Rice (Oryza sativa L.) genotypes tolerance to flash flooding and stagnant flooding stress

TOLERANSI GENOTIPE PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP
CEKAMAN RENDAMAN SESAAT DAN
RENDAMAN STAGNAN

YULLIANIDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Toleransi Genotipe
Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Rendaman Sesaat dan Rendaman
Stagnan adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Januari 2013

Yullianida
NIM A253100131

ABSTRACT
YULLIANIDA. Rice (Oryza sativa L.) Genotypes Tolerance to Flash Flooding
and Stagnant Flooding Stress. Supervised by HAJRIAL ASWIDINNOOR,
SUWARNO and SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Flood is one of abiotic stress limiting rice production especially at rainfed
area in wet season or at basin swampy area. The major constraint of rice
cultivation in the flood-prone area is lack of tolerant varieties. The objectives of
this research were to evaluate the tolerant level of several rice genotypes and
reveal the mechanism of submergence tolerance in rice and to obtain rapid
screening method. Green house experiment was conduct to screening rice
genotypes under flash flooding condition. This experiment was conducted at
Muara Experimental Station. The experimental design used was randomized
complete design with three replication. There were four sub-experiment, grouping
based on seedling age (10 days and 35 days) and duration of submergence (10

days and 14 days). Those sub-experiment in the green house correlated with
experiment in the field. The Flash Flooding Experiment was conducted at Muara
Experimental Farm of Indonesian Center of Rice Research, Bogor in wet season
2011/2012 and dry season 2012, while the Stagnant Flooding Experiment was
conducted at Babakan Experimental Farm of Bogor Agricultural University in wet
season 2011/2012. In both experiments, stress conditions were compared to
optimum environment. Experimental design was randomized complete block
design with three replications. For flash flooding stress, 35-day-old plants of 15
rice genotypes were submerged completely in water for 10 days. For stagnant
flooding stress, 35-day-old of 22 rice genotypes plants were partially submerged
in water (water depth 50-60 cm) until harvest. The result showed that B13138-7MR-2-KA-1 genotype was tolerant to flash flooding stress. Rice genotypes
tolerant to flash flooding stress (complete submergence) experienced reduced
growth rate of plant height and maintained the carbohydrate content in rice stem
remain unchange after stress period. Percentage of recovery after 10 days stress
could be used as early selection indicator to flash flooding stress since it was easy
to observed and had high correlation with grain yield. Stagnant flooding stress
increased plant height, increased stem length, lengthen flowering and maturity
date and increase the number of unfilled grain. Stem elongation ability didn’t
correlate with grain yield under stagnant flooding stress condition (r=-0.29), but
the number of filled grain has positive significant correlation to grain yield under

both flooding stress condition. Genotype IPB107F-5-1-1 (5.47 t/ha) and IPB107F-95-1-1 (4.61 t/ha) showed grain yield decrease less than 10% under stagnant
flooding compared to flash flooding and optimum condition. None of the twelve
genotypes has double tolerance under flash and stagnant flooding conditions, but
B13138-7-MR-2-KA-2 had moderate grain yield under both flooding conditions,
3.61 t/ha and 3.72 t/ha respectively. This genotype can be developed as variety for
longer flash flooding period (e.g. more than two weeks). Complete submergence
at 10-day-old seedlings in green house could be developed as rapid screening
method of rice tolerant to flash flooding stress.
Key words: flash flooding, stagnant flooding, rapid screening method, rice

RINGKASAN
YULLIANIDA. Toleransi Genotipe Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman
Rendaman Sesaat dan Rendaman Stagnan. Dibimbing oleh HAJRIAL
ASWIDINNOOR, SUWARNO dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Salah satu strategi adaptasi untuk mengurangi kehilangan hasil akibat banjir
adalah dengan menanam varietas padi toleran rendaman. Keragaman genetik
untuk sifat toleran rendaman dan pemahaman terhadap mekanisme toleransi
sangat diperlukan dalam perakitan varietas padi toleran rendaman. Pada penelitian
ini, pengujian tingkat toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman
dilakukan di lingkungan dengan tingkat cekaman berbeda, yaitu rendaman sesaat

dan rendaman stagnan, masing-masing dibandingkan dengan lingkungan optimum
(tanpa cekaman rendaman). Selain seleksi di lapang, dilakukan juga seleksi
terkendali di rumah kaca untuk mendapatkan metode seleksi cepat terhadap
cekaman rendaman sesaat. Metode seleksi di rumah kaca dapat dikatakan sebagai
metode uji cepat apabila memiliki korelasi yang kuat dengan hasil seleksi di
lapang.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat toleransi dan respon
genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat dan cekaman rendaman stagnan,
(2) mendapatkan metode uji cepat di rumah kaca untuk mengetahui tingkat
toleransi genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat, dan (3) mengetahui
perbandingan respon dan produktivitas tanaman padi pada lingkungan tercekam
rendaman sesaat, lingkungan tercekam rendaman stagnan dan lingkungan
optimum.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan I, baik lapang maupun
rumah kaca, dilakukan di Kebun Percobaan Muara-Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Bogor pada musim hujan (MH) 2011/2012 dan musim kemarau
(MK) 2012.

Percobaan II dilakukan di Kebun Percobaan Babakan-Institut


Pertanian Bogor pada MH 2011/2012. Pada masing-masing musim tanam terdapat
dua lingkungan, yaitu lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum
(sawah irigasi). Rancangan yang digunakan pada tiap lingkungan adalah
rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan, kecuali untuk percobaan
rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan.

Percobaan di rumah kaca menggunakan metode Direct Seeded In Trays In Green
House dan terdiri atas empat sub percobaan yang dikelompokkan berdasarkan
umur bibit mulai direndam dan durasi rendaman, yaitu umur bibit 10 hari dengan
durasi rendaman selama 10 hari (UB10R10), umur bibit 10 hari dengan durasi
rendaman selama 14 hari (UB10R14), umur bibit 35 hari dengan durasi rendaman
selama 10 hari (UB35R10) dan umur bibit 35 hari dengan durasi rendaman selama
14 hari (UB35R14).
Bahan percobaan I terdiri atas 15 genotipe padi, termasuk varietas
pembanding FR13A (toleran) dan IR42 (peka), sedangkan pada percobaan II
menggunakan 22 genotipe padi, termasuk varietas pembanding Tapus (padi lebak)
dan IR42 (padi sawah). Perlakuan cekaman rendaman sesaat diberikan pada fase
vegetatif (35 hari setelah semai) dengan durasi cekaman selama 10 hari dan
seluruh bagian tanaman terendam keseluruhan (complete submergence),
sedangkan cekaman rendaman stagnan diberikan hingga panen dengan ketinggian

