Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali

(1)

Oleh

DELTA AGUSTIANTO H14070095

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

DELTA AGUSTIANTO. Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).

Keadaan politik yang stabil akan berpengaruh positif terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah suatu negara. Peristiwa bom Bali tentunya memberikan dampak tersendiri terhadap perekonomian provinsi tersebut, baik dari sisi spasial maupun sisi sektoral. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yang merupakan penyumbang terbesar dalam perekonomian Provinsi Bali, merupakan salah satu sektor yang mengalami penurunan laju pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak tragedi bom Bali 1 (Legian, 12 Oktober 2002) dan bom Bali 2 (Kuta dan Jimbaran, 1 Oktober 2005) terhadap pola dan posisi perekonomian kabupaten/kota serta pertumbuhan dan pergeseran pertumbuhan sektor perekonomian di Provinsi Bali.

Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, selama kurun waktu penelitian sebelum dan sesudah tragedi bom, terjadi perubahan posisi dan pola beberapa kabupaten/kota di Provinsi Bali. Pada periode 2000-2001 (sebelum bom Bali 1), yang termasuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh hanya Kabupaten Badung. Di sisi lain, tidak ada satu pun kabupaten/kota yang masuk dalam kategori daerah yang maju tapi tertekan. Selanjutnya, yang termasuk dalam kategori daerah berkembang cepat, terdapat empat kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar. Sisanya, sebanyak tiga kabupaten, menempati posisi sebagai daerah relatif tertinggal, yaitu Kabupaten Bangli, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Karangasem.

Periode berikutnya, yakni 2003-2004 (sesudah bom Bali 1 atau sebelum bom Bali 2), Kabupaten Badung dan Kota Denpasar termasuk daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Di sisi lain, tidak ada satupun kabupaten/kota yang merupakan daerah maju tapi tertekan. Sebanyak lima kabupaten berada pada klasifikasi daerah berkembang cepat, yaitu Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Karangasem. Sisanya, sebanyak dua kabupaten, menempati posisi daerah relatif tertinggal, yaitu Kabupaten Bangli dan Kabupaten Klungkung.

Selanjutnya pada periode 2006-2007, yakni sesudah bom Bali 2, juga terjadi perubahan pola dan posisi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Terdapat satu kabupaten dan kota yang termasuk dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh, yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Sisanya, sebanyak tujuh kabupaten, menempati posisi sebagai daerah relatif tertinggal, yaitu Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng Kabupaten Bangli, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Karangasem. Di sisi lain, tidak ada satu pun kabupaten/kota yang masuk dalam kategori daerah yang maju tapi tertekan dan daerah berkembang cepat.


(3)

Sementara itu, hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa selama kurun waktu penelitian sebelum dan sesudah tragedi bom terjadi pergeseran pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Bali. Pada periode 2000-2001 (sebelum bom Bali 1), sektor yang termasuk tumbuh cepat dan berdaya saing hanya sektor listrik, gas, dan air bersih. Sektor yang laju pertumbuhannya cepat tetapi tidak mampu bersaing adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sektor yang laju pertumbuhannya lambat dan tidak mampu bersaing hanya sektor pertambangan dan penggalian. Sisanya yang pertumbuhannya lambat tetapi mampu bersaing yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa-jasa.

Periode berikutnya, yakni 2003-2004 (sesudah bom Bali 1 atau sebelum bom Bali 2), terjadi pergeseran pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Hanya sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang laju pertumbuhannya cepat dan berdaya saing. Sektor yang laju pertumbuhannya cepat tetapi tidak mampu bersaing yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Di sisi lain tidak ada sektor yang laju pertumbuhannya lambat dan tidak mampu bersaing. Sisanya, sebanyak dua sektor yang pertumbuhannya lambat tetapi mampu bersaing yaitu sektor pertanian dan pertambangan.

Selanjutnya pada periode 2006-2007, yakni sesudah bom Bali 2, juga terjadi pergeseran pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Bali. Pada periode ini, tidak ada satu pun sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan berdaya saing. Di sisi lain, terdapat enam sektor yang laju pertumbuhannya cepat tetapi tidak mampu bersaing, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Hanya sektor pertanian yang laju pertumbuhannya lambat dan tidak mampu bersaing. Sisanya, sebanyak dua sektor yang pertumbuhannya lambat tetapi mampu bersaing yaitu sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan.

Dengan demikian, maka diharapkan adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah Provinsi Bali maupun pemerintah pusat dalam mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah dan antarsektor sesuai dengan isi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Pemerintah daerah perlu menetapkan kebijakan yang mampu memberikan insentif terhadap investasi, sehingga akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten/kota, khususnya kabupaten yang masih tergolong relatif tertinggal yaitu Kabupaten Bangli dan Kabupaten Klungkung.

Di samping itu, Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pembangunan dan pengembangan sektoral perekonomian daerah. Kebijakan tersebut sebaiknya lebih memprioritaskan sektor-sektor unggulan yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten/kota, namun sektor lainnya tetap mendapat perhatian sesuai dengan potensi pengembangannya. Serta diperlukan sokongan-sokongan kebijakan dari pemerintah untuk mempertahankan leading sector di daerah-daerah utama.


(4)

Selanjutnya, pemerintah daerah seyogyanya menciptakan suasana dunia usaha yang kondusif guna menarik perhatian investor swasta menanamkan modalnya. Hal ini dikarenakan investasi swasta, baik swasta asing maupun swasta dalam negeri, mutlak dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan jaminan keamanan sehingga dapat meyakinkan para investor yang pada akhirnya menciptakan suasana dunia usaha yang kondusif, mengingat sudah dua kali terjadi tragedi bom. Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi dapat mencapai level yang lebih baik lagi.


(5)

ANALISIS DAMPAK TRAGEDI BOM TERHADAP

PEREKONOMIAN PROVINSI BALI

Oleh

DELTA AGUSTIANTO H14070095

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Judul : Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali

Nama : Delta Agustianto

NIM : H14070095

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. NIP. 19620816 198701 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2011

Delta Agustianto H14070095


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Delta Agustianto, lahir pada 21 Agustus 1989 di kota Depok. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Edy Murwoto dan Lusia Mulyani. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Yaspen Tugu Ibu Depok, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Depok dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Depok dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis melalui tahun pertama di IPB sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Kemudian melalui sistem mayor minor penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan di IPB. Pada tahun 2008 penulis menjadi staf divisi Cooperative and External Relationship (CER) Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA). Pada tahun 2010 penulis meraih juara 3 Kejuaraan Bulutangkis SPORTAKULER yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) IPB. Pada tahun yang sama penulis meraih juara 1 Lomba Essay dan Cerdas Cermat Politik tingkat IPB yang diadakan oleh BEM FEM IPB.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali”. Tragedi bom yang terjadi di Provinsi Bali pada 12 Oktober 2002 (di

Legian) dan 1 Oktober 2005 (di Kuta dan Jimbaran) tentunya memberi dampak tersendiri terhadap perekonomian provinsi tersebut. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, baik dari sisi sektoral maupun regional Provinsi Bali.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu untuk terus memberikan bimbingan, arahan dan masukan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran mulai dari awal hingga akhir penulisan skripsi.

2. Dosen penguji utama, Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. dan dosen penguji dari komisi pendidikan, Dr. M. Findi Alexandi, M.Ec. yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran yang sangat berguna bagi penulis pada saat ujian. 3. Seluruh dosen dan jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan

dan kerjasamanya.

4. Keluarga Penulis, H. Edy Murwoto, S.Pd. (Ayah) dan Lusia Mulyani (Ibu) karena telah mendukung dan memberi motivasi kepada penulis hingga skripsi ini selesai disusun.

