UPAYA UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(1)

ABSTRAK

UPAYA UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA

PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA Oleh

NANDA FEBRINI SHOLEHATI

Kekerasan Dalam Rumah Tangga muncul sebagai akibat dari adanya dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Jumlah tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari data statistik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung dari tahun 2010 tercatat terdapat 41, di tahun 2011 tercatat 39 kasus dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 69 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Upaya Unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) dengan didukung Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT) diharapkan dapat dijadikan sebagai perangkat hukum yang memadai, yang didalamnya antara lain mengatur mengenai pencegahan, perlindungan terhadap korban dan penindakan terhadap pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan tetap menjaga keutuhan demi keharmonisan keluarga. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi penulis adalah apakah upaya unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga?. Dan apakah yang menjadi faktor penghambat unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga?.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Sumber dan jenis data primer diperoleh dari studi lapangan


(2)

Nanda Febrini Sholehati dengan melakukan wawancara terhadap pihak Unit Perindungan perempuan dan anak (PPA) di Polresta Bandar Lampung. Sedangkan sumber dan jenis data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan cara memeriksa dan mengoreksi data, setelah data diolah yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif guna mendapatkan suatu kesimpulan yang memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa upaya unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara pendekatan atau upaya yaitu upaya represif, preventif dan pre-emtif. Upaya pre-emtif seperti pihak kepolisian membuat penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat guna memberi informasi terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga. Selanjutnya upaya preventif yaitu dengan cara menegedepankan fungsi teknis unit PPA dengan melaksanakan kegiatan pengaturan serta kegiatan pembinaan masyarakat. Sedangkan upaya represif seperti upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap ancaman faktual dengan sanksi yang tegas untuk membuat efek jera bagi para pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Dalam proses upaya unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga terdapat beberapa hambatan, antara lain: faktor dari penegak hukumnya sendiri yaitu sumber daya yang dimiliki oleh unit perlindungna perempuan dan anak yang masih terbilang minim; faktor sarana dan fasilitas yang kurang memadai seperti halnya dalam melaksanakan penyuluhan-penyuluhan terkait tindak kekerasan dalam rumah tanggga; faktor kesadaran hukum dan faktor kebudayaan masyarakat yang dimana masyarakat masih menganggap bahwa kekerasan dalam rumah tangga itu sebagai hal yang tabu untuk dikonsumsi secara eksternal keluarga dan masyarakat masih menganggap tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai persoalan internal dan pribadi dalam rumah tangga.

Adapun saran yang diberikan penulis adalah untuk memaksimalkan upaya yang dilakukan pihak unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam hal penegakan hukum maka perlu meningkatkan sumber daya manusia guna dapat memaksimalkan kinerjanya terkait upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Dan bagi masyarakat Kota Bandar Lampung diharapkan agar dapat berhati-hati dalam bertindak dan apabila mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga baik itu kekerasan fisik maupun psikis diharapkan jangan hanya menyimpannya sendiri dan cobalah untuk bersikap terbuka kepada aparat penegak hukum. Sehingga tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat diminimalisir.

Kata Kunci : Upaya Unit Perempuan dan Anak (PPA), Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


(3)

UPAYA UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA

PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

(Skripsi)

Oleh

NANDA FEBRINI SHOLEHATI

Fakultas Hukum Universitas Lampung

Bandar Lampung 2013


(4)

UPAYA UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA

PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

Oleh

NANDA FEBRINI SHOLEHATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang ... 1

B. Permasalahan dan RuangLingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan…. ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Unsur dan Upaya TindakPidana ... 16

B. Tugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung ... 20

C. Tinjauan Mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 21

D. Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung ... 27

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Sumber dan Jenis Data ... 31

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33


(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 36

B. Upaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta

Bandar Lampung dalam Rangka Penanggulangan Tindak

Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 37

C. Faktor-Faktor penghambat Unit Perlindungan Perempuan dan

Anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan dalam

Rumah Tangga ... 49

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 53 B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. ...

Sekretaris : Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati M, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 196211091987031003


(8)

Judul Skripsi : UPAYA UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) POLRESTA BANDAR

LAMPUNG DALAM RANGKA

PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Nama Mahasiswa :

Nanda Febrini Sholehati

No. Pokok Mahasiswa : 0912011350

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. NIP. 196109121986031003 NIP. 198011182008011008

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati M, S.H., M.H. NIP. 196208171987032003


(9)

MOTTO

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu

, sesungguhnya Allah beserta

orang-orang yang sabar

(Al-Baqarah : 153)

”D

ream Believe and Make it Happen

(Agnes Monica)

“Bertindaklah sebagai orang yang selalu berpikir, dan berpikirlah

sebagai orang

yang selalu bertindak”


(10)

PERSEMBAHAN

Teriring

Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah

SWT Atas Rahmat dan

Hidayah-Nya Serta Junjungan Tinggi Rasulullah Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi Ini Kepada :

Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Alm. Naspi Chudri, Ibunda Murniati,

sebagai orang tua yang telah mengajarkan keikhlasan tidak melalui kata-kata

melainkan perbuatan, mendidik, mengajarkan apa yang orang lain tidak bisa

ajarkan, membesarkan dan membimbing penulis menjadi sedemikian rupa, yang

selalu memberikan kasih sayang y

ang tulus dan memberikan do’a

dalam setiap

sujud mereka

Keluarga besar Hj. Asiah Lukman dan Hi. Mursyid

,

kakakku Netti Octavia,

S.Sos. yang menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju memikirkan

masa depan yang jauh lebih baik dari sekarang

Sahabat-sahabat tercinta serta teman-teman seperjuangan yang turut

bersamaku melewati semua rasa suka dan duka


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Februari 1992, merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Alm. Naspi Chudri dan Murniati.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak Aisiyah Teluk Betung diselesaikan pada Tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Gulak-Galik Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 25 Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10 Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2009.

Pada Tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan mengambil minat bagian Hukum Pidana. Penulis mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Panjang Selatan, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.


