UJI KEBERADAAN ENZIM EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) PADA Klebsiella pneumonia DARI ISOLAT KLINIK RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK DAN LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG PERIODE OKTOBER - DESEMBER 2011

(1)

UJI KEBERADAANENZIM EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) PADAKlebsiella pneumonia DARI ISOLAT KLINIK RUMAH

SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK DAN LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG PERIODE

OKTOBER - DESEMBER 2011

(Skripsi)

Oleh

IWAN SARAGIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

ABSTRACT

TESTING THE EXISTENCE OF EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES ENZYMES (ESBL) INKlebsiella pneumoniaFROM CLINICAL ISOLATES FROM ABDUL MOELOEK HOSPITAL AND

LAMPUNG PROVINCIAL REGIONAL HEALTH LABORATORY PERIOD OCTOBER - DECEMBER 2011

By

IWAN SARAGIH

Klebsiella pneumoniaeis a nosocomial pathogen that can cause intensive consolidation in the lungs, urinary tract infections, and septicemia. The extends use of betalaktam antibiotics as therapy has led to the emergence of resistance to the betalaktamase enzyme. The third cephalosporin generation that previously can overcome betalaktamase enzyme also develop resistance because of a mutation that caused the emergence of extended spectrum betalactamases

enzymes (ESBL). These enzymes are easily transferred to other bacteria, resisten to many other antibiotics, cause higher morbidity and mortality rate.

The purpose of this study was to determine the presence of ESBL enzymes in Klebsiella pneumoniafrom clinical isolates from Abdul Moeloek Hospital and


(3)

Lampung Province Regional Health Laboratory as a cause of resistance to third cephalosporins generation.

The research method is an experimental laboratory. Samples were taken from 20 isolates of Klebsiella pneumoniain Bandar Lampung period of October to December 2011. Screening using Kirby Bauer diffusion method and the confirmation test with Double Disk Synergy Test.

The results showed the prevalence of ESBL producingKlebsiella pneumoniain Bandar Lampung was 30 % (6/20).

Keywords: Klebsiella pneumonia, Double Disk Synergy Test, ESBL


(4)

ABSTRAK

UJI KEBERADAAN ENZIMEXTENDED SPECTRUM BETA

LACTAMASE(ESBL) PADAKlebsiella pneumonia DARI ISOLAT KLINIK RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK DAN LABORATORIUM

KESEHATAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG PERIODE OKTOBER - DESEMBER 2011

Oleh

IWAN SARAGIH

Klebsiella pneumoniamerupakan patogen nosokomial yang dapat menyebabkan konsolidasi intensif pada paru-paru, infeksi saluran kemih, dan sepsis.

Penggunakan antibiotik golongan betalaktam yang meluas sebagai terapi telah menimbulkan resistensi dengan munculnya enzim betalaktamase. Sefalosporin generasi ketiga yang sebelumnya dapat mengatasi enzim betalaktamse juga mengalami resistensi karena terjadinya mutasi yang menyebakan munculnya enzimextended spectrum betalactamase (ESBL ). Enzim ESBL ini mudah dipindahkan ke bakteri lain, resisten terhadap banyak antibiotik lain,

menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan enzim ESBL pada Klebsiella pneumoniadari isolat klinik Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek dan


(5)

Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung sebagai penyebab resistensi terhadap sefalosporin generasi ketiga.

Metode penelitian merupakan eksperimental laboratorik. Sampel diambil dari 20 isolatKlebsiella pneumoniadi Bandar Lampung selama bulan Oktober-Desember 2011. Uji saring dengan menggunakan metode difusi Kirby Bauer dan uji

konfirmasi denganDouble Disk Synergy Test.

Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi bakteriKlebsiella pneumonia penghasil ESBL di Bandar Lampung sebesar 30 % (6/20).


(6)

UJI KEBERADAANENZIM EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) PADAKlebsiella pneumonia DARI ISOLAT KLINIK RUMAH

SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK DAN LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG

PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2011

Oleh

IWAN SARAGIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(7)

Judul Skripsi :UJI KEBERADAANENZIM EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE(ESBL) PADAKlebsiella pneumonia DARI ISOLAT KLINIK RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK DAN LABORATORIUM KESEHATAN

DAERAH PROVINSI LAMPUNG PERIODE OKTOBER -DESEMBER 2011

Nama Mahasiswa : Iwan Saragih Nomor Pokok Mahasiswa : 0718011063

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara., M. Kes., Sp. MK dr. Ety Apriliana, M. Biomed NIP. 195012231977102001 NIP. 197804292002122002

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001


(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M. Kes., Sp. MK

Sekretaris :dr. Ety Apriliana, M. Biomed

Penguji

Bukan Pembimbing :Dra. C.N. Ekowati, M. Si

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangraya, Simalungun pada tanggal 5 Juni 1988, sebagai anak kelima dari lima bersaudara, dari Bapak W. Saragih dan Ibu D. Silalahi.

Riwayat pendidikan diawali dengan bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Pemandai di Pematangraya, Sekolah Dasar (SD) negeri 2 Pematangraya, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) negeri 2 Pematangraya, Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri 3 Pematangsiantar, dan akhirnya pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi merupakan tugas akhir sebelum penulis memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dan melanjutkan pendidikan profesi dokter.


(10)

Sebab Aku ini mengetahui rancangan- rancangan

apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,

demikanlah firman TUHAN, yaitu rancangan

damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,

untuk memberikan kepadamu hari depan yang

penuh harapan (Yehezkiel 29:12).


(11)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur pada Allah Tritunggal, Bapa yang terkasih, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang selalu menyertai dan menguatkanku, sehingga aku dapat

menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih buat anugerah yang Tuhan berikan dalam hidupku setiap harinya termasuk anugerah dalam pengerjaan skripsi ini.

Kupersembahkan karya kecilku ini buat Bapakku dan buat Mamakku.

Terimakasih buat kerja keras kalian yang telah berlelah-lelah agar aku tetap bisa bersekolah bahkan sampai ke tingkat perguruan tinggi. Buat abang dan kakak, bang Ando dan Ika, keponakanku Kesy, Tesa, bang Adi dan K Tina, bang Rogan, bang Kiki. Terimakasih buat semua doa, saran, nasehat, dan dukungan yang kalian berikan. Kiranya kasih karunia Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai dan melindungi kita semua. Amin.