5. Beno Junianto (Kakak), Meander Januanto (Adik), dan Hafiz Catur Febrian (Adik) karena selama ini banyak membantu penulis.

6. De’ Retno Priandini, atas bantuan, perhatian, dan support-nya yang selalu menemani penulis selama ini.

7. Keluarga Besar Ilmu Ekonomi 44 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.


(10)

8. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pihak lain yang membutuhkan pada umumnya.

Bogor, Mei 2011

Delta Agustianto H14070095


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1. Tinjauan Teori dan Konsep ... 11

2.1.1. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 11

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Guncangan Bom Bali ... 12

2.1.3. Konsep Keamanan ... 15

2.1.4. Konsep Wilayah ... 17

2.1.5 Konsep Pembangunan Wilayah ... 21

2.1.6. Analisis Tipologi Klassen ... 22

2.1.7. Analisis Shift Share dan Leading Sector ... 23

2.1.8. Kegunaan Analisis Shift Share ... 26

2.1.9. Kelemahan Analisis Shift Share ... 26

2.2. Penelitian Terdahulu ... 27

2.3. Kerangka Pemikiran ... 30

III. METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 31

3.2. Metode Analisis ... 31

3.2.1. Metode Tipologi Klassen ... 31

3.2.2. Metode Shift Share ... 33


(12)

3.3.1. Konsep Data ... 38

3.3.2. Definisi Operasional ... 38

IV. GAMBARAN UMUM ... 40

4.1. Kondisi Umum dan Perekonomian Provinsi Bali ... 40

4.2. Kondisi Umum Kabupaten/Kota di Provinsi Bali ... 42

4.2.1. Kabupaten Jembrana ... 42

4.2.2. Kabupaten Tabanan ... 43

4.2.3. Kabupaten Badung ... 44

4.2.4. Kabupaten Gianyar ... 45

4.2.5. Kabupaten Klungkung ... 46

4.2.6. Kabupaten Bangli ... 47

4.2.7. Kabupaten Karangasem ... 48

4.2.8. Kabupaten Buleleng ... 49

4.2.9. Kota Denpasar ... 50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

5.1. Posisi dan Pola Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Sebelum dan Sesudah Tragedi Bom ... 52

5.1.1. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Sebelum dan Sesudah Tragedi Bom ... 53

5.1.2. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2008-2009 .. 57

5.2. Pertumbuhan dan Pergeseran Sektor-Sektor Perekonomian Sebelum dan Sesudah Tragedi Bom ... 58

5.2.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2000-2001 ... 58

5.2.2. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) .... 61

5.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2003-2004 ... 63

5.2.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 ) ... 65

5.2.5. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2006-2007 ... 67

5.2.6. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) .... 69


(13)

5.2.7. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode

2008-2009 ... 70

5.2.8. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Tahun 2008-2009 ... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1. Kesimpulan ... 75

6.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Distribusi Persentase PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2009

(Persen) ... 4 1.2. Banyaknya Tamu Asing dan Domestik yang Datang pada Hotel-

Hotel Berbintang Selama Tahun 2000-2009 ... 5 1.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Bali Selama Tahun

2001-2009 (Persen) ... 6 1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Selama Tahun 2001-2009 (Persen) ... 7 1.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Selama Tahun 2001-

2009 (Persen) ... 7 4.1. Luas Kabupaten/Kota di Provinsi Bali ... 41 4.2. PDRB Kabupaten Tabanan Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2008 ... 44 4.3. PDRB Kabupaten Badung Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2008 ... 45 4.4. PDRB Kabupaten Gianyar Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2007 ... 46 4.5. PDRB Kabupaten Klungkung Atas Dasar Harga Berlaku dan

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009 ... 47 4.6. PDRB Kabupaten Bangli Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009... 48 4.7. PDRB Kabupaten Karangasem Atas Dasar Harga Berlaku dan

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009 ... 49 4.8. PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2008... 50 4.9. PDRB Kota Denpasar Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar

Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2009 ... 51 5.1 Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 59 5.2. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali

Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 60 5.3. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PPW) di Provinsi


(15)

5.4. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian

di Provinsi Bali Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 61 5.5. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom Bali 2) ... 64 5.6. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom

Bali 2)... 64 5.7. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom

Bali 2) ... 65 5.8. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian

di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau

Sebelum Bom Bali 2) ... 66 5.9. Banyaknya Wisatawan yang Datang Langsung ke Bali Periode

2000-2004 ... 67 5.10. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 67 5.11. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali

Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 68 5.12. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 68 5.13. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian

di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 69 5.14. Banyaknya Wisatawan yang Datang Langsung ke Bali Periode

2005-2007 ... 70 5.15. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2008-2009 ... 71 5.16. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali

Tahun 2008-2009 ... 72 5.17. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 ... 72 5.18. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Agregat Demand dan Agregat Expenditure ... 14

2.2. Model Analisis Shift Share ... 24

2.3. Kerangka Pemikiran ... 30

3.1. Klasifikasi Kabupaten/Kota Menurut Tipologi Klassen ... 32

4.1. PDRB Per Kapita Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2009 ... 41

4.2. Peta Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota 2010 ... 42

4.3. PDRB Kabupaten Jembrana Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009 ... 43

5.1. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 53

5.2. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom Bali 2) ... 54

5.3. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 55

5.4. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2008-2009 ... 57

5.5. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Bali Periode 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 62

5.6. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Bali Periode 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom Bali 2)... 66

5.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Bali Periode 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2)... 69

5.8. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Bali Periode 2008-2009 ... 74


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2000-2001 ... 85 2. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2000-2001 (Rupiah) ... 85 3. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Persen) ... 85 4. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Rupiah) ... 86 5. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Persen) ... 86 6. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Rupiah) ... 86 7. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 (Persen) ... 87 8. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 (Rupiah) ... 87 9. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan

Selama Tahun 2000-2001 ... 88 10. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2000-2001 ... 88 11. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2000-2001

(Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 89 12. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan

Selama Tahun 2003-2004 ... 89 13. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2003-2004 ... 89 14. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2003-2004 (Nilai

Ra, Ri, dan ri) ... 90 15. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2006-2007 ... 90 16. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama


(18)

17. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2006-2007 (Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 91 18. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2008-2009 ... 92 19. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama


(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional di samping terus mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan secara keseluruhan menuju kondisi yang lebih baik. Pembangunan nasional pada dasarnya diarahkan untuk memecahkan masalah sosial ekonomi yang mendasar dan diharapkan dapat menciptakan perbaikan dan peningkatan kualitas hidup. Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah ditujukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh meliputi material dan spiritual bagi seluruh rakyat tanpa memandang golongan tertentu dalam rangka memperbaiki tingkat kehidupan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Proses perkembangan tersebut terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, di mana dapat terjadi penurunan atau kenaikan perekonomian, namun secara umum menunjukkan kecenderungan untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Pada gilirannya pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk suatu negara yang mempunyai wilayah yang luas adalah suatu hal yang wajar apabila ada beberapa wilayah yang maju dan beberapa wilayah lainnya pertumbuhannya lambat. Meski negara yang bersangkutan telah berusaha untuk


(20)

menerapkan kebijakan pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan antar wilayah. Penyebab utama terjadinya hal tersebut adalah diduga adanya perbedaan laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah yang disebabkan oleh perbedaan faktor endowment maupun faktor ekonomi lainnya. Adanya keragaman dalam struktur industri menimbulkan perbedaan pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja. Pada wilayah yang bertumbuh cepat, hal ini disebabkan struktur industri maupun sektor ekonominya mendukung dalam arti lain sebagian sektornya mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Sedangkan bagi wilayah yang pertumbuhannya lambat, sebagian besar sektornya mempunyai laju pertumbuhan yang lambat.

