Biosensor antioksidan berbasis superoksida dismutase deinoccus radiodurans diimobilisasi pada nanokomposit zeolit alam indonesia

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN BERBASIS SUPEROKSIDA
DISMUTASE Deinoccus radiodurans DIIMOBILISASI PADA
NANOKOMPOSIT ZEOLIT ALAM INDONESIA

WENIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini menyatakan bahwa tesis Biosensor Antioksidan Berbasis
Superoksida Dismutase Dari Mikroba Indonesia Yang Diimobilisasi Dalam
Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.


Bogor, Juli 2011

Weniarti
NIM G451090011

ABSTRACT
WENIARTI. Antioxidant Biosensor based Superoxide Dismutase from
Deinococcus radiodurans Immobilized on Natural Zeolite Nanocomposite from
Indonesia. Under direction of DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK
NURHIDAYAT and ZAENAL ABIDIN
The immobilization superoxide dismutase extract from D. radioduras on a zeolite
nanocomposite modified electrode were studied. Cyclic voltammetry (CV) are
employed to investigate the catalytic behavior of the biosensor. The superoxide
radical was produced in solution using the xantine/xanthine oksidase system.
Antioxidant activity vitamin C was determined by 2, 2-diphenil-2-picrylhydrazyl
(DPPH) free radical scavenging method and comparing with biosensor SOD.
Optimum conditions for SOD activity was at pH 9, temperature 300 C, zeolite
137.5mg, and SOD 3 U/ml for pure SOD and 9, temperature 300 C, zeolite
137.5mg, and SOD 1500µg/mL for D. radiodurans SOD. Dismutation reaction
kinetics of superoxide catalyzed by SOD followed the Lineweaver-Burk kinetics

with D. radiodurans SOD Kmapp value was higher than pure SOD. Antioxidant
capacity for Vitamin C was 19.49 ppm using DPPH method and value 0,7 for
relative antioxidant capacity using biosensor SOD. In conclusion, D radiodurans
SOD immobilized on a zeolite nanocomposite had a great potential as biological
recognition component for antioxidant biosensor.
Keyword: Antioxidant biosensor, superoxide dismutase (SOD), Deinococcus
radiodurans, zeolite nanocomposite, enzyme kinetic, superoxide
dismutase activity

RINGKASAN
WENIARTI. Biosensor Antioksidan Berbasis Superoksida Dismutase Deinoccus
Radiodurans Diimobilisasi Pada Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia.
Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT dan
ZAENAL ABIDIN
Antioksidan diperlukan tubuh untuk melawan radikal bebas. Oleh karena
itu, sangat dibutuhkan suatu metode yang tepat untuk mengukur sifat-sifat
antioksidan pada berbagai jenis sampel baik antioksidan alami maupun sintesis.
Metode yang banyak digunakan untuk mengukur kapasitas dan aktivitas
antioksidan adalah spektrofotometri, fluoresensi dan kromatografi. Pengukuran
antioksidan menggunakan metode spektrofotometeri seringkali terkendala

terhadap preparasi sampel. Pengukuran kapasitas antioksidan selain terkendala
masalah preparasi sampel juga ada beberapa pengukuran yang memerlukan
peralatan yang mahal, seperti ORAC-FL dan HPLC. Biosensor elektrokimia
merupakan alternatif metode yang dikembangkan untuk mengukur kapasitas
antioksidan karena dapat mengukur dengan cepat, valid dan biayanya rendah.
Biosensor untuk mengukur kapasitas antioksidan berbasis enzim SOD untuk
memonitor radikal superoksida menunjukkan hasil yang lebih baik hal ini
dikarenakan enzim SOD adalah enzim yang spesifik bereaksi dengan ion
superoksida. Penggunaan enzim pada biosensor terkendala oleh harganya yang
mahal oleh sebab itu untuk menekan biaya digunakan bakteri penghasil SOD
yaitu Deinococcus radiodurans. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
ekstrak protein enzim SOD dari D. radiodurans untuk diimobilisasi dalam
nanokomposit zeolit alam Indonesia dan mengukur aktivitas ekstrak SOD dalam
nanokomposit zeolit alam yang diimobilisasi pada permukaan elektrode pasta
karbon dan menentukan parameter kinetikanya dengan metode elektrokimia.
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap percobaan yaitu: penumbuhan sel
Deinococus radiodurans dan ektraksi SOD, pembuatan elektrode, imobilisasi
enzim, optimasi aktivitas SOD dan bakteri terimobilisasi, penentuan parameter
kinetika pengukuran kapasitas antioksidan vitamin C dengan metode DPPH dan
biosensor. Penumbuhan D. radiodurans dilakukan dengan menggunakan metode

LB cair dan ekstraksi dilakukan dengan cara sonikasi pada pulse 50% dan output
5 untuk memecahkan sel bakteri yaitu dengan interval 10 x 2 menit dan interval
berhenti 1 menit. Elektrode yang dibuat adalah elektrode Ag/AgCl sebagai
elektrode rujukan, elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena sebagai elektrode
kerja. Modifikasi metode imobilisasi yang dilakukan terdiri dari 4 jenis. yaitu
SOD di imobilisasi dengan zeolit, kemudian diteteskan pada permukaan pasta
karbon termodifikasi ferosena (SOD/Zeolit/PCf), SOD di imobilisasi pada
permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/PCf), zeolit di imobilisasi
pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (Zeolit/PCf) dan terakhir
SOD di imobilisasi pada permukaan zeolit (SOD/Zeolit). Radikal superoksida
dihasilkan dari reaksi xantina/xantina oksidase. Optimasi aktivitas SOD
terimobilisasi menggunakan Response Surface Method dimana yang divariasikan
adalah suhu, pH, jumlah zeolit, konsentrasi enzim dan bakteri. Penentuan K m dan
I maks dilakukan dengan metode Lineweaver-Burk. Biosensor SOD juga

diaplikasikan untuk mengukur kapasitas antioksidan dari vitamin C yang
ditunjukkan sebagai nilai relative antioxidant activity (RAC) yang merupakan
perbandingan slope dari tanpa penambahan dan penambahan vitamin C dalam
larutan. Sebagai perbandingan dilakukan juga pengukuran kapasitas antioksidan
dengan menggunakan metode DPPH.

