Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau dalam Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di Kabupaten Ciamis
ANALISIS SEBARAN DAN KECUKUPAN
RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM
PENGEMBANGAN KOTA HIJAU DI KABUPATEN CIAMIS
REMMY SETIAWAN TJUMARDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Sebaran dan
Kecukupan Ruang Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan
Kota Hijau di Kabupaten Ciamis adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Remmy Setiawan Tjumardi
NIM A156130114
RINGKASAN
REMMY SETIAWAN TJUMARDI. Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang
Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di
Kabupaten Ciamis. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan
BAMBANG SULISTYANTARA.
Kota Ciamis sebagai pusat kegiatan masyarakat Kabupaten Ciamis dalam
kurun waktu lima tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Apabila tidak diantisipasi sedini mungkin akan merubah wajah Kota Ciamis
menjadi kota yang tidak tertata, semerawut dan menjadi kota yang tidak nyaman.
Pemerintah Kabupaten Ciamis bertekad melaksanakan pembangunan dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan seperti tercantum dalam visi RTRW
Kabupaten Ciamis tahun 2011 – 2032. Sejak tahun 2012 Pemerintah Kabupaten
Ciamis turut aktif dalam kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH),
suatu program yang dimaksudkan untuk membangun kemitraan dan sinergi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam
menciptakan kota hijau dengan mengembangkan delapan atribut kota hijau. Salah
satu atribut kota hijau dalam P2KH adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH
merupakan unsur utama dalam penataan ruang yang mempengaruhi kelangsungan
hidup manusia khususnya sebagai penyeimbang unsur bangunan di lingkungan
perkotaan (Purnomohadi, 2006). Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang mensyaratkan luas RTH minimal 30% dari luas wilayah dengan
komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) memetakan kondisi eksisting RTH Kota
Ciamis, (2) menganalisis sebaran dan distribusi RTH Kota Ciamis, (3)
menghitung kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk, luas
wilayah dan kenyamanan thermal serta (4) menyusun arahan pengembangan RTH
Kota Ciamis untuk memenuhi luasan kebutuhan RTH publik untuk mendukung
Program Pengembangan Kota Hijau. Metode penelitian yang digunakan adalah
analisis spasial berbasis Sistem Informasi Geografis dan pengamatan lapangan.
Berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird, RTH publik Kota Ciamis
memiliki luas 508,6 ha (8,52% luas kota). Hal ini menunjukan bahwa luas RTH
publik Kota Ciamis masih jauh dari ketentuan yang diamanatkan UU Penataan
Ruang. Pola sebaran RTH publik di Kota Ciamis cenderung menyebar. Hal ini
diakibatkan dengan adanya pengumpulan RTH publik pada jalur sempadan sungai
dan sempadan rel kereta api yang membelah Kota Ciamis, selain itu cenderung
mendekati pusat kegiatan masyarakat dan permukiman penduduk.
Berdasarkan kebutuhan RTH publik yang dihitung dari proyeksi jumlah
penduduk tahun 2032, luas RTH publik yang ada saat ini masih mencukupi.
Berdasarkan kenyamanan thermal, luas RTH secara umum masih mencukupi
kebutuhan dengan tingkat kenyamanan yang diperoleh tergolong sedang dengan
nilai THI antara 21 – 24,06, kenyamanan ini diperoleh karena masih luasnya RTH
privat. Untuk menjaga tingkat kenyamanan tersebut Kota Ciamis masih
kekurangan RTH publik minimal seluas 160,3 ha. Sedangkan untuk memenuhi
kebutuhan RTH publik paling optimal Kota Ciamis masih kekurangan RTH
publik seluas 687,3 ha.
Salah satu indikator keberhasilan P2KH adalah tercapainya proporsi RTH
sebesar 30% dari luas wilayah dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH
privat. Pengembangan RTH publik dilakukan secara bertahap dalam beberapa
periode : (1) Periode 2012 – 2017, akuisisi RTH privat menjadi RTH publik
dengan target tambahan RTH publik seluas 295,5 ha, (2) Periode 2018 – 2022,
menetapkan daerah yang tidak dapat dibangun, dengan target tambahan RTH
Publik seluas 325 ha, (3) Periode 2023 - 2027, penambahan RTH publik baru
dengan tambahan RTH publik seluas 0,4 ha, (4) Periode 2028 – 2032,
penambahan RTH publik baru dengan tambahan RTH publik seluas 116,7 ha.
Pada akhir tahun 2032 RTH publik Kota Ciamis akan terpenuhi minimal seluas
1.246,2 ha, dengan demikian Kota Ciamis dapat memenuhi salah satu indikator
kota hijau yaitu pemenuhan kebutuhan RTH publik minimal sebesar 20% luas
wilayah.
Kata Kunci : kenyamanan thermal, kota hijau, ruang terbuka hijau
SUMMARY
REMMY SETIAWAN TJUMARDI. An Analysis of Distribution and Sufficiency
of Green Open Space to Support Green City Development Program in Ciamis
Regency. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and BAMBANG
SULISTYANTARA.
The urban area of Ciamis Regency as a community center within last five
years has developed very rapidly. If the situation is not anticipated as early as
possible, it will change the face of the urban area of Ciamis to be disorganized,
chaotic and will become an uncomfort town. Ciamis Regency Government
committed to implementing development with environmental sustainability as
stated in the vision of Ciamis Regency Spatial Plans of 2011 – 2032. Since 2012
Ciamis Regency Government actively participates in the Green City Development
Program (GCDP), that intended to build partnerships and synergies with the
central government and communities in creating a green city with developed eight
attributes. One of the attributes of GCDP is Green Open Spaces (GOS). GOS is a
key element of spatial planning that affect human survival as a counterweight
element of the building in urban environments (Purnomohadi, 2006). The
Constitution number 26 of 2007 about Spatial Planning requires GOS area of at
least 30% of the area consisting of 20% of public GOS and 10% of private GOS.
The objectives of this research are : (1) mapping the existing condition of
GOS in urban area, (2) analyze the distribution of public GOS in urban area, (3)
calculate public GOS needs based on population, land area and thermal comfort,
and (4) arrange referrals public GOS development to satisfy needs of public GOS
to support the Green City Development Program. The research methods are
spatial analysis based on Geographic Information Systems and field observations.
Based on the results of Quickbird image interpretation, the city of Ciamis
has public GOS area of 508,6 ha (8,52% of the city area). It’s indicates that the
area of public GOS still far from sufficient as required of Spatial Planning
Constitution. Distribution pattern of public GOS tend to be spread, as it followed
the river border lines and railroads border, as well as tend to approach a
community center and residential areas.
Based on the needs of the public GOS computed from the projected total
population of 2032, extensive public GOS there is still sufficient. Based on
thermal comfort the area of GOS is still sufficient, the city of Ciamis has a
moderate comfort level with the average daily THI values about 21 to 24,06, that
is obtained from privat GOS. To maintain this comfort level, the city of Ciamis
still lacks a public GOS area of 160,3 ha. To satisfy needs of the most optimal
public GOS obtained from calculations based on the needs of the public GOS area
with a shortage of public GOS area about 687.3 ha.
An indicators of success in Green City Development Program is reach out
30% of GOS area with 20% of public GOS and 10% of private GOS.
Development of public GOS is planned gradually in some periods : (1) period of
2012-2017, acquisition of private GOS into a public GOS, it will increase public
GOS area of 295,5 ha, (2) period of 2018-2022, defines an area that can not be
built, it’ll increase public GOS area of 325 ha, (3) period of 2023-2027, opened a
new public GOS, it’ll increase public GOS of 0,4 ha, (4) period of 2028-2032,
opened a new public GOS, it’ll increse public GOS area of 116,7 ha. At the end of
2032 urban area of Ciamis will have at least 1.246,2 ha of public GOS. Ciamis
can satisfy one of the indicators of Green City Development Program that
fulfilling needs of public GOS at least 20% of urban area.
Keywords : green city, green open space, thermal comfort
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS SEBARAN DAN KECUKUPAN
RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM
PENGEMBANGAN KOTA HIJAU DI KABUPATEN CIAMIS
REMMY SETIAWAN TJUMARDI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr Ir Setia Hadi, MS
Judul Tesis : Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau
dalam Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau
di Kabupaten Ciamis
Nama
: Remmy Setiawan Tjumardi
NIM
: A156130114
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MScAgr.
Ketua
Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr.
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.
Tanggal Ujian: 27 Maret 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya Karya Ilmiah dengan judul Analisis Sebaran dan Kecukupan
Ruang Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di
Kabupaten Ciamis dapat diselesaikan.
Penyusunan Karya Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Dwi Putro Tejo
Baskoro, M.Sc.Agr. dan Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Selain itu penulis
sampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan dan Dr. Khursatul
Munibah, M.Sc. selaku penguji luar komisi dan Pimpinan Sidang yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini, Prof. Dr. Ir.
Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi beserta segenap dosen pengajar,
asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB,
Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa
yang diberikan kepada penulis, Bapak Bupati Ciamis beserta jajaran Pemerintah
Kabupaten Ciamis yang telah memberikan kesempatan dan penugasan belajar
kepada penulis untuk mengikuti program beasiswa gelar ini. Tidak lupa ucapan
terima kasih penulis kepada rekan-rekan PWL 2013 atas kebersamaannya serta
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga atas do’a, dukungan dan
pengorbanan selama penulis melaksanakan studi.
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Semoga Karya Tulis llmiah ini
bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya diucapkan Terima kasih..
Bogor, Mei 2015
Remmy Setiawan Tjumardi
A156130114
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian
1
1
3
4
5
5
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Perkotaan
Konsep Kota Hijau
Ruang Terbuka Hijau
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Penyediaan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal
6
6
6
8
11
11
11
12
3.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Bahan dan Alat Penelitian
Metode Analisis Data
Identifikasi, Klasifikasi dan Pemetaan RTH
Analisis Distribusi dan Sebaran RTH
Analisis Kebutuhan RTH
Arahan Pengembangan RTH
12
12
13
14
15
15
15
17
19
4.