(12)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, karuniaNya dan kehendakNya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: Upaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bandar Lampung Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung, sekaligus Pembahas I yang penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

3. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang penuh

kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

4. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang penuh

kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

5. Ibu Dona Raisa M., S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan


(13)

perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi ini

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Unversitas Lampung yang telah memberikan

bantuan kepada penulis selama menempuh studi

8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung terutama

Babe Narto, mba Sri, mba Yanti, ketiga kiyay satpam dan semuanya yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi

9. Seluruh anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian

Resort Kota Bandar Lampung yang telah memberikan izin penelitian, saran serta masukan kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini

10. Kedua orang tuaku tercinta, Papa Alm. Naspi Chudri dan Mama Murniati

yang telah mendidik penulis dan yang selalu memberikan kasih sayang,

dukungan moril maupun materil serta do’a yang tak pernah putus disetiap

sujudnya untuk keberhasilan dan masa depanku

11. Kakakku Netti Octavia, S.Sos., yang selalu memberi semangat dan

dukungannya selama ini

12. Keluarga besar Hj. Asiyah Lukman dan Keluarga besar Hi. Mursyid yang

telah mendidik penulis dan yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian serta ilmu-ilmu bermanfaat untuk penulis

13. Sahabat-sahabat tersayang yang tergabung dalam Mokasta Crew Dindanisa

Asmarani, Dwita Prayosa, Febry Annisa, Gintari Berlian, dan Nur Komala Putri, A.Md yang selalu memberikan motivasi dan candanya kepada penulis

14. Sahabat-sahabat terkasih Dining Auliani, Franky Tarnando, A.Md., Reza

Mayendra, A.Md., Selvy Arista Dinihari yang selalu memberikan motivasi dan candanya kepada penulis

15. Seluruh angkatan 2009 Fakultas Hukum terutama Ayu Hervi Maharani,

Benny Kurniawan, Karolina Pangestu, M. Amri Arda Putra, Novie Puspasari Rs, Vanny Ciendy, Yuridhani Rahman, Zahara Alfiria, serta teman-teman Jurusan Pidana 2009 atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya

16. Teman-teman KKN Tematik Unila 2009 Genk Lumba-Lumba Panjang


(14)

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan, kerelaan, dan dukungannya

18. Almamater tercinta Universitas Lampung

Penulis berdoa semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah diberikan akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT, dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 14 Mei 2013 Penulis


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Tindak kekerasan dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik maupun psikis yang korbannya kebanyakan para perempuan. Aparat penegak hukum dituntut mampu mencegah dan menaggulangi tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ini guna mengurangi tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga muncul sebagai akibat dari adanya dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan pengaruh yang besar akibat perlakuan dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinate dalam bentuk suatu perilaku agresi yaitu

penganiayaan, maupun penyiksaan1.

Fenomena terjadinya kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya terjadi pada masyarakat umumnya (masyarakat kebanyakan) namun banyak pula kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa kalangan berpendidikan bahkan di lingkungan

1


(16)

2

keluarga pejabat, termasuk di kalangan keluarga aparat penegak hukum sendiri. Hal ini pertanda bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan yang bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang latar belakang keluarga.

Perkembangan tindak kekerasan dalam rumah tangga menunjukan bahwa sering terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga baik itu kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan pelantaran rumah tangga. Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga memposisikan korban pada situasi yang sangat dilematis, walau dampaknya sangat tidak berpihak pada korban umumnya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi tidak jarang membuat korban bungkam dan tidak mampu mengekspresikan dirinya. Tidak terbangunnya kesadaran kristis menyebabkan korban menjadi kelompok yang perlu mendapat perhatian khusus. Tindak kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 5 Undang-Undang no.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdiri dari berbagai bentuk antara lain2:

1. Kekerasan fisik

Adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 2. Kekerasan Psikis

Adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak percaya diri, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

2


(17)

3. Kekerasan seksual Meliputi :

a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap

dalam lingkup rumah tangga tersebut.

b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah

tangganya untuk tujuan komersil dari atau tujuan tertentu. 4. Penelantaran rumah tangga

Meliputi :

a) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

b) Penelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

Tingginya kasus-kasus terhadap perempuan terutama kekerasan dalam rumah tangga bisa terlihat dari jumlah tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga menurut statistik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung pada Tahun 2010 tercatat terdapat 41 kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, sedangkan pada Tahun 2011 untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga mengalami penurunan dari 41 menjadi 39 kasus, namun pada Tahun 2012 kasus kekerasan dalam


(18)

4

rumah tangga kembali mengalami peningkatakan menjadi 69 kasus3, ini

mengindikasikan bahwa masih lemahnya upaya aparat yang berwajib dalam menangani atau menanggulangi permasalahan kekerasan dalam rumah tangga tersebut. Dan juga dikarenakan anggapan masyarakat yang masih beranggapan bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah privat yang hanya menyangkut intern keluarga saja. Jadi tidak jarang para korban kekerasan dalam rumah tangga tersebut tidak melaporkan akan adanya kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa dirinya, sehingga hal tersebut dapat menjadi penghambat aparat yang berwajib dalam upaya penanggulangan tindak kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri. Dan hal ini mengakibatkan tindak kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan dalam rumah tangga semakin meningkat.

Oleh karena itu, sangatlah dibutuhkan adanya penanganan yang serius dari aparat yang berwajib dalam hal ini Unit Perlindungan Perempuan dan Anak yang berada dibawah naungan Polresta Bandar Lampung untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat kepada para korban kekerasan terhadap perempuan terutama korban dari kekerasan dalam rumah tangga, selain itu pihak aparat yang berwajib juga harus tetap mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Seperti halnya yang terdapat

dalam pasal 10 poin (a) UU No. 23 tahun 2004 bahwa “korban berhak mendapatkan

perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,

3


(19)

lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan

perintah perlindungan dari pengadilan”.

Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak baik dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga maupun kasus kekerasan lain yang berhubungan dengan perempuan dan anak, untuk mengurangi masalah tersebut maka berdasarkan Peraturan KAPOLRI No. 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja, dibentuklah suatu unit yang bertugas memberikan pelayanan, perlindungan terhadap perempuan dan anak. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap perempuan dan anak

yang menjadi pelaku tindak pidana4. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

berkedudukan di bawah Sat Reskrim Polres dan mempunyai tugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan/kekerasan dan penegakan hukum terhadap pelakunya. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak sendiri diketuai oleh Kepala Unit PPA/Kanit PPA yang membawahi 2 Panit (Perwira Unit) yaitu Panit Perlindungan (lindung) dan Panit Penyidikan (idik). Menurut peraturan KAPOLRI No. 10 Tahun 2007 pasal 6 ayat 4 disebutkan bahwa tugas pokok unit PPA adalah melakukan penyidikan tindak pidana terhadap perempuan dan anak yang meliputi :

4

Kesepakatan Bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Dengan/ Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Tentang Pencapaian Kinerja Di Bidang Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Di Provinsi Lampung, No. 98/MEN.PP/SKB/VI/2010Hlm. 3


(20)

6

1. perdagangan orang (Human Trafficking);

2. penyelundupan manusia (People Smuggling);

3. kekerasan (secara umum maupun dalam rumah tangga);

4. susila (perkosaan, pelecehan, cabul);

5. vice (perjudian dan prostitusi);

6. adopsi ilegal;

7. pornografi dan pornoaksi;

8. money laundering dari hasil kejahatan tersebut di atas;

9. masalah perlindungan anak (sebagai korban/tersangka);

10.perlindungan korban, saksi, keluarga dan teman;

11.kasus-kasus lain dimana pelakunya adalah perempuan dan anak.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) merupakan salah satu institusi yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum tentunya dituntut peran sertanya dalam mendukung terwujudnya perlindungan serta penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Untuk mendukung tugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak dalam mengurangi tindak kekerasan dalam rumah tangga, maka pemerintah pada tanggal 22 September 2004 telah mengesahkan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sehingga Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung dituntut mampu membantu proses penyelesaian dan penanggulangan terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau PKDRT telah membawa paradigma baru bahwa kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi masalah negara dan masalah publik dan tidak lagi menjadi masalah pribadi/internal keluarga semata. Dengan demikian, pihak pelaksana kebijakan UU PKDRT ini tidak hanya mencakup pemerintah, tetapi juga masyarakat, termasuk lembaga masyarakat serta pentingnya kesadaran hukum dalam masyarakat terhadap


(21)

tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dengan adanya aparat penegak hukum dalam hal ini unit perlindungan perempuan dan anak dengan didukung oeh Undang-Undang ini diharapkan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan dalam rumah tangga dapat diminimalisir.

Berdasarkan keterangan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi

tentang “Upaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung

Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa permasalahan yang penulis anggap penting untuk dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini yaitu:

1. Apakah upaya unit perlindungan perempuan dan anak Polresta Bandar

Lampung dalam rangka penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?

2. Apakah faktor penghambat unit perlindungan perempuan dan anak Polresta

Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?


(22)

8

2. Ruang Lingkup

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup bidang hukum pidana khususnya kajian dari aspek kriminologis. Ruang lingkup dalam penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui upaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta

Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

b. Untuk mengetahui faktor penghambat upaya Unit Perlindungan Perempuan dan

Anak Polresta Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui upaya unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


(23)

a. Secara teoritis:

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan bagi aparat penegak hukum, pemerintah dan masyarakat, khususnya dalam penanggulangan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi di Indonesia dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengembangkan bagi pengemban ilmu pengetahuan hukum.

b. Secara praktis:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan benar,

dan juga diharapkan bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang tertkait dalam masalah yang ditulis dalam skripsi ini.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemikiran dan

pertimbangan dalam menangani kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum, pemerintah dan masyarakat khususnya dalam rangka penanggulangan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

3. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca mengenai penanggulangan

tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga dikalangan masyarakat.

4. Penelitian ini berguna sebagai acuan atau referensi bagi pendidikan hukum dan

penelitian hukum lanjutan, praktisi hukum dalam mengemban tugas profesi hukum dan sebagai bacaan baru bidang hukum pidana khususnya dalam upaya penanggulangan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


(24)

10

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti5.

Kerangka teoritis pertama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori penanggulangan kejahatan. Upaya penanggulangan adalah usaha, ikhtiar guna mencapai suatu maksud dengan suatu proses atau menanggulangi suatu kejahatan. Upaya Represif

Upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :

a. Penerapan hukum pidana (Criminal Law Application).

b. Pencegahan tanpa pidana (Prevention Without Punishment).

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan

lewat media massa (Influencing views of society on crime and punishment).6

Upaya penaggulangan kejahatan yang dikemukakan oleh Barda Nawawi di atas, yang merupakan upaya penaggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada sifat

represif adalah pada penerapan hukum pidana (Criminal Law Application).

5

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press. Hal. 124.

6

Arif Barda Nawawi. 1996. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Undip Semarang. Hal. 48.


(25)

Sedangkan Pencegahan tanpa pidana (Prevention Without Punishment) lebih menitikberatkan pada upaya penanggulangan secara preventif.

Upaya Preventif

Upaya penaggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada sifat preventif

(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Upaya

penanggulangan lebih bersifat pencegahan terhadap terjadinya kejahatan, sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif mengenai terjadinya kejahatan. Faktor-faktor itu antara lain adalah berpusat pada masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut pandang kriminal makro dan global, maka upaya preventif menduduki posisi kunci dan strategis dari seluruh upaya politik kriminal. Upaya Preventif ini adalah untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian dilihat dari sudut kriminal, seluruh kegiatan preventif melalui upaya itu mempunyai kedudukan strategis, memegang posisi kunci yang harus diintensifikasikan dan diefektifkan.

Kerangka teoritis yang kedua yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori faktor yang menjadi penghambat dalam penegakkan hukum, selanjutnya menurut Soerjono Soekanto setidaknya terdapat 5 (lima) faktor yang menjadi penghambat dalam penegakkan hukum. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

menurut Soerjono Soekanto, adalah sebagai berikut7:

7

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal. 5.


(26)

12

a. Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang

ingin tahu akan diteliti8. Agar dapat memberikan kejelasan yang mudah untuk

dipahami sehingga tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan dalam penulisan ini, maka akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai istilah yang berkaitan dengan judul penulisan skripsi ini, yaitu:

a. Upaya adalah usaha untuk melakukan sesuatu setelah adanya peristiwa9.

b. Perlindungan yaitu suatu tempat berlindung; memperlindungi suatu hal

(perbuatan dsb)10.

8

Soekanto, Soerjono. Op.cit. Hal. 132.

9

Poerwardaminta, WJS. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Bahasa. Jakarta. Hlm. 120

10


(27)

c. Perempuan adalah orang yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil,

melahirkan anak, dan dapat menyusui, wanita11.

d. Anak adalah seseorang yang belum berusia 15 (lima belas) tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan12.

e. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi13.

f. Perlindungan perempuan adalah segala upaya yang ditujukan untuk melindungi

perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk

mencapai kesetaraan gender14

g. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat UPPA adalah

unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum

terhadap perempuan dan anak yang menjadi pelaku tindak pidana15.

h. Penanggulangan adalah suatu proses, cara pembuatan untuk menanggulangi

sesuatu hal16.