Bakteri D. radiodurans ditumbuhkan dalam media LB cair selama 48 jam
dengan suhu 30 0C. Protein yang terkestrak memiliki konsentrasi sebesar 3100
µg/ml dengan rendemen ekstrak protein adalah 2,41% dari bobot basah. Pada
pembuatan elektroda pembanding Ag/AgCl dilakukan karakterisasi dengan cara
diaplikasikan mengukur arus puncak K 3 [Fe(CN)6] dalam larutan elektrolit
pendukung KCl 0,1 M menggunakan teknik voltametrik siklik. n yang dihasilkan
adalah 1,1 dan ∆E p = 66 mV. Berdasarkan hasil pengukuran ini maka elektrode
Ag/AgCl dapat digunakan sebagai elektrode pembanding. Untuk pemilihan
metode imobilisasi yang akan digunakan, dapat dilihat dari data puncak arus dan
potensial pada voltamogram siklik yang dihasilkan. Dari data terlihat bahwa,
SOD di imobilisasi dengan zeolit, kemudian diteteskan pada permukaan pasta
karbon termodifikasi ferosena (SOD/Zeolit/PCf) menghasilkan puncak arus yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain yaitu sebesar 1,02, sehingga
SOD/Zeolit/PCf yang digunakan pada penelitian ini.
Optimasi enzim dan bakteri terimobilisasi dengan menggunakan metode
respon permukaan menghasilkan daerah optimum untuk enzim SOD adalah pada
pH 9, suhu 30 0C, zeolit 137,5 mg dan konsentrasi SOD 3 unit/ml. Daerah
optimum untuk ekstrak kasar enzim SOD D.radiodurans adalah pH 9, suhu 300C,
zeolit 137,5 mg dan konsentrasi SOD yaitu 1500 µg/ml. Sedangkan penggunaan
bakteri tidak dihasilkan nilai puncak yang maksimum. Hal ini disebabkan karena

D. radiodurans memiliki dinding sel yang tebal dan juga strukturnya yang tetrad
kemungkinan ekskresi SOD tidak terjadi, karena tidak adanya SOD yang bereaksi
dengan radikal superoksida tidak ada transfer elekron yang terjadi oleh sebab
itulah arus tidak dihasilkan. Sehingga dapat disimpulan sel bakteri D. radiodurans
utuh sebagai komponen pengenal hayati biosensor antioksidan kurang berpotensi.
Penentuan K m dan Imaks dilakukan dengan metode Lineweaver-Burk
menghasilkan K m dan I maks untuk enzim SOD adalah 1,096 mM dan 0,989 μA
sedangkan untuk ekstrak kasar enzim SOD adalah 2,978 mM dan 0,878 μA.
Perbedaan nilai K m yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan struktur dari
enzim SOD yang berasal dari eritrosit sapi dan SOD yang dihasilkan oleh D.
radiodurans. SOD yang dihasilkan dari eritrosit sapi adalah tipe Cu-Zn SOD
sedangkan dari D. radiodurans adalah Mn-SOD.
Aktivitas antioksidan vitamin C ditentukan dengan menggunakan metode
biosensor dan DPPH. Kapasitas antioksidan dengan menggunakan biosensor SOD
dinyatakan sebagai relative antioxidant capacity (RAC). Nilai (RAC) merupakan
perbandingan dua slope dari kurva dengan dan tanpa penambahan sampel
antioksidan. Jika sampel memiliki kandungan antioksidan maka arus yang
dihasilkan akan lebih rendah dibandingan dengan larutan yang hanya
mengandung radikal superoksida. Dengan membandingakan dua slope ini maka
dapat ditentukan kapasitas antioksidan dari sampel. RAC vitamin C yang

didapatkan adalah 0,76 dengan konsentrasi vitamin C sebesar 0,05 M. Sedangkan
dengan metode DPPH diperoleh kapasitas antioksidan vitamin C adalah sebesar
19,49 ppm. Dari kedua metode yang digunakan kita dapat melihat bahwa,

konsentrasi vitamin C yang dapat diukur biosensor jauh lebih besar dibandingkan
dengan metode spektrofotometri. Selain itu, ketika vitamin C direaksikan DPPH
dilakukan inkubasi selama 30 menit. Tapi dengan menggunakan biosensor tidak
diperlukan inkubasi karena super radikal adalah senyawa yang tidak stabil
sehingga harus segera diukur. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penggunaan
biosensor lebih cepat, akurat dan sensitif dibandingkan dengan spektrofotometri.
Penggunaan zeolit sebagai material pendukung untuk enzim SOD yang
diimobilisasi pada permukaan elektrode pasta karbon yang dimodifikasi dengan
ferosena sebagai mediator dapat meningkatkan aktivitas SOD dalam biosensor
antioksidan. Nilai K m enzim SOD lebih besar daripada nilai K m ekstrak kasar
enzim SOD hal ini menunjukkan afinitas enzim SOD lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak kasar enzim SOD.
Kata Kunci: Biosensor antioksidan, superoksida dismutase (SOD), Deinococcus
radiodurans, nanokomposit zeolit, Kinetika enzim.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah;
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN BERBASIS SUPEROKSIDA
DISMUTASE Deinoccus radiodurans DIIMOBILISASI PADA
NANOKOMPOSIT ZEOLIT ALAM INDONESIA

WENIARTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si

Judul Tesis

Nama
NIM
Program Studi

: Biosensor Antioksidan Berbasis Superoksida Dismutase
Deinococcus radiodurans diimobilisasi pada
Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia
: Weniarti
: G451090011
: Kimia


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr
Ketua

Novik Nurhidayat Ph.D
Anggota

Dr. Zaenal Abidin
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Purwantiningsih S, M.Si


Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 27 Juli 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga proposal penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini
adalah Biosensor Antioksidan Berbasis Superoksida Dismutase Dari Mikroba
Indonesia Yang Terimobilisasi Dalam Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr,
Ir. Novik Nurhidayat Ph.D dan Dr. Zaenal Abidin selaku komisi pembimbing,
Trivadila M.Si yang telah banyak mengajarkan dan memberi saran pada penulisan
tesis. Terimakasih saya ucapkan juga untuk Dosen di lingkungan Departemen
Kimia yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama menempuh
pendidikan. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada DEPAG yang
telah memberikan beasiswa. Pak Nano, Bu Ai, dan pak Mail, Staf laboraturium
Kimia Fisik. Ibu Nunung dan Pak Eman dari Kimia Analitik, Bu Neri, Mbak
Ratih, dan pak Encun di PUSLIT Biologi LIPI. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada, Ayahnda, Ibunda, Suamiku tercinta Darmawansyah SE atas
dukungan dan pengorbananya, ananda tercinta Waffiyah Qonitha Ariqoh serta
seluruh keluarga dan teman-teman seperjuangan di mayor Kimia angkatan 2009.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,

Juli 2011

Weniarti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nanti Giri, Sumatera Selatan pada tanggal 30 Mei
1980 dari ayah A. Fauzi manaf dan ibu Sri Sutiarni. Penulis merupakan anak
ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pagar Alam Sumatera
Selatan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih mayor Kimia,
Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2009, penulis
diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Agama Republik
Indonesia.Penulis bekerja di Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bengkulu sejak
tahun 2005.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Muslim pascasarjana (HIMMPAS)-IPB. Karya Ilmiah berjudul
Toxicity Level, Antifeedant And Antioxidant Activity Of Curcuma zedoaria
(Berg.) Roscoe telah disajikan pada The 2nd international symposium on
temulawak di Bogor pada bulan Mei 2011.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiii
DAFTAR TABEL……………………………………..…………………..

xiii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………….
Tujuan Penelitian………………………………………………….
Hipotesis………………………………………………………….