air 50-60 cm, yaitu sebagian tanaman masih berada di atas permukaan air (partial
stagnant submergence).
Hasil penelitian menunjukkan pada percobaan I terdapat satu genotipe yang
toleran terhadap cekaman rendaman sesaat selama 10 hari, yaitu B13138-7-MR-2KA-1 dengan persentase daya pulih tanaman sebesar 95% (skor 3). Genotipe
Ciherang Sub1 tergolong moderat dengan persentase daya pulih tanaman sebesar
82% (skor 5) , sedangkan genotipe lainnya tergolong peka dengan persentase daya
pulih tanaman berkisar antara 56-68% (skor 7). Varietas pembanding toleran
(FR13A) dan pembanding peka (IR42), masing-masing memiliki persentase daya
pulih tanaman sebesar 99% (skor 1) dan 25% (skor 9). Mekanisme toleransi
tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat adalah rendahnya laju
pertambahan tinggi tanaman dan laju penurunan kadar gula dan pati pada batang
padi selama tercekam rendaman. Karakter vegetatif yang dapat dijadikan indikator
awal genotipe padi toleran rendaman adalah persentase daya pulih tanaman
(recovery) karena memiliki koefisien korelasi paling tinggi terhadap hasil (r=0.86)
dan paling mudah diamati, sedangkan karakter yang paling berkontribusi terhadap
hasil pada lingkungan tercekam rendaman sesaat adalah jumlah gabah isi per
malai (r=0.64).

Hasil percobaan II menunjukkan bahwa respon genotipe padi terhadap
cekaman rendaman stagnan adalah mengalami pertambahan tinggi tanaman, umur

berbunga 50%, umur panen 80% jumlah gabah hampa per malai dan kemampuan
pemanjangan batang, sedangkan jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi
per malai mengalami penurunan. Karakter yang paling berkontribusi terhadap
hasil pada lingkungan tercekam rendaman stagnan adalah jumlah gabah isi per
malai. Kemampuan pemanjangan batang sebagai strategi adaptasi tanaman padi
terhadap cekaman rendaman stagnan ternyata tidak berkorelasi terhadap hasil.
Perbandingan produktivitas gabah pada tiga lingkungan tumbuh berbeda
menunjukkan bahwa genotipe yang memiliki hasil tinggi di lingkungan tercekam
rendaman sesaat belum tentu memiliki hasil yang tinggi pula pada lingkungan
tercekam rendaman stagnan. Namun genotipe B13138-7-MR-2-KA-2 mempunyai
hasil yang moderat pada kedua lingkungan tercekam rendaman, sehingga genotipe
ini berpotensi untuk digunakan apabila cekaman rendaman sesaat terjadi lebih dari
dua minggu. Rata-rata hasil pada lingkungan tercekam rendaman stagnan lebih
tinggi dibanding hasil pada lingkungan tercekam rendaman sesaat karena sebagian
besar genotipe yang digunakan merupakan hasil persilangan padi-padi rawa.
Hasil pengamatan terhadap persentase daya pulih tanaman di rumah kaca
menunjukkan tidak ada perbedaan skor antar sub percobaan dengan durasi
rendaman yang sama, walaupun umur bibitnya berbeda. Semakin lama durasi
rendaman menyebabkan tingkat toleransi genotipe yang diuji semakin menurun.
Hasil analisis korelasi menunjukkan korelasi yang kuat antara metode seleksi di

rumah kaca dengan di lapang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi
daya pulih tanaman yang tinggi pada semua sub percobaan rumah kaca dengan
hasil gabah, yaitu r=0.87 (UB10R10), r=0.85 (UB35R10), r=0.83 (UB10R14) dan
r=0.85 (UB35R14). Berdasarkan hasil tersebut, metode seleksi di rumah kaca
dengan umur bibit 10 hari dapat dijadikan sebagai metode uji cepat untuk
memperoleh genotipe padi toleran cekaman rendaman sesaat.
Kata kunci: cekaman rendaman sesaat, cekaman rendaman stagnan, metode uji
cepat, padi

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

TOLERANSI GENOTIPE PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP

CEKAMAN RENDAMAN SESAAT DAN
RENDAMAN STAGNAN

YULLIANIDA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi

Judul Tesis : Toleransi Genotipe Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman
Rendaman Sesaat dan Rendaman Stagnan
Nama

: Yullianida
NIM
: A253100131

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc
Ketua

Dr Ir Suwarno, MSc
Anggota

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 21 Desember 2012

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai Agustus 2012 ini
adalah cekaman rendaman pada tanaman padi, mengingat beberapa tahun terakhir
terjadi peningkatan intensitas banjir akibat adanya perubahan iklim global.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc., Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. dan Dr. Sintho
Wahyuning Ardie, S.P., M.Si. selaku komisi pembimbing atas segala
bimbingan, saran dan kritikan selama penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis.
2. Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis
dan Dr. Ir. Darda Efendi, MSi selaku penguji dari Program Studi Pemuliaan
dan Bioteknologi Tanaman atas saran-sarannya untuk perbaikan tesis.
3. Badan Litbang Pertanian-Kementrian Pertanian RI dan Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepada penulis
untuk menempuh strata S2 di IPB.
4. Pihak sponsor dana yang telah memberikan bantuan biaya penelitian, yaitu
Badan Litbang Pertanian-Kementrian Pertanian RI, Hibah Kompetensi, Ditjen
Pendidikan

Tinggi-Kementrian Pendidikan

Nasional

tahun 2011

no.

375/SP2H/PP/Dit.Litabmas/ IV/2011 kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc
dan I-MHERE B.2.C. IPB tahun 2011 no. 12/13.24.4/SPP/I-MHERE/2011
kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc, serta hibah dana penyelesaian studi
dari IPB.
5. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman, IPB yang telah mendidik dan membekali penulis tentang ilmu
pemuliaan tanaman maupun bioteknologi.
6. Orang tua (almh Hj. Yasnida Dahlan, BSc dan H. Asep Saeful Bachri, Bsc)
dan mertua (Hj. Siti Saodah dan alm Drs. H. M. Ali Abdullah) atas doa dan
kasih sayangnya yang tulus.