Ada dua pendekatan dalam pembangunan suatu wilayah, yaitu pendekatan sektoral dan regional (Budiharsono, 1989). Pendekatan sektoral identik dengan pertanyaan yang menyangkut sektor apa yang dikembangkan untuk mencapai suatu tujuan pembangunan nasional. Pertanyaan selanjutnya adalah berapa banyak yang harus diproduksi, dengan cara apa, dan kapan produksi dimulai. Lalu dilanjuti dengan pertanyaan susulan yaitu di mana aktivitas tiap sektor akan dilaksanakan, dan diikuti oleh kebijakan apa, langkah-langkah apa, dan strategi apa yang perlu diambil.

Di sisi lain, berbeda dengan pendekatan sektoral, pada pendekatan regional lebih menitikberatkan pada pertanyaan daerah mana yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan. Lalu sektor apa yang sesuai dikembangkan di masing-masing daerah. Indonesia, termasuk provinsi-provinsinya, membutuhkan gabungan kedua pendekatan tersebut karena penting baik dari segi konsep


(21)

maupun dari segi pelaksanaan, khususnya yang menyangkut koordinasi pembangunan daerah.

Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, antara lain diukur dengan besaran yang disebut produk domestik bruto (PDB) pada tingkat nasional dan produk domestik regional bruto (PDRB) untuk daerah, baik untuk daerah tingkat I maupun daerah tingkat II.

Selama ini pelaksanaan pembangunan di Indonesia juga tidak terlepas dari pandangan di atas yang secara nasional berdampak pada struktur ekonomi nasional dan struktur ekonomi daerah. Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan pertanian, misalnya menyebabkan sektor pertanian di tingkat nasional maupun daerah terjadi peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada variabel seperti kesempatan kerja, produksi (pendapatan) atau nilai tambah sebagai proporsi yang lebih besar daripada proporsi sebelumnya dalam struktur perekonomian daerah selama kurun waktu tertentu. Sektor pertanian hanyalah salah satu sektor dari perekonomian daerah. Tentunya ada sektor-sektor lain yang mengalami peningkatan atau penurunan sesuai dengan prestasi sektor-sektor yang sama ditingkat nasional serta ada kabupaten/kota yang mengalami peningkatan atau penurunan dari tahun ke tahun.

Peningkatan atau penurunan sektor-sektor perekonomian dan kabupaten/kota tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya guncangan tragedi bom Bali. Tragedi bom Bali yang memorak-morandakan


(22)

Provinsi Bali tentunya memberikan dampak tersendiri bagi perekonomian provinsi tersebut, baik dari sisi sektoral maupun spasial. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana dengan prestasi setiap sektor dan daerah di Provinsi Bali terutama setelah dua kali tragedi bom pada 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005?

Provinsi Bali yang terletak pada posisi antara 8003’ - 80 50’ LS dan 1140 25’ – 115042’ BT memiliki struktur perekonomian yang khas dan unik. Berbeda dengan provinsi-provinsi lainnya bahkan secara nasional. Struktur perekonomian Provinsi Bali dibangun atas keunggulan komparatif pada industri pariwisata sebagai leading sector. Hal ini mengakibatkan kelompok sektor perekonomian tersier lebih dominan dan lebih memberikan warna terhadap perekonomian dibanding sektor primer dan sekunder.

Tabel 1.1. Distribusi Persentase PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2009 (Persen)

No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian 21,54 20,85 19,88 19,86

2 Pertambangan dan Penggalian 0,60 0,60 0,59 0,59 3 Industri Pengolahan 9,46 9,74 9,95 9,95 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,49 1,51 1,56 1,55

5 Bangunan 3,86 3,87 3,90 3,73

6 Perdag., Hotel, dan Restoran 30,82 31,28 31,97 32,33 7 Pengangkutan dan Komunikasi 10,47 10,96 11,26 11,24 8 Keuangan dan Jasa Perusahaan 7,54 7,38 7,26 7,08

9 Jasa-jasa 14,22 13,81 13,63 13,67

PDRB Total 100 100 100 100


(23)

Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat bahwa sektor tersier mempunyai kontribusi yang paling dominan dalam beberapa tahun terakhir. Sektor perekonomian yang terkait pariwisata seperti sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor transportasi selain cukup dominan juga memperlihatkan kinerja yang fluktuatif. Hal ini terkait dengan arus kunjungan wisatawan yang sempat merosot akibat isu keamanan dan kesehatan.

Tabel 1.2. Banyaknya Tamu Asing dan Domestik yang Datang pada Hotel-Hotel Berbintang Selama Tahun 2000-2009 (Jiwa)

Asing Domestik Jumlah Pertumbuhan (%)

2000 1.155.129 253.120 1.408.249 -

2001 2.009.221 500.661 2.509.882 78,23

2002 1.217.344 353.515 1.570.859 -37,41

2003 1.250.500 433.800 1.684.300 7,22

2004 1.504.021 537.939 2.041.960 21,23

2005 1.312.294 540.825 1.853.119 -9,25

2006 1.391.449 675.266 2.066.715 11,53

2007 1.902.543 820.838 2.723.381 31,77

2008 1.942.046 696.305 2.638.351 -3,12

2009 1.966.833 629.538 2.596.371 -1,59

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2010 (diolah).

Tragedi Bom Bali 1 dan 2 sangat berdampak besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi sektoral Provinsi Bali. Berdasarkan Tabel 1.3, dapat dilihat bahwa sektor yang mendukung pariwisata, seperti sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor jasa-jasa, terkena dampak dari adanya tragedi tersebut. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun terjadinya bom Bali 1 (2002) laju pertumbuhannya turun sampai -0,08 persen yang pada tahun sebelumnya (2001) sebesar 1,53 persen. Kemudian pada tahun 2006, setelah bom Bali 2, laju pertumbuhannya turun 5,11 persen yang pada tahun sebelumnya (2005) sebesar 6,27 persen.


(24)

Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Bali Selama Tahun 2001-2009 (Persen)

Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 5,67 3,67 3,63 3,66 4,20 4,10 2,49 1,01 5,26 Pertambangan 1,26 2,00 4,18 4,38 3,97 2,54 2,97 3,52 5,27 Industri

Pengolahan 5,19 5,00 4,77 3,71 5,11 4,36 9,15 8,17 5,39 Listrik, Gas, dan

Air Bersih 25,08 16,84 0,99 3,76 5,44 6,57 7,89 8,98 4,71 Bangunan 2,26 4,14 1,08 5,09 5,46 4,51 6,09 6,71 0,91 Perdagangan,

Hotel, dan

Restoran 1,53 -0,08 5,10 4,65 6,27 5,11 7,58 8,36 6,50 Pengangkutan dan

Komunikasi 1,89 4,54 -1,96 5,17 6,77 6,06 10,86 8,92 5,09 Keuangan 2,87 3,60 1,54 7,97 7,26 6,72 3,61 4,28 2,63 Jasa-Jasa 4,49 2,50 7,71 4,02 4,79 6,95 2,80 4,66 5,64 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2002-2009 (diolah).

Tragedi Bom Bali 1 dan 2 juga sangat berdampak besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali dari sisi spasial. Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dilihat bahwa daerah-daerah di Provinsi Bali terkena dampak, di samping ada pula daerah-daerah yang tidak terlalu terkena dampak dari adanya tragedi tersebut. Kabupaten Badung misalnya, pada tahun terjadinya bom Bali 1 (2002) laju pertumbuhannya turun sampai 3,90 persen yang pada tahun sebelumnya (2001) sebesar 5,30 persen. Kemudian pada tahun 2006, setelah bom Bali 2, laju pertumbuhannya turun 5,03 persen yang pada tahun sebelumnya (2005) sebesar 5,61 persen.