1
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran Antioksidan…………………………………………..
Enzim Superoksida Dismutase…………………………………….
Immobilisasi Enzim SOD dalam Matrik nanokomposit Zeolit…..
Kinetika enzim…………………………………………………….

6
8
9
11

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat………………………….…………………………
Metode…………………………………….……………………….

12
12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penumbuhan Sel D. radiodurans dan Ekstraksi SOD ……………
Pembuatan Elektroda Ag/AgCl.…………………………………..
Imobilisasi enzim …………………………………………………
Optimasi aktivitas SOD dan bakteri terimobilisasi ……………….
Kinetika Enzim Superoksida Dismutase Immobilisasi……………
Pengukuran Aktivitas…………………………….………………..

20
20
23
27
32
36

SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….

40

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..

41

LAMPIRAN……………………………………………………………….

42

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk
pengoptimuman aktivitas SOD D. radiodurans immobilisasi……….

16

2

Puncak arus dan potensial SOD terimmobilisasi dalam pasta
Karbon dan zeolit……………….……………………………………

17

3

Nilai parameter kinetika enzim SOD immobilisasi…………….……

18

4

Puncak arus dan potensial modifikasi metode imobilisasi…………..

24

5

Nilai parameter kinetika enzim SOD imobilisasi………………..…..

34

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Voltamogram siklik pada pengukuran larutan K 3 Fe (CN) 6
0.01M…..

2

Puncak arus anode dan katode SOD di imobilisasi dengan zeolit,
kemudian diteteskan pada permukaan pasta karbon termodifikasi
ferosena (SOD/Zeolit/PCf), SOD di imobilisasi pada permukaan
pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/PCf), dan SOD di
imobilisasi pada permukaan zeolit (SOD/Zeolit)………………........

24

Puncak arus anode dan katode SOD zeolit di imobilisasi pada
permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (ZPf)………………

25

Proses transfer dari reaksi enzimatis SOD terimobilisasi dalam
nankomposit zeolit kepermukaan elektrode pasta karbon yang
dimediasi oleh ferosena……………………………………………

26

Plot kontur hubungan antara zeolit dan konsentrasi SOD terhadap
puncak
arus oksidasi (a), pH dan konsentrasi SOD terhadap
puncak arus oksidasi (b), pH dan zeolit terhadap puncak arus
oksidasi (c), suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus
oksidasi (d), Suhu dan zeolit terhadap puncak
arus oksidasi (e),
suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi (f)…..……………….

28

Plot kontur hubungan antara pH dan konsentrasi SOD terhadap
puncak arus oksidasi (a), pH dan zeolit terhadap puncak arus
oksidasi (b), suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus
oksidasi (c), suhu dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (d), Suhu
dan pH terhadap puncak arus oksidasi (e), zeolit dan konsentrasi
SOD terhadap puncak arus oksidasi (f)…………………………........

30

3
4

5

6

22

7

Plot kontur hubungan antara suhu dan pH terhadap puncak arus
oksidasi, suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi,
suhu dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi, pH dan zeolit
terhadap puncak arus oksidasi ……………………………………..

31

xiii

8

Hubungan konsentrasi xantina dan aktivitas SOD…………………...

32

9

Linearitas konsentrasi xantina dan aktivitas SOD…………………...

33

10

Plot Lineweaver-Burk enzim SOD immobilisasi…………………….

34

11
12

Struktur enzim Cu/Zn-SOD (a) (Donnelly et al.1989) dan Mn-SOD
(b) (http://www.chem.uky.edu/research/miller/sod_projects2.html) …..
Puncak arus dengan tanpa (blanko) dan penambahan vitamin .……

35
37

13

Nilai RAC Vitamin C dengan berbagai konsentrasi…………………

37

14

% inhibisi vitamin C terhadapa DPPH……………………………….

37

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Diagram alir penelitian………………………………………………

43

2

Ekstraksi SOD……………………………………………………….

44

3

Potensial dan arus pada puncak anodik dan katodik pada
pengukuran K 3 Fe (CN) 6 0.01M ……………………………………..

45

4

Pengoptimuman enzim Murni …………………………………......

46

5

Pengoptimuman ekstrak SOD …………………………….……..…

47

6

Pengoptimuman Bakteri D.radiodurans……………………………..

48

7

Kinetika Enzim superoksida dismutase………………………….….

49

8

Pengukuran kapasitas antioksidan vitamin C dengan menggunakan
biosensor…………………………………………………..…………
Pengukuran Kapasitas antioksidan vitamin C dengan metode DPPH.

50
51

9

xiv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spesi oksigen reaktif adalah kelas radikal bebas yang sangat berbahaya
dalam tubuh karena dapat menyebabkan kerusakkan pada sel (Cortina-Puig et al.
2007). Spesi oksigen reaktif akan mencari pasangan elektron dari sel manusia
yang sehat akibatnya sel akan mengalami kerusakan dan memicu kerusakan pada
tingkat organ yang akan menyebabkan penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes
dan gejala penuaan dini (Ignatov et al. 2002). Untuk melawan radikal bebas,
sebenarnya tubuh memiliki antioksidan endogen yaitu enzim katalase,
peroksidase, superoksida dismutase (SOD), dan glutationa S-transferase. Jika
terjadi paparan radikal yang berlebih dalam tubuh diperlukan antioksidan
eksogen yang biasanya bersumber dari makanan.

Selain untuk kesehatan

manusia antioksidan juga digunakan secara luas dalam industri makanan, industri
petroleum, industri karet dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan
suatu metode yang tepat untuk mengukur sifat-sifat antioksidan pada berbagai
jenis sampel baik antioksidan alami maupun sintesis.
Metode yang banyak digunakan untuk mengukur kapasitas dan aktivitas
antioksidan adalah spektrofotometri, fluoresensi dan kromatografi (Cortina-Puig
et al. 2007). Pengukuran antioksidan menggunakan metode spektrofotometeri
seringkali terkendala terhadap preparasi sampel. Sebagai contoh, metode DPPH
memang tidak memerlukan substrat sehingga memiliki keuntungan, yaitu lebih
sederhana dan waktu analisis yang lebih cepat, tapi metode ini sangat peka
terhadap cahaya. Preparasi sampel harus dilakukan dalam kondisi gelap selain
itu tidak dapat digunakan untuk sampel yang memiliki konsentrasi tinggi.
Demikian halnya dengan ABTS dan FRAP juga sangat sensitif terhadap cahaya,
.

bahkan pembentukan ABTS - memerlukan waktu inkubasi selama 12-16 jam
dalam kondisi gelap (Tawaha et al. 2007).
Pengukuran kapasitas antioksidan selain terkendala masalah preparasi
sampel juga ada beberapa pengukuran yang memerlukan peralatan yang mahal,
seperti metode ORAC-FL (Du et al. 2009) dan kromatografi. Liu et al. (2000)
menggunakan HPLC untuk menentukan

kapasitas antioksidan

golongan

polifenol dari ekstrak teh hijau. Metode ini didasarkan atas kemampuan
menangkap radikal yang dihasilkan dari peroksidasi low density lipoprotein
manusia.