7. Suami tercinta (Ahmad Yani, SP) dan buah hati kami (Khairul Fatih La
Rhangga dan Khaira Fauziah Yasmin) atas segala doa, pengertian, motivasi
dan limpahan kasih sayangnya; serta seluruh keluarga besar di Bogor, Bima
dan Bengkulu.
8. Seluruh peneliti, teknisi maupun staf administrasi di Kebun Percobaan MuaraBB Padi, Bogor, khususnya Erna Herlina, A.Md, Bapak Sudarno, Mas Oma
dan Mas Enjam, serta Bapak Adang sekeluarga (Kebun Babakan-IPB) atas
bantuannya selama penelitian.
9. Seluruh rekan S2 dan S3 mayor PBT, ITB dan AGH 2010, serta petugas
pelajar Litbang Pertanian atas kebersamaannya selama penulis menempuh
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya Tri Hastini, SP, MSi, Eka
Fibrianty, SP dan Warid, SP yang telah menjadi teman siaga selama ini.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat menjadi amalan baik bagi penulis
dan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2013

Yullianida

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 12 Juli 1981 sebagai anak sulung
dari pasangan Hj. Yasnida Dahlan, BSc (almh) dan H. Asep Saeful Bachri, BSc.
Penulis menikah dengan Ahmad Yani, SP pada tanggal 4 Februari 2007 dan telah
dikaruniai dua anak, yaitu Khairul Fatih La Rhangga (4 tahun) dan Khaira
Fauziah Yasmin (2 tahun). Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi
Pemuliaan Tanaman dan Ilmu Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun
2004 dan pada tahun 2010 mendapat beasiswa dari Badan Litbang PertanianKementrian Pertanian RI untuk melanjutkan studi ke strata S2 pada Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Riwayat pekerjaan penulis dimulai pada tahun 2005 sebagai PNS di Badan
Litbang Pertanian-Kementrian Pertanian RI dan ditempatkan di Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang-Jawa Timur
dan bergabung dalam

tim pemuliaan kedelai di bawah koordinasi Dr. M.

Muchlish Adie. Jabatan Peneliti diperoleh pada tahun 2007 setelah mengikuti
Diklat Peneliti Pertama yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Pada tahun 2008 penulis mutasi kerja ke Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi (BB Padi) dan ditempatkan di Kebun Percobaan Muara, Bogor
sampai dengan sekarang. Pada periode tahun 2008-2010 penulis bergabung
dengan tim pemuliaan Padi Tipe Baru dibawah koordinasi Dr. Buang Abdullah,
selanjutnya mulai tahun 2010 penulis bergabung dengan tim pemuliaan padi suboptimal, khususnya padi rawa, dibawah koordinasi Dr. Suwarno.
Selama mengikuti program S2, penulis mengikuti berbagai pelatihan yang
diselenggarakan oleh IPB bekerjasama dengan Badan Litbang Pertanian, antara
lain Pelatihan Tata Kelola, Penulisan dan Publikasi Artikel Ilmiah serta Pelatihan
Analisis Statistik. Karya ilmiah berjudul ‘Tanggap Genotipe Padi terhadap
Cekaman Rendaman Sesaat pada Fase Vegetatif’ telah disajikan pada Seminar
Nasional Ilmu Pemuliaan Indonesia di Bogor pada tanggal 6-7 November 2012.
Karya tulis tersebut terpilih sebagai salah satu dari delapan makalah terbaik
kategori berkala internasional terakreditasi. Pada akhir masa studi, penulis terpilih
sebagai salah satu penerima hibah dana penyelesaian studi dari IPB.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

Halaman
xix

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xxi
xxiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
4
5
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tipe Cekaman Rendaman

9

Mekanisme Adaptasi dan Respon Tanaman Padi terhadap
Cekaman Rendaman

10

Hubungan antar Karakter Tanaman pada Lingkungan
Tercekam Rendaman

12

Strategi Pemuliaan Tanaman Padi Toleran Cekaman Rendaman

14

3 RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN RENDAMAN
SESAAT
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Saran

19
19
21
25
36
36

4 METODE UJI CEPAT GENOTIPE PADI UNTUK TOLERANSI
TERHADAP RENDAMAN SESAAT
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Saran

39
39
41
42
47
47

Halaman
5 RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN RENDAMAN
STAGNAN DAN PRODUKTIVITASNYA PADA TIGA
LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Saran

49
49
52
55
64
65

6 PEMBAHASAN UMUM

67

7 SIMPULAN DAN SARAN

75

DAFTAR PUSTAKA

77

LAMPIRAN

83

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Materi genetik yang digunakan pada percobaan I

22

2. Sidik ragam gabungan untuk rancangan acak kelompok dan

25

estimasi nilai harapan kuadrat tengah [E(KT)]
3. Tinggi tanaman dan jumlah akar adventif per rumpun

28

sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara,
MH/MK 2012
4. Kadar glukosa dan pati pada batang padi sebelum dan sesudah

31

cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012
5. Karakter agronomi genotipe padi pada lingkungan tercekam

33

rendaman (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara,
MH/MK 2012
6. Komponen hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam

34

rendaman (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara,
MH/MK 2012
7. Hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR)

35

dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012
8. Rata-rata persentase daya pulih tanaman (DPT) padi sesudah

43

cekaman rendaman pada empat sub percobaan di rumah kaca
dan lapang
9.

Daya pulih tanaman pada sub percobaan di rumah kaca

44

berdasarkan umur bibit yang sama
10. Daya pulih tanaman pada sub percobaan di rumah kaca

45

berdasarkan durasi rendaman yang sama
11. Pertambahan tinggi tanaman sesudah cekaman rendaman

46

sesaat pada keempat sub percobaan di rumah kaca
12. Pertambahan tinggi tanaman padi (cm) sebelum dan sesudah

46

cekaman rendaman sesaat di lapang
13. Materi genetik yang digunakan pada percobaan II

53

Halaman
14. Karakter agronomi padi pada lingkungan tercekam rendaman

56

stagnan (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Babakan,
MH 2011/2012
15. Komponen hasil dan hasil gabah pada lingkungan tercekam

58

rendaman stagnan (LR) dan lingkungan optimum (LO),
KP. Babakan, MH 2011/2012
16. Pemanjangan batang padi pada lingkungan tercekam rendaman

60

stagnan, KP. Babakan, MH 2011/2012
17. Produktivitas padi pada tiga lingkungan tumbuh berbeda

62

18. Jumlah gabah isi dan hampa per malai pada tiga lingkungan

63

tumbuh berbeda

DAFTAR GAMBAR
Halaman
3

1.

Strategi adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman

2.

Bagan alir penelitian

3.

Lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum

21

4.

Keragaan varietas pembanding peka (IR42) sesudah

26

7

direndam keseluruhan bagian tanaman selama 10 hari,
perbandingan keragaan genotipe toleran dan peka pada saat
skoring, dan daya pulih tanaman padi setelah tercekam
rendaman sesaat
5.

Rata-rata persentase daya pulih tanaman padi setelah dicekaman

27

rendaman sesaat selama 10 hari, KP. Muara, MH/MK 2012
6.

