Peningkatan Stabilitas Biosensor Antioksidan Dengan Ekstrak Protein Deinococcus Radiodurans Menggunakan Zeolit-Κ-Karaginan

PENINGKATAN STABILITAS BIOSENSOR ANTIOKSIDAN
DENGAN EKSTRAK PROTEIN Deinococcus radiodurans
MENGGUNAKAN ZEOLIT-κ-KARAGINAN

ANOM CAHYOTOMO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Stabilitas
Biosensor Antioksidan dengan Ekstrak Protein Deinococcus radiodurans
Menggunakan Zeolit-κ-Karaginan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Anom Cahyotomo
NIM G451130021

RINGKASAN
ANOM CAHYOTOMO. Peningkatan Stabilitas Biosensor Antioksidan dengan
Ekstrak Protein Deinococcus radiodurans Menggunakan Zeolit-κ-Karaginan.
Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT, dan
HENNY PURWANINGSIH.
Penentuan kapasitas antioksidan bertujuan mengetahui kualitas suatu produk
antioksidan dalam menghambat proses oksidasi dari keberadaan radikal bebas
atau spesi oksigen reaktif. Sampai saat ini, metode spektrofotometri merupakan
metode umum yang digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan, namun
metode ini memiliki beberapa kekurangan seperti waktu analisis yang lama,
persiapan sampel yang rumit, dan sampel berwarna yang dapat mengganggu
proses analisis. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode alternatif untuk
menentukan kapasitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan metode
spektrofotometri. Sampai saat ini, biosensor dengan metode voltametri siklik dan
amperometri merupakan alternatif yang baik untuk analisis kapasitas antioksidan.

Superoksida dismutase (SOD) merupakan bioreseptor yang sampai saat ini
dikaji untuk menciptakan biosensor antioksidan yang memiliki hasil analisis baik
dibandingkan metode spektrofotometri. Keberadaan enzim SOD menjadi kunci
dari biosensor antioksidan. Akan tetapi, proses pemurnian enzim tergolong rumit
serta mahal sehingga diperlukan cara lain untuk mendapatkan aktivitas SOD di
antaranya menggunakan ekstrak protein sitoplasma Deinococcus radiodurans (D.
radiodurans) yang lebih mudah dan murah tetapi perlu memperhatikan
kestabilannya.
Kestabilan biosensor antioksidan berkaitan dengan kemampuan metode
imobilisasi untuk menjaga keberlangsungan aktivitas bioreseptor sehingga tidak
terjadi penurunan aktivitas yang besar dalam waktu yang singkat. Metode adsorpsi
merupakan metode imobilisasi yang paling sederhana tetapi sangat dipengaruhi
oleh perubahan pH, suhu, dan faktor lainnya. Metode lain yang dapat digunakan
adalah penjeratan (entrapment) yang tergolong mudah dan dapat menjaga
kestabilan bioreseptor dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
kestabilan biosensor antioksidan dengan ekstrak protein D. radiodurans
menggunakan membran dengan campuran zeolit-κ-karaginan (z-kk).
Hasil stabilitas biosensor menggunakan membran z-kk menunjukkan bahwa
masih terdapat 70% aktivitas SOD selama 24 jam pengukuran. Rerata waktu
respon biosensor dalam setiap pengukuran adalah 130 ± 7 detik. Linieritas

pengukuran berada pada 0.1-0.7 mM dengan r2 = 0.991. Limit deteksi (LOD),
limit kuantifikasi (LOQ) dan keterulangan (%RSD) metode biosensor antioksidan
pada penelitian ini berturut-turut 0.067 mM, 0.22 mM, dan 4.68%. Penambahan
campuran zeolit-κ-karaginan terbukti meningkatkan kinerja biosensor yang
ditunjukkan melalui peningkatan arus.
Kata kunci: biosensor antioksidan, Deinococcus radiodurans, zeolit

SUMMARY
ANOM CAHYOTOMO. Antioxidant Biosensor Stability Improvement with
Deinococcus radiodurans Protein Extract Using Zeolite-κ-Carrageenan.
Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT and
HENNY PURWANINGSIH.
Evaluation of antioxidant capacity aims to find out the quality of
antioxidants product inhibit the oxidation process from the presence of free
radicals or reactive oxygen species (ROS). Recently, the spectrophotometric
method is a common method used to determine the antioxidant capacity but there
are some deficiencies of spectrophotometric methods such as long time analysis,
complicated sample preparation, and colorful samples which could interfere with
the analysis process. Therefore, we need an alternative method to determine the
antioxidant capacity better than spectrophotometric method. Currently, the

biosensor with cyclic voltammetry and amperometric method is a good alternative
for the analysis of antioxidant capacity.
Superoxide dismutase (SOD) is bioreceptor which until recently studied to
create antioxidants biosensor that have good analytical results compared to
spectrophotometric method. The existence of SOD is the key of the antioxidants
biosensor. However, the enzyme purification process is complex and expensive,
another way to get SOD activity such as by using cytoplasmic protein extracts
from Deinococcus radiodurans (D. radiodurans) that more easier and cheaper but
need to pay attention to the stability of the SOD.
Antioxidants biosensor stability relates to how well the method of
immobilization to sustain bioreceptor activity so there is no substantial decrease in
activity at short time. Adsorption is the simplest method of immobilization but
strongly influenced by changes in pH, temperature, and other factors. Another
method that can be used is entrapment, which is relatively easy and can maintain
the stability of bioreceptor. The purpose of this research is to improve the stability
of antioxidants biosensor with protein extracts D. radiodurans uses membranes
with a mixture of zeolite-κ-carrageenan (z-kk).
Results of stability using z-kk membrane indicates that there is still a 70%
SOD activity during the 24 hours measurement. The average biosensor response
time in each measurement was 130 ± 7 seconds. Linearity measurements are at

0.1-0.7 mM with r2 = 0.991. Limit of Detection (LOD), Limit of Quantification
(LOQ), and repeatability (%RSD) in this study respectively 0.067 mM, 0,22 mM,
and 4.68%. The addition of zeolite-κ-carrageenan mixture proven to improve the
performance of the biosensor demonstrated through the increased flow.
Keywords: antioxidants biosensor, Deinococcus radiodurans, zeolite

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENINGKATAN STABILITAS BIOSENSOR ANTIOKSIDAN
DENGAN EKSTRAK PROTEIN Deinococcus radiodurans
MENGGUNAKAN ZEOLIT-κ-KARAGINAN


ANOM CAHYOTOMO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Akhiruddin Maddu, MSi

Judul Penelitian
Nama
NIM

: Peningkatan Stabilitas Biosensor Antioksidan dengan Ekstrak

Protein Deinococcus radiodurans Menggunakan Zeolit-κKaraginan
: Anom Cahyotomo
: G451130021
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc Agr
Ketua

Dr Novik Nurhidayat, MSc
Anggota

Dr Henny Purwaningsih, MSi
Anggota

Diketahui oleh
Ketua program studi Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc Agr

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:
(31 Agustus 2015)