KONDISI UMUM
Letak Geografis dan Administrasi
Kondisi Fisik Kota Ciamis
Topografi
Hidrologi
Tanah
Iklim dan Curah Hujan
Kondisi Sosial Kota Ciamis
Jumlah Penduduk
Penggunaan Lahan
Ruang Terbuka Hijau Publik
22
22
24
24
24
24
24
27
27
28
30
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi RTH Eksisting
RTH Publik Kota Ciamis
RTH Privat Kota Ciamis
Lahan Terbangun
33
33
36
52
53
Kebutuhan RTH Kota Ciamis
Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Kebutuhan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal (THI)
Arahan Pengembangan RTH Kota Ciamis
6.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
54
54
56
57
68
76
76
76
DAFTAR PUSTAKA
77
LAMPIRAN
81
RIWAYAT HIDUP
115
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau
Standar Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Jenis dan Sumber Data
Administrasi dan Luas Wilayah Kota Ciamis
Curah Hujan Bulanan Kota Ciamis
Suhu, Kelembaban Relatif dan THI Wilayah Kecamatan Kawali
Jumlah Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 – 2012
Komposisi dan Pergeseran Penggunaan Lahan Kota Ciamis
Tahun 2010 – 2012
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Eksisting di Kota Ciamis
Luas RTH Publik Eksisting di Kota Ciamis
Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2014
Penggunaan Lahan RTH Publik Kota Ciamis Tahun 2014
Sebaran RTH Publik Kota Ciamis berdasarkan Nilai Indeks
Fragmentasi
Rasio RTH Publik dan Indeks Keragaman RTH Publik Kota Ciamis
Penggunaan Lahan RTH Privat Kota Ciamis Tahun 2014
Penggunaan Lahan Terbangun Kota Ciamis Tahun 2014
Kebutuhan RTH Publik Kota Ciamis berdasarkan Luas Wilayah
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan Jumlah Penduduk
sampai Tahun 2032
Fluktuasi Suhu Udara Harian Kota Ciamis
Fluktuasi Kelembaban Relatif Harian Kota Ciamis
Indeks Kenyamanan Thermal (THI) Kota Ciamis
Kebutuhan RTH Publik Berdasarkan Indeks Kenyamanan Thermal
Perbandingan Kebutuhan RTH Kota Ciamis
Kebutuhan RTH Kota Ciamis
10
11
14
22
25
26
27
29
30
31
35
37
38
39
52
53
55
57
59
61
63
66
67
68
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Grafik Pergeseran Perubahan Lahan di Kota Ciamis Tahun 2004 - 2009
Kerangka Pikir Penelitian
Atribut Kota Hijau (Kementerian PU, 2013)
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (Departemen PU, 2008)
Posisi Wilayah Kota Ciamis (RDTR Kota Ciamis 2012)
Peralatan yang digunakan dalam Pengamatan Lapangan
(Thermohygrometer dengan Tripod dan GPS)
Alur Penelitian
Peta Batas Wilayah Kota Ciamis
Grafik Curah Hujan Bulanan Kota Ciamis
Grafik Suhu, Kelembaban da THI Wilayah Kecamatan Kawali
Kurva Pertumbuhan Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 – 2012
Grafik Kepadatan Penduduk Kota Ciamis Tahun 2012
Perubahan Lahan Kota Ciamis Tahun 2010 – 2012
Jenis RTH Publik Eksisting Kota Ciamis
3
5
7
9
13
15
21
23
25
26
27
28
29
32
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Komposisi dan Sebaran RTH Kota Ciamis Tahun 2014
Komposisi Penggunaan Lahan Kota Camis Tahun 2014
Penggunaan Lahan RTH Publik Kota Camis Tahun 2014
Batas Wilayah Perencanaan (BWP) Kota Ciamis
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Barat 1
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Barat 1
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Barat 2
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Barat 2
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Tengah 1
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Tengah 1
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Tengah 2
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Tengah 2
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Timur 1
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Timur 1
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Timur 2
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Timur 2
Komposisi Penggunaan Lahan RTH Privat Tahun 2014
Komposisi Penggunaan Lahan Terbangun Kota Camis 2014
Titik Pengamatan Suhu dan Kelembaban
Distribusi Suhu Udara Kota Ciamis
Distribusi Kelembaban Relatif Kota Ciamis
Distribusi Indeks Kenyamanan Thermal Kota Ciamis
Indeks Kenyamanan Thermal Rataan Harian Kota Ciamis
Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan RTH Publik Kota Ciamis
Arahan Pengembangan RTH dengan mewajibkan KDH 20% pada
Daerah Perkantoran, Sekolah dan Sarana Umum
Arahan Pengembangan RTH dengan Mewajibkan KDH 20% pada
Daerah Permukiman serta Perdagangan dan Jasa
Arahan Pengembangan RTH Publik pada Daerah yang Tidak Boleh
Dibangun
Arahan Pengembangan RTH dengan Mengembangkan RTH Baru
34
35
36
38
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
54
58
60
62
64
65
70
71
72
74
75
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Daftar RTH Publik Kota Ciamis
81
Data Suhu dan Kelembaban Kota Ciamis Hasil Pengamatan Lapangan 85
Foto Dokumentasi RTH Kota Ciamis
93
Peta Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2014
98
Peta Distribusi Indeks Kenyamanan Thermal Kota Ciamis
104
Peta Distribusi Suhu Udara Kota Ciamis
108
Peta Distribusi Kelembaban Udara Kota Ciamis
111
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan manusia yang dicirikan oleh
kegiatan industri, perdagangan dan jasa, pusat layanan pemerintahan, pelayanan
sosial, kegiatan ekonomi serta permukiman perkotaan. Pembangunan di kawasan
ini cenderung diarahkan pada pembangunan fisik yang identik dengan penyediaan
sarana dan prasarana untuk berbagai aktifitas manusia. Pembangunan perkotaan
yang mengutamakan pembangunan fisik dapat menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan perkotaan terutama dalam hal kenyamanan.
Perkembangan fisik ruang kota menurut Ernawi (2012) sangat dipengaruhi
oleh urbanisasi. Urbanisasi menyebabkan pertambahan penduduk dan
pembangunan fisik yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya kebutuhan
ruang. Permasalahan perkotaan semakin rumit dengan polusi udara yang tinggi,
meningkatnya suhu udara, berkurangnya resapan air, kemiskinan dan sifat
individualistis masyarakat. Ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup
merupakan salah satu usaha mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara
optimal. Ruang terbuka hijau menjadi unsur penting untuk keberlangsungan
kehidupan manusia khususnya sebagai penyeimbang unsur bangunan di
lingkungan perkotaan (Purnomohadi, 2006). Leman (1993) menegaskan bahwa
lingkungan alam merupakan salah satu sektor penting di dalam manajemen
perkotaan. Hal ini mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan perkotaan perlu
adanya pertimbangan pelestarian alam dan menjaga habitat alami. Ridwan Kamil
(2004) dalam Ashadi (2013) menempatkan komposisi berimbang antara ruang
terbangun dengan RTH pada urutan teratas konsep penataan perkotaan, sebagai
berikut :
Komposisi pembangunan dan RTH yang seimbang, yaitu 30% RTH;
Membangun kota berarti membangun gaya hidup, dibuat regulasi sehingga
orang akan lebih memilih mengunakan kendaraan umum daripada kendaraan
pribadi;
Keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan
(pembangunan berkelanjutan);
Memberikan visi yang jelas bagi warganya;
Adanya political will dari pemimpinnya.
Kota Ciamis dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami
perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai sektor pembangunan, seperti di
sektor ekonomi diantaranya perkembangan perdagangan skala besar dan modern,
sektor perumahan rakyat, perindustrian, pariwisata dan sektor lainnya. Sebagai
dampak dari perkembangan tersebut berimbas pada sektor lain misalnya sektor
informal yang tentu saja dalam kegiatannya memerlukan ruang. Apabila dampak
tersebut tidak diantisipasi sedini mungkin maka tidak mustahil akan merubah
wajah Kota Ciamis menjadi kota yang tidak tertata dan semrawut sehingga
mengakibatkan Kota Ciamis menjadi kota yang tidak nyaman. Fungsi-fungsi
ruang seperti taman kota, pedestrian, sempadan sungai dan ruang terbuka bukan
2
tidak mustahil akan dimanfaatkan dengan fungsi lainnya yang tak sesuai
peruntukan jika tidak direncanakan dan diatur sedini mungkin.
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan
tegas menyebutkan bahwa luas Ruang terbuka Hijau (RTH) di perkotaan adalah
minimal 30% dari luas wilayah perkotaan, dengan proporsi 20% untuk RTH
publik dan 10% untuk RTH privat. Komposisi dan luasan RTH ini dimaksudkan
agar tercipta keseimbangan lingkungan perkotaan yang dapat terwujud jika RTH
perkotaan tetap tejaga dan terpelihara baik secara kuantitas maupun secara
kualitas. Dengan tersedianya RTH yang memadai di lingkungan perkotaan maka
akan tercipta lingkungan yang nyaman, aman dan berkelanjutan serta siap dalam
menghadapi isu yang sedang hangat yaitu perubahan iklim yang ditandai dengan
meningkatnya suhu udara secara global (global warming).
Salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi isu perubahan iklim
tersebut adalah Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang diprakarsai oleh
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Kegiatan
P2KH merupakan inisiatif terdepan untuk merealisasikan konsep kota hijau
kedalam atribut kota hijau yang diharapkan menjadi respon konkret terhadap isu
perubahan iklim sekaligus sebagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat
khususnya masyarakat perkotaan. Program ini dimaksudkan untuk membangun
kemitraan dan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota
dan masyarakat dalam menciptakan kota hijau dengan mengembangkan delapan
atribut kota hijau (green planning, green open space, green energy, green water,
green waste, green building, green transportation, green community).
Sejak tahun 2012 Kabupaten Ciamis telah ikut berperan serta secara aktif
dalam kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Secara konsep
kebijakan, Pemerintah Kabupaten Ciamis telah mengintegrasikan konsep
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan melalui Visi
Kabupaten Ciamis sebagaimana tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) tahun 2011-2032 yaitu “Mewujudkan Kabupaten Ciamis sebagai
kawasan agribisnis dan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian alam dan
mitigasi kebencanaan”. Bahkan sebagai realisasi komitmen keikutsertaan Kota
Ciamis dalam program P2KH tersebut pada bulan Februari 2012 telah
dicanangkan Ciamis sebagai Kota Hijau oleh Wakil Bupati Ciamis.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai salah satu atribut dalam pencapaian
kota hijau memegang peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan
lingkungan perkotaan. Sebagai kota yang sedang berkembang, Kota Ciamis yang
memiliki iklim panas tentu saja tidak lepas dari persoalan perkotaan yaitu
peningkatan suhu, berkurangnya penyediaan air tanah dan polusi. Secara ekologis
ruang terbuka hijau (RTH) mempunyai fungsi alomerasi iklim, perlindungan
hidrorologis, pereduksi polutan dan sebagai habitat satwa. Selain pemenuhan
luasan RTH berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007 tentunya pemenuhan luasan
RTH berdasarkan kenyamanan thermal perlu mendapat perhatian.
Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik Kota Ciamis berdasarkan data
dari Dinas Cipta Karya, Kebersihan dan Tata Ruang (DCKKTR) Kabupaten
Ciamis tahun 2011 seluas 36,9 ha yang berupa taman kota, jalur hijau, lapangan
olah raga, pemakaman, perkebunan dan hutan kota. Apabila dibandingkan dengan
luas wilayah Kota Ciamis yang mencapai 5.968,6 ha maka luas RTH publik Kota
Ciamis hanya sebesar 0,6%, tentu saja belum memenuhi ketentuan sebagaimana
3
disyaratkat dalam Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, yang mensyaratkan proporsi RTH kota minimal 30% dari luas wilayah
kota dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan data RTRW Kabupaten Ciamis Tahun 2011 – 2032, dari tahun
2004 - 2009 di Kabupaten Ciamis telah terjadi pengurangan lahan sawah seluas
2.463,8 ha, penambahan lahan permukiman seluas 1.563 ha dan penambahan
lahan tegal/kebun/ladang/huma seluas 3.208,9 ha, sedangkan luas kawasan hutan
cenderung relatif tetap (Gambar 1). Sebagian besar wilayah yang mengalami alih
fungsi lahan tersebut berada di wilayah perkotaan, ini artinya bahwa proses alih
fungsi lahan di wilayah perkotaan akan terus terjadi apabila tidak adanya
pengendalian yang baik dari pemerintah. Kualitas dan kuantitas RTH baik publik
maupun privat akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan meningkatnya intensitas pembangunan. Peningkatan intensitas
pembangunan cenderung diiringi dengan menurunnya kualitas dan kuantitas RTH.
Oleh karena itu perencanaan yang baik dan matang sangat diperlukan dalam
mengendalikan perubahan fungsi lahan sehingga masih dalam tahap wajar dengan
memperhatikan luasan RTH sesuai dengan Undang Undang nomor 26 Tahun
2007.
100000
90000
Luas Lahan (ha)
80000
70000
60000
2004
50000
2009
40000
30000
20000
10000
0
Hutan
Sawah
Lahan Kering Permukiman
dan
Pekarangan
Lain - Lain
Penggunaan Lahan
Gambar 1
Grafik Pergeseran Perubahan Lahan di Kota Ciamis
Tahun 2004 - 2009
Secara umum kawasan terbangun Kota Ciamis didominasi lahan
permukiman. Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sekitar 1,20% per
tahun maka kebutuhan perumahan diperkirakan akan semakin bertambah.