Penampang melintang akar tanaman padi genotipe toleran

29

(B13138-7-MR-2-KA-1) umur 50 HSS dengan perbesaran
mikroskop 40x, (a) pada lingkungan tercekam rendaman selama
10 hari dan (b) pada lingkungan optimum
7.

Pengelompokkan empat sub percobaan di rumah kaca, pengisian

42

air ke dalam bak sebelum cekaman rendaman dan
8.

Penampilan tanaman padi sesaat setelah cekaman rendaman

43

dihentikan dan lima hari sesudah cekaman rendaman dihentikan
(saat skoring)
9.

Penggunaan bilah bambu yang dirakit sebagai dasar peletakan

54

polibag di dasar kolam, penyusunan polibag di atas rakitan bilah
bambu dan keragaan genotipe padi pada awal cekaman rendaman
stagnan
10. Keragaan genotipe IR41410-6-3-3-1-2 pada fase vegetatif dan

61

generatif, serta gejala serangan hama burung pada genotipe
IR41410-6-3-3-1-2 (G1)
11. Mekanisme ‘quiescent strategy’

70

12. Mekanisme ‘escape strategy’

72

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lay out percobaan I lapang

83

2. Teknis pengambilan tanaman contoh dan hasil per plot

84

pada percobaan I lapang
3. Estimasi kadar glukosa berdasarkan metode Anthrone

85

4. Estimasi kadar pati berdasarkan metode Anthrone

86

5. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan

87

tercekam rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012
6. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan

88

optimum, KP. Muara, MH/MK 2012
7. Lay out percobaan II

89

8. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan

90

tercekam rendaman stagnan, KP. Babakan, MH 2011/2012
9. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan
optimum, KP. Babakan, MH 2011/2012

90

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan iklim global sudah menjadi ancaman serius. Peningkatan
temperatur dan CO2 menyebabkan terjadinya perubahan pola hujan. Pada tahun
2010 telah terjadi peningkatan curah hujan yang cukup signifikan sehingga
mengakibatkan peningkatan intensitas banjir di berbagai tempat. Data dari
Direktorat Perlindungan Tanaman (2010) menunjukkan bahwa banjir di Indonesia
pada musim hujan (MH) 2009/2010 melanda 12 provinsi, menggenangi 34.220 ha
sawah dan 8.577 ha diantaranya terendam sampai gagal panen atau puso. Menurut
Hairmansis et al. (2009) dalam sepuluh tahun terakhir, rata-rata hampir 300 ribu
ha lahan sawah dilanda banjir dan sekitar 60 ribu ha diantaranya mengakibatkan
kerusakan total pada tanaman padi, padahal lahan rawan banjir tersebut memiliki
potensi yang sangat besar untuk mendukung ketahanan dan keberlanjutan
produksi padi nasional.
Luas areal pertanaman padi yang mengalami cekaman rendaman karena
banjir diperkirakan akan semakin bertambah, khususnya pada sawah dekat pantai
atau sungai atau lahan rawa lebak. Banjir biasanya terjadi pada pertanaman padi
sawah pada bulan Desember sampai Maret. Daerah rawan banjir di Indonesia
diantaranya Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, Langkat,

Deli Serdang,

Tanjung Jabung, Ogan Komering Ilir, Tulang Bawang, Maros, Merauke, Boven
Digul, Asmat, Mapi, Bekasi, Karawang dan Indramayu. Kebanyakan daerah
tersebut mengalami cekaman rendaman sesaat (Widiarta 2007). Varietas yang
banyak ditanam petani, seperti Ciherang, Mekongga, Cigeulis, IR64 dan IR42
tidak mampu bertahan terhadap genangan banjir yang sering merendam
keseluruhan tanaman selama satu hingga dua minggu. Keadaan menjadi serius
apabila banjir terjadi pada awal pertumbuhan tanaman.
Selain isu mengenai perubahan iklim global, keterbatasan lahan optimum
dan ketergantungan impor beras yang masih cukup tinggi menyebabkan
diperlukannya perluasan pertanaman padi ke lahan marjinal, salah satunya adalah
lahan rawa lebak. Data dari Badan Litbang Pertanian (2007) menunjukkan luas
area rawa lebak di Indonesia sekitar 13.3 juta ha yang dikelompokkan berdasarkan

2

durasi rendaman dan ketinggian permukaan air, yaitu rawa lebak dangkal (4.17
juta ha), rawa lebak tengahan (6.08 juta ha) dan rawa lebak dalam (3.04 juta ha).
Diharapkan dengan adanya ekstensifikasi ke lahan rawa lebak dapat turut
menunjang keberlanjutan produksi nasional, tentu saja dengan mengatasi kendala
yang sering terjadi pada lahan tersebut, yaitu terjadinya cekaman rendaman
stagnan. Diperlukan varietas-varietas padi yang toleran terhadap jenis cekaman
tersebut. Varietas lokal yang digunakan petani di lahan rawa lebak cenderung
berproduksi rendah dan berumur dalam. Perakitan varietas unggul baru (VUB)
untuk lahan rawa lebak yang lebih adaptif, lebih produktif dan memenuhi
preferensi petani sangat diperlukan untuk mendorong pengembangan usahatani
padi dan peningkatan pendapatan petani.
Kondisi cekaman rendaman yang terjadi pada pertanaman padi di lahan
petani cukup beragam. Menurut Haimansis et al. (2009) saat ini dikenal tiga jenis
cekaman rendaman yang dipengaruhi oleh banjir, yaitu (1) rendaman sesaat (flash
flooding atau submergence), (2) rendaman stagnan (stagnant flooding) dan (3)
rendaman banjir dalam (deepwater flooding). Rendaman sesaat terjadi jika
tanaman padi terendam air selama kurang dari dua minggu kemudian air surut
kembali. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah-daerah tadah hujan,
pasang surut dan tepian sungai (Mackill et al. 1999). Pada cekaman rendaman
stagnan, ketinggian air relatif stabil dengan ketinggian yang bervariasi selama
lebih dari tiga minggu. Jenis rendaman ini merupakan tipologi lahan rawa lebak
(Nugroho et al. 1993). Berdasarkan ketinggian air yang merendam tanaman,
rendaman dikelompokkan menjadi rendaman sebagian (partial submergence) jika
40-99% dari bagian tajuk tanaman terendam air dan rendaman yang
mengakibatkan seluruh bagian tanaman terendam air (complete submergence)
(Setter et al. 1987). Lazimnya tanaman padi dikatakan mengalami cekaman
rendaman sesaat apabila seluruh bagian tanaman terendam air (complete
submergence), sedangkan pada cekaman rendaman stagnan masih terdapat bagian
tanaman padi yang berada di atas permukaan air.
Fluktuasi air yang tidak menentu kemungkinan dapat menyebabkan
tanaman terendam dalam jangka waktu lama. Hal tersebut menyebabkan jaringan
tanaman padi menjadi rusak hingga mati akibat terganggunya proses fisiologis

