tubuh tidak dapat dilakukan. Kemoterapi menggunakan obat-obat antikanker yang bersifat cytotoxic. Kemoterapi diberikan pada tumor-tumor yang sensitif terhadap
kemoterapi. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan sebelum atau sesudah terapi pembedahan. Pemberian obat ini harus melalui infus dan masuk RS. Kemoterapi
memiliki respon yang cepat dan dalam waktu yang singkat dapat dilihat responnya. Efek samping dari kemoterapi biasanya akan menyebabkan pasien
mual hebat, pusing, kerontokan pada rambut, dan lain-lain. Pemberian terapi hormonal ditujukan pada kanker-kanker yang tumbuh oleh karena rangsangan
hormonal. Pemberian obat ini dapat efektif bila tumor tersebut memiliki reseptor hormonal yang baik. Penggunaan terapi ini cukup baik pada kanker payudara
dengan cara memblok atau menurunkan produksi hormon estrogen dan progesteron. Terapi hormonal bekerja pada sel kanker dengan respon terapi yang
cukup lama, berbeda dengan pemberian kemoterapi. Terakhir adalah Biological Therapy, yaitu terapi kanker melalui manipulasi faktor mekanisme pertahanan
tubuh secara natural yang berefek sebagai antitumor. Biological therapy merangsang, menggunakan atau memodifikasi sistem imun tubuh untuk
mengenali dan menghancurkan sel kanker secara efektif. Terapi ini penting untuk pengobatan kanker, bersama-sama dengan pembedahan, radioterapi, maupun
kemoterapi. Terapi jenis ini masih dalam proses pengembangan dengan harga yang cukup mahal Schwartz, Seymour, 2000.
2.2 Asuhan Keperawatan Pasien Kanker
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional yang berlandaskan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk layanan bio, psiko, sosial, dan
spiritual yang komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit Asmadi, 2008. Asuhan
keperawatan merupakan sebuah proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian,
menentukan masalah
keperawatan, membuat
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Proses tersebut berlangsung secara berkesinambungan
dan tidak dapat berdiri sendiri Asmadi, 2008.
2.2.1 Pengkajian Pengkajian merupakan dasar atau langkah awal dari proses keperawatan.
Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data atau informasi tentang pasien untuk menganalisa masalah keperawatan. Manfaat pengkajian adalah untuk membantu
mengidentifikasi status kesehatan, pola pertahanan pasien, kekuatan, dan kebutuhan pasien Wilkinson, 2007. Dalam Asmadi 2008, ada tiga metode utama
yang dapat digunakan dalam pengumpulan data, yaitu: 1.
Wawancara Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data secara langsung
antara perawat dengan pasien. Data wawancara merupakan semua ungkapan pasien, tenaga kesehatan, keluarga, teman, dan orang terdekat pasien yang
mungkin terlibat. Kemampuan utama yang harus dimiliki perawat selama melakukan wawancara adalah komunikasi yang baik dan hubungan saling percaya
dengan pasien. 2.
Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan
menggunakan panca indera. Hal penting dalam melakukan observasi adalah
mempertahankan objektivitas penilaian. Seluruh data hasil observasi harus dicatat dengan lengkap.
3. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Carol V.A 1991 dalam Asmadi 2008, adalah proses inspeksi tubuh dan system tubuh guna menentukan ada atau tidaknya penyakit
yang didasari oleh hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Tahap terakhir dari pengkajian adalah proses analisa data yang merupakan suatu proses interpretasi data dan dilanjutkan dengan penarikan
kesimpulan. Pola Gordon adalah pengkajian dengan 11 pola fungsional yang bertujuan
untuk mengkaji respon manusia dalam aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual baik berupa respon fungsional maupun disfungsional. Respon manusia
yang dikaji bukan hanya masalah aktual dan risiko tetapi juga masalah wellness promosi kesehatan, dan sindrom yang dialami individu, keluarga maupun
masyarakat. Pengkajian ini bisa dilakukan untuk melihat respon terhadap berbagai penyakit baik akut maupun kronik. Setiap satu pola dalam pengkajian Gordon
akan memunculkan satu atau lebih diagnosis keperawatan. Pengkajian 11 pola fungsional Gordon merupakan pengkajian yang digunakan dalam asuhan
keperawatan menggunakan NANDA, NOC, NIC. Berikut adalah tabel diagnosis keperawatan sesuai hasil pengkajian dengan pola Gordon NANDA 2012-2014:
Tabel 2.1 Pengkajian Pola Gordon dan Diagnosis Keperawatan NANDA Pola Gordon
Komponen pengkajian Diagnosis keperawatan
1 Pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan
Definisi sehat
menurut pasien,
kebiasaan diet,
olahraga, riwayat
penyakit keluarga, data genogram, persepsi tentang sehat dan sakit,
screening penyakit,
pelayanan kesehatanpertolongan yang digunakan
jika sakit,
konsumsi obat-obatan
modern maupun konvensional, riwayat kesehatan dahulu
Data pendukung: pemeriksaan fisik umum
- Pemeliharaan kesehatan
tidak efektif -
Manajemen kesehatan diri tidak efektif
- Gangguan pemeliharaan
rumah -
Kesiapan untuk
meningkatkan status
imunisasi -
Manajemen terapeutik keluarga tidak efektif
- Dan lain-lain
2 Pola nutrisi dan
metabolisme Kebiasaan makan dan minum sebelum
MRS, diit RS, intake makanan, adanya mual, muntah, kesulitan menelan,
keadaan yang mengganggu nutrisi, status gizi yang berhubungan dengan
keadaan tubuh: postur tubuh, BB, TB, IMT,
pengetahuan tentang
nutrisi terkait penyakitnya, intake cairan,
tanda-tanda kelebihan
cairan, perubahan intake makanan terkait
penyakit, budaya,
stress, adanya
kelainan psikologis terkait makan Data
pendudkung lain:
hasil pemeriksaan system Gastrointestinal,
kulit, rambut, kuku -
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh -
Ketidakseimbangan nutrisi
lebih dari
kebutuhan tubuh -
Gangguan menelan -
Resiko kadar glukosa darah tidak stabil
- Resiko kerusakan fungsi
hati -
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit -
Deficit volume cairan -
Kelebihan volume
cairan -
Resiko ketidakeimbangan
volume cairan -
Dan lain-lain 3
Pola eliminasi Kebiasaan BABBAK sebelum masuk
RS. Keluhan terkait BABBAK, urin output, karakteristik BAB dan BAK,
pengggunaan obat-obatan
untuk melancarkan BAB.
Data pendukung: Hasil pemeriksaan system genitourinary
- Inkontinensia urin
- Gangguan eliminasi urin
- Retensi urin
- Inkontinensia bowel
- Konstipasi
- Diare
- Gangguan
pertukaran gas
- Dan lain-lain
4 Pola aktivitas dan
latihan Aktivitas
sehari-hari yang
biasa dilakukan, olahraga yang disenangi,
aktivitas rekreasi,
kemampuan perawatan diri, hygiene, makan, mandi,
toileting, dressing, penggunaan alat bantu mobilitas, ROM, oksigenasi, alat
bantu nafas, gangguan aktivitas yang dialami.
- Gangguan
mobilitas fisik
- Gangguan berjalan
- Keletihan
- Intoleransi aktivitas
- Pola nafas tidak efektif
- Penurunan
kardiak output
Data pendukung: hasil pemeriksaan kardiovaskuler,
respirasi, muskuloskeletal, neurologi
- Defisit perawatan diri
- Gangguan
ventilasi spontan
- Dan lain-lain
5 Pola
tidur dan
istirahat Kebiasaan
tidur sebelum
MRS, penggunaan obat tidur, faktor budaya,
kebiasaan minum kopi, apakah ada masalah dengan tidur saat ini, gangguan
tidur, lama tidur, keluhan penyakit yang mengganggu tidur, masalah fisik dan
psikologi yang mempengaruhi tidur Data pendukung: pemeriksaan fisik
umum -
Insomnia -
Gangguan pola tidur -
Deprivasi tidur -
Kesiapan untuk
mencapai tidur -
Resiko syok -
Resiko perfusi jaringan kardiak tidak efektif
- Dan lain-lain
6 Pola persepsi dan
kognitif Tingkat kesadaran, orientasi, daya
penciuman, daya rasa, daya raba, daya pendengaran, daya penglihatan, nyeri
PQRST, faktor
budaya yang
mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk mengurangi
nyeri, pemakaian alat bantu lihat atau dengar, proses berfikir, isi pikiran, daya
ingat,
dan waham,
kemampuan mengambil
keputusan, kemampuan
komunkasi, tingkat pendidikan, luka. Data pendukung: Hasil pemeriksaan
neurologi -
Sindrom gangguan
intrepretasi lingkungan -
Kebingungan akut -
Kebingungan kronik -
Kurang pengetahuan -
Gangguan memori -
Gangguan komunikasi verbal
- Wandering
- Penurunan
kapasitas adaptasi intracranial
- Resiko perfusi jaringan
serebral tidak efektif -
Resiko infeksi -
Kerusakan integritas
kulit -
Kerusakan integritas
jaringan -
Resiko kerusakan
integritas kulit -
Nyeri akut -
Nyeri kronik -
Dan lain-lain 7
Pola persepsi diri dan konsep diri
Pekerjaan, situasi keluarga, kelompok dukungan
sosial, persepsi
diri, kelemahan dan kekuatan diri pasien,
bagian tubuh yang disukai atau tidak disukai, ancaman terhadap konsep diri
Data pendukung: pemeriksaan fisik umum
- Kehilangan harapan
- Gangguan
identitas personal
- Harga diri rendah kronik
- Harga
diri rendah
situasional -
Gangguan gambaran diri -
Keputusasaan -
Risk for loneliness -
Dan lain-lain 8
Pola peran dan hubungan
Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial, kepuasan peran, pengaruh
status kesehatan
terhadap peran,
pentingnya keluarga,
pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang
terdekat pasien, pola hubungan orang tua anak
Data pendukung:
pemeriksaan kesehatan umum
- Menyusui tidak efektif
- Fungsi peran tidak
efektif -
Gangguan interaksi
sosial -
Gangguan parenting -
Resiko gangguan
kelekatan attachment -
Gangguan fungsi
keluarga -
Proses keluarga
disfungsional -
Dan lain-lain 9
Pola seksualitas
dan reproduksi Masalah
seksual, dekripsi
prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas
dan reproduksi, efek status kesehatan terhadap seksualitas, penggunaan alat
kontrasepsi. Masalah
menstruasi, riwayat gangguan fisik dan psikologis
terkait seksualitas, Data pendukung: Hasil pemeriksaan
system reproduksi, payudara, rektal -
Disfungsi seksual -
Pola seksualitas tidak efektif
- Kesiapan
untuk melakukan
proses persalinan
- Dan lain-lain
10 Pola
toleransi coping- stress
Apakah memiliki stressor selama ini, sifat stressor, apa yang dilakukan untuk
mengatasi, strategi koping yang dipakai dan efektivitasnya, kehilangan dan
perubahan hidup yang pernah atau sedang dialami, kaitan stress dengan
dinamika
keluarga, pengetahuan
tentang strategi koping Data
pendukung: pemeriksaan
umum
- Sindrom pasca trauma
- Cemas
- Ketidakmampuan
koping keluarga -
Koping tidak efektif -
Takut -
Sedih -
Stress berlebihan -
Berduka kronik -
Koping komunitas tidak efektif
- Ineffective denial
- Dan lain-lain
11 Pola tata nilai dan
kepercayaan Latar belakang etnik dan budaya pasien,
status ekonomi, prilaku kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan
hidup pasien, pentingnya agama bagi pasien,
akibat penyakit
terhadap aktivitas keagamaan
Data pendukung:
pemeriksaan umum
- Gangguan
aktivitas keagamaan
- Distress spiritual
- Distress moral
- Konflik
pengambilan keputusan
- Resiko distress spiritual
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
1. Definisi diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Semua diagnosis keperawatan harus
didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai definisi
karakteristik. Definisi karakteristik tersebut dinamakan tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan
oleh pasien. Diagnosis keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan tindakan keperawatan untuk mencapai hasil. Hal ini juga terdapat dalam Wilkinson 2007,
bahwa diagnosis keperawatan sangat memengaruhi rencana tindakan, implementasi, dan tahap evaluasi. Ketika perawat mampu menganalisa data secara
spesifik dan akurat, maka tujuan dan rencana tindakan dapat dibuat dengan tepat. Tahap diagnosis terkadang berjalan seiring atau dipengaruhi oleh tahap
implementasi. Contohnya pada kasus-kasus kegawatdaruratan, saat pengkajian tidak dapat dilakukan secara menyeluruh dan harus diberikan tindakan yang cepat.