4
Pembangunan perumahan ini tidak jarang menempati lahan pertanian dan
perkebunan yang merupakan lahan RTH privat. Selain itu pemekaran wilayah
Pangandaran menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) pada tahun 2012 secara
kuantitas berakibat mengurangi jumlah obyek wisata di Kabupaten Ciamis.
Dengan pengelolaan dan pemenuhan RTH di Kota Ciamis sesuai dengan konsep
kota hijau diharapkan menciptakan tujuan wisata kota sekaligus menjaga
kenyamanan Kota Ciamis yang cenderung mengarah pada Kota Permukiman
(Dormitory Town).
Dengan luasan RTH publik sebesar 0,6% dari luas kota maka tugas
pemerintah masih sangat banyak untuk mencukupi salah satu atribut kota hijau
yaitu komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Salah satu upaya yang
telah dilakukan Pemkab Ciamis dalam upaya pengelolaan dan pengendalian RTH
adalah menginventarisasi RTH publik yang berada di Kota Ciamis. Karena
keterbatasan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun secara kuantitas
maka inventarisasi RTH tersebut masih bersifat tabular. Selain itu RTH privat
masih belum terinventarisasi, padahal RTH privat ini merupakan lahan potensial
pengembangan RTH publik untuk mencapai besaran 20% dari luas kota. Upaya
awal yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Ciamis adalah penanaman
sekitar 5.900 bibit tanaman pada beberapa ruas jalan terutama jalan protokal dan
jalur lingkar selatan Kota Ciamis. Tidak ketinggalan program one man one tree
juga dicanangkan pemerintah terutama kepada para Pegawai Negeri Sipil.
Atas dasar perumusan masalah tersebut di atas, disusun pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi eksisting dan luas RTH eksisting Kota Ciamis?
2. Bagaimana distribusi dan pola sebaran RTH publik di Kota Ciamis?
3. Berapa kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk, luas
wilayah dan kenyamanan thermal?
4. Bagaimana arahan pengembangan RTH publik di Kota Ciamis?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah sebagai awal dari proses perencanaan pengembangan
ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Ciamis. Tujuan umum penelitian adalah
mendukung konsep kota hijau (green city) melalui peningkatan kualitas dan
kuantitas RTH. Tujun khusus penelitian ini adalah:
1. Memetakan kondisi RTH Kota Ciamis dengan mengidentifikasi jenis dan
klasifikasi RTH;
2. Menganalisis distribusi penyebaran RTH di Kota Ciamis;
3. Menghitung kebutuhan luas RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk,
luas wilayah dan kenyamanan thermal;
4. Menyusun arahan pengembangan RTH publik Kota Ciamis.
5
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai kecukupan dan arahan pengembangan RTH di Kota
Ciamis ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan informasi dan gambaran secara spasial mengenai kondisi RTH
di Kota Ciamis;
2. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam
perencanaan dan pengembangan RTH di Kota Ciamis dalam mendukung
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) khususnya dalam penyusunan
master plan RTH sebagai bahan evaluasi RTRW Kabupaten Ciamis;
3. Memberikan informasi kebutuhan RTH berdasarkan beberapa kebutuhan
untuk mendapatkan luasan RTH yang optimal.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimulai dengan memetakan kondisi eksisting RTH di Kota
Ciamis sehingga selanjutnya dapat dilakukan inventarisasi, identifikasi dan
klasifikasi RTH Kota Ciamis. Kemudian mengkaji pola distribusi dan sebaran
RTH Kota Ciamis. Tahap selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan RTH Kota
Ciamis ditinjau dari kebutuhan berdasarkan peraturan dan perundangan (jumlah
penduduk dan luas wilayah) serta kebutuhan RTH untuk tujuan tertentu
(kenyamanan thermal). Luas kebutuhan RTH ini kemudian menjadi input untuk
melihat kecukupan RTH di Kota Ciamis. Dengan pendekatan pengembangan kota
hijau (green city) disusun arahan pengembangan RTH di Kota Ciamis. Secara
umum kerangka pikir penelitian ini seperti digambarkan dalam Gambar 2.
RTH KOTA CIAMIS (Publik dan Privat)
Kondisi Eksisting
RTH Kota Ciamis
Kebutuhan RTH
berdasarkan Peraturan/
Undang-Undang
Kebutuhan RTH
untuk tujuan tertentu
Konsep Pengembangan RTH Publik
di Kota Ciamis
Konsep Green City
ARAHAN PENGEMBANGAN RTH PUBLIK DI KOTA CIAMIS
Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian
6
2
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Perkotaan
Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dan corak kehidupan
yang materialistik (Bintarto, 1986 dalam Heryuka, 2013). Menurut Rapoport
dalam Zahnd (1999) kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan
permanen, terdiri dari kelompok individu yang heterogen dari segi sosial. Kota
merupakan pusat kegiatan hidup manusia yang relatif dinamis dalam segala aspek
ekonomi, sosial budaya, pelayanan serta pengembangannya (Nurisjah, 2006).
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007, Kawasan Perkotaan
adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Kriteria kawasan perkotaan meliputi :
1. Memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian, dengan mata
pencaharian utama penduduknya di bidang industri, perdagangan dan jasa;
2. Memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan
jasa didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda transportasi.
Bentuk kawasan perkotaan menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah antara lain :
1. Kota sebagai daerah otonom, merupakan kota yang dikelola oleh pemerintahan
kota;
2. Kota yang menjadi bagian kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, merupakan
kota yang dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang bertanggung
jawab terhadap pemerintah kabupaten;
3. Kota yang menjadi bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung
dan memiliki ciri perkotaan, dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas
pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.
Konsep Kota Hijau
Kota hijau adalah kota yang ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan
keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta dimensi tata
kelolanya, termasuk kepemimpinan dan kelembagaan kota yang mantap
(Kementerian PU, 2013). Terminologi Kota Hijau merupakan metafora dari Kota
Berkelanjutan atau Kota Ekologis dimana menurut Kementerian PU (2013)
didefinisikan sebagai berikut :
Kota Hijau dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan dengan
memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi,
mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin
kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan,
berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan;
7
-
-
-
Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan,
dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir
penggunaan energi, air dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah,
percemaran udara dan pencemaran air;
Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati, dengan
lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota
yang tinggal didalamnya maupun bagi pengunjung kota;
Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah,
seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun,
keunikan dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber
daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) adalah suatu upaya untuk kota
yang berkelanjutan dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota/Kabupaten dalam rangka mewujudkan 8 (delapan) atribut Kota Hijau
(Gambar 3). Adapun atribut kota hijau tersebut adalah (Kementerian PU, 2013):
a. Green Planning and Design, Perencanaan dan perancangan yang beradaptasi
pada biofisik kawasan;
b. Green Open Space, Peningkatan kuantitas dan kualitas RTH sesuai
karakteristik kota dengan target 30% luas kota;
Green
Building
Green
Open Space
Green Water
Green Energy
Green
Transportation
Green Waste
Green
Planning and
Design
Green
Community
Gambar 3 Atribut Kota Hijau (Kementerian PU, 2013)
8
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Green Waste, Usaha untuk zero waste dengan melaksanakan prinsip 3R
(Reduce, Reuse, Recycle) yaitu mengurangi sampah/limbah, mengembangkan
proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah;
Green Transportation, Pengembangan sistem transportasi ramah lingkungan
yang berkelanjutan, misalnya transportasi publik, jalur sepeda;
Green Water, Efisiensi pemanfaatan sumberdaya air;
Green Energy, Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah
lingkungan;
Green Building, Bangunan hemat energi;
Green Community, Kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif masyarakat
dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau.
Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area yang harus disediakan oleh
sebuah kota karena memiliki manfaat yang penting baik secara ekologis, ekonomi,
sosial budaya serta arsitektural (Yuhong et al, 2014). RTH merupakan area
memanjang dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam (Departemen PU, 2007). Menurut Depdagri (2007) Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang Terbuka Hijau adalah
bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat
langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut
yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan
(Kementerian PU, 2013). RTH menurut Williams (1969) dalam Yunus (2008)
memiliki arti lebih sempit karena menggunakan kata “hijau” yang mengacu pada
fungsi tertentu, intinya RTH memiliki 2 interpretasi yaitu ruang terbuka buatan
(Man Made Open Space) dan ruang terbuka alami (Natural Open Space). Menurut
Grey et al. (1978) dalam Irwan (1997), salah satu manfaat utama pengadaan hutan
kota (RTH) adalah untuk ameliorasi iklim guna kenyamanan thermal.
Tujuan penyelenggaraan ruang terbuka hijau (RTH) menurut Departemen
PU (2008) berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan adalah :
Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat;
Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Ruang terbuka hijau (RTH) secara tipologi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis sesuai dengan fisik, fungsi, struktur dan kepemilikan (Gambar 4).
9
RUANG
TERBUKA
HIJAU
Fisik
Fungsi
Struktur
Kepemilikan
RTH Alami
Ekologis
Pola Ekologis
RTH Publik
RTH Non
Alami
Sosial Budaya
Pola Planologis
RTH Privat
Estetika
Ekonomi
Gambar 4 Tipologi Ruang Terbuka Hijau (Departemen PU, 2008)
a.
Secara fisik, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- RTH alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman
nasional;
- RTH non alami / binaan, seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman
atau jalur-jaur hijau jalan.
b.
Secara fungsi, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- Fungsi Ekologis
Setiap 1 ha RTH yang ditanami pepohonan, perdu, semak dan penutup
tanah, dg jumlah luas permukaan seluas 5 ha, mampu mengisap 900 kg
CO2 dari udara dan melepaskan 600 kg O2 dalam waktu 12 jam
(Bernatzky, 1978), suhu di sekitar kawasan RTH (dibawah pohon teduh) di
Jakarta, menurun 2 - 4 °C (Purnomohadi, 1995), iklim mikro dan suhu
lokal yang terbentuk oleh deretan pepohonan, menunjukan aliran udara
yang masuk ke bagian bawah batang-bantang pohon tersebut, turun 10% –
20% (Austin et al., 1985 dalam Purnomohadi, 2006), RTH kota dengan
ukuran ideal (0,4 ha), mampu meredam 25% – 80% kebisingan (Carpenter,
1975 dalam Purnomohadi, 2006), vegetasi selain produsen pertama dalam
ekosistem, juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk
hidup lainnya (Irwan, 1997);
- Fungsi Sosial Budaya
seluruh lapisan masyarakat membutuhkan RTH sebagai sarana interaksi
antar anggota masyarakat, sarana ekspresi untuk mengembangkan
kreatifitas, sarana olahraga dan lain-lain;
- Fungsi Estetika
RTH merupakan elemen estetis kota, tanaman dengan bentuk, warna dan
tekstur tertentu dapat dipadu dengan gaya arsitektur sarana fisik untuk
10
c.
d.
mendapatkan komposisi dengan baik, selain itu jalur hijau dan sungai
dapat memberikan sumbangan estetis bagi keindahan kota;
- Fungsi Ekonomi
Selain memperoleh manfaat langsung dari adanya tanaman/pepohonan
dalam membentuk kota yang kreatif melalui urban farming, taman kota
menjadi potensi untuk membangkitkan perekonomian masyarakat.
Secara struktur, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- Pola ekologis, mengelompok, memanjang, tersebar;
- Pola planologis, mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
Secara kepemilikan (Tabel 1), tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- RTH publik, RTH yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah;
- RTH privat, RTH yang dimiliki oleh perseorangan, swasta atau badan
usaha.
Menurut Fracilia (2007) tanaman, pohon, semak dan rumput dapat
memperbaiki suhu kota dengan mengontrol radiasi matahari. Selama matahari
bersinar, daun dapat menahan radiasi sinar matahari sehingga dapat menurunkan
suhu. Tanaman juga dapat memperbaiki suhu udara panas dengan cara
evapotranspirasi. Selain itu berbagai penelitian yang dikumpulkan oleh Bowler
et al. (2010) menunjukan bahwa suhu udara di bawah pohon baik individual
maupun bergerombol lebih rendah dibandingkan dengan di area terbuka.