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

melimpahkan segala kasih, karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“UJIKEBERADAAN ENZIM

EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE(ESBL) PADAKlebsiella pneumonia DARI ISOLAT KLINIK RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK DAN LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG PERIODE OKTOBER - DESEMBER 2011”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan dan untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Lampug.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat masukan, bantuan, dorongan, semangat, bimbingan, saran, dan kritik dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara., M. Kes., Sp.MK., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(13)

3. dr. Ety Apriliana, M.Biomed., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Dra. C.N. Ekowati, M.Si., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terimakasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan; 5. dr. Fidha Rahmayani, selaku dosen Pembimbing Akademik saya; 6. Staf laboratorium mikrobiologi RSAM, Bu Neneng dan Pak Yudi, staf

LABKESDA, Pak Lamiran. Trimakasih buat bantuannya dalam menyediakan isolat bakteri untuk diteliti;

7. Seluruh staf Tata Usaha FK Unila dan pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan dukungannya;

8. Orang tuaku Bapak dan Mamak, abang dan kakak, keponakan. Terimakasih buat doa, nasehat, semangat yang yang selalu kalian berikan;

9. Partner skripsiku, Erich, tim mikrobiologi k Egy, k Febri, Rian, Andy, Defi dan Fira, trimakasih buat bantuannya, Uli trimakasih buat kameranya; 10. Mas Bayu yang sudah banyak membantu dan memberikan masukan dalam

proses pengerjaan di laboratorium mikrobiologi, Mas Heri yang sudah mau menunggu sampe selesai ngelab,pak Pangat dan bang Dai terima kasih bantuannya menyediakan ruang seminar;

11. Roi, Rini, Rian, Andy, Shitrai, terima kasih sudah membantu menyediakan perlengkapan seminar dan kompre;

12. Buat teman-teman pengurus Permakomedis, Debora, Advi, Lewi, Hema, Yeni, Rani, Patrick, Ogy, Mery, Pahala. Terimakasih buat doa kalian semua;


(14)

13. Kawan kawan yang selalu memberi semangat, k Nindy, Rode, Zul;

14. Adi beserta basecampnya, Andy, Erich; Pahala, Heri. Trimakasih buat bantuannya mengolah data dan juga mie rebusnya di malam-malam lembur yang membuat lapar;

15. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Trimakasih buat segala bantuannya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2012

Penulis,


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xvi

DAFTAR GAMBAR……… xvii

I. PENDAHULUAN………..………... 1

A. Latar Belakang……….. 1

B. Rumusan Masalah………... 4

C. Tujuan penelitian……….………….. 5

D. Manfaat Penelitian……….………… 5

E. Kerangka Teori……….……… 6

F. Kerangka Konsep……….………. 8

G. Hipotesis ……….. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA………10

A. Klebsiella pneumonia………... 10

B. Sefalosporin generasi ketiga:seftazidim dan sefotaksim…………..11

C. Extended spectrum β-lactamase(ESBL)………. 13

D. Uji saring (screening) terhadapextended spectrum β-lactamase (ESBL)……….15

E. Uji konfirmasi terhadap ESBL dengan metodeDouble Disk Synergy Test……….………17


(16)

xv

III. METODE PENELITIAN……..………. ………… 18

A. Tempat dan Waktu Penelitian………... 18

B. Bahan dan Alat Penelitian……….…… 18

C. Desain Penelitian……….. 19

D. Prosedur Penelitian………... 20

E. Populasi dan Sampel Penelitian………. 24

F. Kriteria Inklusi dan Ekslusi………... 24

G. Variabel Penelitian………... 24

H. Definisi Operasional……….. 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. ……….. 26

A. Hasil Penelitian………...26

B. Pembahasan………... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN……….. 37

A. Simpulan………... 37

B. Saran ………. 38

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Interpretasi ukuran zona untuk bakteri yang cepat tumbuh

menggunakan teknik Kirby-Bauer yang dimodifikasi……… 17 2. Hasil uji saring isolatKlebsiella pneumoniaterhadap sefotaksim

dan seftazidim………....……... 27 3. Hasil uji Double Disk Synergy Testterhadap isolatKlebsiella

pneumonia………..….. 28 4. Hasil uji Double Disk Sinergy Testberdasarkan asal isolat…... 29 5. Pola kepekaanKlebsiellasp terhadap antibiotik selama

Oktober- Desember 2011 di LABKESDA……… 44 6. Pola kepekaanKlebsiellasp terhadap antibiotik selama


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Konsep……….. 8

2. Peningkatan zona hambat ke arah amoksiklav………. 20

3. Prosedur Penelitian ………... 23

4. IsolatKlebsiella pneumonia12positif ESBL……….. 29

5. IsolatKlebsiella pneumonia21 negatif ESBL………. 30

6. Klebsiella pneumonia20 sensitif sefotaksim dan seftazidim…….. 48

7. Klebsiella pneumonia 7 intermediet seftazidim dan resisten sefotaksim ……… 48

8. Klebsiella pneumonia4 positif ESBL………...49

9. Klebsiella pneumonia5 positif ESBL……… 49

10.Klebsiella pneumonia7 positif ESBL……… 50

11.Klebsiella pneumonia12 positif ESBL………... 50

12.Klebsiella pneumonia15 positif ESBL………. 51

13.Klebsiella pneumonia22 positif ESBL………. 51

14.Klebsiella pneumonia1 negatif ESBL……….. 52

15.Klebsiella pneumonia8 negatif ESBL……….. 52

16.Klebsiella pneumonia19 negatif ESBL……… 53


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae bersifat anaerob fakultatif, memiliki struktur antigenik yang komplek, dan menghasilkan berbagai toksin yang mematikan. Salah satu anggota famili Enterobacteriaceae yaituKlebsiella pneumonia. Bakteri ini berada dalam sistem pernafasan dan pencernaan kurang lebih 5% pada individu normal dan merupakan patogen oportunistik karena hanya mempengaruhi individu dengan daya tahan tubuh yang lemah. Klebsiella pneumoniajuga merupakan patogen nosokomial yang dapat menimbulkan konsolidasihemorrhagicintensif pada paru-paru. Kadang-kadang bakteri ini menyebabkan infeksi saluran kemih dan sepsis pada penderita dengan daya tahan tubuh yang lemah (Brookset al.,2005).

Sebagai langkah penanganan infeksiKlebsiella pneumonia, antibiotik golongan betalaktam merupakan antibiotik yang paling sering digunakan. Dengan berjalannya waktu, antibiotik ini mengalami resistensi akibat dihasilkannya enzim betalaktamase oleh bakteri. Produksi enzim


(20)

2

betalaktamase ini merupakan mekanisme utama terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik betalaktam dengan cara menghidrolisis cincin betalaktam pada antibiotik (Al-Jasser, 2006).

Untuk menangani masalah tersebut, maka pada tahun 1980-an sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas dipasarkan untuk mengatasi bakteri resisten penghasil enzim betalaktamase. Antibiotik ini lebih disukai dan lebih banyak digunakan karena absorbsinya tidak dipengaruhi makanan, bersifat bakterisidal, mempunyai efek nefrotoksik yang lebih kecil dibanding

polimiksin dan aminoglikosida. Namun, seiring penggunaan antibiotik yang meluas, timbul permasalahan baru dengan munculnya bakteri resisten yang telah bermutasi menghasilkan enzimExtended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Enzim ESBL ini dapat menghidrolisis penisilin, sefalosporin generasi pertama, kedua, ketiga, dan aztreonam (kecuali sefamisin dan karbapenem). Aktivitas enzim ESBL dapat dihambat oleh inhibitor

betalaktamase seperti asam klavulanat. Gen pengkode enzim ESBL berada di plasmid yang mudah dipindahkan ke bakteri lain sehingga terjadi penyebaran resistensi (Winarto, 2009). Bakteri yang paling banyak memproduksi enzim ESBL adalah bakteri famili Enterobacteriaceae, terutamaKlebsiella

pneumoniadanEscherichia coli(Afunwaet al.,2011).