Wijngaard et al. (2009) menentukan kapasitas antioksidan dari jeruk

Irlandia dan sayuran sisa olahan produk menggunakan HPLC-DAAD dengan
menggunakan metode pelarut bergradient yang diatur mulai dari 0-70 menit,
volume injeksi 10μL. Penggunaan HPLC dalam mengukur kapasitas antioksidan
memerlukan preparasi sampel dan waktu pendeteksian yang lama.
Biosensor merupakan metode yang banyak dikembangkan untuk
mengatasi permasalah-permasalahan yang muncul dalam penentuan kapasitas
antioksidan. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan menggunakan biosensor
tidak dipengaruhi oleh cahaya dan juga tingkat kekeruhan dari sampel karena
yang diukur adalah arus yang dihasilkan. Selain itu, biosensor juga dapat
menenentukan dan memonitor kapasitas antioksidan pada sampel yang kompleks
tanpa memerlukan pemisahan komponen terlebih dahulu (Mello & Kubota 2007).
Biosensor elektrokimia merupakan alternatif metode yang dikembangkan
untuk mengukur kapasitas antioksidan karena dapat mengukur dengan cepat,
valid dan biayanya rendah (Campanella et al. 2004). Ada dua tipe biosensor
elektrokimia yang digunakan untuk mengukur sifat-sifat antioksidan yaitu
biosensor amperometri untuk mengukur mono dan poliefenol berbasis enzim
tirosinase (Busch et al. 2006), lakase (Roy et al. 2005) dan peroksidase, serta
biosensor

untuk

menguji

kapasitas

antioksidan

berdasarkan

aktivitas

penangkapan radikal bebas berbasis sitokrom c (Cortina-Puig et al. 2007), DNA
(Kamel et al. 2008 ) dan SOD (Campanella et al. 2005).

Biosensor untuk

mengukur kapasitas antioksidan berbasis enzim SOD untuk memonitor radikal
superoksida menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingankan sitokrom c hal
ini dikarenakan enzim SOD adalah enzim yang spesifik bereaksi dengan ion
superoksida (Di et al. 2004). Enzim SOD adalah enzim yang melindungi
organisme dari efek racun ion superoksida dengan mengkatalisis secara efisien
dismutasi O 2 .- menghasilkan O 2 dan H 2 O 2 melalui mekanisme transfer elektron
reaksi oksidasi - reduksi (Emregül 2005).
2O 2 .- + 2H+

superosida dismutase

O2 + H2O2

3

Biosensor berbasis SOD sudah terbukti dapat mengukur kapasitas
antioksidan berbagai jenis contoh seperti teh, minuman teh, produk herbal
(Campanella et al. 2003a), anggur merah dan anggur putih (Campanella et al.
2004) dan alga (Campanella et al. 2005). Pada pengukuran yang dilakukan
terhadap contoh minuman anggur merah dan anggur putih, dengan menggunakan
metode spektrometri dan fluorometri menghasilkan perbedaan kapasitas
antioksidan yang sangat besar dibandingkan dengan menggunakan metode
biosensor. Hal ini menunjukkan metode biosensor lebih sensitif dibandingkan
dengan menggunakan kedua metode lainnya. Salah satu kelemahan penggunaan
enzim SOD dalam biosensor adalah harga enzim ini sangat mahal, oleh sebab itu
penggunaan mikroba yang menghasilkan enzim tersebut adalah salah satu solusi
untuk menekan biaya karena tidak diperlukan suatu pemurnian enzim.
Penggunaan sel bakteri utuh E. coli telah dilakukan oleh Iswantini et al. (1998)
sebagai komponen pengenal pada biosensor glukosa. Dimana pemanfaatan E.
coli sebagai komponen pengenal menghasilkan hasil yang cukup sensitif, akurat
dan praktis.
Salah satu bakteri yang menghasilkan enzim SOD adalah bakteri
Deinococcus radiodurans. Organisme ini tahan terhadap banyak agen yang
dapat menyebabkan mutasi pada DNA, seperti radiasi ion, sinar ultraviolet (UV),
hidrogen peroksida, dan banyak lainnya. Bakteri D radiodurans

merupakan

bakteri yang dapat bertahan hidup terhadap radiasi yang sangat tinggi karena
bakteri ini mempunyai mekanisme perbaikan DNA yang cepat dan mempunyai
banyak salinan dari genomenya sendiri. Selain itu bakteri ini mudah berkembang
dan tidak menimbulkan penyakit. Kemampuan bakteri ini yang tahan terhadap
lingkungan ekstrim diperkirakan karena bakteri ini memiliki sistem antioksidan
yang tinggi dimana di dalamnya terdapat enzim SOD dan katalase (Yuan et al.
2007). Berdasarkan hal ini maka bakteri D. radiodurans memiliki potensi yang
besar sebagai komponen pengenal hayati pada biosensor antioksidan.
Perkembangan biosensor antioksidan berbasis enzim SOD saat ini telah
mencapai generasi ketiga dan pengembangan juga diarahkan ke arah material
nano.

Biosensor generasi ketiga diantaranya dibuat dengan mengimobilisasi

SOD dan partikel nano emas dalam jaringan sol-gel silika dengan adanya sisteina

4

pada permukaan elektroda emas (Di et al. 2004).

Salah satu bahan yang

berpotensi digunakan sebagai matriks imobilisasi SOD adalah zeolit, karena
zeolit memiliki struktur yang sebagian besar tersusun dari silikon tetrahedral
yang terhubung satu sama lain dengan atom oksigen membentuk pori yang khas
dengan ukuran nano. Pori adalah tempat masuknya molekul gas maupun cairan
dan menjerapnya dengan kuat.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensial zeolit
alam tapi pemanfaatannya masih perlu dioptimalkan di segala bidang. Penelitian
tentang pemanfaatan zeolit untuk sensor telah banyak dilakukan. Dai et al.
(2004)

mengimobilisasi sitokrom c menggunakan matrik zeolit jenis NaY.

Selain itu

zeolit yang

telah dikalsinasi juga dimanfaatkan sebagai matrik

pengimobilisasi peroksidase dan metilena hijau (Liu et al. 1999). Elektroda
pasta karbon yang termodifikasi FeCl 3 dan zeolit ternyata dapat meningkatkan
arus yang dihasilkan dibandingkan dengan tanpa menggunakan zeolit (Balal et
al. 2009). Tapi sejauh ini belum ada laporan penggunaan nanokomposit zeolit
alam

Indonesia sebagai material

pengimobilisasi untuk enzim SOD

D.

radiodurans. Sehingga penelitian ini menarik untuk dilakukan karena
penggunaan nanokomposit zeolit alam dan bakteri D. radiodurans yang berasal
dari Indonesia belum banyak yang melakukan.
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Trivadila (2011) yaitu
pemanfaatan SOD Deinococcus radiodurans yang diimobilisasi pada elektroda
pasta karbon sebagai biosensor antioksidan.

