Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Beras Merah (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) Dengan Berbagai Cara Pemasakan

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BERAS

MERAH (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) DENGAN

BERBAGAI CARA PEMASAKAN

SKRIPSI

OLEH:

INDRIKA LASE

NIM 091501062

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BERAS

MERAH (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) DENGAN

BERBAGAI CARA PEMASAKAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

INDRIKA LASE

NIM 091501062

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BERAS

MERAH (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) DENGAN

BERBAGAI CARA PEMASAKAN

OLEH:

INDRIKA LASE

NIM 091501062

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 31 Mei 2013

Pembimbing I Panitia Penguji

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. NIP 195109081985031002 NIP 195112231980032002

Pembimbing II

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001

Medan, Juni 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr.Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan anugerah dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Beras Merah (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) Dengan Berbagai Cara Pemasakan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi. Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritikan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Arosa Lase dan Ibunda Rosnimar Gea tercinta yang tiada hentinya berdoa dan berkorban dengan tulus ikhlas memberikan dukungan baik moril maupun materil, untuk adik-adikku tersayang (Tema, Lian, Ivan, Fini, dan Beno) yang memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Juni 2013 Penulis,

Indrika Lase NIM 091501062


(6)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BERAS MERAH (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah)

DENGAN BERBAGAI CARA PEMASAKAN ABSTRAK

Beras merupakan sumber kalori bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu jenis beras adalah beras merah yang aleuronnya memproduksi senyawa proantosianidin dan antosianin. Senyawa-senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan. Beras merah dikonsumsi masyarakat setelah mengalami pemasakan yang mencapai suhu 100OC. Kerusakan antosianin dapat terjadi dengan pemanasan pada suhu 60OC selama 30-60 menit dan dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis antosianin. Hidrolisis ini menghasilkan aglikon-aglikon tidak berwarna. Proses pemasakan yang mencapai suhu 100OC dikhawatirkan dapat merusak antosianin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemasakan dengan cara pengetiman, pemasakan dengan rice cooker dan pengukusan beras merah terhadap aktivitas antioksidan.

Ekstrak diperoleh secara maserasi, dipekatkan dengan alat rotary evaporator dan kemudian dikeringkan dengan freeze dryer. Ekstrak diuji terhadap DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) sebagai radikal bebas dengan mengukur absorbansi DPPH pada panjang gelombang 516 nm dengan waktu 60 menit setelah penambahan pelarut metanol. Aktivitas antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan DPPH setelah penambahan ekstrak dan vitamin C digunakan sebagai pembanding.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan beras merah tidak terpengaruh secara signifikan dengan berbagai cara pemasakan. Ekstrak etanol beras merah, nasi tim dan nasi hasil pemasakan di rice cooker memiliki nilai IC50 yang kuat sedangkan nasi kukus memiliki nilai IC50 yang sedang untuk

meredam radikal bebas DPPH. Nilai Inhibitory Concentration (IC50) untuk

ekstrak etanol beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus berturut-turut sebesar 77,25 ppm; 77,09 ppm; 74,99 ppm dan 109,38 ppm. Vitamin C yang digunakan sebagai pembanding menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 26,02 ppm.


(7)

ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST OF ETHANOL EXTRACT OF RED RICE (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) WITH

VARIOUS WAYS OF COOKING ABSTRACT

Rice is a source of calories for most Indonesian. One type of rice is red rice which aleuron produces proanthocyanidin and anthocyanin compounds. These compounds have antioxidant activity. Red rice is consumed by people after cooked by steaming that reach 100OC temperature. Degradation of anthocyanin can be occurred while heating at 60OC in 30-60 minutes and cause hydrolysis of anthocyanin. The hydrolysis produce colorless aglycones. Cooking process that reach 100OC temperature worried could damage anthocyanin. The objective of this study is to know the effect of cooking red rice with tim processing, cooked by rice cooker and steaming ways toward antioxidant activity.

Extract were produced through maceration, concentrated by rotary evaporator and then dried by freeze dryer. Extract were tested toward DPPH (1,1-Diphenyl-2-pycrilhydrazyl) as free radical by measuring the DPPH absorbance at 516 nm wave length in 60 minutes after the addition of methanol solvent. Antioxidant activity was measured as the decrease of DPPH solution absorbance after the addition of extract and ascorbic acid is used as control.

The results showed that the antioxidant activity of red rice was not affected significantly by the various ways of cooking. Ethanol extract of red rice, tim cooked rice and cooked rice of rice cooker had a strong antioxidant activity, while cooked rice of steamer had a medium antioxidant activity in scavenging DPPH free radical. Inhibitory Concentration (IC50) value for ethanol extract of red

rice, tim cooked rice, cooked rice of rice cooker and cooked rice of steamer were 77.25 ppm; 77.09 ppm; 74.99 ppm; 109.38 ppm respectively. The ascorbic acid used as control showed a very strong antioxidant activity with IC50 value as 26.02

ppm.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Daerah tumbuh ... 6

2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 6

2.1.3 Nama daerah ... 7

2.1.4 Nama asing ... 7


(9)

2.1.6 Kandungan kimia ... 7

2.1.7 Kegunaan ... 8

2.2 Ekstraksi ... 8

2.3 Radikal Bebas ... 10

2.4 Antioksidan ... 11

2.4.1 Proantosianidin ... 12

2.4.2 Antosianin ... 13

2.4.3 Vitamin C ... 14

2.5Spektrofotometri UV-Visibel ... 15

2.6 Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) ... 16

2.6.1 Pelarut ... 17

2.6.2 Pengukuran absorbansi-panjang gelombang ... 17

2.6.3 Waktu pengukuran ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat ... 19

3.1.2 Bahan ... 19

3.2 Pengambilan dan Pengolahan Sampel ... 20

3.2.1 Pengambilan sampel ... 20

3.2.2 Identifikasi sampel ... 20

3.2.3 Pengolahan sampel ... 20

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 22

3.3.1 Besi (III) klorida ... 22

3.3.2 Larutan HCl 2N ... 22


(10)

3.3.4 Pereaksi Mayer ... 23

3.3.5 Pereaksi Molish ... 23

3.3.6 Pereaksi Dragendorff ... 23

3.3.7 Pereaksi Bouchardat ... 23

3.3.8 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 23

3.3.9 Larutan pereaksi DPPH 0,5 mM ... 23

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Sampel Uji ... 24

3.4.1 Makroskopik ... 24

3.4.2 Mikroskopik ... 24

3.4.3 Penetapan kadar air ... 24

3.4.3.1 Penjenuhan toluena ... 24

3.4.3.2 Penetapan kadar air sampel uji ... 25

3.4.4 Penetapan kadar abu total ... 25

3.4.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 25

3.4.6 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 26

3.4.7 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 26

3.5 Skrining Fitokimia ... 26

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida ... 27

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida ... 27

3.5.3 Pemeriksaan glikosida ... 27

3.5.4 Pemeriksaan saponin ... 28

3.5.5 Pemeriksaan tanin ... 28

3.5.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida ... 28

3.6 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer Visibel ... 29


(11)

3.6.2 Pembuatan larutan blanko ... 29

3.6.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ... 29

3.6.4 Pembuatan larutan induk ... 29

3.6.5 Pembuatan larutan uji ... 30

3.6.6 Penentuan persen peredaman ... 30

3.6.7 Penentuan nilai IC50 ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 32

4.2 Hasil Pemasakan Beras Merah ... 32

4.3 Hasil Karakteristik Sampel Uji ... 33

4.4 Hasil Skrining Fitokimia ... 34

4.5 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ... 35

4.6 Analisis Aktivitas Antioksidan Sampel Uji dan Vitamin C ... 36

4.7 Analisis Peredaman Radikal Bebas DPPH ... 39

4.8 Analisis Nilai IC50 ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Hasil pemasakan beras merah ... 32 4.2 Hasil skrining fitokimia sampel uji dan ekstrak ... 34 4.3 Hasil ekstraksi sampel uji ... 35


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumus bangun proantosianidin ... 13