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Juni 2015 ini
ialah biosensor antioksidan, dengan judul Peningkatan Biosensor Antioksidan
dengan Ekstrak Protein Deinococcus radiodurans Menggunakan Zeolit-κKaraginan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Dyah Iswantini Pradono,
Bapak Dr Novik Nurhidayat dan Ibu Dr Henny Purwaningsih selaku pembimbing.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Acun Samsuri dan
Ibu Lusianawati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah
membantu saya untuk menumbuhkan bakteri. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih

sayangnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas dana pendidikan yang telah diberikan kepada
penulis melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Anom Cahyotomo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan

3

Hipotesis

3


Waktu dan Tempat

3

2 METODE

4

Alat dan Bahan

4

Lingkup Kerja

4

Pembuatan dan Pencirian Elektrode Pasta Karbon

4

Aktivasi dan Pembuatan Partikel Zeolit

4

Penumbuhan Sel dan Ekstraksi Protein dari D. radiodurans

5

Imobilisasi Enzim dan Ekstrak Protein pada Zeolit-κ-Karaginan

5

Optimasi partikel Zeolit-κ-Karaginan Terhadap Arus

6

Pengukuran Elektrokimia

7

Penentuan Stabilitas Elektrode

7

Penentuan Linieritas, Limit Deteksi, dan Limit Kuantifikasi

7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Pencirian Arus Elektrode Pasta Karbon

8

Ukuran Partikel Zeolit

8

Optimasi Ekstraksi, Pengujian Aktivitas, dan Imobilisasi Protein

9

Optimasi Campuran Zeolit-κ-Karaginan Terhadap Arus

12

Stabilitas Biosensor Antioksidan

13

Linieritas, Limit Deteksi, dan Limit Kuantitas Biosensor Antioksidan

14

4 SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kombinasi level peubah menggunakan response surface method
Hasil optimasi ekstrak protein
Analisis pengaruh peubah terhadap arus
Perkembangan biosensor antioksidan

6
9
12
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Roadmap biosensor dan nanobiosensor antioksidan
Voltamogram pencirian elektrode pasta karbon
Voltamogram protein yang terimobilisasi
Mekanisme biosensor antioksidan
Pengaruh perubahan pH dan konsentrasi protein terhadap arus
Stabilitas biosensor antioksidan
Linieritas ekstrak protein sitoplasma terimobilisasi kk dan z-kk

2
8
10
11
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Tabel hasil kombinasi response surface method
3 Tabel optimasi lengkap response surface method

19
20
21

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan produk antioksidan berupa makanan, minuman, serta produk
lainnya memiliki peranan membantu mengurangi jumlah oksidan atau radikal
bebas di dalam tubuh. Kualitas dari produk antioksidan dapat diketahui dari
kemampuannya menghilangkan keberadaan radikal bebas. Oleh karena itu,
kontrol secara kuantitatif terhadap kualitas produk antioksidan perlu dilakukan
untuk mengetahui kapasitas antioksidan secara akurat, mudah dan cepat. Metode
pengukuran kapasitas antioksidan secara spektrofotometri adalah metode yang
sampai saat ini umum dan sering digunakan, beberapa di antaranya adalah DPPH
(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), ABTS (2,2’-azinobis (3-ethylbenzothiazoline 6sulfonate), dan ORAC (oxygen radical absorption capacity).
Penentuan kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH tergolong
murah karena tersedia secara komersil dan radikal DPPH bersifat stabil serta
sangat berguna untuk penapisan atau pengukuran penghilangan radikal bebas oleh
senyawa murni, makanan, ekstrak tanaman, dan senyawa sintetik (Gulcin et al.
2005, 2007; Elmastas et al. 2006). Tetapi metode DPPH tergolong metode yang
membutuhkan waktu analisis yang cukup lama (Brand-Williaams et al. 1995).
Selain waktu analisis yang lama, pengukuran kapasitas antioksidan juga
terkendala pada preparasi sampel yang rumit seperti pada ABTS dan ORAC serta
keberadaan sampel berwarna yang dapat menganggu proses pengukuran
(Dudonne et al. 2009).
Pengukuran kapasitas antioksidan selain menggunakan metode
spektrofotometri dapat juga dilakukan menggunakan biosensor dengan metode
voltametri siklik dan amperometri. Hasil analisis kapasitas antioksidan
menggunakan biosensor telah terbukti valid, murah, dan cepat serta memiliki
keterulangan yang baik. Salah satunya adalah hasil yang diperoleh menggunakan
enzim superoksida dismutase (SOD). Metode biosensor menggunakan enzim
SOD memiliki korelasi yang baik seperti metode spektrofotometri dan
spektrofluorimetri untuk menentukan kapasitas antioksidan (Campanella et al,
2004a, 2004b).
Pengembangan biosensor antioksidan berbasis enzim SOD terus dilakukan
sampai saat ini. Berbagai metode imobilisasi enzim digunakan untuk memperoleh
kestabilan enzim dan hasil analisis yang baik (Falahati et al. 2011; Wang et al.
2013). Pemakaian enzim untuk biosensor memang menguntungkan, tetapi
terkendala pada langkah pemurnian enzim yang rumit dan mahal serta kestabilan
dari enzim tersebut perlu diperhatikan. Penggunaan sel dapat menjadi alternatif
untuk mengatasi kendala pemakaian enzim murni sebagai bioreseptor. Selain
metode preparasi yang mudah, penggunaan sel tidak memerlukan biaya yang
mahal serta ekstrak protein yang diperoleh dari Deinococcus radiodurans (D.
radiodurans) memiliki afinitas enzim-substrat yang lebih tinggi dibanding SOD
murni (Trivadila 2011; Iswantini et al. 2013).
Weniarti (2011) melaporkan bahwa penggunaan zeolit alam dalam bentuk
nanokomposit sebagai media imobilisasi ekstrak protein D. radiodurans
memberikan nilai Km yang lebih besar daripada enzim SOD murni. Hal ini

2

menunjukkan bahwa afinitas ekstrak protein sitoplasma lebih rendah ketimbang
enzim murninya sehingga ekstrak protein sitoplasma tidak mudah jenuh oleh
substrat.
Wijayanti (2014) melaporkan bahwa nanozeolit dapat digunakan sebagai
media imobilisasi ekstrak protein D. radiodurans dan memberikan limit deteksi
yang rendah serta nilai sensitivitas yang tinggi dibandingkan enzim murni. Tetapi,
stabilitas ekstrak protein sitoplasma masih rendah sehingga perlu ditingkatkan.
Menjaga kestabilan ekstrak protein sitoplasma perlu dilakukan terutama
apabila digunakan sebagai bioreseptor. Adsorpsi dengan suatu padatan pendukung
adalah metode imobilisasi yang paling sederhana dan tidak memerlukan banyak
pereaksi. Akan tetapi, proses adsorpsi mudah dipengaruhi oleh perubahan pH,
suhu, dan faktor lainnya yang dapat dengan mudah mengurangi kestabilan protein
tersebut. Metode lain yang dapat digunakan adalah penjeratan atau enkapsulasi
pada suatu matriks. Penjeratan protein sitoplasma dengan matriks hidrokoloid
(agar, karaginan, dsb) adalah metode yang sederhana, murah, memberikan hasil
analisis yang baik, dan dapat menjaga kestabilan protein (Tembe et al. 2006;
Kushwah & Bhadauria 2010; Rehman et al. 2013).
κ-karaginan (kk) adalah salah satu jenis hidrokoloid yang terbukti dapat
mempertahankan stabilitas biosensor antioksidan. Sifat pembentukan gel yang
baik, mudah didapat serta ketahanan kk terhadap perubahan pH menjadikan kk
lebih unggul daripada jenis hidrokoloid lainnya (Campanella et al. 1999,
2004a&b). Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian untuk
mengetahui kemampuan media zeolit-κ-karaginan (z-kk) untuk meningkatkan
stabilitas biosensor antioksidan menggunakan ekstrak protein sitoplasma D.
radiodurans. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan stabilitas biosensor
antioksidan menggunakan ekstrak protein sitoplasma D. radiodurans diimobilisasi
pada membran zeolit-κ-karaginan.
Biosensor Antioksidan Mikroba

