease termasuk kedalam kelompok enzim hidrolase karena dalam
reaksinya melibatkan air pada ikatan substrat spesifik. Berdasarkan cara hidrolisisnya, protease dibedakan menjadi proteinase dan peptidase. Proteinase
menghidrolisis molekul protein menjadi polipeptida, sedangkan peptidase menghidrolisis fragmen polipeptida menjadi asam amino.
Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas enzim proteolitik yang tinggi dimana terlihat nilai indeks protease sangat tinggi dan hampir sama pada keempat
isolat. Isolat 7n, 25n, 27n nilai indeks protease 1.5 sedangkan indeks protease 34n 1.25 tabel 6. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup. Keempat isolat berpotensi digunakan sebagai feed additive untuk memacu
pertumbuhan menggantikan antibiotik, karena protease yang dihasilkan keempat isolat ini tergolong ekstraseluler. Protease ekstraseluler yang dihasilkan keempat
isolat akan sangat menguntungkan kalau dikembangkan karena dapat membantu memecahkan protein dalam saluran pencernaan ternak menjadi molekul peptida
yang sederhana. Hal ini akan meningkatkan absorpsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, serta
produksi dan reproduksi, dan akan memberikan keuntungan bagi peternak karena terjadinya efisiensi pakan.
Bacillus spp. mempunyai kemampuan proteolitik yang tinggi dibanding
mikroba yang lain. Kelompok bakteri ini selain mempunyai kemampuan membentuk spora, juga dapat menghasilkan enzim yang berguna dalam
pencernaan seperti amilase dan protease. Aktivitas lipolitik dan selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat pada
gambar 20a. Dari hasil uji aktivitas lipolitik oleh isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat bahwa tiga isolat 7n, 25n, 34n mempunyai aktivitas lipolitik yang ditandai
adanya zona bening disekitar koloni sementara isolat 27n tidak ada aktivitas. Didapatkannya isolat yang tidak dapat memecah lemak akan sangat baik sekali
dalam penerapannya bagi peternak yaitu untuk membuat ternak yang rendah kandungan lemak dan tinggi kandungan protein dagingnya.
54
a b
Gambar 20 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim a lipase b selulase
Lipid seperti lemak dan minyak merupakan senyawa dengan molekul
kompleks yang berukuran besar. Lipase akan memecah ikatan trigliserida menjadi molekul yang lebih sederhana seperti reaksi dibawah ini:
Enzim lipase ini spesifik akan memutus rantai fatty acid trigliserol pada posisi sn-1 dan sn-3, sering disebut dengan lipase spesifik regio 1,3. Asam lemak dan
gliserol akan diserap oleh tubuh untuk digunakan dalam metabolisme tubuh. Enzim ini juga digunakan dalam hidrolisis triasilgliserol TAG menghasilkan
diasilgliserol DAG dan asam lemak bebas Winarno 1986. DAG adalah ester gliserol dengan dua molekul asam lemak. DAG digunakan sebagai bahan
pengemulsi dan penstabil produk-produk makanan, kosmetika, dan farmaketika. Lipase terbukti dapat digunakan sebagai biokatalis untuk meningkatkan kualitas
crude palm oil CPO yang lebih baik yaitu minyak sehat healthy oil.
Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim lipase, karena bakteri memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan
yang terdapat kandungan makanan atau nutrisi yang kompleks. Isolat 7n dan 25n mempunyai nilai indeks lipolitiknya 1 dan isolat 34n nilai indeks lipolitiknya 0.66
tabel 6. Isolat bakteri yang dapat menghasilkan lipase ini dapat digunakan untuk mencerna lemak lebih efisien dan juga dapat digunakan dalam industri
sebagai biokatalis. Lipase sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis,
esterifikasi, alkoholisis, asidolisis dan aminolisis. Selain itu isolat yang mampu menghasilkan lipase ekstraseluler dapat juga digunakan sebagai starter untuk
34n 27n
34n 25n
27n 27n
7n 25n
55 biodegradasi
limbah minyak.
penerapannya sangat
ramah lingkungan
Suryadipura, 2001. Menurut Feliatra 1996 dalam Dharmawibawa 2004, biodegradasi oleh mikroorganisme merupakan salah satu cara yang tepat, efektif
dan hampir tidak ada efek sampinganya pada lingkungan karena tidak menghasilkan racun atau blooming karena mikroba ini akan mati seiring dengan
habisnya minyak. Hasil uji selulolitik dari keempat isolat terpilih menunjukkan adanya enzim
selulase yang dihasilkan oleh keempat isolat, enzim ini mampu memecah senyawa selulosa menjadi molekul sederhana seperti glukosa gambar 20b. Pada pengujian
selulolitik ternyata dari empat isolat, tiga isolat memiliki kemampuan selulolitik yang tinggi yaitu isolat 7n dengan nilai indeksnya 2, isolat 25n nilai indeksnya
1.083 dan isolat 27n dengan nilai indeksnya 1.25. Untuk isolat 34n nilai indeksnya rendah sebesar 0.75 tabel 6. Carboxy methyl cellulose CMC adalah
substrat yang digunakan dalam deteksi awal untuk screening enzim selulase khususnya endoglukanase. Enzim selulase merupakan kelompok enzim glikosil
hidrolase yang menghidrolisis oligosakarida dan polisakarida Henrissat 1991. Selulase digunakan oleh bakteri untuk pertahanan diri dari lingkungan serta untuk
kelangsungan hidupnya. Genus Bacillus merupakan salah satu kelompok bakteri yang mampu mendegradasi selulosa Lynd et al. 2002.