2.2 Rumus bangun antosianin ... 14

2.3 Rumus bangun vitamin C ... 14

2.4 Rumus bangun DPPH ... 16

2.5 Resonansi DPPH ... 18

2.6 Reaksi antara DPPH dengan atom H yang berasal dari antioksidan .. 18

4.1 Kurva serapan maksimum DPPH 40 ppm dalam metanol secara spektrofotometri visibel ... 36

4.2 Hasil analisis pengukuran pertama aktivitas antioksidan sampel uji ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker, nasi kukus dan vitamin C ... 37

4.3 Hasil analisis pengukuran kedua aktivitas antioksidan sampel uji ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker, nasi kukus dan vitamin C ... 38

4.4 Hasil analisis pengukuran ketiga aktivitas antioksidan sampel uji ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker, nasi kukus dan vitamin C ... 38


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat hasil identifikasi sampel ... 46

2 Bagan kerja penelitian ... 48

3 Gambar tumbuhan padi merah dan makroskopik beras merah ... 49

4 Gambar nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus ... 50

5 Mikroskopik serbuk beras merah ... 51

6 Perhitungan pemeriksaan karakteristik sampel uji ... 52

7 Bagan ekstraksi sampel uji secara maserasi ... 62

8 Gambar alat Spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu UV-1800 Series) ... 63

9 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel uji dan vitamin C ... 64

10 Perhitungan nilai IC50 ekstrak sampel uji dan vitamin C ... 67


(15)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BERAS MERAH (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah)

DENGAN BERBAGAI CARA PEMASAKAN ABSTRAK

Beras merupakan sumber kalori bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu jenis beras adalah beras merah yang aleuronnya memproduksi senyawa proantosianidin dan antosianin. Senyawa-senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan. Beras merah dikonsumsi masyarakat setelah mengalami pemasakan yang mencapai suhu 100OC. Kerusakan antosianin dapat terjadi dengan pemanasan pada suhu 60OC selama 30-60 menit dan dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis antosianin. Hidrolisis ini menghasilkan aglikon-aglikon tidak berwarna. Proses pemasakan yang mencapai suhu 100OC dikhawatirkan dapat merusak antosianin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemasakan dengan cara pengetiman, pemasakan dengan rice cooker dan pengukusan beras merah terhadap aktivitas antioksidan.

Ekstrak diperoleh secara maserasi, dipekatkan dengan alat rotary evaporator dan kemudian dikeringkan dengan freeze dryer. Ekstrak diuji terhadap DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) sebagai radikal bebas dengan mengukur absorbansi DPPH pada panjang gelombang 516 nm dengan waktu 60 menit setelah penambahan pelarut metanol. Aktivitas antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan DPPH setelah penambahan ekstrak dan vitamin C digunakan sebagai pembanding.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan beras merah tidak terpengaruh secara signifikan dengan berbagai cara pemasakan. Ekstrak etanol beras merah, nasi tim dan nasi hasil pemasakan di rice cooker memiliki nilai IC50 yang kuat sedangkan nasi kukus memiliki nilai IC50 yang sedang untuk

meredam radikal bebas DPPH. Nilai Inhibitory Concentration (IC50) untuk

ekstrak etanol beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus berturut-turut sebesar 77,25 ppm; 77,09 ppm; 74,99 ppm dan 109,38 ppm. Vitamin C yang digunakan sebagai pembanding menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 26,02 ppm.


(16)

ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST OF ETHANOL EXTRACT OF RED RICE (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) WITH

VARIOUS WAYS OF COOKING ABSTRACT

Rice is a source of calories for most Indonesian. One type of rice is red rice which aleuron produces proanthocyanidin and anthocyanin compounds. These compounds have antioxidant activity. Red rice is consumed by people after cooked by steaming that reach 100OC temperature. Degradation of anthocyanin can be occurred while heating at 60OC in 30-60 minutes and cause hydrolysis of anthocyanin. The hydrolysis produce colorless aglycones. Cooking process that reach 100OC temperature worried could damage anthocyanin. The objective of this study is to know the effect of cooking red rice with tim processing, cooked by rice cooker and steaming ways toward antioxidant activity.

Extract were produced through maceration, concentrated by rotary evaporator and then dried by freeze dryer. Extract were tested toward DPPH (1,1-Diphenyl-2-pycrilhydrazyl) as free radical by measuring the DPPH absorbance at 516 nm wave length in 60 minutes after the addition of methanol solvent. Antioxidant activity was measured as the decrease of DPPH solution absorbance after the addition of extract and ascorbic acid is used as control.

The results showed that the antioxidant activity of red rice was not affected significantly by the various ways of cooking. Ethanol extract of red rice, tim cooked rice and cooked rice of rice cooker had a strong antioxidant activity, while cooked rice of steamer had a medium antioxidant activity in scavenging DPPH free radical. Inhibitory Concentration (IC50) value for ethanol extract of red

rice, tim cooked rice, cooked rice of rice cooker and cooked rice of steamer were 77.25 ppm; 77.09 ppm; 74.99 ppm; 109.38 ppm respectively. The ascorbic acid used as control showed a very strong antioxidant activity with IC50 value as 26.02

ppm.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beras adalah salah satu bahan pangan yang dikonsumsi sebagian besar wilayah tropis Asia, dimana 90% padi dunia dibudidayakan. Negara-negara di Asia penghasil beras utama adalah Indonesia, Republik Rakyat Cina, India, Bangladesh, Thailand, Burma, Jepang, Korea, Vietnam dan Filipina. Negara-negara penghasil beras selain di Asia adalah Brazil, Amerika Serikat, Republik Madagaskar, Kolombia, Nigeria dan Italia (Haryadi, 2006). Bahan pangan ini termasuk makanan pokok di negara-negara benua Asia yang penduduknya padat, khususnya Indonesia, Bangladesh, Myanmar, Kamboja, Cina, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Sebanyak 75% masukan kalori harian masyarakat di negara-negara Asia tersebut berasal dari beras dan lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama (Childs, 2004).

Di Indonesia, beras merupakan sumber kalori yang terpenting bagi sebagian besar penduduk bila dibandingkan dengan bahan pangan berkarbohidrat lain seperti padi-padian, umbi-umbian dan batang palma. Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk Indonesia (Haryadi, 2006).

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras ketan yang mengandung amilosa 0-2%, beras dengan kandungan amilosa rendah yaitu antara 9-20%, beras dengan kandungan amilosa menengah yaitu 20-25%


(18)

dan beras dengan kandungan amilosa tinggi yaitu lebih dari 25% (Haryadi, 2006). Berdasarkan warnanya, beras dikelompokkan menjadi beras putih, beras hitam dan beras merah. Beras merah merupakan beras dengan warna merah karena aleuronnya memproduksi senyawa proantosianidin dan antosianin sehingga menyebabkan adanya warna merah kecoklatan (Walter dan Marchesan, 2011).

Beras merah memiliki manfaat potensial dalam kesehatan seperti mencegah sakit kepala, penyakit jantung, penyakit Alzheimer, menurunkan tekanan darah (Kayahara and Tukahara, 2000), mencegah diabetes (Yawadio, et al., 2007), mengurangi stres oksidatif dan mencegah masalah kardiovaskuler (Ling, et al., 2001) serta mencegah kanker (Hudson, et al., 2000).

Penelitian yang telah dilakukan di Jepang dan Cina melaporkan bahwa metabolit sekunder yang utama dalam beras merah adalah proantosianidin (Oki, et al., 2002; Yafang, et al., 2011). Proantosianidin merupakan senyawa golongan tanin terkondensasi, polimer dari 2 sampai 50 unit flavonoid yang dihubungkan oleh rantai karbon sehingga tidak mudah terhidrolisis. Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Handaya, 2008).

Penelitian lain yang telah dilakukan melaporkan bahwa beras merah juga mengandung senyawa antosianin (Yodmanee, et al., 2011; Sutharut dan Sudarat, 2012). Antosianin merupakan pigmen yang tersebar luas pada tanaman, berbentuk struktur aromatik tunggal (sianidin) dan berfungsi sebagai antioksidan (Metaliri, 2007).