Biodiversitas
Indonesia

Trivadila 2011
Weniarti 2011

Biosensor Antioksidan
Enzim SOD Murni
Safrizal 2011
Nanobiosensor Antioksidan Mikroba
Indonesia

Keterangan:
: Sudah dilakukan
: Akan dilakukan

Bakri 2013
Liyonawati 2013

Nanobiosensor
Antioksidan Mikroba
Wijayanti 2014

Peningkatan
Stabilitas
Nanobiosensor

Gambar 1 Roadmap biosensor dan nanobiosensor antioksidan

3

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat diajukan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah dengan menggunakan zeolit-κ-karaginan dapat meningkatkan
kestabilan biosensor antioksidan?
2. Bagaimana caranya zeolit-κ-karaginan dapat meningkatkan kestabilan
biosensor antioksidan?

Tujuan
Meningkatkan stabilitas biosensor antioksidan menggunakan ekstrak protein
sitoplasma D. radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit-κ-karaginan.

Hipotesis
Biosensor antioksidan menggunakan ekstrak protein sitoplasma
D.radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit-κ-karaginan dapat meningkatkan
stabilitas biosensor antioksidan.

Waktu dan Tempat
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dari bulan September 2014
sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Fisika dan
Nanoteknologi LIPI Serpong, Laboratorium Mikrobiologi LIPI Cibinong dan
Laboratorium Bersama Kimia IPB.

4

2 METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah eDAQ PotensiostatGalvanostat dilengkapi perangkat lunak Echem v2.1.0 dengan sistem 3 elektrode
(elektrode Ag/AgCl sebagai elektrode pembanding, elektrode pasta karbon
sebagai elektrode kerja, dan elektrode platina sebagai elektrode bantu), Planetary
Ball Mill, Particle Size Analyzer (PSA), Scanning Electron Microscope (SEM),
laminar air flow, inkubator, High Speed Refrigerated Centrifuge KUBOTA 6500,
autoklaf, Ultrasonic Homogizer UH-150, Spectroscopy UV-Pharmaspec 1700,
pipet mikro, batang gelas, sel elektrokimia, serta alat gelas lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel bakteri D.
radiodurans, zeolit alam dari Bayah, media pertumbuhan bakteri D. radiodurans,
grafit, ferosena, parafin cair, dimetil sulfoksida (DMSO), bufer fosfat, membran
dialisis, xantina oxidase, xantina, ammonium serium sulfat, dan κ-karaginan.
Lingkup Kerja
Keseluruhan lingkup kerja pada penelitian ini meliputi pembuatan dan
pencirian elektrode pasta karbon, aktivasi dan pembuatan partikel zeolit,
penumbuhan sel dan ekstraksi protein dari D. radiodurans, imobilisasi ekstrak
protein pada zeolit-κ-karaginan, optimasi campuran zeolit-κ-karaginan terhadap
arus menggunakan response surface method, pengukuran elektrokimia, penentuan
stabilitas elektrode dan penentuan linieritas, limit deteksi serta limit kuantifikasi.
Pembuatan dan Pencirian Elektrode Pasta Karbon (Mirel et al. 1998)
Mediator ferosena dicampurkan dengan grafit (3 mg mediator dalam 1 mL
DMSO/100 mg grafit) dalam lumpang dan didiamkan selama dua jam.
Selanjutnya pelarut diuapkan dan kedalam grafit termodifikasi ferosena
ditambahkan parafin cair dengan perbandingan 4:1. Kemudian campuran digerus
dengan menggunakan alu hingga membentuk pasta yang homogen. Pasta karbon
yang telah termodifikasi mediator dimasukkan ke dalam badan elektrode yang
telah diisi dengan kawat tembaga hingga padat sampai ke permukaan kaca.
Permukaan kaca elektrode dihaluskan dan dibersihkan dengan kertas minyak
hingga permukaannya rata atau tidak meninggalkan noda pada kertas minyak.
Selanjutnya dilakukan pencirian elektrode menggunakan elektrolit pendukung
KCl 0.1 M dan K3 Fe(CN)6 0.05 M dengan teknik voltametri siklik.
Aktivasi dan Pembuatan Partikel Zeolit (Arif 2011; Wahyudi et al. 2010)
Zeolit bayah ditimbang sebanyak 50 gram dan dicuci dengan akuades
sampai pH netral, disaring, dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C.
Selanjutnya zeolit yang telah dikeringkan diaktivasi dengan 250 mL HCl 3 M ke
dalam gelas piala dan diaduk selama 1 jam. Kemudian zeolit disaring dan dicuci

5

dengan akuades sampai pH netral. Larutan hasil saringan diuji kandungan klorin
dengan AgNO3 dan zeolit dicuci kembali dengan akuades sampai tidak
mengandung klorin. Setelah pH netral dan bebas klorin, zeolit dikeringkan pada
suhu 300 °C selama 3 jam. Zeolit yang telah dikondisikan digerus dengan alat
planetary ball mill secara basah (wet milling) menggunakan metanol dan
amonium serium sulfat 5% selama 24 jam. Hasil yang diperoleh kemudian
diultrasonikasi selama 30 menit, kemudian dilakukan penentuan ukuran
partikelnya dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA).
Penumbuhan Sel dan Ekstraksi Protein dari D. radiodurans (Chou & Tan
1991)
D. radiodurans dari kultur murni ditumbuhkan pada media yang
mengandung yeast extract 0.5%, tripton 1%, dan NaCl 0.5%. Selanjutnya
diinisiasi menggunakan sinar UV (0, 3, dan 5 menit) dan diinkubasi menggunakan
alat pengocok pada suhu 25 °C. Sebelum sel dipanen, diukur terlebih dahulu fase
logaritmik awal untuk memudahkan ekstraksi pada nilai OD (Optical Density)
0.5-0.6. Selanjutnya sel dipanen dengan sentrifugasi pada 7000 G, 4 °C selama 10
menit untuk memisahkan sel mikrob dengan media. Selanjutnya sel (pelet) dicuci
sebanyak 2 kali ulangan dengan menggunakan bufer fosfat dan disuspensikan
kembali dalam larutan bufer fosfat. Suspensi sel disonikasi (0, 1 2, dan 2 2
menit) dalam ice bath dengan denyut 80% untuk memecah sel mikrob, diantara
sonikasi ini didiamkan terlebih dahulu selama 1 menit. Setelah itu, Sel
disentrifugasi 10.000 G, 4 °C selama 30 menit untuk memisahkan supernatan
dengan pelet. Ekstrak kasar (crude extract) enzim berada disupernatan. Kemudian
supernatan diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 260 dan 280 nm
untuk mengetahui konsentrasi total protein. Perhitungan ekstrak total protein
dapat menggunakan persamaan yang digunakan oleh Kalckar (1947) sebagai
berikut:
Konsentrasi protein (mg/mL) = 1.55