Secara umum terdapat tiga enzim selulose, yaitu endonuklease yang memutuskan ikatan non kovalen pada struktur kristal selulosa, eksoselulose yang
menghidrolisis individu selulosa menjadi gula lebih sederhana, β-glukosidase
yang menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa Criquet 2002. Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis selulosa selanjutnya dimetabolisme
oleh mikroorganisme lain, dalam kondisi aerob glukosa dikonversi menjadi CO
2
, sedangkan pada kondisi anaerob glukosa dikonversi menjadi asam organik dan
alkohol yang selanjutnya menjadi CH
4
dan CO
2
Rao 1982. Pada hasil uji enzim secara kualitatif ditemukan bakteri kelompok Bacillus
yang dapat memproduksi amilase dan protease, lipase dan sellulase sehingga terdapat kemungkinan berperan dalam mencerna pakan lebih efisien. Beberapa
spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase,
56 amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan
Wongsa dan Werukhamkul 2007. Berdasarkan hasil indeks yang dihasilkan, keempat bakteri ini memiliki
kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan Growth promotant terutama dalam mendegradasi senyawa kompleks seperti amilum, protein, lipid dan selulosa.
Isolat 7n kemampuan degradasinya paling tinggi dengan nilai IA 0.67, IP 1.5, IL 1, IS 2 diikuti isolat 25n IA 0.25, IP 1.5, IL 1, IS 1.083, Isolat 34n IA 0.5,
IP1.25, IL 0.66. Isolat 27n IA 0.5, IP 1.5, IS 1.25 dan kemampuan degradasi lemak tidak ada.
Kemampuan bakteri asal saluran pencernaan isolat 7n, 25n, 27n, 34n dalam menghasilkan enzim enzim ekastraseluler dapat dimanfaatkan oleh
inangnya untuk membantu mengkonversi pakan lebih efisien sehingga dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber karbon dan elektron donor
Madigan et al. 2003. Keempat bakteri asal saluran pencernaan memiliki potensi sebagai probiotik. Hasil identifikasi empat bakteri asal saluran pencernaa
ayam ini termasuk kelompok Bacillus yang dapat memproduksi amilase dan
protease lipase dan selulase. Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa pemberian Bacillus spp.
yang dicampurkan dalam pakan dapat meningkatkan produksi telur dan FCR. Feed Convertion Ratio Komplang 2000. Bacillus spp. sebagai probiotik yang
berasal dari kultur campuran Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus cereus
yang dapat berfungsi sebagai growth promotor dalam pertumbuhan hewan dapat
menggantikan penggunaan
antibiotik Komplang
et al.
2002; Komplang 2000. Penggunaan Bacillus spp sebesar 0,2 dalam pakan ayam
broiler secara nyata dapat meningkatkan daya cerna serat kasar, peningkatan bobot hidup, konsumsi dan konversi pakan menjadi efisien Yuguchi et al. 1992.
Bacillus spp. dapat meningkatkan aktivitas berbagai enzim hidrolitik protease,
lipase dan amilase dalam usus ayam petelur Sjofyan 2003. B. subtilis dicobakan pada ayam pedaging dan memberikan hasil yang positif Jin et al. 1996.
Keuntungan yang dihasilkan dari bakteri Bacillus ini ada kaitannya dengan keseimbangan mikroflora di dalam saluran gastrointestinal, meningkatnya
kesehatan usus dan memberikan kesehatan menyeluruh dan pada akhirnya akan
57 memperbaiki performance. Probiotik terbukti mampu meningkatkan produksi
ternak tanpa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen. Dari hasil penelitian, keempat isolat terpilih berpotensi sebagai probiotik
yang dapat menghambat pertumbuhan empat bakteri patogen penyebab penyakit pada hewan dan manusia dan juga dapat digunakan sebagai makanan imbuhan
dengan kemampuannya
menghasilkan beberapa
enzim ekstraseluler.
Penggunaanya kedepan mampu menggantikan antibiotik yang banyak digunakan peternak untuk menghambat bakteri patogen dan mampu mengkonversi pakan
lebih efisien dengan enzim enzim yang dihasilkannya, tanpa menimbulkan efek samping bagi ternak dan konsumen. Selain itu dapat menciptakan ternak yang
rendah kolesterol dan tinggi proteinnya dengan meberikan isolat isolat yang mampu mendegradasi protein dan isolat yang tak mampu mendegradai lemak,
sehingga protein dapat diserapnya dalam bentuk asam amino semetara lemak tidak dapat diserap karena tidak mampunya menguraikan lemak menjadi asam
lemak dan gliserol.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
- Diperoleh 72 isolat hasil solasi bakteri asal saluran pencernaa ayam broiler
yang tidak diberi antibiotik, terdiri dari 38 isolat yang tumbuh pada pH 7.0 dan 34 isolat yang tumbuh pada pH 4.5.