Pada umumnya beras merah dikonsumsi masyarakat setelah proses pemasakan, baik dengan cara pengetiman, pemasakan di rice cooker maupun dengan cara pengukusan yang mencapai suhu 100OC. Isnaini (2010) menyatakan


(19)

bahwa kerusakan pigmen antosianin dapat terjadi dengan perlakuan panas pada suhu 60OC selama 30-60 menit dimana proses tersebut mengakibatkan antosianin kehilangan warna. Naiknya temperatur dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis antosianin dan menghasilkan aglikon-aglikon yang tidak berwarna. Proses pengolahan dengan pemasakan dikhawatirkan dapat merusak pigmen antosianin (Riata, 2010).

Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemasakan beras merah dengan cara pengetiman, pemasakan di rice cooker dan dengan cara pengukusan terhadap aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dan antioksidan pembanding vitamin C.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. apakah hasil karakteristik beras merah yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan standar karakteristik beras merah.

b. apakah ekstrak etanol beras merah memiliki perbedaan nilai IC50

dengan ekstrak etanol nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus.

c. apakah nilai IC50 ekstrak etanol beras merah, nasi tim, nasi hasil

pemasakan di rice cooker dan nasi kukus sama dengan nilai IC50


(20)

1.3 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Hasil karakteristik beras merah yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan standar karakteristik beras merah.

b. Terdapat perbedaan nilai IC50 antara ekstrak etanol beras merah

dengan nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus. c. Ekstrak etanol beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice

cooker dan nasi kukus memiliki nilai IC50 yang tidak sama dengan

nilai IC50 vitamin C.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui hasil karakteristik beras merah yang dapat digunakan sebagai acuan standar karakteristik beras merah.

b. Untuk mengetahui perbedaan nilai IC50 antara ekstrak etanol beras

merah dengan nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus.

c. Untuk mengetahui nilai IC50 dari ekstrak etanol beras merah, nasi tim,

nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus dibandingkan dengan vitamin C sebagai kontrol.


(21)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian adalah mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanol beras merah dan teknik pemasakan yang paling baik untuk menjaga aktivitas antioksidan beras merah.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, nama daerah, nama asing, sistematika tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan.

2.1.1Daerah tumbuh

Tanaman padi adalah tumbuhan yang tergolong tanaman air dan dapat tumbuh di tanah yang terus-menerus digenangi air, baik penggenangan itu terjadi secara alami seperti tanah rawa-rawa, maupun yang disengaja seperti tanah sawah. Tanaman ini juga dapat tumbuh di daratan atau tanah kering yang curah hujannya dapat mencukupi kebutuhan air tanaman. Padi yang tumbuh di tanah yang digenangi air disebut padi sawah, sedangkan yang tumbuh di tanah darat/kering disebut padi ladang (Siregar, 1981).

2.1.2Morfologi tumbuhan

Habitus: Semak, semusim, tinggi lebih kurang 1,5 m. Batang: Tegak, lunak, beruas, berongga, kasar, hijau. Daun: Tunggal, lanset, tersebar, ujung runcing, tepi rata, berpelepah, panjang lebih kurang 25 cm, lebar 3-5 cm, pertulangan sejajar, hijau. Bunga: Majemuk, bentuk malai, menggantung, panjang lebih kurang 20 cm, benang sari enam, tangkai putik dua, kepala putik berbulu, putih. Buah: Batu, bulat telur, kuning tua. Biji: Keras, bulat telur, merah. Akar: Serabut, coklat keputih-putihan (Hutapea, dkk., 1994).


(23)

2.1.3Nama daerah

Sumatera: Pade (Aceh), Page (Batak), Batang padi (Minangkabau), Pari (Lampung), Banih (Melayu). Jawa: Pare (Sunda), Pari (Jawa), Padi (Madura). Bali: Padi. Nusa Tenggara: Pare (Sumba), Woya (Flores), Ale (Timor). Sulawesi: Pale (Gorontalo), Pae (Toraja), Ase (Makasar), Ase (Bugis). Maluku: Alakutu (Ambon), Pinge (Halmahera) (Hutapea, dkk., 1994).

2.1.4Nama asing

Riz (Perancis), Arroz (Spanyol), Riso (Italia), Reis (Jerman), Rice (Inggris) (Pillai, 2004).

2.1.5Sistematika tumbuhan

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Poales

Suku : Gramineae

Marga : Oryza

Jenis : Oryza sativa L. (Hutapea, dkk., 1994). Varietas : Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah

(Sumber: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Sumatera Utara)

2.1.6Kandungan kimia

Beras merah mengandung makronutrien berupa karbohidrat, protein, dan lemak. Kadar karbohidrat memiliki komposisi terbesar, protein dan lemak menempati posisi kedua dan ketiga. Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati berkisar


(24)

antara 85-90% dari berat kering beras. Protein beras terdiri dari 5% fraksi albumin, 10% globulin, 5% prolamin, dan 80% glutein. Kandungan lemak berkisar antara 0,3-0,6% pada beras kering giling dan 2,4-3,9% pada beras pecah kulit (Indrasari dan Adnyana, 2007).

Selain itu beras merah mengandung vitamin dan mineral (Barber dan Barber, 1980), trisin dan betasitosterol (Chung, et al., 2005), asam fenolat dan quinolin alkaloid (Chung dan Shin, 2007), antosianin, tokoferol dan tokotrienol (Yawadio, et al., 2007) dan proantosianidin (Oki, et al., 2002).

2.1.7Kegunaan

Beras merah memiliki manfaat potensial dalam kesehatan seperti mencegah sakit kepala, penyakit jantung, penyakit Alzheimer, menurunkan tekanan darah (Kayahara, et al., 2000), mencegah diabetes (Yawadio, et al., 2007), mengurangi stres oksidatif dan mencegah masalah kardiovaskuler (Ling, et al., 2001) serta mencegah kanker (Hudson, et al., 2000).

2.2Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).

Menurut Depkes (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:


(25)

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus - menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.


(26)

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 4. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah spesies kimia yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya, sehingga dapat menyerang senyawa-senyawa lain seperti DNA, membran lipid, dan protein. Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada disekitarnya untuk menstabilkan diri, sehingga spesies kimia ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul ini. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak (Silalahi, 2006).


(27)

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).

Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan dikelompokkan menjadi 3 jenis yakni:

1. Antioksidan primer

Antioksidan primer berfungsi untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru karena dapat mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.

2. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkal senyawa radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.

3. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.


(28)

Antioksidan digunakan untuk melindungi komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Tahapannya menurut Almatsier (2004) adalah:

I. Inisiasi

RH + initiator → R• + H II. Propagasi

R• + O2→ ROO•

ROO•+ RH → ROOH + R• III. Terminasi

R• + R• → RR

ROO• + R• → ROOR

2.4.1 Proantosianidin

Proantosianidin merupakan senyawa golongan tanin terkondensasi, polimer dari 2 sampai 50 unit flavonoid yang dihubungkan oleh rantai karbon sehingga tidak mudah terhidrolisis. Tanin jenis ini dapat terhidrolisis membentuk antosianidin. Tanin terkondensasi ada dua jenis yaitu prosianidin dan prodelfinidin. Proantosianidin banyak ditemukan dalam bentuk prosianidin. Prosianidin terdiri dari epikatekin dan katekin sedangkan prodelfinidin terdiri dari epigalokatekin dan galokatekin. Senyawa-senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Handaya, 2008). Rumus bangun proantosianidin dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.


(29)

Gambar 2.1 Rumus bangun proantosianidin

2.4.2 Antosianin

Antosianin merupakan pigmen yang tersebar luas pada tanaman, berbentuk struktur aromatik tunggal (sianidin) dan berfungsi sebagai antioksidan (Metaliri, 2007). Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi sebagai pendonor hidrogen atau elektron. Antosianin juga memiliki kemampuan radikal turunan polifenol untuk menstabilkan dan mendelokalisasi elektron tidak berpasangan serta memiliki kemampuan untuk mengkhelat ion logam (Ariviani, 2010).