D280 – 0.76

D260

Imobilisasi Enzim dan Ekstrak Protein pada Zeolit-κ-Karaginan
(Campanella et al. 1999 dengan modifikasi)
Matriks partikel zeolit yang digunakan dibuat bervariasi 10-50 mg masingmasing dilarutkan menggunakan akuades dalam labu ukur 10 mL dan disonikasi
selama 15 menit. Selanjutnya suspensi zeolit tersebut ditambahkan ke dalam gelas
kimia 30 mL yang telah terdapat 0.1-0.3 gram serbuk κ-karaginan. Campuran
tersebut disonikasi selama 10 menit pada suhu 60 °C. Kemudian campuran
dituangkan ke dalam cetakan kaca berdiameter 10 cm dan dibiarkan membentuk
gel selama semalam. Gel dipotong bulat dengan diameter 2 mm dan direndam
dengan larutan NaN3 0.05% selama 2 jam. Selanjutnya gel disimpan dalam lemari
pendingin pada suhu 4 °C selama 48 jam. Proses imobilisasi dilakukan dengan
meneteskan sebanyak 20 μL larutan ekstrak protein yang telah diketahui
konsentrasinya pada gel yang telah mengering dan didiamkan pada suhu +5 °C
hingga larutan terhisap. Gel yang terbentuk telah menjerat protein dan kemudian

6

gel diletakkan pada permukaan elektrode, dilapisi dengan membran dialisis dan
diikat dengan karet ring-o. Elektrode dapat langsung digunakan untuk pengukuran
kapasitas antioksidan ekstrak protein dengan metode voltametri siklik. Apabila
elektrode tidak digunakan maka dapat direndam pada larutan bufer fosfat dan
disimpan pada suhu 4 °C.
Optimasi Campuran Zeolit-κ-Karaginan Terhadap Arus
Optimasi dilakukan dengan kombinasi variabel pH (8.0-10), konsentrasi
ekstrak SOD (500-1500 ppm), konsentrasi partikel zeolit (1-5 mg/mL) dan
konsentrasi -karaginan (1-3% w/w). Metode yang digunakan untuk optimasi
aktivitas SOD adalah response surface method. Setelah dilakukan optimasi,
kemudian dilakukan pengukuran parameter kestabilannya.
Kombinasi peubah yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 2. Parameter yang akan diukur pada penelitian ini adalah puncak arus
yang dihasilkan selama optimasi dan kemudian dicari keadaan optimum
percobaan menggunakan response surface method pada perangkat lunak Minitab
16.
Tabel 1 Kombinasi level peubah menggunakan response surface method
pH
10
10
8.5
10
7.0
7.0
8.5
8.5
8.5
7.0
8.5
10
7.0
7.0
7.0
8.5
8.5
8.5
10
7.0
10
7.0
8.5
8.5

Ekstrak Protein
(ppm)
500
500
500
1500
1500
500
1000
1000
1000
1500
1000
500
500
1000
500
1000
1500
1000
1500
500
1500
1500
1000
1000

Zeolit
(ppm)
1
3
2
1
1
1
2
2
2
3
2
1
1
2
3
2
2
2
3
3
1
1
3
2

k-karaginan
(% w/v)
5000
1000
3000
5000
5000
5000
1000
3000
5000
5000
3000
1000
1000
3000
1000
3000
3000
3000
5000
5000
1000
1000
3000
3000

Ipa
(mA)

7

8.5
10
8.5
10
7.0
8.5
10

1000
1000
1000
1500
1500
1000
500

1
2
2
3
3
2
3

3000
3000
3000
1000
1000
3000
5000

Pengukuran Elektrokimia
Pengukuran
elektrokimia
dilakukan
menggunakan
alat
potensiostat/galvanostat eDAQ dan komputer dengan perangkat lunak Echem
v2.1.0. Elektrode yang digunakan adalah elektrode Ag/AgCl, platina, dan
elektrode pasta karbon. Sebanyak 1.9 mL larutan bufer fosfat ditambahkan ke
dalam sel elektrokimia dan puncak arus anode yang terbentuk diamati sebagai
blanko. Selanjutnya ditambahkan 100 μL larutan xantin oksidase 0.1 U/mL dan 1
mL xantina 2.1 mM ke dalam sel elektrokimia. Setiap penambahan satu larutan ke
dalam sel elektrokimia, perubahan arus yang terjadi diamati hingga mencapai arus
keadaan tunak secara runut.
Penentuan Stabilitas Elektrode (Fadhilah 2013)
Stabilitas elektrode ditentukan dari pengukuran aktivitas enzim SOD setelah
didapatkan kondisi optimum. Nilai aktivitas yang diperoleh pada pengukuran awal
dianggap 100%. Aktivitas diukur ulang pada setiap waktu tertentu dan aktivitas
yang tersisa dapat diketahui berdasarkan persamaan:
Aktivitas antioksidan relatif (%) =

I saat jam ke… (μA)
I saat awal (μA)

100%

Penentuan Linieritas, Limit Deteksi, dan Limit Kuantitas (Harmita
2004)
Penentuan linieritas dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi (r 2 >
0.990) yang proporsional dengan konsentrasi larutan standar. Larutan
standar yang digunakan adalah 0.1 sampai dengan 1.0 mM dengan kenaikan
0.1 mM. Limit deteksi dan limit kuantifikasi dapat ditentukan menggunakan
persamaan:

Q

k sb
b

Keterangan:
Q : LOD (Limit Deteksi) atau LOQ (Limit Kuantitasi)
k : nilai k berlaku 3 untuk LOD dan 10 untuk LOQ
sb : simpangan baku
b : kemiringan kurva (slope)

8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pencirian Arus Elektrode Pasta Karbon
Elektrode pasta karbon difabrikasi menggunakan serbuk karbon, ferosena
sebagai mediator dan parafin sebagai cairan pengikat. Perbandingan cairan parafin
dengan karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:4 (w/w). Penentuan
perbandingan yang ideal dapat dilakukan dengan mengukur nilai hambatan dari
setiap perbandingan parafin dengan karbon (Mikysek et al. 2009).
Pencirian elektrode dilakukan menggunakan larutan KCl 0.1 M dan
K3 Fe(CN)6 0.01 M dalam KCl 0.1 M dengan melihat pembentukan puncak anodik
dan katodik dari reaksi redoks larutan tersebut (Gambar 2). Terbentuknya puncak
anodik dan katodik pada tegangan 0.6 dan 0.4 V mengindikasikan kemampuan
elektrode yang telah difabrikasi untuk mengalirkan elektron dengan baik sehingga
reaksi redoks dapat berlangsung pada ujung elektrode.