Tabel 1 Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau
No
Jenis RTH
RTH Pekarangan
a. Pekarangan rumah tinggal
b. Halaman perkantoran, toko, tempat usaha
c. Taman atap bangunan
2
RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT
b. Taman RW
c. Taman Kelurahan / Desa
d. Taman Kecamatan
e. Taman Kota
f. Hutan Kota
g. Sabuk Hijau (green belt)
3
RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan
b. Jalur pejalan kaki
c. Ruang dibawah jalan layang
4
RTH Fungsi Tertentu
a. RTH sempadan rel KA
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi
c. RTH sempadan sungai
d. RTH sempadan pantai
e. RTH pengamanan sumber air baku / mata air
f. Pemakaman
Sumber: Departemen PU (2008)
RTH
Publik
RTH
Privat
1
11
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat.
Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 proporsi
RTH adalah sebesar minimal 30% dari luas wilayah perkotaan dengan komposisi
20% RTH publik dan 10% RTH privat. Apabila luas RTH baik publik maupun
privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari
peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota.
Sebelumnya proporsi 30% RTH ini sudah disepakati dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi
pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002). Sebuah kota
idealnya memiliki luas RTH minimal 30 persen dari total luas kota, tentu saja
angka ini bukan merupakan patokan mati. Penetapan luas RTH kota harus
berdasar pula pada studi eksistensi sumberdaya alam dan manusia penghuninya.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk dilakukan
dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas
RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Standar luas RTH per kapita
berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah penduduk yang dihitung adalah
jumlah penduduk untuk proyeksi tahun 2032 sesuai dengan masa berlaku RTRW
Kabupaten Ciamis.
Tabel 2
Standar Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
NO
Unit
Lingkungan
(jiwa)
Tipe RTH
Luas
Minimal /
unit (m2)
Luas
Minimal /
Kapita (m2)
1
250
Taman RT
250
1,0
2
2.500
Taman RW
1.250
0,5
3
30.000
Taman
Kelurahan
9.000
0,3
Taman
Kecamatan
24.000
0,2
Pemakaman
disesuaikan
1,2
Tersebar
Taman Kota
144.000
0,3
Di pusat wilayah / kota
Hutan Kota
disesuaikan
4,0
Untuk fungsi
tertentu
disesuaikan
12,5
4
5
Sumber:
120.000
480.000
Departemen PU (2008)
Lokasi
Di tengah
lingkungan RT
Di pusat
kegiatan RW
dikelompokan dg
sekolah / pusat
kelurahan
dikelompokan dg
sekolah / pusat
kelurahan
Di dalam /kawasan
pinggiran
Disesuaikan dengan
kebutuhan
12
Penyediaan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal
Kebutuhan RTH berdasarkan kenyamanan thermal dapat dihitung dengan
persamaan untuk menentukan indeks kenyamanan manusia berupa Temperature
Humidity Index (THI) yang dikembangkan oleh Thom (1959) dalam Kakon et al.
(2010). Kemudian Nieuwolt memodifikasi indeks kenyamanan tersebut dengan
menggabungkan suhu udara dan kelembaban relatif (Kakon et al. 2010). Karena
berada pada wilayah tropis, THI Indonesia ada pada kisaran 20 – 26 (Nieuwolt,
1975 dalam Rushayati et al. 2011). Sedangkan suhu ideal untuk kenyamanan
manusia adalah 27C – 28C dengan kelembaban 40% - 75% (Landsberg, 1981
dalam Kalfuadi, 2009).
Temperature Humidity Index (THI) merupakan metode untuk mengetahui
adanya cekaman panas da menetapkan efek dari kondisi panas tersebut pada
kenyamanan manusia dengan mengkombinasikan parameter suhu dan kelembaban
udara. Effendi (2007) mendefinisikan THI sebagaibesaran yang dapat dikaitkan
dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan populasi manusia di wilayah
perkotaan.
Kota Ciamis merupakan kota kecil dengan iklim tropis dan merupakan
bagian dari Kabupaten Ciamis dengan ketinggian rata-rata pada 180 – 220 mdpl.
Menurut hasil penelitian Mom (1947) dalam Effendy (2007) indeks kenyamanan
di Indonesia berkisar pada 20 – 26. Selanjutnya menurut Wirasasmita et al. (2003)
dalam Kalfuadi (2009) indeks kenyamanan di Indonesia dibedakan kedalam tiga
kondisi yaitu kondisi nyaman pada kisaran THI 19 – 23, kondisi kenyamanan
sedang pada kisaran THI 23 – 27 dan pada kondisi tidak nyaman pada nilai THI
diatas 27.
3
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Ciamis yang merupakan ibukota
Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Kota Ciamis merupakan pusat
pemerintahan, perdagangan dan jasa serta permukiman dengan luas wilayah
5.968,6 ha, yang terdiri dari 20 desa/kelurahan. Secara geografis Kota Ciamis
terletak pada 7°18’42,64’’ - 7°21’45,90’’ Lintang Selatan dan 108°17’25,72’’ 108°24’13,98’’ Bujur Timur (Gambar 5).
-
Kota Ciamis memiliki batas - batas sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Kecamatan Sadananya dan Kecamatan Baregbeg
Sebelah Timur
: Kecamatan Cijeungjing
Sebelah Selatan
: Kabupaten Tasikmalaya
Sebelah Barat
: Kecamatan Cikoneng
13
Gambar 5 Posisi Wilayah Kota Ciamis (RDTR Kota Ciamis 2012)
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai bulan Desember 2014
dimulai dari tahap persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis dan
pengolahan data, penyusunan arahan pengembangan RTH sampai pada
penyusunan laporan.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer berasal dari hasil survei lapangan, sedangkan data sekunder
berasal dari instansi terkait dan pustaka (Tabel 3).
14
Tabel 3
Jenis dan Sumber Data
No
Tujuan
Data
Sumber Data
Metode
Analisis
1
Identifikasi
dan Klasifikasi
RTH Eksisting
Peta Administrasi
(RDTR), Data
RTH publik, Citra
Quickbird tahun
2012, Citra
GoogleEarth
DCKKTR
Ciamis,
BPLH
Ciamis,
Bappeda
Ciamis, BPS
Ciamis
Interpretasi
Citra dan
digitasi on
screen
dengan SIG,
ground
check
Peta Tutupan
Lahan, Peta
Sebaran RTH,
Luas RTH
2
Analisis
sebaran dan
distribusi RTH
eksisting
Hasil pemetaan
dan identifikasi
RTH publik
Output 1
Analisis
SIG, Indeks
Fragmentasi,
Rasio RTH,
indeks
keragaman
Pola sebaran
RTH, Rasio
RTH terhadap
luas wilayah,
indeks
keragaman RTH
3
Analisis
Kebutuhan
RTH publik
Jumlah Penduduk,
luas Wilayah,
survei lapangan
(pengukuran suhu
dan kelembaban)
Kementerian
PU, BPS,
Bappeda,
DCKKTR,
RTRW,
RDTR
Pengamatan Kebutuhan RTH
lapangan,
berdasarkan jml
Analisis SIG penduduk, luas
wilayah, dan
kenyamanan
thermal
4
Penyusunan
Arahan
Pengembangan
RTH publik
Panduan P2KH,
RTRW, RDTR,
Masterplan
Pemakaman,
Output 3
Kementerian
PU, Bappeda
Ciamis,
DCKKTR
Ciamis
Overlay,
Pendekatan
kota hijau
(P2KH)
Output
Periodisasi
Pemenuhan
20% RTH
publik Kota
Ciamis
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini berupa data yang terdiri dari
Data Primer dan Data Sekunder, antara lain :
a. Data Primer (hasil pengamatan lapangan berupa data hasil pengukuran suhu
dan kelembaban);
b. Data Sekunder (Peta Administrasi Kota Ciamis, Peta Penggunaan Lahan,
RTRW Kabupaten Ciamis tahun 2011-2032, RDTR Kota Ciamis tahun 20122032, data Jumlah Penduduk, Citra Quickbird tahun 2012, Citra Google
Earth tahun 2014)
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
a. Komputer / laptop, dengan software ArcGIS 10.1 (Esri), Word 2007
(Microsoft), Excell 2007 (Microsoft).
b. Kamera digital;
c. Scanner;
d. GPS tipe Garmin 60CSx, digunakan untuk menentukan titik koordinat
pengamatan lapangan (Gambar 6);
15
e.
f.
Thermohygrometer tipe HTC-2 dengan tripod, digunakan untuk mengukur
suhu dan kelembaban (Gambar 6);
Alumunium Foil, digunakan untuk melindungi alat Thermohygrometer
terutama sensor suhu dari sinar matahari secara langsung.
Gambar 6
Peralatan yang digunakan dalam Pengamatan Lapangan
(Thermohygrometer dengan Tripod dan GPS)
Metode Analisis Data
Identifikasi, Klasifikasi dan Pemetaan RTH
Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan, pendataan dan pemetaan
RTH eksisting di Wilayah Kota Ciamis. Dengan mengetahui RTH eksisting maka
akan diketahui luasan RTH, sebaran, serta distribusi RTH di Wilayah Perkotaan
Ciamis untuk menjadi dasar analisis sebaran, kecukupan serta arahan perencanaan
dan pengembangan RTH di Kota Ciamis.
Proses ini diawali dengan interpretasi citra Quickbird tahun 2012 di lokasi
penelitian dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Digitasi on screen
dilakukan untuk mendapatkan klasifikasi tutupan lahan. Citra Google Earth
digunakan sebagai bantuan dikarenakan pada lokasi pengamatan paling barat dan
utara (ujung Desa Imbanagara Raya, Desa Mekarjaya dan Desa Baregbeg) tidak
seluruhnya tercakup dalam citra Quickbird.
Setelah digitasi selesai langkah selanjutnya adalah verifikasi lapangan
dengan melakukan ground check terhadap obyek sampel pada beberapa titik
lokasi. Output yang dihasilkan adalah peta tutupan lahan (land use) dan sebaran
RTH eksisting Kota Ciamis.
Analisis Distribusi dan Sebaran RTH
Untuk mengetahui distribusi dan sebaran RTH secara spasial dapat
dilakukan dengan menghitung Indeks Fragmentasi. Indeks Fragmentasi adalah
16
perbandingan jumlah region atau kelas dengan jumlah total region unit peta.
Jumlah region / kelas yang dimaksud adalah jumlah poligon jenis RTH pada
satuan analisis desa/kelurahan dan kota, sedangkan jumlah total region unit peta
adalah jumlah total poligon pada satuan analisis desa/kelurahan dan kota. Nilai
indeks fragmentasi yang semakin kecil menunjukan pola penyebaran yang
semakin mengumpul (Setiawati, 2012).
Indeks Fragmentasi
Dimana :
m 1
n 1
m = Jumlah poligon suatu jenis RTH pada satuan analisis
desa/kelurahan dan kota;
n = Jumlah total poligon pada satuan analisis desa/kelurahan dan
kota.
Nilai indeks fragmentasi antara 0 sampai 1, dimana :
Nilai 0 - 0,5 : Sebaran RTH cenderung mengumpul.
Nilai 0,6 - 1 : Sebaran RTH cenderung menyebar.
Rasio RTH publik digunakan untuk mengetahui tingkat kecukupan RTH
publik terhadap kebutuhan RTH publik. Untuk mengetahui tingkat rasio
kecukupan RTH publik maka digunakan persamaan :
Luas RTH Publik
Rasio RTH
x 100%
Luas Wilayah
Dengan nilai rasio :
< 10%
: Sangat Kurang
10% – 20% : Kurang
> 20%
: Baik
Sedangkan untuk mengetahui keragaman RTH publik digunakan persamaan
indeks keragaman sebagai berikut:
Indeks Keragaman
Jumlah Jenis RTH Publik
x 100%
Jumlah Total Jenis RTH Publik
D
RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM
PENGEMBANGAN KOTA HIJAU DI KABUPATEN CIAMIS
REMMY SETIAWAN TJUMARDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Sebaran dan
Kecukupan Ruang Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan
Kota Hijau di Kabupaten Ciamis adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Remmy Setiawan Tjumardi
NIM A156130114
RINGKASAN
REMMY SETIAWAN TJUMARDI. Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang
Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di
Kabupaten Ciamis. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan
BAMBANG SULISTYANTARA.