Pigmen antosianin dapat rusak dengan perlakuan panas pada suhu 60OC selama 30-60 menit dimana proses tersebut mengakibatkan antosianin kehilangan warna (Isnaini, 2010). Suhu pasteurisasi yang tinggi yaitu 75OC, 85OC, 95OC selama 12 menit dapat merusak senyawa antosianin dan menurunkan bioaktivitasnya (Gupita dan Rahayuni, 2012). Rumus bangun antosianin dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.


(30)

Gambar 2.2 Rumus bangun antosianin

2.4.3 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus bangun C6H8O6 dan titik lebur lebih kurang 190°C. Asam askorbat

mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6.

Pemerian: hablur atau serbuk putih atau agak kuning, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap, dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan: mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes1, 1995). Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Rumus bangun vitamin C

Vitamin C berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner dan mencegah kanker. Vitamin ini juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri serta berperan dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006).


(31)

Pada semua percobaan baik untuk menggunakan standar atau kontrol positif di samping sampel utama yang sedang dipelajari. Sesuai standar yang secara luas digunakan adalah asam askorbat (vitamin C) (Molyneux, 2004).

2.5 Spektrofotometri UV-Visibel

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan spektrum. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Ewing, 1975).

Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visibel antara 400-750 nm. Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground state). Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai, energi molekul tersebut akan ditingkatkan ke level yang lebih tinggi dan terjadi peristiwa penyerapan (absorbsi) energi oleh molekul. Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik yang diserap zat pada panjang gelombang tertentu dan mendekati monokromatik. Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat (Depkes, 1979).


(32)

2.6 Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)

Pada tahun 1922, ditemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri. DPPH sangat berguna dalam berbagai penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan, obat-obatan). DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya berwarna oranye-kuning (Ionita, 2005). Rumus

bangun DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Rumus bangun DPPH

Metode DPPH adalah sebuah metode yang sederhana yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atan Inhibitory


(33)

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen peredaman sebesar 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50

yang rendah (Molyneux, 2004).

2.6.1 Pelarut

Metode ini dapat bekerja dengan baik dengan metanol atau etanol, karena tidak ada di antara keduanya yang menganggu reaksi tersebut. Penggunaan pelarut lain, seperti ekstrak dalam air atau aseton, memberikan hasil yang lebih rendah (Molyneux, 2004).

2.6.2 Pengukuran absorbansi-panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm. Nilai absorbansi yang mutlak tidak penting, karena panjang gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan (Molyneux, 2004).

2.6.3 Waktu pengukuran

Waktu pengukuran menurut literatur yang direkomendasikan adalah selama 60 menit, tetapi dalam beberapa penelitian waktu yang digunakan sangat bervariasi yaitu 5 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit dan 60 menit. Waktu reaksi yang tepat adalah ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004; Prakash, 2001; Rosidah, et al., 2008).

Resonansi DPPH dan reaksi antara DPPH dengan atom H yang berasal dari antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6 berikut ini.


(34)

Gambar 2.5 Resonansi DPPH

Gambar 2.6 Reaksi antara DPPH dengan atom H yang berasal dari antioksidan


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara ekperimental. Penelitian ini meliputi pengambilan dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik sampel uji, skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dengan metode antiradikal bebas DPPH menggunakan spektrofotometer visibel dan antioksidan pembanding vitamin C.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, lumpang dan stamfer, freeze dryer (Edward), rotary evaporator (Stuart), spektrofotometer UV/Vis (Shimadzu UV-1800 Series), mikroskop, krus porselin, tanur (Nabertherm), oven (Dynamica), neraca analitis (Vibra), penangas air (Yenaco), desikator, timbangan, object glass, gelas penutup, dan krus tang.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah beras merah (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah). Bahan kimia yang digunakan pada penelitian kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis produksi E-Merck: metanol, etanol, toluena, raksa (II) klorida, kalium iodida, bismuth (III) nitrat, asam nitrat pekat, besi (III) klorida, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat, α-naftol, iodida, kloroform, isopropanol, asam asetat anhidrat, n


(36)

-heksana, air suling dan amil alkohol serta 1,1–diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) produksi Sigma.

3.2 Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.2.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan sampel yang sama dari daerah lain.Sampel yang digunakan adalah beras merah (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) yang diperoleh dari Pasar Pringgan, Jalan Iskandar Muda, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil memiliki merk MATAHARI dengan berat tiap kemasan 500 gram, diproduksi oleh PT LUMBUNG PADI J.I.E. BROTHERS.

3.2.2 Identifikasi sampel

Identifikasi beras merah dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 46-47.

3.2.3 Pengolahan sampel

Sampel beras merah diolah dengan berbagai cara, yaitu: a. Pembuatan serbuk beras merah


(37)

b. Pembuatan nasi tim

Beras merah ditimbang sebanyak 200 g, dibilas dan dimasak dengan air sebanyak 400 ml hingga menjadi nasi tim. Gambar nasi tim dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 50.

c. Pembuatan nasi hasil pemasakan di rice cooker

Beras merah sebanyak 200 g dibilas dan dimasak dengan rice cooker menggunakan air 500 ml. Gambar nasi hasil pemasakan di rice cooker dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 50.

d. Pembuatan nasi kukus

Beras merah sebanyak 200 g dibilas kemudian dimasak di dalam dandang dan disiram air panas beberapa kali dengan jumlah 500 ml sehingga menjadi nasi kukus. Gambar nasi kukus dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 50.

e. Pembuatan ekstrak etanol beras merah

Pembuatan ekstrak etanol beras merah dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% (Depkes, 1979).

Cara kerja:

Sebanyak 200 g serbuk beras merah dimasukkan ke dalam wadah kaca berwarna gelap, kemudian dituangi dengan 1500 ml etanol 96%. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, disaring hingga didapat maserat pertama. Ampas yang diperoleh dicuci yaitu dengan menambahkan etanol 96% hingga diperoleh 2000 ml ke dalam wadah tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari, lalu disaring hingga didapat maserat kedua. Maserat pertama dan kedua digabung. Maserat diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator pada


(38)

temperatur ±55OC sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer pada suhu –40OC. Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 62.

f. Pembuatan ekstrak etanol nasi tim

Pembuatan ekstrak etanol nasi tim dilakukan dengan cara yang sama dengan pembuatan ekstrak etanol beras merah.

g. Pembuatan ekstrak etanol nasi hasil pemasakan di rice cooker

Pembuatan ekstrak etanol nasi hasil pemasakan di rice cooker dilakukan dengan cara yang sama dengan pembuatan ekstrak etanol beras merah.

h. Pembuatan ekstrak etanol nasi kukus

Pembuatan ekstrak etanol nasi kukus dilakukan dengan cara yang sama dengan pembuatan ekstrak etanol beras merah.

3.3 Pembuatan Pereaksi (Depkes, 1978)

3.3.1 Besi (III) klorida

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai diperoleh 100 ml.

3.3.2 Larutan HCl 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml.

3.3.3 Timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2 hingga 100 ml.


(39)

3.3.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.

3.3.5 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh 100 ml.

3.3.6 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml.

3.3.7 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit cukupkan dengan air suling.

3.3.8 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrat dengan 5 ml asam sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Merck, 1978).

3.3.9 Larutan pereaksi DPPH 0,5 mM

Sebanyak 19,7 mg DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol hingga volume 100 ml (Molyneux, 2004).


(40)

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Sampel Uji

Pemeriksaan karakteristik sampel uji meliputi makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dan penetapan kadar sari yang larut dalam air (Depkes2, 1995; WHO, 1992).

3.4.1 Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap beras merah meliputi bentuk, warna, bau dan rasa. Hasil makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 49.

3.4.2 Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk beras merah yang dilakukan dengan cara menaburkan serbuk diatas kaca objek yang telah diteteskan dengan akuades dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat di mikroskop. Hasil mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 51.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima 10 ml.

3.4.3.1 Penjenuhan toluena

Toluena sebanyak 200 ml dan air suling sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, kemudian didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan selama 30 menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml (volume I).


(41)

3.4.3.2 Penetapan kadar air sampel uji

Kemudian ke dalam labu alas bulat tersebut dimasukkan 5 g serbuk yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mulai mendidih, destilasi dengan kecepatan 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air terdestilasi. Kemudian kecepatan destilasi ditingkatkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah 2 jam didestilasi (semua air terdestilasi), bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (Volume II). Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.4.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600OC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan (Depkes2, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan


(42)

ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot bahan (Depkes2, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105OC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan (Depkes2, 1995).

3.4.7 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105OC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan (Depkes2, 1995). Perhitungan hasil karakteristik sampel uji dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 52-61.

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, tanin, dan steroida/triterpenoida.


(43)

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sampel uji dan ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi;

1. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer 2. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat 3. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Depkes2, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g sampel uji dan ekstrak ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.3 Pemeriksaan glikosida

Sampel uji dan ekstrak ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3),


(44)

dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50OC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Depkes2, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan saponin

Sampel uji dan ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukan adanya saponin (Depkes2, 1995).

3.5.5 Pemeriksaan tanin

Sampel uji dan ekstrak ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1 – 2 tetes peraksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel uji dan ekstrak dimaserasi selama 2 jam dengan 20 ml n-heksana, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Harborne, 1987).


(45)

3.6 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer Visibel 3.6.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam DPPH ( 1,1–diphenyl-2-picrylhydrazyl) sebagai radikal bebas dalam larutan metanol (sehingga terjadi peredaman warna ungu DPPH) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang

mampu meredam radikal bebas sebesar 50%) digunakan sebagai parameter untuk menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut.

3.6.2 Pembuatan larutan blanko

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200ppm) dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40ppm).

3.6.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400 - 800 nm (Graham, 1976). Gambar spektrofotometer dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 63.

3.6.4 Pembuatan larutan induk

Sebanyak 25 mg masing-masing ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000ppm).


(46)

3.6.5 Pembuatan larutan uji

Larutan induk dipipet sebanyak 1 ml; 1,5 ml; 2 ml dan 2,5 ml kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml (untuk mendapatkan konsentrasi 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm), kemudian dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan di tempat gelap, lalu diukur serapannya pada spektrofotometer setelah 60 menit.

3.6.6 Penentuan persen peredaman

Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH (peredaman warna ungu DPPH) akibat adanya penambahan larutan uji. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji tersebut dihitung sebagai persen peredaman (Molyneux, 2004).

% Peredaman =(A kontrol− A sampel

A kontrol

) x 100 %

Keterangan : A kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel A sampel = Absorbansi sampel

3.6.7 Penentuan nilai IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

(µg/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu meredam proses oksidasi DPPH sebesar 50%). Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan konsentrasi ekstrak (µg/ml) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % peredaman dari antioksidan sebagai ordinatnya (sumbu Y). Hasil pengujian dapat dilihat pada


(47)

Lampiran 9 halaman 64-66, dan perhitungan nilai IC50 dapat dilihat pada

Lampiran 10 halaman 67-74.

Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50

kurang dari 50 µg/ml , kuat untuk IC50 bernilai 50 µg/ml-100 µ g/ml dan medium

jika IC50 bernilai 100 µg/ml-150 µg/ml. Senyawa yang memiliki aktivitas

antioksidan lemah mempunyai nilai IC50 151 µg/ml-200 µg/ml (Mardawati,


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara menunjukkan bahwa sampel adalah Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah, suku Poaceae.

4.2 Hasil Pemasakan Beras Merah

Hasil pemasakan beras merah yang dilakukan dengan cara pengetiman, pemasakan di rice cooker dan cara pengukusan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil pemasakan beras merah

Cara pemasakan beras merah Pengetiman Pemasakan di rice cooker

Pengukusan Lama waktu pemasakan 50 menit 50 menit 50 menit Suhu air mendidih 100OC 100OC 100OC Massa nasi yang diperoleh 545 gram 543 gram 432 gram

Massa nasi yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan massa beras merah yang digunakan sebelum proses pemasakan. Hal ini disebabkan oleh adanya proses penyerapan air pada granula pati sehingga menyebabkan granula pati pada beras membengkak. Proses penyerapan air ini terjadi karena adanya energi kinetik molekul-molekul air yang lebih kuat daripada daya tarik-menarik


(49)

antarmolekul pati di dalam granula sehingga air dapat masuk ke dalam butir-butir pati (Winarno, 1984).

4.3 Hasil Karakteristik Sampel Uji

Hasil pemeriksaaan makroskopik dari beras merah yaitu berbentuk lonjong dan memanjang, panjang 5-6 mm, diameter 1,2 mm, permukaan merah gelap, keras, tidak berbau dan berasa sedikit manis. Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk beras merah menunjukkan adanya amilum berbentuk poligonal dalam bentuk tunggal dan majemuk serta mempunyai hilus berupa titik.

Hasil penetapan kadar air yang diperoleh dari beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus berturut-turut 7,98%, 57,78%, 59,85% dan 59,84%. Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air yang terkandung di dalam beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus yang hasilnya diperoleh berturut-turut 2,11%, 0,38%, 3,99% dan 0,81%. Penetapan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar sari larut dalam etanol yang hasilnya berturut-turut 2,45% , 0,44% , 3,90% dan 1,01%.

Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik dalam beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus yang hasilnya diperoleh berturut-turut 0,99% , 0,99%, 1,02% dan 0,99%. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam yang hasilnya berturut-turut 0,37%, 0,14%, 0,14% dan 0,16%. Monografi dari sampel uji tidak ditemukan di buku Materia Medika Indonesia.


(50)

4.4 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap sampel uji dan ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia sampel uji dan ekstrak

No Pemeriksaan Sampel Uji Ekstrak

BM NT NRC NK BM NT NRC NK

1 Alkaloida - - - -

2 Flavonoida + + + + + + + +

3 Glikosida + + + + + + + +

4 Saponin - - - -

5 Tanin + + + + + + + +

6 Steroida + + + + + + + +

Keterangan : (+) : mengandung golongan senyawa (-) : tidak mengandung golongan senyawa BM : Beras Merah

NT : Nasi Tim

NRC : Nasi Hasil Pemasakan di Rice cooker NK : Nasi Kukus

Hasil pada tabel di atas menunjukkan bahwa beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus memiliki potensi sebagai antioksidan, yaitu dengan adanya senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa tanin dan flavonoida (Prakash, 2001; Kumalaningsih, 2006; Handaya, 2008). Senyawa tersebut bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena gugus hidroksil yang dikandungnya mendonorkan hidrogen kepada radikal bebas (Silalahi, 2006).


(51)

Tabel 4.3 Hasil ekstraksi sampel uji

Sampel uji Massa ekstrak

etanol (gram)

Beras merah 6,887

Nasi tim 2,625

Nasi hasil pemasakan di rice cooker 2,303

Nasi kukus 2,667

Urutan massa ekstrak etanol dari yang terbanyak adalah beras merah> nasi kukus> nasi tim> nasi hasil pemasakan di rice cooker. Massa ekstrak etanol beras merah lebih besar dibandingkan dengan nasi. Ini disebabkan oleh hilangnya sebagian senyawa-senyawa larut air pada proses pencucian.

4.5 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Aktivitas antioksidan diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi DPPH dengan adanya penambahan larutan uji. Namun, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu penentuan panjang gelombang serapan maksimum larutan DPPH. Hasil pengukuran larutan DPPH 40 ppm dalam metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan range waktu 60 menit menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm dan termasuk dalam kisaran panjang gelombang sinar tampak (400-750 nm) (Gandjar dan Rohman, 2007). Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.