(25)

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Selama Tahun 2001-2009 (Persen)

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jembrana 3,36 3,06 3,58 4,86 5,00 4,52 5,11 5,05 4,82 Tabanan 3,30 4,54 4,91 4,73 5,96 5,25 5,76 5,22 5,44 Badung 5,30 3,90 3,00 5,78 5,61 5,03 6,85 6,91 6,39 Gianyar 4,51 3,48 3,33 4,95 5,47 5,20 5,89 5,90 5,93 Klungkung 4,40 5,53 3,10 4,67 5,41 5,03 5,54 5,07 4,92 Bangli 3,27 3,03 3,38 4,03 4,46 4,25 4,48 4,02 5,71 Karangasem 2,83 3,09 4,05 4,49 5,13 4,80 5,20 5,07 5,01 Buleleng 3,72 4,06 4,84 4,98 5,60 5,35 5,82 5,84 6,10 Denpasar 3,94 5,03 5,31 5,83 6,05 5,88 6,60 6,83 6,53 Sumber: BPS Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, 2002-2009 (diolah).

Secara keseluruhan, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali selama periode 2001-2009 mengalami fluktuatif. Tragedi bom Bali 1 dan 2 cukup berdampak signifikan terhadap perekonomian Provinsi Bali secara agregat. Berdasarkan Tabel 1.5, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada tahun terjadinya bom Bali 1 (2002) turun sampai 3,04 persen yang pada tahun sebelumnya (2001) sebesar 3,39 persen. Kemudian pada tahun 2006, setelah bom Bali 2 (2005), laju pertumbuhannya turun 5,28 persen yang pada tahun sebelumnya sebesar 5,56 persen.

Tabel 1.5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Selama Tahun 2001-2009 (Persen)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Laju

Pertumbuhan 3,39 3,04 3,57 4,62 5,56 5,28 5,92 5,97 5,33 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2002-2009 (diolah).

Provinsi Bali yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai leading sector-nya, maka kondisi keamanan menjadi salah satu syarat keharusan terlebih karena dua kali terjadinya tragedi bom. Tragedi bom tersebut berdampak sangat besar dan luas terhadap perekonomian provinsi Bali.


(26)

Sektor unggulan memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang dari sektor-sektor lain yang cukup besar. Tragedi bom akan menyebabkan terjadi perubahan perekonomian baik menyangkut pertumbuhan ekonomi, pola dan pergeseran dari sektor-sektor, maupun kondisi daerah-daerah.

1.2. Perumusan Masalah

Secara makro, perekonomian Provinsi Bali terkena guncangan (shock) yaitu berupa tragedi bom Bali 1 dan 2. Dengan adanya tragedi bom tersebut tentunya memberi dampak tersendiri terhadap perekonomian Provinsi Bali, baik dari sisi sektoral maupun spasial. Oleh karena itu, dalam penelitian yang akan penulis lakukan terdapat beberapa permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan diangkat adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali yang diukur melalui perbandingan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita kabupaten/kota terhadap Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom?

2. Bagaimana pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian sebelum dan sesudah tragedi bom?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali yang diukur melalui perbandingan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita kabupaten/kota terhadap Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom.


(27)

2. Menganalisis pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian sebelum dan sesudah tragedi bom.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Bali, diharapkan dapat lebih memerhatikan sektor perekonomian yang benar-benar mendukung dan menjadikan perekonomian di kabupaten/kota tersebut menjadi unggul.

2. Bagi para Akademisi, diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai Provinsi Bali.

3. Bagi Masyarakat Umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan umum tentang Provinsi Bali, khususnya kabupaten/kota dan sektor perekonomian di kabupaten/kota di Provinsi Bali.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada :

1. Analisis PDRB Provinsi Bali menurut lapangan usaha periode 2000-2001 (sebelum bom Bali 1), 2003-2004 (sesudah bom Bali 1 dan sebelum bom Bali 2), 2006-2007 (sesudah bom Bali 2), dan 2008-2009.

2. Analisis PDB Indonesia menurut lapangan usaha periode 2000-2001, 2003-2004, 2006-2007, dan 2008-2009.

3. Analisis Laju pertumbuhan perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2000-2001, 2003-2004, 2006-2007, dan 2008-2009.


(28)

4. Analisis PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2000-2001, 2003-2004, 2006-2007, dan 2008-2009.

5. Pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian di Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom.

6. Posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom.

7. Dampak bom Bali terhadap perekonomian, hanya menganalisis dampak terhadap No. (5) dan No. (6).


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertumbuhan penduduk dan disertai dengan pertambahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Terdapat perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan. Sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik (Todaro, 2003).

Setiap negara umumnya memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan kesejahteraan atau taraf hidup seluruh rakyatnya melalui peningkatan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi menjadi syarat perlu jika suatu negara ingin meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan yang meningkat antara lain dapat diukur dari kenaikan tingkat pendapatan nasional atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi setiap tahunnya (Sukirno, 1985).


(30)

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Guncangan Bom Bali

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan bila seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Sukirno, 1985). Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat petumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil. Untuk daerah, makna pertumbuhan yang tradisional difokuskan pada PDRB suatu provinsi, kabupaten, dan kota.

Menurut Kuncoro (2002), terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:

1. Pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

2. Akumulasi modal.

Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.


(31)

3. Kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi sering disebut sebagai cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berproduksi, atau untuk menghasilkan suatu barang.

Fluktuasi dalam keseluruhan perekonomian berasal dari perubahan penawaran agregat atau permintaan agregat. Para ekonom menyebut perubahan eksogen dalam kurva ini sebagai guncangan (shock) terhadap perekonomian. Guncangan yang menggeser kurva permintaan agregat disebut guncangan permintaan (demand shock), dan guncangan yang menggeser kurva penawaran agregat disebut guncangan penawaran (supply shock). Guncangan ini mengurangi kesejahteraan ekonomi dengan mendorong output dan kesempatan kerja jauh dari tingkat alamiah. Salah satu tujuan dari model penawaran agregat dan permintaan agregat adalah untuk menunjukkan bagaimana guncangan menyebabkan fluktuasi ekonomi.

Tujuan lain dari model tersebut adalah mengevaluasi bagaimana kebijakan makroekonomi dapat menanggapi guncangan ini. Para ekonom menggunakan istilah kebijakan stabilisasi (stabilization policy) untuk mengacu pada tindak kebijakan yang bertujuan mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Terjadinya fluktuasi output dan kesempatan kerja di sekeliling tingkat alami jangka panjangnya sehingga menyebabkan kebijakan stabilisasi memperkecil siklus bisnis dengan mempertahankan output dan kesempatan kerja sedekat mungkin pada tingkat alamiah.


(32)

Gambar 2.1. Agregat Demand dan Agregat Expenditure

AE = Y

AE

AE0 = C + I + G + (X-M) AE1

Y P

AD1 AD0 Y1 Y0 Y

Sumber: Mankiw, 2003.

Pada penelitian ini, tragedi bom Bali 1 dan 2 termasuk ke dalam guncangan (shock) perekonomian dari sisi permintaan. Bom Bali tentunya akan menurunkan jumlah wisatawan yang datang, baik dari dalam maupun luar negeri, sehingga akan berdampak pada menurunnya pendapatan nasional. Penurunan tersebut bisa disebabkan karena menurunnya variabel investasi misalnya, karena adanya bom tersebut sehingga membuat wisatawan menarik diri dari Indonesia. Investasi yang menurun akan membuat AE turun (dari AE0 ke AE1) sehingga akan berdampak pada menurunnya AD (dari AD0 ke AD1), pada gilirannya akan menurunkan pendapatan nasional. Di samping itu, wisatawan yang pergi akan memengaruhi pendapatan sektor-sektor perekonomian yang berhubungan langsung dengan wisatawan.