Penelitian yang dilakukan oleh

Trivadila (2011) memiliki beberapa kekurangan yaitu
sensitivitas yang

masih rendah.

spesifiksitas dan

Oleh sebab itu perlu dilanjutkan untuk

menentukan metode imobilisasi dan juga pengembangan ke arah material nano
agar didapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak protein enzim SOD
dari D. radiodurans untuk diimobilisasi dalam nanokomposit zeolit alam
Indonesia dan mengukur aktivitas ekstrak SOD dalam nanokomposit zeolit alam

5

yang diimobilisasi pada permukaan elektroda pasta karbon dan menentukan
parameter kinetikanya dengan metode elektrokimia.

Hipotesis
Ekstrak protein enzim SOD dari D. radiodurans dalam nanokomposit
zeolit alam Indonesia dan diimobilisasi pada permukaan elektroda pasta karbon
termodifikasi ferosena dapat meningkatkan respon pada biosensor elektrokimia.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran Kapasitas Antioksidan
Metode pengukuran kapasitas antioksidan baik secara in vitro maupun
secara in vivo telah banyak diperkenalkan. Kapasitas antioksidan tidak dapat
diukur secara langsung, melainkan melalui efek antioksidan dalam mengontrol
proses oksidasi. Pada pengukuran aktivitas antioksidan perlu diperhatikan sumber
radikal bebas dan substrat.
Metode yang digunakan untuk mengukur sifat-sifat antioksidan adalah
spektrometri, fluorosensi, kromotografi gas, kromatografi cairan (Prieto-Simon
et al. 2008), voltametri siklik (Kilmartin 2001), dan biosensor (Tian et al. 2005;
Campanella et al. 2005; Kamel et al. 2008). Metode-metode yang sering
digunakan saat ini memiliki kelemahan diantaranya biaya yang mahal karena
membutuhkan bahan kimia yang bermacam-macam dengan jumlah yang banyak,
waktu yang lama karena membutuhkan preparasi contoh, dan kurang sensitif
terutama dalam menguji contoh berwarna.
Biosensor berbasis enzim banyak dikembangkan untuk mengukur
kapasitas antioksidan karena aktivitasnya tinggi, selektif dan spesifikasi reaksi
yang dikatalisnya (Mateo et al. 2007). Tranduser elektrokimia saat ini
mendominasi pada penggunaan biosensor berbasis enzim, sebab kebanyakan
reaksi enzimatis merupakan suatu reaksi redoks, sehingga elektron yang
dihasilkan dari reaksi tersebut dapat dideteksi oleh elektroda pada transduser
elektrokimia yang selanjutnya akan diubah menjadi arus. Arus yang dihasilkan
sebanding dengan konsentrasi antioksidan pada sampel.
Pembuatan biosensor berbasis enzim untuk menentukan kapasitas
antioksidan sangat dipengaruhi oleh radikal yang digunakan. Radikal superoksida
merupakan salah satu radikal yang banyak digunakan karena mudah didapatkan,
seperti dari reaksi enzimatis xantina /xantina oksidase dan reaksinya juga dapat
dikontrol. Terdapat dua jenis biosensor elektrokimia untuk mendeteksi radikal
superoksida yaitu biosensor berbasis sitokrom c (Cortina-Puig et al. 2007) dan
SOD (Campanella et al. 2005). Biosensor untuk mengukur kapasitas antioksidan
berbasis enzim SOD untuk memantau radikal superoksida menunjukkan hasil

7

yang lebih baik dibandingankan sitokrom c hal ini dikarenakan enzim SOD
adalah enzim yang spesifik bereaksi dengan ion superoksida (Di et al. 2004).
Perkembangan biosensor berbasis SOD dibagi menjadi 3 tahap yaitu biosensor
generasi pertama yaitu biosensor SOD yang mendeteksi O 2 atau H 2 O 2 , biosensor
generasi kedua adalah biosensor yang memanfaatkan mediator yang digunakan
untuk membawa elektron, dan biosensor generasi ketiga adalah sensor yang
berdasarkan transfer elektron langsung tanpa menggunakan mediator (Trivadila
2011).
Campanella et al. telah melakukan penelitian untuk pengembangan
biosensor berbasis enzim SOD. Penelitian yang mereka lakukan terfokus pada
imobilisasi SOD pada gel kappa-carragenan dan penggunaan tranduser
amperometri untuk mendeteksi H 2 O 2 . Biosensor ini telah digunakan untuk
mengukur kapasitas antioksidan minuman anggur merah dan anggur putih
(Campanella et al. 2004), teh dan produk herbal (Campanella et al. 2003)
dimana data kapasitas antioksidan yang diperoleh menunjukkan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan metode spektrofotometri, metode flourosensi dan
biosensor tirosinase.
Biosensor untuk mendeteksi radikal superoksida telah dikembangkan
dengan cara mengimobilisasi SOD dalam gelatin yang di taut silang dengan
glutardehida pada permukaan elektroda Pt (Emregul 2005).

Biosensor ini

diaplikasikan untuk menentukan kapasitas antioksidan asetilsalisilat, aspirin dan
aspirin yang mengandung vitamin C. Hasil penelitian Trivadila (2011)
membuktikan enzim SOD yang diimobilisasi pada permukaan elektroda pasta
karbon yang termodifikasi ferosena sebagai mediator pada elektroda pasta lebih
baik dibandingkan dengan menggunakan mediator Q 0 .
Pengembangan biosensor untuk mengukur kapasitas antioksidan berbasis
SOD secara langsung telah dilakukan oleh Di et al. (2004), dimana SOD
diimobilisasi pada sol-gel thin film pada permukaan elektroda emas. Struktur
pori yang seragam dari matrik silika–PVA sol–gel menghasilkan respon yang
cepat dan sangat efisien untuk menstabilkan enzim. Wang et al. (2009)
menggunakan partikel nano emas untuk mengimobilisasi SOD yang dimodifikasi
pada permukaan indium tin oksida (ITO).