(52)

No. P/V Wavelength Abs. Description

1 516.00 1.144

2 402.50 0.300

Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum DPPH 40 ppm dalam metanol secara spektrofotometri visibel

4.6 Analisis Aktivitas Antioksidan Sampel Uji dan Vitamin C

Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi DPPH pada menit ke-60 dengan adanya penambahan larutan uji dengan konsentrasi 40, 60, 80 dan 100 ppm yang dibandingkan dengan kontrol DPPH (tanpa penambahan larutan uji).

Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan adanya penurunan nilai absorbansi DPPH yang diberi larutan uji dibandingkan terhadap kontrol pada setiap kenaikan konsentrasi. Penurunan nilai absorbansi ini menunjukkan telah terjadi peredaman radikal bebas DPPH oleh larutan uji sehingga menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dari sampel dan vitamin C. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning lemah dan absorbansi pada panjang gelombang maksimumnya


(53)

akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan proantosianidin dan antosianin (Prakash, 2001; Molyneux, 2004). Untuk melihat hubungan absorbansi DPPH terhadap penambahan konsentrasi larutan uji dan pembanding vitamin C dapat dilihat pada Gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 berikut ini.

Gambar 4.2 Hasil analisis pengukuran pertama aktivitas antioksidan sampel uji ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker, nasi kukus dan vitamin C 0

0,3 0,6 0,9 1,2

0 40 60 80 100

A

bs

or

ban

si

D

PPH

Konsentrasi sampel uji (ppm)

Blanko DPPH Ekstrak Beras Merah Ekstrak Nasi Tim

Ekstrak Nasi Hasil Pemasakan di Rice cooker Ekstrak Nasi Kukus


(54)

Gambar 4.3 Hasil analisis pengukuran kedua aktivitas antioksidan sampel uji ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker, nasi kukus dan vitamin C

Gambar 4.4 Hasil analisis pengukuran ketiga aktivitas antioksidan sampel uji ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker, nasi kukus dan vitamin C 0

0,3 0,6 0,9 1,2

0 40 60 80 100

A bs or ban si D PPH

Konsentrasi sampel uji (ppm)

Blanko DPPH Ekstrak Beras Merah Ekstrak Nasi Tim

Ekstrak Nasi Hasil Pemasakan di Rice cooker Ekstrak Nasi Kukus

Vitamin C 0 0,3 0,6 0,9 1,2

0 40 60 80 100

A bs or ban si D PPH

Konsentrasi sampel uji (ppm)

Blanko DPPH Ekstrak Beras Merah Ekstrak Nasi Tim

Ekstrak Nasi Hasil Pemasakan di Rice cooker Ekstrak Nasi Kukus


(55)

4.7 Analisis Peredaman Radikal Bebas DPPH

Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji dihitung sebagai persen peredaman. Hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh nilai persen peredaman pada setiap konsentrasi sampel uji. Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi maka semakin meningkat aktivitas peredaman DPPH karena semakin banyak DPPH yang berpasangan dengan atom hidrogen dari ekstrak sehingga serapan DPPH menurun. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 64-66.

4.8 Analisis Nilai IC50

Nilai IC50 diperoleh berdasarkan persamaan regresi linier yang didapatkan

dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dan persen peredaman DPPH sebagai parameter aktivitas antioksidan, dimana konsentrasi larutan uji (ppm) sebagai absis dan nilai persen peredaman sebagai ordinat. Hasil persamaan regresi linier yang diperoleh untuk ekstrak beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker, nasi kukus dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 75.

Hasil analisis nilai IC50 menunjukkan bahwa ekstrak beras merah, nasi tim,

nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus memiliki aktivitas antioksidan yang kurang kuat bila dibandingkan dengan vitamin C. Aktivitas antioksidan dari ekstrak beras merah dan nasi tersebut ditentukan oleh senyawa-senyawa antioksidan yang dapat larut seperti proantosianidin dari golongan tanin dan antosianin dari golongan flavonoid. Golongan senyawa ini termasuk dalam senyawa fenol yang memiliki banyak gugus –OH dengan adanya perbedaan


(56)

keelektronegatifan yang tinggi, sehingga bersifat polar dan mudah terekstrak dengan pelarut etanol (Halimah, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanasan tidak menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan. Ekstrak nasi hasil pemasakan di rice cooker memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak beras merah. Ini disebabkan oleh banyak senyawa proantosianidin terhidrolisis menjadi antosianin yang justru meningkatkan aktivitas antioksidan ekstrak. Ekstrak nasi tim memiliki aktivitas antioksidan yang sama dengan ekstrak beras merah. Selisih nilai IC50 sebesar 0,16 ppm dapat dianggap tidak signifikan. Ekstrak nasi tim

memiliki nilai IC50 yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak beras merah

karena banyak senyawa proantosianidin terhidrolisis menjadi antosianin tetapi proses pemasakannya lebih mengandalkan uap panas yang mengakibatkan banyak juga senyawa antosianin terdegradasi sehingga nilai IC50 tidak sekuat nasi hasil

pemasakan di rice cooker.

Ekstrak nasi kukus memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah daripada ekstrak beras merah. Jika ditinjau dari cara memasak, air yang digunakan untuk memasak beras secara pengetiman dan pemasakan di rice cooker tetap berada bersama-sama dengan nasi. Air yang digunakan untuk memasak secara pengukusan terbuang melalui saringan pengukus. Air tersebut mengandung senyawa-senyawa yang larut dalam air yang berperan sebagai antioksidan. Zat-zat yang larut dalam air ini misalnya adalah proantosianidin dan antosianin (Harbone, 1987).


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Hasil karakteristik beras merah yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan standar karakteristik beras merah. Hasil penetapan kadar air sebesar 7,98%, kadar abu total sebesar 0,99%, kadar abu tidak larut asam sebesar 0,37%, kadar sari larut etanol sebesar 2,45% dan kadar sari larut air sebesar 2,11%.

b. Nilai IC50 ekstrak etanol beras merah yaitu sebesar 77,25 ppm memiliki

perbedaan terhadap ekstrak etanol nasi hasil pemasakan di rice cooker dan ekstrak etanol nasi kukus yaitu berturut-turut sebesar 74,99 ppm dan 109,38 ppm. Nilai IC50 ekstrak etanol beras merah sama dengan ekstrak

etanol nasi tim yaitu sebesar 77,09 ppm.

c. Nilai IC50 ekstrak etanol beras merah, nasi tim, nasi hasil pemasakan di

rice cooker dan nasi kukus tidak sama dengan nilai IC50 vitamin C yang

sangat kuat yaitu sebesar 26,02 ppm.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol beras merah (Oryza sativa L. var Kuku Balam Merah) hasil penggilingan mesin dan penumbukan konvensional.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 173-177, 186-187.

Ariviani, S. (2010). Kapasitas Anti Radikal Ekstrak Antioksidan Buah Salam (Syzygium Polyanthum (Wight.) Walp) Segar dengan Variasi Proporsi Pelarut. Caraka Tani. 25(1): 43-49.

Barber, S., dan Barber, B. (1980). Rice Bran: Chemistry and Technology. Dalam: Rice: Production and Utilization. Editor: Bor Shium Luh. Westport, CT: AVI. Halaman 331-332.

Childs, N.W. (2004). Production and Utilization of Rice. Dalam: Rice: Chemistry and Technology. Editor: Elaine Champagne. Edisi 3. Minnesota: American Association of Cereal Chemists. Halaman 9.

Chung, H.S., dan Shin, J.C. (2007). Characterization of Antioxidant Alkaloids and Phenolic Acids from Anthocyanin-pigmented Rice (Oryza sativa cv. Heugjinjubyeo). Food Chemistry. 104(4): 1670-1677.

Chung, I.M., Sang, J.H., dan Ateeque, A. (2005). Confirmation of Potential Herbicidal Agents in Hulls of Rice, Oryza sativa. Journal of Chemical Ecology. 31(6):1339-1352.

Depkes. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 150-156.

Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 28-29, 33.

Depkes1. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 39.

Depkes2. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid 6. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 321-325, 333-337.

Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 9-12.

Ewing, G.W. (1975). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Edisi 4. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha. Halaman 34-83.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 263.


(59)

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 222-226.