Kota Ciamis sebagai pusat kegiatan masyarakat Kabupaten Ciamis dalam
kurun waktu lima tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Apabila tidak diantisipasi sedini mungkin akan merubah wajah Kota Ciamis
menjadi kota yang tidak tertata, semerawut dan menjadi kota yang tidak nyaman.
Pemerintah Kabupaten Ciamis bertekad melaksanakan pembangunan dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan seperti tercantum dalam visi RTRW
Kabupaten Ciamis tahun 2011 – 2032. Sejak tahun 2012 Pemerintah Kabupaten
Ciamis turut aktif dalam kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH),
suatu program yang dimaksudkan untuk membangun kemitraan dan sinergi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam
menciptakan kota hijau dengan mengembangkan delapan atribut kota hijau. Salah
satu atribut kota hijau dalam P2KH adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH
merupakan unsur utama dalam penataan ruang yang mempengaruhi kelangsungan
hidup manusia khususnya sebagai penyeimbang unsur bangunan di lingkungan
perkotaan (Purnomohadi, 2006). Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang mensyaratkan luas RTH minimal 30% dari luas wilayah dengan
komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) memetakan kondisi eksisting RTH Kota
Ciamis, (2) menganalisis sebaran dan distribusi RTH Kota Ciamis, (3)
menghitung kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk, luas
wilayah dan kenyamanan thermal serta (4) menyusun arahan pengembangan RTH
Kota Ciamis untuk memenuhi luasan kebutuhan RTH publik untuk mendukung
Program Pengembangan Kota Hijau. Metode penelitian yang digunakan adalah
analisis spasial berbasis Sistem Informasi Geografis dan pengamatan lapangan.
Berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird, RTH publik Kota Ciamis
memiliki luas 508,6 ha (8,52% luas kota). Hal ini menunjukan bahwa luas RTH
publik Kota Ciamis masih jauh dari ketentuan yang diamanatkan UU Penataan
Ruang. Pola sebaran RTH publik di Kota Ciamis cenderung menyebar. Hal ini
diakibatkan dengan adanya pengumpulan RTH publik pada jalur sempadan sungai
dan sempadan rel kereta api yang membelah Kota Ciamis, selain itu cenderung
mendekati pusat kegiatan masyarakat dan permukiman penduduk.
Berdasarkan kebutuhan RTH publik yang dihitung dari proyeksi jumlah
penduduk tahun 2032, luas RTH publik yang ada saat ini masih mencukupi.
Berdasarkan kenyamanan thermal, luas RTH secara umum masih mencukupi
kebutuhan dengan tingkat kenyamanan yang diperoleh tergolong sedang dengan
nilai THI antara 21 – 24,06, kenyamanan ini diperoleh karena masih luasnya RTH
privat. Untuk menjaga tingkat kenyamanan tersebut Kota Ciamis masih
kekurangan RTH publik minimal seluas 160,3 ha. Sedangkan untuk memenuhi
kebutuhan RTH publik paling optimal Kota Ciamis masih kekurangan RTH
publik seluas 687,3 ha.
Salah satu indikator keberhasilan P2KH adalah tercapainya proporsi RTH
sebesar 30% dari luas wilayah dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH
privat. Pengembangan RTH publik dilakukan secara bertahap dalam beberapa
periode : (1) Periode 2012 – 2017, akuisisi RTH privat menjadi RTH publik
dengan target tambahan RTH publik seluas 295,5 ha, (2) Periode 2018 – 2022,
menetapkan daerah yang tidak dapat dibangun, dengan target tambahan RTH
Publik seluas 325 ha, (3) Periode 2023 - 2027, penambahan RTH publik baru
dengan tambahan RTH publik seluas 0,4 ha, (4) Periode 2028 – 2032,
penambahan RTH publik baru dengan tambahan RTH publik seluas 116,7 ha.
Pada akhir tahun 2032 RTH publik Kota Ciamis akan terpenuhi minimal seluas
1.246,2 ha, dengan demikian Kota Ciamis dapat memenuhi salah satu indikator
kota hijau yaitu pemenuhan kebutuhan RTH publik minimal sebesar 20% luas
wilayah.
Kata Kunci : kenyamanan thermal, kota hijau, ruang terbuka hijau
SUMMARY
REMMY SETIAWAN TJUMARDI. An Analysis of Distribution and Sufficiency
of Green Open Space to Support Green City Development Program in Ciamis
Regency. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and BAMBANG
SULISTYANTARA.
The urban area of Ciamis Regency as a community center within last five
years has developed very rapidly. If the situation is not anticipated as early as
possible, it will change the face of the urban area of Ciamis to be disorganized,
chaotic and will become an uncomfort town. Ciamis Regency Government
committed to implementing development with environmental sustainability as
stated in the vision of Ciamis Regency Spatial Plans of 2011 – 2032. Since 2012
Ciamis Regency Government actively participates in the Green City Development
Program (GCDP), that intended to build partnerships and synergies with the
central government and communities in creating a green city with developed eight
attributes. One of the attributes of GCDP is Green Open Spaces (GOS). GOS is a
key element of spatial planning that affect human survival as a counterweight
element of the building in urban environments (Purnomohadi, 2006). The
Constitution number 26 of 2007 about Spatial Planning requires GOS area of at
least 30% of the area consisting of 20% of public GOS and 10% of private GOS.
The objectives of this research are : (1) mapping the existing condition of
GOS in urban area, (2) analyze the distribution of public GOS in urban area, (3)
calculate public GOS needs based on population, land area and thermal comfort,
and (4) arrange referrals public GOS development to satisfy needs of public GOS
to support the Green City Development Program. The research methods are
spatial analysis based on Geographic Information Systems and field observations.
Based on the results of Quickbird image interpretation, the city of Ciamis
has public GOS area of 508,6 ha (8,52% of the city area). It’s indicates that the
area of public GOS still far from sufficient as required of Spatial Planning
Constitution. Distribution pattern of public GOS tend to be spread, as it followed
the river border lines and railroads border, as well as tend to approach a
community center and residential areas.
Based on the needs of the public GOS computed from the projected total
population of 2032, extensive public GOS there is still sufficient. Based on
thermal comfort the area of GOS is still sufficient, the city of Ciamis has a
moderate comfort level with the average daily THI values about 21 to 24,06, that
is obtained from privat GOS. To maintain this comfort level, the city of Ciamis
still lacks a public GOS area of 160,3 ha. To satisfy needs of the most optimal
public GOS obtained from calculations based on the needs of the public GOS area
with a shortage of public GOS area about 687.3 ha.
An indicators of success in Green City Development Program is reach out
30% of GOS area with 20% of public GOS and 10% of private GOS.
Development of public GOS is planned gradually in some periods : (1) period of
2012-2017, acquisition of private GOS into a public GOS, it will increase public
GOS area of 295,5 ha, (2) period of 2018-2022, defines an area that can not be
built, it’ll increase public GOS area of 325 ha, (3) period of 2023-2027, opened a
new public GOS, it’ll increase public GOS of 0,4 ha, (4) period of 2028-2032,
opened a new public GOS, it’ll increse public GOS area of 116,7 ha. At the end of
2032 urban area of Ciamis will have at least 1.246,2 ha of public GOS. Ciamis
can satisfy one of the indicators of Green City Development Program that
fulfilling needs of public GOS at least 20% of urban area.
Keywords : green city, green open space, thermal comfort
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS SEBARAN DAN KECUKUPAN
RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM
PENGEMBANGAN KOTA HIJAU DI KABUPATEN CIAMIS
REMMY SETIAWAN TJUMARDI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr Ir Setia Hadi, MS
Judul Tesis : Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau
dalam Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau
di Kabupaten Ciamis
Nama
: Remmy Setiawan Tjumardi
NIM
: A156130114
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MScAgr.
Ketua
Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr.
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.
Tanggal Ujian: 27 Maret 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya Karya Ilmiah dengan judul Analisis Sebaran dan Kecukupan
Ruang Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di
Kabupaten Ciamis dapat diselesaikan.
Penyusunan Karya Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Dwi Putro Tejo
Baskoro, M.Sc.Agr. dan Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Selain itu penulis
sampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan dan Dr. Khursatul
Munibah, M.Sc. selaku penguji luar komisi dan Pimpinan Sidang yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini, Prof. Dr. Ir.
Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi beserta segenap dosen pengajar,
asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB,
Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa
yang diberikan kepada penulis, Bapak Bupati Ciamis beserta jajaran Pemerintah
Kabupaten Ciamis yang telah memberikan kesempatan dan penugasan belajar
kepada penulis untuk mengikuti program beasiswa gelar ini. Tidak lupa ucapan
terima kasih penulis kepada rekan-rekan PWL 2013 atas kebersamaannya serta
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga atas do’a, dukungan dan
pengorbanan selama penulis melaksanakan studi.
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Semoga Karya Tulis llmiah ini
bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya diucapkan Terima kasih..
Bogor, Mei 2015
Remmy Setiawan Tjumardi
A156130114
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian
1
1
3
4
5
5
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Perkotaan
Konsep Kota Hijau
Ruang Terbuka Hijau
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Penyediaan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal
6
6
6
8
11
11
11
12
3.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Bahan dan Alat Penelitian
Metode Analisis Data
Identifikasi, Klasifikasi dan Pemetaan RTH
Analisis Distribusi dan Sebaran RTH
Analisis Kebutuhan RTH
Arahan Pengembangan RTH
12
12
13
14
15
15
15
17
19
4.