Gambar 2 Voltamogram pencirian elektrode pasta karbon

Ukuran Partikel Zeolit
Aktivasi zeolit pada penelitian ini menggunakan aktivasi secara asam
dengan HCl 3 M. Proses aktivasi memiliki fungsi untuk menghilangkan pengotor
yang terdapat pada zeolit serta memodifikasi permukaan zeolit. Berdasarkan
penelitian sebelumnya aktivasi menggunakan cara asam memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan arus pengukuran (Wijayanti 2014).
Analisis PSA menunjukkan bahwa ukuran rata-rata zeolit yang dihasilkan
dari proses penggerusan menggunakan planetary ball mill adalah 386.66 nm.
Hasil PSA memberikan informasi bahwa zeolit yang terbentuk tidak berukuran
nanometer, melainkan mikrometer. Suatu material dikatakan berukuran nanometer
apabila ukuran partikelnya berada antara 1 sampai 100 nm. Tidak terbentuknya
nanozeolit dapat disebabkan oleh waktu penggerusan yang kurang optimal
ataupun sifat dari zeolit alam yang digunakan. Material yang bersifat getas
(brittle) akan mengalami penurun ukuran partikel saat penggerusan dan akan

9

beraglomerasi (menggumpal). Proses penggumpalan tersebut yang mengakibatkan
ukuran partikel kembali meningkat dikarenakan adanya interaksi Van der Waals
antar partikel (Wahyudi et al. 2011).
Optimasi Ekstraksi, Pengujian Aktivitas dan Imobilisasi Protein
D. radiodurans ditumbuhkan pada 25 mL media yeast extract (0.375 gram
NaCl:0.25 gram tripton:0.125 gram yeast extract) dan dilakukan inisiasi
menggunakan sinar UV dengan variasi 0, 3, dan 5 menit. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, perlakuan inisiasi UV selama 3 menit, dan waktu sonikasi selama 1 2
menit adalah yang terbaik untuk mendapatkan konsentrasi protein tertinggi yaitu
sebesar 1722 ppm. Hasil optimasi ekstrak protein dapat dilihat lebih jelas pada
Tabel 2.
Tabel 2 Hasil optimasi ekstrak protein
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
a

Waktu UV
(menit)
0
0
0
3
3
3
5
5
5

Waktu Sonikasi
(menit)
0
1 2
2 2
0
1 2
2 2
0
1 2
2 2

Konsentrasi protein
(μg/mL)
802.5
140.3
323.3
1098
1722a
1660
564.7
1023
877.3

Perlakuan lamanya inisiasi menggunakan sinar UV dan sonikasi yang dipilih untuk
mendapatkan konsentrasi protein maksimum

Perbedaan waktu sonikasi serta inisiasi UV mempengaruhi banyaknya
jumlah protein yang dapat diekstraksi. Sonikasi yang dilakukan akan
menghancurkan membran sel sehingga protein sitoplasma dapat keluar dari dalam
sel. Tetapi, durasi sonikasi perlu diperhatikan karena waktu sonikasi yang terlalu
lama dapat merusak aktivitas protein yang diekstraksi. Inisiasi dengan UV akan
memberikan respon terhadap sel untuk mengaktifkan sistem pertahanan terhadap
radikal bebas dan senyawa oksidatif. Ketahanan bakteri D. radiodurans terhadap
sinar UV salah satunya disebabkan karena keberadaan enzim SOD dan katalase
yang bekerja secara berkesinambungan untuk menjaga kestabilan sel. Tetapi,
apabila paparan UV terlalu berlebihan (dosis paparan > 8 kGy) maka dapat
menyebabkan kematian sel D. radiodurans sehingga akan mengurangi jumlah
protein yang dapat diekstraksi. (Markillie et al. 1999).
Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa enzim Mn-SOD yang
berhasil diekstraksi dan dimurnikan dari bakteri Thermotrix sp. memiliki bobot
molekul 37 kDa dengan titik isolistrik pada pH 5.3 (Seatovic et al. 2004). Apabila
ditinjau dari bobot molekul yang besar maka sangat sulit bagi protein tersebut
untuk masuk ke dalam kerangka zeolit.

10

Suatu cara yang dapat ditempuh untuk memperbesar peluang adsorpsi
protein adalah dengan aktivasi dan pembuatan partikel zeolit sehingga
memperluas permukaan bidang sentuh zeolit. Selain itu, penambahan kk akan
mengakibatkan protein terjerat dalam membran sehingga proses terlepasnya
protein menjauhi transduser akan melambat. Hal ini dapat diketahui dari aktivitas
relatif yang terukur bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang hanya
mengandalkan adsorpsi pada permukaan zeolit (Weniarti 2011; Wijayanti 2014).
Protein yang terjerat dalam membran dapat diketahui aktivitasnya
menggunakan metode voltametri siklik. Voltamogram dari analisis keterjeratan
protein pada campuran z-kk dapat dilihat pada Gambar 3. Keberadaan protein
SOD yang telah terjerat pada z-kk dapat diketahui dengan munculnya puncak
anodik pada tegangan 0.4-0.5 V (Trivadila 2011; Wijayanti 2014) sedangkan pada
tegangan 0.8-0.9 V adalah puncak anodik dari reaksi xantina dengan xantina
oksidase.

Gambar 3 Voltamogram protein yang terimobilisasi
Keberadaan pori serta ketiadaan air pada membran akan menyebabkan
membran mengembang saat ditetesi oleh suatu larutan. Proses penjeratan akan
berlangsung lebih mudah karena membran akan menghisap larutan protein
sehingga protein akan ikut terjerat ke dalam membran (Campanella et al. 1999).
Selain itu, keberadaan zeolit sebagai campuran pada membran ternyata
meningkatkan arus yang dihasilkan.
Kekuatan pembentukan gel serta ukuran pori dari hidrokoloid yang
digunakan sangat mempengaruhi proses imobilisasi protein. Pada penelitian
lainnya, kk dapat digunakan untuk menjerat beberapa protein dengan
memperhatikan kekuatan gel yang terbentuk serta keberadaan ion kalium yang
mempengaruhi kekuatan gel. Terbentuknya gel yang kuat akan mempersempit
pori sehingga protein yang telah terjerat di dalam membran tidak dapat keluar
dengan mudah. Dengan demikian aktivitas protein dapat terjaga dalam waktu
yang lebih lama (Tosa et al. 1979).
Zeolit bayah telah dicirikan berjenis klinoptilolit memiliki luas permukaan
8.3528 m2 dan jari-jari pori 16.2350 Å (Ginting et al. 2007). Jari-jari pori yang

11

terlalu sempit menyebabkan protein tidak dapat terjerat di dalam pori zeolit, tetapi
luas permukaan dari suatu zeolit memiliki keunggulan untuk dijadikan media
adsorpsi protein. Klinoptilolit telah digunakan sebagai media imobilisasi pada
biosensor urea yang terbukti memberikan hasil analisis yang cepat, memiliki
keterulangan pengukuran yang tinggi, meningkatkan performa, dan kestabilan
enzim (Saiapina et al. 2011).
Mekanisme pendeteksian radikal bebas menggunakan ekstrak protein yang
telah terimobilisasi pada membran z-kk dapat dilihat pada Gambar 4. Reaksi (2)
pada Gambar 4 merupakan reaksi dismutase dari enzim SOD yang dapat dijadikan
indikasi keberadaan radikal bebas. Peran mediator ferosena pada penelitian ini
adalah membantu proses transfer elektron dari bioreseptor menuju transduser
sehingga arus yang terbaca menjadi lebih baik daripada tanpa menggunakan
mediator (Trivadila 2011).