(33)

2.1.3. Konsep Keamanan

Banyaknya jumlah wisatawan yang datang tentunya di pengarurhi oleh kondisi keamanan. Keamanan juga termasuk dalam salah satu faktor yang memengaruhi kinerja perekonomian. Upaya terciptanya keamanan bukan semata-mata agar lingkungan aman, tetapi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, out come yang dihasilkan oleh seluruh masyarakat adalah rasa aman, tertib, kepastian hukum, dan terlindunginya hak asasi manusia/masyarakat. Dengan kondisi yang aman, tertib, kepatuhan pada hukum, dan terlindunginya hak azasi, maka setiap orang dapat bekerja dengan tenang sesuai profesi masing-masing tanpa ada gangguan. Kerja yang tenang akan mencipakan lapangan pekerjaan, sehingga ekonomi dan bisnis makin baik, yang pada akhirnya menciptakan kesejahteraan (Kompas, 2011).

Dalam memahami konsep dan isu keamanan terdapat beberapa areal bidang kaji keamanan itu tersendiri yakni :

1. Keamanan Militer (military security) sebagai objek utama adalah negara meskipun juga termasuk di dalamnya entitas politik lainnya. Dapat dipahami ancaman di bidang militer ini adalah bagaimana bertahan dari kekuatan persenjataan yang mampu menguasai negara tersebut baik dari segi wilayah maupun kebijakan-kebijakan. Bagi Tradisional Security Studies permasalahan militer merupakan inti dari keamanan itu sendiri. Dalam masalah keamanan militer, instrument penting yang harus dibangun adalah sektor militer (guardian) baik peralatan, persenjataan, teknologi maupun sumberdaya manusia dalam menghadapi lingkungan strategis


(34)

regional dan global serta melindungi kedaulatan negara dari invansi atau penguasaan kedaulatan pihak asing.

2. Keamanan Politik (political security), secara tradisional ancaman didefenisikan dalam terminologi prinsip-prinsip konstitusi , kedaulatan dan ideologi negara. Kedaulatan dapat terancam oleh adanya pengakuan, legitimasi atau otoritas memerintah.

Dimensi politik merupakan bangunan penting dalam menciptakan stabilitas keamanan nasional, dimana hal ini berimplikasi terhadap bagaimana negara sebagai pengatur yang dilegitimasi oleh penduduknya. Elemen-elemen politik baik struktur maupun proses dan sistem politik yang tidak stabil dapat menjadi ancaman terhadap hak-hak warga negaranya.

3. Keamanan Ekonomi (economic security), objek dan ancaman dari keamanan ini agak sulit untuk diturunkan. Secara umum perusahaan-perusahaan mendapatkan ancaman dari kebangkrutan dan kadangkala adanya perubahan hukum yang membuat mereka ilegal atau tidak ada (seperti setelah revolusi komunis). Keamanan ekonomi merupakan bagaimana akses untuk mendapatkan sumberdaya, keuangan dan pasar yang mana merupakan elemen penting dalam kelangsungan tingkat kemakmuran yang dapat diterima dan kekuatan sebuah negara.

Usaha dalam pemenuhan kebutuhan yang terkait dalam bidang ekonomi merupakan hal yang cukup signifikan bagi individu maupun society. Seiring dengan berkembangnya situasi maupun teknologi menghasilkan


(35)

pola-pola hubungan ekonomi yang beragam. Sehingga perkembangan ini dapat memberikan ancaman bagi negara, masyarakat, dan individu untuk mengakses atau memperoleh sumber daya ekonominya. Hal ini dapat terlihat ketika maraknya investasi maupun liberalisasi di sektor ekonomi yang tanpa memperhatikan keamanan ekonomi mengakibatkan hilangnya kesempatan bagi masyarakat maupun individu untuk mengelola sumaber daya ekonominya sendiri. Kejadian ini dapat kita lihat ketika terjadinya krisis yang disebabkan oleh aktor-aktor non-negara.

4. Keamanan Sosial (societal security), objek keamanan itu sendiri berada pada skala identitas kolektif yang luas dimana berfungsi independen dalam sebuah negara seperti bangsa (nations) dan agama.

Nilai, norma, identitas dan budaya merupakan elemen penting bagi sebuah

society, namun dengan kondisi Indonesia saat ini yang terdiri dari beragam suku bangsa (nations) mengakibatkan terjadinya persaingan dalam dinamika sosial untuk memperkuat nilai, identitas, norma dan budaya diantara suku bangsa. Sehingga dalam proses ini tidak dapat terhindrakan pergesekkan antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya. Oleh karena itu perlu adanya perangkat dan alat dalam menjelaskan dan menganalisis fenomena societal security tersebut (Kompasiana, 2011).

2.1.4. Konsep Wilayah

Priyarsono, et al (2007) menyatakan, wilayah diartikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (1) wilayah


(36)

homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, dan (4) wilayah administratif.

1. Wilayah Homogen

Konsep ini dipandang sebagai daerah-daerah geografik yang dikaitkan bersama-sama menjadi satu daerah tunggal, apabila daerah-daerah tersebut memiliki ciri-ciri yang seragam/relatif sama. Ciri-ciri kehomogenan itu dapat bersifat ekonomi misalnya daerah dengan struktur produksi dan konsumsi yang serupa, bersifat geografi misalnya wilayah yang mempunyai topografi/iklim yang sama, bahkan dapat juga bersifat sosial/politik misalnya kepribadian suatu wilayah yang bersifat tradisional kepada partai. Dengan demikian, apabila terjadi suatu perbedaan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya. Wilayah homogen pantai utara Jawa Barat (Indramayu, Subang, dan Karawang) merupakan salah satu contoh wilayah homogen dari segi produksi padi. Dengan kata lain, setiap perubahan yang terjadi di wilayah tersebut, seperti subsidi harga pupuk, perubahan harga padi dan sebagainya akan mempengaruhi seluruh bagian wilayah tersebut dengan proses yang sama.

2. Wilayah Nodal

Wilayah nodal merupakan kesatuan wilayah yang heterogen dan memiliki hubungan yang erat satu sama lain dengan distribusi penduduk manusia, sehingga terbentuk suatu kota-kota besar, kotamadya, maupun desa-desa. Ciri umum pada daerah-daerah nodal adalah penduduk kota tidak tersebar secara merata di antara pusat-pusat yang sama besarnya, melainkan tersebar pula di antara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu hirarki


(37)

perkotaan (urban hierarchy), sehingga timbul ketergantungan antar pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Hal ini menyebabkan terjadinya pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut. Daerah belakang akan menjual barang-barang mentah dan jassa tenaga kerja kepada daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi. Wilayah nodal contohnya adalah Provinsi DKI Jakarta dan Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang mana DKI sebagai daerah inti dan Bodetabek sebagai daerah belakangnya.

3. Wilayah Administrattif

Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintah/politik, seperti: provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW. Hal ini disebabkan dua faktor, yaitu: (1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindakan dari berbagai badan pemerintahan, dan (2) wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan satuan administrasi pemerintah lebih mudah dianalisis.

4. Wilayah perencanaan

Wilayah perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang memperlihatkan kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus memiliki ciri-ciri: (1) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yag berskala ekonomi. (2) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (3) memiliki struktur ekonomi yang homogen, (4) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (5) menggunakan suatu cara


(38)

pendekatan perencanaan pembangunan dan (6) masyarakat dalam wilayah mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya. Wilayah perencanaan yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi adalah BALERANG (Pulau Batam, Pulau Rembang, Pulau Galang), wilayah perencanaan tersebut adalah lintas batas administrasi.