11

Ibid. Hlm. 121

12

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Hlm. 2

13

Ibid. hal. 3

14

Kesepakatan Bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Dengan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Tentang Pencapaian Kinerja Di Bidang Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Di Provinsi Lampung, No. 98/MEN.PP/SKB/VI/2010Hal. 3

15

Ibid. hlm. 4

16


(28)

14

i. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan

mana yang disertai ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang

siapa melanggar larangan tersebut)17.

j. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan

secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga18.

3. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu penulisan yang sistematis untuk membahas permasalahan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui keseluruhan isi dari penulisan skripsi ini, maka dibuat suatu susunan sistematika secara garis besar sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan tenteng latar belakang penulisan dari skripsi yang berjudul Upaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dari uraian latar belakang tersebut dapat di tarik suatu pokok permasalahan dan ruang

17

Moeljatno. 1983. Asas-Asas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta. Hlm. 54.

18


(29)

lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pengantar pemahaman terhadap dasar hukum, pengertian-pengertian umum mengenai tentang pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis, pengertian tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, penangulangannya, serta upaya perlindungan perempuan dan anak.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penelitian populasi dan sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhirnya yaitu analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat pokok bahasan berdasarakan hasil penelitian, yang tentang karakteristik responden, apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, upaya apa saja yang dilakukan pihak terkait yaitu Perlindungan Perempuan dan Anak guna menanggulangi tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Serta apa saja yang menjadi penghambat dalam penanggulangan tersebut.


(30)

16

V. PENUTUP

Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran yang merupakan hasil akhir dari penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dibahas dalam penelitian skripsi ini.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Unsur dan Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan suatu perbuatan melawan atau bertentangan dengan hukum dan didalamnya terdapat aturan yang melarang perbuatan tersebut. Namun tidak semua perbuatan yang melawan dan bertentangan dengan hukum dikategorikan sebagai tindak pidana. Suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana yaitu apabila memenuhi unsur-unsur yang mana perbuatan tersebut bisa dikategorikan sebagai

tindak pidana

19 .

Unsur-unsur tindak pidana tersebut yaitu:

a. Perbuatan manusia (positif atau negative: berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan)

b. Diancam dengan pidana

c. Melawan hukum

d. Dilakukan dengan kesalahan

e. Orang yang mampu bertanggung jawab

19


(32)

18

Tindak pidana sebagaimana yang dikemukakan oleh Moeljono yaitu perbuatan yang dilartang oleh suatu aturan hukum larangan mana yang disertai ancaman (sanksi)

yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan 20. Menurut

Simons21, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana

yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai suatu tindakan untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana, maka haruslah ada aturan yang melarangnya dan mengancam dengan pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut, sedangkan perbuatan melanggar hukum yang tidak ada aturannya dan tidak diancam oleh undang-undang dengan pidana hukuman ini merupakan perbuatan pidana.

Secara yuridis formal tindak pidana adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan

dengan moral kemanusiaan (inmoril) merugikan masyarakat, sosial sifatnya dan

melanggar hukum secara undang-undang.

Klarifikasi tindak pidana menurut sistem KUHP dibagi menjadi dua bagian yaitu,

kejahatan (misdrjiven) yang diatur dalam buku II KUHP dan pelanggaran

(overtredigen) yang diatur dalam buku III KUHP menurut M.v.T22. Pembagian pembedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas perbedaan prinsipil, yaitu:

20

Moelijanto. 1987. Azaz-Azaz Hukum Pidana. PT. Bina Aksara. Jakarta. Hal. 54

21

Ibid. Hlm. 56.

22


(33)

a. Kejahatan adalah “rechtdeliten” perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan

sebagai onrecht perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.

b. Pelanggaran adalah “wetsdeltktren” perbuatan-perbuatan yang sifat melawan

hukumnya baru dapat diketahui setelah ada undang-undang yang menentukan demikian.

Beberapa pendapat dari para sarjana mengenai tindak pidana, sebagai berikut:

Menurut Mulyatno yang mengatakan bahwa tindak pidana/perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman

berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut23.

Soedarto yang mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenaran). Untuk dapat dipidana harus memenuhi syarat ada kesalahan yaitu mampu bertanggungjawab dan tidak ada alasan pemaaf.

Upaya adalah usaha, akal, ikhtiar guna mencapai jalan keluar dan sebagainya. Dan penanggulangan mengandung arti mengenal proses atau cara menanggulangi. Jadi upaya penanggulangan adalah usaha, ikhtiar guna mencapai suatu maksud dengan suatu proses atau menanggulangi suatu kejahatan.

1. Upaya Represif

Upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :

23


(34)

20

a. Penerapan hukum pidana (Criminal Law Application).

b. Pencegahan tanpa pidana (Prevention Without Punishment).

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan

lewat media massa (Influencing views of society on crime and punishment).24

Upaya penaggulangan kejahatan yang dikemukakan oleh Barda Nawawi di atas, yang merupakan upaya penaggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada

sifat represif adalah pada penerapan hukum pidana (Criminal Law Application).

Sedangkan Pencegahan tanpa pidana (Prevention Without Punishment) lebih

menitikberatkan pada upaya penanggulangan secara preventif.

2. Upaya Preventif

Upaya penaggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Upaya penanggulangan lebih bersifat pencegahan terhadap terjadinya kejahatan, sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif mengenai terjadinya kejahatan. Faktor-faktor itu antara lain adalah berpusat pada masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut pandang kriminil makro dal global, maka upaya preventif menduduku posisi kunci dan strategis dari seluruh upaya politik kriminil.

24

Arif Barda Nawawi. 1996. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Undip Semarang. Hal. 48.


(35)

Upaya Preventif ini adalah untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian dilihat dari sudut kriminal, seluruh kegiatan preventif melalui upaya itu mempunyai kedudukan strategis, memegang posisi kunci yang harus diintensifikasikan dan diefektifkan.

B. Tugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung Berdasarkan Peraturan KAPOLRI No. 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja, dibentuklah suatu unit yang bertugas memberikan pelayanan, perlindungan terhadap perempuan dan anak. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA) adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum

terhadap perempuan dan anak yang menjadi pelaku tindak pidana25. Unit

Perlindungan Perempuan dan Anak berkedudukan di bawah Sat Reskrim Polres dan mempunyai tugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan/kekerasan dan penegakan hukum terhadap pelakunya. Menurut peraturan KAPOLRI No. 10 Tahun 2007 pasal 6 ayat 4 disebutkan bahwa tugas pokok unit PPA adalah melakukan penyidikan tindak pidana terhadap perempuan dan anak yang meliputi :

1) perdagangan orang (Human Trafficking);

2) penyelundupan manusia (People Smuggling);

3) kekerasan (secara umum maupun dalam rumah tangga); 4) susila (perkosaan, pelecehan, cabul);

25

Kesepakatan Bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Dengan/ Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Tentang Pencapaian Kinerja Di Bidang Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Di Provinsi Lampung, No. 98/MEN.PP/SKB/VI/2010Hal. 3


(36)

22

5) vice (perjudian dan prostitusi); 6) adopsi ilegal;

7) pornografi dan pornoaksi;

8) money laundering dari hasil kejahatan tersebut di atas; 9) masalah perlindungan anak (sebagai korban/tersangka); 10) perlindungan korban, saksi, keluarga dan teman;

11) kasus-kasus lain dimana pelakunya adalah perempuan dan anak.

C. Tinjauan mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Jenis-Jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan (violence) memunyai makna sebagai “serangan atau penyalahgunaan

kekuatan secara fisik terhadap seseorang atau binatang, atau serangan penghancuran, pengrusakan yang sangat keras, kasar, kejam dan ganas atas milik atau sesuatu yang

sangat potensial dapat menjadi milik seseorang26. Kekerasan terhadap perempuan

menurut perserikatan bangsa-bangsa dalam deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan pasal 1 kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender yang mengakibatkan atau akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan baik secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman, pembatasan kebebasan, paksaan, baik yang

terjadi di area publik atau domestik27. Menurut Herkutanto, kekerasan terhadap

26

Tubagus Nitibaskara. 2001. Ketika kejahatan berdaulat sebuah pendekatan kriminologi : Hukum dan Sosiologi. Jakarta. Peradaban. Hal. 90

27

Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”, Peket Informasi, Rifka


(37)

perempuan adalah tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu

sehingga dapat merugikan perempuan baik secara fisik maupun secara psikis28.

Kekerasan dalam rumah tangga atau sering kita dengar dengan istilah domestic

violence. Menurut Comprehensive Textbook of Psychiatry kekerasan dalam rumah

tangga mempunyai konteks yang lebih luas dalam kaitan relationship termasuk

hubungan perkawinan, kekerasan pada usia lanjut yang dilakukan oleh caregiver,

kekerasan yang dilakukan oleh pasangan hubungan yang dekat29. Menurut Arif

Gosita memberikan definisi mengenai kekerasan dalam rumah tangga, menurutnya

kekerasan dalam rumah tangga adalah : “Berbagai macam tindakan yang

menimbulkan penderitaan mental, fisik dan sosial pada para anggota keluarga. (anak,

menantu, ibu, istri, dan ayah, atau suami)30. Pengertian dari kekerasan dalam rumah

tangga dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara

melawan hukum dalam lingkup rumah tangga31.

28

Herkutanto, 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum Pidana,dalam buku

Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, PT. Alumni,Bandung.

29

Joan H. Reynata, Women’s Mind Women Bodies The Pschhycology of Women in a Biosocial

Context, (New Jersey: Rentice Hall, 1996). Hal.169.

30

Arif Gosita, 1993. Masalah Korban Kejahatan: Kumpulan Karangan Edisi 2. Jakarta: Akademika Presindo. hal. 269.

31

UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pasal 1 ayat (1). Hal.2


(38)

24

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang tertuang dalam pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 Undang-Undang No. 23 tahun

2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga32.

Pasal 5.

“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang

dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. Kekerasan fisik

b. Kerasan psikis

c. Kekerasan seksual, atau

d. Penelantaran rumah tangga”

Pasal 6

“Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat”

Pasal 7

“Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b adalah perbuatan

yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Pasal 8

“Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c meliputi:

32


(39)

a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;

b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah

tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu”

Pasal 9

(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

2. Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah

tangga (maritalviolence) sebagai berikut33:

a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

33

http://d2bnuhatama.blogspot.com/2011/08/makalah-pancasila-kekerasan-dalam-rumah.html. diakses pada tanggal 17 Februari 2013


(40)

26

Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.

c. Beban pengasuhan anak

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.

d. Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.

e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.


(41)

Selain faktor-faktor diatas terdapat pula faktor internal timbulnya kekerasan terhadap perempuan adalah kondisi psikis dan kepribadian sebagai pelaku tindak kekerasan yaitu:

a) sakit mental, b) pecandu alkohol,

c) penerimaan masyarakat terhadap kekerasan, d) kurangnya komunikasi,

e) penyelewengan seks, f) citra diri yang rendah, g) frustasi,

h) perubahan situasi dan kondisi,

i) kekerasan sebagai sumber daya untuk menyelesaikan masalah (pola kebiasaan

keturunan dari keluarga atau orang tua)34.

Setiap kekerasan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga, pasti menimbulkan suatu dampak bagi dirinya korban, orang lain, ataupun pelaku. Kekerasan dalam rumah tangga dapat berdampak negatif. Dampak negatif dari kekerasan dalam rumah tangga pastinya lebih banyak daripada dampak positifnya. Dampak negatif bagi korban, yaitu:

Korban KDRT biasanya akan mengalami dampak jangka panjang dan dampak jangka pendek. Dampak jangka pendek akibat kekerasan dalam rumah tangga bisa dilihat dari segi fisik dan psikologi. Dari segi fisik, biasanya korban akan mengalami

34

Siti Zumrotun, Membongkar Fiqh Patriarkhis; Refleksi atas Keterbelengguan Perempuan dalam Rumah Tangga, STAIN Press, Cet.I, 2006, hlm. 103.


(42)

28

luka pada tubuh akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Dari segi psikologis, biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia) dan kehilangan nafsu makan (lost apetite), cemas, dan depresi berat.