O2

.-

Mn3+/2+SOD
(oks)

Ferosena
(red)
e-

H2O2 + O2
Mn2+/+SOD
(red)

Elektrode

(2)

Ferosena
(oks)

(1)

Membran z-kk

Membran z-kk + protein

Gambar 4 Mekanisme biosensor antioksidan. (1) rehidrasi membran z-kk dengan
protein ( ) dan zeolit ( ) serta (2) reaksi radikal superoksida menjadi
oksigen dan hidrogen peroksida dengan SOD yang menimbulkan
aliran elektron.
Penentuan kapasitas antioksidan dapat dilakukan dengan menambahkan
antioksidan ke dalam radikal bebas. Pengukuran dilakukan dengan mengukur
konsentrasi radikal bebas sebelum dan sesudah penambahan antioksidan. Selisih
dari konsentrasi radikal bebas tersebut akan setara dengan kapasitas antioksidan.
Reaksi radikal bebas dengan enzim SOD merupakan reaksi redoks dan
menghasilkan arus pada tegangan 0.4-0.5 V.
Radikal bebas yang dihasilkan pada penelitian ini dibuat dengan
mereaksikan xantina dengan enzim xantina oksidase. Selanjutnya, radikal
superoksida akan bereaksi dengan protein sitoplasma yang memiliki aktivitas
SOD menghasilkan peroksida, oksigen, dan puncak arus oksidasi pada tegangan
0.4-0.5 V. Berikut adalah persamaan reaksi yang terjadi.

12

+ 2O2 + 2OHxantina

XOD

+ 2O2·- + H2O Epa2 = 0.8-0.9 V
asam urat

2O2·- +2H+

SOD

H2O2 + O2

Epa1 = 0.4-0.5 V

Reaksi yang terjadi pada SOD sitoplasma D. radiodurans memiliki puncak
anodik dan katodik berturut-turut pada tegangan 0.4-0.5 V dan 0.3-0.4 V (lihat
Gambar 3). Keberadaan puncak anodik dan katodik yang bersifat asimetris
dengan nilai ∆E antara kedua puncak yang cukup besar (∆E > 59.2/n mV)
menginformasikan bahwa transfer elektron yang difasilitasi membran z-kk dan
ferosena merupakan proses redoks yang bersifat quasireversibel. Dengan
demikian, mekanisme yang terdapat pada Gambar 4 dapat diajukan sebagai
dugaan reaksi yang terjadi pada pada penelitian ini.

Optimasi Campuran Zeolit-κ-Karaginan Terhadap Arus
Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode response surface method.
Pengaruh yang diuji adalah perubahan pH, konsentrasi protein, konsentrasi zeolit,
dan konsentrasi membran (w/v) terhadap arus. Berdasarkan hasil optimasi
diketahui bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap arus adalah
perubahan pH, konsentrasi protein, dan konsentrasi zeolit dengan nilai p < 0.05.
Hasil analisis pengaruh faktor terhadap arus yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Pengaruh pH, konsentrasi protein, zeolit, dan kk dapat dilihat pada Gambar
6. Terlihat bahwa keadaan optimum berada pada pH 7 dengan konsentrasi protein
berkisar pada 750-1500 ppm. Pengukuran arus pada pH 6 pun dilakukan dan
ternyata memberikan arus yang lebih rendah daripada pH 7.
Tabel 3 Analisis pengaruh peubah terhadap arus
Faktor
Koefisien
Konstanta
1.8 10-1
pH
-4.1 10-2
Konsentrasi protein
1.6 10-5
%kk (w/v)
5.2 10-3
Konsentrasi zeolit
-3.0 10-6
R-Sq = 96.07%; R-Sq(pred) = 82.04%; R-Sq(adj) = 92.41%

Nilai p
0.000
0.000
0.033
0.148
0.049

Hasil analisis berupa kontur menunjukkan bahwa protein yang digunakan
dari D. radiodurans memiliki kondisi optimum pada pH 7 dengan rentang
konsentrasi protein pada 750-1500 ppm. Perbedaan komposisi dari media
imobilisasi, yaitu kk dan zeolit memberikan efek yang berbeda terhadap arus.
Terlihat pada konsentrasi kk dan zeolit terbesar berturut-turut 3% dan 5000 ppm
memberikan arus paling besar (Gambar 5c), sedangkan untuk konsentrasi kk dan

13

zeolit kurang dari 3% dan 5000 ppm memberikan arus yang rendah (Gambar 5a
dan 5b). Komposisi membran z-kk yang digunakan ternyata memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan arus. Zeolit yang berukuran
nanometer pada penelitian sebelumnya memang terbukti dapat digunakan sebagai
media imobilisasi yang meningkatkan arus (Wijayanti 2014), sedangkan kk
digunakan sebagai media imobilisasi yang dapat menjaga kestabilan biosensor
antioksidan (Campanella et al. 1999).

a)

b)

c)

Gambar 5 Pengaruh perubahan pH dan konsentrasi protein terhadap arus. a)
konsentrasi kk 1% dan zeolit 1000 ppm, b) konsentrasi kk 2% dan
zeolit 3000 ppm, serta c) kk 3% dan zeolit 5000 ppm
Stabilitas Biosensor Antioksidan
Stabilitas biosensor dapat ditentukan dengan membandingkan arus pada
setiap waktu dengan arus awal pengukuran. Gambar 6 menunjukkan stabilitas dari
biosensor antioksidan pada penelitian ini. Hasil menunjukkan dibandingkan
dengan protein tanpa imobilisasi (protein + epk), penggunaan z-kk sebagai media
imobilisasi ternyata dapat meningkatkan dan menjaga kestabilan biosensor dengan
aktivitas yang lebih tinggi (aktivitas relatif 90-100% selama 10 jam). Penelitian
sebelumnya dengan menggunakan nanozeolit hanya mampu meningkatkan dan
menjaga stabilitas biosensor antioksidan selama 4 jam (Wijayanti 2014).
Pengukuran lebih lanjut selama 24 jam ternyata masih memberikan aktivitas
relatif sebesar 70%.
Aktivitas dan kestabilan enzim sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
serta keberadaan protein lain seperti protease pada ekstrak protein sitoplasma.
Enzim SOD yang terdapat pada ekstrak protein sitoplasma memiliki karakter yang
termostabil sehingga perubahan suhu tidak terlalu mempengaruhi aktivitasnya.