KONDISI UMUM
Letak Geografis dan Administrasi
Kondisi Fisik Kota Ciamis
Topografi
Hidrologi
Tanah
Iklim dan Curah Hujan
Kondisi Sosial Kota Ciamis
Jumlah Penduduk
Penggunaan Lahan
Ruang Terbuka Hijau Publik
22
22
24
24
24
24
24
27
27
28
30
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi RTH Eksisting
RTH Publik Kota Ciamis
RTH Privat Kota Ciamis
Lahan Terbangun
33
33
36
52
53
Kebutuhan RTH Kota Ciamis
Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Kebutuhan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal (THI)
Arahan Pengembangan RTH Kota Ciamis
6.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
54
54
56
57
68
76
76
76
DAFTAR PUSTAKA
77
LAMPIRAN
81
RIWAYAT HIDUP
115
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau
Standar Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Jenis dan Sumber Data
Administrasi dan Luas Wilayah Kota Ciamis
Curah Hujan Bulanan Kota Ciamis
Suhu, Kelembaban Relatif dan THI Wilayah Kecamatan Kawali
Jumlah Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 – 2012
Komposisi dan Pergeseran Penggunaan Lahan Kota Ciamis
Tahun 2010 – 2012
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Eksisting di Kota Ciamis
Luas RTH Publik Eksisting di Kota Ciamis
Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2014
Penggunaan Lahan RTH Publik Kota Ciamis Tahun 2014
Sebaran RTH Publik Kota Ciamis berdasarkan Nilai Indeks
Fragmentasi
Rasio RTH Publik dan Indeks Keragaman RTH Publik Kota Ciamis
Penggunaan Lahan RTH Privat Kota Ciamis Tahun 2014
Penggunaan Lahan Terbangun Kota Ciamis Tahun 2014
Kebutuhan RTH Publik Kota Ciamis berdasarkan Luas Wilayah
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan Jumlah Penduduk
sampai Tahun 2032
Fluktuasi Suhu Udara Harian Kota Ciamis
Fluktuasi Kelembaban Relatif Harian Kota Ciamis
Indeks Kenyamanan Thermal (THI) Kota Ciamis
Kebutuhan RTH Publik Berdasarkan Indeks Kenyamanan Thermal
Perbandingan Kebutuhan RTH Kota Ciamis
Kebutuhan RTH Kota Ciamis
10
11
14
22
25
26
27
29
30
31
35
37
38
39
52
53
55
57
59
61
63
66
67
68
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Grafik Pergeseran Perubahan Lahan di Kota Ciamis Tahun 2004 - 2009
Kerangka Pikir Penelitian
Atribut Kota Hijau (Kementerian PU, 2013)
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (Departemen PU, 2008)
Posisi Wilayah Kota Ciamis (RDTR Kota Ciamis 2012)
Peralatan yang digunakan dalam Pengamatan Lapangan
(Thermohygrometer dengan Tripod dan GPS)
Alur Penelitian
Peta Batas Wilayah Kota Ciamis
Grafik Curah Hujan Bulanan Kota Ciamis
Grafik Suhu, Kelembaban da THI Wilayah Kecamatan Kawali
Kurva Pertumbuhan Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 – 2012
Grafik Kepadatan Penduduk Kota Ciamis Tahun 2012
Perubahan Lahan Kota Ciamis Tahun 2010 – 2012
Jenis RTH Publik Eksisting Kota Ciamis
3
5
7
9
13
15
21
23
25
26
27
28
29
32
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Komposisi dan Sebaran RTH Kota Ciamis Tahun 2014
Komposisi Penggunaan Lahan Kota Camis Tahun 2014
Penggunaan Lahan RTH Publik Kota Camis Tahun 2014
Batas Wilayah Perencanaan (BWP) Kota Ciamis
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Barat 1
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Barat 1
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Barat 2
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Barat 2
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Tengah 1
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Tengah 1
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Tengah 2
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Tengah 2
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Timur 1
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Timur 1
Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Timur 2
Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Timur 2
Komposisi Penggunaan Lahan RTH Privat Tahun 2014
Komposisi Penggunaan Lahan Terbangun Kota Camis 2014
Titik Pengamatan Suhu dan Kelembaban
Distribusi Suhu Udara Kota Ciamis
Distribusi Kelembaban Relatif Kota Ciamis
Distribusi Indeks Kenyamanan Thermal Kota Ciamis
Indeks Kenyamanan Thermal Rataan Harian Kota Ciamis
Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan RTH Publik Kota Ciamis
Arahan Pengembangan RTH dengan mewajibkan KDH 20% pada
Daerah Perkantoran, Sekolah dan Sarana Umum
Arahan Pengembangan RTH dengan Mewajibkan KDH 20% pada
Daerah Permukiman serta Perdagangan dan Jasa
Arahan Pengembangan RTH Publik pada Daerah yang Tidak Boleh
Dibangun
Arahan Pengembangan RTH dengan Mengembangkan RTH Baru
34
35
36
38
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
54
58
60
62
64
65
70
71
72
74
75
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Daftar RTH Publik Kota Ciamis
81
Data Suhu dan Kelembaban Kota Ciamis Hasil Pengamatan Lapangan 85
Foto Dokumentasi RTH Kota Ciamis
93
Peta Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2014
98
Peta Distribusi Indeks Kenyamanan Thermal Kota Ciamis
104
Peta Distribusi Suhu Udara Kota Ciamis
108
Peta Distribusi Kelembaban Udara Kota Ciamis
111
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan manusia yang dicirikan oleh
kegiatan industri, perdagangan dan jasa, pusat layanan pemerintahan, pelayanan
sosial, kegiatan ekonomi serta permukiman perkotaan. Pembangunan di kawasan
ini cenderung diarahkan pada pembangunan fisik yang identik dengan penyediaan
sarana dan prasarana untuk berbagai aktifitas manusia. Pembangunan perkotaan
yang mengutamakan pembangunan fisik dapat menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan perkotaan terutama dalam hal kenyamanan.
Perkembangan fisik ruang kota menurut Ernawi (2012) sangat dipengaruhi
oleh urbanisasi. Urbanisasi menyebabkan pertambahan penduduk dan
pembangunan fisik yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya kebutuhan
ruang. Permasalahan perkotaan semakin rumit dengan polusi udara yang tinggi,
meningkatnya suhu udara, berkurangnya resapan air, kemiskinan dan sifat
individualistis masyarakat. Ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup
merupakan salah satu usaha mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara
optimal. Ruang terbuka hijau menjadi unsur penting untuk keberlangsungan
kehidupan manusia khususnya sebagai penyeimbang unsur bangunan di
lingkungan perkotaan (Purnomohadi, 2006). Leman (1993) menegaskan bahwa
lingkungan alam merupakan salah satu sektor penting di dalam manajemen
perkotaan. Hal ini mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan perkotaan perlu
adanya pertimbangan pelestarian alam dan menjaga habitat alami. Ridwan Kamil
(2004) dalam Ashadi (2013) menempatkan komposisi berimbang antara ruang
terbangun dengan RTH pada urutan teratas konsep penataan perkotaan, sebagai
berikut :
Komposisi pembangunan dan RTH yang seimbang, yaitu 30% RTH;
Membangun kota berarti membangun gaya hidup, dibuat regulasi sehingga
orang akan lebih memilih mengunakan kendaraan umum daripada kendaraan
pribadi;
Keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan
(pembangunan berkelanjutan);
Memberikan visi yang jelas bagi warganya;
Adanya political will dari pemimpinnya.
Kota Ciamis dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami
perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai sektor pembangunan, seperti di
sektor ekonomi diantaranya perkembangan perdagangan skala besar dan modern,
sektor perumahan rakyat, perindustrian, pariwisata dan sektor lainnya. Sebagai
dampak dari perkembangan tersebut berimbas pada sektor lain misalnya sektor
informal yang tentu saja dalam kegiatannya memerlukan ruang. Apabila dampak
tersebut tidak diantisipasi sedini mungkin maka tidak mustahil akan merubah
wajah Kota Ciamis menjadi kota yang tidak tertata dan semrawut sehingga
mengakibatkan Kota Ciamis menjadi kota yang tidak nyaman. Fungsi-fungsi
ruang seperti taman kota, pedestrian, sempadan sungai dan ruang terbuka bukan
2
tidak mustahil akan dimanfaatkan dengan fungsi lainnya yang tak sesuai
peruntukan jika tidak direncanakan dan diatur sedini mungkin.
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan
tegas menyebutkan bahwa luas Ruang terbuka Hijau (RTH) di perkotaan adalah
minimal 30% dari luas wilayah perkotaan, dengan proporsi 20% untuk RTH
publik dan 10% untuk RTH privat. Komposisi dan luasan RTH ini dimaksudkan
agar tercipta keseimbangan lingkungan perkotaan yang dapat terwujud jika RTH
perkotaan tetap tejaga dan terpelihara baik secara kuantitas maupun secara
kualitas. Dengan tersedianya RTH yang memadai di lingkungan perkotaan maka
akan tercipta lingkungan yang nyaman, aman dan berkelanjutan serta siap dalam
menghadapi isu yang sedang hangat yaitu perubahan iklim yang ditandai dengan
meningkatnya suhu udara secara global (global warming).
Salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi isu perubahan iklim
tersebut adalah Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang diprakarsai oleh
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Kegiatan
P2KH merupakan inisiatif terdepan untuk merealisasikan konsep kota hijau
kedalam atribut kota hijau yang diharapkan menjadi respon konkret terhadap isu
perubahan iklim sekaligus sebagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat
khususnya masyarakat perkotaan. Program ini dimaksudkan untuk membangun
kemitraan dan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota
dan masyarakat dalam menciptakan kota hijau dengan mengembangkan delapan
atribut kota hijau (green planning, green open space, green energy, green water,
green waste, green building, green transportation, green community).
Sejak tahun 2012 Kabupaten Ciamis telah ikut berperan serta secara aktif
dalam kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Secara konsep
kebijakan, Pemerintah Kabupaten Ciamis telah mengintegrasikan konsep
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan melalui Visi
Kabupaten Ciamis sebagaimana tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) tahun 2011-2032 yaitu “Mewujudkan Kabupaten Ciamis sebagai
kawasan agribisnis dan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian alam dan
mitigasi kebencanaan”. Bahkan sebagai realisasi komitmen keikutsertaan Kota
Ciamis dalam program P2KH tersebut pada bulan Februari 2012 telah
dicanangkan Ciamis sebagai Kota Hijau oleh Wakil Bupati Ciamis.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai salah satu atribut dalam pencapaian
kota hijau memegang peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan
lingkungan perkotaan. Sebagai kota yang sedang berkembang, Kota Ciamis yang
memiliki iklim panas tentu saja tidak lepas dari persoalan perkotaan yaitu
peningkatan suhu, berkurangnya penyediaan air tanah dan polusi. Secara ekologis
ruang terbuka hijau (RTH) mempunyai fungsi alomerasi iklim, perlindungan
hidrorologis, pereduksi polutan dan sebagai habitat satwa. Selain pemenuhan
luasan RTH berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007 tentunya pemenuhan luasan
RTH berdasarkan kenyamanan thermal perlu mendapat perhatian.
Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik Kota Ciamis berdasarkan data
dari Dinas Cipta Karya, Kebersihan dan Tata Ruang (DCKKTR) Kabupaten
Ciamis tahun 2011 seluas 36,9 ha yang berupa taman kota, jalur hijau, lapangan
olah raga, pemakaman, perkebunan dan hutan kota. Apabila dibandingkan dengan
luas wilayah Kota Ciamis yang mencapai 5.968,6 ha maka luas RTH publik Kota
Ciamis hanya sebesar 0,6%, tentu saja belum memenuhi ketentuan sebagaimana
3
disyaratkat dalam Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, yang mensyaratkan proporsi RTH kota minimal 30% dari luas wilayah
kota dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan data RTRW Kabupaten Ciamis Tahun 2011 – 2032, dari tahun
2004 - 2009 di Kabupaten Ciamis telah terjadi pengurangan lahan sawah seluas
2.463,8 ha, penambahan lahan permukiman seluas 1.563 ha dan penambahan
lahan tegal/kebun/ladang/huma seluas 3.208,9 ha, sedangkan luas kawasan hutan
cenderung relatif tetap (Gambar 1). Sebagian besar wilayah yang mengalami alih
fungsi lahan tersebut berada di wilayah perkotaan, ini artinya bahwa proses alih
fungsi lahan di wilayah perkotaan akan terus terjadi apabila tidak adanya
pengendalian yang baik dari pemerintah. Kualitas dan kuantitas RTH baik publik
maupun privat akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan meningkatnya intensitas pembangunan. Peningkatan intensitas
pembangunan cenderung diiringi dengan menurunnya kualitas dan kuantitas RTH.
Oleh karena itu perencanaan yang baik dan matang sangat diperlukan dalam
mengendalikan perubahan fungsi lahan sehingga masih dalam tahap wajar dengan
memperhatikan luasan RTH sesuai dengan Undang Undang nomor 26 Tahun
2007.
100000
90000
Luas Lahan (ha)
80000
70000
60000
2004
50000
2009
40000
30000
20000
10000
0
Hutan
Sawah
Lahan Kering Permukiman
dan
Pekarangan
Lain - Lain
Penggunaan Lahan
Gambar 1
Grafik Pergeseran Perubahan Lahan di Kota Ciamis
Tahun 2004 - 2009
Secara umum kawasan terbangun Kota Ciamis didominasi lahan
permukiman. Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sekitar 1,20% per
tahun maka kebutuhan perumahan diperkirakan akan semakin bertambah.
4
Pembangunan perumahan ini tidak jarang menempati lahan pertanian dan
perkebunan yang merupakan lahan RTH privat. Selain itu pemekaran wilayah
Pangandaran menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) pada tahun 2012 secara
kuantitas berakibat mengurangi jumlah obyek wisata di Kabupaten Ciamis.