- Empat isolat terpilih 7n, 25n, 27n, 34n memiliki aktivitas penghambatan
cukup bagus terhadap EPEC K1-1, E .coli, Salmonella enteric, Salmonella subsp.2 asal ayam. Dimana Isolat 7n diperoleh pada bagian duodenum. isolat
25n, 27n, 34n pada bagian intestinum crassum. -
Hasil identifikasi keempat isolat termasuk kelompok Bacillus. -
Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 oleh isolat 7n 9mm pada media MRS modifikasi dengan suhu dan pH inkubasi 50
C dan pH 7.0. -
Penghambatn tertinggi terhadap E. coli oleh isolat 25n 29 mm pada media MRS modifikasi,dengan suhu dan pH inkubasi 40
C pada pH 8.0. -
Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi pada suhu dan pH ingkubasi 30
C dan pH 5.0. -
Penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam oleh isolat 34n sebesar 19mm pada media MRS modifikasi suhu 37
C dengan pH 9.0. -
Isolat 7n, 25n, dan 34n menghasilkan enzim amilase, protease, lipase, selulase ekstraseluler. Isolat 27n meghasilkan ketiga enzim kecuali lipase.
- Isolat 7n mempunyai nilai indeks paling tinggi dengan indeks amilase 0.67,
indeks protease 1.5, indeks lipase 1,dan indeks selulase 2.
Saran
- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas enzim
ekstraseluler secara kuantitatif dari keempat isolat dan karakterisasi senyawa antibakteri yang dihasilkannya.
- Penelitian lanjutan secara in vivo kemampuan isolat menghambat mikrob
patogen dan konversi pakan yang paling tepat untuk memperoleh efektivitas penghambatan terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric,
Salmonella subsp.2 asal ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Alagaratnam R. 1977. Production of high fruktose syrup from starch. Di dalam Tan K ed.. Papers of first International Sagi Symp. Kualalumpur.
Alexander M. 1994 Biodegradation and Bioremediation. United States of America : Academic Press, Inc.
Anderson A.K. 1958. Esentials of Phisiologi Chemistry. Jhon Wiley dan Sons, New York.
Anonim. 2006. Bakteri Poteolitik. http:www.wikepedia.org.com . 25 juli 2008 Anonim. 2007. Pencernaan dan Penyerapan Protein http:www. chickaholic.
co.cc. 25 mei 2009. Anonim. 2008. Soybean. http:www.wikepedia.org.com . 25 juli 2008
Anonim. 2008. Salmonellosis. http:www.unbc.canluiwildlife_ desease_bc
salmonellosis. htm, diakses pada tanggal 11 Maret 2008. Barnes HJ, Gross WB. 1997. Collibacillosis. In:Diseases of Poultry. 10th ed
Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, MC Dougald LR, Saif YM. Eds.. Ames. IA.: Iowa State University Press.pp. 131
−141. Barrow W J. 1963. Hot vs. cold extraction methods for making a pH .Barrow W J.
Research Laboratory Publications. no. 1. Richmond. Virginia. Barrow PA 1992. Probiotics for Chickens. In: Probiotics the Scientific Basis. R
Fuller Ed. Chapman Hall, London. pp. 225-259. Beauchemin KA, Colombatto D, Morgavi DP, Yang WZ. 2003. Use of exogenous
fibrolytic enzymes to improve feed utilization by ruminants. J. Anim. Sci. 81 E. Suppl. 2: E37-E47.
Benoit V, Mathias R, Lefebure G. 1994. Characterization of Breviscin 27, Bacteriocin Syinthetized by Lactobacillus brevis SB 27. Curr. Microbiol 28:
53-61. Bergman, E. 1981. Starch Hydrolysate:Improved Sweetness. Obtained by the use
enzyme . Novo Industry As, Denmark.
Biogen. 2008.
Amilase .
http:biogen.litbang.deptan.go.idterbitanagrobio abstrakagrobio_vol. 05 Mei 2008.
Black JG. 2005. Microbiology Principles And Explorations. John Wiley and Sons, Inc. United States America.
Brander GM, Pugh DM Baywater RJ. 1991. Veterinary Apllied Pharmacology and Terurapeutics.
5
th
Ed. Bailieve Tindal London. Budiarti S, Triwahyudi A, Rachmania N. 1998. Telaah Faktor Adhesitas E. coli
Enteropatogenik Dalam penanggulangan Diare di Indonesia laporan akhir hibah bersaing III. Bogor: FMIPA, IPB.
60 Cai YJ, Chapman, Buswell JA, Chang ST. 1999. Production and distribution of
endoglucanase, cellobiohydrolase, and -glucosidase components of the
cellulolytic system of Bajpai Volvariella volvacea, the edible straw mushroom. Appl. Environ. Microbiol. 65: 553-559.
Charlton BR, Bermudez AJ, Halvorson DA, Jeffrey JS, Newton LJ, Sander JE, Wakkernell PS.2000. Avian Diseases Manual. Fifth Edition. American
Association of Avian Pathologist . Poultry Pathology Laboratory University
of Pennsylvania. New Bolton Center. USA. Chen PJ, Wei TC, Chang YT, Lin LP. 2004. Purification and characterization of
carboxymethyl cellulase. Bot. Bull. Acad. Sin. 45: 111-118. Cowan, Steel’s. 1973. Manual for the Identification of Medical Bacteri.