Bakteri penghasil enzim ESBL telah banyak dideteksi secara global dan didapatkan suatu peningkatan dengan prevalensi yang berbeda dari suatu negara ke negara lain dan dari suatu institusi ke institusi lainnya (Al-Jasser,


(21)

3

2006). Jenis enzim ESBL sekarang diperkirakan lebih dari 500 enzim yang berbeda dengan berbagai tingkat resistensi terhadap penisilin, sefalosporin, inhibitor betalaktamase, dan monobaktam (Shanti and Sekar, 2010).

Studi yang dilakukan oleh PEARLS (The Pan European Antimicrobial

Resisstance using Local Surveillance) tahun 2001-2002 didapatkan persentase bakteriKlebsiella pneumoniapenghasil enzim ESBL sebesar 18,2 %. Hasil tertinggi didapatkan di Mesir sebesar 38,5 % dan tingkat terendah didapatkan di Belanda yang hanya 2 % (Al-Jasser, 2006). Di Indonesia hanya ada sedikit laporan tentang bakteri penghasil enzim ESBL, sehingga menyulitkan terapi antibiotik, terutama pada pasien dengan infeksi yang disebabkan oleh anggota Enterobacteriaceae, khususnyaKlebsiella pneumonia(Herwanaet al.,2008).

Munculnya isolat penghasil enzim ESBL memiliki keterlibatan klinis dan terapeutik yang penting. Pertama, pada kebanyakan isolat bakteri, penentu resistensi untuk produksi enzim ESBL terdapat pada plasmid yang dapat dengan mudah dipindahkan ke bakteri lain. Kedua, penyebaran resistensi terhadap sefalosporin spektrum luas semakin membatasi kegunaan antibiotik kelas betalaktam dan dapat menyebabkan peningkatan peresepan yang lebih banyak dari antibiotik spektrum luas dan obat-obatan mahal seperti imipenem. Selain itu, isolat resisten mungkin luput dari deteksi dengan uji kepekaan rutin yang dilakukan oleh laboratorium mikrobiologi klinis yang dapat

mengakibatkan hasil terapi yang merugikan. Yang lebih penting lagi, seleksi antibiotik untuk pengobatan infeksi serius bakteri penghasil enzim ESBL


(22)

4

merupakan suatu tantangan klinis karena sifat kompleks dalam korelasi pengujian kepekaan secara in vitro dan in vivo. Mungkin tantangan terbesar terletak dalam mengatasi penyebaran yang luas yang tidak disadari oleh kalangan dokter terhadap organisme resisten karena pelaporan yang kurang oleh pihak laboratorium mikrobiologi (Paterson and Bonomo, 2005). Selain itu, dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa bakteri penghasil enzim ESBL menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan bakteri non-ESBL (Winarto, 2009).

Di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek dan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung sendiri belum dilakukan pengujian untuk mengetahui keberadaan enzim ESBL dari isolat klinik. Pengujian ini perlu dilakukan mengingat dampak klinis yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri penghasil enzim ESBL menimbulkan tantangan yang besar dalam penanganan terhadap pasien.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini adalah :

Apakah isolatKlebsiella pneumoniayang berhasil diisolasi dari isolat klinik selama tiga bulan ( Oktober–Desember 2011) di Bandar Lampung

memproduksi enzimExtended Spectrum Beta Lactamase(ESBL) sebagai penyebab resistensi terhadap sefalosporin generasi ketiga (seftazidim dan sefotaksim) ?


(23)

5

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan enzim ESBL padaKlebsiella pneumoniadari isolat klinik Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek dan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung sebagai penyebab resistensi terhadap sefalosporin generasi ketiga (seftazidim dan sefotaksim).

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui prevalensi infeksiKlebsiella pneumoniadari isolat klinik di Bandar Lampung selama tiga bulan (Oktober–

Desember 2011).

b) Mengetahui hasil pemeriksaan uji saring terhadap sefotaksim dan seftazidim.

c) Mengetahui hasil pemeriksaan uji konfirmasi terhadap keberadaan enzim ESBL padaKlebsiella pneumonia.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian mikrobiologi mengenaiKlebsiella pneumonia


(24)

6

yang resisten terhadap sefalosporin generasi ketiga sebagai akibat dihasilkannya enzim ESBL.

2. Bagi instansi terkait, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan untuk penatalaksanaan infeksi olehKlebsiella pneumonia. 3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai acuan atau bahan pustaka untuk

penelitian lebih lanjut.

E. Kerangka Teori

Klebsiella pneumoniamerupakan flora normal yang berada pada sistem pernafasan dan pencernaan kurang lebih pada 5% individu normal dan merupakan patogen oportunistik karena hanya mempengaruhi individu dengan daya tahan tubuh yang lemah dan menderita penyakit dasar seperti diabetes melitus dan penyakit paru obstruktif kronis. Sebagai patogen oportunistik, Klebsiella pneumoniadapat menyebabkan pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sepsis. InfeksiKlebsiella pneumoniadi rumah sakit dapat menyebar dari pasien ke pasien, personel dan peralatan medis yang tidak steril, dan pengobatan secara parenteral. Prevalensi infeksi bakteriKlebsiella pneumoniatentu akan tinggi jika kontrol terhadap hal-hal di atas tidak

dilakukan dengan ketat (Brookset al.,2005).

Infeksi yang disebabkanKlebsiella pneumonia paling sering ditangani mengggunakan antibiotik betalaktam. Namun, dengan meningkatnya pemakaian antibiotik tersebut menyebabkan munculnya bakteri yang resisten


(25)

7

akibat mekanisme selektif yang membunuh bakteri yang peka dan

membiarkan tumbuh bakteri yang mampu bertahan (Urba´neket al., 2007). Mekanisme utama dari resistensi antibiotik adalah dengan dihasilkannya enzim betalaktamase yang mampu menghidrolisis cincin betalaktam (Goodman and Gilman, 2008).

Untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik terhadap bakteri yang

dimediasi enzim betalaktamase, maka pada awal tahun 1980-an sefalosporin generasi ketiga diperkenalkan ke dalam praktek klinis. Saat pertama kali diperkenalkan, sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson, seftazidim, dan sefotaksim stabil terhadap enzim betalaktamase. Namun, mekanisme selektif yang dikaitkan dengan penggunaan intensif betalaktam-oxyimino terutama sefalosporin generasi ketiga telah mendorong munculnya jenis enzim betalaktamase baru. Dalam beberapa tahun bakteri Gram negatif yang diperoleh dari rumah sakit sepertiKlebsiella pneumoniamulai memproduksi jenis betalaktamase yang telah bermutasi yaitu enzimExtended Spectrum Beta Lactamase(ESBL) yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap sefalosporin generasi ketiga, monobaktam misalnya aztreonam. Produksi enzim ESBL ini diatur oleh gen yang berada pada plasmid yang dapat dengan mudah ditransfer ke bakteri lain (Paterson, 2006).

Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan enzim ESBL yaitu dengan metode fenotipik yang mendeteksi kemampuan enzim ESBL menghidrolisis berbagai sefalosporin. Langkah pertama dengan terlebih


(26)

8

dahulu melakukan uji saring dengan metode Kirby Bauer menggunakan antibiotik sefotaksim dan seftazidim untuk mengetahui tingkat kepekaannya sesuai dangan standard yang ditetapkan oleh CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute) (Severinet al, 2010). Klebsiella pneumoniayang memberikan hasil intermediet atau resisten terhadap salah satu antibiotik sefotaksim atau seftazidim, selanjutnya dilakukan uji konfirmasi

menggunakan metodeDouble Disk Synergy Test(Paterson and Bonomo, 2005).

F. Kerangka Konsep

Gambar 1.Kerangka Konsep

ESBL (+) Klebsiella pneumonia

intermediet atau resisten seftazidim, sefotaksim Klebsiella pneumonia

sensitif seftazidim sefotaksim

Klebsiella pneumonia


(27)

9

G. Hipotesis

Terdapat isolatKlebsiella pneumonia yang memproduksi enzimExtended Spectrum Beta Lactamase(ESBL) sebagai penyebab resistensi terhadap sefalosporin generasi ketiga (seftazidim dan sefotaksim) pada isolat klinik Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek dan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klebsiella pneumonia

Taksonomi dariKlebsiella pneumonia: Domain :Bacteria

Phylum :Proteobacteria

Class :Gamma Proteobacteria Ordo :Enterobacteriales Family :Enterobacteriaceae Genus :Klebsiella

Species :Klebsiella pneumoniae(Ramsey, 2011)

Klebsiella pneumoniamerupakan bakteri Gram negatif berukuran 2,0–3,0 x 0,6 µm, merupakan flora normal pada saluran usus dan pernafasan, hidup fakultatif anaerob. Klebsiella pneumoniamempunyai kapsul yang besar sehingga pada kultur koloninya terlihat sangat mukoid. Klebsiella pneumonia menyebabkan infeksi pada paru-paru misalnya pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sepsis pada penderita dengan daya tahan tubuh yang lemah (Brookset al., 2005).


(29)

11

Isolat dari rumah sakit sering menampilkan fenotipe resisten antibiotik, sementara isolat resisten dan unsur-unsur genetik juga bisa menyebar ke komunitas. Infeksi nosokomial disebabkan oleh sangat beragamnya strain Klebsiella pneumoniayang merupakan patogen oportunis, bukan patogen sebenarnya, karena kebanyakan mempengaruhi pasien dengan sistem imun yang lemah. Sebaliknya, infeksi komunitas serius karenaKlebsiella pneumoniadapat mempengaruhi orang-orang sehat. Secara historis,

Klebsiella pneumoniadigambarkan sebagai agenFriedlander’spneumoniae, yaitu radang paru-paru berat dari pneumonia lobar dengan angka kematian yang tinggi. Klebsiella pneumoniamasih salah satu penyebab utama pneumonia komunitas di beberapa negara (Brisseet al.,2009).

Faktor-faktor yang terlibat dalam virulensi dari strainKlebsiella pneumonia termasuk serotipe kapsuler, lipopolisakarida, sistemironscavenging, adhesin fimbrial dan non-fimbrial. Kapsul polisakarida yang mengelilingiKlebsiella pneumoniamelindungi terhadap aksi fagositosis dan bakterisidal serum dan dapat dianggap sebagai penentu virulensi yang paling penting dariKlebsiella pneumonia(Brisseet al.,2009).

B. Sefalosporin Generasi Ketiga: seftazidim dan sefotaksim

Cephalosporium acremonium, sumber awal senyawa sefalosporin diisolasi tahun 1948 oleh Brotzu dari laut di dekat saluran pembuangan air di pesisir Sardinia. Filtrat kasar kultur jamur ini diketahui dapat menghambat


(30)

12

pertumbuhanStaphylococcus aureussecara in vitro dan menyembuhkan infeksi stafilokokus dan demam tifoid pada manusia (Goodman and Gilman, 2008).

Cara kerja sefalosporin analog dengan penisilin yaitu: (1) pengikatan pada protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang bertindak sebagai reseptor obat pada bakteri; (2) menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi peptidoglikan; (3) mengaktifkan enzim autolitik dalam dinding sel yang menyebakan rudapaksa sehingga bakteri mati (Goodman and Gilman, 2008).

Sefotaksim sangat sensitif terhadap banyak bakteri betalaktamase (tetapi bukan spektrum yang diperluas) dan memiliki aktivitas yang baik terhadap banyak bakteri aerob Gram positif dan negatif. Sefotaksim memiliki waktu paruh dalam plasma sekitar 1 jam, dan obat hendaknya diberikan setiap 4 hingga 8 jam untuk infeksi yang serius. Obat ini dimetabolisme secara in vivo menjadi desasetil-sefotaksim yang tidak begitu aktif terhadap sebagian besar mikroorganisme dibandingkan senyawa induknya (Goodman and Gilman, 2008).

Seftazidim memiliki aktivitas terhadap mikrorganisme Gram positif sebesar seperempat hingga setengah aktivitas sefotaksim berdasarkan bobot.

Aktivitasnya terhadap Enterobacteriaceae sangat mirip dengan sefotaksim. Namun, ciri pembeda utamanya adalah aktivitas terhadapPseudomonasdan


(31)

13

bakteri Gram negatif lainnya yang sangat baik. Waktu paruhnya dalam plasma sekitar 1,5 jam dan obat ini tidak dimetabolisme (Goodman and Gilman, 2008).

Resistensi terhadap sefalosporin dapat terjadi karena: (1) penetrasi kurang pada bakteri; (2) kurangnya PBPs terhadap obat spesifik; (3) penghancuran obat oleh betalaktamase; (4) timbulnya betalaktamase khusus selama pengobatan pada batang Gram negatif tertentu (strain Enterobakter , Serratia, Pseudomonas); (5) gagalnya aktivasi enzim autolitik dalam dinding sel (Katzung, 2004).

C. Extended Spectrum Beta Laktamase(ESBL)

1. Defenisi

Enzim ESBL dikenal sebagaiextended-spectrumkarena mampu menghidrolisis spektrum yang lebih luas dari antibiotik betalaktam. Enzim ini merupakan betalaktamase yang diperantarai plasmid yang memiliki kemampuan untuk menonaktifkan antibiotik betalaktam yang mengandung kelompok oxyimino seperti oxyimino-sefalosporin (contoh seftazidim, seftriakson, sefotaksim) serta oxyimino-monobaktam

(aztreonam). Tidak aktif terhadap sefamiksin dan karbapenem dan umumnya dihambat oleh inhibitor betalaktamase seperti klavulanat dan tazobaktam (Al-Jasser, 2006).