3

tanaman (Ito et al. 1999). Oleh karenanya banjir dan dalamnya genangan air
merupakan kendala utama bagi budidaya tanaman padi di daerah rawan banjir.
Demikian halnya dengan pertanaman padi di lahan rawa lebak karena umumnya
lahan ini sering mengalami banjir dan fluktuasi genangan air yang sukar
diprediksi. Hasil penelitian Manzanilla et al. (2011) menunjukkan bahwa
cekaman rendaman sesaat

menyebabkan penurunan hasil panen padi sebesar

10%, sedangkan cekaman rendaman stagnan dan banjir dalam dengan durasi lebih
dari dua minggu dan kedalaman air lebih dari 100 cm menyebabkan penurunan
hasil sebesar 40-77%. Beragamnya kondisi cekaman rendaman tersebut
berpengaruh pula terhadap kriteria dan preferensi petani terhadap kultivar padi.
Terdapat dua strategi adaptasi tanaman padi untuk menghadapi cekaman
rendaman, yaitu (1) dengan menyimpan cadangan energi selama terendam dan
tumbuh kembali setelah air surut atau (2) dengan pemanjangan batang mengikuti
permukaan air untuk menghindari kondisi anaerob (Almeida et al. 2003). Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan Hattori et al. (2011) yang menyebutkan strategi
pertama sebagai quiescent strategy (Gambar 1a) dan strategi kedua sebagai escape
strategy (Gambar 1b). Mekanisme adaptasi tanaman padi tersebut tergantung pada
kondisi genangan air. Pada daerah tadah hujan dimana rendaman diakibatkan oleh
melimpahnya air dalam waktu singkat (kurang dari 14 hari), tanaman padi
beradaptasi dengan toleran terhadap rendaman (submergence tolerant). Pada
daerah-daerah yang mengalami genangan dalam jangka panjang, diperlukan
tanaman padi yang memiliki kemampuan pemanjangan batang (elongation ability)
mengikuti naiknya permukaan air (Setter et al. 1997).

Gambar 1. Strategi adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman
(Hattori et al. 2011)

4

Toleransi tanaman padi terhadap rendaman dan kemampuan pemanjangan
batang merupakan dua karakter yang bersifat kontradiktif, namun hasil penelitian
Ray et al. (1993) menunjukkan adanya kemungkinan untuk menggabungkan
kedua sifat tersebut pada satu genotipe apabila menggunakan tetua yang memiliki
toleransi terhadap rendaman yang sangat kuat seperti FR13A dan Kurkaruppan.
Lain halnya dengan genotipe padi toleran rendaman yang telah disisipkan gen
Sub1, seperti Swarna-Sub1 (INPARA 4), IR64-Sub1 (INPARA 5) dan Sambha
Mahsuri-Sub1. Hasil penelitian Yullianida et al. (2011) menunjukkan ketiga
genotipe tersebut hanya memiliki laju pemanjangan batang kurang dari 1 cm
setelah direndam selama satu minggu. Hal ini disebabkan gen Sub1, atau lebih
spesifik lagi gen Sub1A, merupakan ethylene-response-factor yang mengurangi
sensitivitas tanaman padi terhadap etilen. Menurut Jackson et al. (1987) hormon
etilen terakumulasi dalam jaringan tanaman padi varietas IR42 setelah direndam
selama 55 jam. Etilen inilah yang berpengaruh terhadap (1) pemanjangan batang
tanaman padi selama tanaman terendam dan (2) menguningnya daun (senesen)
yang tentunya dapat menghambat fiksasi karbon dalam fotosintesis pada saat
maupun setelah terendam (Ella et al. 2003).
Kombinasi karakter toleransi terhadap rendaman dan kemampuan
pemanjangan batang yang moderat pada tanaman padi sangat diperlukan untuk
pertanaman di lahan rawa lebak atau di lahan rawan banjir yang dapat
menyebabkan terendamnya seluruh bagian tanaman akibat naiknya permukaan air
secara bertahap selama musim hujan. Genotipe yang memiliki kemampuan
pemanjangan batang yang baik dan toleran terhadap cekaman rendaman sesaat
diduga akan lebih toleran terhadap cekaman rendaman air yang stagnan. Beberapa
varietas padi toleran cekaman rendaman yang sudah dilepas di Indonesia adalah
INPARA 3, 4 dan 5 (BB Padi, 2010). Durasi rendaman yang dapat ditolerir
maksimal selama 14 hari dalam kondisi tanaman terendam keseluruhan (complete
submergence), sedangkan untuk jenis cekaman rendaman parsial stagnan belum
ditemukan varietas yang toleran. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut
dalam mekanisme tanaman padi toleran cekaman rendaman sesaat maupun
stagnan.

5

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
toleransi dan respon genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat dan
stagnan, sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan sawah rawan banjir
atau lahan rawa lebak.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat toleransi dan respon genotipe padi terhadap cekaman
rendaman sesaat dan cekaman rendaman stagnan.
2. Mendapatkan metode seleksi cepat di rumah kaca untuk mengetahui tingkat
toleransi genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat.
3. Mengetahui perbandingan respon dan produktivitas tanaman padi pada
lingkungan tercekam rendaman sesaat, lingkungan tercekam rendaman
stagnan dan lingkungan optimum.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai genotipegenotipe yang memiliki penampilan baik pada semua lingkungan tercekam
rendaman ataupun spesifik hanya pada salah satu cekaman rendaman. Genotipegenotipe yang diuji merupakan galur-galur generasi lanjut, sehingga diharapkan
dapat diusulkan sebagai calon varietas untuk ditanam pada lahan yang terkendala
cekaman rendaman.
Informasi mengenai respon morfologi maupun fisiologi tanaman yang
toleran terhadap cekaman rendaman dapat dijadikan informasi awal mengenai
respon suatu tanaman terhadap cekaman rendaman. Penelitian-penelitian
sebelumnya lebih banyak mengulas mengenai respon tanaman padi terhadap
cekaman rendaman sesaat yang

seluruh bagian tanaman padi terendam air

(complete submergence), sedangkan informasi mengenai respon tanaman padi
terhadap cekaman stagnan belum banyak diketahui. Demikian juga dengan
perbandingan respon dan produktivitas tanaman padi pada berbagai lingkungan
tercekam rendaman. Selain itu, korelasi antara metode seleksi di rumah kaca dan
di lapang dapat memberikan gambaran metode seleksi cepat tanaman padi