Cambridge University Press. Criquet S. 2002.
Measurement and characterization of cellulase activity in
sclerophyllus forest litter. J. Microbiol. Meth. 50: 165-173.
Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology A Textbook of Industrial Microbiology.
USA : Science Tech, Inc. De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan Kosasih Padmawinata.ITB.
Bandung. Dharmawibawa
ID. 2004. Isolasi Identifikasi dan Uji Kemampuan Bakteri Pengurai Minyak Solar dari Perairan Pelabuhan Benoa Bali. Universitas
Udayana. Bali. Ding SJ, Ge W, Buswell JA. 2001. Endoglucanase I from the edible straw
mushroom, Volvariella volvacea. Eur. J. Biochem. 268: 5687-5695. Dirjen Peternakan. 1990 Ketentuan dan Tata Cara Usaha Peternakan Direktorat
Bina Usaha Petani dan Pengelolaan Hasil Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan Jakarta.
Drassar BS, Barrow PA. 1985. Intestinal Microbiology. Am Soc for Microbiol. Duc LH, Hong HA, Barbosa TM, Henriques AO, Cutting SM. 2004.
Characterization of Bacillus Probiotics Available for Human Use. J Appl Environ Microbiol
704: 2161–2171. FAOWHO.1992. Residues of Veterinary Drug in Foods. Report of a joint
FAOWHO Experts Consultation. Rome. Fardiaz
S. 1985. Keamanan Pangan I Mikrobiologi. Fakultas Tekhnologi
Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Bogor. Feliatra. 1996. Biodegradasi petroleum oleh bakteri di perairan Dumai selat
Malaka. Kumpulam Makalah Seminar Maritim Indonesia 1996. Konvensi Nasional.
Pembangunan Benua
Maritim Indonesia
dalam rangka
mengaktualisasikan Wawasan Nusantara BPPT dan Dewan Hankamnas Makasar.
61 Fogarty WM. 1983. Microbial amylase. Di dalam WM Fogarty ed. Microbial
Enzyme and Biotechnology. Applied Science Publishers, London. Fuller R. 1989. Probiotic in man and animal. J.Appl Bacteriol 66:365-378.
Fuller R. 1991. Probiotic The Scientific Basis. Chapman and Hall. London .P:1-8. Fuller R. 1992. History and development of probiotics. In:Probiotic The Scientific
Basis R. Fuller ed. Chapman and Hall, London. P:1-8
Fuller R. 1997. Probiotics 2. Aplication and Practical Aspects. 1st. Ed.. Chapman and Hall, London.
Giannella RA. 1996. Salmonella. In: Barons Medical Microbiology Barron S et al
. eds. 4th ed. Univ of Texas Medical Branch Grisham, Charles M. Reginald H. Garrett .1999. Biochemistry. Philadelphia:
Saunders College Pub, 426–7. Grizard D, Barthomeuf C.1999. Non–digestible oligosaccharides used as prebiotic
agents : mode of production and beneficial effects on animal and human health. Reprod Nutr Dev 39 5-6 563-88.
Gsianturi. 2002. Probiotik dan Prebiotik untuk kesehatan. httpwww.gizi netarsiparc0-2002.html-26k
Gordon RE. 1989. The genus Bacillus. In LearyWO. Ed. Practical Handbook of Microbiology. CRC Press. Boston. p. 109-126.
Gupte S. 1990, Mikrobiologi Dasar, Alih bahasa oleh Suryawidjaya, J.E. Binarupa Aksara. Jakarta
Haddadin MSY, S M Abdulrahim, E A R Hashlamoun, and R K Robinson. 1996. The effect of Lactobacillus acidophilus on the production and chemical
composition on hen’s eggs. Poult. Sci. 75: 491-494. Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia Jakarta.
Hasono A. 2002. Mencari anti kanker dan anti kolesterol dari bakteri probiotik. httpwww.cybermed cbn,Net,Id15 oktober 2003.
Henrissat B. 1991. A classification of glycosyl hydrolases based on amino acid aequence aimilarities. J. Biochem. 280 : 309-316.
Hobson P N. 1988. The Rumen Microbial Ecosystem.Elsevier Applied Science, London.
[
Hurst A. 1981. Nisin. Adv. Appl. Microbiol., 27: 85–122. Hyronimus B, Marrec CL, and Urdaci MC. 1998. Coagulin, a Bacteriocin-like
Inhibitory Substance Produced by Bacillus coagulans I
4
. J Appl Microbial 85: 42-50.
Irina VP, Philippe B, Bernard V, Bernard F. 2001. In Vitro Anti Helicobacter pylori
Activity of The Probiotic Strain B. Subtilis 3 is Due to Secretion of Antibiotic. J Antimicrob Agent Chemother 45:3156-3161.
62 Jay JM. 1986. Modern Food Microbiology second Edition Van Norstand.
Reinhold Company. New York. Jin LJ, Ho YW, AbdullahN, Ali MA, Jalaludi S. 1996. Effect of adderent
Lactobacillus spp. On in vitro adherence of Salmonella to the intestinal epithelial cells chikens. J Appl Bacteriol 81:201-206.
Karyadi E. 2003. Prebiotik Memiliki Manfaat yang Sangat Besar . httpwww. Kompas.comkesehatannews030826084340.htm .15 oktober 2003.
