6
mineral bauksit. maka dari itu, tujuan kegiatan ini adalah menginventarisir semua permasalahan ekonomi yang ada di
Kalimantan Barat serta berupaya mencari alternatif solusi penyelesaian yang timbul dari program pengolahan dan pemurnian
mineral di dalam negeri khususnya di Provinsi Kalimantan Barat.
1.3. Ruang Lingkup
Agar didapatkan hasil analisis yang sesuai dengan maksud dan tujuan, maka ruang lingkup yang dikaji dalam analisis ini dibatasi
sebagai berikut : Ruang lingkup kegiatan ini hanya terbatas pada dampak yang
ditimbulkan oleh hilirisasi mineral bauksit. Dampak bisa meliputi dampak sosial, ekonomi, teknologi dan lingkungan.
Analisis dampak hilirisasi mineral bauksit ini terbatas hanya di provinsi terpilih, yaitu Kalimantan Barat. Provinsi yang sumber
daya dan cadangan mineral bauksitnya terbesar di Indonesia. Dalam perhitungan yang dilakukan, ditetapkan asumsi-asumsi
agar analisisnya sesuai atau mendekati kondisi sebenarnya. Asumsi yang ditetapkan dalam perhitungan ini adalah teknologi
serta pangsa pasar dianggap sama.
1.4. Dasar Hukum
UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: “Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai
bahan baku danatau sumber energi dalam negeri, meningkatkan daya saing industri pertambangan di tingkat
nasional, regional dan internasional, serta meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan nasional serta menciptakan
lapangan kerja”
PP Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: “Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan
pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri”
7
PP Nomor 77 Tahun 2014 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: “Jika pemegang IUP Operasi Produksi tidak
melakukan pengolahan dan pemurnian, maka dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki IUP Operasi Produksi lainnya
yang memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian”
Inpres Nomor 03 Tahun 2013 Tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan Pemurnian di
Dalam Negeri: “Kementerian ESDM menetapkan kebijakan kewajiban pemenuhan kebutuhan bijihkonsentrat untuk
kegiatan pengolahan danatau pemurnian”
Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral: “Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR dapat
menjual bijih raw material mineral ke luar negeri bila telah mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM dengan syarat
status IUP dan IPR Clean and Clear, melunasi kewajiban pembayaran keuangan ke Negara, menyampaikan rencana
kerja pengolahan danatau pemurnian mineral, dan menandatangani pakta integritas”
Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral: “Apabila pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR
tidak ekonomis untuk melakukan sendiri pengolahan danatau pemurnian mineral maka dapat melakukan kerjasama dengan
pihak lain yang mempunyai IUPIUPK Operasi Produksi dan IUP Operasi Produksi Khusus Untuk Pengolahan danatau
Pemurnian Mineral“
Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian
Mineral di Dalam Negeri: “Pemegang IUPIUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil