T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kurikulum Pendidikan Katekisasi (Studi di Gereja Protestan Maluku) T2 BAB IV

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada

bagian

ini

akan

dideskripsikan

hasil

penelitian dari aspek perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evaluasi

kurikulum pendidikan

katekisasi di GPM.

1. Aspek Perencanaan
Perencanaan pembelajaran meliputi silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
identitas mata pelajaran, standar kopetensi (SK),
kopetensi dasar (KD), indikator pencapaian kopetensi,
tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu,
metode pembelajaran, kegiatan pembelajan, penilaian
hasil belajar dan sumber belajar.
a. Silabus dan RPP
Pendidikan katekisasi adalah pembinaan dan
pengembangan

hidup

kristiani

katekisan,

arah


pelayanannya dikemas dalam tiga pilar utama, yaitu
Firman, Gereja dan Konteks. Usia katekisan adalah 16
– 17 tahun ke atas, pembelajaran katekisasi dilakukan
selama 1 tahun dan akhir dari pendidikan katekisasi
ditandai

dengan

peneguhan

sidi.

Seluruh

penyelenggaran pelayanan katekisasi diorganisir oleh
Komisi Anak-Remaja dan Katekisasi di tingkat Jemaat,
Klasis dan Sinode.
60

Para


Pendeta

dan

pengajar

(katekeit)

di

pendidikan ini tidak memiliki perencanaan khusus
dalam memulai kegiatan belajar mengajar, seperti
membuat silabus dan rencana pembelajaran. Mengapa
demikian, karena Biro Pelayanan Sinode GPM sudah
menerbitkan buku ajar. Berdasarkan dokumen yang
diperoleh, indikator capaian, tujuan pembelajaran,
materi, waktu, metode dan penilaian, semuanya sudah
dirumuskan dalam buku ajar. Kurikulum katekisasi di
GPM terdiri dari satu paket, yakni kurikulum inti dan

buku ajar untuk satu dasawarsa. Oleh sebab itu, buku
ajar yang diterbitkan ini merupakan bahan dasar untuk
para pengajar dan pendeta.
Pendeta dan katekeit hanya menyiapkan diri
untuk mengembangkan setiap muatan pelajaran yang
ada sesuai dengan konteks masing-masing (kelas
katekisasi). Pembelajaran katekisasi bertitik tolak pada
tujuan pembinaan umat secara umum dan pendidikan
katekisasi itu sendiri secara khusus. Karena, Katekisasi
merupakan

pendidikan

lanjutan

dari

pendidikan

sebelumnya, yaitu Sekolah Minggu Tunas Pekabaran

Injil

(SMTPI).

Oleh

sebab

itu

pembelajaran

direncanakan dengan pendekatan spiral, mengapa
demikian? agar intensifikasi pembinaan umat yang
telah ditempuh sebelumnya bisa dicapai.
Tenaga pengajar dalam pendidikan katekisasi di
GPM menggunakan team teaching (tim pengajar), tugas
61

dari para pengajar ini adalah melihat perkembangan

dari

setiap

katekisan,

instrumen

mengujicobakan

belajar-mengajar

menjabarkan

kurikulum

serta

dengan


alat

atau

menilai

dan

memperhatikan

konteks jemaat. Pada tahun 1985 Sinode GPM melalui
Biro

Pelayanan

Anak-Katekisasi

menyusun

serta


mengujicobakan kurikulum katekisasi dan pedoman
pengajarannya.

Kurikulum

katekisasi

disusun

berdasarkan pada Pola Induk Pelayanan dan Rencan
Induk Pengembangan Pelayanan terutama pada bagian
pola dasar bina umat yang menginspirasikan azas
oikumenis, pertumbuhan, kemandirian dan misioner
sebagai azas pembinaan dan indikator firman, gereja,
konteks sebagai acuan kurikulernya. Pembentukan
profil umat menjadi poros dari seluruh pengelolaan
kurikulum
perencanaan


katekisasi
menjadi

di

GPM.

penting

Oleh
karena

sebab

itu,

pelayanan

mendidik dan membina umat tidak lain adalah pada
penyiapan warga gereja yang akan mengaku sidi.

Tata Gereja GPM Bab IV Pasal 8 tentang Pola
Pelayanan Gereja, menyebutkan: adanya panggilan
gereja untuk memberitakan injil kepada setiap orang di
tiap tempat dan masa serta pada segala situasi dan
kondisi. Dalam rangka memenuhi dan melaksanakan
amanat pelayanan gereja tersebut, Gereja Protertan
Maluku

(GPM)

mewujudkannya

melalui

jalan:

pekabaran injil di dalam dan ke luar gereja, ibadah
62

jemaat, pelayanan kasih, pembinaan di bidang teologi,

pelayanan

penggembalaan

pendidikan

katekisasi,

dan

disiplin

pembinaan

umat

gereja,
dalam

keluarga-keluarga jemaat, hubungan dan kerjasama
oikumenis,

hubungan

dan

kerjasama

dengan

pemerintah bahkan hubungan dan kerjasama dengan
golongan-golongan lain yang berbasis keagamaan,
sosial, politik, ekonomi.
Tata Pelayanan Anak-Remaja dan Katekisasi
GPM 2010-2015 menjelaskan bahwa: yang menjadi
dasar

pelayanan

(perjanjian

adalah

lama

dan

berdasar
perjanjian

pada
baru),

Alkitab
dasar

konstitusional yaitu tata gereja GPM dan peraturanperaturan pokok GPM serta dasar operasional yaitu
PIP-RIPP GPM, ketetapan sinode GPM, keputusan
persidangan BPL sinode GPM, keputusan BPH sidone
GPM,

dan

dokumen

keesaan

gereja.

Sedangkan,

tujuannya pelayanannya adalah:


Menghimpun, membimbing Anak, Remaja dan
Katekisan

Gereja

Protestan

Maluku

untuk

mengenal dan mengasihi Yesus Kristus sebagai


Tuhan dan Kepala Gereja.
Menumbuhkembangkan

kesadaran

dan

pemahaman Anak, Remaja dan Katekisan bahwa
laki-laki dan perempuan adalah mitra yang
sejajar.
63



Menumbuhkembangkan tanggung jawab dan
kepedulian
terhadap



Anak,
diri,

Remaja

sesama

dan

Katekisan

serta

lingkungan

sekitarnya.
Membina dan mendidik Anak, Remaja, dan
Katekisan

untuk

secara

proposional

mengembangkan Tri Ketahanan Umat, yaitu
Ketahanan


Iman,

Ketahanan

Ilmiah,

dan

Ketahanan Sosio Ekonomi.
Mewariskan
secara

nilai-nilai

lokal,

regional,

Oikumenis

Semesta

nasional

maupun

internasional dalam konteks Catur Panggilan
Gereja.
Pembelajaran pendidikan katekisasi di GPM
memiliki peran, fungsi, arah dan ciri atau sifat yaitu:
peran dan fungsinya, berperan mendidik, membina dan
memberdayakan
penggerak”

yang

katekisan

menjadi

berkemampuan

“manusia
profesional,

bermotivasi injil etis dan berdedikasi. Berfungsi sebagai
garam, terang dunia, dan batu-batu hidup dalam
konteks catur panggilan gereja. Peran dan fungsi
dimaksud

dicapai

pembentukan

melalui

kepribadian

pembaharuan
kristiani,

budi,

peningkatan

pengetahuan dan keterampilan yang diarahkan pada
firman, gereja, dan konteks.
Ciri atau sifat adalah: oikumenis, misioner,
spiritualisti,

berdayaguna,

dan

pembaharuan
64

intelektual.

Oikumenis

dalam

pengertian

bahwa

melintasi batas-batas ruang dan waktu, ideologi, sosiobudaya, suku, agama, dan dedominasi. Missioner
dalam pengertian bahwa perwujudan kasih, keadilan
dan damai sejahtera di tengah dunia dan lingkungan
memasuki masa depan yang baru sebagai bentuk
kehadiran

dan

kepeloporan.

pengertian

bahwa

penguatan

Spiritualistik
moral,

dalam

etika,

agar

katekisasn dapat menjadi teladan bagi keluarga dan
masyarakat. Berdayaguna dalam pengertian bahwa
memfungsikan

berbagai

potensi

dan

kesempatan

secara menyeluruh dan berdayagunam bertepatguna,
dan berhasilguna. Pembaharuan intelektual dalam
pengertian bahwa pendidikan seumur hidup dengan
proses yang intensif, ekstensif, dan berkelanjutan.
Pembelajaran

katekisasi

di

GPM

memiliki

strategi, yaitu: mengembangkan partisipasi katekisan
sebagai sumber daya umat gereja yang menampakan
kemitraan laki-laki dan perempuan yang sejajar.
Mengembangkan catur panggilan gereja yang bertitik
tolak pada penghayatan dan pemberitaan tentang
Yesus

kristus

penyelamat

dunia,

melalui

proses

pendidikan dan pendewasaan keimanan katekisan.
Mengembangkan

kualitas

spiritual,

etik-moral

katekisan menjadi warga negara yang bertanggung
jawab. Mengembangkan kemitraan katekisan lintas
denominasi, kelompok sosial, budaya, politik, ekonomi,
65

dan keagamaan dalam masyarakat. Mengembangkan
kemandirian katekisan dalam hal kemandirian teologi,
daya dan dana secara kontekstual untuk saling
menguatkan dan menatalayani.
Berdasrkan dokumen yang diperoleh, konsep
dasar kurikulum katekisasi di GPM, yaitu:
Dasar pendidikan katekisasi GPM:




Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus
sesuai dengan kesaksian alkitab.
Pengakuan iman gerejawi

Tujuan pendidikan katekisasi di GPM:


Tujuan Institusional:
Memiliki jati diri sebagai murid demi mengaku
imannya sendiri di hadapan Allah, manusia dan



alam semesta.
Memiliki

kecerdasan

spiritual,

etis,

moral,

intelektual, sosio kultural dan vokasional untuk
mengembangkan kehidupan yang mandiri dalam


bidang teologi, daya dan dana.
Melaksanakan tugas panggilannya sebagai warga
gereja

yang

bertanggungjawab

untuk

menghadirkan kasih, kebenaran, keadilan, damai
sejahtera, persaudaraan sejati, pembaruan hidup
dan keutuhan ciptaan di dalam masyarakat yang
mengglobal.

Tujuan Kurikuler:
66



Memiliki pengetahuan yang mendalam untuk:
memperluas pengertian mengenai firman, gereja
dan konteks. Melaksanakan kehendak Tuhan
yang disaksikan dalam alkitab dan ajaran gereja
di tengah konteks hidupnya dengan takut dan
setia kepada Tuhan di sepanjang hidupnya.
Membangun
sebagai

persekutuan

lingkungan


hubungan

hidupnya

antarwarga
beriman.
secara

gereja

Mengelolah
berkelanjutan

sebagai konteks pelayanan dan kesaksian gereja.
Memiliki penghayatan iman (spiritual) untuk:
menaati dan mengasihi Tuhan, sesama manusia
dan lingkungan hidupnya. Melakukan ibadah
dengan rajin dan tekun, mempelajari alkitab dan
ajaran gereja, menghargai kemajemukan agama,
budaya dan pemikiran, memperlihatkan sikap
yang rendah hati dan tahan uji, membaharui diri
dan lingkungan hidupnya secara kreatif, dan



mengupayakan perdamaian serta hidup bersama.
Memiliki

kecakapan

mengembangkan
perkembangan

diri

hidup
sesuai

kepribadian

dan

untuk:
kematangan
pemikiran.

Mengembangkan diri dan menjalin komunikasi
dan

kerja

sama

Mengembangkan

dengan
refleksi

semua
iman

orang.

mengenai

persekutuan, pelayanan dan kesaksian gereja
yang

memberdayakan

umat

manusia
67

merdasarkan firman dan ajaran gereja dalam
menjawab

permasalahan

konteksnya

(sosio-

budaya, religius, ideologi, politik, iptek, ekonomi).
Sifat / Ciri khusus pendidikan katekisasi di GPM:


Alkitabiah,

artinya

pendidikan

katekisasi

mengandung prinsip-prinsip firman sebagaimana
yang terdapat dalam alkitab yang tertuang dalam


pemahaman iman GPM.
Oikumenis, atinya pendidikan katekisasi terbuka
untuk mempelajari yang lain baik konteks
oikumenis gerejawi maupun semesta.Praktis,
artinya

pendidikan

katekisasi

menjawab

kebutuhan praktis vokasional peserta katekisan


(aspek pemberdayaan).
Misioner,

artinya

merupakan

pendidikan

perwujudan

katekisasi

nilai-nilai

kasih,

kebenaran, keadilan dan HAM di tengah realitas


gereja dan masyarakat.



memperhitungkan kondisi hidup setempat.

Kontekstual,

artinya

pendidikan

ini

Manusiawi, artinya pendidikan ini mengandung
aspek psikologis perkembangan katekisan dan



realitas kemanusiawiannya.
Transformatif,

artinya

pendidikan

katekisasi

membarui manusia dan lingkungannya.
Fungsi pendidikan katekisasi di GPM adalah mendidik
dan mengajar katekisan untuk menjadi:
68



Manusia yang takut akan Tuhan: katekisasi di
GPM berfungsi mendidik dan mengajar manusia



untuk berlaku hormat, setia, taat, dan patuh.
Manusia yang memiliki sosok kepemimpinan
dalam

keluarga,

gereja

dan

masyarakat:

katekisasi GPM berfungsi untuk mendidik dan
mengajar manusia yang mampu berperan positif
dalam mempengaruhi, menuntun, membimbing,
mengarahkan, mengatur, dan menunjuk jalan


bagi orang lain (keluarga, gereja dan masyarakat).
Manusia yang kreatif dan inovatif: katekisasi GPM
berfungsi untuk memberdayakan manusia guna
memiliki daya cipta dan kemampuan berkreasi
dalam

menghasilkan

temuan-temuan


yang

dan
maju

mendayagunakan
dan

membarui

kehidupan sesuai nilai-nilai kristiani.
Manusia yang dinamis yang memiliki kepekaan
lingkungan hidup:

katekisasi GPM berfungsi

untuk mendidik dan mengajar manusia guna
memiliki hidup penuh semangat, giat bekerja dan
berusaha

dalam

menatalayani

lingkungan

hidupnya.
Pembelajaran katekisasi di GPM direncanakan
untuk terwujudnya “orang beriman” yaitu warga gereja
yang berkualitas, terbuka, maju, mandiri, memiliki rasa
kebersamaan
meningkatkan

dan

kesetiakawanan,

pelayanan

pastoral,

mampu
mampu
69

melaksanakan pelayanan firman, sakramen, mampu
menjalankan pelayanan sosial-etis dan penegakan
hukum, HAM, mampu melakukan pendidikan dan
pengajaran, mampu memajukan dialog dan kerjasama
antarumat

beragama,

mampu

memelihara

dan

melestarikan alam ciptaan.
Berdasarkan data yang diperoleh, pembelajaran
katekisasi di GPM, termuat beberapa titik-tolak yang
dikembangkan dari pola pelayanan selama dasawarsa
2005-2015,

yaitu,

penguatan

karakter

manusia

(katekisan), pemberdayaan serta pembangunan jemaat
dan masyarakat yang lebih ditekankan daripada
penguatan kelembagaan.
Pola

Induk

Pelayanan

dan

Rencana

Induk

Pengembangan Pelayanan tahun 2005-2015 telah
mengalami

perubahan

titik

tolak

pelayanan

dari

pengusatan institusi kepada pemberdayaan jemaat.
Bab I PIP/ RIPP GPM, yang dimaksudkan dengan arah
dan kebijakan umum pelayanan adalah capaian dari
tujuan

jangka

panjang

sebuah

program

bidang

pelayanan. Dengan menentukan arah dan kebijakan
umum pelayanan memedomani penyusunan program
umum

pelayanan

dan

mengarahkan

pencapaian

program itu sendiri. Karena itu arah dan kebijakan
umum pelayanan gereja memuat pemikiran pokok
berupa garis besar program umum pelayanan dan
tujuan dari program umum dimaksud serta cara yang
70

bisa ditempuh untuk mencapai tujuan program. Arah
dan kebijakan umum pelayanan dijabarkan pada
masing-masing bidang ruang lingkup pelayanan gereja.
bidang dan ruang lingkup pelayanan dimaksud adalah
bidang keesaan dan pembinaan umat pada bidang ini
terdapat ruang lingkup pelayanan, yaitu: ruang lingkup
PAK dan katekisasi.
Katekisasi merupakan pendidikan lanjutan dari
SMTPI dengan muatan materinya tetap pada 3 pilar
yang sama yaitu firman, gereja dan konteks, namun
ulasan materinya mengalami perkembangan sesuai
dengan usia katekisan.
Hasil wawancara dengan kepala biro katekisasi
GPM, mengatakan bahwa:
KBK:..“semua pendidikan pasti memiliki perencanaan,
termasuk juga pendidikan katekisasi di GPM juga memiliki
perencanaan yang di dalamnya pendidikan katekisasi
diselenggarakan.
Untuk
diketahui
bahwa
dalam
perencanaan itu, seluruh pelayanan di GPM termasuk
pendidikan katekisasi diselenggarakan berdasarkan visi
dan misi GPM secara umum, kemudian dijabarkan dalam
visi dan misi PIP dan RIPP GPM dengan didasarkan pada
amanat pelayanan gereja khususnya dalam tata gereja GPM
Bab IV pasal 7 ayat 2 yang dikatakan pelaksanaan amanat
pelayanan gereja adalah katekisasi, dan pendidikan ini
diselenggarakan untuk pembentukan profil umat”. Dalam
PIP-RIP GPM
2005-2015 katekesasi
dilihat
dan
dimasukkan sebagai salah satu bentuk pendidikan di
Gereja Protestan Maluku (GPM). Katekesasi memegang
peran penting dalam pengembangan pendidikan di GPM
sebab melaluinya warga gereja dididik untuk memiliki
pribadi yang matang, dewasa dalam iman dan siap untuk
mengaku imannya di hadapan manusia dan Allah dalam

71

ibadah jemaat serta mewujudkannya dalam kehidupan
sehari-hari.

Penjelasan KBK ini jika dibandingkan dengan
dokumen yang diperoleh dilihat bahwa pendidikan
katekisasi di GPM memiliki kegiatan belajar mengajar
(KBM) yang terdiri dari ketenagaan, kegiatan per
semester,

sarana

dan

prasarana,

evaluasi

serta

administrasi, penjelasannya yaitu: Ketenagaan, Tenaga
dalam mendidik katekisan adalah pendeta serta tim
pembina yang direkrut dari tokoh-tokoh di dalam
jemaat yang bersedia dan memiliki kualifikasi dan
kopetensi sebagai pendidik yang dapat memberikan
pembimbingan serta menjadi katekeit dalam jemaat.
Telah

menjadi

menjalani

anggota

tindak

sidi

disiplin

GPM,

gereja

tidak
dan

sedang

peraturan

perundangan negara, setia pada pengajaran gereja,
diangkat dengan SK BPH sinode GPM. Kegiatan per
semester, terdiri dari Kegiatan awal yaitu penyusunan
program sajian semester, penentuan lokasi KBM,
pertemuan dengan orang tua, ibadah pembukaan.
Kegiatan akhir yaitu ibadah penutupan katekisasi,
yaitu sidi. Sarana dan prasarana, Ruang belajar bagi
katekisasi yaitu menggunakan semua fasilitas yang
dimiliki oleh tiap jemaat baik itu gedung gereja maupun
perpustakaan mini di tiap jemaat, dan tersedianya
buku ajar. Evaluasi, Evaluasi per sub pokok bahasan di
akhir tatap muka, evaluasi akhir pokok bahasan,
evaluasi akhir semester, pemeriksaan (sebelum sidi).
72

Administrasi, yaitu penyediaan Jurnal mingguan, absen
katekisasi, biodata pengasuh/ pembina serta biodata
katekisasi.
Pembelajaran katekisasi di GPM sebenarnya
dimaksudkan untuk pembentukan profil bergereja yang
meliputi: profil keumatan yaitu usaha membangun
kematangan umat dalam segi; kematangan teologis,
kematangan

intelektual,

kematangan

ekonomi,

kematangan
kematangan

moral

etis,

politik

dan

kesadaran demokrasi serta kematangan pluralis.
Menurut kepala biro katekisasi bahwa:
KBK:...”perencanaan pembelajaran pendidikan katekisasi
terbentuk atas dasar kebutuhan jemaat, dikatakan bahwa:
pendidikan bukan hanya dijalankan di pendidikan formal
(pemerintah) tetapi juga gereja berperan penting dalam
melihat umatnya khususnya dalam hal menjalankan
pendidikan, dan dalam menjalankan pendidikan perlu
manajemen”.

Penjelasan

KBK

ini

dibandingkan

dengan

dokumen yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
dalam perencanaan pembelajaran ada proses menata
pendidikan khususnya pendidikan katekisasi. Karena,
katekisasi sendiri adalah pendidikan dan pengajaran
tentang iman Kristen yang diselenggarakan gereja bagi
seluruh warganya dari anak-anak hingga dewasa.
Pendidikan dan pengajaran ini bersumber dari dan
didasarkan pada Alkitab (bnd 1 Tim 4:6,11; 2 Tim 3:16).
Seorang katekeit pernah berkata bahwa:
KTK,,”Dalam perencanaan kurikulum katekisasi yang
dijalankan haruslah berbeda modelnya dari model

73

pendidikan formal pada umumnya. Mengapa? Karena
sasarannya adalah karakter dari gaya hidup warga jemaat
di tengah dunia. Yang harus diperhatikan secara serius
oleh gereja dalam proses pendidikan katekisasi di jemaat
adalah orientasinya (arah dan sasaran) yang dalam banyak
hal sangat mempengaruhi model dan proses pembelajaran
katekisasi di jemaat”.

Dapat dipahami bahwa: katekisasi merupakan
salah satu wadah pembinaan warga gereja yang sangat
strategis, karena melalui wadah ini warga gereja
dilengkapi untuk mengenal dan percaya kepada Allah
dalam Yesus Kristus sehingga sanggup menghayati,
menaati dan melaksanakan imannya dalam keluarga,
gereja dan masyarakat.
2. Aspek Pengorganisasian
Pembelajaran katekisasi di GPM diorganisasikan
oleh Departemen Keesaan di aras Sinode. Demi
kelangsungan

pembelajaran

katekisasi,

dibentuk

badan pembantu pada aras pelayanan gereja yaitu sub
komisi anak dan katekisasi, di tingkat Klasis dan
Jemaat. Sub komisi beranggotakan: pelayan khusus
(pendeta dan majelis jemaat) serta warga gereja yang
memiliki

keahlian,

keterampilan

dan

pengalaman

dalam hal mengajar. Sub komisi ini terdiri dari: ketua,
wakil ketua, sekretaris, bendahara serta koordinator
katekisasi. Tugas mereka adalah merancang program
katekisasi secara periodik dan melaksanakannya di
semua aras, membantu mengupayakan fasilitas yang
diperlukan

untuk

pelaksanaan

program-program
74

katekisasi serta bertanggung jawab kepada badanbadan gerejawi secara langsung.
Dalam pembelajaran katekisasi ada pembagian
kelas, kelas katekisasi dibagi menjadi dua yaitu kelas
khusus (yang sudah menikah) dan kelas umum (belum
menikah),

meskipun

berbeda

kelas

tetapi

kurikulumnya tetap sama. Dalam pembagian tugas
mengajar katekisasi, ada pendeta dan guru PAK dari
sekolah-sekolah dengan pembagian waktu yang telah
ditentukan.
Seperti yang diungkapkan oleh kepala Biro Anak
dan Katekisasi bahwa:
Menurut KBK:..”dalam hal penataan pendidikan katekisasi,
penanggung jawab pelayanan katekisasi adalah majelis
jemaat, dan dalam membantu KBM dapat dibentuk Tim
yang diberi nama “tim pembina” dengan tugas,
membimbing bahan ajar sesuai tuntutan kurikulum
kepada para pengasuh serta memonitoring KBM di kelas
dan diketuai oleh ketua majelis jemaat/ pendeta jemaat.
Pengajar yang lain juga didatangkan dari sekolah,
khususnya guru PAK, serta menggunakan fasilitas yang
dimiliki oleh jemaat. Pendanaannya semua bersumber dari
sinode, perlu disadari bahwa memang muatan materi
dibuat sesuai dengan kebutuhan peserta katekisasi,
namun materi itu diorganisasikan berbeda-beda di tiap
jemaat. Materi dijalankan berdasarkan muatan-muatan
dalam buku ajar, soal muatan-muatan lain yang diajarkan
“boleh” asalkan terkait dengan kebutuhan peserta didik”.

Penjelasan

KBK

ini

dibandingkan

dengan

dokumen yang diperoleh, maka dilihat ada bentuk
kurikulum, materi kurikulum dan penjabaran program
dalam pendidikan katekisasi di GPM, yaitu: bentuk
75

kurikulum, Kurikulum katekisasi di GPM berbentuk
kurikulum inti, di mana semua komponen dibuat dalam
bentuk matriks, yang terdiri dari: Tujuan umum
penyajian, Pokok bahasan dan sub pokok bahasan,
Waktu pertemuan, Semester, Materi/bahan alkitab,
Pengalaman belajar, Metode dan teknik, Evaluasi,
Sumber/kepustakaan. Komponen kurikulum inti ini,
dilihat sebagai suatu kesatuan, dan dikembangkan
secara spiral. Mengapa dikembangkan secara spiral,
karena pembelajaran katekisasi merupakan pembinaan
lanjutan dari pendidikan sebelumnya yaitu SMTPI.
Secara spiral juga karena pokok bahasan dalam
pembelajaran tetap sama yaitu firman, gereja dan
konteks tetapi sub pokok bahasannya berbeda.
Menurut seorang pendeta sekaligus juga pengajar
mengatakan bahwa:
Pdt P: “Secara khusus Pendidikan katekesasi memiliki
peran penting bagi mereka sebagai langkah awal untuk
membina, membimbing, mengarahkan, mengajarkan, agar
memiliki pengetahuan dan pengakuan yang sungguh
kepada Yesus kristus yang nantinya sebelum ada pada
pengakuan imannya kepada jemaat. Sehingga pendidikan
katekesasi bukan saja sebuah formalitas untuk seseorang
belajar Kristen atau keharusan dari gereja sebagai tugas
pokok namun lebih daripada itu bagaimana mereka
menyatakan kesiapannya kepada pengakuan yang
sungguh kepada Allah.

Materi Kurikulum, kurikulum katekisasi di GPM
bersumber dari tiga pilar kurikuler, yaitu firman, gereja,
dan konteks. Materi ini disusun sesuai dengan kondisi
76

objektif dari para katekisan dan mempertimbangkan
konteks jemaat-jemaat di GPM yang tersebar luas di
seluruh pelosok Maluku dan Maluku Utara. Materi
katekisasi

disusun

untuk

satu

tahun

kegiatan

pembelajaran yang terdiri dari dua semester, yaitu
semester ganjil (semester 1) dan semester genap
(semester

2).

Materi

juga

disusun

dengan

mempertimbangkan hari-hari raya gerejawi atau hari
raya nasional lainnya.
Penjelasan ini dibandingkan dengan dokumen
yang diperoleh, maka muatan pelajaran yang ada hanya
berkisar pada aspek-aspek spiritual dari katekisan.
Menurut penulis, memang upaya pembinaan hanya
pada aspek spiritual, namun upaya pembinaan tidak
sebatas hanya pada hal yang demikian, tetapi juga halhal yang lain seperti masalah-masalah konteks yang
dihadapi oleh katekisan. Karena, pendidikan ini tidak
lain

adalah

pembinaan,

pemberdayaan

dan

pengembangan hidup dari para katekisan.
3. Aspek Pelaksanaan
Aspek

pelaksanaan

meliputi

dua

hal

yaitu

persyaratan proses pelaksanaan dan pelaksanaan
pembelajaran.
a. Persyaratan proses pelaksanaan
Menyangkut

pengelolaan

kelas

dalam

pelaksanaan pembelajaran katekisasi, ada pembagian
kelas (peserta didik). pembagian kelas ini dimulai ketika
77

seorang mendaftar menjadi siswa katekisasi akan
dilihat apakah siswa itu sudah menikah atau belum.
Pembagian kelas sesuai dengan siswa yang sudah
mendaftar, dan dilaksanakan dalam dua kelas yaitu
kelas khusus dan kelas umum. Meskipun berbeda kelas
namun muatan pelajaran tetap sama, yaitu firman,
gereja, dan konteks.
Ada

pembagian

waktu

dalam

pelaksanaan

pembelajaran katekisasi, dimana waktu pertemuan
untuk tiap semester dalam satu tahun pembelajaran.
Untuk waktu pertemuan, Biro Anak dan Katekisasi
GPM menetapkan waktu pelaksanaan pembelajaran
dilakukan satu minggu dua kali dengan pembagian
waktu adalah 100 menit untuk satu kali pertemuan
atau tatap muka, soal penentuan hari untuk kegiatan
pembelajaran disesuaikan di tiap jemaat.
Ada

pembagian

tugas

dalam

pelaksanaan

pembelajaran, dalam pembagian tugas dibagi dalam
dua kelompok yaitu oleh pendeta dan guru PAK dari
sekolah. Kapasitas Pendeta untuk mengajarkan materi
yang berkisar pada pengetahuan, keterampilan dan
sikap

yang

berhubungan

dengan

spiritual

anak.

Sedangkan guru PAK dari sekolah kapasitasnya untuk
mendampingi dalam mengajarkan soal-soal konteks
dari para katekisan. Demi berjalannya kegiatan belajar
mengajar, sarana dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan

pembelajaran

adalah:

pembelajaran
78

katekisasi di GPM menggunakan semua fasilitas yang
dimiliki oleh setiap jemaat. Baik itu, gedung gereja,
buku ajar, alat peraga maupun perpustakaan mini yang
dimiliki.
Bertolak dari penjelasan di atas maka, seperti
yang diungkapkan oleh KBK dan dibandingkan dengan
dokumen yang ada bahwa kurikulum katekisasi di GPM
adalah

untuk

memiliki

pembentukan

profil

umat,

yaitu

pembentukan

kecerdasan

intelektual,

spriritual,

kecerdasan

etis-moral,

kecerdasan

kecerdasan sosio-kultural dan kecerdasan vokasional
sekitar

firman,

intelektual

gereja

dan

konteks.

mengisyaratkan

pemahaman,

penghayatan

Pencerdasan

adanya
dan

tingkat

pemberlakuan

kehidupan katekisan yang berkisar pada firman,
bertumbuh di dalam gereja dan berbuah bagi dunia.
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan gaya hidup
katekisan yang berkualitas yang terwujud dalam
hubungan yang luhur dengan sesama, dan hubungan
yang mulia dengan diri sendiri. Kecerdasan etis moral
adalah

kemampuan

pertimbangan

dan

katekisan

dalam

melakukan

keputusan-keputusan

etis

berdasarkan hati nurani. Kecerdasan sosio-kultural
adalah kemampuan katekisan untuk menjalin interaksi
sosial dalam semangat kearifan lokal yang mengalami
transformasi
vokasional

secara
adalah

terus

menerus.

kemampuan

Kecerdasan

katekisan

untuk
79

mewujudkan panggilan hidup sesuai talenta yang
dimiliki

dalam

aktifitas

hidup

sehari-hari

secara

bertanggung-jawab, berdedikasi, bersungguh-sungguh,
bermutu, jujur dan setia.
Berdasarkan

dokumen

yang

diperoleh,

pembelajaran katekisasi di GPM dilaksanakan dengan
kebijakan pembinaan integratif, yaitu bersinergi
dengan orang tua, besinergi dengan semua wadah
internal

gerejawi,

bersinergi

dengan

instansi

pemerintah dan non pemerintah serta bersinergi
dengan

kelompok

denominasi

atau

agama

lain.

Bersinergi dengan orang tua, dimana keluarga adalah
basis pendidikan Kristen yang utama karena itu orang
tua memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pembinaan dan pembentukan kepribadian seorang
anak. Setiap orang tua adalah tempat di mana setiap
anak

dapat

mengemukakan

permasalahan

yang

dihadapinya. Setiap katekisan adalah bagian integratif
dari keluarga, peranan orang tua dalam pembentukan
watak dan kepribadian sangat besar. Dengan demikian,
pendidikan

katekisasi

yang

dilakukan

harus

memperhatikan hubungan dengan keluarga atau orang
tua sebagai basis pendidikan umat yang utama.
Bersinergi

dengan

semua

wadah

internal

gerejawi, katekisasi adalah pembinaan warga gereja,
dimana

kurikulumnya

disusun

dengan

mempertimbangkan tujuan pelayanan umat di GPM.
80

Tujuan ini dijadikan acuan bagi pembinaan wadah
internal gerejawi lainnya. Pada sisi lain, seorang
katekisan

memiliki

tanggung

jawab

untuk

berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan unit, sektor
dan

kegiatan

pelaksanaan

gereja

lainnya.

pembelajaran

Oleh

sebab

katekisasi

di

itu,
GPM

mempertimbangkan berbagai kegiatan yang dilakukan
oleh wadah-wadah gerejawi lainnya. Bersinergi dengan
instansi pemerintah dan non pemerintah, di GPM ada
dua pendidikan yang dilaksanakan, yaitu sekolah
minggu (SMTPI) dan katekisasi. Seiring dengan UU No
30

Tahun

2004

tentang

SISDIKNAS,

pendidikan

sekolah minggu dan katekisasi telah ditempatkan
sebagai lembaga pendidikan yang diselenggarakan
dengan

kebijakan

integratif

dengan

lembaga

pemerintah baik dalam konteks pengajar maupun
materi pengajarannya. Misalnya, para guru PAK di
sekolah dapat didatangkan sebagai tenaga pengajar
katekisasi (katekeit).
Bersinergi dengan kelompok denominasi atau
agama lain,

seorang

katekisan

pada

hakekatnya

merupakan bagian dari masyarakat yang beragama,
masyarakat

yang

memiliki

kepercayaan

masing-

masing. Itu berarti penghargaan terhadap agama lain,
termasuk kelompok denominasi gereja merupakan
kewajiban yang perlu diaplikasikan dalam kehidupan
real. Dalam kehidupan masyarakat yang cepat, dengan
81

kebangkitan agama-agama termasuk berbagai gerakan
kharismatik dalam kehidupan umat yang terjadi di
mana-mana. Beralihnya warga GPM menjadi warga
gereja lain, dan agama lain harus dilihat sebagai
“pekerjaan rumah” yang harus ditangani oleh gereja.
Karena itu, pembelajaran katekisasi yang dilaksanakan
di GPM mesti mempelajari dengan baik fenomena dan
realitas kebangkitan gerakan kharismatik, kelompok
denominasi, maupun agama lain. Dengan mempelajari
hal itu maka katekisan dapat memberi penghargaan
dan membangun hubungan yang harmonis dengan
kelompok agama lain.

b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pendidikan katekisasi dibagi dalam tiga kelompok
yaitu katekisasi keluarga, katekisasi sekolah, dan
katekisasi gereja. Pelaksanaan katekisasi di GPM
difokuskan hanya pada katekisasi gereja. Pembelajaran
katekisasi di GPM dilaksanakan selama satu tahun
yang dibagi dalam dua semester yaitu semester ganjil
bulan Mei – Oktober dan semester genap bulan
November – April, akhir dari pendidikan ini ditandai
dengan Sidi gereja. Pelaksanaan pembelajaran per
semester terdiri atas, semester satu (firman, gereja dan
konteks), semester dua (firman, gereja dan konteks).
Tiap semester pokok bahasannya sama, tetapi sub
pokok bahasannya yang berbeda. Waktu pertemuan
82

untuk

pembelajaran

dilaksanakan

sesuai

dengan

penjabaran program, untuk setiap kali pertemuan atau
tatap muka adalah 100 menit.
Pelaksanaan pembelajaran ini menurut seorang
katekeit bahwa:
KT: “pendidikan katekisasi pada akhirnya akan ada dalam
pengakuan iman untuk mengikut Yesus sebagaimana
Yesus telah berkorban dan menderita bahkan sampai maut
bukanlah sesuatu yang mudah. Orang-orang yang
mengikut Yesus, mereka harus berada pada jalan
penderitaan bahkan sampai mengorbankan dirinya demi
suatu keselamatan dan suatu pembaruan hidup," jelasnya.
Dikatakan, anak-anak yang mengikuti pendidikan ini dan
nantinya diteguhkan menjadi anggota sidi gereja telah
bersedia dan bertanggungjawab terhadap dirinya, gereja,
keluarga dan bagi masyarakat, shingga mereka benarbenar dapat membangun diri terhadap pelayanan yang
diberikan kepada mereka. Karena mengikut Yesus berarti
meneladani apa yang telah Yesus ajarkan di dalam
firmanNya. Menurutnya, selama setahun anggota sidi akan
dididik melalui lembaga katekisasi namun baginya semua
itu belumlah cukup, karena proses pendewasaan iman bagi
seseorang tidak berhenti pada titik tertentu namun berada
dalam suatu proses perjalanan hidup yang panjang.
"Dengan demikian ketika anak-anak ini sidi, dikembalikan
kepada orang tua untuk mengawasi supaya pengakuan
mengikut Kristus itu betul-betul dapat diwujudkan dalam
kata dan perbuatan mereka setiap hari, terutama dalam hal
bertanggungjawab terhadap proses bergereja dan di dalam
jemaat. Sehingga kalau dalam perjalanan hidup mereka
ada hal-hal yang salah yang keliru mereka lakukan diluar
yang telah diajarkan, jangan lalu saling mempersalahkan
gereja sebagai lembaga yang membina mereka,"
ungkapnya. Dijelaskan bahwa salah satu kekurangan
dalam mempersiapkan anak-anak menjadi anggota sidi
adalah kurangnya partisipasi orang tua dalam mendidik
anak. Dirinya menambahkan, bahwa seharusnya sejak
mereka dilahirkan, telah melalui sebuah proses iman
dimana semua ajaran mengenai firman Allah sudah

83

diberikan oleh orang tua untuk memproses iman mereka,
supaya ketika mereka bertumbuh, mereka juga akan
bertumbuh di dalam iman yang bermutu yang dilakukan
melalui sikap yang baik yang bisa diterima di dalam
keluarga dan masyarakat. "Karena itu, keluarga harus
menjadi basis untuk menumbuhkan iman mereka sehingga
kita tidak saling mempersalahkan," tekannya.

Berdasarkan
pembelajaran
berdasarkan

dokumen

katekisasi
pada

di

yang
GPM

prinsip-prinsip

diperoleh,
dilaksanakan

pengembangan

kurikulum, yaitu: prinsip pencapaian tujuan, integratif,
pendidikan

seumur

hidup,

relevansi,

fleksibilitas,

kontinuitas, evektivitas, dan praktis.
Prinsip

pencapaian

pembelajaran
mengacu

tujuan

katekisasi

pada

artinya,

dilaksanakan

tujuan

yang

telah

upaya
dengan

ditetapkan

(institusional, kurikuler dan instruksional/ penyajian).
Tujuan katekisasi GPM yaitu mengandung kopetensi
sebagai

warga

GPM

yang

memiliki

kapasitas

ketangguhan dan kematangan secara moral-etis dan
manusiawi seperti apa yang tertuang dalam PIP/ RIPP
dasawarsa II (2005-2015) adapun tujuan institusional,
merujuk pada tujuan GPM dalam menyelenggarakan
pendidikan

katekisasi

sebagai

proses

pemuridan.

Sedangkan tujuan kurikuler, menunjuk pada capaian
penggunaan

kurikulum

sebagai

rencana

belajar-

mengajar di kelas katekisasi.
Prnisip integratif artinya, adanya keterhubungan
antara katekisasi sebagai wadah pendidikan dengan
84

wadah-wadah pembinaan lain, seperti angkatan muda,
perempuan, laki-laki, melalui keterhubungan ini ada
saling mempengaruhi terhadap pembinaan para siswa
katekisasi itu sendiri. Prinsip pendidikan seumur hidup
artinya, mengacu pada tujuan pembinaan GPM yaitu
seluruh proses pembinaan dan pengembangan diri
pada siswa katekisasi, tidaklah menjadi batasan waktu
pembelajaran terhadap seluruh upaya pembinaan para
siswa katekisasi itu dalam rangka memiliki kecerdasan
intelektual, etis-moral, vokasional dan sosio-kultural.
Prinsip

relevansi

artinya,

seluruh

muatan,

bahasa, metode dan pendekatan kurikulum mesti
ditata dan diterapkan dengan mempertimbangkan
aspek relevansinya dengan konteks kepesertaan, ruang
dan waktu penyelenggaraannya. Dengan demikian,
pertimbangan

relevansi

tersebut

mengisyaratkan

pentingnya pencermatan yang kritis dan evaluatif
terhadap fenomena konteks yang ada dan tingkat
kematangan psikologis serta kebutuhan belajar para
katekisan.

Prinsip

fleksibilitas

artinya,

penerapan

kurikulum katekisasi dilihat pada suatu prinsip yang
mengisyaratkan

adanya

ruang

“keterbukaan

dan

apresiasi” terhadap seluruh proses pembelajaran yang
dinamis dan demokratis. Dengan demikian, pada satu
pihak

penyelenggaraan

katekisasi

tetap

mengedepankan suatu ketentuan dan mekanisme
pengajaran yang telah ditetapkan, namun pada sisi lain
85

terbuka

kemungkinan

untuk

disesuaikan

dengan

konteks penerapan dan dinamika katekisasi itu sendiri.
Prinsip kontinuitas artinya, sebagai pendidikan di
GPM, katekisasi ditempatkan dalam suatu pembinaan
secara berkelanjutan artinya dari pendidikan anakremaja-pemuda, hingga orang dewasa. Dalam artian
bahwa proses pembinaan para katekisan berlangsung
dalam

konteks

berkesinambungan,

artinya

pemahaman yang dimiliki oleh katekisan sebagaimana
yang diwariskan pada tahap pembinaan sekolah
minggu, terbuka untuk direfleksikan sesuai dengan
tingkat pengenalan dan tanggung jawab sebagai murid
katekisasi.
Prinsip

efektivitas

artinya,

penyelenggaraan

katekisasi GPM seyogiyanya diterapkan dalam prinsip
efektivitas belajar-mengajar, baik terhadap materi ajar,
metode, pembiayaan, strategi, hinggga ruang dan waktu
(durasi) pembelajaran. Artinya berdasarkan materi
pengajaran

yang

dipersiapkan,

diharapkan

dapat

mengelolanya

hingga

dapat

berhasil

para

pengajar

sedemikan

terhadap

rupa

pencapaian

pembelajaran dan pencerdasan siswa. Prinsip praktis
artinya, pentingnya penataan dan penyajian pengajaran
(materi ajar, strategi, bahasa, alat peraga) yang mudah
diaplikasikan terhadap seluruh proses katekisasi itu
sendiri. Selain itu, prinsip inipun mengisyaratkan
adanya sikap kepraktisan (aspek psikomotorik) di
86

kalangan para siswa sesuai dengan materi, konteks,
dan potensi yang dimiliki.
Berdasarkan penjelasan prinsip-prinsip di atas
maka, pembelajaran katekisasi di GPM berbasis pada
pencapaian pembentukan Profil Umat GPM dengan
menitikberatkan pada tiga aspek kecerdasan yaitu:
pengetahuan, keterampilan dan perilaku; serta seluruh
perangkat pendukung, yaitu pembimbing, pengasuh/
pengajar, sarana dan prasarana seperti ruang belajar,
alat peraga, papan tulis, multi media. Pelaksanaan
pembelajaran ini adalah untuk mencapai tujuan seperti
yang telah ditetapkan dapam PIP dan RIPP GPM yaitu
membentuk

profil

umat

GPM

yang

memiliki

ketangguhan dan kematangan teologis, intelektual,
moral, etis, sosial, kultural dan ekonomis.
Penyelenggaraan adalah Badan Pekerja Harian
Sinode

(Pendeta)

sebagai

penanggung

jawab.

Sedangkan katekeit adalah pengajar dan pembina
katekisasi, katekeit adalah mereka yang ditetapkan
oleh majelis sinode dengan mempertimbangkan kriteria
sebagai berikut: telah menjadi anggota sidi gereja, tidak
menjalani

tindak

disiplin

gereja

dan

peraturan

perundangan negara, setia kepada pengajaran gereja,
berlatar belakang pendidikan teologi dan non-teologi
namun ahli dalam bidangnya. Pelaksanaan pendidikan
tidak terlepas dari aspek pendanaan, pembiayaan
pendidikan

katekisasi

bersumber

dari

anggaran
87

pendapatan dan belanja Sinode, dengan sumber
keuangan diperoleh dari kolekta ibadah/ pertemuan
pelayanan katekisasi, natura sesuai sumber daya alam,
usaha-usaha lain yang sah, dan sumbangan lain.
Semua pendapatan pendanaan pendidikan katekisasi
diatur secara tersentralisasi pada kas BPH Sinode GPM.
4. Aspek Evaluasi
Evaluasi

terbagi

atas

evaluasi

proses

pembelajaran secara keseluruhan mencakup tahap
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
a. Evaluasi proses pembelajaran
Pertanyaan bagaimana evaluasi pembelajaran
katekisasi

di

GPM

dan

alat

evaluasi

apa

yang

digunakan. Berdasarkan wawancara dengan seorang
pendeta, mengatakan bahwa:
Pdt V:..... “Mengatakan bahwa, evaluasi terhadap
pembelajaran katekisasi di GPM dilakukan pada hasil
pembelajaran, baginya ada evaluasi di tiap kali tatap muka
sesuai dengan format yang sudah ada pada buku ajar.
Menurutnya bukan saja evaluasi di tiap kali tatap muka
yang dilakukan tetapi dilakukan setiap semester dan
evaluasi di akhir semester. Alat evaluasi yang digunakan
adalah dengan tes. Menurutnya, setiap kali tatap muka
diukur dengan tes lisan untuk mengukur hasil
pembelajaran yang sudah dilakukan”.

Penjelasan ini dibandingkan dengan dokumen
yang

diperoleh,

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

evaluasi dan alat evaluasi yang digunakan adalah
kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui
88

tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga
proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap
ini

seorang

katekeit

dituntut

untuk

memiliki

kemampuan dalam menentukan pendekatan dan caracara evaluasi. Sejalan dengan itu juga seorang katekeit
mengatakan bahwa:
KT:...... “memang format evaluasi sudah disediakan,
namun metode yang saya gunakan adalah evaluasi di akhir
semester sebelum sidi, saya tidak mengguanakan evaluasi
pada setiap kali tatap muka, saya merampungkan semua
materi ajar dulu kemudian melakukan evaluasi. Alat
evaluasi yang biasa saya gunakan adalah tes tertulis. Soal
evaluasi tergantung pengajar, mau review materi juga bisa,
tegasnya..”

Penjelasan di atas, mengatakan bahwa memang
pembelajaran katekisasi di GPM dalam hal evaluasi
dilaksanakan tergantung oleh katekeit dan alat evaluasi
yang digunakan adalah dengan menggunakan tes, baik
itu tes lisan maupun secara tertulis. Hasil evaluasi
tidak dalam bentuk angka, tetapi evaluasi dilakukan
hanya

untuk

mengetahui

sejau

mana

seorang

katekisan menguasai materi yang disampaikan. Hasil
dari evaluasi ini

adalah seorang katekisan bisa

diteguhkan menjadi anggota sidi baru gereja dan
diberikan kepadanya surat sidi yang menandakan
bahwa dia sudah selesai dalam mengikuti proses
pembinaan di pendidikan katekisasi. Format evaluasi
telah disediakan dalam buku ajar hanya tergantung
bagaimana metode yang dipakai oleh katekeit.
89

Di GPM sendiri ada evaluasi terhadap katekeit, ini
dilakukan untuk melihat sejaumana pelaksanaan
pembelajaran telah sesuai dengan rencana dan tujuan
program yang ditetapkan. Evaluasi dilakukan dalam
bentuk

pelatihan-pelatihan

terhadap

para

katekeit/pengasuh, karena merasakan penting untuk
meningkatkan

kualitas

dan

pengembangan

para

pengasuh yang berada di wilayah pelayanan GPM.
Tujuan

dari

pelatihan

ini

untuk

menumbuh

kembangkan kreatifitas dalam mengajar, memberikan
nilai pada setiap pengajaran dengan pengetahuan yang
siap dan juga ketrampilan membuat alat peraga sesuai
dengan konteks. Materi pelatihan yang diberikan
menyangkut kurikulum pendidikan secara teknis dan
juga teoritis, serta penguatan psikologi anak diberikan
dalam pelatihan dimaksud sehingga tidak hanya
memahami anak hanya secara intelektual saja tetapi
bagaimana anak itu di pahami secara utuh.

4.2 Pembahasan
A. Aspek Perencanaan
Pendidikan adalah lembaga pembinaan yang
berkembang

luas

di

dunia

modern

masa

kini.

Pendidikan berlangsung secara formal yang dimulai
dari pendidikan dasar, menengah, sampai perguruan
tinggi. Pendidikan dimaksud, dilakukan baik oleh
lembaga-lembaga negeri atau pemerintah maupun oleh
lembaga pendidikan swasta atau masyarakat. Gereja
90

juga demikian, melaksanakan pelayanannya melalui
pendidikan yang dikenal dengan katekisasi. Katekisasi
adalah pembinaan dalam bentuk pengajaran, dimana
pembelajaran

katekisasi

bukanlah

orang-orang

(katekisan) yang diajar itu menghafal atau mempelajari
taurat yang diajarkan kepada mereka sebagai suatu
ilmu (pengetahuan), tetapi supaya apa yang mereka
pelajari itu mereka taati dan lakukan di dalam hidup
mereka.
Berdasarkan data yang dijelaskan, terkait dengan
perencanaan pembelajaran, bahwa: Para Pendeta dan
pengajar (katekeit) tidak memiliki perencanaan khusus
dalam kegiatan belajar mengajar. Seperti, membuat
silabus dan rencana pembelajaran. Mengapa demikian,
karena Biro Pelayanan Anak dan Katekisasi sudah
menerbitkan buku ajar yang didalamnya termuat,
materi

kurikulum

dan

penjabaran

program

pembelajaran. Indikator capaian, tujuan pembelajaran,
materi, waktu, metode dan penilaian, semuanya sudah
dirumuskan dalam buku ajar. Pendeta atau katekeit
tidak perlu lagi menyiapkan silabus pembelajaran.
Kurikulum katekisasi di GPM terdiri dari satu paket,
yakni kurikulum inti dan buku ajar katekisasi untuk
satu dasawarsa.
Perencanaan pembelajaran, para katekeit tidak
menyiapkan silabus dan rencana pembelajaran karena
pengajaran

yang diberikan

kepada mereka

(para
91

katekisan) itu sendiri lebih banyak mengandung unsur
bimbingan. Karena merupakan pembinaan lanjutan
dari pendidikan sebelumnya yaitu SMTIP sehingga
tujuan dari katekisasi ialah bukan anak-anak (siswa
katekisasi) diteguhkan menjadi anggota sidi gereja.
Tujuan

katekisasi

yang

telah

diuraikan

di

atas

menjadikan anak-anak percaya kepada Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan juruselamat mereka. Secara khusus
pembelajaran katekesasi memiliki peran penting bagi
mereka (siswa katekisasi) sebagai langkah awal untuk
membina, membimbing, mengarahkan, mengajarkan
mereka agar memiliki pengetahuan dan pengakuan
yang sungguh.
Berdasarkan

data

yang

diperoleh

dapat

dikatakan bahwa perencanaan pembelajaran katekisasi
di GPM berbasis pada pembentukan profil umat. Sesuai
dengan apa yang dikatakan dalam PIP dan RIPP GPM
yaitu

membentuk

profil

umat

yang

memiliki

ketangguhan dan kematangan teologis, intelektual,
moral, etis, sosial, kultural, dan ekonomis.
Katekeit
pendidikan

selaku
katekesasi

pengajar
sebagai

mesti

menjadikan

tempat

untuk

memantapkan siswa katekisasi dalam hal pengetahuan
dan pendampingan pada masa transisi (remaja ke
dewasa) dan menjadikan mereka semakin lebih baik
dalam sikap dan perbuatan. Sehingga, pada akhirnya
pertama-tama bukanlah soal hasil (output) dari suatu
92

pendidikan yang dihargai dan menjadi sesuatu yang
dominan, namun yang mesti dihargai dan diberikan
suatu

apresiasi

adalah

proses

dari

kegiatan

pembelajaran itu sendiri. Jika proses itu dilakukan
dengan sangat baik, terarah, terencana, dan sistematis
oleh gereja maka akan menghasilkan anggota sidi gereja
yang

berkualitas.

Kualitas

yang

dimaksudkan

bukanlah pada bagaimana seseorang mengerti dan
memahami setiap materi yang disampaikan. Namun,
bagaimana proses pendidikan katekesasi dimaknai
sebagai proses pengenalan kehidupan Kristen.
B. Aspek Pengorganisasian
Berdasarkan data dan dokumen yang didapat
dapat

dilihat

bahwa

dalam

pengorganisasia

pembelajaran katekisasi di GPM ada pembagian tugas
kepada para katekeit yang bertanggung-jawab dalam
menjalankan manajemen di pendidikan katekisasi. Ada
juga pembagian-pembagian kelas dalam pendidikan
katekisasi, begitu juga dengan sarana dan prasarana
yang digunakan.
Pengorganisasian kurikulum katekiasi, memiliki
tiga prinsip pengorganisasian yaitu kebermaknaan,
keluwesan,

kedinamisan.

Kebermaknaan

dalam

pengertian bahwa kurikulum dibentuk atas dasar
kebutuhan

peserta

didik

(katekisan)

untuk

pembentukan profil umat GPM, karena poros dari
seluruh pelayanan gereja di GPM adalah untuk
93

menghasilkan umat yang memiliki kecakapan etismoral. Keluwesan dalam pengertian bahwa kurikulum
katekisasi harus memberi peluang bagi perubahan
sikap peserta didik. Kedinamisan dalam pengertian
bahwa kurikulum selalu mengalami perubahan sesuai
dengan kebutuhan konteks pelayanan. Kurikulum
katekisasi sendiri dibentuk untuk satu dasawarsa
dengan muatan materinya dikemas dalam tiga pokok
bahasan, yaitu gereja, firman dan konteks. Selama satu
dasawarsa itu akan dilihat apakah kurikulum sudah
menjawab kebutuhan peserta didik atau belum, jika
sudah

menjawab

maka

kurikulum

akan

dipertahankan, tetapi jika belum menjawab maka
harus dirubah sesuai dengan kebutuhan.
Terkait dengan pengorganisasian ini ada bentuk
kurikulum dan materi kurikulum, di mana bentuk
kurikulum pendidikan katekisasi adalah berbentuk
kurikulum inti di mana semua komponen dibuat dalam
bentuk matriks, yang terdiri dari: Tujuan umum
penyajian, Pokok bahasan dan sub pokok bahasan,
Waktu pertemuan, Semester, Materi/ bahan alkitab,
Pengalaman belajar, Metode dan teknik, Evaluasi,
Sumber/

kepustakaan,

Keterangan.

Komponen

kurikulum inti ini, dilihat sebagai suatu kesatuan, dan
dikembangkan

secara

spiral.

Sedangkan

materi

kurikulum katekisasi di GPM bersumber dari tiga pilar
kurikuler, yaitu firman, gereja, dan konteks
94

Perlu disadari bahwa dalam pengorganisasian ini,
terkait dengan materi yang diajarkan di pendidikan
katekisasi GPM hanya berkisar pada pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang berhubungan dengan
spiritual anak. Padahal upaya pemberdayaan umat juga
sangat membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang bersentuhan langsung dengan kehidupan
setiap hari. Oleh sebab itu kurikulum katekisasi di GPM
harus memberi ruang bagi pemberdayaan umat di
bidang sosial dan ekonomi. Mata pelajaran yang
berhubungan dengan pengembangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap sesuai dengan potensi yang
tersedia dan dijadikan sebagai muatan lokal kurikulum
pendidikan katekisasi di GPM.
Katekeit

adalah

orang-orang

yang

telah

ditetapkan oleh jemaat sebagai pengajar katekesasi.
Katekeit memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
melihat

sampai

kreatifitasnya
menyesuaikan

sejauh
untuk
dengan

mana

kemampuan

mengulang
konteks,

materi
serta

dan
dan
dapat

mengembangkan materi-materi yang dirasa penting
dalam proses pembelajaran. Berdasarkan data yang
diperoleh, terhadap kurikulum dan materi-materi yang
diajarkan, kurikulum dan materi-materi yang disajikan
dalam buku ajar katekesasi tidak perlu diperbaharui
tetapi harus juga menambahkan muatan-muatan
pelajaran

yang

bersentuhan

langsung

dengan
95

lingkungan dari katekisan dan memberi ruang bagi
pemberdayaan umat. Namun, yang lebih penting
adalah memperhatikan keberadaan mereka (katekisan)
di lingkungan sekitar.
C. Aspek Pelaksanaan
a. Persyaratan proses pelaksanaan
Gereja adalah persekutuan, sebagai persekutuan
gereja memiliki peran yang sangat penting dalam
melihat

dinamika

yang

terjadi,

yaitu

pendidikan

katekisasi. Melalui pendidikan ini peserta didik akan
diarahkan, dibimbing, untuk lebih memahami sungguh
kehidupan

kristen

serta

peran

mereka

dalam

kehidupan setiap hari.
Bila dilihat dalam Permen No 41 Tahun 2007
tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar
dan

menengah.

Persyaratan

proses

pembelajaran

meliputi jumlah peserta didik, rombongan belajar,
beban kerja minimal guru, buku teks pelajaran, dan
pengelolaan kelas. Maka, persyaratan pelaksanaan
kegiatan

pembelajaran

katekisasi

berjalan

sesuai

dengan apa yang ditentukan di dalam buku ajar. Dari
data yang diperoleh ada pembagian kelas (peserta
didik), pembagian kelas sesuai dengan siswa yang
sudah mendaftar, di GPM pembelajaran katekisasi
dilaksanakan dalam dua kelas yaitu kelas khusus dan
kelas umum. Meskipun berbeda kelas namun materi

96

pelajaran dalam proses pembelajaran tetap sama, yaitu
firman, gereja, dan konteks.
Ada pembagian waktu pertemuan untuk tiap
semester dalam satu tahun pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran dilakukan satu minggu dua kali dengan
pembagian waktu adalah 100 menit untuk satu kali
pertemuan atau tatap muka. Ada pembagian tugas,
dalam pembagian tugas dibagi dalam dua kelompok
yaitu oleh pendeta dan guru PAK dari sekolah. Adanya
sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan semua fasilitas
yang dimiliki oleh gereja di setiap jemaat. Baik itu,
gedung

gereja,

buku

ajar,

alat

peraga

maupun

perpustakaan mini yang dimiliki oleh gereja.
b. Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan

dijalankan

ketika

seseorang

mendaftar sebagai murid katekisasi, dan dilaksanakan
selama satu tahun yang dibagi dalam dua semester,
akhir dari pendidikan katekisasi ini ditandai dengan
Sidi gereja. Pelaksanaan pembelajaran per semester
terdiri atas, semester satu (firman, gereja d

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25