Dampak jangka panjang akibat kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena korban tidak mendapatkan penenangan atau bantuan(konsultasi psikologis) yang memadai. Akibatnya korban dapat mempunyai persepsi yang negatif terhadap laki-laki. Selain itu, KDRT bisa menyebabkan kematian bagi korban, kesehatan fisik (sakit kepala, sakit di punggung, pergerakan tubuh yang terbatas) bahkan KDRT bisa menyebabkan ketidakmampuan seorang ibu untuk merespon kebutuhan anaknya.

F. Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung dalam tugasnya memiliki standar operasional prosedur (SOP), mulai dari Penerimaan laporan Polisi,

penyidikan, hingga tahap akhir penyidikan35.

1. Tahap Penerimaan Laporan Polisi terdiri dari:

a. Korban diterima oleh personel UPPA

b. Proses Pembuatan Laporan Polisi didahului dengan wawancara dan

pengamatan serta penilaian penyidik/petugas terhadap keadaan saksi dan korban

35


(43)

c. Apabila saksi korban dalam kondisi trauma/stres, penyidik melakukan penindakan penyelamatan dengan mengirim saksi korban ke PPT Rumah

Sakit Polri untuk mendapatkan penanganan medis – psikis serta memantau

perkembangannya.

d. Dalam hal saksi dan/atau korban memerlukan istirahat petugas mengantar ke

ruang istirahat atau rumah aman atau shelter.

e. Apabila korban dalam kondisi sehat dan baik, penyidik dapat melaksanakan

wawancara guna pembuatan laporan Polisi.

f. Pembuatan laporan Polisi oleh petugas UPPA dan bila perlu mendatangi

TKP untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti.

g. Register penomoran laporan Polisi ke Sentra Pelayanan Kepolisian (RPK).

h. Dalam hal saksi dan /atau korban perlu dirujuk ke PPT atau tempat lainnya,

petugas wajib mengantarkan sampai ketempat tujuan rujukan, dan menyerahkan kepada petugas yang bersangkutan disertai dengan penjelasan masalahnya.

i. Dalam hal saksi/atau korban selesai dibuatkan laporan Polisi dan perlu visum

maka petugas mengantarkan saksi dan /atau koraban ke PPT untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan visum.

j. Kasus yang tidak memenuhi unsur pidana, dilakukan upaya bantuan melalui


(44)

30

2. Tahap Penyidikan

a. Penyidik membuat surat permohonan pemeriksaan kesehatan dan visum

kepada Rumah Sakit Polri atau Rumah Sakit lainnya yang secara hukum dapat mengeluarkan visum sehubungan dengan laporan Polisi yang dilaporkan oleh Korban.

b. Penyidik menyiapkan administarsi penyidikan.

c. Apabila korban siap diperiksa dan bersedia memberikan keterangan terkait

dengan laporan Polisi yang dilaporkan korban, penyidik dapat melaksanakan kegiatan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap korban.

d. Apabila kasus yang dilaporkan korban melibatkan satu korban dan satu

tersangka saja, maka laporan Polisi tersebut dapat ditindak lanjuti oleh seorang penyidik saja.

e. Apabila kasus yang dilaporkan korban melibatkan banyak korban, tersangka,

kurun waktu, barang bukti maupun tempat kejadian maka tugas penyidikan dilaksanakan dalam bentuk tim yang telah ditentukan oleh Ka UPPA dan

saksi/korban tetap diperiksa oleh Polwan UPPA, sedangkan

pengembangannya dapat dilaksanakan oleh penyidik Polri Pria.

f. Apabila saksi korban berasal dari luar kota maka untuk kepentingan

penyidikan korban dapat dititipkan di rumah aman / shelter milik Departemen Sosial Republik Indonesia (Depsos) atau pihak lain yang dinilai dapat memberikan perlindungan dan pelayanan hingga korban siap dipulangkan ke daerah asalnya.


(45)

3. Tahap Akhir Penyidikan

a. Koordinasi dengan ahli terkait sebagai ahli dalam rangka memperkuat

pembuktian kasus yang sedang ditangani :

1) Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK)

2) PPT atau rumah Sakit terdekat.

3) Psikolog.

4) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

5) Rumah Aman

6) Instansi.

7) Depdagri.

8) Ditjen Imigrasi Depku

9) Depsos RI

10) Depnakertrans RI

11) Penyidik Polri.

12) Penuntut umum (Kejaksaan)

13) Hakim (Pengadilan)

b. Menyelenggarakan gelar perkara.

c. Penelitian terhadap berkas perkara yang akan dikirim ke Jaksa Penuntut

Umum (JPU).

d. Menitipkan korban pada rumah perlindungan milik Depsos RI atau pihak lain

yang dinilai dapat memberikan perlindungan dan pelayanan kepada korban apabila korban diperlukan kehadirannya di pengadilan.


(46)

32

e. Melakukan koordinasi dengan instansi dan LSM yang peduli terhadap

perempuan dan anak korban tindak pidana pada sidang pengadilan, agar proses pengadilan dan putusannya benar-benar memenuhi rasa keadilan.


(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatanyang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah. Pendekatan empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara penelitian di lapangan.

B. Jenis dan Sumber Data

Metode penelitian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh data guna menyusun skripsi ini sebagai berikut :

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Data yang dimaksud dari aparat penegak hukum yang berada pada umumnya di Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan menelusuri literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang disesuaikan dengan pokok permasalahan yang ada dalam skripsi ini. Jenis data sekunder dalam skripsi


(48)

33

ini terdiri dari bahan hukum primer yang diperoleh dalam studi dokumen, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, yang diperoleh melalui studi literatur.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum

yang mengikat secara umum atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan yang terdiri dari perundang-undangan dan peraturan

lain yang berkaitan dengan permasalahan

b. 36, bahan hukum primer pada penelitian ini yaitu Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

c. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dengan cara

menelusuri berbagai peraturan dibawah undang-undang yaitu berupa literatur-literatur ilmu pengetahuan hukum dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

d. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus, artikel atau berita serta bebbagai keterangan media masa sebagai pelengkap.

36

Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju. Hal. 23.


(49)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang cirri-cirinya akan

diduga37. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan populasi adalah pihak-pihak

yang berkompeten.

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sasaran penelitian yang dapat mewakili keseluruhan populasi. Dimana populasi dalam penelitian ini yaitu di Polresta Bandar Lampung.

Sampel dan populasi yang akan diteliti menggunakan metode penelitian secara

sampling yaitu suatu metode dalam penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan yang telah dicapai dan dianggap telah mewakili populasi terhadapt masalah yang hendak dicapai.