Gunawan (2000) mengatakan, pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, kemampuan sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesabilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan dalam empat wilayah, yaitu:

1. Wilayah Maju

Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju didukung oleh perkembangan sumberdaya yang ada di wilayah tersebut maupun wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokal yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastuktur yang lengkap, seperti jalan, pelabuhan, alat komunikasi dan sebagainya mengakibatkan aksesabilitas yang tinggi terhadap pasar domestik maupun internasional.


(39)

2. Wilayah Sedang Berkembang

Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.

3. Wilayah Belum Berkembang

Potensi sumberdaya alam yang ada pada wilayah ini, keberadaannya masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk masih rendah, aksesabilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur ekonomi wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.

4. Wilayah Tidak Berkembang

Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan tidak adanya sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Pembangunan infrastuktur pun tidak lengkap. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk, kualitas sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih tergolong rendah.

2.1.5. Konsep Pembangunan Wilayah

Wilayah di Indonesia seluruhnya memiliki kontribusi terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Menurut Soegijoko (1997) pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaraan pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah yang diarahkan


(40)

untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antarkota, antardesa, dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang serasi antarsektor maupun antara pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju terciptanya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air.

Pembangunan wilayah adalah hasil dari aktivitas ekonomi pada wilayah tertentu. Hal tersebut meliputi pendapatan per kapita, kesempatan kerja, dan pemerataan. Pembangunan wilayah membandingkan permasalahan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih maju. Di samping itu, dalam pelaksanaan pembangunan wilayah terdapat pihak yang mengatur dan mengambil keputusan untuk memengaruhi perubahan sosial.

2.1.6. Analisis Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen dugunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dab pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah


(41)

relatif tertinggal (low growth and low income) (Kuncoro, 2002).

Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata daerah acuan atau nasional; (2) daerah maju tapi tertekan, daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata daerah acuan atau nasional; (3) daerah berkembang cepat, daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata daerah acuan atau nasional; (4) daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata daerah acuan atau nasional. Dikatakan “tinggi” apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata daerah acuan dan digolongkan “rendah” apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan rata-rata daerah acuan.

2.1.7. Analisis Shift Share dan Leading Sector

Analisis Shift Share (Priyarsono, et al, 2007) adalah salah satu analisis yang digunakan untuk menganalisis berbagai perubahan indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu wilayah tertentu. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah perkembangan dengan cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana perkembangan suatu wilayah bila dibandingkan dengan


(42)

wilayah lainnya, serta dapat menentukan sektor mana yang menjadi leading sector.

Leading sector merupakan sektor yang termasuk dalam kategori

progressive (berkontribusi tinggi dan tumbuh cepat) dan memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) di wilayah tersebut. Di samping itu, Tujuan analisis Shift share adalah untuk menentukan produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Secara skematik model analisis shift share disajikan pada Gambar1. Gambar 2.2. Model Analisis shift share.

Sumber: Priyarsono, et al, 2007.

Berdasarkan Gambar 1, dapat dipahami bahwa pertumbuhan sektor perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu: komponen pertumbuhan nasional (PN) atau komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Dari ketiga komponen tersebut dapat diidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor perekonomian, apakah pertumbuhannya cepat atau lambat. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka pertumbuhan sektor perekonomian

Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) atau Pertumbuhan Regional

Sektor ke i

(sektor ke i)

Wilayah ke

jj (Sektor i)

Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PP) Maju Pp + ppw ≥ 0

Maju Pp + ppw ≥ 0


(43)

termasuk ke dalam kelompok progresif (maju), tetapi apabila PP + PPW ≤ 0

berarti sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat. 1. Komponen Pertumbuhan Nasional/Regional

Komponen pertumbuhan nasional/regional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan antarwilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan barang mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan

price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Timbulnya komponen pertumbuhan pangsa wilayah terjadi karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh akses pasar, dukungan kelembagaan, keunggulan komparatif, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.


(44)

2.1.8. Kegunaan Analisis Shift Share

Analisis Shift Share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat :

1. Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan sektor perekonomian di wilayah yang lebih luas.

2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.

3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.

4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.

2.1.9. Kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan analisis shift share dalam memberikan informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidaklah terlepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis shift share adalah:

1. Persamaan shift share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keperilakuan. Metode shift share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.

2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan wilayah


(45)

tanpa memerhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari wilayah tersebut.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PW) mengasumsikan bahwa perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi diasumsikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Selain itu, analisis shift share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual secara regional, padahal tidak semua demikian.

2.2. Penelitian Terdahulu

Kuncoro (2002) menganalisis tentang penetapan kawasan andalan di Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen. Kawasan andalan Provinsi Kalimantan Selatan terdiri dari kawasan andalan Banjarmasin, Kotabaru, dan Hulu Sungai Selatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Kotabaru merupakan satu-satunya daerah kawasan andalan yang termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh, sedangkan dua daerah lainnya yaitu Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan masing-masing berada pada kategori daerah maju tapi tertekan dan daerah relatif tertinggal.

Usya (2006) menganalisis tentang perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dengan menggunakan analisis Shift Share. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang walaupun pertumbuhannya lambat.


(46)

Harisman (2007), yang menggunakan analisis Shift Share untuk mengidentifikasi struktur perekonomian Provinsi Lampung. Hasil penelitian dengan analisis Shift Share menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung dari sektor primer ke sektor sekunder yang terus meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung.

Purwantina (2009), menganalisis kontribusi, laju pertumbuhan, dayasaing, profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok serta mengidentifikasi sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007. Pada penelitian tersebut, untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi digunakan analisis Shift Share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan. Sedangkan yang terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian. Sektor yang mengalami laju pertumbuhan adalah tercepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor yang memiliki laju pertumbuhan terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian.

Hafsari (2010), menganalisis pola petumbuhan spasial serta pengklasifikasiannya di Provinsi DKI Jakarta menurut analisis Tipologi Klassen. Pada periode 2001-2004, hanya Jakarta Pusat yang menempati kuadran daerah maju dan tumbuh pesat, lalu diikuti oleh Jakarta Utara dan Jakarta Selatan yang menempati kuadran daerah yang masih bisa berkembang pesat, selanjutnya adalah Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu yang menempati kuadran daerah yang sudah jenuh, dan hanya Jakarta Timur yang menempati kuadran yang relatif tertinggal


(47)

dibandingkan dengan daerah acuan DKI Jakarta pada periode tersebut.

Suryantini (2010), menganalisis potensi sektor restoran dan pajak restoran dalam perekonomian Kota Bandung periode 2004-2008. Berdasarkan analisis shift share, sektor restoran menunjukkan perubahan kontribusi terhadap PDRB Kota Bandung yang bernilai positif. Sektor restoran mempunyai nilai pertumbuhan regional (PR) yang positif. Pertumbuhan proporsional (PP) sektor restoran bernilai negatif sedangkan nilai pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) bernilai positif. Selama periode 2004-2008, sektor restoran berada di kuadran IV yang menunjukkan bahwa sektor restoran mempunyai pertumbuhan yang lambat tetapi memiliki dayasaing yang sangat baik bahkan terbesar jika dibandingkan dengan sektor restoran di wilayah-wilayah lain di Jawa Barat.


(48)

2.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran.

Perekonomian Provinsi Bali Periode 2000-2009

Spasial Sektoral

Sebelum Bom

- pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian sebelum dan sesudah tragedi bom. - posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di

Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom. Sebelum Bom

Sesudah Bom Sesudah Bom

Analisis Tipologi Klassen Analisis Shift Share


(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis data time series periode 2000-2009 dan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat. Data yang dikumpulkan berupa data Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan atas dasar harga konstan Provinsi Bali, PDRB per kapita dan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kota Denpasar, dan Provinsi Bali serta data terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak software Microsoft Excel.