Graham, T.W.S. (1976). Organic Chemistry. Hoboken: John Willey & Sons. Halaman 568-573.

Gupita, C.N., dan Rahayuni, A. (2012). Pengaruh Berbagai pH Sari Buah dan Suhu Pasteurisasi Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Tingkat Penerimaan Sari Kulit Buah Manggis. Journal of Nutrition College. 1(1): 67-79.

Halimah, N. (2010). Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Tanaman Anting-anting (Acalypha indica Linn.) Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Skripsi. Malang: Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Halliwel, B., dan Gutteridge, J.M.C. (1999). Free Radicals in Biology and Medicine. Edisi 3. New York: Oxford University Press. Halaman 23. Handaya, A. (2008). Daya Antimikroba Infusum Jambu Air Semarang (Syzygium

samarangense) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, In Vitro. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Edisi 2. Bandung: ITB Press. Halaman 47-102, 152-153.

Haryadi. (2006). Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 7-9.

Hudson, E.A., Dinh, P.A., Kokubun, T., Simmonds, M., dan Gescher, A. (2000). Characterization of Potentially Chemopreventive Phenols in Extracts of Brown Rice that Inhibit the Growth of Human Breast and Colon Cancer Cells. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 9(11): 1163-1170.

Hutapea, J.R., Soerahso., Sutjipto., Djumidi., Sugeng, S., Yuli, W., dan Sihotang, H. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Halaman 171-172.

Indrasari dan Adnyana. (2007). Preferensi Konsumen Terhadap Beras Merah sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan. 2(2): 227-241.

Ionita, P. (2005). Is DPPH Stable Free Radical a Good Scavenger for Oxygen Species?. Chemistry Paper. 59(1): 11-16.


(60)

Isnaini, L. (2010). Ekstraksi Pewarna Merah Cair Alami Berantioksidan Dari Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dan Aplikasinya Pada Produk Pangan. Jurnal Teknologi Pertanian. 11(1): 18-26.

Kayahara, H., Tsukahara, K., dan Tatai, T. (2000). Flavor, Health, and Nutritional Quality of Pre-germinated Brown Rice. Dalam: Food Flavors and Chemistry: Advances of the New Millenium. Editor: Arthur Spanier, Fereidoon Shahidi, Thomas Parliment, Cynthia Mussinan, Chi-Tang Ho, dan Ellene Tratras Contis. Cambridge: Royal Society of Chemistry. Halaman 546-550.

Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami. Cetakan Pertama. Surabaya: Trubus Agrisarana. Halaman 4-16.

Ling, W.H., Cheng, Q.X., Ma, J., dan Wang, T. (2001). Red and Black Rice Decrease Atheroscletoric Plaque Formation and Increase Antioxidant Status in Rabbits. Journal of Nutrition. 131(5): 1421-1426.

Mardawati, E. (2008). Kajian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis di Kecamatan Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya. Laporan Penelitian. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.

Merck, E. (1978). Dyeing Reagents for Thin Layer and Paper Chromatography. Darmstadt: Federal Republic of Germany. Halaman 1.

Metaliri, M. (2007). Efek Antibakteri Infusum Kulit Anggur (Vitis vinifera) Varietas Probolinggo Biru Terhadap Streptococcus mutans Asal Saliva, In Vitro. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Molyneux, P. (2004). The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl

(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin: Journal of Science and Technology. 26(2): 211-219.

Oki, T., Masuda, M., Kobayashi, M., Nishiba, Y., Furuta, S., Suda, I., dan Sato, T. (2002). Polymeric Procyanidins as Radical-Scavenging Components in Red-Hulled Rice. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50(26): 7524-7529.

Oryza Oil and Fat Chemical Co. Ltd. (2011). Red Rice Extract For Metabolic Syndrome (Anti-hypercholesterolemia and Anti-hypertriglyceridemia) and Antioxidative. Tokyo: Oryza Oil and Fat Chemical Co. Ltd. Halaman 2. Pillai, K.G. (2004). Rice (Oryza sativa L.). Hyderabad: Directorate of Rice


(61)

Prakash, A. (2001). Antioxidant Activity. Medallion Laboratories-Analytical Progress. 19(2): 1-4.

Riata, R. (2010). Pengaruh Beberapa Faktor pada Komposisi dan Stabilitas Antosianin Dalam Black Currant. Diakses Desember 2012.

Rosidah, Yam, M.F., Sadikun, A., dan Asmawi, M.Z. (2008). Antioxidant Potential of Gynura procumbens. Pharmaceutical Biology. 46(9): 616-625.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 40-48. Siregar, H. (1981). Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya.

Halaman 39.

Sutharut, J., dan Sudarat, J. (2012). Total Anthocyanin Content and Antioxidant Activity of Germinated Colored Rice. International Food Research Journal. 19(1): 215-221.

Walter, M., dan Marchesan, E. (2011). Phenolic Compounds and Antioxidant Activity of Rice. Brazilian Archives of Biology and Technology. An International Journal. 54(1): 371-377.

WHO. (1992). Quality Control Methods For Medical Plant Materials. Geneva: World Health Organization. Halaman 25-28.

Winarno, F.G. (1984). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 28-30.

Yafang, S., Gan, Z., dan Jinsong, B. (2011). Total Phenolic Content and Antioxidant Capacity of Rice Grains with Extremely Small Size. African Journal of Agricultural Research. 6(10): 2289-2293.

Yawadio, R., Shinji, T., dan Naofumi, M. (2007). Identification of Phenolic Compounds Isolated from Pigmented Rices and Their Aldose Reductase Inhibitory Activities. Food Chemistry. 101(4): 1616-1625.

Yodmanee, S., Karrila, T., dan Pakdeechanuan, P. (2011). Physical, Chemical, and Antioxidant Properties of Pigmented Rice Grown in Southern Thailand. International Food Research Journal. 18(3): 901-906.


(62)

(63)

(64)

Lampiran 2. Bagan kerja penelitian

Beras Merah

Nasi Tim

ditim Rice cookerdimasak di dikukus

Nasi Hasil Pemasakan di

Rice cooker

Nasi Kukus

diserbukkan

Serbuk Beras Merah

Pemeriksaan Karakteristik Sampel Uji

Skrining Fitokimia Sampel Uji

Pembuatan Ekstrak Etanol Sampel Uji

Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Sampel Uji

Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer Visibel

Pemeriksaan Makroskopik


(65)

Lampiran 3. Gambartumbuhan padi merah dan makroskopik beras merah

Tumbuhan padi merah

(Oryza Oil and Fat Chemical Co. Ltd., 2011)

Makroskopik beras merah


(66)

Lampiran 4. Gambar nasi tim, nasi hasil pemasakan di rice cooker dan nasi kukus

Nasi tim

Nasi hasil pemasakan di rice cooker


(67)

Lampiran 5. Mikroskopik serbuk beras merah

Keterangan gambar: 1 = amilum 2 = hilus

1 2


(68)

Lampiran 6. Perhitungan pemeriksaan karakteristik sampel uji 1. Penetapan kadar air

a. Beras merah

Penetapan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan rumus :

% kadar air =berat sampel (g)volume air (ml) x 100%

Volume air 1 = 1,7

Volume air 2 = 2,1

Volume air = 0,4

Berat sampel = 5,010 g % kadar air = volume air (ml)

berat sampel (g) x 100% % kadar air = 0,4

5,010 x 100% % kadar air = 7,98 %

Perlakuan Volume air 1

Volume air 2

Volume air

Berat sampel (g)

Kadar air (%)

Pertama 1,7 2,1 0,4 5,010 7,98

Kedua 2,1 2,5 0,4 5,003 7,99

Ketiga 2,5 2,9 0,4 5,015 7,98

% Kadar air rata-rata = 7,98+7,99+7.98


(69)

Lampiran 6. (lanjutan) b. Nasi tim

Perlakuan Volume air 1 Volume air 2 Volume air Berat sampel (g) Kadar air (%)