Dengan pengelolaan dan pemenuhan RTH di Kota Ciamis sesuai dengan konsep
kota hijau diharapkan menciptakan tujuan wisata kota sekaligus menjaga
kenyamanan Kota Ciamis yang cenderung mengarah pada Kota Permukiman
(Dormitory Town).
Dengan luasan RTH publik sebesar 0,6% dari luas kota maka tugas
pemerintah masih sangat banyak untuk mencukupi salah satu atribut kota hijau
yaitu komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Salah satu upaya yang
telah dilakukan Pemkab Ciamis dalam upaya pengelolaan dan pengendalian RTH
adalah menginventarisasi RTH publik yang berada di Kota Ciamis. Karena
keterbatasan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun secara kuantitas
maka inventarisasi RTH tersebut masih bersifat tabular. Selain itu RTH privat
masih belum terinventarisasi, padahal RTH privat ini merupakan lahan potensial
pengembangan RTH publik untuk mencapai besaran 20% dari luas kota. Upaya
awal yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Ciamis adalah penanaman
sekitar 5.900 bibit tanaman pada beberapa ruas jalan terutama jalan protokal dan
jalur lingkar selatan Kota Ciamis. Tidak ketinggalan program one man one tree
juga dicanangkan pemerintah terutama kepada para Pegawai Negeri Sipil.
Atas dasar perumusan masalah tersebut di atas, disusun pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi eksisting dan luas RTH eksisting Kota Ciamis?
2. Bagaimana distribusi dan pola sebaran RTH publik di Kota Ciamis?
3. Berapa kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk, luas
wilayah dan kenyamanan thermal?
4. Bagaimana arahan pengembangan RTH publik di Kota Ciamis?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah sebagai awal dari proses perencanaan pengembangan
ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Ciamis. Tujuan umum penelitian adalah
mendukung konsep kota hijau (green city) melalui peningkatan kualitas dan
kuantitas RTH. Tujun khusus penelitian ini adalah:
1. Memetakan kondisi RTH Kota Ciamis dengan mengidentifikasi jenis dan
klasifikasi RTH;
2. Menganalisis distribusi penyebaran RTH di Kota Ciamis;
3. Menghitung kebutuhan luas RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk,
luas wilayah dan kenyamanan thermal;
4. Menyusun arahan pengembangan RTH publik Kota Ciamis.
5
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai kecukupan dan arahan pengembangan RTH di Kota
Ciamis ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan informasi dan gambaran secara spasial mengenai kondisi RTH
di Kota Ciamis;
2. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam
perencanaan dan pengembangan RTH di Kota Ciamis dalam mendukung
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) khususnya dalam penyusunan
master plan RTH sebagai bahan evaluasi RTRW Kabupaten Ciamis;
3. Memberikan informasi kebutuhan RTH berdasarkan beberapa kebutuhan
untuk mendapatkan luasan RTH yang optimal.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimulai dengan memetakan kondisi eksisting RTH di Kota
Ciamis sehingga selanjutnya dapat dilakukan inventarisasi, identifikasi dan
klasifikasi RTH Kota Ciamis. Kemudian mengkaji pola distribusi dan sebaran
RTH Kota Ciamis. Tahap selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan RTH Kota
Ciamis ditinjau dari kebutuhan berdasarkan peraturan dan perundangan (jumlah
penduduk dan luas wilayah) serta kebutuhan RTH untuk tujuan tertentu
(kenyamanan thermal). Luas kebutuhan RTH ini kemudian menjadi input untuk
melihat kecukupan RTH di Kota Ciamis. Dengan pendekatan pengembangan kota
hijau (green city) disusun arahan pengembangan RTH di Kota Ciamis. Secara
umum kerangka pikir penelitian ini seperti digambarkan dalam Gambar 2.
RTH KOTA CIAMIS (Publik dan Privat)
Kondisi Eksisting
RTH Kota Ciamis
Kebutuhan RTH
berdasarkan Peraturan/
Undang-Undang
Kebutuhan RTH
untuk tujuan tertentu
Konsep Pengembangan RTH Publik
di Kota Ciamis
Konsep Green City
ARAHAN PENGEMBANGAN RTH PUBLIK DI KOTA CIAMIS
Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian
6
2
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Perkotaan
Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dan corak kehidupan
yang materialistik (Bintarto, 1986 dalam Heryuka, 2013). Menurut Rapoport
dalam Zahnd (1999) kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan
permanen, terdiri dari kelompok individu yang heterogen dari segi sosial. Kota
merupakan pusat kegiatan hidup manusia yang relatif dinamis dalam segala aspek
ekonomi, sosial budaya, pelayanan serta pengembangannya (Nurisjah, 2006).
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007, Kawasan Perkotaan
adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Kriteria kawasan perkotaan meliputi :
1. Memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian, dengan mata
pencaharian utama penduduknya di bidang industri, perdagangan dan jasa;
2. Memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan
jasa didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda transportasi.
Bentuk kawasan perkotaan menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah antara lain :
1. Kota sebagai daerah otonom, merupakan kota yang dikelola oleh pemerintahan
kota;
2. Kota yang menjadi bagian kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, merupakan
kota yang dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang bertanggung
jawab terhadap pemerintah kabupaten;
3. Kota yang menjadi bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung
dan memiliki ciri perkotaan, dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas
pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.
Konsep Kota Hijau
Kota hijau adalah kota yang ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan
keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta dimensi tata
kelolanya, termasuk kepemimpinan dan kelembagaan kota yang mantap
(Kementerian PU, 2013). Terminologi Kota Hijau merupakan metafora dari Kota
Berkelanjutan atau Kota Ekologis dimana menurut Kementerian PU (2013)
didefinisikan sebagai berikut :
Kota Hijau dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan dengan
memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi,
mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin
kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan,
berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan;
7
-
-
-
Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan,
dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir
penggunaan energi, air dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah,
percemaran udara dan pencemaran air;
Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati, dengan
lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota
yang tinggal didalamnya maupun bagi pengunjung kota;
Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah,
seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun,
keunikan dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber
daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) adalah suatu upaya untuk kota
yang berkelanjutan dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota/Kabupaten dalam rangka mewujudkan 8 (delapan) atribut Kota Hijau
(Gambar 3). Adapun atribut kota hijau tersebut adalah (Kementerian PU, 2013):
a. Green Planning and Design, Perencanaan dan perancangan yang beradaptasi
pada biofisik kawasan;
b. Green Open Space, Peningkatan kuantitas dan kualitas RTH sesuai
karakteristik kota dengan target 30% luas kota;
Green
Building
Green
Open Space
Green Water
Green Energy
Green
Transportation
Green Waste
Green
Planning and
Design
Green
Community
Gambar 3 Atribut Kota Hijau (Kementerian PU, 2013)
8
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Green Waste, Usaha untuk zero waste dengan melaksanakan prinsip 3R
(Reduce, Reuse, Recycle) yaitu mengurangi sampah/limbah, mengembangkan
proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah;
Green Transportation, Pengembangan sistem transportasi ramah lingkungan
yang berkelanjutan, misalnya transportasi publik, jalur sepeda;
Green Water, Efisiensi pemanfaatan sumberdaya air;
Green Energy, Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah
lingkungan;
Green Building, Bangunan hemat energi;
Green Community, Kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif masyarakat
dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau.
Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area yang harus disediakan oleh
sebuah kota karena memiliki manfaat yang penting baik secara ekologis, ekonomi,
sosial budaya serta arsitektural (Yuhong et al, 2014). RTH merupakan area
memanjang dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam (Departemen PU, 2007). Menurut Depdagri (2007) Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang Terbuka Hijau adalah
bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat
langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut
yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan
(Kementerian PU, 2013). RTH menurut Williams (1969) dalam Yunus (2008)
memiliki arti lebih sempit karena menggunakan kata “hijau” yang mengacu pada
fungsi tertentu, intinya RTH memiliki 2 interpretasi yaitu ruang terbuka buatan
(Man Made Open Space) dan ruang terbuka alami (Natural Open Space). Menurut
Grey et al. (1978) dalam Irwan (1997), salah satu manfaat utama pengadaan hutan
kota (RTH) adalah untuk ameliorasi iklim guna kenyamanan thermal.
Tujuan penyelenggaraan ruang terbuka hijau (RTH) menurut Departemen
PU (2008) berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan adalah :
Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat;
Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Ruang terbuka hijau (RTH) secara tipologi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis sesuai dengan fisik, fungsi, struktur dan kepemilikan (Gambar 4).
9
RUANG
TERBUKA
HIJAU
Fisik
Fungsi
Struktur
Kepemilikan
RTH Alami
Ekologis
Pola Ekologis
RTH Publik
RTH Non
Alami
Sosial Budaya
Pola Planologis
RTH Privat
Estetika
Ekonomi
Gambar 4 Tipologi Ruang Terbuka Hijau (Departemen PU, 2008)
a.
Secara fisik, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- RTH alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman
nasional;
- RTH non alami / binaan, seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman
atau jalur-jaur hijau jalan.
b.
Secara fungsi, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- Fungsi Ekologis
Setiap 1 ha RTH yang ditanami pepohonan, perdu, semak dan penutup
tanah, dg jumlah luas permukaan seluas 5 ha, mampu mengisap 900 kg
CO2 dari udara dan melepaskan 600 kg O2 dalam waktu 12 jam
(Bernatzky, 1978), suhu di sekitar kawasan RTH (dibawah pohon teduh) di
Jakarta, menurun 2 - 4 °C (Purnomohadi, 1995), iklim mikro dan suhu
lokal yang terbentuk oleh deretan pepohonan, menunjukan aliran udara
yang masuk ke bagian bawah batang-bantang pohon tersebut, turun 10% –
20% (Austin et al., 1985 dalam Purnomohadi, 2006), RTH kota dengan
ukuran ideal (0,4 ha), mampu meredam 25% – 80% kebisingan (Carpenter,
1975 dalam Purnomohadi, 2006), vegetasi selain produsen pertama dalam
ekosistem, juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk
hidup lainnya (Irwan, 1997);
- Fungsi Sosial Budaya
seluruh lapisan masyarakat membutuhkan RTH sebagai sarana interaksi
antar anggota masyarakat, sarana ekspresi untuk mengembangkan
kreatifitas, sarana olahraga dan lain-lain;
- Fungsi Estetika
RTH merupakan elemen estetis kota, tanaman dengan bentuk, warna dan
tekstur tertentu dapat dipadu dengan gaya arsitektur sarana fisik untuk
10
c.
d.
mendapatkan komposisi dengan baik, selain itu jalur hijau dan sungai
dapat memberikan sumbangan estetis bagi keindahan kota;
- Fungsi Ekonomi
Selain memperoleh manfaat langsung dari adanya tanaman/pepohonan
dalam membentuk kota yang kreatif melalui urban farming, taman kota
menjadi potensi untuk membangkitkan perekonomian masyarakat.
Secara struktur, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- Pola ekologis, mengelompok, memanjang, tersebar;
- Pola planologis, mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
Secara kepemilikan (Tabel 1), tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :
- RTH publik, RTH yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah;
- RTH privat, RTH yang dimiliki oleh perseorangan, swasta atau badan
usaha.
Menurut Fracilia (2007) tanaman, pohon, semak dan rumput dapat
memperbaiki suhu kota dengan mengontrol radiasi matahari. Selama matahari
bersinar, daun dapat menahan radiasi sinar matahari sehingga dapat menurunkan
suhu. Tanaman juga dapat memperbaiki suhu udara panas dengan cara
evapotranspirasi. Selain itu berbagai penelitian yang dikumpulkan oleh Bowler
et al. (2010) menunjukan bahwa suhu udara di bawah pohon baik individual
maupun bergerombol lebih rendah dibandingkan dengan di area terbuka.
