Peran Warga Gereja dalam Pengelolaan Aset

82

4.3 Peran Warga Gereja dalam Pengelolaan Aset

Tabel 4.2 Jumlah Warga menurut Pekerjaan, Tingkat Pendidikan dan Tingkat Ekonomi serta Aset Jemaat Jemaat Jumlah warga Jumlah Warga menurut Pekerjaan Jumlah Warga menurut Tingkat Pendidikan Jumlah Warga menurut Tingkat Ekonomi Aset Jemaat 16-59 60-85 Petani Peternak Pengusaha Pegawai SD SMP SMA Sarjana Miskin Menengah Lahan Ternak Werwaru 183 59 182 31 1 6 197 12 2 8 64 KK 25 1 ha 1 ekor Patti 134 43 196 26 7 9 97 15 10 14 87 KK 7 8 ha 76 ekor Serwaru 472 74 120 - 25 46 136 70 169 66 101 KK 40 0.06 ha - Tomra 1049 290 382 - 43 51 614 298 206 54 287 KK 95 3 ha - 83 Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa Jemaat Tomra mempunyai warga paling banyak dan Serwaru pada urutan kedua. Jemaat Serwaru mempunyai warga usia produktif 6,6 kali lipat dari warga usia lanjut, sedang Tomra hanya 4,8 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa tanggungan beban ekonomi warga Jemaat Serwaru lebih ringan dari warga Tomra. Walaupun Jemaat Serwaru tidak memiliki aset produktif, tetapi tetap dapat mandiri secara ekonomi kategori kelas satu karena didukung oleh persembahan yang cukup dari warganya, yang sebagian besar berpendidikan dan bekerja sebagai PNS dan pengusaha. Jemaat Tomra juga masuk kategori kelas satu, yang warganya juga banyak yang bependidikan dan bekerja sebagai PNS dan pengusaha. Namun demikian, warga yang termasuk dalam kelompok miskin relatif banyak, sehingga walaupun Jemaat Tomra memiliki lahan, tingkat 84 kemandirian ekonominya masih di bawah Jemaat Serwaru. Proporsi warga usia produktif terendah yaitu 2,1 kali lipat warga usia lanjut ada di Jemaat Werwaru, sedang jemaat Patti mencapai 2,5. Baik warga Jemaat Werwaru maupun Patti, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan rendah bekerja di sektor pertanian dan peternakan. Jumlah warga yang miskin di Jemaat Patti juga relatif lebih banyak daripada Werwaru, namun Patti memiliki banyak aset, berupa lahan delapan hektar dan ternak 76 ekor, sehingga secara ekonomi masuk kategori kelas dua menengah. Sementara itu, Jemaat Werwaru masuk kategori kelas tiga terbelakang karena asetnya hanya sedikit. Penelitian ini hanya menampilkan usia produktif 16 – 50 tahun, karena kelompok ini mampu mengolah aset ruang terutama lahan dan ternak. Selain itu, juga ditampilkan usia lanjut 60 – 85 85 tahun yang masih dapat berkontribusi dalam proses perencanan dan pengawasan terhadap proses pengelolaan aset ruang tersebut. Pada usia 16 sampai 59 para warga jemaat mempunyai tenaga yang bisa dipakai untuk pengelolaan aset dalam bidang pertanian maupun peternakan, seperti menggarap tanah untuk ditanami tumbuhan umur pendek maupun panjang dan juga dapat menjadi penggaduh sapi atau penggaduh kerbau. Kalau usia 60 sampai 80 mereka dapat memberikan ide-ide cemerlang, mengarahkan dan dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk memberdayakan aset- aset yang ada untuk pengembangan organisasi gereja dan juga untuk mensejaterahkan warga gereja sendiri. Kemiskinan di Jemaat Werwaru dan Patti bukan disebabkan semata-mata oleh kurang adanya sumber daya alam dan ethos kerja yang rendah, melainkan ada pula faktor-faktor lainnya yang cenderung 86 merupakan faktor-faktor struktural. Beberapa faktor struktural tersebut antara lain adalah jauhnya jarak jemaat dengan pusat pasar Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi, kurangnya dukungan sarana-prasarana transportasi sehingga biayanya cukup tinggi. Jemaat-jemaat yang dalam pelayanannya pun selalu diperhadapkan dengan kurang adanya dana untuk menutupi biaya operasional organisasi gereja dan juga masalah kepekaan gereja dalam memanfaatkan aset yang dimiliki untuk menopang pelayanan. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan para responden cenderung memiliki pendapat yang sama tentang peran sumber daya manusia dalam pengelolaan aset gereja. Setiap jemaat majelis pada umumnya berpendidikan rendah, paling tinggi adalah Sekolah Menengah Umum, maka dibutuhkan 87 pendampingan untuk memperkuat keahlian konseptual dalam mengelola aset-aset gereja. Berikut ini deskripsi keahlian sumber daya manusia dalam mengelola aset gereja dari aspek konseptual, kemanusiaan dan teknikal. Keahlian Konseptual Keahlian konseptual perlu ada untuk memahami semua aktivitas dan kepentingan organisasi yang bersangkutan. Keahlian ini mencakup kemampuan untuk memahami bagaimana organisasi yang ada dapat berfungsi secara keseluruhan dan bagaimana bagian-bagian dari organisasi tersebut tergantung atau berhubungan satu sama lainnya. Konseptor utama kebijakan pengelolaan aset organisasi GPM adalah pendeta. Warga jemaat juga dapat mengajukan konsep pengembangan pengelolaan aset organisasi GPM. Pada umumnya, mereka adalah warga yang berpendidikan tinggi atau yang mempunyai pengalaman dan keahlian khusus 88 serta mampu memberikan ide-ide cemerlang, menganalisis dan mengintepretasikan situasi. Selain itu, mereka pernah menjabat majelis jemaat sehingga banyak mengetahui seluk beluk pelayanan gereja dalam hal mengelola aset. Pendeta sebagai konseptor perlu membuat suatu landasan kerja manajerial secara garis besar, berupa pola pikir makro pengelolaan sumber-sumber daya gereja, sehingga semua aktivitas manajemen berpatokan pada pola pikir tersebut. Pendeta sebagai konseptor harus berpegang teguh pada mandat Tuhan Kejadian 1:26 agar dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dengan bijaksana dalam menyusun kebijakan pengelolaan aset gereja untuk pengembangan ekonomi jemaat. Tugas dan wewenang majelis dalam pengelolaan aset yaitu mengelola, mengawasi dan mempertanggungjawabkan pemanfaatan keuangan dan aset yang dimiliki oleh gereja yang dikelola oleh 89 jemaat sesuai peraturan perbendaharaan GPM. Majelis menyusun data kepemilikan aset gereja, membuat kebijakan pemanfaatan aset dengan mengambil laporan-laporan dari majelis pembina dan meninjau langsung ke lapangan untuk menilai penggunaan aset secara aktual. Dari hasil laporan tersebut, majelis terutama pendeta mempelajari dan menganalisis cara kerja warga jemaat dan menilai apakah hasilnya baik atau kurang baik. Jika hasilnya kurang baik maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh majelis terutama pendeta adalah menyusun konsep baru untuk memperbaiki cara pengelolaan aset. Aset Gereja yang dimaksudkan adalah aset lahan yang digarap dan lahan ternak yang digaduh oleh warga jemaat. Konsep atau ide itu akan dibahas dalam rapat majelis jemaat dan jika ada persetujuan maka akan dilanjutkan pembahasannya dalam sidang jemaat, disitulah akan diputuskan konsep itu 90 dilaksanakan. Pada jemaat yang majelisnya peduli dan aktif, maka aset-aset gerejanya terkelola dengan baik sehingga produktif, seperti di Jemaat Patti dan Tomra. Keahlian Kemanusiaan Manajer perlu bersama mitra kerjanya dapat memanajemeni SDM organisasi secara efektif, dengan landasan kepercayaan bahwa setiap manusia adalah mitra kerja Allah. Manajer dalam organisasi GPM adalah Pendeta. Pendeta bersama majelis lain yang menjadi Pengurus Harian Majelis Jemaat, memiliki wewenang untuk menunjuk majelis pembina atau yang menduduki jabatan seksi finansial keuangan dan seksi kerumahtanggaan untuk mensosialisasikan keputusan sidang jemaat kepada warga. Majelis Pembina mengorganisir penggarap lahan dan penggaduh ternak, membina manajemen dan kegiatan operasional, serta mengawasi penggunaan aset. 91 Penggunaan aset untuk pertanian dimulai dari mengolah lahan, menanam bibit tanaman, pemeliharaan, panen sampai dengan penjualan dan penyerahan hasil kepada bendahara jemaat. Majelis yang memiliki tugas mengurus, mengarahkan dan mengawasi pekerja harus memiliki kemampuan kemanusiaan. Majelis Pembina membuat laporan akhir dan memberikan kepada Pendeta untuk dievaluasikan. Menjalin hubungan, komunikasi dan kerjasama yang baik antara pendeta, majelis dan warga jemaat sangat diperlukan dalam pengelolaan aset gereja. Pendeta yang bertugas melayani di jemaat hadir dengan karakter dan konsep yang berbeda dalam hal pengelolaan aset gereja. Pendeta bukan hanya menyusun konsep kebijakan, tetapi juga harus mampu memotivasi warganya agar tabah dalam menyingkirkan onak dan duri dari aset, terutama 92 yang berbentuk lahan, yang dimiliki gereja juga kreatif dan produktif dalam mengolahnya. Fakta yang ada di Klasis Letti Moa Lakor, didapati ada Pendeta yang telaten memotivasi warga jemaatnya untuk menangani aset-aset milik gereja dan ada yang kurang telaten. Ada aset gereja yang tidak terdata karena majelis kurang teliti dan peduli, terutama pada jemaat yang lebih mengandalkan pemasukan dana persembahan warga jemaat maupun sumbangan dari luar. Pada jemaat tertentu, seperti di Werwaru, warganya bersedia dan siap menggarap lahan, tetapi karena tidak ada pengarahan dan pembinaan, maka lahan tersebut terlantar atau terabai. Warga Jemaat hanyalah orang-orang yang siap bekerja di lahan gereja sebagai ladang Tuhan jika diberi perintah, hak dan kewenangan sidang yang diteruskan oleh majelis. Beberapa warga jemaat memberi pengakuan akan adanya kelemahan dalam hal berpikir, tetapi 93 memiliki tenaga dan semangat untuk bekerjasama dengan senang hati menggarap ladang Tuhan walaupun tidak diberi upah. Peran pemimpin jemaat, terutama pendeta, sangat besar dalam hal membangun hubungan kerjasama yang baik antara majelis dan anggota jemaat dalam pengembangan pengelolaan untuk memanfaatkan aset-aset gereja. Gereja berdiri sebagai organisasi yang dapat mensejahterakan anggotanya bukan hanya dalam hal rohani tetapi juga dalam hal jasmani sesuai visi, misi serta tujuan dari organisasi. Gereja juga harus menjawab panggilan iman umat kepada Tuhan, yang memberi mandat kepada manusia dalam mengelola alam untuk kesejahteraan hidup seluruh umat manusia. Keahlian Teknis Pendeta, majelis lain dan warga jemaat perlu memiliki keahlian teknis untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawab 94 masing-masing. Pendeta memberi contoh, mengajar dan memberi dorongan moral kepada majelis maupun warga jemaat sehingga aset yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi jemaat. Majelis mempunyai kemampuan untuk membina, mengajar, memberi contoh, memanajemeni, mengawasi, administratif dan untuk membuat laporan yang akan diserahkan kepada pendeta untuk dilakukan evaluasi. Warga jemaat sebagai penggarap dan penggaduh tugasnya untuk mengolah lahan, membuat bibit, menanam, memelihara, memanen, menjual dan menyerahkan hasil kepada bendahara jemaat. Diantara ketiga pelaku pelaksana pengelolaan aset harus memiliki kemampuan teknis di bidang masing-masing sehingga dapat mengerjakan tugas- tugas dengan baik. Segala sesuatu menyangkut pengelolaan aset sedapat mungkin dikomunikasikan 95 antara pendeta, majelis dan warga jemaat sehingga tidak menimbulkan masalah dalam mengerjakannya. Aset-aset yang dimiliki oleh gereja memiliki nilai jual, sehingga aset tersebut terus diolah agar menghasilkan uang untuk membiayai pelayanan organisasi. Diantara empat jemaat yang diteliti, Jemaat Patti dan Tomra mengelola asetnya secara produktif sehingga menghasilkan nilai ekonomi atau nilai jual. Jemaat Serwaru lebih mengandalkan persembahan dari warga jemaat yang sebagian besar adalah pegawai negeri sipil, dan membiarkan aset-asetnya. Jemaat Werwaru memiliki sedikit aset tidak dikelola dengan serius sehingga kurang produktif. 96

4.4 Manajemen Sumber Daya Manusia dalam