Pertama 1,7 4,7 3,0 5,192 57,78

Kedua 4,7 7,7 3,0 5,189 57,81

Ketiga 1,6 4,6 3,0 5,194 57,76

% Kadar air rata-rata = 57,78+57,81+57,76

3 = 57,78

c. Nasi hasil pemasakan di rice cooker Perlakuan Volume

air 1 Volume air 2 Volume air Berat sampel (g) Kadar air (%)

Pertama 1,7 4,7 3,0 5,013 59,84

Kedua 4,7 7,7 3,0 5,009 59,89

Ketiga 1,3 4,3 3,0 5,015 59,82

% Kadar air rata-rata = 59,84+59,89+59,82

3 = 59,85

d. Nasi kukus

Perlakuan Volume air 1 Volume air 2 Volume air Berat sampel (g) Kadar air (%)

Pertama 1,7 4,7 3,0 5,013 59,84

Kedua 4,7 7,7 3,0 5,008 59,90

Ketiga 1,5 4,5 3,0 5,019 59,77

% Kadar air rata-rata = 59,84+59,90+59,77


(70)

Lampiran 6. (lanjutan) 2. Penetapan kadar abu total

a. Beras merah

Penetapan kadar abu total dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan rumus:

% kadar abu total = berat abu

berat sampel (g) x 100%

Berat krus = 35,6303

Berat krus + abu = 35,6502 Berat abu = 0,0199

Berat sampel = 2,001 g % kadar abu total = berat abu

berat sampel (g) x 100% % kadar abu total =0,01992,001 x 100%

% kadar abu total = 0,99 % Perlakuan Berat

krus

Berat krus + abu

Berat abu

Berat sampel (g)

Kadar abu total (%) Pertama 35,6303 35,6502 0,0199 2,001 0,99

Kedua 35,6308 35,6515 0,0207 2,012 1,03 Ketiga 35,6299 35,6488 0,0189 2,007 0,94

% Kadar abu total rata-rata = 0,99+1,03+0,94


(1)

 Pengukuran ketiga

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 32,92 1316,8 1600 3 60 41,26 2475,6 3600 4 80 51,54 4123,2 6400 5 100 61,28 6128 10000

Jumlah 280 187 14043,6 21600

Rata-rata 56 37,4 Penentuan persamaan regresi b = 0,6033

a = 3,6146

y = 3,6146 + 0,6033x

Nilai IC50: 50 = 3,6146 + 0,6033x x = 76,89 ppm

3. Ekstrak nasi hasil pemasakan di rice cooker

 Pengukuran pertama

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 30,92 1236,8 1600 3 60 42,27 2536,2 3600 4 80 53,62 4289,6 6400 5 100 62,56 6256 10000 Jumlah 280 189,37 14318,6 21600 Rata-rata 56 37,874

Penentuan persamaan regresi b = 0,6273

a = 2,7427

y = 2,7427 + 0,6273x

Nilai IC50: 50 = 2,7427 + 0,6273x x = 75,33 ppm


(2)

 Pengukuran kedua

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 31,23 1249,2 1600

3 60 42,70 2562 3600

4 80 53,83 4306,4 6400

5 100 62,81 6281 10000

Jumlah 280 190,57 14398,6 21600 Rata-rata 56 38,114

Penentuan persamaan regresi b = 0,6295

a = 2,8616

y = 2,8616 + 0,6295x

Nilai IC50: 50 = 2,8616+ 0,6295x x = 74,88 ppm  Pengukuran ketiga

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 31,20 1248 1600

3 60 42,76 2565,6 3600

4 80 53,96 4316,8 6400

5 100 62,93 6293 10000

Jumlah 280 190,85 14423,4 21600

Rata-rata 56 38,17 Penentuan persamaan regresi

b = 0,6310 a = 2,8314

y = 2,8314 + 0,6310x

Nilai IC50: 50 = 2,8314 + 0,6310x x = 74,75 ppm


(3)

4. Ekstrak nasi kukus  Pengukuran pertama

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 21,61 864,4 1600

3 60 29,02 1741,2 3600 4 80 36,71 2936,8 6400 5 100 44,03 4403 10000 Jumlah 280 131,37 9945,4 21600 Rata-rata 56 26,274

Penentuan persamaan regresi b = 0,4373

a = 1,7865

y = 1,7865 + 0,4373x

Nilai IC50: 50 = 1,7865 + 0,4373x x = 110,25 ppm  Pengukuran kedua

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 21,89 875,6 1600

3 60 29,10 1746 3600

4 80 37,11 2968,8 6400

5 100 44,41 4441 10000

Jumlah 280 132,51 10031,4 21600 Rata-rata 56 26,502

Penentuan persamaan regresi b = 0,4410

a = 1,8049

y = 1,8049 + 0,4410x

Nilai IC50: 50 = 1,8049 + 0,4410x x = 109,29 ppm


(4)

 Pengukuran ketiga

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 22,01 880,4 1600

3 60 29,20 1752 3600

4 80 37,29 2983,2 6400

5 100 44,74 4474 10000

Jumlah 280 133,24 10089,6 21600

Rata-rata 56 26,648 Penentuan persamaan regresi

b = 0,4439 a = 1,7870

y = 1,7870 + 0,4439x

Nilai IC50: 50 = 1,7870 + 0,4439x x = 108,61 ppm 5. Vitamin C

 Pengukuran pertama

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 97,13 3885,2 1600

3 60 97,13 5827,8 3600

4 80 97,22 7777,6 6400

5 100 97,31 9731 10000

Jumlah 280 388,79 27221,6 21600

Rata-rata 56 77,758 Penentuan persamaan regresi

b = 0,9156 a = 26,0444

y = 26,0444 + 0,9156x

Nilai IC50: 50 = 26,0444 + 0,9156x x = 26,16 ppm


(5)

 Pengukuran kedua

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 96,95 3878 1600

3 60 96,95 5817 3600

4 80 97,04 7763,2 6400

5 100 97,21 9721 10000

Jumlah 280 388,15 27179,2 21600 Rata-rata 56 77,63

Penentuan persamaan regresi b = 0,9194

a = 26,1436

y = 26,1436 + 0,9194x

Nilai IC50: 50 = 26,1436 + 0,9194x x = 25,95 ppm

 Pengukuran ketiga

No X Y XY X2

1 0 0 0 0

2 40 96,86 3874,4 1600 3 60 97,04 5822,4 3600 4 80 97,04 7763,2 6400 5 100 97,22 9722 10000 Jumlah 280 388,16 27182 21600 Rata-rata 56 77,632

Penentuan persamaan regresi b = 0,9198

a = 26,1232

y = 26,1232 + 0,9198x

Nilai IC50: 50 = 26,1232 + 0,9198x x = 25,96 ppm


(6)

1. Ekstrak beras merah

Hasil Pengukuran ke -

1 2 3

Persamaan regresi

y = 3,4527 + 0,5998x y = 3,4959 + 0,6024x y = 3,4849 + 0,6045x Nilai IC50

(ppm)

77,60 77,19 76,95

2. Ekstrak nasi tim

Hasil Pengukuran ke -

1 2 3

Persamaan regresi

y = 3,5243 + 0,6014x y = 3,5651 + 0,6022x y = 3,6146 + 0,6033x Nilai IC50

(ppm)

77,28 77,11 76,89

3. Ekstrak nasi hasil pemasakan di rice cooker

Hasil Pengukuran ke -

1 2 3

Persamaan regresi

y = 2,7427 + 0,6273x y = 2,8616 + 0,6295x y = 2,8314 + 0,6310x Nilai IC50

(ppm)

75,33 74,88 74,75

4. Ekstrak nasi kukus

Hasil Pengukuran ke -

1 2 3

Persamaan regresi

y = 1,7865 + 0,4373x y = 1,8049 + 0,4410x y = 1,7870 + 0,4439x Nilai IC50

(ppm)

110,25 109,29 108,61

5. Vitamin C

Hasil Pengukuran ke -

1 2 3

Persamaan regresi

y = 26,0444 + 0,9156x y = 26,1436 + 0,9194x y = 26,1232 + 0,9198 x Nilai IC50

(ppm)