6

terhadap cekaman rendaman, baik dari segi umur bibit yang digunakan maupun
durasi rendaman yang diberikan.
Ruang Lingkup Penelitian
Pengujian tingkat toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman
dilakukan di lingkungan dengan tingkat cekaman berbeda, yaitu rendaman sesaat
dan rendaman stagnan, masing-masing dibandingkan dengan lingkungan optimum
(tanpa cekaman rendaman). Tingkat toleransi genotipe-genotipe padi yang diuji
berbeda tergantung dari lingkungan pengujian. Rendahnya hasil gabah tanaman
padi akibat cekaman rendaman dikarenakan berkurangnya populasi tanaman per
satuan luas area. Hal ini berkaitan dengan persentase kemampuan hidup tanaman
setelah diberi cekaman rendaman. Persentase kemampuan hidup akibat cekaman
rendaman berkorelasi erat dengan respon genotipe padi sesudah diberi cekaman
rendaman. Selain itu, rendahnya hasil gabah akibat cekaman rendaman terjadi
akibat berkurangnya kapasitas lumbung/sink, antara lain jumlah malai, ukuran
malai dan persentase gabah isi per malai. Korelasi antara komponen hasil dan
hasil penting dipelajari untuk menentukan karakter yang paling berperan terhadap
hasil pada kondisi tercekam rendaman.
Upaya untuk mempersingkat proses seleksi dapat dilakukan dengan cara
seleksi pada fase vegetatif di rumah kaca. Seleksi di rumah kaca dapat menseleksi
ratusan genotipe dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan seleksi di
lapang. Genotipe yang terseleksi di rumah kaca selanjutnya dievaluasi dan
diseleksi kembali pada lahan target. Metode seleksi di rumah kaca dapat dikatakan
sebagai metode uji cepat apabila memiliki korelasi yang kuat dengan hasil seleksi
di lapang. Adapun bagan alir penelitian ini tertera pada Gambar 2.
Berdasarkan ruang lingkup penelitian di atas maka disusun hipotesis sebagai
berikut:
1. Tingkat toleransi dan respon genotipe padi terhadap cekaman rendaman
sesaat berbeda dengan cekaman rendaman stagnan
2. Tingkat toleransi di rumah kaca berkorelasi kuat dengan tingkat toleransi di
lapang
3. Produktivitas tanaman padi berbeda antara lingkungan tercekam rendaman
sesaat, stagnan dan optimum.

7

Genotipe padi koleksi BB Padi, IPB dan IRRI

Percobaan I.
Pengujian Toleransi Tanaman
Padi terhadap Cekaman
Rendaman Sesaat (Flash
Flooding)

I.1. Rumah Kaca

Percobaan II.
Pengujian Toleransi Tanaman
Padi terhadap Cekaman
Rendaman Stagnan (Stagnant
Flooding) di lapang

I.2. Lapang
korelasi

Output:
Tingkat toleransi padi
pada cekaman rendaman
10 dan 14 hari

Output:
1. Tingkat toleransi terhadap cekaman rendaman sesaat
dan stagnan
2. Karakter yang berkorelasi dengan hasil
3. Penurunan produksi akibat cekaman rendaman

Output:
Metode Uji Cepat

Gambar 2. Bagan alir penelitian

9

TINJAUAN PUSTAKA
Tipe Cekaman Rendaman
Kondisi cekaman rendaman yang terjadi pada pertanaman padi di lahan
petani cukup beragam. Berdasarkan durasi atau lamanya rendaman terdapat dua
macam kondisi rendaman, yaitu rendaman sesaat (flash flooding) dan rendaman
stagnan (stagnant flooding) (Maurya et al. 1988). Rendaman sesaat terjadi jika
tanaman padi terendam air selama kurang dari tiga minggu kemudian air surut
kembali. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah-daerah tadah hujan,
pasang surut dan tepian sungai (Mackill et al. 1999), sedangkan pada cekaman
rendaman stagnan ketinggian air relatif stabil pada ketinggian yang bervariasi
selama lebih dari tiga minggu. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah rawa
lebak (Nugroho et al. 1993).
Berdasarkan

ketinggian

air

yang

merendam

tanaman,

rendaman

dikelompokkan menjadi rendaman sebagian (partial submergence) jika 40-99%
dari bagian atas tanaman terendam air dan rendaman yang mengakibatkan seluruh
bagian tanaman terendam air (complete submergence) (Setter et al. 1987).
Menurut Haimansis et al. (2009), penggolongan tipe cekaman rendaman yang
dipengaruhi oleh banjir adalah (1) rendaman sesaat (flash-flooding atau
submergence), (2) rendaman stagnan (stagnant partial flooding) dan (3) rendaman
banjir dalam (deepwater flooding).
Lazimnya tanaman padi dikatakan mengalami cekaman rendaman sesaat
apabila seluruh bagian tanaman terendam air (complete submergence), sedangkan
pada cekaman rendaman stagnan masih terdapat bagian tanaman padi yang berada
di atas permukaan air. Hal ini terkait dengan strategi adaptasi dari tanaman padi
karena apabila terendam penuh seluruh bagian tanaman selama lebih dari tiga
minggu maka akan mengalami kematian/puso. Catling (1992) mendefinisikan
tanaman padi dikatakan toleran terhadap cekaman rendaman jika mampu
melanjutkan kelangsungan hidupnya setelah terendam seluruh bagian tanamannya
selama 10-15 hari. Menurut Xu et al. (2006) sebagian besar kultivar Oryza sativa
akan mati bila tergenang penuh selama satu minggu. Hanya beberapa kultivar
saja, seperti O. sativa ssp. indica kultivar FR13A yang sangat toleran dan dapat
bertahan hidup hingga dua minggu dalam kondisi terendam keseluruhan.

