Metode uji toleransi padi (Oryza sativa L.) terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan

(1)

TERHADAP KEKERINGAN PADA STADIA

PERKECAMBAHAN

YULITHA DWI HARYANI A24061364

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

YULITHA DWI HARYANI. Metode Uji Toleransi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Kekeringan pada Stadia Perkecambahan (Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO dan SUWARNO).

Penelitian ini dilakukan untuk mencari metode yang cepat, murah dan mudah dalam percobaan toleransi padi terhadap kekeringan dan menyeleksi genotipe padi gogo yang toleran terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan. Penelitian dilakukan di Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor dan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret hingga November 2010.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu percobaan mengenai toleransi kekeringan di laboratorium dan di rumah kaca. Percobaan di laboratorium terdiri atas empat tahap, yaitu (1) pemilihan metode uji tahap I, (2) pemilihan metode uji tahap II, (3) pemilihan metode uji tahap III, dan (4) percobaan toleransi kekeringan 46 genotipe padi gogo di laboratorium. Pada pemilihan metode uji tahap I, pengamatan dilakukan secara visual. Pemilihan metode uji tahap II dilakukan di media kertas dan padat dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, yaitu metode dan varietas. Pada media kertas, enam metode yang digunakan adalah kertas merang dengan benih pada posisi ketinggian 17.5 cm, 8.5 cm dan 4 cm dan kertas tisu towel dengan benih pada posisi ketinggian 31.5 cm, 25.5 cm dan 24 cm dari permukaan air. Setiap percobaan diulang 10 kali. Pada media padat, enam metode yang digunakan adalah cocopeat 139 g dengan volume air 180 ml, 200 ml dan 240 ml, humus daun bambu 206 g dengan volume air 90 ml dan 110 ml, dan pakis 80 g dengan volume air 100 ml. Setiap satuan percobaan diulang 4 kali. Varietas yang digunakan adalah Salumpikit dan Inpago 5 sebagai cek toleran dan genotipe padi gogo B12826E-MR-1 sebagai cek peka kekeringan. Pemilihan metode uji tahap III menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, yaitu metode dan varietas. Metode yang digunakan adalah kertas merang dengan posisi ketinggian benih yang berbeda-beda, yaitu 17.5 cm, 8.5 cm dan 4 cm dari permukaan air. Varietas


(3)

yang digunakan adalah Salumpikit sebagai cek toleran dan genotipe padi gogo B12826E-MR-1 sebagai cek peka kekeringan. Setiap percobaan diulang 10 kali.

Percobaan toleransi kekeringan terhadap 46 genotipe padi gogo di laboratorium dan rumah kaca menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor, yaitu genotipe padi gogo. Setiap percobaan diulang empat kali untuk percobaan laboratorium dan tiga kali untuk percobaan rumah kaca. Percobaan toleransi kekeringan di rumah kaca menggunakan pot permanen sebagai metode standar.

Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa metode kertas merang dengan posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air dengan peubah persentase daun menggulung merupakan metode yang dapat digunakan untuk seleksi awal toleran kekeringan pada genotipe padi gogo karena lebih praktis dibandingkan dengan metode lainnya. Selain itu, metode tersebut memiliki keunggulan, yaitu cepat, mudah dan murah. Berdasarkan simulasi seleksi yang dilakukan pada intensitas seleksi 50% terdapat kesesuaian terbesar yaitu 52.20% pada peubah persentase daun mati dengan metode kertas merang pada posisi benih dengan ketinggian 17.5 cm dari permukaan air. Berdasarkan hasil percobaan di rumah kaca, terdapat lima genotipe yang menunjukkan tingkat toleransi paling tinggi diantara genotipe-genotipe yang peka dan sangat peka terhadap kekeringan. Genotipe tersebut adalah TB155J-TB-MR-3-3, B11629F-TB-2-3-5, B11584E-MR-5-4-3-1-2-4-2-2, B11576F-MR-8-1-2-2-1, dan B11338F-TB-26-5.


(4)

METODE UJI TOLERANSI PADI (

Oryza sativa

L.) TERHADAP

KEKERINGAN PADA STADIA PERKECAMBAHAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

YULITHA DWI HARYANI A24061364

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

Judul :

METODE UJI TOLERANSI PADI (

Oryza sativa

L.)

TERHADAP KEKERINGAN PADA STADIA

PERKECAMBAHAN

Nama :

Yulitha Dwi Haryani

NRP :

A24061364

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Faiza C. Suwarno, MS. Dr. Suwarno

NIP : 19521008 198103 2 001 NIP : 19520909 198103 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr.Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, 6 Juli 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Liliek Kasiyono dan Hartutik. Penulis memulai pendidikan formal saat masuk TK Bhayangkari 17, Banjarnegara pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1994. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN 01 Krandegan, Banjarnegara kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1 Banjarnegara. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN I Bawang pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota kesenian musik Sunda Gentra Kaheman (2007/2008) dan tergabung dalam Kepanitiaan Kegiatan di lingkungan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agronomi (2007 – 2010).


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segenap rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul “Penentuan Metode Uji Toleransi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Kekeringan pada Stadia Perkecambahan” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, terutama kepada:

1. Dr.Ir. Faiza C. Suwarno MS. dan Dr. Suwarno selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2. Dr.Ir. Endang Murniati MS. selaku dosen penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis.

3. Maryati Sari, S.P., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik, yang telah memberi berbagai masukan dan motivasi dalam kegiatan akademik selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura.

4. Bapak dan Ibu, serta keluarga besar tercinta atas doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Ir. Erwina Lubis dan Bapak Ade Santika selaku staf Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang atas bantuan yang telah diberikan demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.

6. Rekan kerja saya selama penelitian Ita Madyasari serta teman-teman Agronomi dan Hortikultura 43 yang telah memberikan semangat kepada penulis dan berbagi keluh kesah.

Bogor, Januari 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ……… 1

Tujuan ………. 2

Hipotesis ………. 2

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 3

Syarat Tumbuh Tanaman Padi ……… 3

Vigor Benih ………. 3

Peranan Air bagi Pertumbuhan Tanaman ………... 4

Cekaman Kekeringan pada Tanaman ………. 5

BAHAN DAN METODE ……… 7

Waktu dan Tempat ……….. 7

Bahan dan Alat ……… 7

Metode Penelitian ………... 7

Pelaksanaan Penelitian ……… 13

Pengamatan ………. 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 19

Pengujian Toleransi Kekeringan di Laboratorium ……….. 19

Pemilihan Metode Uji Tahap I ……… 19

Pemilihan Metode Uji Tahap II ……….. 20

Pemilihan Metode Uji Tahap III ………. 26

Pengujian Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Laboratorium ………... 29

Pengujian Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Rumah Kaca ……… 31

Simulasi Seleksi Padi Toleransi Kekeringan ……….. 35

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37

Kesimpulan ………. 37

Saran ……… 37


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Respon Tanaman Toleran dan Peka terhadap Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan ……... 8 2 Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas

terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media

Kertas ………... 21

3 Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media

Padat……….. 22 4 Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka

Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media

Kertas... 24 5 Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka

Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media

Padat………... 25

6 Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas Padi terhadap Masing-Masing

Peubah yang Diamati pada Kecambah Normal ……… 27 7 Rataan dan Selisih antara Varietas Toleran dan Peka pada

Berbagai Metode ………... 28 8 Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam

Pengaruh Genotipe Padi terhadap Masing-Masing Peubah

yang Diamati pada Kecambah Normal ………... 30 9 Rataan dan Kisaran Nilai Masing-Masing Peubah yang