Tabel 1 Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau
No
Jenis RTH
RTH Pekarangan
a. Pekarangan rumah tinggal
b. Halaman perkantoran, toko, tempat usaha
c. Taman atap bangunan
2
RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT
b. Taman RW
c. Taman Kelurahan / Desa
d. Taman Kecamatan
e. Taman Kota
f. Hutan Kota
g. Sabuk Hijau (green belt)
3
RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan
b. Jalur pejalan kaki
c. Ruang dibawah jalan layang
4
RTH Fungsi Tertentu
a. RTH sempadan rel KA
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi
c. RTH sempadan sungai
d. RTH sempadan pantai
e. RTH pengamanan sumber air baku / mata air
f. Pemakaman
Sumber: Departemen PU (2008)
RTH
Publik
RTH
Privat
1
11
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat.
Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 proporsi
RTH adalah sebesar minimal 30% dari luas wilayah perkotaan dengan komposisi
20% RTH publik dan 10% RTH privat. Apabila luas RTH baik publik maupun
privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari
peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota.
Sebelumnya proporsi 30% RTH ini sudah disepakati dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi
pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002). Sebuah kota
idealnya memiliki luas RTH minimal 30 persen dari total luas kota, tentu saja
angka ini bukan merupakan patokan mati. Penetapan luas RTH kota harus
berdasar pula pada studi eksistensi sumberdaya alam dan manusia penghuninya.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk dilakukan
dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas
RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Standar luas RTH per kapita
berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah penduduk yang dihitung adalah
jumlah penduduk untuk proyeksi tahun 2032 sesuai dengan masa berlaku RTRW
Kabupaten Ciamis.
Tabel 2
Standar Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
NO
Unit
Lingkungan
(jiwa)
Tipe RTH
Luas
Minimal /
unit (m2)
Luas
Minimal /
Kapita (m2)
1
250
Taman RT
250
1,0
2
2.500
Taman RW
1.250
0,5
3
30.000
Taman
Kelurahan
9.000
0,3
Taman
Kecamatan
24.000
0,2
Pemakaman
disesuaikan
1,2
Tersebar
Taman Kota
144.000
0,3
Di pusat wilayah / kota
Hutan Kota
disesuaikan
4,0
Untuk fungsi
tertentu
disesuaikan
12,5
4
5
Sumber:
120.000
480.000
Departemen PU (2008)
Lokasi
Di tengah
lingkungan RT
Di pusat
kegiatan RW
dikelompokan dg
sekolah / pusat
kelurahan
dikelompokan dg
sekolah / pusat
kelurahan
Di dalam /kawasan
pinggiran
Disesuaikan dengan
kebutuhan
12
Penyediaan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal
Kebutuhan RTH berdasarkan kenyamanan thermal dapat dihitung dengan
persamaan untuk menentukan indeks kenyamanan manusia berupa Temperature
Humidity Index (THI) yang dikembangkan oleh Thom (1959) dalam Kakon et al.
(2010). Kemudian Nieuwolt memodifikasi indeks kenyamanan tersebut dengan
menggabungkan suhu udara dan kelembaban relatif (Kakon et al. 2010). Karena
berada pada wilayah tropis, THI Indonesia ada pada kisaran 20 – 26 (Nieuwolt,
1975 dalam Rushayati et al. 2011). Sedangkan suhu ideal untuk kenyamanan
manusia adalah 27C – 28C dengan kelembaban 40% - 75% (Landsberg, 1981
dalam Kalfuadi, 2009).
Temperature Humidity Index (THI) merupakan metode untuk mengetahui
adanya cekaman panas da menetapkan efek dari kondisi panas tersebut pada
kenyamanan manusia dengan mengkombinasikan parameter suhu dan kelembaban
udara. Effendi (2007) mendefinisikan THI sebagaibesaran yang dapat dikaitkan
dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan populasi manusia di wilayah
perkotaan.
Kota Ciamis merupakan kota kecil dengan iklim tropis dan merupakan
bagian dari Kabupaten Ciamis dengan ketinggian rata-rata pada 180 – 220 mdpl.
Menurut hasil penelitian Mom (1947) dalam Effendy (2007) indeks kenyamanan
di Indonesia berkisar pada 20 – 26. Selanjutnya menurut Wirasasmita et al. (2003)
dalam Kalfuadi (2009) indeks kenyamanan di Indonesia dibedakan kedalam tiga
kondisi yaitu kondisi nyaman pada kisaran THI 19 – 23, kondisi kenyamanan
sedang pada kisaran THI 23 – 27 dan pada kondisi tidak nyaman pada nilai THI
diatas 27.
3
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Ciamis yang merupakan ibukota
Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Kota Ciamis merupakan pusat
pemerintahan, perdagangan dan jasa serta permukiman dengan luas wilayah
5.968,6 ha, yang terdiri dari 20 desa/kelurahan. Secara geografis Kota Ciamis
terletak pada 7°18’42,64’’ - 7°21’45,90’’ Lintang Selatan dan 108°17’25,72’’ 108°24’13,98’’ Bujur Timur (Gambar 5).
-
Kota Ciamis memiliki batas - batas sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Kecamatan Sadananya dan Kecamatan Baregbeg
Sebelah Timur
: Kecamatan Cijeungjing
Sebelah Selatan
: Kabupaten Tasikmalaya
Sebelah Barat
: Kecamatan Cikoneng
13
Gambar 5 Posisi Wilayah Kota Ciamis (RDTR Kota Ciamis 2012)
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai bulan Desember 2014
dimulai dari tahap persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis dan
pengolahan data, penyusunan arahan pengembangan RTH sampai pada
penyusunan laporan.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer berasal dari hasil survei lapangan, sedangkan data sekunder
berasal dari instansi terkait dan pustaka (Tabel 3).
14
Tabel 3
Jenis dan Sumber Data
No
Tujuan
Data
Sumber Data
Metode
Analisis
1
Identifikasi
dan Klasifikasi
RTH Eksisting
Peta Administrasi
(RDTR), Data
RTH publik, Citra
Quickbird tahun
2012, Citra
GoogleEarth
DCKKTR
Ciamis,
BPLH
Ciamis,
Bappeda
Ciamis, BPS
Ciamis
Interpretasi
Citra dan
digitasi on
screen
dengan SIG,
ground
check
Peta Tutupan
Lahan, Peta
Sebaran RTH,
Luas RTH
2
Analisis
sebaran dan
distribusi RTH
eksisting
Hasil pemetaan
dan identifikasi
RTH publik
Output 1
Analisis
SIG, Indeks
Fragmentasi,
Rasio RTH,
indeks
keragaman
Pola sebaran
RTH, Rasio
RTH terhadap
luas wilayah,
indeks
keragaman RTH
3
Analisis
Kebutuhan
RTH publik
Jumlah Penduduk,
luas Wilayah,
survei lapangan
(pengukuran suhu
dan kelembaban)
Kementerian
PU, BPS,
Bappeda,
DCKKTR,
RTRW,
RDTR
Pengamatan Kebutuhan RTH
lapangan,
berdasarkan jml
Analisis SIG penduduk, luas
wilayah, dan
kenyamanan
thermal
4
Penyusunan
Arahan
Pengembangan
RTH publik
Panduan P2KH,
RTRW, RDTR,
Masterplan
Pemakaman,
Output 3
Kementerian
PU, Bappeda
Ciamis,
DCKKTR
Ciamis
Overlay,
Pendekatan
kota hijau
(P2KH)
Output
Periodisasi
Pemenuhan
20% RTH
publik Kota
Ciamis
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini berupa data yang terdiri dari
Data Primer dan Data Sekunder, antara lain :
a. Data Primer (hasil pengamatan lapangan berupa data hasil pengukuran suhu
dan kelembaban);
b. Data Sekunder (Peta Administrasi Kota Ciamis, Peta Penggunaan Lahan,
RTRW Kabupaten Ciamis tahun 2011-2032, RDTR Kota Ciamis tahun 20122032, data Jumlah Penduduk, Citra Quickbird tahun 2012, Citra Google
Earth tahun 2014)
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
a. Komputer / laptop, dengan software ArcGIS 10.1 (Esri), Word 2007
(Microsoft), Excell 2007 (Microsoft).
b. Kamera digital;
c. Scanner;
d. GPS tipe Garmin 60CSx, digunakan untuk menentukan titik koordinat
pengamatan lapangan (Gambar 6);
15
e.
f.
Thermohygrometer tipe HTC-2 dengan tripod, digunakan untuk mengukur
suhu dan kelembaban (Gambar 6);
Alumunium Foil, digunakan untuk melindungi alat Thermohygrometer
terutama sensor suhu dari sinar matahari secara langsung.
Gambar 6
Peralatan yang digunakan dalam Pengamatan Lapangan
(Thermohygrometer dengan Tripod dan GPS)
Metode Analisis Data
Identifikasi, Klasifikasi dan Pemetaan RTH
Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan, pendataan dan pemetaan
RTH eksisting di Wilayah Kota Ciamis. Dengan mengetahui RTH eksisting maka
akan diketahui luasan RTH, sebaran, serta distribusi RTH di Wilayah Perkotaan
Ciamis untuk menjadi dasar analisis sebaran, kecukupan serta arahan perencanaan
dan pengembangan RTH di Kota Ciamis.
Proses ini diawali dengan interpretasi citra Quickbird tahun 2012 di lokasi
penelitian dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Digitasi on screen
dilakukan untuk mendapatkan klasifikasi tutupan lahan. Citra Google Earth
digunakan sebagai bantuan dikarenakan pada lokasi pengamatan paling barat dan
utara (ujung Desa Imbanagara Raya, Desa Mekarjaya dan Desa Baregbeg) tidak
seluruhnya tercakup dalam citra Quickbird.
Setelah digitasi selesai langkah selanjutnya adalah verifikasi lapangan
dengan melakukan ground check terhadap obyek sampel pada beberapa titik
lokasi. Output yang dihasilkan adalah peta tutupan lahan (land use) dan sebaran
RTH eksisting Kota Ciamis.
Analisis Distribusi dan Sebaran RTH
Untuk mengetahui distribusi dan sebaran RTH secara spasial dapat
dilakukan dengan menghitung Indeks Fragmentasi. Indeks Fragmentasi adalah
16
perbandingan jumlah region atau kelas dengan jumlah total region unit peta.
Jumlah region / kelas yang dimaksud adalah jumlah poligon jenis RTH pada
satuan analisis desa/kelurahan dan kota, sedangkan jumlah total region unit peta
adalah jumlah total poligon pada satuan analisis desa/kelurahan dan kota. Nilai
indeks fragmentasi yang semakin kecil menunjukan pola penyebaran yang
semakin mengumpul (Setiawati, 2012).
Indeks Fragmentasi
Dimana :
m 1
n 1
m = Jumlah poligon suatu jenis RTH pada satuan analisis
desa/kelurahan dan kota;
n = Jumlah total poligon pada satuan analisis desa/kelurahan dan
kota.
Nilai indeks fragmentasi antara 0 sampai 1, dimana :
Nilai 0 - 0,5 : Sebaran RTH cenderung mengumpul.
Nilai 0,6 - 1 : Sebaran RTH cenderung menyebar.
Rasio RTH publik digunakan untuk mengetahui tingkat kecukupan RTH
publik terhadap kebutuhan RTH publik. Untuk mengetahui tingkat rasio
kecukupan RTH publik maka digunakan persamaan :
Luas RTH Publik
Rasio RTH
x 100%
Luas Wilayah
Dengan nilai rasio :
< 10%
: Sangat Kurang
10% – 20% : Kurang
> 20%
: Baik
Sedangkan untuk mengetahui keragaman RTH publik digunakan persamaan
indeks keragaman sebagai berikut:
Indeks Keragaman
Jumlah Jenis RTH Publik
x 100%
Jumlah Total Jenis RTH Publik
D