Kerjasama SIJORI Analisis Kebijakan Umum Pengembangan P. Batam

Amerika Latin sedang menderita gangguan pendapatan 4,7 pertahun selama tahun 1987-1992 ADB, 1993; PRC, 1998 sampai tahun 1994 negara-negara ini jelas memantapkan posisinya sebagai negara pengekspor utama, khususnya untuk produk-produk manufaktur Gareffi and Fond, 1992; PRC, 1998. Singapura merupakan pengecualian, karena pendapatan perkapitanya tertinggi, demikian pula tingkat pendidikan dan kesejahteraan rakyatnya, industri dan ekonominya yang telah mengalami diversifikasi membuatnya keluar dari katagori ”negara berkembang”. Seiring dengan berlangsungnya libelarisasi perdagangan, secara global ada kecenderungan untuk membentuk blok-blok perekonomian regional baik terbuka maupun tertutup. Blok tertutup adalah kesepakatan-kesepakatan ekonomi dimana negara-negara anggotanya menghilangkan hambatan- hambatan dalam perdagangan tetapi secara kolektif melakukan proteksi terhadap kekuasaan-kekuasaan eksternal. Tatanan semacam ini hanya mengalihkan proteksi nasional menjadi proteksi supranasional, contohnya adalah Uni Eropa. Sedang regionalisme terbuka bertujuan untuk liberalisme perdagangan internasional tetapi menerima peranan bentuk proteksionisme perekonomian regional – supranasional dengan perdagangan bebas sebagai suatu tahap antara Asosiasi Perdagangan Bebas Asia Tenggara AFTA merupakan salah satu contoh regionalisme terbuka Helet dan Bragam, 1994, PRC, 1998. Perdagangan bebas sekarang terbuka bagi segala macam perekonomian secara merata, sehingga lokasi hampir tidak berarti sekali. Namun teori perdagangan modern masih menganggap bahwa geografis merupakan faktor yang penting Sari, 1997; PRC, 1998. Kerjasama SIJORI adalah salah satu kerjasama yang terjadi yang disebabkan karena posisi geografis yang sangat mendukung. SIJORI, singkatan dari Singapura, Johor Malaysia dan Riau Indonesia dan sebagai ujung tombak adalah P. Batam. Secara geografis posisi Singapura berada ditengah antara Johor dan P. Batam dengan jarak yang relatif dekat. Dengan kedekatan ini maka akan mudah terjadi komunikasi, aliran informasi, ekonomi dan lain-lain. Bila dilihat secara ekonomi maka Singapura merupakan negara yang paling dominan dan diharapkan sebagai pemicu pertumbuhan wilayah lain di sekitarnya. Data ekonomi Singapura berdasar penjelasan singkat Tim Koordinasi Pembangunan Provinsi Riau adalah sebagai berikut: Pendapatan perdagangan S 215,6 milyar. Pendapatan per kapita S 21.000 US 10.000. Gros pendapatan perusahaan asing S 48,5 milyar. Handling di pelabuhan sebesar 172,5 merik ton. Wisatawan sebanyak 5 juta dalam tahun 1990. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,3 dalam tahun 1980-an. GNP sebesar US 30 milyar dalam tahun 1989. Kekuatan Singapura di bidang ekonomi dan keterbatasan lahan, memungkinkan wilayah di sekitar Singapuran mengambil peran peluang yang ada di Singapura atau cukup menunggu limpahan. Singapura yang sudah jenuh dan membutuhkan tempatlahan untuk mengalihkan kegiatan yang terus meningkat seperti yang telah disampaikan oleh Kepala Otorita Batam saat itu Dr. B.J. Habibie mengenai teori balon. Menurut teorinya, Singapura akan meledak jika tidak ada saluran yang menampung limpahannya. Oleh karena P. Batam atau wilayah sekitarnya termasuk Johor