Diamati pada Kecambah Normal ……….. 31

10 Rataan dan Kisaran Nilai Peubah Rumah Kaca Berdasarkan

Tingkat Toleransi Persentase Daun Mati ……….. 32

11 Koefisien Korelasi dan Peluangnya pada Peubah Persentase

Daun Mati dan Peubah Lainnya di Rumah Kaca ……….. 33

12 Rekapitulasi Korelasi antara Peubah Percobaan di Rumah

Kaca dengan di Laboratorium pada Kecambah Normal ……... 34 13 Rataan dan Kisaran Nilai Peubah Laboratorium Berdasarkan

Tingkat Toleransi Persentase Daun Mati di Rumah Kaca …… 35 14 Simulasi Seleksi Hasil Percobaan Laboratorium dan Rumah


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Penanaman Genotipe/ Varietas Padi Skala Laboratorium… 13

2 Penanaman Genotipe-Genotipe Padi Gogo di Rumah

Kaca ... 15 3 Cocopeat 139 gram dengan volume air 180 ml (kiri) dan

200 ml (kanan) ………... 19

4 Respon Tanaman pada Berbagai Media Padat terhadap

Kekeringan, A = varietas peka, B = varietas toleran ……. 20 5 Pertumbuhan Akar pada Genotipe Peka (A) dan Toleran

(B) terhadap Kekeringan pada Kertas Merang ... 23 6 Perkecambahan Padi pada Kertas Merang dengan

Ketinggian Benih 17.5 cm, 8.5 cm dan 4 cm dari


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Daftar Nama 46 Genotipe Padi Gogo yang Digunakan untuk

Pengujian Toleransi terhadap Kekeringan ………... 41 2 Contoh Kertas Merang, Kertas Tisu Towel dan Kertas HVS

yang digunakan sebagai Percobaan ……….. 42

3 Metode Uji (Tunggal) yang Digunakan pada Tahap I ………. 43

4 Metode Uji (Campuran) yang Digunakan pada Tahap I ……. 44

5 Hasil Uji-t terhadap Panjang Kecambah Normal, Panjang

Akar dan Panjang Plumula pada M1 ……… 45

6 Hasil Uji-t terhadap Panjang Kecambah Normal, Panjang

Akar dan Panjang Plumula pada M2 ……… 45

7 Hasil Uji-t terhadap Panjang Kecambah Normal, Panjang

Akar dan Panjang Plumula pada M3 ……… 45

8 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Berat

Kering Kecambah Normal di Laboratorium ………. 46

9 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Berat

Kering Akar di Laboratorium ……….. 46

10 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Berat

Kering Plumula Normal di Laboratorium ……… 46

11 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap

Panjang Kecambah Normal di Laboratorium ……….. 47

12 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap

Panjang Akar di Laboratorium ………. 47

13 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap

Panjang Plumula di Laboratorium ………... 47

14 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Jumlah


(12)

Nomor Halaman

15 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Daya

Berkecambah di Laboratorium ………. 48

16 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Persentase Daun Menggulung di Laboratorium ………... 48 17 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap

Persentase Daun Mati di Laboratorium ………. 49 18 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap

Persentase Kecambah Mati di Laboratorium ……….... 49 19 Kadar Air Substrat Kertas Merang pada 14 HST ………. 49 20 Hasil Pengelompokkan Genotipe terhadap Tingkat Toleransi

Kekeringan pada Peubah Persentase Daun Mati di Rumah

Kaca dan Peubah Persentase Daun Mati di Laboratorium ... 50 21 Lima Genotipe yang Menunjukkan Tingkat Toleransi

Tertinggi Diantara Peka dan Sangat Peka dari Hasil Pengelompokan Tingkat Toleransi Kekeringan pada Peubah

Persentase Daun Mati di Rumah Kaca ………. 51 22 Kadar Air Tanah pada Pengujian di Rumah Kaca …………... 51 23 Contoh Simulasi Seleksi Pengujian Persentase Daun Mati di


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 33.804 juta ton. Konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 90.22 kg per kapita per tahun berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, sehingga usaha peningkatan produksi pangan beras perlu selalu dilakukan (Departemen Pertanian, 2009).

Tanaman padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di dunia. Produksi padi Indonesia pada tahun 2009 mencapai 64.33 juta ton GKG. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan produksi dari tahun 2008 sebanyak 4.00 juta ton setara dengan 6.64% (Badan Pusat Statistik, 2009). Namun, peningkatan produksi padi belum sebanding dengan jumlah penduduk yang mencapai 237.6 juta jiwa.

Rendahnya produksi padi dapat disebabkan oleh berbagai kendala. Salah satu kendala dalam produksi padi adalah semakin sempitnya luas lahan pertanian produktif dan kondisi iklim yang sulit diprediksi. Penyebab penyempitan luas lahan pertanian produktif antara lain perubahan penggunaan lahan untuk pemukiman dan industri (Hakim, 2002).

Usaha peningkatan produksi padi dilakukan dengan peningkatan produktivitas padi di daerah yang belum optimal (sub-optimum). Salah satu keadaan sub-optimum tersebut adalah kekeringan. Pada tahun 2008, lahan kering di Indonesia memiliki luas sekitar 32.07 juta hektar dan untuk pertanaman padi kurang lebih 2.5 juta hektar (Badan Pusat Statistik, 2009). Berdasarkan luasan, lahan kering merupakan sumber daya lahan yang mempunyai potensi besar untuk menunjang pembangunan pertanian di Indonesia. Masalah utama pada lahan kering adalah kebutuhan air untuk tanaman yang sangat tergantung pada curah hujan.

Kekeringan juga berdampak negatif pada lahan sawah bahkan kerugian yang diderita lebih besar dibandingkan pada lahan kering. Cekaman kekeringan


(14)

yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakstabilan hasil pada padi sawah. Hal ini disebabkan oleh benih yang digunakan bukan benih yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Oleh karena itu, untuk menunjang usaha peningkatan produksi padi diperlukan pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul yang toleran terhadap kekeringan.

Penemuan suatu varietas unggul padi yang toleran terhadap kekeringan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga untuk mendukung program pemuliaan dalam menciptakan varietas unggul baru padi tahan kekeringan, dilakukan penelitian toleransi kekeringan pada fase perkecambahan di laboratorium.

Tujuan

1. Mendapatkan metode percobaan toleransi kekeringan padi gogo yang lebih cepat, murah dan mudah.

2. Menyeleksi genotipe padi gogo yang toleran terhadap kekeringan.

Hipotesis

1. Terdapat metode percobaan toleransi kekeringan padi gogo yang lebih cepat, murah dan mudah.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh Tanaman Padi

Padi gogo adalah padi yang dibudidayakan di lahan kering. Sumber air seluruhnya tergantung pada curah hujan. Tanaman padi gogo membutuhkan curah hujan >200 mm per bulan selama tidak kurang dari tiga bulan (Purnomo dan Purnamawati, 2007). Padi gogo harus ditanam di lahan yang berhumus, struktur remah dan cukup mengandung air dan udara. Padi gogo memerlukan ketebalan tanah 25 cm, tanah yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus, berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang tersedia diperlukan cukup banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, jika ada harus < 50%. Derajat keasaman (pH) bervariasi dari 4.0 sampai 8.0.

Pertumbuhan padi gogo dipengaruhi oleh faktor lingkungan tumbuhnya. Ketinggian suatu daerah dan intensitas cahaya juga merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman padi gogo. Tanaman padi gogo dapat tumbuh normal pada ketinggian 0-1300 m dpl. Namun, tidak semua tanaman padi gogo dapat tumbuh di dataran tinggi. Menurut Sahila (2006), intensitas cahaya minimum yang diperlukan untuk tanaman padi gogo sebesar 265 cal/cm2/hari. Suprihatno et al. (2008) menyatakan bahwa padi gogo yang toleran kekeringan biasanya memiliki sistem perakaran yang dalam yang dapat menembus lapisan tanah sampai kedalaman lebih dari 20 cm di bawah permukaan tanah, sehingga pada saat kekeringan, akar yang dalam masih dapat memanfaatkan air yang masih tersedia pada kedalaman lebih dari 20 cm di bawah permukaan tanah.