Enzim Superoksida dismutase
Superoksida dismutase (SOD) bertindak sebagai enzim intraseluler utama
yang melindungi kerusakan sel akibat radikal superoksida dengan cara
mengkatalis radikal O 2 .- menjadi hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan oksigen (O 2 )
(Kobayashi et al. 1991, Kankofer 2002).
2O 2 - + 2 H+

O 2 +H 2 O 2

Enzim superoksida dismutase merupakan suatu metaloenzim. Berdasarkan
kandungan logamnya, superoksida dismutase dibagi dalam empat kelas yaitu
enzim

Cu/Zn-SOD, Enzim Mn-SOD,

Enzim Fe-SOD,

dan

Ni-SOD

(Buyukuslu et al. 2006). Pemanfaatan SOD untuk biosensor antioksidan telah
banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan beberapa kelebihan yang dimiliki oleh
SOD yaitu enzim ini spesifik mengkatalis radikal superoksida menjadi oksigen
dan peroksida (Donnely et al. 1989). Selain itu juga dilaporkan bahwa SOD pada
makanan memiliki ketahanan terhadap panas, SOD dari susu sapi bisa bertahan
pada suhu 630C, SOD dari ekstrak kol bisa bertahan pada suhu 450C, ekstrak
kasar kecambah Brussels aktivitasnya menurun pada saat dipanaskan selama 30
menit dengan suhu 800C (Donnely et al. 1989). Penggunaan enzim SOD murni
dalam biosensor terkendala pada harga enzim yang mahal. Oleh sebab itu
pemanfaatan bakteri penghasil SOD merupakan solusi untuk menekan biaya.
SOD telah disiolasi dari bakteri hipertermofilik dari genus Sulfolobus
dan Pyrobaculum, dan dari Aquifex pyrophilus, Thermothrix sp, Rhodothermus
sp, Bacillus sp. MHS47 (Areekit et al. 2011) dan Deinococcus radiophilus (Yun
et al. 2004). Bakteri Deinococcus radiodurans merupakan salah satu penghasil
SOD. Bakteri Deinococcus radiodurans termasuk dalam filum Deinococci, ordo
Deinococcales,

famili

Deionococcuceae,

genus

Deinococcus,

spesies

radiodurans. Bakteri ini merupakan gram positif, aerob dan non patogen yang
sangat resistan terhadap radiasi ultraviolet, ionisasi, desikasi dan ROS.
Kemampuan D. radiodurans ini dikarenakan di dalam bakteri ini terdapat MnSOD dan katalase yang merupakan sistem antioksidan yang dapat melindungi
dari serangan radiasi (Yuan et al. 2007).
Aktivitas spesifik Mn-SOD yang dihasilkan dari D radiodurans adalah
sebesar 9191 U/mg (Seatovic et al. 2004). Aktivitas ini lebih besar dibandingkan

9

dengan Mn-SOD yang dihasilkan dari udang Macrobrachium nipponerse yaitu
96,29/mg (Yao et al. 2004) dan juga aktivitas Mn-SOD dari Bacillus sp. MHS47
dimana aktivitas spesifiknya sebesar 3537.75 U/mg (Areekit et al. 2011) jauh
lebih kecil. Berdasarkan aktivitas spesifik yang didapatkan maka D. radiodurans
memiliki potensi untuk digunakan sebagai komponen pengenal pada biosensor
antioksidan.

Imobilisasi enzim SOD dalam matrik nanokomposit zeolit
Enzim redoks banyak digunakan dalam biosensor elektrokimia karena
enzim ini dapat menghasilkan atau menggunakan elektron dalam mengkatalis
suatu substrat menjadi produk, di mana elektron ini yang akan dideteksi
(Grieshaber et al. 2008).

Ada beberapa permasalahan yang muncul dalam

penggunaan enzim dalam biosensor yaitu pemulihan enzim, stabilitas enzim,
selektivitas enzim dan reduksi inhibisi oleh medium atau produk (Mateo et al.
2007)
Permasalahan di atas dapat diatasi dengan melakukan imobilisasi enzim
pada material tertentu. Fungsi dari imobilisasi enzim adalah agar enzim dapat
digunakan dan diolah kembali sehingga biaya lebih murah, desain menjadi
sederhana karena tidak membutuhkan reaktor dan dapat mengontrol reaksi.
Selama imobilisasi enzim harus dijaga dan ditingkatkan stabilitasnya. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan enzim adalah dengan
melakukan imobilisasi pada material yang memiliki pori dan untuk meningkatkan
selektivitas dapat digunakan nano material (Mateo et al. 2007).
Nanokomposit merupakan suatu substansi yang tersusun dari kombinasi
dua atau lebih material yang berbeda dalam ukuran nanometer. Sifat mekanik,
termal, elektrik, dan optik nanokomposit zeolit lebih baik dibandingkan dengan
makro ataupun mikropartikelnya (Hadiyawarman et al. 2008). Zeolit alam
merupakan mineral alam berbentuk kristal yang terbentuk dari bahan vulkanik
dan mempunyai struktur pori dalam ukuran nano (Hamdan 2005). Struktur pori
pada zeolit terbentuk karena adanya silikon tetrahedral yang terhubung satu sama
lain dengan atom oksigen (Valdes et al. 2006). Rumus umum komposisi zeolit
adalah sebagai berikut

M x/n [(AlO 2 ) x (SiO 2 ) y ]m H 2 0
Dimana

n

= valensi kation M (alkali/alkali tanah)

x,y

= jumlah tetrahedron perunit sel

m

= jumlah molekul air perunit sel

M

=Kation alkali/alkali tanah

Pori yang berukuran nanometer ini merupakan tempat masuknya gas
maupun cairan dan menjadi ciri khas dan unik pada berbagai jenis zeolit. Hal ini
disebabkan oleh penyusunan struktur dasar zeolit untuk setiap jenis zeolit
memiliki cara pengaturan yang berbeda satu dengan lain sehingga menyebabkan
beragamnya ukuran pori yang dihasilkan. Luas permukaan zeolit meliputi pori
dan bagian luar dari zeolit dimana bagian pori ini akan dapat menjerap molekul
dalam bentuk cairan maupun gas dengan kuat dibandingkan pada bagian luarnya.
Luas permukaan yang besar ini memungkinkan zeolit dapat difungsikan sebagai
penjerap.

Ukuran

rongga

atau

pori

dalam

zeolit

yang

bervariasi

memungkinkannya memerangkap molekul atau ion dengan berbagai ukuran atau
sebaliknya meloloskan molekul atau ion lainnya yang ukurannya lebih kecil dari
ukuran pori atau rongganya.
Dai et al. (2004) telah mengimobilisasi enzim sitokrom c pada zeolit
NaY. Interaksi antara zeolit NaY dengan sitokrom c diamati dengan
menggunakan spektroskopi UV-Vis dan voltametri siklik. Spektrum UV-Vis
memperlihatkan bahwa partikel zeolit NaY tidak merusak struktur dan
lingkungan enzim. Balal et al. (2009) menggunakan zeolit yang termodifikasi
FeCl 3 sebagai mediator pada elektroda pasta karbon untuk menentukan dopamine
dan triptopan. Elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit menghasilkan arus
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya menggunakan FeCl 3 sebagai
mediator.
Nanokomposit zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
daerah Bayah dan merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
(Iswantini 2010). Berdasarkan hasil analisis menggunakan XRD, zeolit Bayah
adalah

jenis

klinoptilolit

[(Na,K,Ca) 2-3 Al 3 (Al,Si) 2 Si 13 O 36 ·12(H 2 O)].