Klein C, Kaletta C, Entian KD. 1993. Biosynthesis of The Lantibiotic subtilin is Regulated by a Histidin KinaseResponse Regulator System. J Appl Environ
Microbiol 59: 296-303.
Komplang I P. 2000. Pengaruh suplementasi kultur Bacillus spp. melalui pakan atau air minum terhadap kinerja ayam petelur. JITV. 5: 205-209.
Komplang I P, Zainuddin D, Supriyati. 2002. Pengaruh suplementasi Bacillus appiarius
atau Toluraspora delbrueckii terhadap penampilan ayam
pedaging. Komplang, I. P. 2000. Pengaruh suplementasi kultur Bacillus spp. melalui pakan atau air minum terhadap kinerja ayam petelur. JITV. 7:139-
143.
Kone K, Fung YC. 1992. Understanding Bacteriocins and Their Uses in Food. J Food and Environ Sanit
12: 282-285. Kosugi Y, Tanaka H, Tomizuka N. 1990. Continuous hydrolysis of oil by
immobilized lipase in a countercurrent reactor. Biotechnol. Bioengin., 36 6, 617-622.
[
Krieg NR. Holt JG. 1984. Bergeys manual of systematic bacteriology. Williams Wilkins, Baltimore and London.
Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Edisi Pertama. Rajawali Pers. Jakarta. Lee MD, Lawrence HA. 1998. Colibacillosis. In A Laboratory Manual For the
isolation an identification of avian pathogen. American Association of Avian Pathologist.
Fourth Ed. Pennsylvania: pp: 14 −16.
Legowo AM 2003. Yoghurt untuk Kesehatan. infoanandadarmaga.or.id [15 januari 2008]
Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques JAP, Brandelli A. 2006. Characterization of a bacteriosin-like substance produced by Bacillus
amyloliquefaciens isolated from the Brazillian Atlantic forest. Intern
Microbiol 9: 111-118.
Lilley D M , Stilwell R H. 1965. Probiotics growth promoting factor produced by Microorganism animal. J. Dairy Sci. 147:747-748.
Lozano JCN, Meyer JN, Sletten K, Relaz C, Nes IF. 1992. Purification and Amino Acid Sequence of a Bacteriocin Produced by Pediococcus acidilatic.
J Gen Mikrobiol 138: 1986-1990.
63 Lumyong S, Norkaew N, Ponputhachart D, Lumyong P, dan Tomita F, 2001.
Isolation, Optimitation and Characterization of Xylanase from Endophytic fungi. Biotechnology for Sustainable Utilization of Biological Resources.
The Tropic, 15.
Lynd LR, Weimer P J, Van Zyl WH van Zyl, Pretorius IS. 2002. Microbial Cellulose Utilization : Fundamentals and Biotechnology. Microbiol and
Mol Biol Rev. 663 : 506-577.
Macrae AR. 1983, Extracelullar microbial lipases. In “Microbial Enzymes and Biotecknology’
, ed. Fogarty, W.M., Applied Science Publiser Ltd, England, p.225-250.
Madigan MT, Martiko JM, Parker J. 2003. Brock Biology of Microorganism. 10
th
ed. New Jersey. Prenticel-Hall. Martin RG. 1995. Using yeast culture and lactic acid bacteria in broiler breeder
diets. In: Biotechnology in The feed industry. TP. Lyons KA Jacques Eds. Proc. Alltech’s Eleventh Annual Symp. pp. 371-378.
Mc Cracken VJ, Gaskin HR, 1999; Probiotics and the immune system. Horizon Scientific press. http:horizonpress.comhsppro.html 16 Nov 1999.
Mc Donald P, Edwardr RA r, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition
. 6th ed. Ashford Colour Press, Gosport. Mc farlane GT, Cummings JH. 1999; Probiotics and Prebiotics : can regulating
the activities of intestinal bacteria benefit health? Br. Med.J, 318: 999-1003.
[
Meyer LH. 1978 Food Chemistry. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut. Mujiasih. 2001. Performan ayam broiler yang diberi antibiotik zinc bacitracin,
probiotic Bacillus sp. Dan berbagai level Saccharomyces cerevisiae dalam ransumnya Skripsi. Fakultas peternakan – Institut Pertanian Bogor.
Naim R. 2007. Pilih Sidal atau Statik Pahami Cara Kerja Antibiotik. Infovet Edisi 155.
Natalia L, Priadi A. 2005. Penggunaan probiotik untuk pengendalian clostridial necrotic enteritis pada ayam pedaging. JITV 101: 71 – 78.
Nataro JP, Kaper JB, 1998. Diarheagenic Escherichia coli, Clinical Microbiol Rev, 111:142-201.
Nakazawa Y. 1992. Function of fermented milk: Challenges for the health sciences. Hasono A eds.. Elsevier Science Publisher Ltd., University Press,
Cambridge. Novita E. 2001. Optimasi proses koagulasi flokulasi pada limbah cair yang
mengandung melanoidin. J. Ilmu Dasar 21:61-67. Oliveira. 2004. Rhizobia Amylase Production Using Various Starchy Substances
as Carbon Substrates. http:www.scielo.brpdfbjmv31n4a11v31n4.pdf. tanggal akses 05 Mei 2008.