Vigor Benih

Vigor merupakan kemampuan suatu benih untuk tumbuh normal dan berproduksi pada kondisi sub-optimum. Laju kemunduran vigor dan viabilitas benih tergantung pada beberapa faktor, antara lain faktor genetik dari spesies, kondisi benih, dan kondisi penyimpanan (Justice dan Bass, 2002). Vigor benih merupakan faktor penting yang dapat menjelaskan penyebab perkecambahan benih yang kurang bagus. Pada umumnya benih dengan vigor rendah menghasilkan kecambah yang lemah, yang rentan terhadap cekaman lingkungan.


(16)

Benih dengan vigor tinggi, umumnya pertumbuhan kecambahnya lebih awal dan seragam sehingga dapat bertahan dalam menghadapi cekaman lingkungan (IRRI, 2009).

Menurut Copeland dan Mc Donald (2001) pada saat benih dimunculkan di lapang, benih sering mengalami kekeringan yang dapat ditunjukkan dengan persentase kemunculan kecambah yang rendah. Kondisi kekeringan dapat disimulasi dengan uji laboratorium menggunakan uji tanah, larutan tanah dan larutan lainnya. Benih dikecambahkan dalam larutan seperti, sodium chloride, glycerol, sucrose, polyethylene glycol (PEG), dan mannitol.

Sadjad (1993) menyatakan kondisi kekeringan dapat dijabarkan dengan media yang bertekanan osmotik tinggi. Oleh karena itu, pada kondisi kekeringan, benih memerlukan energi yang lebih tinggi untuk menyerap air. Benih dengan vigor tinggi mampu menyerap air dan tumbuh normal. Analisis vigor benih terhadap kekeringan dapat dilakukan pada media tidak optimum. Menurut Chomsiati (1999) tanah merupakan media yang baik untuk uji ketahanan kekeringan sedangkan Satria (2009) menyatakan bahwa media kompos merupakan media yang paling dapat membedakan antara genotipe toleran dengan peka kekeringan.

Peranan Air bagi Pertumbuhan Tanaman

Air merupakan komponen utama tanaman, yaitu membentuk 80-90% bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif. Air sebagai komponen esensial tanaman memiliki peranan antara lain: (a) sebagai pelarut, (b) sebagai pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, (c) sebagai penjaga turgiditas dalam pembesaran sel, pembukaan stomata, dan penyangga bentuk daun-daun muda atau struktur lainnya. Kebutuhan air bagi tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan fase pertumbuhan. Pada musim kemarau tanaman sering mendapatkan cekaman air karena kekurangan suplai air di daerah perakaran dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air oleh tanaman (Levitt, 1980).

Menurut Kamil dalam Fauzi (1997), air berperan sangat penting bagi benih terutama pada saat proses perkecambahan. Peranan air dalam


(17)

perkecambahan antara lain: (a) sebagai pelunak kulit benih dan penyebab berkembangnya embrio dan endosperm, (b) pemberi fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih, (c) sebagai pengencer sitoplasma sehingga dapat mengaktifkan fungsinya, dan (d) sebagai transport larutan makanan dari endosperm ke titik tumbuh pada perkembangan embrio.

Pada kondisi lingkungan tertentu tanaman dapat mengalami defisit air. Defisit air mencerminkan terjadinya penurunan gradien potensial air antara tanah, akar, daun, dan atmosfer. Oleh karena itu, laju transport air dan hara menurun. Penurunan tersebut akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, terutama pada jaringan yang sedang tumbuh (Kramer, 1969). Hal ini biasanya terjadi pada tanah yang kekurangan air, sehingga gradien potensial air pada tanah dan akar menurun. Dengan demikian, tanaman yang tumbuh pada tanah yang kering mengalami hambatan pertumbuhan.

Cekaman Kekeringan pada Tanaman

Cekaman kekeringan akan mengakibatkan rendahnya laju penyerapan air oleh akar tanaman. Ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan kehilangan air akibat transpirasi membuat tanaman menjadi layu. Cekaman kekeringan dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: (1) tingginya kecepatan evaporasi yang melebihi persediaan air dari tanah ke akar yang akan mengakibatkan penurunan potensial air, (2) adanya senyawa yang bersifat osmotik, seperti pada tanah bergaram, yang dapat menurunkan pengambilan air sehingga terjadi penurunan potensial osmosis dan tidak cukupnya pengambilan air oleh tanaman yang diserap dari tanah (Borges, 2003).

Cekaman kekeringan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mencakup aspek morfologi dan anatomi, fisiologi dan biokimia tanaman. Cekaman kekeringan dapat menurunkan tingkat produktivitas (biomas) tanaman, karena menurunnya aktivitas metabolisme primer, penyusutan luas daun dan aktivitas fotosintesis sehingga akumulasi biomas semakin rendah. Penurunan akumulasi biomas setiap jenis tanaman yang disebabkan cekaman air berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan tanggap masing-masing jenis tanaman tersebut. Pada perlakuan cekaman kekeringan 75%


(18)

kapasitas lapang nilam menghasilkan pertumbuhan dan hasil biomas yang optimal sedangkan cekaman kekeringan 50% kapasitas lapang dan 25% kapasitas lapang menurunkan pertumbuhan tanaman dan biomas (Emmyzar, 2004).

Mekanisme toleransi tanaman terhadap kekeringan pada saat mengalami stres kekeringan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) escape, tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami stres berat, dengan pembungaan atau pematangan buah lebih awal, (2) tolerance, tanaman tetap tumbuh dalam kondisi cekaman kekeringan dan potensial air rendah, dengan osmotic adjustment dan (3) avoidance, tanaman menghindar dari cekaman kekeringan, dengan mengembangkan sistem perakaran dan efisiensi membuka dan menutupnya stomata. Karakter akar yang berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk beradaptasi secara avoidance dapat ditandai secara visual, yaitu akar lebih tebal, lebih panjang dan lebih banyak (Lestari et al., 2005).


(19)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2010. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor dan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih padi varietas Salumpikit dan Inpago 5 sebagai cek toleran kekeringan, benih padi varietas IR20 dan IR64 sebagai cek peka kekeringan, 46 genotipe padi gogo yang berasal dari Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor (Lampiran 1), tanah, pasir, cocopeat, pakis, serbuk gergaji, arang kayu, arang batok kelapa, hidrogel, zeolit, humus daun bambu (ligra), tumbukan bata merah, tiga jenis kertas antara lain, kertas merang ukuran 31 cm x 22 cm, kertas tisu towel ukuran 39 cm x 26.8 cm, kertas HVS 29.6 cm x 21 cm (Lampiran 2), kertas label, dan aquades.

Alat-alat yang digunakan adalah hand sprayer, wadah plastik φ = 9.5 cm, wadah styrofoam φ = 12.5 cm, cawan aluminium, pot permanen ukuran 5.3 m x 1 m x 0.6 m, timbangan, oven, gelas ukur, bak plastik φ = 13 cm, germinator, alat pengepres kertas, dan hygrometer.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu percobaan pertama mengenai toleransi kekeringan di laboratorium dan percobaan kedua mengenai toleransi kekeringan di rumah kaca. Pada percobaan pertama terdiri atas empat tahap, yaitu (1) pemilihan metode uji tahap I, (2) pemilihan metode uji tahap II, (3) pemilihan metode uji tahap III, dan (4) percobaan toleransi kekeringan 46 genotipe padi gogo di laboratorium.