10

Secara umum tanaman padi tidak toleran jika seluruh bagian tanaman
terendam oleh air selama beberapa hari, namun terdapat beberapa varietas lokal
yang berasal dari daerah Asia Barat dan semenanjung Asia Tenggara yang
teridentifikasi toleran terhadap cekaman rendaman selama beberapa hari, antara
lain FR13A, Kurkaruppan, BKNFR dan Thavalu (Mazaredo dan Vergara 1982;
Xu et al. 2006). Biasanya varietas lokal tersebut memiliki kelemahan, yaitu
produksinya rendah, rentan terhadap hama dan penyakit, berumur dalam, dan
mutu beras tidak baik (Mackill et al. 1993).
Mekanisme Adaptasi dan Respon Tanaman Padi terhadap Cekaman
Rendaman
Pemanjangan batang merupakan respon morfologi paling umum pada
tanaman yang tercekam rendaman air (Harada et al. 2005; Ookawara et al. 2005).
Akan tetapi beberapa penelitian melaporkan bahwa toleransi tanaman padi
terhadap rendaman berkorelasi negatif dengan kemampuan pemanjangan batang.
Setter dan Laureles (1996) melaporkan terdapat korelasi negatif antara persentase
hidup dengan kemampuan pemanjangan batang, hal ini disebabkan dalam proses
pemanjangan batang tanaman banyak kehilangan energi.
Tanaman padi memiliki kemampuan pemanjangan batang yang berbedabeda di atas permukaan air, tergantung pada pemanjangan yang terjadi pada
masing-masing ruas batang (internode) dan jumlah ruas batang yang memanjang.
Pada umumnya naiknya tinggi permukaan air di lahan rawa lebak terjadi pada
pertanaman padi yang berumur enam minggu. Apabila naiknya tinggi permukaan
air terjadi pada umur tanaman yang lebih muda dapat mengakibatkan seluruh
tanaman mati. Oleh karena itu, pengujian kemampuan pemanjangan batang padi
dilakukan pada pertanaman yang minimal berumur enam minggu (Mazaredo dan
Vergara 1977).
Kemungkinan untuk menggabungkan atau mengkombinasikan kedua
karakter tersebut ke dalam satu genotipe padi masih dapat terjadi. Hasil penelitian
terdahulu melaporkan terdapat galur yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap
rendaman sekaligus memiliki kemampuan pemanjangan batang yang baik, yaitu
galur BKN 6986-108 (Boonwite et al. 1977). Demikian pula halnya dengan hasil
penelitian Ray et al. (1993) yaitu kedua karakter tersebut dapat digabungkan

11

dalam satu genotipe padi apabila tetua yang toleran rendaman memiliki gen yang
mengendalikan karakter toleransi yang tinggi terhadap cekaman rendaman, seperti
FR13A dan Kurkaruppan.
Rendaman atau banjir selama beberapa hari dapat merusak tanaman padi
dengan tingkatan yang berbeda. Kerusakan ini disebabkan oleh terganggunya
pertukaran gas CO2 dan O2 antara tanaman dan lingkungannya (rendaman air) dan
radiasi surya. Difusi gas dalam air 104 kali lebih lambat daripada di udara
(Armstrong dan Armstrong 2005). Kekurangan O2 dan CO2 pada tanaman dalam
kondisi terendam menjadi faktor utama penyebab rusaknya tanaman yaitu
terhambatnya respirasi dan fotosintesis. Sebaliknya, menurut Jackson et al. (1987)
hormon tanaman seperti etilen dalam bentuk gas yang diproduksi di dalam
tanaman terakumulasi dalam jaringan hingga dapat mencapai konsentrasi sebesar
0.49 µM pada varietas IR42 umur 12 HST ketika terendam selama 55 jam. Etilen
inilah yang berpengaruh terhadap (1) pemanjangan batang tanaman padi selama
tanaman terendam dan (2) menguningnya daun (senesen) yang tentunya dapat
menghambat fiksasi karbon dalam fotosintesis pada saat maupun setelah terendam
(Ella et al. 2003).
Ella dan Ismail (2006) melaporkan persentase tanaman padi yang hidup
berkorelasi dengan rasio kandungan

klorofil a/b daun setelah rendaman.

Armstrong dan Armstrong (2005) membuktikan dalam penelitiannya bahwa
oksigen dapat diregenerasi pada bagian batang tanaman alder melalui pengunaan
karbondioksida oleh sel klorofil. Siangliw et al. (2003) melaporkan adanya
korelasi positif antara persentase hidup tanaman padi setelah diberi cekaman
rendaman delapan hari dengan kemampuan menjaga daun agar tidak senesen.
Setter et al. (1997) mencatat 17 karakter yang berperan dalam mengontrol
toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat. Secara garis besar
disimpulkan tiga hal yang penting dalam respon tanaman padi toleran terhadap
cekaman rendaman, yaitu (1) mempertahankan konsentrasi karbohidrat agar tetap
tinggi sebelum, pada saat dan sesudah rendaman, (2) meningkatkan laju
fermentasi alkohol, dan (3) mempertahankan konversi energi dengan cara
memperlambat laju pemanjangan batang.

12

Akibat cekaman rendaman laju penambahan bobot kering varietas IR42
sebelum dan setelah cekaman rendaman terhenti (Jackson et al. 1987).
Terhentinya pertambahan bobot kering tanaman akibat terhambatnya produksi
asimilat dari proses fotosintesis. Fotosintesis terhambat akibat rendahnya
ketersediaan CO2 dan penetrasi cahaya (Setter et al. 1987). Hasil gabah akibat
cekaman rendaman merupakan fungsi dari kemampuan tanaman padi untuk
membentuk kapasitas lumbung (sink) diantaranya anakan produktif, ukuran malai
dan persentase gabah isi malai (Mallik et al. 2004).
Hubungan antar Karakter Tanaman pada Lingkungan Tercekam
Rendaman
Pendekatan pemuliaan tanaman pada lingkungan bercekaman dapat
dilakukan dengan cara (1) mengembangkan varietas berpotensi hasil tinggi dan
(2) mengembangkan varietas toleran cekaman abiotik. Pendekatan pertama hanya
dapat berhasil dilakukan jika cekaman lingkungan tidak terlalu berat dan bentuk
interaksi genotipe dan lingkungannya bersifat kuantitatif. Upaya untuk
memperbaiki potensi hasil dapat mempengaruhi tingkat toleransi terhadap
cekaman dan sebaliknya.
Salah satu bentuk cekaman lingkungan adalah cekaman rendaman.
Terjadinya rendaman terhadap seluruh bagian tanaman dalam jangka panjang
dapat merusak jaringan tanaman padi akibat terganggunya proses fisiologis
tanaman hingga menyebabkan kematian (Ito et al. 1999). Diperkirakan penurunan
hasil panen akibat banjir berkisar antara 30-60%. Rendahnya hasil gabah akibat
cekaman rendaman sering dikarenakan oleh berkurangnya populasi tanaman per
satuan luas area yang berkaitan dengan persentase kemampuan hidup tanaman
setelah cekaman rendaman.
Kajian mengenai korelasi antara komponen hasil dan hasil pada lingkungan
tercekam rendaman perlu dikaji agar dapat diketahui karakter yang berperan
penting terhadap hasil panen padi. Multiplikasi komponen hasil akan
menghasilkan hitungan teoritis daya hasil varietas yang bersangkutan. Beberapa
teknik analisis telah digunakan untuk mengetahui hubungan asosiasi antara
komponen hasil dengan hasil biji, antara lain analisis korelasi antar karakter dan
analisis jalur. Koefisien korelasi menunjukkan besarnya hubungan timbal balik