14

Sifat termostabil SOD bertahan hingga suhu 40 °C namun akan terjadi penurunan
aktivitas secara linier pada suhu diatas 50 °C (Yun dan Lee 2004). Aktivitas dari
protease dalam suatu ekstrak pada saat pemurnian dapat dihambat dengan
menambahkan suatu inhibitor yang spesifik. Namun, pemilihan inhibitor yang
tepat serta studi lebih jauh mengenai penghambatan protease perlu dilakukan
untuk mengetahui secara jelas aktivitas penghambatan protease pada ekstrak
protein sitoplasma D. radiodurans.

Gambar 6 Stabilitas biosensor antioksidan z-kk ( ) dan epk ( )
Stabilitas biosensor antioksidan pada penelitian ini terjaga selama 10 jam
dengan aktivitas relatif yang masih tersisa sebesar 91.8%. Pengukuran hingga 24
jam memberikan aktivitas relatif yang masih tersisa sebesar 70.0%. Pada
penelitian lainnya, penggunaan enzim murni SOD (dari bovin) yang diimobilisasi
pada nanopartikel besi oksida (Fe3O4) yang disalut pada elektrode emas
memberikan stabilitas selama 7 hari dengan aktivitas enzim yang tersisa sebesar
80% (Thandavan et al. 2013). Perbedaan stabilitas antara penggunaan ekstrak
protein sitoplasma dan enzim murni SOD cukup besar. Tetapi penggunaan ekstrak
protein sitoplasma D. radiodurans untuk analisis harian yang ekonomis dengan
hasil analisis yang baik dapat menjadi keunggulan dari biosensor ini.
Penggunaan ekstrak protein sitoplasma D. radiodurans yang memiliki
aktivitas enzim SOD memiliki potensi untuk digunakan sebagai biosensor
antioksidan. Aktivitas protein yang diekstraksi dari D. radiodurans memiliki
kesamaan dengan penelitian lainnya yang menggunakan enzim murni SOD dari
bovin, tetapi kestabilan biosensor antioksidan pada penelitian ini perlu
diperhatikan terutama karena keberadaan protein lainnya (seperti protease) yang
dapat mempengaruhi aktivitas SOD dalam ekstrak protein D. radiodurans.
Linieritas, Limit Deteksi, dan Limit Kuantifikasi Biosensor Antioksidan
Penggunaan z-kk sebagai media imobilisasi ekstrak protein sitoplasma
memiliki linieritas pengukuran sebesar 0.1-0.7 mM dengan nilai r2 = 0.991. Grafik

15

yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 7. Limit deteksi dan limit kuantifikasi
yang diperoleh pada penelitian ini berturut-turut sebesar 0.067 dan 0.22 mM.
Gambar 7 menunjukkan perbedaan arus yang dihasilkan antara protein yang
diadsorpsi menggunakan elektrode pasta karbon (epk) dengan kk dan z-kk.
Terlihat bahwa dengan imobilisasi ekstrak protein menggunakan kk dan z-kk
dapat meningkatan arus. Penambahan partikel zeolit memang terbukti dapat
meningkatkan arus dan dengan adanya kk sebagai penjerat ternyata dapat
meningkatkan dan menjaga stabilitas ekstrak protein SOD seperti yang dilaporkan
pada penelitian sebelumnya (Wijayanti 2014; Campanella et al. 1999).

Gambar 7 Linieritas ekstrak protein sitoplasma terimobilisasi pada epk (
( ), dan z-kk ( )

), kk

Linieritas terbaik diperoleh dengan menggunakan z-kk sebagai media
imobilisasinya sehingga diperoleh rentang pengukuran 0.1-0.7 mM lebih besar
daripada hanya menggunakan kk atau tanpa imobilisasi (protein + epk).
Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4. Selain dari keberadaan protein lain
ternyata penggunaan partikel zeolit sebagai campuran dalam kk memberikan
pengaruh terhadap peningkatan arus, stabilitas, limit deteksi, dan linieritas
pengukuran.
Tabel 4 Perkembangan biosensor antioksidan
pH
Stabilitas
Linieritas
(r2)
LOD
LOQ
%RSD
Waktu respon (detik)
Bioreseptor

Wijayanti 2014
Liyonawati 2013
Penelitian ini
9.0
7.0
7.0
9 jam
4 jam
24 jam
0.001-0.007 mM
0.1-0.9 mM
0.1-0.7 mM
0.992
0.986
0.991
0.50 μM
0.067 mM
0.22 mM
0.32
4.7
130 ± 7
Ekstrak
protein Ekstrak
protein Ekstrak protein
sitoplasma
D. sitoplasma E. coli sitoplasma
D.
radiodurans
radiodurans

16

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Peningkatan arus biosensor antioksidan dipengaruhi secara signifikan (p <
0.05) oleh perubahan pH, konsentrasi protein, dan konsentrasi zeolit dengan nilai
optimum berturut-turut 7, 1177 ppm, dan 5000 ppm dengan waktu respon ratarata disetiap pengukuran adalah 130 ± 7 detik. Keberadaan campuran z-kk dapat
meningkatkan dan menjaga stabilitas biosensor antioksidan selama 24 jam dengan
aktivitas yang masih tersisa sebesar 70%. Limit deteksi, limit kuantifikasi, %RSD,
dan linieritas pengukuran yang diperoleh pada penelitian ini berturut-turut adalah
0.067 mM, 0.22 mM, 4.68% dan 0.1-0.7 mM dengan nilai r2 = 0.991.

Saran
Sampai saat ini, kriteria stabilitas biosensor antioksidan masih belum
diketahui secara jelas sehingga perlu dilakukan kajian penentuan parameter yang
berpengaruh terhadap kestabilan biosensor antioksidan. Selain itu, perlu dilakukan
penghambatan aktivitas dari protease yang terdapat dalam ekstrak protein
sitoplasma atau pemurnian dengan menggunakan membran dialisis untuk
memisahkan protease dengan protein SOD.