(20)

I. Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium 1. Pemilihan Metode Uji Tahap I

Pemilihan metode uji tahap pertama bertujuan untuk menentukan metode percobaan yang dapat mengidentifikasi padi gogo yang toleran dan peka terhadap kekeringan. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa metode percobaan dengan berbagai jenis media (padat dan kertas) dengan periode penyiraman yang bervariasi (media ligra, pakis, arang batok kelapa dan bata merah). Metode percobaan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Respon Tanaman Toleran dan Peka terhadap Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan

No. Metode R No Metode R

Padat-Tunggal : Padat-Campuran:

1 Cocopeat , 76.5 g : 110 ml - 22 Pasir +batu bata (350 ml) - 2 Cocopeat , 139 g : 180 ml v 23 Pasir (20 ml)+tumbukan batu bata

(50 ml)

-

3 Cocopeat , 139 g : 200 ml v 24 Tanah+serbuk gergaji (150 ml) - 4 Cocopeat , 139 g : 240 ml v 25 Tanah (70 ml)+serbuk gergaji

(15 ml)

-

5 Ligra, 206 g : 90 ml v 26 Tanah (75 ml)+serbuk gergaji (40 ml)

-

6 Ligra, 206 g : 110 ml v 27 Tanah (50 ml)+serbuk gergaji (40 ml)

-

7 Ligra, 205 g : 150 ml - 28 Tanah+zeolit (60 ml) - 8 Ligra, 205 g : (6x30) ml - 29 Pasir+zeolit (40 ml) - 9 Pakis, 80 g : 100 ml v 30 Pasir (20 ml)+zeolit (15 ml) - 10 Pakis, 78 g : (6x30) ml - 31 Pasir (70 ml)+zeolit (40 ml) - 11 Arang kayu, 185 g : 60 ml - 32 Tanah (40 ml)+hidrogel (240.12 g) a) - 12 Arang kayu, 207 g : 90 ml - 33 Tanah (70 ml)+hidrogel (320.16 g) a) - 13 Arang batok kelapa, 140 g :

40 ml

- 34 Pasir (20 ml)+hidrogel (200.10 g) a) -

14 Arang batok kelapa, 257 g : (3x70) ml

- 35 Pasir (40 ml)+hidrogel (240.12 g) a) -

15 Arang batok kelapa, 374 g : 90 ml

- Media kertas :

16 Pasir, 430 g : 90 ml - 36 Kertas HVS - 17 Serbuk gergaji, 61 g : 100 ml - 37 Kertas merang, jarak 1.5 cm v 18 Zeolit, 294 g : 60 ml - 38 Kertas merang, jarak 3 cm v 19 Bata merah, 299g : (3x70) ml - 39 Kertas merang, jarak 4.5 cm v 20 Tanah, 413 g : 100 ml - 40 Kertas tisu towel, jarak 1.5 cm v 21 Hidrogel, 575 g a) - 41 Kertas tisu towel, jarak 3 cm v 42 Kertas tisu towel, jarak 4.5 cm v Keterangan: R = Respon tanaman, v = terlihat dapat membedakan genotipe toleran dan peka,


(21)

Benih padi ditanam masing-masing 10 butir baik toleran maupun peka terhadap kekeringan. Periode penyiraman yang berbeda-beda diaplikasikan pada metode media padat. Pada media kertas, benih ditanam dengan cara Uji Kertas Digulung (UKD). Gulungan-gulungan kertas berisi benih diletakkan ke dalam sebuah bak plastik dengan posisi berdiri kemudian diberi air setinggi 3 cm dari permukaan air. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual diperoleh beberapa metode dan perlakuan yang dapat membedakan antara genotipe yang toleran dan peka terhadap kekeringan, yaitu 6 metode media padat dan 6 perlakuan media kertas. Metode uji yang digunakan pada tahap I dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 3 dan 4.

2. Pemilihan Metode Uji Tahap II

Pemilihan metode uji tahap kedua bertujuan untuk memilih metode dari metode uji tahap pertama yang dapat membedakan antara genotipe yang toleran dan peka terhadap kekeringan secara statistik. Pada percobaan ini terdiri atas 6 metode media kertas dan 6 metode media padat yang dilakukan analisis secara terpisah. Metode yang terpilih akan digunakan pada tahap ketiga. Varietas yang digunakan baik media kertas maupun media padat adalah Salumpikit dan Inpago 5 sebagai varietas toleran dan satu genotipe padi gogo B12826E-MR-1 sebagai genotipe peka kekeringan.

Perlakuan pada media kertas terdiri atas kertas merang dan tisu towel dengan jarak antar benih masing-masing 1.5 cm, 3 cm, dan 4.5 cm. Pada setiap perlakuan, dilakukan analisis uji t dengan rumus:

Thitung =

2 1 2 1 1 1 . ) ( n n S X X p + −

dengan Sp =

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 1 − + − + − n n S n S n

Keterangan : X1,X2 : nilai tengah contoh 1 dan 2 S12, S22 : ragam contoh 1 dan 2

n1, n2 : jumlah contoh 1 dan 2


(22)

Nilai berbeda nyata apabila thit > ttabel dan tidak berbeda nyata apabila thit < ttabel.

ttabel diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5% dan db (n1 + n2 -2).

Analisis uji-t dilakukan untuk memperoleh baris terbaik yang akan dijadikan metode terpilih. Pada kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 17.5 cm, jarak antar benih 3 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 4 cm dan jarak antar benih 4.5 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 8.5 cm. Pada kertas tisu towel dengan jarak antar benih 1.5 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 25.5 cm, jarak antar benih 3 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 24 cm dan jarak antar benih 4.5 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 31.5 cm. Metode terbaik yang diperoleh dari hasil uji-t kemudian dilakukan analisis uji-F. Analisis uji-F ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, yaitu metode dan varietas. Metode yang digunakan terdiri atasenam metode, yaitu kertas merang pada posisi ketinggian 4 cm, 8.5 cm dan 17.5 cm dan kertas tisu towel pada posisi ketinggian 24 cm, 25.5 cm dan 31.5 cm. Setiap percobaan diulang 10 kali ulangan.

Pada metode media padat terdiri atas enam metode, yaitu cocopeat 139 g dengan volume air 180 ml, 200 ml dan 240 ml, humus daun bambu 206 g dengan volume air 90 ml dan 110 ml, dan pakis 80 g dengan volume air 100 ml. Setiap satuan percobaan diulang empat kali ulangan.

Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah: Yijk = + Ui + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan metode ke-i, varietas padi gogo ke-j

dan kelompok ke-k = Nilai tengah umum

Ui = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3,...)

αj = Pengaruh perlakuan metode ke-j (j=1,2,3...,6)

βk = Pengaruh perlakuan varietas/ genotipe padi gogo ke-k (k=1,2,3)

(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan metode ke-i dan varietas padi gogo ke-j

εijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan metode ke-i, varietas padi gogo


(23)

Hasil analisis uji-F yang menunjukkan perbedaan nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%.

3. Pemilihan Metode Uji Tahap III

Pemilihan metode uji tahap ketiga bertujuan untuk memilih satu metode terpilih yang akan digunakan pada percobaan selanjutnya. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, yaitu metode dan varietas. Metode yang digunakan adalah kertas merang pada posisi ketinggian 17.5 cm, 8.5 cm dan 4 cm sedangkan varietas yang digunakan adalah Salumpikit untuk varietas toleran kekeringan dan genotipe B12826E-MR-1 untuk padi gogo peka kekeringan. Setiap satuan percobaan diulang 10 kali ulangan.

Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah: Yijk = + Ui + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan metode ke-i, varietas padi gogo ke-j

dan kelompok ke-k = Nilai tengah umum

Ui = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3,..,10)

αj = Pengaruh perlakuan metode ke-j (j=1,2,3)

βk = Pengaruh perlakuan varietas/ genotipe padi gogo ke-k (k=1,2)

(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan metode ke-i dan varietas padi gogo ke-j

εijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan metode ke-i, varietas padi

gogo ke-j dan kelompok ke-k

Analisis data hasil penelitian menggunakan uji-F. Apabila hasil analisis menunjukkan perbedaan nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%.

4. Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium

Percobaan ini menggunakan satu metode terbaik, yaitu kertas merang pada posisi ketinggian 17.5 cm. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor, yaitu genotipe padi


(24)

gogo. Genotipe padi gogo yang digunakan sebanyak 46 genotipe. Setiap satuan percobaan diulang empat kali.

Model linier yang digunakan adalah: Yij = µ + αi + βj + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan genotipe padi ke-i dan kelompok ke-j

= Nilai tengah umum

αi = Pengaruh ulangan ke-i (j=1,2,3,4)

βj = Pengaruh perlakuan genotipe padi ke-j (i=1,2,3,....46)

εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan genotipe padi gogo ke-i dan

kelompok ke-j

Analisis data hasil penelitian menggunakan uji-F. Apabila hasil analisis menunjukkan perbedaan nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%.

II. Percobaan Toleransi Kekeringan di Rumah Kaca

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui toleransi kekeringan 46 genotipe padi gogo melalui metode standar dengan menggunakan pot permanen di rumah kaca. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu genotipe padi gogo. Genotipe padi yang digunakan sebanyak 46 genotipe dan setiap satuan percobaan diulang tiga kali ulangan. Setiap satuan percobaan ditanam dengan jarak tanam 5 cm x 2 cm. Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah :

Yij = µ + αi + βj + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan perlakuan genotipe padi ke-i dan kelompok ke-j

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh ulangan ke-i (i = 1, 2, 3)

βj = Pengaruh perlakuan genotipe padi ke-j (j = 1, 2,..,46)

εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan genotipe padi ke-i dan


(25)

Pengolahan data yang berbeda nyata pada percobaan akan diuji lanjut dengan Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%. Setelah itu, dilakukan korelasi antara hasil percobaan di laboratorium dan rumah kaca. Percobaan dilakukan dengan menggunakan fasilitas SAS 6.12.

Pelaksanaan Penelitian

I. Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium 1. Pemilihan Metode Uji Tahap I

Pemilihan metode uji tahap pertama dilakukan dengan menggunakan varietas Salumpikit dan Inpago 5 sebagai cek toleran sedangkan varietas IR64, Situpatenggang, genotipe B12826E-MR-1, genotipe B12151D-MR-24-1-1 dan genotipe B11604E-TB-2-5-2 sebagai varietas dan genotipe peka kekeringan. Pada media padat dan media kertas, benih ditanam masing-masing 10 butir benih padi baik toleran maupun peka kekeringan (Gambar 1). Benih juga diberi perlakuan penyiraman dengan periode penyiraman yang berbeda-beda. Pada media kertas, benih ditanam dengan cara Uji Kertas Digulung (UKD). Gulungan-gulungan kertas berisi benih diletakkan ke dalam sebuah bak plastik dengan posisi berdiri kemudian diberi air setinggi 3 cm dari permukaan air. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu. Pengamatan kecambah dilakukan secara visual. Padi yang toleran akan tumbuh baik sedangkan yang peka akan mengalami kematian atau pertumbuhannya kurang bagus. Padi ditanam sampai terlihat adanya perbedaan antara padi toleran dan peka terhadap kekeringan. Metode yang berpotensi yaitu dapat menunjukkan perbedaan antara toleran dan peka terhadap kekeringan akan digunakan pada percobaan selanjutnya.

Gambar 1. Penanaman Genotipe/ Varietas Padi Skala Laboratorium


(26)

2. Pemilihan Metode Uji Tahap II

Berdasarkan metode uji tahap pertama diperoleh 12 metode yang terdiri atas 6 media padat dan 6 media kertas. Pada media padat penyiraman hanya dilakukan pada awal penanaman. Pada media padat: (1) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 180 ml, (2) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 200 ml, dan (3) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 240 ml, (4) humus daun bambu dengan komposisi humus daun bambu 206 g dan air 90 ml dan (5) humus daun bambu dengan komposisi humus daun bambu 206 g dan air 110 ml, serta (6) pakis dengan komposisi pakis 80 g dan air 100 ml. Pada media kertas menggunakan sistem UKD dalam penanamannya dan diletakkan secara berdiri pada bak plastik kemudian diberi air setinggi 3 cm dari permukaan air. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu. Pada media kertas terdiri atas tiga perlakuan, yaitu penanaman dengan jarak antar benih 1.5 cm, 3 cm, dan 4.5 cm. Sebelum penanaman, media substrat disemprot air terlebih dahulu untuk menjaga benih tetap berada pada posisi penanamannya.

Setelah dilakukan analisis, diperoleh metode yang berpotensi yaitu pada kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air, jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air. Berdasar pada 12 metode tersebut di atas, terdapat tiga metode terpilih yang mudah dan singkat dalam aplikasinya yaitu kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air, jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air.

3. Pemilihan Metode Uji Tahap III

Percobaan tahap III ini menggunakan tiga metode terpilih dari hasil percobaan tahap II. Metode yang digunakan adalah kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air, jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air. Pada tahap ini digunakan varietas Salumpikit sebagai cek toleran dan genotipe B12826E-MR-1 sebagai cek


(27)

peka. Benih ditanam dengan sistem UKD. Gulungan-gulungan kertas berisi benih diletakkan ke dalam sebuah bak plastik dengan posisi berdiri kemudian diberi air setinggi 3 cm dari permukaan bak tersebut. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu. Pengamatan dilakukan selama 14 hari. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh satu metode terbaik, yaitu kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air.

4. Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Laboratorium

Tahap keempat ini menggunakan satu metode uji terbaik, yaitu kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air. Metode uji tersebut kemudian digunakan untuk menguji toleransi 46 genotipe padi terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan di laboratorium, dimana setiap genotipe terdiri atas 10 butir benih padi. Pelaksanaan penanaman menggunakan sistem UKD. Gulungan-gulungan kertas berisi benih diletakkan ke dalam sebuah bak plastik dengan posisi berdiri kemudian diberi air setinggi 3 cm dari permukaan air. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu.

II. Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Rumah Kaca sebagai Uji Standar

Percobaan kedua dilakukan dengan menggunakan 46 genotipe padi gogo. Benih langsung ditanam pada pot permanen yang berukuran 5.3 m x 1 m x 0.6 m dengan jarak tanam 5 cm x 2 cm (Gambar 2). Setiap genotipe terdiri atas 25 butir benih padi. Penyiraman dilakukan dua minggu pertama secara teratur kemudian dihentikan selama empat minggu.

Gambar 2. Penanaman Genotipe-Genotipe Padi Gogo di Rumah Kaca


(28)

Pengamatan

Tolok ukur yang akan digunakan pada pengamatan adalah sebagai berikut : Percobaan di Laboratorium

1. Persentase Kecambah Normal Umur 14 Hari

Total persentase kecambah normal umur 14 hari dihitung dengan menjumlahkan kecambah normal hari ke-14 dibagi dengan jumlah benih yang dikecambahkan dan dikali 100%.

2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi Tumbuh Maksimum dihitung berdasarkan jumlah benih yang tumbuh, baik normal maupun abnormal pada pengamatan terakhir. Rumus untuk menghitung Potensi Tumbuh Maksimum adalah :

Potensi Tumbuh Maksimum = {Jumlah benih yang tumbuh / Jumlah benih yang dikecambahkan} x 100%.

3. Panjang Kecambah Normal (PKN)

Panjang kecambah normal dihitung dalam satuan centimeter, yaitu panjang rata- rata kecambah normal yang berumur 14 hari yang diukur dari ujung akar sampai dengan ujung plumula.

4. Panjang akar (PA)

Kecambah yang dihitung panjang akarnya adalah kecambah yang berumur 14 hari dan diukur dari ujung akar sampai pangkal akar dengan satuan centimeter.