Nanokomposit zeolit dibuat dengan cara melarutkan zeolit dengan basa kuat pada
suhu kamar yang akan melarutkan SiO 4 dan AlO 4 dari struktur zeolit dan

11

mengalami pengendapan kembali dalam bentuk material amorf. Perlakuan suhu
tinggi pada contoh tersebut akan membuat re-kristalisasi dari material amorf
untuk menjadi zeolit jenis lain yaitu NaP1 dengan sifat dan karakteristik kimia
yang berbeda dari zeolit modernite.

Kinetika Enzim
Sifat enzim terimobilisasi berbeda dari enzim bebas dikarenakan adanya
pengaruh dari material penyangga, matriks, perubahan konformasi enzim yang
berasal dari interaksi enzim dengan material penyangga dan modifikasi kovalen
dari residu asam amino. Perubahan konformasi pada struktur protein sekunder
dan tersier mungkin terjadi disebabkan modifikasi kovalen atau karena efek
elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dengan material penyangga.
Sifat yang teramati selama imobilisasi enzim ialah aktivitas spesifik, pH
optimum, Konstanta Michaelis-Menten (K m ), selektivitas, dan stabilitas..
Aktivitas spesifik dari enzim pada imobilisasi hampir menurun dan nilai laju
kecepatan maksimum substrat menjadi produk (V maks ) menjadi turun sedangkan
K m meningkat.

Untuk itu diperlukan pengukuran kinetika enzim yang

terimobilisasi.
Aktivitas suatu enzim dapat dilihat dari parameter kinetika enzim yaitu
V maks dan K m . Laju reaksi enzimatis akan berbanding lurus dengan konsentrasi
substart. akan tetapi setelah konsentrasi substrat meningkat lebih lanjut akan
sampai pada kecepatan yang tetap. Pada konsentrasi enzim tetap (tertentu) harga
V hampir linier dengan konsentrasi substrat. Pada kondisi di mana V tidak dapat
bertambah lagi dengan bertambahnya konsentrasi substrat disebut kecepatan
maksimum (Vmaks). Km merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh
suatu enzim untuk mencapai ½ Vmaks. Nilai Km menunjukkan ukuran afinitas
enzim-substrat (E-S), yang merupakan suatu indikator kekuatan ikatan kompleks
E-S atau suatu tetapan keseimbangan untuk disosiasi kompleks E-S menjadi E
dan S. Nilai Km kecil berarti kompleks E-S mantap, afinitas enzim tinggi
terhadap substrat, sedangkan bila Km besar afinitas enzim rendah terhadap
substrat.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan alat
Alat dan instrumen yang akan digunakan adalah eDAQ Potensiostat –
Galvanostat yang dilengkapi perangkat lunak Echem v2.1.0, laminar air flow,
inkubator, High Speed Refrigated Centrifuge KUBOTA 6500, Centrifuge 5415
R, autoklaf, Ultrasonic Homogenizer UH-150, DNA/Protein/Enzyme Analyzer
Biospec-1601 Shimadzu, Spektroscopy UV-Pharmaspec 1700 (Shidmazu, Kyoto,
Japan), pipet mikro, batang gelas, sel elektrokimia serta alat-alat gelas lainnya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enzim SOD murni, sel bakteri
D. radiodurans, nanokomposit zeolit alam dari Bayah, DPPH dan vitamin C,
media untuk pertumbuhan bakteri D. radiodurans, grafit, ferosena, parafin cair,
dimetil sulfoksida (DMSO), larutan buffer fosfat, membran dialisis, xantina
oksidase, xantina, bufer larutan HCl 0.1 M dan kalium ferrisianida (K 3 Fe(CN) 6 .

Metode
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap percobaan yaitu: penumbuhan
sel Deinococus radiodurans dan ektraksi SOD, pembuatan elektroda, imobilisasi
enzim, optimasi aktivitas SOD dan bakteri terimobilisasi, penentuan parameter
kinetika pengukuran kapasitas antioksidan vitamin C dengan metode DPPH dan
biosensor. Bagan alir penelitian secara umum dilampirkan pada Lampiran 1.

Penumbuhan sel Deinococcus radiodurans dan ekstraksi enzim SOD
Deinococcus radiodurans ditumbuhkan pada media yang mengandung
tripton 1%, yeast extract 0,5%, glukosa 0,2%, NaCl 0,5% dan alkohol,
selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada 300C. Selanjutnya sel dipanen dengan
sentrifugasi kecepatan 7000 x G, 40C selama 10 menit untuk memisahkan sel
bakteri dengan media. Selanjutnya sel (pelet) dicuci beberapa kali dengan larutan
buffer posfat pH 7,0 dan disuspensikan kembali dalam larutan bufer fosfat pH
7,0. Suspensi sel di sonikasi dengan pulsa 50% dan output 5 untuk memecahkan
sel bakteri yaitu dengan interval 10 x 2 menit dan interval berhenti 1 menit.
Selama sonikasi suspensi sel didinginkan dalam penangas es. Selanjutnya

13

disentrifugasi 10000 x G, 40C selama 30 menit untuk memisahkan supernatan
dan pelet. Ekstrak kasar (crude extract) enzim berada disupernatan. Ekstrak
selanjutnya diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 260 nm dan 280nm
untuk mengetahui konsentrasi protein dan perbandingan protein terhadap DNA.

Pembuatan elektroda
Pembuatan Elektroda Ag/AgCl
Elektroda yang akan dibuat adalah elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda
rujukan, elektroda pasta karbon termodifikasi ferosena sebagai elektroda kerja.
Elektroda Ag/ AgCl dibuat dengan cara kawat perak dipotong sepanjang 4 cm
sebanyak 2 buah. Kawat perak ini ujungnya disambung dengan kawat tembaga
yang telah dibentuk sedemikian rupa. Larutan NaCl 3M disiapkan di dalam
beaker gelas sebanyak 50ml. Baterai 1,5V sebanyak 2 buah dirangkai seri
kemudian di sambung ujung-ujung kutubnya dengan kabel yang ujungnya telah
diberi penjepit buaya. Kawat perak dihubungkan pada masing-masing kutub
baterei kemudian dicelupkan ke dalam larutan NaCl 3M selama 1,5 menit. Kawat
diangkat dan dikeringkan. AgCl akan menempel pada kawat yang dihubungkan
pada kutub negatif baterai. Kawat Ag/AgCl akan berwarna hitam keabu-abuan.
Elekktroda Ag/AgCl dari hasil elektrolisis selanjutnya disambungkan dengan
kawat tembaga dan dimasukkan ke dalam badan elektroda yang terbuat dari kaca,
dimana terdapat

selubung kuarsa pada ujungnya dan telah diisi larutan KCl

3M.
Pengukuran

elektrokimia

dilakukan

dengan

menggunakan

alat

Potensiostat E-DAQ. Elektroda kerja yang digunakan adalah emas, elektroda
Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, dan platina sebagai elektroda bantu.
Karakterisasi elektroda Ag/AgCl dilakukan dengan mengukur Larutan 0.01M
K 3 [Fe(CN)6] dalam 0,1 M KCl alam sel elektrokimia. Ketiga elektroda dipasang
pada sel elektrokimia. Potensiostat dioperasikan dengan parameter voltametri
siklis (CV), pada potensial 0 mV sampai 800 mV, kecepatan sapuan 100
mV/detik, 10 kali perulangan. Voltamogram yang diperoleh menunjukkan
potensial oksidasi dan reduksi K 3 [Fe(CN) 6 ].