akan menjadi balon-balon kecil yang akan menyalurkan tekanan ekonomi yang ada di Singapura sebelum mencapai krisis. Teori ini diwujudkan pada tahun 1989 dimana pada saat itu Presiden RI Suharto dan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew meresmikan kerjasama untuk pembangunan P. Batam. Pada tahun yang sama Goh Chok Tong mengusulkan dibentuknya segitiga pertumbuhan, dan pada tahun 1990 presiden Suharto dan Perdana Malaysia Mahatir Muhammad menyetujui kerjasama IMS- GT atau kepanjangan dari Indonesia Malaysia Singapur – Growth Triangle Ahmad, 1992; PRC, 1998. Sampai dengan tahun 1998, kerjasama ini terus terjalin, interaksi ekonomi antara Singapura - Barelang Batam dan antara Johor – Singapura terus meningkat International Conference on IMS-GT, 1997; Komar dan Yuan, 1991; PRC, 1998. Pada awalnya pengembangan P. Batam dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Indonesia dari Singapura. Pada waktu itu sebagian impor dan ekspor Indonesia dikapalkan melalui Singapura dan pengilangan minyak milik Singapura memperoleh bagian yang paling besar dalam pembagian nilai tambah yang berasal dari sumberdaya minyak dari Indonesia Rignier, 1991; PRC, 1998. Dengan adanya kerjasama SIJORI, Indonesia bisa keluar dari persaingan dengan Singapura dan diharapkan malah dapat menikmati kesuksesan ekonomi Singapura. Konsep tersebut diatas ternyata berjalan cukup baik, dimana masing- masing negara mengambil nilai positif dari ikatan kerjasama ini, misalnya dalam hal tenaga kerja, Batam menawarkan tenaga terampil. Disini terampil dan tidak terampil dengan upah hanya 13 dari upah di Singapura dan tidak lebih 23 dari upah di Johor. Demikian juga dengan sewa lahan Batam menawarkan harga yang relatif murah. Bila dilihat dari data-data perkembangan Barelang Batam sampai dengan Desember 1998 tercatat dari 317 perusahaan yang bergerak di P. Batam, sebanyak 174 perusahaan 54,8 berasal dari Singapura, 34 perusahaan 10,7 kerjasama dengan Singapura, sedangkan Malaysia 9 perusahaan 0,03 atau 209 perusahaan 65,6 terkait dengan Singapura dan hanya 15 perusahaan 0,05 terkait dengan Malaysia Johor. Ketimpangan kerjasama SIJORI khususnya antara Batam dengan Johor dapat terlihat dengan jumlah perusahaan Malaysia yang bergerak di Batam hanya 0,05 dari seluruh perusahaan yang bergerak di Batam. Kesan negatif juga dirasakan dengan kerjasama antara Batam dan Singapura. Para investor dari Singapura cenderung memandang Batam sebagai dapur atau gudang, dalam arti Batam digunakan sebagai tempat penyimpanan dan perakitan, sedang hasil akhir tetap dilakukan di Singapura, sehingga nilai tambah sebagian besar didapat oleh Singapura. Batam hanya mendapatkan upah kerja saja. Dari segi lingkungan juga timbul kesan bahwa Batam sebagai tempat pembuangan limbah. Indikasi terlihat dengan kebijakan Singapura mulai memindahkan industri-industri yang menghasilkan limbah yang sulit diolah atau membahayakan lingkungan seperti tank clearing, industri perkapalan dan lain- lain. Karena Batam berjarak dengan peraturan tidak terlalu ketat, maka P. Batam menjadi sasaran utama pemindahan industri-industri tersebut yang paling menyolok. Singapura seringkali berupaya mengekspor sampahnya ke P. Batam yang dikemas seolah-olah bahan baku yang akan diolah di P. Batam.