64 Oscariz JC, Pisabarro AG. 2000. Characterization and Mechanism of Action of
Cerein 7, a Bacteriocin Produced by Bacillus cereus Bc 7. J Appl Microbiol 89: 361-369.
Paik HD, Bae SS, Park SH. 1997. Identification and Partial Characterization of Tochicin
a Bacterion
Produced by
Bacillus thuringiensis
subsp. tochingiensis
. J Indust Microbiol Biotechnol 19: 294-298. Panigraphy B, Ling Y. 1990. Differentiation of pathogenic and nonpathogenic
Escherichia coli isolated from poultry. Avian Dis. 34: 941– 943.
Paturau JM. 1982. By-Pruducts of the cane Sugar Industry. Amsterdam: Elsevier Scientivic Publishing Company.
Pelzar M.J and Chan ECS. 1986. Elements of Microbiolosgy. McGraw-Hill Company.
Prangdimurti E. 2001. Probiotik dan efek perlindungannya terhadap kanker kolon. Makalah Falsafah Sains PPs 702 Bogor. Sekolah Pascasarjana, Instititut
Pertanian Bogor. Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2000. Microbiology. Ed ke-5. USA: Mcgraw-
Hill Companies. Pridmore D, Rekhif N, Pitet AC, Suri B, Mollet B. 1996. Variacin, a New
Lanthyonine-Containing Bacteriocin Produced by Micrococcus varians: Comparison to Lactin 481 of Lactococcus lactis. J Appl Environ Microbiol
625: 799-802.
Rao S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford IBH Published. New Delhi. Reddy BS. 1998. Prevention of colon cancer by pro-and prebiotics “: evidence
from laboratory studies. Br J Nutr 80 4: S219-23. Reddy BS. 1999. Possible mechanism by which pro-and prebiotics influence
colon carcinogenesis and tumor growth. Br J Nutr 129 7 Suppl:1478s-82S.
[
Robson, LM, Chambliss G H. 1989. Enzymes Microb. Technol. 11 : 626-644. Rose A.H. 1980. Microbial enzymes and bioconversion. Academic Press, London,
New York, San Fransisco. Rusiana, Iswanti DN. 2008 . Mengerikan sebanyak 85 daging ayam broiler
mengandung antibiotik. Pada Seminar SEAMO Southeast Asian Ministers of Education Organization dan Tromed RCCN Tripical Medicine
Regional Center of Cummunity Nutrition. Universitas Indonesia . Jakarta. www.poultryindinesia.com 12:35 25 juli 2009.
[
Salminen S, Ouwehand A, Benno Y, lee YK. 1999. Probiotic: how should they be defined. Trends food Sci techol 10:107-110.
Sartika TT, Rahayu C, Dwiyanto K. 1994. Penggunaan probiotik dalam ransum dengan tingkat protein yang berbeda terhadap performan ayam broiler
[Laporan Penelitian]. Balitnak Ciawi Bogor.
65 Saxena IM, Brown RM. 2005. Cellulose Biosynthesis: Current Views and
Evolving Concepts. Ann of Bot 96: 9-21. Seifert HSH, Gessler F. 1997. Continous oral application of probiotic B.cereus an
alternative to prevention of enteroxamia? Anim Res and Dev. 46:30-38.
[[
Shewfelt, Kirsten, Lee H, Richard, Zytner G. 2005. Optimization of nitrogen for bioventing of gasoline contaminated soil. J. Environ. Eng. Sci. 4: 29–42.
NRC Canada. Simarmata R, Lekatompessy S, Sukiman H. 2007. Isolasi mikroba endofitik dari
tanaman obat sambung nyawa Gynura procambens dan analisis potensinya sebagai antimikroba. Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan, LIPI, Cibinong Bogor.
Siswono. 2002.
Probiotik, bakteri
pencegah ragam
penyakit. http:www.mediando.co.id. 10 oktober 2008.
Sjofyan O. 2003. Kajian probiotik AB Aspergillus niger dan Bacillus spp. sebagai imbuhan ransum dan implikasi effeknya terhadap mikroflora usus
serta penampilan produksi ayam petelur. Disertasi. Universitas Pajajaran Bandung.
Sjofjan O. 2009. Aspek Keamanan Pakan untuk Menghasilakan Kualitas Produk Peternakan yang Aman. Jurusan Nutrisi Dan Manakan Ternak, Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang Soebiyanto T. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu. Gramedia.
Srivastava 2008. Culture Conditions for Production of Thermostable Amylase by Bacillus
stearothermophilus .
http:www.bio-link.orgsharing_day fungalamylase.pdf. tanggal akses 05 Mei 2008.
[
Stanier RY, Adelberg EA, Ingraham J. 1976. The Microbial World. 4th ed. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Sukmadi B. 1996. Pemamfaatan sumber karbon dan nitrogen lokal sebagai
substrat untuk produksibahan aktif bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.aizawai. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudirman LMI. 1997. Potensi keragaman hayati mikroorganisme dalam menghasilkan
senyawa antimikroba.
Kumpulan Abstrak
Konas 7
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia; Denpasar, 8-10 Desember 1997.
Sudirman LMI. 1994. Antibiotik. Kursus Singkat Biologi Cendawan. FMIPA.IPB. Bogor.