(32)

14

2. Bakteri penghasil enzim ESBL

Enzim ESBL telah ditemukan pada berbagai macam bakteri Gram batang negatif. Namun, sebagian besar strain yang mengekspresikan enzim ini berasal dari famili Enterobctericeae. Klebsiella pneumoniatampaknya tetap menjadi produser enzim ESBL utama. Bakteri lain yang sangat penting adalahEscherichia coli. Bakteri lain yang memiliki insidensi yang meningkat terhadap enzim ESBL adalah Salmonellaspp. Produser enzim ESBL non-Enterobacteriaceae relatif jarang denganPseudomonas aeruginosasebagai organisme yang paling penting. Enzim ESBL juga telah dilaporkan padaAcinetobacterspp,Burkholderia cepacia,dan Alcaligenes fecalis(Al-Jasser, 2006).

3. Asal dan penentu genetik enzim ESBL

Jenis enzim ESBL yang paling umum telah berevolusi melalui mutasi titik pada asam amino dalam induk enzim TEM (Temoneira) dan SHV

(Sulfhydyl varible). TEM-1 adalah betalaktamase yang paling umum dihadapi pada bakteri Gram negatif. Hampir 90% dari resistensi ampisilin pada Escherichia coliadalah karena produksi TEM-1 yang mampu menghidrolisis penisilin dan sefalosporin generasi awal.

Betalaktamase SHV-1 paling sering ditemukan padaKlebsiella pneumonia dan bertanggung jawab terhadap 20% resistensi ampisilin yang


(33)

15

Tekanan seleksi yang mendorong munculnya enzim ESBL biasanya dikaitkan dengan penggunaan intensif betalaktam-oxyimino, terutama sefalosporin generasi ketiga. Tekanan konstan atau fluktuatif dari

berbagai antibiotik betalaktam termasuk beragam senyawa oxyimino serta penisilin dan generasi awal sefalosporin dilaporkan mempengaruhi variasi enzim ESBL (Al-Jasser, 2006).

4. Jenis enzim ESBL TEM ß - laktamase:

Isolat Klebsiella pneumoniayang terdeteksi di Perancis pada awal 1984 ditemukan mengandung betalaktamase baru yang dimediasi plasmid. Beberapa mutan TEM betalaktamase mempertahankan kemampuan untuk menghidrolisis sefalosporin generasi ketiga tetapi juga menunjukkan resistensi terhadap inhibitor betalaktamase yang disebut sebagai mutan TEM kompleks (CMT-1 sampai 4). Enzim ESBL tipe TEM paling sering ditemukan pada E.colidanKlebsiella pneumonia(Al-Jasser, 2006).

SHV ß - laktamase:

Enzim ESBL tipe SHV dapat ditemukan dalam isolat klinis lebih sering dari pada jenis enzim ESBL lainnya. Residu serin penting untuk efisiensi hidrolisis seftazidim dan residu lisin sangat penting untuk efisiensi hidrolisis sefotaksim (Paterson and Bonomo, 2005).


(34)

16

CTX - M ß - laktamase:

Nama CTX mencerminkan potensi aktivitas hidrolitik betalaktamase ini terhadap sefotaksim (Pitout and Laupland, 2008).

D. Uji Saring (screening) Terhadap Enzim Extended Spectrum β-laktamase (ESBL)

Uji saring (screening) terhadap enzimExtended Spectrum β-laktamase (ESBL) adalah uji awal untuk mengetahui apakah isolatKlebsiella

pneuomoniayang berhasil diisolasi adalah isolat yang resisten, intermediet, atau sensitif terhadap sefalosporin generasi ketiga. Untuk mengetahui apakah isolat resisten atau sensitif dapat diketahui dengan standar kepekaan yang dikeluarkan oleh CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute) (Paterson and Bonomo, 2005).

Metode Kirby-Bauer dan modifikasinya menggunakan tiga kategori kepekaan, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Sensitif.

Suatu organisme disebut "sensitif ”terhadap suatu antimikroba bila infeksi yang disebabkannya cenderung merespon pengobatan dengan antimikroba ini pada dosis yang dianjurkan.

Intermediet.

Kepekaan intermediet diterapkan pada galur-galur yang "peka sedang" terhadap suatu antimikroba dengan dosis yang lebih tinggi (misalnya, betalaktam) karena toksisitasnya yang rendah atau karena zat antimikroba


(35)

17

tersebut terkonsentrasi pada fokus infeksinya. Pada keadaan ini, kategori intermediet berperan sebagai zona penyangga (buffer zone) antara sensitif dan resisten.

Resisten.

Istilah ini menunjukkan bahwa organisme diperkirakan tidak berespon terhadap antimikroba tersebut, tanpa memandang dosis dan lokasi infeksi (Vandepitteet al., 2010).

Tabel 1. Interpretasi ukuran zona untuk bakteri yang cepat tumbuh menggunakan teknik Kirby-Bauer yang dimodifikasi.

Agen antimikroba Diameter zona inhibisi (mm)

Potensi cakram Resisten lntermedie Sensitif Sefotaksim 30 µg ≤ 14 mm 15-22 mm ≥ 23mm Seftazidim 30 µg ≤ 14 mm 15-17 mm ≥18 mm Sumber: Vandepitteet al.Prosedur Laboratorium Dasar Untuk Bakteriologi Klinis. (2010).

E. Uji Konfirmasi Terhadap ESBL Dengan MetodeDouble Disk Synergy Test

Uji konfirmasi ini menggunakan disk antibiotika seftazidim 30 µg, sefotaksim 30 µg, dan amoksisilin klavulanat 20/10 µg. Disk amoksisilin klavulanat 20/10 µg diletakkan di tengah dan sefotaksim dan seftazidim di kiri kanan dengan jarak 15-20 mm dari disk amoksiklav 20/10 µg. Peningkatan zona hambat ke arah disk yang mengandung amoksiklav merupakan hasil test yang positif terhadap enzim ESBL (Ahmedet al., 2010).


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung, Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung, dan

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam bulan Oktober 2011 sampai Januari 2012.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bakteri sampel

Bakteri sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat klinik Klebsiella pneumoniayang berhasil diisolasi dari Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung dan Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung selama bulan Oktober sampai Desember 2011. 2. Cakram Antibiotika

Cakram yang digunakan adalah cakram antibiotika seftazidim 30 µg, sefotaksim30 µg, serta cakram amoksiklav (amoksisilin- klavulanat) 20/10 µg.


(37)

3. Media Perbenihan

Media perbenihan yang digunakan adalah agar miring Nutrient, agar Mac Conkey, dan agar Muller Hinton (MHA).

4. Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah pereaksi gula-gula, pereaksi untuk uji biokomia.

5. Alat Penelitian

Alat yang dipakai adalah inkubator, autoklaf, oven, tabung reaksi dan rak tabung, pipet hisap, gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, lampu spiritus, ose, mikropipet,hockey stick, pinset, stopwatch, neraca analitik,

penggaris.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan metode difusi Kirby Bauer untuk menguji sensitifitasKlebsiella pneumoniaterhadap antibiotika. IsolatKlebsiella pneumoniayang intermediet atau resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim dilakukan uji konfirmasi dengan metode Double Disk Synergy Testmenggunakan disk antibiotika seftazidim dan sefotaksim masing-masing dengan kadar 30 µg, dan disk amoksiklav 20/10 µg. Peningkatan zona hambat ke arah disk amoksiklav merupakan hasil test yang positif terhadap enzim ESBL. Hal ini terjadi karena amoksiklav

berdifusi melalui agar dan menghambat enzim betalaktamase di sekitar disk seftazidim dan sefotaksim (Ahmed et al., 2010).