Pembuatan Elektroda Pasta Karbon
Metode yang digunakan untuk pembuatan elektroda pasta karbon
mengacu pada Trivadila (2011). Elektroda dibuat dengan cara melarutkan 3 mg
ferosena dalam 1 mL DMSO dan ke dalam larutan tersebut ditambahkan 100
mg grafit. Campuran didiamkan selama 2 jam. Setelah 2 jam pelarut dikeringkan
menggunakan pengering vakum, sehingga diperoleh grafit termodifikasi
mediator. Kemudian grafit dicampur dengan 35μL paraffin cair hingga
membentuk pasta. Kemudian pasta karbon dimasukkan ke dalam badan
elektroda. Permukaan elektroda dihaluskan dan dibersihkan dengan amplas dan
kertas minyak.

Imobilisasi enzim
Matrik nanokomposit zeolit yang digunakan dibuat bervariasi

250 mg,

100mg, 50 mg, 25 mg disuspensikan kedalam larutan 5 ml bufer fosfat yang
mengandung ekstrak kasar enzim SOD, campuran selanjutnya didiamkan selama
24 jam

dan diaduk secara konstan

pada suhu 40C. Campuran selanjutnya

disentrifugasi dan dipisahkan suspensinya.

Pelet dicuci dengan NaCl 0,9%

beberapa kali dan disentrifugasi kembali. Pelet selanjutnya dikeringkan pada
suhu 40C. 5 mikroliter pelet enzim SOD yang telah di imobilisasi dalam matiks
zeolit selanjutnya diteteskan pada permukaan elektroda, dilapisi dengan membran
dialisis, ditutup dengan jaring nilon dan diikat dengan parafilm. Imobilisasi ini
dilakukan juga terhadap enzim SOD murni dan sel bakteri

Deinococcus

radiodurans.
Selain cara di atas juga dilakukan modifikasi imobilisasi SOD pada
permukaan elektroda zeolit dibuat dengan cara melarutkan 100 mg zeolit dengan
akuades sehingga membentuk pasta. Kemudian pasta karbon dimasukkan ke
dalam badan elektroda. Selain itu elektroda juga dibuat dengan menggunakan
zeolit yang terimobilisasi enzim, sebanyak 100 mg zeolit ditambahkan 5 unit
SOD dalam 5 ml larutan buffer posfat. Campuran didiamkan selama 24 jam dan
diaduk secara konstan pada suhu 40C. Campuran selanjutnya disentrifugasi dan
dipisahkan suspensinya. Selanjutnya pelet yang dihasilkan dimasukkan kedalam
badan elektroda.

15

Pengukuran Elektrokimia
Pengukuran

elektrokimia dilakukan dengan metode voltametri siklik

dengan menggunakan eDAQ potensiostat–Galvanostat yang dilengkapi perangkat
lunak Echem v2.1.0. Elektroda yang digunakan adalah elektroda Ag/AgCl
sebagai elektroda rujukan, platina sebagai counter dan elektroda pasta karbon dan
zeolit sebagai elektroda kerja. Parameter pengukuran dibuat sebagai berikut
Mode
Initial
Final
Rate
Step W
Upper E
Lower E
Range

: Cyclic
: 0 mV
: 0 mV
: 125 mV/s
: 20 ms
: 600 mV
: 0 mV
:5V

Radikal superoksida dihasilkan melalui reaksi enzimatis xantina-xantina
oksidase (XO).
xantina + H 2 O + O 2

XOD

Asam urat + 2H+ + O•−

Larutan bufer fosfat sebanyak 1.9 mL dan 100 μL larutan XO 0,1 U/mL
ditambahkan kedalam sel pengukuran dan puncak arus anoda yang terbentuk
diamati sebagai blangko. Selanjutnya ditambahkan 1 mL larutan xantina 2,1 mM
dan diukur kembali perubahan atau kenaikkan puncak arus anoda yang terjadi.

Optimasi aktivitas SOD dan Bakteri terimobilisasi
Optimasi yang dilakukan adalah optimasi suhu (20-40 0C), pH(7-11),
konsentrasi SOD dan konsentrasi zeolit (25-250mg). Metode yang digunakan
untuk pengoptimuman aktivitas SOD adalah Response Surface Method. Metode
ini dilakukan dengan cara memasukkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas
pada perangkat lunak statistika Minitab. Selanjutnya percobaan dilakukan sesuai
dengan kombinasi

yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai

aktivitas

optimumnya. Tabel 1 dan 2 menampilkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas
untuk pengoptimuman aktivitas SOD D. radiodurans dan enzim SOD murni.
Sedangkan tabel 3 menampilkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas untuk
pengoptimuman aktivitas bakteri D. radiodurans

Tabel 1 Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk pengoptimuman
aktivitas SOD murni imobilisasi
Suhu (0C)

pH

Zeolit (mg)

[SOD] U/mL

25

8

81.25

2

35

8

81.25

2

25

10

81.25

2

35

10

81.25

2

25

8

193.75

2

35

8

193.75

2

25

10

193.75

2

35

10

193.75

2

25

8

81.25

4

35

8

81.25

4

25

10

81.25

4

35

10

81.25

4

25

8

193.75

4

35

8

193.75

4

25

10

193.75

4

35

10

193.75

4

20

9

137.5

3

40

9

137.5

3

30

7

137.5

3

30

11

137.5

3

30

9

25

3

30

9

250

3

30

9

137.5

1

30

9

137.5

5

30

9

137.5

3

30

9

137.5

3

30

9

137.5

3

17

Tabel 2 Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk pengoptimuman
aktivitas SOD D. radiodurans imobilisasi
Suh
u
25
35
25
35
25
35
25
35
25
35
25
35
25
35
25
35
20
40
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

pH
8
8
10
10
8
8
10
10
8
8
10
10
8
8
10
10
9
9
7
11
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9

zeolit
81
81
81
81
194
194
194
194
81
81
81
81
194
194
194
194
138
138
138
138
25
250
138
138
138
138
138
138
138
138
138

[SOD]
1250
1250
1250
1250
1250
1250
1250
1250
1750
1750
1750
1750
1750
1750
1750
1750
1500
1500
1500
1500
1500
1500
1000
2000
1500
1500
1500
1500
1500
1500
1500

Tabel 3 Kombinasi pH