Sesuai dengan metode penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti sebagaimana tersebut diatas, maka sampel penelitian ini adalah:

Anggota Unit PPA Polresta Bandar Lampung : 2 orang

Jumlah : 2 orang

37

Singaribuan, Masri dan Sofyan Effendy. 1985. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Hal.156.


(50)

34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan berupa membaca, mencatat, mengutip dari buku-buku literatur serta informasi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer yang

dilakukan dengan metode wawancara (interview) secara langsung kepada

responden yang telah ditentukan terlebih dahulu.

2. Pengelolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data diproses melalui pengolahan data, pengolahan data dilakukan dengan cara:

a. Identifikasi data, yaitu mencari materi data yang diperolah untuk disesuaikan

dengan pokok bahasan yaitu buku-buku atau literatur-literatur dan instansi yang berhubungan.

b. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok

bahasan dan mengutip data yang dari buku-buku literatur dan instansi yang berhubungan dengan pokok bahasan.


(51)

c. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data-data sesuai dengan ketetapan dan aturan yang telah ada,

d. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut tata urutan yang telah

ditetapkan sesuai dengan konsep, tujuan dan bahan sehingga mudah untuk dianalisis datanya.

E. Analisis Data

Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah

dibaca dan diidentifikasikan38. Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan

analiasis kualaitatif dimana dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian-uraian kalimat, setelah data dianalisis dan ditarik kesimpulan dengan cara indukatif, yaitu suatu cara berfikir yang dilakukan pada fakta-fakta yang berdifat umum kemudian dilanjutkan dengan keputusan yang bersifat khusus.

38


(52)

(53)

V. PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil dari pembahasan tentang upaya unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan hambatan yang dialami dalam penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu dalam rangka mengoptimalkan hasil penelitian dalam skripsi ini, maka dikemukakan beberapa saran guna meningkatkan upaya unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam rangka penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

A. Simpulan

1. Upaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dalam rangka

penanggulamgam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan represif, preventif dan pre-emtif.

a. Upaya Represif yang dilakukan oleh unit perlindungan perempuan dan anak

(PPA) seperti upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap ancaman faktual dengan sanksi yang tegas dan konsisten sesuai Undang-Undang yang


(54)

55

berlaku untuk membuat efek jera bagi para pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

b. Upaya yang dilaksanakan unit perlindungan perempuan dan anak (PPA)

dalam penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan dengan pendekatan pre-emtif. Upaya pre-emtif disini pihak unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mengadakan penyuluhan tentang kekerasan rumah tangga guna memberi informasi kepada masyarakat luas terkait kekerasan dalam rumah tangga secara umum dan secara khusus, serta memberikan penyuluhan tentang pemberdayaan masyarakat agar sadar hukum, taat hukum serta berpartisipasi dalam hukum. Dan dengan adanya penyuluhan diharapkan masyarakat dapat ikut serta dalam menanggulangi dan bahkan dapat meminimalisir tindak kekerasan dalam rumah tangga.

c. Upaya preventif merupakan kegiatan-kegiatan yang tujukan untuk mencegah

secara langsung terjadinya tindak pidana khususnya kekerasan dalam rumah tangga, dengan mengedepankan fungsi teknis dari unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) dengan melakukan pelayanan-pelayanan untuk menanggulangi tindak kekerasan dalam rumah tangga seperti dengan memberikan pelayanan kring serse 24 jam serta memberikan bimbingan konseling dan bimbingan rohani terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga baik dari segi agama maupun sosial.


(55)

2. Faktor penghambat unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dalam penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah:

a. Faktor Penegakan Hukum atau Aparat Penegak Hukum

Dalam perangkat hukum yang digunakan belum memadai dimana sumber daya manusia yang dimiliki unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) terbilang masih terlalu sedikit bila dibandingkan dengan kasus-kasus tindak pidana yang semakin marak terjadi.

b. Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas unit PPA Polresta Bandar Lampung sudah dapat dibilang cukup memadai dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, membicarakan sarana dan fasilitas tidak terlepas dari anggaran operasional unit PPA dalam menjalankan tugasnya seperti halnya saat dalam mengadakan penyuluhan kepada masyarakat terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga unit PPA sendiripun tidak secara rutin dan berkala dalam mengadakan penyuluhan-penyuluhan terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga.

c. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat itu sendiri terkadang menyulitkan para penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Kebanyakan korban kekerasan dalam rumah tangga jarang sekali untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya.


(56)

57

d. Faktor Kebudayaan

Kultur dari masyarakat juga mewarnai kendala penanganan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang masih menganggap kekerasan dalam rumah tangga merupakan hal yang tabuh dan merupakan masalah privat yang hanya menyangkut masalah internal keluarga.

B. Saran

1. Bagi aparat Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian

Resort Kota Bandar Lampung diharapkan agar dapat menambah jumlah sumber daya manusianya agar dapat memaksimalkan kinerjanya terkait upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga baik secara represif, pre-emtif maupun secara preventif. Sehingga tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat diminimalisir.

2. Bagi para masyarakat Kota Bandar Lampung diharapkan agar dapat

berhati-hati dalam bertindak dan apabila mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga baik itu kekerasan fisik maupun psikis diharapkan jangan hanya menyimpannya sendiri dan cobalah untuk bersikap terbuka kepada aparat penegak hukum untuk melaporkannya apabila mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga sehingga para aparat penegak hukum khususnya bagi aparat Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resort


(57)

Kota Bandar Lampung dapat mengurangi atau bahkan dapat mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Andrisman, Tri. 2005. Hukum Pidana. Universitas Lampung. Press Bandar Lampung.

Arif Barda Nawawi. 1996. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan

Dengan Pidana Penjara. Undip Semarang

Arief Barda Nawawi. 2002. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Arif Gosita, 1993. Masalah Korban Kejahatan: Kumpulan Karangan Edisi 2.

Jakarta: Akademika Presindo.

Herkutanto, 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum

Pidana,dalam buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, PT. Alumni, Bandung.

Joan H. Reynata, Women’s Mind Women Bodies The Pschhycology of Women in a

Biosocial Context, (New Jersey: Rentice Hall, 1996)..

Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”, Peket Informasi, Rifka

Annisa Women’s Crisis Center, Jogyakarta

Moelijanto. 1987. Azaz-Azaz Hukum Pidana. PT. Bina Aksara. Jakarta.

Poerwardaminta, WJS. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Bahasa. Jakarta

Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: CV.

Mandar Maju

Singaribuan, Masri dan Sofyan Effendy. 1985. Metode Penelitian Survey. LP3ES.


(59)

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.

Soekanto, Soerjono. 1983. Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Alumni.

Bandung

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Raja Grafindo Persada. Jakarta

Tubagus Nitibaskara. 2001. Ketika kejahatan berdaulat sebuah pendekatan

kriminologi : Hukum dan Sosiologi. Jakarta. Peradaban.

B. Undang-Undang

Kesepakatan Bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Dengan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Tentang Pencapaian Kinerja Di Bidang Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Di Provinsi Lampung, No. 98/MEN.PP/SKB/VI/2010

UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

C. INTERNET

http://seala1990.wordpress.com/2012/06/12/ diakses pada tanggal 17 Februari 2013

http://d2bnuhatama.blogspot.com/2011/08/makalah-pancasila-kekerasan-dalam-rumah.html. diakses pada tanggal 17 Februari 2013


(1)

berlaku untuk membuat efek jera bagi para pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

b. Upaya yang dilaksanakan unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) dalam penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan dengan pendekatan pre-emtif. Upaya pre-emtif disini pihak unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mengadakan penyuluhan tentang kekerasan rumah tangga guna memberi informasi kepada masyarakat luas terkait kekerasan dalam rumah tangga secara umum dan secara khusus, serta memberikan penyuluhan tentang pemberdayaan masyarakat agar sadar hukum, taat hukum serta berpartisipasi dalam hukum. Dan dengan adanya penyuluhan diharapkan masyarakat dapat ikut serta dalam menanggulangi dan bahkan dapat meminimalisir tindak kekerasan dalam rumah tangga. c. Upaya preventif merupakan kegiatan-kegiatan yang tujukan untuk mencegah

secara langsung terjadinya tindak pidana khususnya kekerasan dalam rumah tangga, dengan mengedepankan fungsi teknis dari unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) dengan melakukan pelayanan-pelayanan untuk menanggulangi tindak kekerasan dalam rumah tangga seperti dengan memberikan pelayanan kring serse 24 jam serta memberikan bimbingan konseling dan bimbingan rohani terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga baik dari segi agama maupun sosial.


(2)

56

2. Faktor penghambat unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dalam penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah:

a. Faktor Penegakan Hukum atau Aparat Penegak Hukum

Dalam perangkat hukum yang digunakan belum memadai dimana sumber daya manusia yang dimiliki unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) terbilang masih terlalu sedikit bila dibandingkan dengan kasus-kasus tindak pidana yang semakin marak terjadi.

b. Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas unit PPA Polresta Bandar Lampung sudah dapat dibilang cukup memadai dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, membicarakan sarana dan fasilitas tidak terlepas dari anggaran operasional unit PPA dalam menjalankan tugasnya seperti halnya saat dalam mengadakan penyuluhan kepada masyarakat terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga unit PPA sendiripun tidak secara rutin dan berkala dalam mengadakan penyuluhan-penyuluhan terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga.

c. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat itu sendiri terkadang menyulitkan para penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Kebanyakan korban kekerasan dalam rumah tangga jarang sekali untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya.


(3)

d. Faktor Kebudayaan

Kultur dari masyarakat juga mewarnai kendala penanganan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang masih menganggap kekerasan dalam rumah tangga merupakan hal yang tabuh dan merupakan masalah privat yang hanya menyangkut masalah internal keluarga.

B. Saran

1. Bagi aparat Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung diharapkan agar dapat menambah jumlah sumber daya manusianya agar dapat memaksimalkan kinerjanya terkait upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga baik secara represif, pre-emtif maupun secara preventif. Sehingga tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat diminimalisir.

2. Bagi para masyarakat Kota Bandar Lampung diharapkan agar dapat berhati-hati dalam bertindak dan apabila mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga baik itu kekerasan fisik maupun psikis diharapkan jangan hanya menyimpannya sendiri dan cobalah untuk bersikap terbuka kepada aparat penegak hukum untuk melaporkannya apabila mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga sehingga para aparat penegak hukum khususnya bagi aparat Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resort


(4)

58

Kota Bandar Lampung dapat mengurangi atau bahkan dapat mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Andrisman, Tri. 2005. Hukum Pidana. Universitas Lampung. Press Bandar Lampung. Arif Barda Nawawi. 1996. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan

Dengan Pidana Penjara. Undip Semarang

Arief Barda Nawawi. 2002. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Arif Gosita, 1993. Masalah Korban Kejahatan: Kumpulan Karangan Edisi 2. Jakarta: Akademika Presindo.

Herkutanto, 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum Pidana,dalam buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, PT. Alumni, Bandung.

Joan H. Reynata, Women’s Mind Women Bodies The Pschhycology of Women in a Biosocial Context, (New Jersey: Rentice Hall, 1996)..

Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”, Peket Informasi, Rifka Annisa Women’s Crisis Center, Jogyakarta

Moelijanto. 1987. Azaz-Azaz Hukum Pidana. PT. Bina Aksara. Jakarta.

Poerwardaminta, WJS. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Bahasa. Jakarta Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: CV.

Mandar Maju

Singaribuan, Masri dan Sofyan Effendy. 1985. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.


(6)

Siti Zumrotun, Membongkar Fiqh Patriarkhis; Refleksi atas Keterbelengguan Perempuan dalam Rumah Tangga, STAIN Press, Cet.I, 2006

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.

Soekanto, Soerjono. 1983. Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Alumni. Bandung

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Tubagus Nitibaskara. 2001. Ketika kejahatan berdaulat sebuah pendekatan kriminologi : Hukum dan Sosiologi. Jakarta. Peradaban.

B. Undang-Undang

Kesepakatan Bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Dengan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Tentang Pencapaian Kinerja Di Bidang Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Di Provinsi Lampung, No. 98/MEN.PP/SKB/VI/2010

UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

C. INTERNET

http://seala1990.wordpress.com/2012/06/12/ diakses pada tanggal 17 Februari 2013 http://d2bnuhatama.blogspot.com/2011/08/makalah-pancasila-kekerasan-dalam-rumah.html. diakses pada tanggal 17 Februari 2013