(38)

✂0

Gambar 2.Peningkatan zona hambat ke arah amoksiklav Keterangan : a) disk antibiotik, b) diameter zona hambat,

c) peningkatan zona hambat akibat sinergi antibiotik d) Klebsiella pneumonia

D. Prosedur Penelitian

1. Sterilisasi alat

Alat yang akan digunakan dibersihkan dan dikeringkan, kemudian dibungkus dengan kertas pembungkus lalu disterilisasikan di oven pada suhu 1600C selama ± 1 jam (Andini, 2010).

2. Teknik pembuatan larutan standar Mac Farland

Pembuatan larutan standar Mac Farland dengan cara dicampurkannya 9,5 ml larutan H2SO41% dengan 0,5 ml larutan BaCl21% sehingga volume


(39)

21

setiap akan digunakan untuk dibandingkan dengan suspensi bakteri (Maliku, 2010).

3. Teknik pembuatan mediaMueller Hinton Agar

Sebanyak 15,2 gramMueller Hinton Agardilarutkan dengan 400 mL akuades, dipanaskan sampai homogen, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C tekanan 15 Psi selama 15 menit, setelah steril dituang ke cawan petri sebanyak 10 mL dengan ketebalan 0,4 cm (Raihana, 2011). 4. Teknik pembuatan suspensi bakteri

Koloni isolat bakteri diambil dengan ose dan disuspensikan ke dalam larutan NaCl 0,9% steril di dalam tabung sampai didapatkan kekeruhan yang disesuaikan dengan kadar kekeruhan Mac Farland 0,5. Standar Mac Farland 0,5 menunjukkan jumlah koloni bakteri di dalam suspensi

berjumlah 1,5x108CFU/mL (Vandepitteet al., 2010).

5. Uji Sensitifitas : uji saring dengan metode difusi Kirby Bauer.

a) Suspensi bakteri yang telah disesuaikan dengan standar kekeruhan Mac Farland 0,5, diambil 100 µl dengan mikropipet dan dioleskan ke dalam media Muller Hinton secara merata denganhockey stick dan didiamkan selama 5 menit agar bakteri meresap.

b) Cakram antibiotika seftazidim 30µg dan sefotaksim 30µg ditempelkan pada media yang telah ditanamiKlebsiella pneumonia, lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.

c) Setelah diinkubasi, diameter daerah bening yang terbentuk di sekitar cakram antibiotik diukur sebagai diameter daya hambat


(40)

22

antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri (Akujobi and Ewuru, 2010).

6. Uji konfirmasi dengan metodeDouble Disk Synergy Test

a) Isolat bakteri yang intermediet atau resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim disuspensikan kembali dengan standar kekeruhan Mac Farland 0,5, diambil100 µl dengan mikropipet lalu dioleskan ke dalam media Muller Hinton secara merata dan didiamkan 5 menit agar bakteri meresap.

b) Cakram antibiotika amoksiklav 20/10 µg ditempelkan di tengah, seftazidim 30 µg dan sefotaksim µg di sebelah kiri dan kanan amoksiklav dengan jarak tepi amoksiklav ke sefotaksim dan seftazidim sekitar 15-20 mm, lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.

c) Bakteri merupakan penghasil enzim ESBL jika terjadi peningkatan diameter zona hambat ke arah disk amoksiklav (Akujobi and Ewuru, 2010).


(41)

23

Uji saring

Inkubasi suhu 37oC, selama 24 jam

Sensitif Resisten

Uji konfirmasi

Inkubasi 37oC selama 24 jam

amoksiklav 20/10 μ g

sefotaksim 30 μ g , seftazidim 30 μ g

Gambar 3. Prosedur Penelitian

Peningkatan zona hambat ke arah amoksiklav: ESBL +


(42)

24

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah seluruh pasien yang telah dilakukan kultur

mikroorganisme di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah pasien yang pada isolat kliniknya ditemukan bakteri Klebsiella pneumonia.

F. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria Inklusi

Isolat klinik Klebsiella pneumonia yang intermediet atau resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim.

Kriteria Eksklusi

Tidak ada kriteria eksklusi dalam penelitian ini.

G. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Klebsiella pneumoniayang intermediet atau resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim.


(43)

25

2. Variabel terikat

Peningkatan zona hambat ke arah disk amoksiklav.

H. Definisi Operasional

1. Klebsiella pneumoniayang resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim adalah Klebsiella pneumoniamasih tetap tumbuh walaupun diberi seftazidim atau sefotaksim atau dengan diameter zona hambat terhadap sefotaksim≤ 14 mm dan seftazidim ≤ 14 mm.

2. Klebsiella pneumoniayang intermediet terhadap seftazidim atau

sefotaksim adalah Klebsiella pneumoniamasih dapat tumbuh tapi tidak dapat dibunuh oleh seftazidim atau sefotaksim atau dengan diameter zona hambat terhadap sefotaksim 15-22 mm dan seftazidim 15-17 mm.

3. Klebsiella pneumoniayang sensitif terhadap seftazidim atau sefotaksim adalah Klebsiella pneumoniayang dapat dibunuh oleh seftazidim atau sefotaksim atau dengan diameter zona hambat terhadap sefotaksim≥ 23 mm dan seftazidim≥18 mm.

4. Keberadaan enzim ESBL positif adalah jika terjadi peningkatan zona hambat ke arah disk amoksiklav .


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Afunwa, Ruth A., Damian C. Odimegwu., Romanus I. Iroha., Charles O. Esimone. 2011. Antimicrobial Resistance status and prevalence rates of Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) producers isolated from a mixed human population.Bosnian Journal of Basic Medical Sciences. 11 (2): 92-96.

Ahmed, Kaiser., Manzoor A. Thokar., Abubaker S. Toboli., Bashir A. Fomda., Gulnaz Bashir. 2010. Extended Spectrum Beta-Lactamase Mediated Resistance inEschrichia coliin a Tertiary Care Hospital in Kashmir, India.African Journal of Micbrobiology Research. 4(24): 2721-2728.

Akujobi and Ewuru Chika. 2010. Detection of Extended Spectrum Beta-Lactamase in Gram Negative Bacilli from Clnical Specimens in a

Teaching Hospital in South Eastern Nigeria.Niger Medical Journal.Vol. 51,No.4: 141-146.

Al-Jasser, Asma M. 2006.Extended-Spectrum Beta-Lactamases (ESBLs): A Global Problem. Kuwait Medical Journal. 38 (3): 171-185.

Andini, Sari. 2010. Pola Resistensi Isolat Bakteri Pada Luka Post Operasi Seksio Sesarea di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. 66 hlm.

Brisse, Sylvain., Cindy Fevre., Virginie Passet., Sylvie Issenhuth-Jeanjean., Re´ gis Tournebize., Laure Diancourt et al. 2009. Virulent Clones of Klebsiella pneumoniae: Identification and Evolutionary Scenario Based on Genomic and Phenotypic Characterization.PLoS One Journal. Vol 4 No.3. p. 1-13.