17

DAFTAR PUSTAKA
Arif Z. 2011. Karakterisasi dan modifikasi zeolit alam sebagai bahan media
pendeteksi studi kasus: kromium heksavalen [Tesis]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bakri DD. 2013. Penentuan Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari
Sel Escherichia coli menggunakan Zeolit Bayah sebagai Biosensor
Antioksidan. [Skripsi]. Bogor: FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Brand-Williams W, Cuvelier ME, Berset C. 1995. Use of a free radical method to
evaluate antioxidant activity. Lebensm Wissen Technol 28: 25–30.
Campanella L, Favero G, Tomassetti M. 1999. Superoxide dismutase biosensors
for superoxide radical analysis. Analytical Letters 32(13): 2559-2581.
Campanella L, Bonnani A, Bellantoni D, Favero G, Tomasseti M. 2004a.
Comparison of fluorimetric, voltametric dan biosensor methods for 22
determination of total antioxidant capacity of drug products containing
acetylsalicylic acid. J Pharm, Biomed, Anal 36: 91-99.
Campanella L, Bonanni A, Finotti E, Tomassetti M. 2004b. Biosensors for
determination of total and natural antioxidant capacity of red and white
wines: comparison with other spectrophotometric and fluorimetric methods.
Biosensors and Bioelectronics 19: 641-651.
Chou FI , Tan ST. 1991. Salt-Mediated Multicell Formation in Deinococcus
radiodurans. J Bacteriology 173(10):3184–3190.
Dudonne S, Vitrac X, Coutiere P, Woillez M, Merillon JM. 2009. Comparative
Study of Antioxidant Properties and Total Phenolic Content of 30 Plant
Extracts of Industrial Interest Using DPPH, ABTS, FRAP, SOD, and ORAC
Assays. J. Agric. Food Chem 57: 1768-1774.
Elmastas M, Gulcin I, Isildak O, Kufrevioglu OI, Ibaoglu K, Aboul-Enein HY .
2006. Antioxidant capacity of bay (Laurus nobilis L) leave extracts. J Iran
Chem Soc 3:258–266.
Fadhilah R. 2013. Biosensor glukosa menggunakan gdh-fad yang diimobilisasi
pada nanopartikel zeolit secara elektrokimia. [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Falahati M, Ma’mani L, Saboury AA, Shafiee A, Foroumadi A, Badiei AR. 2011.
Aminopropyl-functionalized cubic la3d mesoporous silica nanoparticle as
an efficient support for immobilization of superoxide dismutase. BBAProteins
and
Proteomics
1814:
1195-1202.doi:
10.1016/j.bbapap.2011.04.005.
Gulcin I. 2005. The antioxidant and radical scavenging activities of black pepper
(Piper nigrum) seeds. Int J Food Sci Nut 56:491–499.
Gulcin I, Dastan A. 2007. Synthesis of dimeric phenol derivatives and
determination of in vitro antioxidant and radical scavenging activities. J
Enzyme Inhib Med Chem 22:685–695.
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian 1:117-135.
Iswantini D, Trivadila, Nurhidayat N, Nurcholis W. 2013. Antioxidant Biosensor
Using Microbe. World Academy of Science, Engineering and Technology
78: 1278-1285.

18

Kalckar HM. 1947. Differential spectrophotometry of purine compounds by
means of specific enzymes. J. Biol. Chem 167: 461-475.
Kushwah BS & Bhadauria S. 2010. Development of Biosensor for Phenol
Detection Using Agar-Guar Gum Based Laccases Extracted from Pleurotus
ostreatus. Jour of Applied Polymer Sci 115: 1358-1365.
Liyonawati. 2013. Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari Ekstrak
Escherichia coli Diimobilisasi pada Zeolit Alam sebagai Biosensor
Antioksidan. [Skripsi]. Bogor: FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Markillie LM, Varnum SM, Hradecky P. Targeted mutagenesis by duplication
insertion in the radioresistant bacterium Deinococcus radiodurans:
Radiation sensitivities of catalase (katA) and superoxide dismutase (sodA)
mutants. J Bacteriol 181: 666-669.
Mikysek T, Svancara I, Kalcher K, Bartos M, Vytras K, Ludvik J. 2009. New
approaches to the characterization of carbon paste electrodes using the
ohmic resistance effect and qualitative carbon paste indexes. Anal Chem
81:6327-6333.
Mirel S, Sandulescu R, Kauffmann JM, Roman L. 1998. Electrochemical study of
some 2-mercapto-5-R-ammino-1,3,4-thiadiazole derivatives using carbon
paste electrodes. J Pharm Biomed Anal. 18:535-544.
Safrizal BT. 2011. Penentuan Konsentrasi Optimum Superoksida Dismutase,
Linearitas dan Stabilitas Biosensor Antioksidan Menggunakan Elektrode
Pasta Karbon. [Skripsi]. Bogor: FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Saiapina OY, Pyeshkova VM, Soldatkin OO, Melnik VG, Kurc BA, Walcarius A,
Dzyadevych SV, Jaffrezic-Renault N. 2011. Conductometric enzyme
biosensors based on natural zeolite clinoptilolite for urea determination.
Materials Science and Engineering C31: 1490-1497.
Seatovic S, Gligic L, Radulovic Z, Jankov RM. 2004. Purification and partial
characterization of superoxide dismutase from the thermophilic bacteria
Thermothrix sp. J.Serb.Chem.Soc. 69(1): 9–16.
Tembe S, Karve M, Inamdar S, Haram S, Melo J, D’Souza. 2006. Development of
electrochemical biosensor based on tyrosinase immobilized in composite
biopolymeric Film. Analytical Biochemistry 349: 72-77.
Thandavan K, Gandhi S, Sethuraman S, Rayappan JBB, Krishnan UM. 2013. A
novel nano-interfaced superoxide biosensor. Sensors and Actuators B 176:
884-892.
Tosa T, Sato T, Mori T, Yamamoto K, Takata I, Nishida Y, Chibata I.
Immobilization of enzymes and microbial cells using carrageenan as matrix.
Biotech and Bioeng XXI: 1697-1709.
Trivadila. 2011. Biosensor antioksidan menggunakan superoksida dismutase
Deinococus radiodurans diimobilisasi pada permukaan elektrode pasta
karbon dan parameter kinetikanya. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Wahyudi A, Amalia D, Sariman, Rochani S. 2010. Sintesis nanopartikel zeolit
secara top down menggunakan planetary ball mill dan ultrasonikator. M &
E. 8:1.
Wahyudi A, Rochani S, Ardha IGN, Purnomo H, Sariman, Saleh N, Amalia D,
Maryono, Sutanto A, Sulistiani L et al. 2011. Penyiapan nano partikel silika

19

dari mineral silikat secara mekanis. [Laporan] Jakarta (ID): Kementerian
ESDM.
Wang L, Wen W, Xiong H, Zhang X, Gu H, Wang S. 2013. A novel
amperometric biosensor for superoxide anion based on superoxide
dismutase immobilized on gold nanoparticle-chitosan-ionic liquid
biocomposite
film.
Anal
Chimica
Acta
758:
66-71.doi:
10.1016/j.aca.2012.10.050.
Weniarti. 2011. Biosensor antioksidan berbasis superoksida dismutase
Deinococcus radiodurans diimobilisasi pada nanokomposit zeolit alam
Indonesia. [Tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wijayanti. 2014. Biosensor antioksidan menggunakan enzim superoksida
dismutase dari bakteri Deinococcus radiodurans terimobilisasi nanopartikel
zeolit. [Tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yun YS, Lee YN. 2004. Purification and some properties of superoxide dismutase
from Deinococcus radiophilus, the UV-resistant bacterium. Extremophiles
8: 237-242.doi: 10.1007/s00792-004-0383-6.

20

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Zeolit alam Bayah

-karaginan

Dicuci dan diaktivasi

Membuat
larutan k-karaginan 1.0-3.0%

HCl 3M

Zeolit teraktivasi

Campuran A
Wet milling
Memotong Campuran A