5. Panjang plumula (PP)

Kecambah yang dihitung panjang plumulanya adalah kecambah yang berumur 14 hari dan diukur dari pangkal plumula (yang berbatasan dengan mesokotil) sampai ujung plumula dengan satuan centimeter.

6. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)

Berat kering kecambah normal merupakan berat kering rata- rata kecambah normal yang didapat dengan mengeringkan kecambah normal dengan oven 60 °C selama 3 x 24 jam dengan satuan miligram. BKKN diukur pada kecambah berumur 14 hari.


(29)

7. Berat Kering Akar (BKA)

Berat kering akar merupakan berat kering rata-rata akar dari kecambah normal. BKA dihitung pada kecambah normal yang berumur 14 hari. 8. Berat Kering Plumula (BKP)

Berat kering plumula merupakan berat kering rata-rata plumula kecambah normal. BKP dihitung pada kecambah normal berumur 14 hari.

9. Jumlah Daun (JD).

10.Persentase daun menggulung. 11.Persentase daun mati.

12.Persentase kecambah mati. Percobaan di Rumah Kaca

Kondisi Optimum

1. Daya Berkecambah (DB)

Daya berkecambah benih merupakan persentase jumlah benih yang tumbuh menjadi kecambah normal (KN) pada pengamatan pertama dan kedua setelah tanam dibagi jumlah benih yang ditanam. Penentuan hari pengamatan pertama dan kedua disesuaikan dengan komoditas masing- masing. Rumus untuk menghitung DB adalah :

DB = {(Jumlah kecambah normal hari I + Jumlah kecambah normal hari II) / Jumlah Benih yang dikecambahkan} x 100%.

2. Indeks Vigor (IV)

Indeks vigor (IV) dihitung dari persentase kecambah normal (KN) pada pengamatan pertama dibagi total benih yang dikecambahkan. Rumus untuk menghitung indeks vigor adalah :

Indeks Vigor = {Jumlah kecambah normal hari I / Jumlah benih yang dikecambahkan} x 100%.

3. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi Tumbuh Maksimum dihitung berdasarkan jumlah benih yang tumbuh, baik normal maupun abnormal pada pengamatan terakhir. Rumus untuk menghitung Potensi Tumbuh Maksimum adalah :


(30)

Potensi Tumbuh Maksimum = {Jumlah benih yang tumbuh / Jumlah benih yang dikecambahkan} x 100%.

4. Kecepatan Tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah persentase kecambah normal per etmal (1 etmal = 24 jam) dan dimulai pada hari pertama sampai hari ke-14 dengan rumus sebagai berikut:

KCT = i = hari pengamatan

Kondisi Kekeringan (sub-optimum) 1. Berat Kering Bibit ( BKB )

Berat kering bibit merupakan berat kering rata-rata bibit yang didapat dengan mengeringkan bibit dengan oven 60 °C selama 3 x 24 jam pada akhir pengamatan dengan satuan miligram.

2. Jumlah Daun (JD)

Jumlah daun merupakan jumlah dari daun pada pengamatan terakhir. 3. Persentase daun menggulung.

4. Persentase daun mati. 5. Persentase bibit mati.


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium Pemilihan Metode Uji Tahap I

Pengamatan yang dilakukan secara visual pada metode uji tahap pertama menunjukkan bahwa dari 42 metode yang diujikan terdapat 12 metode yang dapat memperlihatkan adanya perbedaan antara varietas toleran kekeringan dengan varietas peka kekeringan. Metode-metode yang memperlihatkan adanya perbedaan antara varietas yang toleran dan peka kekeringan adalah (1) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 180 ml, (2) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 200 ml, (3) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 240 ml, (4) humus daun bambu dengan komposisi humus daun bambu 206 g dan air 90 ml, (5) humus daun bambu dengan komposisi humus daun bambu 206 g dan air 110 ml, (6) pakis dengan komposisi pakis 80 g dan air 100 ml, (7) kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air, (8) kertas merang dengan jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, (9) kertas merang dengan jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air, (10) kertas tisu towel dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 25.5 cm dari permukaan air, (11) kertas tisu towel dengan jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 24 cm dari permukaan air, dan (12) kertas tisu towel dengan jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 31.5 cm dari permukaan air.

Perbedaan antara varietas toleran dan peka terhadap kekeringan pada setiap metode percobaan berbeda. Pada media cocopeat perbedaan antara varietas toleran dan peka dapat ditunjukkan dengan adanya gejala daun menggulung pada varietas peka dan tanaman tumbuh segar pada varietas toleran (Gambar 3).

Gambar 3. Cocopeat 139 g dengan volume air 180 ml (kiri) dan 200 ml (kanan) peka

toleran


(32)

Pada media humus daun bambu perbedaannya dapat dilihat pada tinggi tanaman varietas toleran lebih tinggi dibandingkan varietas peka. Selain itu, pada varietas peka beberapa daun menggulung. Pada media pakis perbedaannya terlihat pada tinggi tanaman. Tinggi tanaman pada varietas toleran lebih tinggi dibandingkan varietas peka (Gambar 4).

Humus daun bambu Humus daun bambu Media pakis 206 g + 90 ml 206 g + 110 ml 80 g + 100 ml

Gambar 4. Respon Tanaman pada Berbagai Media Padat terhadap Kekeringan, A = varietas peka, B = varietas toleran

Perbedaan antara varietas toleran dan peka terhadap kekeringan pada media kertas dapat dilihat dengan adanya gejala daun menggulung, warna daun yang menguning, tanaman yang pendek dan akar yang pendek pada varietas peka. Pada kertas merang, varietas toleran terlihat bagus pertumbuhannya dan warna daun hijau. Selain itu, tinggi tanaman lebih tinggi dan panjang akar lebih panjang dibandingkan varietas peka. Pada kertas tisu towel, pertumbuhan tanaman antara varietas toleran dan peka hampir sama bagus. Warna daun hijau pada tanaman varietas toleran.

Pemilihan Metode Uji Tahap II

Metode uji tahap II ini menggunakan 12 metode yang terdiri atas 6 metode media kertas dan 6 metode media padat. Pada metode media kertas dilakukan analisis uji-t terlebih dahulu terhadap peubah panjang kecambah normal, panjang akar dan panjang plumula sebelum dilakukan analisis uji F. Hasil uji-t panjang kecambah normal, panjang akar dan panjang plumula media kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan

A B A

B

B


(33)

air, jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, dan jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara varietas toleran dengan varietas peka kekeringan (Lampiran 5-7). Pada media kertas tisu towel dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 25.5 cm dari permukaan air, jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 24 cm dari permukaan air, jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 31.5 cm dari permukaan air juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara varietas toleran dengan varietas peka kekeringan.

Hasil analisis sidik ragam pada media kertas menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi yang nyata antara metode dan varietas yang digunakan terhadap panjang kecambah, panjang akar dan panjang plumula (Tabel 2). Namun, pada umumnya faktor tunggal metode berpengaruh sangat nyata terhadap panjang kecambah, panjang akar dan panjang plumula. Faktor tunggal varietas berpengaruh nyata terhadap panjang kecambah dan panjang akar, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang plumula.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media Kertas

Sumber

Keragaman db

Nilai Kuadrat Tengah (KT)

PKN PA PP

Ulangan 9 1.75 0.65 0.59

(1.69 tn) (1.11 tn) ( 2.05 *)

Metode 5 22.93 10.91 6.83

(22.13 **) (18.75 **) (23.79 **)

Varietas 2 3.93 2.29 0.86

(3.70*) (3.95 *) (3.00 tn)

M x V 10 1.15 0.60 0.37

(1.11 tn) (1.04 tn) (1.30 tn)

Galat 153 1.04 0.58 0.29

Keterangan: MxV = Interaksi antara Metode dan Varietas, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, angka di dalam kurung adalah nilai F-hitung, ** nyata pada taraf 1%, * nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata, data ditransformasi ke √x+5

Hasil analisis sidik ragam pada media padat menunjukkan bahwa interaksi antara metode dengan varietas hanya berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Tabel 3). Faktor tunggal metode berpengaruh sangat nyata terhadap panjang kecambah, panjang akar dan panjang plumula. Faktor tunggal varietas


(34)

berpengaruh sangat nyata terhadap panjang kecambah dan panjang plumula, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar.

Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media Padat

Sumber

Keragaman db

Nilai Kuadrat Tengah (KT)

PKN PA PP

Ulangan 3 1.07 3.48 0.98

(0.13 tn) (2.36 tn) (0.24 tn)

Metode 5 82.55 26.16 21.66

(10.17 **) (17.77 **) (5.39 **)

Varietas 2 156.12 4.35 111.67

(19.24 **) (2.95 tn) (27.81**)

M x V 10 9.61 3.1 2.84

(1.18 tn) (2.11 *) (0.71 tn)

Galat 51 8.12 1.47 4.02

Keterangan: MxV = Interaksi antara Metode dan Varietas, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, angka di dalam kurung adalah nilai F-hitung, ** nyata pada taraf 1%, * nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata

Metode uji dan media tumbuh yang digunakan dalam percobaan benih sering memberikan hasil percobaan yang berbeda. Percobaan benih umumnya dilakukan dengan menggunakan substrat kertas atau pasir. Pada penelitian ini menggunakan substrat kertas merang dan tisu towel. Substrat kertas sebagai media perkecambahan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kertas merang berwarna agak kekuningan, berserat, tekstur kasar, tidak mengkilat, dan mudah menyerap air. Kertas tisu towel berwarna putih, tekstur agak kasar, tidak mengkilat, berserat, dan mudah menyerap air.

Genotipe terlihat berpengaruh nyata terhadap panjang kecambah normal, panjang akar dan panjang plumula. Namun, hanya Salumpikit yang berbeda nyata dengan genotipe B12826E-MR-1 untuk semua peubah yang diamati. Hal ini diduga karena Inpago 5 sudah mengalami penurunan viabilitas. Tabel 4 menunjukkan bahwa varietas toleran memiliki rataan genotipe panjang kecambah normal, panjang akar dan panjang plumula yang lebih panjang dibandingkan varietas peka. Hal ini seseuai dengan penelitian Satria (2009) yang menunjukkan bahwa peubah panjang akar dan panjang tajuk memiliki rataan genotipe toleran


(35)

yang lebih besar dari rataan genotipe peka. Posisi ketinggian benih berpengaruh terhadap panjang akar karena semakin tinggi posisi benih, maka semakin kering substrat atau akar sulit memperoleh air. Akar yang panjang berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk menyerap air dan nutrisi dari substrat bagian dalam. Menurut Yoshida dan Hasegawa dalam Lestari (2005), akar yang tebal dan panjang merupakan ciri penting tanaman yang toleran kekeringan karena akar yang tebal mempunyai rongga udara lebih banyak sehingga mampu menyerap air lebih banyak.

Gambar 5 merupakan gambar pertumbuhan akar pada varietas toleran dan peka kekeringan. Pada varietas toleran kekeringan dapat dilihat bahwa tanaman padi memiliki panjang akar yang lebih panjang dibanding varietas peka kekeringan. Akar yang panjang ini akan menopang pertumbuhan tanaman agar tetap kokoh.

Gambar 5. Pertumbuhan Akar pada Genotipe Peka (A) dan Toleran (B) terhadap Kekeringan pada Kertas Merang

Keadaan tanaman yang ditanam pada media kertas merang umumnya menunjukkan lebih baik dibandingkan kertas tisu towel. Hal ini dapat dilihat pada metode dengan menggunakan kertas merang memiliki selisih rataan antara varietas toleran dan peka yang lebih besar dibandingkan menggunakan kertas tisu towel (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena kertas merang memiliki daya absorpsi yang tinggi, seragam, mampu mempertahankan air, dan kecepatan penyerapan air kapilernya tinggi meskipun berfluktuasi. Kertas merang lebih mudah dalam aplikasinya dibandingkan kertas tisu towel.

A B

B A


(36)

Pengamatan pada kertas tisu towel dengan metode UKD sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh sifat kertas tisu towel yang cepat mengering dan menyerap air sehingga tanaman mudah rusak dan persentase kehilangan akar besar, akibat pencabutan saat pengamatan. Oleh karena itu, metode dengan menggunakan kertas merang berpeluang sebagai metode percobaan selanjutnya.

Tabel 4. Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media Kertas

Metode Varietas Toleran

Varietas

Peka Rataan

Metode

T1 T2

Rataan

T P

Selisih (T-P) Panjang Kecambah (cm)

M1 25.49 25.72 25.61 23.11 2.50 24.77a

M2 18.38 15.19 16.79 11.06 5.73 14.88b

M3 21.60 23.69 22.65 16.39 6.26 20.56a

M4 5.90 5.47 5.69 5.35 0.34 5.57c

M5 8.74 17.50 13.12 11.29 1.83 12.51b

M6 19.90 27.22 23.56 17.31 6.25 21.48a

Rataan 16.67ab 19.13a 14.09b

Panjang Akar (cm)

M1 15.70 15.72 15.71 13.79 1.92 15.07a

M2 9.21 7.04 8.13 5.42 2.71 7.22c

M3 14.13 14.92 14.53 9.52 5.01 12.86ab

M4 4.02 3.86 3.94 2.97 0.97 3.62d

M5 5.01 10.99 8.00 6.80 1.20 7.60c

M6 10.50 14.92 12.71 9.43 3.28 11.62b

Rataan 9.76ab 11.24a 7.99b

Panjang Plumula (cm)

M1 9.60 9.86 9.73 9.28 0.45 9.58a

M2 10.02 8.17 9.10 5.61 3.49 7.93a

M3 7.35 8.66 8.01 6.87 1.14 7.63a

M4 1.83 1.65 1.74 2.27 -0.53 1.92c

M5 3.57 6.41 4.99 4.52 0.47 4.83b

M6 9.30 12.30 10.80 7.88 2.92 9.83a

Rataan 6.95ab 7.84a 6.07b

Keterangan: M1 = kertas merang (17.5 cm), M2 = kertas merang (4 cm), M3 = kertas merang (8.5 cm), M4 = kertas tisu towel (25.5 cm), M5 = kertas tisu towel (24 cm), M6 = kertas tisu towel (31.5 cm), T1 = Inpago 5, T2 = Salumpikit, P = genotipe B12826E-MR-1, angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti huruf sama menunjukkan perlakuan yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% pada peubah yang sama, data ditransformasi ke √x+5


(37)

Tabel 5 menunjukkan bahwa metode dengan menggunakan cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 200 ml dapat membedakan antara varietas toleran dan peka kekeringan. Hal ini dapat dilihat pada metode tersebut memiliki selisih rataan terbesar diantara metode lainnya. Cocopeat mempunyai daya simpan air sangat baik serta unsur hara yang cukup.