Diagnosis keperawatan juga dipengaruhi oleh tahap evaluasi, jika pada tahap evaluasi ditemukan bahwa status kesehatan pasien berubah, maka perawat akan
melakukan diagnosis ulang untuk menyesuaikannya dengan kondisi kesehatan pasien saat dilakukan evaluasi Asmadi 2008.
Diagnosis keperawatan dibuat oleh perawat profesionsal yang memberikan gambaran tentang keadaan pasien yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data hasil pengkajian. Pernyataan diagnosis harus singkat, jelas, dan lugas terkait masalah kesehatan pasien, penyebab masalah, serta tindakan
keperawatan untuk mengatasinya Wilkinson, 2007.
2. Tujuan diagnosis keperawatan
Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi adanya masalah aktual, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah, dan
kemampuan pasien mencegah atau menghilangkan masalah. Proses penetapan
diagnosis keperawatan dalam Wilkinson 2007, yaitu melakukan pengumpulan, pengelompokkan, memvalidasi data dengan melakukan pemeriksaan pasien
maupun wawancara dengan keluarga pasien, dan membandingkan data dengan nilai normal, sehingga dapat diketahui apakah data normal atau bermasalah.
Kedua, menentukan masalah keperawatan dan faktor-faktor yang menyebabkan masalah, dan yang terakhir adalah memprioritaskan diagnosis keperawatan.
3. Perbedaan diagnosis medis dengan diagnosis keperawatan
Tabel 2.2 Perbedaan Diagnosis Medis dengan Keperawatan Nursalam, 2008 Diagnosis Medis
Diagnosis keperawatan Fokus: faktor-faktor pengobatan penyakit
Fokus: respon pasien, tindakan medis, dan faktor lain.
Orientasi: keadaan patologis Orientasi: kebutuhan dasar manusia KDM
Cenderung tetap, mulai masuk sampai pasien pulang
Berubah sesuai perubahan respon pasien Mengarah tindakan medis pengobatan yang
sebagian dilimpahkan kepada perawat Mengarah pada fungsi mandiri perawat
Diagnosis medis
melengkapi diagnois
keperawatan Diagnosis keperawatan melengkapi diagnosis
medis
4. Taksonomi
Taksonomi adalah suatu sistem klasifikasi objek yang membedakannya dari objek lainnya yang masih memiliki karakteristik yang sama. The Clinical Care
dan The Ohama menyebutkan bahwa sistem klasifikasi tersebut terdiri dari tiga komponen, yaitu: diagnosis , tujuan dan kriteria hasi, serta intervensi Wilkinson,
2007. Terdapat 13 domain pada taksonomi NANDA yang digunakan untuk mengorganisir lebih dari 170 label diagnosis NANDA. NANDA telah bekerja
sama dengan American Nursing Association ANA, World Health Organization International Classification of Diseases ICD untuk menyertakan label NANDA
dalam sistem klasifikasi yang dimiliki oleh organisasi lainnya Wilkinson, 2007. Di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
fokus diagnosis menggunakan NANDA, maka hanya NANDA yang akan dibahas. 5.
Komponen diagnosis NANDA Setiap diagnosis NANDA mempunyai empat komponen, yaitu: label, definisi,
batasan karakteristik, faktor yang berhubungan atau faktor risiko Wilkinson, 2007; Florin, Ehlenberg, Ehnfors, 2005. Label adalah sebuah kata singkat yang
menjelaskan tentang kesehatan pasien. Label bisa digunakan sebagai masalah atau etiologi dalam sebuah diagnosis , contohnya: Actual, Risk, Innefective, Impaired,
Increased. Definisi menunjukkan dengan jelas makna dari label diagnosis, yang akan membedakan satu label dengan label lainnya. Contohnya, dengan definisi
dapat membedakan makna dari diagnosis Intoleran Aktivitas dan Keletihan. Batasan karakteristik merupakan hasil pengkajian yang berupa data subyektif
maupun obyektif. Untuk diagnosis aktual, batasan karakteristik adalah tanda dan gejala yang terjadi pada pasien. Untuk diagnosis risiko, batasan karateristik
adalah faktor risikonya. Faktor risiko atau faktor yang berhubungan adalah suatu kondisi atau situasi yang menyebabkan, berkontribusi, mencetuskan masalah yang
dialami pasien. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor biologi, psikologi, social, tumbuh kembang, pengobatan, dan lain-lain.
6. Format penulisan diagnosis
Sebuah diagnosis menjelaskan masalah pasien dan faktor yang berkaitan. Dasar penulisan diagnosis adalah Problem+Etiology, namun juga tergantung dari
jenis diagnosis seperti diagnosis potensial, risiko, atau aktual Wilkinson, 2007. Apabila tanda dan gejala yang dialami oleh pasien sesuai dengan batasan
karakteristik, maka diagnosis aktual dapat ditegakkan. Penulisan diagnosis aktual bisa memakai format Problem+Etiology atau dengan menggunakan format
Problem+Etiology+Symptoms. Problem menjelaskan status kesehatan pasien. Etiology menjelaskan faktor penyebab atau yang berkontribusi terhaap status
kesehatan pasien. Symptoms adalah tanda gejala atau batasan karakteristik yang dialami pasien. Ketika perawat tidak memiliki cukup data untuk memastikan suatu
masalah atau diagnosis aktual, atau ketika perawat menemukan masalah namun tidak bisa memastikan etiologi, maka perawat dapat menegakkan diagnosis
keperawatan risiko. Format penulisan diagnosis risiko adalah Problem+Etiology. Diagnosis promosi kesehatanWellness Diagnose digunakan apabila pasien telah
siap untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatannya. Diagnosis ini biasanya digunakan pada pasien yang sehat, misalnya pada anak usia sekolah atau
orang tua baru. Dalam diagnosis kesejahteraan tindakan yang biasanya dilakukan adalah promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan lain-lain.
7. Prioritas diagnosis keperawatan
Memprioritaskan masalah dapat membantu untuk memastikan bahwa tindakan keperawatan
diberikan pertama
untuk masalah
yang lebih
penting. Memprioritaskan masalah dapat menggunakan kriteria kegawatdaruratan. Sebuah
masalah sebagai prioritas utama apabila masalah tersebut mengancam nyawa pasien, misalnya kehilangan cairan atau darah dalam jumlah yang banyak, atau
sumbatan jalan napas. Masalah sebagai prioritas sedang adalah masalah yang
tidak secara langsung dapat mengancam nyawa pasien, namun dapat menyebabkan cacat fisik atau mental. Prioritas terakhir adalah masalah yang tidak
mengancam nyawa dan hanya membutuhkan sedikit intervensi keperawatan Wilkinson, 2007.
Memprioritaskan masalah keperawatan juga dapat dilakukan dengan menggunakan kebutuhan dasar manusia Maslow. Prioritas utama masalah dimulai
dari kebutuhan paling dasar, yaitu kebutuhan biologi dan fisiologi, kemudian kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri,
dan terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri. Permintaan pasien juga dapat digunakan untuk memprioritaskan masalah keperawatan. Prioritas masalah adalah
masalah yang dirasakan paling penting oleh pasien, namun perawat juga harus tetap mengamati keadaan pasien secara umum Wilkinson, 2007.
8. Masalah Keperawatan Pada Pasien Kanker
Diagnosis keperawatan pasien kanker berdasarkan pengkajian yang dilakukan secara umum pada pasien, yaitu ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh, kerusakan integritas jaringan, nyeri kronis, keletihan, gangguan citra tubuh, duka cita. Masalah kolaboratif atau potensial komplikasi PK yang mungkin
terjadi sesuai dengan pengkajian meliputi PK infeksi, PK perdarahan NANDA, 2012; Smeltzer Bare, 2010.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang memiliki definisi asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Faktor
yang berhubungan: faktor biologis, faktor ekonomi, faktor psikologis, ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan, ketidakmampuan untuk
mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan. Batasan karakteristik: menghindari makanan, diare, berat badan 20 atau lebih di bawah berat badan
ideal, kurang informasi, kelemahan otot mengunyah, kelemahan otot menelan, mengeluh gangguan sensasi rasa.
Kerusakan integritas kulit memiliki definisi perubahan atau gangguan epidermis danatau dermis. Faktor yang berhubungan: zat kimia, usia yang
ekstrim, kelembapan, hipotermia, hipertermia, faktor mekanik, medikasi, imobilisasi fisik, radiasi, perubahan status cairan, kondisi ketidakseimbangan
nutrisi, penurunan imunologis, penurunan sirkulasi, dan lain-lain. Batasan karakteristik: kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.
Nyeri kronis yang memiliki definisi pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial,
awitan yang tiba-tiba atau lambat, dengan intensitas ringan hingga berat, terjadi secara konstan, dan berlangsung 6 bulan. Faktor yang berhubungan:
ketunadayaan fisik kronis, ketunadayaan psikososial kronis. Batasan karakteristik: keluhan nyeri, skala keluhan, depresi, perubahan pola tidur, anoreksia, gelisah,
letih, dan lain-lain. Keletihan yang memiliki definisi: rasa letih luar biasa dan penurunan kapasitas
kerja fisik dan jiwa pada tingkat yang biasanya secara terus-menerus. Faktor yang berhubungan: psikologis ansietas, depresi, stress, fisiologis status penyakit,
malnutrisi, anemia, dan lain-lain, lingkungan, dan situasional. Batasan karakteristik: lesu, kurang energi, mengantuk, penurunan performa, peningkatan
keluhan fisik, dan lain-lain.
Gangguan citra tubuh yang memiliki definisi: konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu. Faktor yang berhubungan: terapi, penyakit, trauma,
pembedahan, dan lain-lain. Batasan karakteristik: respon nonverbal terhadap perubahan aktual pada tubuh, perubahan dalam keterlibatan sosial, perasaan
negatif tentang tubuh, dan lain-lain. Dukacita yang memiliki definisi proses kompleks normal yang meliputi
respon dan perilaku emosional, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas memasukkan kehilangan yang aktual, adaptif,
atau dipersepsikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Faktor yang berhubungan: kematian orang terdekat, kehilangan objek penting, dan lain-lain. Batasan
karakteristik: menyalahkan, putus asa, distress psikologis, marah, gangguan pola tidur, dan lain-lain.
2.2.3 Perencanaan
Rencana keperawatan merupakan suatu petunjuk tertulis yang dibuat oleh perawat bersama pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan pasien.
Perencanaan keperawatan bersifat independent dan kolaboratif. Perencanaan independen adalah perencanaan yang dilakukan secara mandiri oleh perawat tanpa
peran dari tenaga kesehatan lain, dan kompetensi tersebut memang masih dalam area keperawatan mandiri. Perencanaan kolaboratif adalah rencana keperawatan
yang dberikan oleh perawat kepada pasien dalam bentuk kerjasama dengan profesi lain. Sebelum masuk tahap perencanaan perawat dan pasien akan bersama-
sama membuat urutan atau prioritas diagnosis keperawatan yang dianggap penting Asmadi, 2008.
Ada dua tahap yang dilakukan pada proses perencanaan Wilkinson, 2007, yaitu merumuskan tujuan dan kriteria hasil, serta menyusun intervensi
keperawatan. 1.
Merumuskan tujuan dan kriteria hasil Setelah menyusun prioritas diagnosis keperawatan, tujuan ditetapkan dalam
bentuk tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah untuk mengatasi masalah secara umum, sedangkan tujuan jangka pendek
dimaksudkan untuk mengatasi etiologi guna mencapai tujuan jangka panjang. Rumusan tujuan keperawatan harus berbasis SMART, yaitu specific rumusan
masalah harus jelas, measurable dapat diukur, achievable ditetapkan bersama pasien, realistic tujuan dapat tercapai dan nyata, timing ada target waktu.
Setelah merumuskan tujuan, tahap selanjutnya adalah membuat kriteria hasil. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kriteria hasil terkait
dengan tujuan, bersifat khusus, dan konkret. Kriteria hasil harus dapat dilihat, didengar, dan diukur oleh orang lain. Tujuan yang ingin dicapai pada pasien
kanker secara umum yaitu terpeliharanya integritas jaringan, pemeliharaan nutrisi, peredaan nyeri dan keletihan, perbaikan citra tubuh, mampu melewati proses
berduka. Hal ini sesuai dengan masalah yang biasanya muncul pada pasien kanker Smeltzer Bare, 2010.