13

(korelatif) antara dua peubah bebas, sedangkan koefisien jalur menunjukkan
besaran nilai pengaruh langsung dari masing-masing peubah bebas terhadap
peubah yang berstatus “akibat” (hasil). Hasil analisis jalur pada dasarnya
memberikan informasi yang sama dengan analisis korelasi, namun dengan analisis
jalur dapat diketahui besaran relatif pengaruh langsung masing-masing peubah
kausal. Analisis jalur peubah kausal (komponen hasil) terhadap hasil dapat
memperkuat analisis korelasi.
Komponen hasil pada tanaman padi terdiri atas jumlah malai per rumpun,
jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah dan
banyaknya rumpun per unit area panen (Yoshida 1981). Pada lahan rawa,
komponen hasil tanaman padi yang berpengaruh langsung positif terhadap hasil
yaitu jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai dan
persentase gabah isi. Tinggi tanaman memiliki pengaruh langsung negatif
terhadap hasil, sedangkan umur panen, bobot 1000 butir dan jumlah gabah per
malai memiliki pengaruh langsung yang kecil terhadap hasil. Berdasarkan
informasi ini, seleksi tidak langsung tanaman padi berdaya hasil tinggi di lahan
rawa diarahkan pada galur harapan yang memiliki jumlah anakan produktif
banyak, jumlah gabah isi yang padat dan persentase gabah isi yang tinggi
(Hairmansis et al. 2010).
Hubungan antara komponen hasil dengan hasil biji dapat berubah
disebabkan oleh kompetisi antar tanaman pada jarak tanam yang berbeda dan oleh
adanya cekaman lingkungan. Pada populasi tanaman yang tidak optimal terjadi
sifat kompensatif antara komponen hasil (Sumarno dan Zuraida 2006). Populasi
tanaman dan pertumbuhan yang optimal merupakan syarat agar komponen hasil
dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi. Menurut Fehr (1987) agar efektif sebagai
kriteria seleksi, berbagai komponen hasil dan karakter agronomi tanaman harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) heritabilitas karakter cukup tinggi dan
tidak mudah dipengaruhi lingkungan, (2) terdapat korelasi yang tinggi antara
karakter dengan hasil biji, (3) tidak terdapat korelasi negatif antara komponen
hasil yang digunakan untuk kriteria seleksi, dan (4) tidak terjadi interaksi antara
genotipe dengan lingkungan.

14

Toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman dikendalikan oleh
banyak gen (poligenik) dengan efek dominan parsial atau lengkap (Suprihatno dan
Coffman 1981). Menurut Waters et al. (1991) karakter-karakter yang
berhubungan dengan tingkat toleransi terhadap cekaman lingkungan biasanya
diatur oleh sejumlah gen bersifat kuantitatif. Pada tanaman padi, sebagaimana
dilaporkan oleh Mohanty dan Kush (1985), karakter yang mengatur toleransi
terhadap cekaman rendaman bersifat kuantitatif. Terdapat keragaman genetik
yang luas pada genotipe-genotipe tanaman padi yang adaptif pada daerah-daerah
cekaman rendaman. Bose dan Pradhan (2005) melaporkan bahwa karakter hasil,
umur berbunga 50%, jumlah malai dan tinggi tanaman memberikan kontribusi
lebih dari 50% terhadap variablititas genetik pada 35 genotipe padi air dalam yang
diberi cekaman rendaman. Pada tanaman gandum yang tercekam rendaman
memiliki nilai estimasi heritabilitas karakter hasil rendah, sedangkan pada
karakter yang berhubungan dengan hasil gabah seperti kandungan klorofil, bobot
malai dan jumlah malai adalah tinggi (Callaku dan Harrison 2005).
Strategi Pemuliaan Tanaman Padi Toleran Cekaman Rendaman
Pendekatan Konvensional
Pembentukan varietas unggul padi rawa dilakukan melalui pendekatan
penggabungan sifat-sifat baik yang diinginkan ke dalam suatu varietas.
Penggabungan sifat-sifat tersebut dilakukan dengan melakukan persilangan antar
genotipe yang telah teridentifikasi sebagai sumber sifat yang diinginkan,
kemudian menyeleksi dan memfiksasi rekombinan yang merupakan gabungan
dari sifat-sifat baik yang diinginkan tersebut. Strategi yang ditempuh dalam
pembentukan varietas unggul padi toleran rendaman adalah dengan pembentukan
populasi bahan pemuliaan, kemudian menyeleksi galur-galur yang memiliki sifat
agronomis baik sekaligus toleran cekaman rendaman, serta mengevaluasi daya
hasil galur-galur harapan di lingkungan target.
Sumber genetik dari berbagai sifat yang diinginkan saling disilangkan untuk
menggabungkan sifat-sifat yang diinginkan dengan sifat-sifat agronomis yang
baik pada varietas unggul. Persilangan yang dilakukan meliputi persilangan
tunggal (single cross), silang ganda (double cross), silang balik (backcross), dan
silang puncak (top cross). Penggunaan silang puncak dan silang ganda dapat

15

memperbesar peluang penggabungan sifat-sifat yang baik dalam sejumlah
individu tanaman dan berperan untuk memutuskan keterpautan antara gen yang
diinginkan dan yang tidak diinginkan.
Generasi awal turunan dari berbagai kombinasi persilangan (F2–F5)
ditangani dengan metode bulk yang telah dimodifikasi. Menurut metode ini setiap
populasi keturunan dari satu kombinasi persilangan ditanam secara rapat sebanyak
sekitar 5000 tanaman. Pada waktu tanaman telah bermalai dan malainya telah
masak, dilakukan pengambilan 3-4 butir benih dari setiap tanaman/malai tanpa
seleksi, kecuali untuk sifat tinggi dan umur tanaman, yaitu dengan tidak memanen
dari tanaman yang terlalu tinggi dan berumur terlalu dalam. Benih yang diperoleh
digunakan untuk pertanaman generasi berikutnya.
Seleksi individu dimulai pada generasi F5 dengan memanen malai dari
tanaman yang sehat, ukuran malai besar, dan gabah yang lebat dan bernas. Malaimalai tersebut (F6) ditanam

menjadi satu baris setiap malai (galur). Seleksi

dilakukan secara visual berdasarkan sifat agronomis. Galur-galur yang terpilih
benihnya digunakan untuk bahan evaluasi dan seleksi di masing-masing lahan
target meliputi lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak.
Seleksi pedigree lazim dilakukan dengan metode pedigree satu baris dan
tiga baris. Pada pertanaman pedigree satu baris, galur yang ditanam sebanyak
lebih dari 500 galur yang berasal dari malai-malai terpilih