Suryadipura P. 2001. Lingkungan Hidup Permasalahan dan Pengelolaannya. Universitas Udayana. Denpasar
Suryanti H. 1998. Pengaruh tepung jagung dalam medium molase tepung-tepung kedelai terhadap kinerja Bacillus thuriensis susb sp. Aizawai skripsi.Bogor.
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
66 Suzuki T, Mushiga Y, Yamane T, dan Shimizu S. 1988. Mass production of
lipase by
fedbatch culture
of Pseudomonas
fluorescens. Appl.
Microbiol.Technol. , 27, 417-422.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya.Vol. I. Kanisius. Yogyakarta.
Tagg JR, Dajani A S, and Wannamaker L W. 1976. Bacteriocin of Gram Positif Pacteria. Bacteriol Rev 40: 722-756.
Tannock GW. 1999. Introduction. In: Probiotics: A Critical Review Tannock, GW ed. pp. 1–4. Horizon Scientific Press, Norfolk, England.
Todar K. 2005. The Genus Bacillus. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. University of Wisconsin-Medison.
Torkar KG, Matijasic BB. 2003. Partial Characterization of Bacteriocin Produced by Bacillus cereus Isolated from Milk and Milk Products. Food Technol 41
2: 121-129. Turnbull PCB. 1996. Bacillus: Barrons Medical Microbiology. Univ of Texas
Medical Branch. ISBN 0-9631172-1-1.
[
Utomo D. 2002 Apakah probiotik itu?. Infovet, Ed ke 94:38-39.
[
Wahyuni WT, 2006. Isolasi, pemurnian dan identifikasi senyawa anti β-laktamase dari Streptomyces sp. IVNF1-1 Penghambat pertumbuhan
bakteri penyebab diare, EPEC K1-1 [Skripsi], Bogor: FMIPA, IPB. Ward OP.1983. Proteinases. In microbial Enzymes and Biotechnology.Ed WM
Forgaty. Applied Science Publication. New York. Pp 251-317.
[
Winarno FG. 1983. Enzim Pangan .Jakarta, PT. Gramedia. Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta, PT. Gramedia. 253 p.
Wongsa P, Werukhamkul P. 2007. Product Development and Technical Service, BioSolution International. Thailand: Bangkadi Industrial Park 1344.
Wiryosuharto SD.1990. Tinjauan Pcnggunaan Antibiotika di Indonesia Saat ini dan yang Akan Datang. Bull of Anim Sci.
Yughuchi H, Goto T, Okonogi S. 1992. Fermented milk, lactic drinks and intestinal microfloral. In: Function of Fermented Milk: Challenges for the
Health Science. Y. and A. Hosono eds. Elsevier Appl.Sci. Publishers Ltd. London.
Zanella G, Alboralli AG, Bardotti P, Candotti F, Guadagnini, Martino PA, Stonfer M. 2000.Severe E. coli O111 septichemia and polyserositis in hens
at the start of lay. Avian Pathol. 29: 311 −317.
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Komposisi kimia molase
No
Komponen Kisaran
Rata-ata
1
Air 17 – 25
20 2
Sukrosa 30 – 40
3 5
3
Glukosa 4 – 9
7 4
Fruktosa
5
–
12 9
5
Gula pereduksi
1 – 5 3
6
Karbohidrat lain
2 – 5 4
7
Abu
7
– 1
5 12
8
Komponen nitrogen
2 – 6 4.5
9
Asam bukan nitrogen
2 – 6 5
10
Lilin, steroid dan fosfolipid
0.1
–
1 0.4
Lampiran 2 Komposisi kimia tepung kedelai
No Komponen
Kadar komponen
1 Protein
42.59 2
Nitrogen 6.81
3 Air
4.64 4
Lemak 19.74
5 Magnesium
0.15 6
Mangan 0.16
7 Besi
0.05 8
Seng 0.15
9 Fosfor
1.48 10
Kalsium 0.45
69
Lampiran 3 Komposisi media peremajaan, produksi, serta uji daya hambat isolat asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap EPEC K1-1, E. coli
asal ayam, Salmonella enteric, Salmonella sp. asal ayam
No Nama media
Komposisi Jumlah
gl
1
Nutrient agar NA
Beef extract 3
Bacto peptone 5
Bacto agar 15
2
Nutrient agar NA 50 semipadat
Beef extract Bacto peptone
3 5
Bacto agar 9
3
Nutrent Broth NB Beef extract
3 Bacto peptone
5
4
Trypticase Soy Agar TSA
Pangkreatic digest of casein
Enzymatic digest os soybean meal
17 3
Dextrosa 2.5
Sodium chlorida 5
Dipotasium phosphate 2.5
Bacto agar 10
5
Trypticase Soy Broth TSB
Pangkreatic digest of casein
Enzymatic digest of soybean meal
17 3
Dextrosa 2.5
Sodium chlorida 5
Dipotasium phosphate 2.5
6
Tripton Glucosa Yeas ekstract TGY
Pangkreatic digest of casein
5 2.5
70
Yeast ekstract Dekstrose
1
7
De Mann Rogosa Sharpe MRS
Glukose 20
Pepton casein 10
Beef ekstract 8
Natrium acetate 3H
2
O 5
Yeast ekstract 4
K
2
HPO
4
2 Triamonium sitrat
0.2 MgSO
4
7H
2
O 0.2
MnSO
4
4H
2
O 0.05
Sorbitan monooleat Tween 80
1
8
TGY modifikasi Soybean meal
5 Yeast ekstract
2.5 Molase
1
9
MRS modifikasi Molase
20 Soy bean meal
10 Beef ekstract
8 Natrium acetate 3H
2
O 5
Yeast ekstract 4
TSP 2
Urea 0.2
MgSO
4
7H
2
O 0.2
MnSO
4
4H
2
O 0.05
71
Lampiran 4 Komposisi Pereaksi Pewarnaan No.