3.2. Metode Analisis

3.2.1 Metode Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk menganalisis posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali yang diukur melalui perbandingan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita kabupaten/kota terhadap Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah.

Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah


(50)

yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Aswandi dan Kuncoro, 2002: 27-45).

Gambar 3.1 Klasifikasi Kabupaten/Kota Menurut Tipologi Klassen.

Pertumbuhan Ekonomi (Sumbu y)

PDRB per kapita (Sumbu x)

Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat-maju dan cepat tumbuh,

daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata Provinsi Bali; (2) daerah maju tapi tertekan, daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Bali; (3)

daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Bali; (4) daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Bali. Dikatakan “tinggi” apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di

Kuadran III Daerah Berkembang Cepat

Kuadran IV Daerah Relatif Tertinggal

Kuadran I Daerah Cepat Maju dan

Cepat Tumbuh Kuadran II Daerah Maju tapi


(51)

Provinsi Bali dan digolongkan “rendah” apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali.

3.2.2. Metode Shift Share

Analisis ini digunakan untuk menganalisis pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian sebelum dan sesudah tragedi bom yang dibagi dua periode waktu: 2000-2001 (sebelum bom Bali 1); 2003-2004 (sesudah bom Bali 1 atau sebelum bom Bali 2); 2006-2007 (sesudah bom Bali 2); dan 2008-2009. Analisis ini dapat dilakukan pada tingkat kabupaten/kota provinsi maupun nasional. Terdapat enam langkah utama dalam analisis shift share. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis.

Wilayah analisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota. Jika wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya adalah provinsi atau nasional. Dalam penelitian ini analisis dilakukan di tingkat provinsi (Provinsi Bali) dan wilayah atasnya adalah nasional (Indonesia). 2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis.

Indikator yang umum digunakan adalah pendapatan dan kesempatan kerja. Pendapatan di suatu wilayah dicerminkan oleh nilai PDRB (tingkat kabupaten, kota, atau provinsi) dan PDB (tingkat nasional). Dalam penelitian ini indikator yang digunakan yaitu PDRB Provinsi Bali dan PDB Indonesia.

3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis.

Dalam penelitian ini sektor yang menjadi fokus utama yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor jasa-jasa.


(52)

4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi.

Misal, dalam suatu negara terdapat m wilayah (j = 1,2,3,...,m) dan n sektor ekonomi (i = 1,2,3,...,n).

a. PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun dasar analisis.

Yij=

Di mana:

Y i = PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun dasar analisis,

Yij = produksi dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

b. PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun akhir analisis.

Y’ij = Di mana:

Y’i = PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun akhir analisis,

Y’ij = produksi dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada wilayah j pada tahun akhir analisis.

1. PDB Indonesia pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dirumuskan sebagai berikut:

a. PDB Indonesia pada tahun dasar analisis


(53)

Di mana :

Y.. = PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun dasar analisis,

Yij = produksi provinsi dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada wilayah j pada tahun dasar analisis

b. PDB Indonesia pada tahun akhir analisis.

Y’.. =

Di mana :

Y’.. = PDB Indonesia pada tahun akhir analisis,

Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. 2. Perubahan produksi sektor i pada wilayah j dapat dirumuskan sebagai

berikut.

Δ Yij = Y’ij – Yij Di mana :

Δ Yij = perubahan produksi sektor i pada wilayah j,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis, Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. 3. Persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut.

% Δ Yij = Y’ij – Yij * 100


(54)

5. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi (Produksi/Kesempatan Kerja). a. Rasio produksi sektor i pada wilayah j (ri)

ri = (Y’ij – Yij) Yij Di mana :

ri = rasio produksi sektor i pada wilayah j

Yij = PDRB Provinsi Bali dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada wilayah j pada tahun dasar analisis,

Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. b. Rasio produksi (nasional) sektor i (Ri)

Ri = (Y’i – Yi) Yi Di mana :

Ri = rasio produksi (nasional) sektor i,

Yi = PDB Indonesia dari sektor i pada tahun dasar analisis, Y’i = PDB Indonesia dari sektor i pada tahun akhir analisis. c. Rasio produksi (nasional) (Ra)

Ra = (Y’.. – Y..) Y.. Di mana :

Ra = rasio PDB Indonesia,

Y.. = PDB Indonesia pada tahun dasar analisis, Y’.. = PDB Indonesia pada tahun akhir analisis.


(55)

6. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah a. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)

PNij = (Ra) Yij Di mana :

PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri – Ra) Yij Di mana :

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri – Ri) Yij Di mana :

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Apabila:

PPW ij > 0, maka sektor/wilayah j mempunyai dayasaing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i.

PPW ij < 0, maka sektor/wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya.


(56)

3.3. Konsep dan Definisi Data 3.3.1 Konsep Data

Analisis pertumbuhan perekonomian daerah dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen dan shift share. Analisis Tipologi Klassen dan shift share dapat dipermudah dengan menggunakan software komputer, yaitu program Microsoft Excel Windows Seven. Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi atau menganalisa pertumbuhan perekonomian di Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom, baik dari sisi sektoral maupun spasial.

3.3.2. Definisi Operasional

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah besaran output yang dihasilkan oleh suatu daerah atau keseluruhan nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Oleh karena itu besaran PDRB sering digunakan sebagai indikator dalam menilai kinerja perekonomian suatu daerah, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber dayanya.

2. PDRB atas dasar harga konstan

PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi. PDRB yang disajikan atas dasar harga konstan akan menggambarkan tingkat pertumbuhan riil perekonomian suatu daerah baik secara agregat maupun sektoral. PDRB atas dasar harga konstan juga bertujuan untuk melihat


(1)

Lampiran 7. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 (Persen)

No Kabupaten/Kota 2008 2009 Rata-rata

1 Jembrana 5,05 4,82 4,94

2 Tabanan 5,22 5,44 5,33

3 Badung 6,91 6,39 6,65

4 Gianyar 5,90 5,93 5,92

5 Klungkung 5,07 4,92 5,00

6 Bangli 4,02 5,71 4,87

7 Karangasem 5,07 5,01 5,04

8 Buleleng 5,84 6,10 5,97

9 Denpasar 6,83 6,53 6,68

Bali 5,97 5,33 5,65

Sumber: BPS Kabupaten/Kota dan Provinsi Bali, 2010 (diolah).

Lampiran 8. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 (Rupiah)

No Kabupaten/Kota 2008 2009 Rata-rata

1 Jembrana 6.191.398 6.434.879 6.313.139

2 Tabanan 5.390.253 5.641.526 5.515.890

3 Badung 12.484.863 13.031.483 12.758.173

4 Gianyar 6.882.678 7.223.660 7.053.169

5 Klungkung 7.071.598 7.382.866 7.227.232

6 Bangli 4.533.049 4.743.457 4.638.253

7 Karangasem 4.309.699 4.514.673 4.412.186

8 Buleleng 4.921.434 5.168.247 5.044.841

9 Denpasar 8.398.163 8.851.178 8.624.671

Bali 7.082.094 7.386.166 7.234.130


(2)

Lampiran 9. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2000-2001

Sektor PDRB (Juta Rupiah) Perubahan (Juta Rupiah) Persen

2000 2001

1 1.447.768 1.487.689 39.921 2,757

2 55.244 55.939 695 1,258

3 635.446 664.719 29.273 4,607

4 109.923 121.938 12.015 10,930

5 329.725 340.190 10.465 3,174

6 2.377.976 2.433.981 56.005 2,355

7 961.846 1.014.422 52.576 5,466

8 494.996 511.145 16.149 3,262

9 1.108.917 1.147.047 38.130 3,438

7.521.841 7.777.070 255.229 3,393

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2002 (diolah). Keterangan:

1. Sektor Pertanian 6. Sektor Perdag.,Hotel, & Restoran

2. Sektor Pertambangan & Penggalian 7. Sektor Kom. & Pengangkutan

3. Sektor Industri Pengolahan 8. Sektor Keu. & Jasa Perusahaan

4. Sektor Listrik, Gas, & Air Bersih 9. Sektor Jasa-Jasa

5. Sektor Bangunan

Lampiran 10. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2000-2001

Sektor PDB (Juta Rupiah) Perubahan (Juta Rupiah) Persen

2000 2001

1 66.208.900 67.318.500 1.109.600 1,676

2 38.896.400 39.401.300 504.900 1,298

3 104.986.900 108.272.300 3.285.400 3,129

4 6.574.800 7.111.900 537.100 8,169

5 23.278.700 24.308.200 1.029.500 4,422

6 63.498.300 65.824.600 2.326.300 3,664

7 29.072.100 31.338.900 2.266.800 7,797

8 27.449.400 28.932.300 1.482.900 5,402

9 38.051.500 39.245.400 1.193.900 3,138

398.017.000 411.753.400 13.736.400 3,451


(3)

Lampiran 11. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2000-2001 (Nilai

Ra, Ri, dan ri)

No Ra Ri ri

1 0,035 0,0167591 0,0275742

2 0,035 0,0129806 0,0125806

3 0,035 0,0312934 0,0460669

4 0,035 0,0816907 0,1093038

5 0,035 0,0442250 0,0317386

6 0,035 0,0366356 0,0235515

7 0,035 0,0779717 0,0546616

8 0,035 0,0540230 0,0326245

9 0,035 0,0313759 0,0343849

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2002 (diolah).

Lampiran 12. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2003-2004

Sektor PDRB (Juta Rupiah) Perubahan (juta rupiah) persen

2003 2004

1 4.250.688 4.406.176 155.488 3,658

2 123.627 129.042 5.415 4,380

3 1.844.092 1.912.465 68.373 3,708

4 281.078 293.696 12.618 4,489

5 740.076 777.746 37.670 5,090

6 5.843.224 6.114.703 271.479 4,646

7 1.950.762 2.051.579 100.817 5,168

8 1.354.382 1.462.273 107.891 7,966

9 2.692.966 2.815.563 122.597 4,552

19.080.895 19.963.243 882.348 4,624

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2005 (diolah).

Lampiran 13. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2003-2004

No Sektor perekonomian Tahun Perubahan

(juta rupiah) persen

2003 2004

1 Pertanian 240387300 247163600 6776300 2,819

2 Pertambangan & penggalian 167603800 160100500 -7503300 -4,477

3 Industri Pengolahan 441754900 469952400 28197500 6,383

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 10349200 10897600 548400 5,299

5 Bangunan 89621800 96334400 6712600 7,490

6 Perdag., Hotel & Restoran 256516600 271142200 14625600 5,702

7 Pengangkutan & Komunikasi 85458400 96896700 11438300 13,385


(4)

Lampiran 14. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2003-2004 (Nilai

Ra, Ri, dan ri)

No. Ra Ri ri

1 0,050 0,0281891 0,0365795

2 0,050 -0,0447681 0,0438011

3 0,050 0,0638306 0,0370768

4 0,050 0,0529896 0,0448915

5 0,050 0,0748992 0,0509002

6 0,050 0,0570162 0,0464605

7 0,050 0,1338464 0,0516808

8 0,050 0,0765731 0,0796607

9 0,050 0,0537625 0,0455249

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2005 (diolah).

Lampiran 15. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2006-2007

No Lapangan Usaha PDRB (juta rupiah)

perubahan pdrb (juta rupiah)

persen

2006 2007

1 Pertanian 4779419 4898454 119035 2,491

2

Pertambangan dan

Penggalian 137571 141658 4087 2,971

3 Industri Pengolahan 2097825 2289788 191963 9,151

4

Listrik, Gas, dan Air

Bersih 330019 356044 26025 7,886

5 Bangunan 857214 909436 52222 6,092

6

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 6830202 7348126 517924 7,583

7

Pengangkutan dan

Komunikasi 2323287 2575564 252277 10,859

8

Keuangan, persewaan,

dan Jasa Perusahaan 1673782 1734273 60491 3,614

9 Jasa-jasa 3155360 3243704 88344 2,800

Total 22184679 23497047 1312368 5,916


(5)

Lampiran 16. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2006-2007

No Lapangan Usaha PDB (juta rupiah) Perubahan pdrb

(juta rupiah persen

2006 2007

1 Pertanian 262402800 271509300 9106500 3,470

2

Pertambangan dan

Penggalian 168031700 171278400 3246700 1,932

3

Industri

Pengolahan 514100300 538084600 23984300 4,665

4

Listrik, Gas, dan

Air Bersih 12251000 13517000 1266000 10,334

5 Bangunan 112233600 121808900 9575300 8,532

6

Perdagangan,

Hotel, dan Restoran 312518700 340437100 27918400 8,933

7

Pengangkutan dan

Komunikasi 124808900 142326700 17517800 14,036

8

Keuangan, persewaan, dan

Jasa Perusahaan 170074300 183659300 13585000 7,988

9 Jasa-jasa 170705400 181706000 11000600 6,444

Total 1847126700 1964327300 117200600 6,345

Sumber: BPS Pusat, 2008 (diolah).

Lampiran 17. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2006-2007 (Nilai

Ra, Ri, dan ri)

No Lapangan Usaha Ra Ri ri

1 Pertanian 0,063 0,034704 0,024906

2 Pertambangan dan Penggalian 0,063 0,019322 0,029708

3 Industri Pengolahan 0,063 0,046653 0,091506

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,063 0,103339 0,078859

5 Bangunan 0,063 0,085316 0,060921

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0,063 0,089334 0,075829

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,063 0,140357 0,108586

8 Keuangan, persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,063 0,079877 0,036140

9 Jasa-jasa 0,063 0,064442 0,027998


(6)

Lampiran 18. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2008-2009

No Sektor Perekonomian 2008 (Juta Rupiah) 2009 (Juta Rupiah) Perubahan

(juta rupiah) persen

1 Pertanian 4947826 5208019 260193 5,259

2

Pertambangan &

Penggalian 146645 154371 7726 5,269

3

Industri

Pengolahan 2476901 2610481 133580 5,393

4

Listrik, Gas, & Air

Bersih 388034 406309 18275 4,710

5 Bangunan 970462 979289 8827 0,910

6

Perdag., Hotel &

Restoran 7962252 8479547 517295 6,497

7

Pengangkutan &

Komunikasi 2805245 2948135 142890 5,094

8

Keu. Persewaan &

Jasa Perush. 1808488 1855985 47497 2,626

9 Jasa-jasa 3394718 3586139 191421 5,639

Total 24900571 26228275 1327704 5,332

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2010 (diolah).

Lampiran 19. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2008-2009

No

Sektor

Perekonomian 2008 2009

Perubahan

(juta rupiah) persen

1 Pertanian 284620700 296369300 11748600 4,128

2

Pertambangan &

Penggalian 172442700 179974900 7532200 4,368

3

Industri

Pengolahan 557764400 569550800 11786400 2,113

4

Listrik, Gas, & Air

Bersih 14993600 17059800 2066200 13,781

5 Bangunan 130951600 140184200 9232600 7,050

6

Perdag., Hotel &

Restoran 363813500 367958800 4145300 1,139

7

Pengangkutan &

Komunikasi 165905500 191674000 25768500 15,532

8

Keu. Persewaan &

Jasa Perush. 198799600 208832200 10032600 5,047

9 Jasa-jasa 193024300 205371500 12347200 6,397

Total 2082315900 2176975500 94659600 4,546