Brooks, Geo. F., Janet S.Butel., Stephen A.Morse. 2005.Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta. 525 hlm.


(45)

Chandra, Angela. 2004. Efektivitas Beberapa Antibiotika Sebagai Alternatif Pemberian Terapi UntukEscherichia colidanKlebsiella pneumonia Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta. 65 hlm.

Chaikittisuk, Napaporn and Anurak Munsrichoom. 2007. Extended-Spectrum β-Lactamase-ProducingEscherichia coliandKlebsiella pneumoniaein Children at Queen Sirikit National Institute of Child Health.Journal Infectious Diseases Antimicroial Agents. Vol. 24 No. 3.p.107-115.

Erdian, Defi. 2012. Pola Resistensi Terhadap Antibiotik Pada Bakteri Penyebab Sepsis Neonatorum di Rumah Sakit Abdul Moeloek. (Skripsi). Universitas Lampung. 60 hlm.

Goodman and Gilman. 2008.Dasar Farmakologi Terapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Herwana, Ely., Yenny., Laurentia Pudjiadi., Julius E. Surjawidjaja., Murad Lesmana. 2008. Prevalence of extended spectrum beta-lactamase in Klebsiela pneumonia.Universa Medicina. Vol 27 No. 3. p.98-105.

Jitsurong, Siroj and Jareerat Yodsawat. 2006. Prevalence of Extended–Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Produced in Blood Isolates of Gram-negatif Bacteria in a Teaching Hospital in Southern Thailand.Southeast Asian Journal Trop Med Public Health. Vol 37 No. 1. p.131-135.

Katzung, Bertram G. 2004.Farmakologi Dasar dan Klinik.Alih bahasa Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Salemba Medika. Jakarta.

Maliku,Palupi. 2010. Pola Resistensi Isolat Bakteri Pada Luka Post Operasi di Bagian Rawat Inap Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. 66 hlm.

Paterson, David L. 2006. Resistance in gram-negative

bacteria:Enterobacteriaceae. Association for Professionals in .Infection Control and Epidemiology. Vol. 34 No. 5 Supplement 1.


(46)

Paterson, David L and Robert A. Bonomo. 2005. Extended-Spectrum

ß-Lactamase: a Clinical Update.Clinical Microbiology Reviews. Vol.18. No. 4: 658-672.

Pitout,Johann D and Kevin B. Laupland. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase Producing Enterobacteriaceae: An Emerging Public-Health Concern. Lancet Infectious Disesases. Vol. 8: 159-166.

Raamsey, Katherine. 2011.Klebsiella pneumoniae. Diakses tanggal 2 Oktober 2011. http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Klebsiella_pneumoniae.

Raihana, Nadia. 2011. Profil Kultur dan Uji Sensitifitas Bakteri Aerob dari Infeksi Luka Operasi Laparatomi di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. (Artikel). Universitas Andalas. 32 hlm.

Severin, Julieete A., Ni Made Mertaniasih ., Kuntaman Kuntaman ., Endang S. Lestari., Marijam Purwanta., Nicole Lemmems.et al. Molecular

Characterization of Extended Spectrum ß-Lactamase in Clinical Escherichia coliandKlebsiella pneumoniae Isolates From Surabaya, Indonesia. 2010.Journal Antimicrobial Chemoteraphy.65 : 465-469.

Shanthi, M and Uma Sekar. 2010. Extended Spectrum Beta Lactamase Producing Escherichia Coli and Klebsiella Pneumoniae: Risk Factors for Infection and Impact of Resistance on Outcomes. Supplement to Japi.Vol 58:41-44.

Urba´nek, K., M. Kolar.,Y. Lovecˇkova., J. Strojil.,L. Santava. 2007. Influence of third-generation cephalosporin utilization on the occurrence of ESBL-positive Klebsiella pneumoniae strains.Journal of Clinical Pharmacy and Therapeutics. 32: 403–408.

Vandepitte, J., J . Verhaegen., K. Engbaek., P. Rohner., P. Piot., C. Heuck. 2010. Prosedur Laboratorium Dasar Untuk Bakteriologi Klinis . Edisi 2. Jakarta : EGC,. viii, 143 hlm.

Winarto. 2009. Prevalensi Kuman ESBL(Extended Spectrum Beta Lactamase) dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005.Media Medika Indonesia,Vol.43.No. 5: 260-268.


(1)

23

Uji saring

Inkubasi suhu 37oC, selama 24 jam

Sensitif Resisten

Uji konfirmasi

Inkubasi 37oC selama 24 jam

amoksiklav 20/10 μ g

sefotaksim 30 μ g , seftazidim 30 μ g

Gambar 3. Prosedur Penelitian

Peningkatan zona hambat ke arah amoksiklav: ESBL +


(2)

24

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah seluruh pasien yang telah dilakukan kultur

mikroorganisme di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah pasien yang pada isolat kliniknya ditemukan bakteri Klebsiella pneumonia.

F. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria Inklusi

Isolat klinik Klebsiella pneumonia yang intermediet atau resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim.

Kriteria Eksklusi

Tidak ada kriteria eksklusi dalam penelitian ini.

G. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Klebsiella pneumoniayang intermediet atau resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim.


(3)

25

2. Variabel terikat

Peningkatan zona hambat ke arah disk amoksiklav.

H. Definisi Operasional

1. Klebsiella pneumoniayang resisten terhadap seftazidim atau sefotaksim adalah Klebsiella pneumoniamasih tetap tumbuh walaupun diberi seftazidim atau sefotaksim atau dengan diameter zona hambat terhadap sefotaksim≤ 14 mm dan seftazidim ≤ 14 mm.

2. Klebsiella pneumoniayang intermediet terhadap seftazidim atau

sefotaksim adalah Klebsiella pneumoniamasih dapat tumbuh tapi tidak dapat dibunuh oleh seftazidim atau sefotaksim atau dengan diameter zona hambat terhadap sefotaksim 15-22 mm dan seftazidim 15-17 mm.

3. Klebsiella pneumoniayang sensitif terhadap seftazidim atau sefotaksim adalah Klebsiella pneumoniayang dapat dibunuh oleh seftazidim atau sefotaksim atau dengan diameter zona hambat terhadap sefotaksim≥ 23 mm dan seftazidim≥18 mm.

4. Keberadaan enzim ESBL positif adalah jika terjadi peningkatan zona hambat ke arah disk amoksiklav .


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afunwa, Ruth A., Damian C. Odimegwu., Romanus I. Iroha., Charles O. Esimone. 2011. Antimicrobial Resistance status and prevalence rates of Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) producers isolated from a mixed human population.Bosnian Journal of Basic Medical Sciences. 11 (2): 92-96.

Ahmed, Kaiser., Manzoor A. Thokar., Abubaker S. Toboli., Bashir A. Fomda., Gulnaz Bashir. 2010. Extended Spectrum Beta-Lactamase Mediated Resistance inEschrichia coliin a Tertiary Care Hospital in Kashmir, India.African Journal of Micbrobiology Research. 4(24): 2721-2728.