4.3.5 Pulau Batam sebagai KEK Kawasan Ekonomi Khusus

Pulau Batam sampai dengan Tahun 1998 merupakan Kawasan Berikat Bonded Zone. Sesuai dengan PP 14 Tahun 1990, Bonded Zone adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di wilayah pabean Indonesia yang didalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang kepabeanan, yaitu terhadap barang-barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea cukai dan atau pungutan Negara lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor atau re-ekspor. Dalam bonded zone, dapat dilakukan pengolahan dan penyimpanan barang. Dengan adanya kekhususan ini, proses pertumbuhan dan pengembangan di P. Batam sangat terbantu. Ini terlihat dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata hingga Tahun 1998 mencapai 17. Di dalam perjalanannya, kekhususan ini banyak dilirik daerah-daerah lain untuk melakukan hal yang sama didaerahnya. Hal ini tidak memungkinkan karena seluruh daerah akan meminta. Dari sector pajakpun mempersoalkan bahwa dengan diberlakukannya Kawasan Berikat, pendapatan pemerintah dirugikan dengan tidak masuknya PPn, bea masuk maupun bea cukai di P. Batam. Konflik ini berlangsung terus sehingga Pemerintah Pusat meninjau kembali kekhususan di P. Batam. Pencabutan kekhususan ini telah menimbulkan keresahan di lingkungan pengusaha Batam bahkan beberapa perusahaan besar di P. Batam telah menarik investasinya dan dipindahkan ke luar negeri. Akhirnya Pemerintah Pusat menyadari manfaat dari kekhususan P. Batam terutama mengenai perpajakan. Pada Tahun 2005 Pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu Peraturan Menteri Keuangan No. 66PM K.042005 tentang Kebijakan Bonded Zone Plus Kawasan Berikat Plus. Kawasan Berikat Plus merupakan salah satu bentuk pengembangan kawasan ekonomi di Indonesia. Kawasan Berikat Plus diberlakukan di P. Batam, Bintan dan Karimun. Kelebihan Kawasan Berikat Plus adalah terletak pada prosedur dan syarat yang lebih sederhana, tidak ada minimum presentase yang harus diekspor diserahkan kepada pengusaha; digunakan sistem post reporting and audit sehingga tidak perlu disegel bea cukai setiap kali masuk dan keluar; impor mesin dan barang modal yang bukan baru, dapat dilakukan langsung tanpa pemeriksaan surveyor dan perijinan dari pusat. Kontrol berdasarkan post reporting and audit bila perlu. Kawasan Ekonomi Khusus KEK adalah kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan khusus bidang: 1 Kepabeanan; 2 Perpajakan; 3 Perijinan licensing one stop services; 4 Keimigrasian; dan 5 Ketenagakerjaan. Kawasan ini ditunjang oleh ketersediaan infrastruktur yang handal serta Badan Pengelola yang profesional dengan standar internasional. Tujuan dari pengembangan KEK adalah untuk: 1 Peningkatan investasi; 2 Penyerapan tenaga kerja; 3 Penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor; 4 Meningkatkan keunggulan kopetitif produk ekspor; 5 Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya lokal, pelayanan dan kapital bagi peningkatan ekspor; dan 6 Mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui technology transfer. Berdasarkan atas fungsi, luas areal, fokus pengembangan dan jenis insentif yang berikan, maka KEK dapat dibedakan atas: a Kawasan yang dikeluarkan dari daerah pabean negara yang bersangkutan; dan b Kawasan yang tetap berada pada daerah pabean negara yang bersangkutan. a Kawasan yang dikeluarkan dari daerah pabean negara yang bersangkutan. Dalam kawasan ini semua arus keluar masuk barang tidak dikenakan bea masuk, PPN dan cukai. Biasanya diikuti dengan pemberian batas tegas atas area tersebut, dan dinyatakan sebagai wilayah terbatas bagi yang tidak berkepentingan. Contoh: Export Processing Zone Free Trade Zone. b Kawasan yang tetap berada pada daerah pabean negara yang bersangkutan. Dalam kawasan ini biasanya termasuk kawasan yang lebih luas, dapat berupa kota atau bahkan provinsi. Daya tarik investasi di kawasan semacam ini dilakukan melalui penerapan kebijakan untuk mendukung kemudahan berusaha, pengurangan pajak perusahaan, repatriasi keuntungan serta pelonggaran kontrol devisa. Contoh: Special Economic Zone FEZ, Free Economic Zone FEZ, Industrial Zone dan Distribution Zone.