Nama media Komposisi
Jumlah gl 1
Pewarnaan Gram A. Ungu kristal Hucker’s
Larutan A Ungu kristal
90 2.0 g
Etil alkohol 95
20.0 ml
Larutan B Amonium oksalat
0.8 g Aquades
80.0 ml
B. Iodium Gram Iodium
1.0 g Kalium iodida
KI 2.0 g
Aquades 300.0 ml
C. Etil alkohol 95 Etil alkohol
100 95.0 ml
A quades
5.0 ml
D. Safranin Safranin
O 0.25ml
Etil alkohol 95
10.0 ml Aquades
100.0 ml
2 Pewarnaan spora
A. Malakit Hijau Malakit
hijau 50.0 g
Aquades 100.0 ml
B. Safranin Safranin
O 0.25ml
Etil alkohol 95
10.0 ml Aquades
100.0 ml
72
Lampiran 5 Hasil isolasi dan identifikasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler
pada media NA pH 7
Bakteri target Kode
Isolat Warna
koloni Karakteristik
koloni Pewarnaan
Gram Bentuk sel
dan penataan
Endo spora
E. coli
S. enteric
Ephec K1-1
pH 7
PN.I.3.6 1 putih
b, lc, d tu
tu PN.I.3.2 2
putih b, ld, c
tu tu
PN.I.3.4 3 putih
b, lc, d tu
tu PN.I.3.3 4
putih b, ld, c
tu tu
PN.I.3.1 5 putih
b, ld, c tu
tu PN.II.2.1 6
putih b, lc, c
tu tu
PN.II.3.1 7 putih
b, ld, c positif
steptobasil 1
PN.II.2.2 8 putih
b, lc, d positif
basil 1
PN.II.3.3 9 putih
tb, lc, d tu
tu 1
PN.II.3.2 10 putih
b, ld, c tu
tu 1
PN.I.3.5 11 putih
b, d, lc tu
tu PN.III.3.1 12
putih b, lc, c
tu tu
1 PN.III.2.3 13
putih b, lc, c
tu tu
1 PN.III.3.3 14
putih b, lc, d
tu tu
PN.III.3.4 15 putih
b, lc, c negatif
bacilus 1
1 PN.I.2.4 16
bening tb, lc, c
tu tu
1 PN.III 17
krem b, lc, c
negatif cocus
1 1
1 PN.III.3.1 18
Krem sk, lc, bt
tu tu
1 PN.III 19
putih t, tb, tb
tu tu
1 1
AN.I.2.2 20 putih
b, lc, c tu
tu 1
1 PN.III.3.5 21
putih t, lc, b
tu tu
1 1
1 PN.III 22
putih t, lc, b
tu tu
1 PN.III 23
putih st, lc, b
tu tu
1 PN.III 24
putih t, lc, b
tu tu
1 1
PN.III.2.2 25 putih
c, lc, b positif
bacilus 1
1 1
PN.III 26 putih
st, lc, b tu
tu 1
1 PN.III 27
putih sk, bo, bt
positif basil kecil
1 1
1 PN.III 28
putih t, lc, b
negatif cocus
1 AN.II.3.3 29
putih t, lc, b
tu tu
1 AN.III.3.3 30
putih d, bo, tb
tu tu
1 AN.III.3.1 31
putih d, bo, d
tu tu
1 AN.III.2.3 32
putih d, lk, tb
tu tu
AN.III.1.133a putih
c, lc, b tu
tu 1
AN.III.2.2 34 putih
c, lc, b positif
bacilus 1
AN.III.3.135 krem tua
c, lc, b tu
tu 1
PN.III 36 putih
c, lc, b tu
tu PN.III 37
putih c, lc, b
tu tu
1 PN.III 38
krem t, lc, b
tu tu
1 PN=pengenceran menambahkan
pepton pH 7, AA=pengenceran tanpa penambahan pepton, pH 7, I=duodenum, II=ileum, III=intestinum crasum b = bulat; tb = tidak beraturan; lk = berlekuk; lc = licin; ld =
berlendir; d = datar; c = cembung; bk = berbukit; sk = seperti kawah; t = timbul; st = seperti tombol; bo =
berombak; bl = bentuk L; bt = bundar dengan tepian timbul; k = keriput, tu=tidak diujitidak diamati 0=tidak ada aktivitas penghambatan, 1=ada aktivitas penghambatan
73
Lampiran 6 Hasil isolasi dan karakterisasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler yang ditumbuhkan pada pH 4.5
Bakteri target Kode
Isolat Warna
koloni Karakteristik
Koloni Pewarnaan
Gram Bentuk sel
dan penataan
Endo spora
E. coli