Akujobi and Ewuru Chika. 2010. Detection of Extended Spectrum Beta-Lactamase in Gram Negative Bacilli from Clnical Specimens in a

Teaching Hospital in South Eastern Nigeria.Niger Medical Journal.Vol. 51,No.4: 141-146.

Al-Jasser, Asma M. 2006.Extended-Spectrum Beta-Lactamases (ESBLs): A Global Problem. Kuwait Medical Journal. 38 (3): 171-185.

Andini, Sari. 2010. Pola Resistensi Isolat Bakteri Pada Luka Post Operasi Seksio Sesarea di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. 66 hlm.

Brisse, Sylvain., Cindy Fevre., Virginie Passet., Sylvie Issenhuth-Jeanjean., Re´ gis Tournebize., Laure Diancourt et al. 2009. Virulent Clones of Klebsiella pneumoniae: Identification and Evolutionary Scenario Based on Genomic and Phenotypic Characterization.PLoS One Journal. Vol 4 No.3. p. 1-13.

Brooks, Geo. F., Janet S.Butel., Stephen A.Morse. 2005.Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta. 525 hlm.


(5)

Chandra, Angela. 2004. Efektivitas Beberapa Antibiotika Sebagai Alternatif Pemberian Terapi UntukEscherichia colidanKlebsiella pneumonia Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta. 65 hlm.

Chaikittisuk, Napaporn and Anurak Munsrichoom. 2007. Extended-Spectrumβ -Lactamase-ProducingEscherichia coliandKlebsiella pneumoniaein Children at Queen Sirikit National Institute of Child Health.Journal Infectious Diseases Antimicroial Agents. Vol. 24 No. 3.p.107-115.

Erdian, Defi. 2012. Pola Resistensi Terhadap Antibiotik Pada Bakteri Penyebab Sepsis Neonatorum di Rumah Sakit Abdul Moeloek. (Skripsi). Universitas Lampung. 60 hlm.

Goodman and Gilman. 2008.Dasar Farmakologi Terapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Herwana, Ely., Yenny., Laurentia Pudjiadi., Julius E. Surjawidjaja., Murad Lesmana. 2008. Prevalence of extended spectrum beta-lactamase in Klebsiela pneumonia.Universa Medicina. Vol 27 No. 3. p.98-105.

Jitsurong, Siroj and Jareerat Yodsawat. 2006. Prevalence of Extended–Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Produced in Blood Isolates of Gram-negatif Bacteria in a Teaching Hospital in Southern Thailand.Southeast Asian Journal Trop Med Public Health. Vol 37 No. 1. p.131-135.

Katzung, Bertram G. 2004.Farmakologi Dasar dan Klinik.Alih bahasa Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Salemba Medika. Jakarta.

Maliku,Palupi. 2010. Pola Resistensi Isolat Bakteri Pada Luka Post Operasi di Bagian Rawat Inap Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. 66 hlm.

Paterson, David L. 2006. Resistance in gram-negative

bacteria:Enterobacteriaceae. Association for Professionals in .Infection Control and Epidemiology. Vol. 34 No. 5 Supplement 1.


(6)

Paterson, David L and Robert A. Bonomo. 2005. Extended-Spectrum

ß-Lactamase: a Clinical Update.Clinical Microbiology Reviews. Vol.18. No. 4: 658-672.

Pitout,Johann D and Kevin B. Laupland. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase Producing Enterobacteriaceae: An Emerging Public-Health Concern. Lancet Infectious Disesases. Vol. 8: 159-166.

Raamsey, Katherine. 2011.Klebsiella pneumoniae. Diakses tanggal 2 Oktober 2011. http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Klebsiella_pneumoniae.

Raihana, Nadia. 2011. Profil Kultur dan Uji Sensitifitas Bakteri Aerob dari Infeksi Luka Operasi Laparatomi di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. (Artikel). Universitas Andalas. 32 hlm.

Severin, Julieete A., Ni Made Mertaniasih ., Kuntaman Kuntaman ., Endang S. Lestari., Marijam Purwanta., Nicole Lemmems.et al. Molecular

Characterization of Extended Spectrum ß-Lactamase in Clinical Escherichia coliandKlebsiella pneumoniae Isolates From Surabaya, Indonesia. 2010.Journal Antimicrobial Chemoteraphy.65 : 465-469.

Shanthi, M and Uma Sekar. 2010. Extended Spectrum Beta Lactamase Producing Escherichia Coli and Klebsiella Pneumoniae: Risk Factors for Infection and Impact of Resistance on Outcomes. Supplement to Japi.Vol 58:41-44.

Urba´nek, K., M. Kolar.,Y. Lovecˇkova., J. Strojil.,L. Santava. 2007. Influence of third-generation cephalosporin utilization on the occurrence of ESBL-positive Klebsiella pneumoniae strains.Journal of Clinical Pharmacy and Therapeutics. 32: 403–408.

Vandepitte, J., J . Verhaegen., K. Engbaek., P. Rohner., P. Piot., C. Heuck. 2010. Prosedur Laboratorium Dasar Untuk Bakteriologi Klinis . Edisi 2. Jakarta : EGC,. viii, 143 hlm.

Winarto. 2009. Prevalensi Kuman ESBL(Extended Spectrum Beta Lactamase) dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005.Media Medika Indonesia,Vol.43.No. 5: 260-268.


Dokumen yang terkait

Akurasi Duke Model Score Sebagai Prediktor Infeksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Pada Pasien Rawat Inap

7 114 87

Skrining Enterobactericeae Penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase dengan Metode Uji Double Disk Synergy Pada Sampel Urin Pasien Suspek Infeksi Saluran Kemih di RSUP. H. Adam Malik Medan

14 109 94

Penilaian Akurasi Italian Score Sebagai Prediktor Infeksi Extended- Spectrum Beta Lactamase (ESBL)

1 57 77

Pola Kepekaan Antibiotik Bakteri Extended Spectrum Beta Laktamases-producing Escherichia coli dari Spesimen Urin di RSUP H. Adam Malik Periode Juli 2013-Juni 2014

1 50 81

UJI KEBERADAAN ENZIM EXTENDED SPECTRUM β-LACTAMASE (ESBL) PADA Escherichia coli DARI ISOLAT KLINIK RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. ABDUL MOELOEK DAN LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH BANDAR LAMPUNG PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2011

16 118 59

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KADAR HbA1c PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

9 73 78

ANALISIS PERBANDINGAN KEBERADAAN EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) PADA KLEBSIELLA PNEUMONIAE DARI FESES PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP DEWASA DAN RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD. Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

8 110 77

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Lidah Buaya terhadap Bakteri Penghasil Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL) Isolat Infeksi Luka Operasi.

0 2 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) - Akurasi Duke Model Score Sebagai Prediktor Infeksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Pada Pasien Rawat Inap

0 0 13

AKURASI DUKE MODEL SCORE SEBAGAI PREDIKTOR INFEKSI EXTENDED-SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) PADA PASIEN RAWAT INAP TESIS

0 1 17