2. Merumuskan intervensi keperawatan
Pada saat merumuskan intervensi keperawatan terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan oleh perawat terkait proses perencanaan, yaitu memakai kata
kerja yang tepat, dan bersifat spesifik. Perencanaan bersifat spesifik yaitu didalamnya harus jelas tentang apa yang dilakukan, siapa yang melakukan,
dimana hal tersebut dilakukan, bagaimana cara melakukan, dan seberapa sering hal tersebut dilakukan. Untuk intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada
pasien kanker tentunya mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, misalnya melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik untuk memelihara integritas
jaringan, membantu melakukan personal hygiene bagi pasien yang tidak mampu melakukan secara mandiri. Untuk masalah kerontokan rambut, perawat dapat
mendorong pasien untuk menggunakan wig atau topi selama proses pertumbuhan rambut. Untuk masalah nutrisi, perawat dapat memodifikasi makanan yang
diberikan kepada pasien, misalnya rute pemberian, bentuk makanan. Kebersihan mulut juga sangat penting untuk diperhatikan, karena akan mempengaruhi nafsu
makan pasien Smeltzer Bare, 2010. Penatalaksaan nyeri merupakan salah satu intervensi yang biasanya diberikan
pada pasien kanker. Penatalaksanaan yang tepat dapat diberikan apabila perawat mampu mengkaji nyeri secara menyeluruh. Penatalakasaan nyeri yang diberikan
adalah dengan pendekatan farmakologis maupun non farmakologis. Kontrol nyeri sangatlah penting, karena apabila pasien tidak mampu mengontrol nyeri akan
dapat mengakibatkan ansietas, imobilitas, dan depresi. Intervensi selanjutnya adalah untuk mengatasi masalah psikologis dan melewati proses berkabung.
Berduka merupakan respon normal terhadap ketakutan akan kehilangan dan proses penyakit yang dialami oleh pasien kanker. Pasien dan keluarga yang telah
diinformasikan tentang diagnosis kanker biasanya akan berespon negatif. Peran perawat pada situasi seperti ini adalah member dukungan dan membantu
mengidentifikasi sumber-sumber pendukung, menjadi pendengar untuk keluarga dan pasien saat mereka ingin mengungkapkan rasa khawatir Smeltzer Bare,
2010. 2.2.4
Implementasi Tahap implementasi merupakan proses pengaplikasian dari rencana
keperawatan oleh perawat dan pasien. Hal-hal yang harus diperhatikan pada tahap implementasi adalah validasi intervensi, penguasaan ketrampilan interpersonal,
intelektual, dan teknikal. Selain itu, keamanan dan kenyamanan pasien juga harus diperhatikan pada tahap implementasi Asmadi, 2008.
Implementasi terdiri dari tiga fase, fase pertama yaitu fase persiapan yang mencakup kemampuan perawat tentang validasi perencanaan, pengaplikasian,
persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan orientasi implementasi terhadap tujuan yang diharapkan, pada fase ini perawat menghubungkan dan
menyimpulkan antara tindakan yang diberikan dengan respon dari pasien. Fase ketiga yaitu fase terminasi perawat dengan pasien setelah melakukan
implementasi keperawatan yang akan dilanjutkan dengan menyimpulkan hasil pelaksanaan dari rencana keperawatan Asmadi, 2008
2.2.5 Evaluasi
Secara umum evaluasi diartikan sebagai proses yang sistematik dimana penilaian dibuat mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan
membandingkan pada kriteria yang diidentifikasi atau standar sebelumnya. Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang direncanakan, terus
menerus, aktifitas yang disengaja dimana pasien, keluarga dan perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya menilai kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai, mengkaji penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai Wilkinson, 2007.
Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan, namun bukan berarti akhir dari proses karena informasi digunakan untuk memulai siklus yang
baru. Setelah
mengimplementasikan asuhan
keperawatan, perawat
membandingkan respon pasien terhadap kriteria hasil yang telah direncanakan dan menggunakan informasi ini untuk melakukan kajian ulang asuhan keperawatan
jika tujuan belum tercapai Asmadi, 2008. Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pelayanan keperawatan yang profesional, dengan dokumentasi semua aspek
baik pengobatan dan perawatan yang dilakukan oleh tim kesehatan tertulis dengan teratur sehingga dapat membuatkan gambaran kondisi kesehatan pasien secara
keseluruhan Setyowati, 2008.
Menurut Christensen dan Kenney 2009 evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi formatif proses
Fokus pada evaluasi proses formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses
harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi proses harus
terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. 2.
Evaluasi Sumatif hasil Fokus evaluasi hasil sumatif adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
pasien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
2.3 Pembelajaran