Tabel 5. Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media Padat

Metode Varietas Toleran

Varietas

Peka

Rataan Metode

T1 T2

Rataan

T P

Selisih (T2-P) Panjang Kecambah (cm)

M7 13.10 20.94 17.02 15.03 5.91 16.35bc

M8 13.33 20.78 17.06 14.51 6.27 16.21bc

M9 19.66 21.66 20.66 20.79 0.87 20.70a

M10 13.70 15.86 14.78 11.11 4.75 13.56d

M11 13.82 16.16 14.99 11.84 4.32 13.94cd

M12 15.93 20.75 18.34 16.46 4.29 17.71b

Rataan 14.92b 19.36a 14.95b

Panjang Akar (cm)

M7 4.09 6.86 5.48 5.78 1.08 5.58b

M8 4.10 6.22 5.16 5.14 1.08 5.16b

M9 8.31 7.25 7.78 7.81 -0.56 7.79a

M10 4.47 4.36 4.42 2.97 1.39 3.93c

M11 5.50 4.96 5.23 3.83 1.13 4.76bc

M12 6.88 7.67 7.28 7.03 0.64 7.19a

Rataan 5.56ab 6.22a 5.42b

Panjang Plumula (cm)

M7 9.03 14.07 11.55 9.31 4.76 10.80bc

M8 9.20 14.77 11.98 9.60 5.17 11.19b

M9 11.34 14.40 12.87 12.99 1.41 12.91a

M10 9.15 11.42 10.28 8.01 3.41 9.52bc

M11 8.25 11.21 9.73 7.96 3.25 9.14c

M12 8.93 13.04 10.98 9.30 3.74 10.42bc

Rataan 9.31b 13.15a 9.53b

Keterangan: M7 = cocopeat (180 ml), M8 = cocopeat (200 ml), M9 = cocopeat (240 ml), M10 = humus daun bambu (90 ml), M11 = humus daun bambu (110 ml), M12 = pakis (100 ml), T1 = Inpago, T2 = Salumpikit, P = genotipe B12826E-MR-1, angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti huruf sama menunjukkan perlakuan yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% pada peubah yang sama


(38)

Media tanam humus mudah ditumbuhi jamur dan memiliki tingkat porositas yang rendah sehingga akar tanaman tidak mampu menyerap air sedangkan pakis menyebabkan adanya banyak semut dan binatang kecil lainnya.

Pada pemilihan metode uji tahap kedua, diperoleh kertas merang dan cocopeat 200 ml air untuk membedakan varietas toleran dan peka kekeringan. Namun, pada metode uji selanjutnya digunakan kertas merang karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan cocopeat. Selain itu, kertas merang lebih cepat dan mudah dalam pelaksanaannya.

Pemilihan Metode Uji Tahap III

Pada metode uji tahap ketiga ini dilakukan percobaan dengan menggunakan kertas merang pada posisi benih dengan ketinggian 17.5 cm, 8.5 cm dan 4 cm dari permukaan air. Pada posisi ketinggian 17.5 cm terlihat paling dapat membedakan varietas toleran dan peka kekeringan. Semakin tinggi posisi ketinggian benih, maka substrat semakin kering.

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada varietas peka kekeringan, tanaman terlihat lebih menderita dibanding varietas toleran kekeringan. Secara umum, panjang akar pada varietas toleran lebih panjang dibandingkan varietas peka kekeringan.

Gambar 6. Perkecambahan Padi pada Kertas Merang dengan Ketinggian Benih 17.5 cm, 8.5 cm dan 4.0 cm dari permukaan air, Genotipe Peka (A) dan Toleran (B)

Penyerapan air pada kertas merang berfluktuasi. Menurut Suwarno dan Hapsari (2008) kertas merang adalah substrat kertas tertinggi tingkat fluktuasinya

B A

17.5 cm

4.0 cm 8.5 cm


(39)

berdasarkan data ketinggian air kapiler. Fluktuasi tinggi yang terjadi pada kertas merang diduga karena kertas merang memiliki ketebalan yang tidak merata, sehingga pada daerah tertentu pergerakan airnya lebih lambat. Menurut Santana (2005) kertas merang merupakan hasil industri rumah tangga yang tidak memiliki standarisasi, berbeda dengan jenis kertas lainnya yang diproduksi dengan standar yang baik.

Hasil analisis sidik ragam pada tiga metode terpilih menunjukkan bahwa interaksi antara metode dengan varietas hanya berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering kecambah normal, berat kering akar, dan berat kering plumula.

Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas Padi terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Kecambah Normal

Peubah Sumber Keragaman

Metode (M) Varietas (V) M x V

BKKN (g) 0.0075 0.0073 0.0016

(30.73 **) (29.91 **) (6.39 **)

BKA (g) 0.0009 0.0005 0.0001

(41.14 **) (23.55 **) (5.98 **)

BKP (g) 0.0026 0.004 0.0011

(18.01 **) (28.03 **) (7.74 **)

PKN (cm) 517.13 220.15 5.91

(61.94 **) (26.37 **) (0.71 tn)

PA (cm) 263.94 5.36 1.61

(111.33 **) (2.26 tn) (0.68 tn)

PP (cm) 34.98 146.92 1.96

(6.70 **) (28.13 **) (0.38 tn)

JD (lb) 0.15 2.82 0.32

(0.95 tn) (17.89 **) (2.01 tn)

DB (%) 2960 960 380

(12.98 **) (4.21 *) (1.67 tn)

PDG (%) 53.35 2615.18 123.74

(0.34 tn) (16.63 **) (0.79 tn)

PDM (%) 13.35 17.84 10.6

(1.17 tn) (1.57 tn) (0.93 tn)

PKM (%) 18 9.26 13.58

(1.56 tn) (0.80 tn) (1.18 tn)

Keterangan: BKKN = Berat Kering Kecambah Normal, BKA = Berat Kering Akar, BKP = Berat Kering Plumula, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, JD = Jumlah Daun, DB = Daya Berkecambah, PDG = Persentase Daun Menggulung, PDM = Persentase Daun Mati, PKM = Persentase Kecambah Mati, angka yang berada di dalam kurung adalah nilai F-hitung, ** nyata pada taraf 1%, * nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata


(40)

Faktor tunggal metode berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering kecambah normal, berat kering akar, berat kering plumula, panjang kecambah normal, panjang akar, panjang plumula dan daya berkecambah. Faktor tunggal varietas berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering kecambah normal, berat kering akar, berat kering plumula, panjang kecambah normal, panjang plumula, jumlah daun, dan persentase daun menggulung, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar, persentase daun mati dan persentase kecambah mati (Lampiran 8-18).

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa selisih rataan terbesar dari ketiga metode terdapat pada metode M2, tetapi metode M2 tidak dapat digunakan untuk membedakan antara varietas toleran dan peka kekeringan. Hal ini kemungkinan disebabkan media yang lembab dan kondisi akar tergenang sehingga tidak ada udara dan berakibat pertumbuhan akar terhambat. Media yang lembab memacu pertumbuhan cendawan pada benih sehingga benih membusuk.

Tabel 7. Rataan dan Selisih antara Varietas Toleran dan Peka pada Berbagai Metode

Peubah V1 V2 Selisih (V1-V2)

M1 M2 M3 M1 M2 M3 M1 M2 M3

BKKN (g) 0.11 0.09 0.11 0.09 0.05 0.10 0.02 0.04 0.01 BKA (g) 0.04 0.03 0.04 0.03 0.02 0.04 0.01 0.01 0.00 BKP (g) 0.07 0.07 0.08 0.06 0.04 0.07 0.01 0.03 0.01 PKN (cm) 29.94 20.8 25.86 26.8 15.72 22.59 3.14 5.08 3.27 PA (cm) 16.76 9.68 12.84 16.04 8.59 12.86 0.72 1.09 -0.02 PP (cm) 13.22 11.29 12.98 10.77 7.61 9.73 2.45 3.69 3.25 JD (lb) 1 1 1 1 1 2 0 0 -1 DB (%) 100 85.00 97.00 96.00 67.00 95.00 4 18 2 PDG (%) 83.00 81.06 86.33 93.5 100 96.50 -10.5 -18.94 -10.17 PDM (%) a) 0.00 1.00 1.00 1.56 3.43 0.50 -1.56 -2.43 0.50 PKM (%) a) 0.00 1.00 1.00 1.00 3.43 0.00 -1.00 -2.43 1.00 Keterangan: BKKN = Berat Kering Kecambah Normal, BKA = Berat Kering Akar, BKP =

Berat Kering Plumula, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, JD = Jumlah Daun, PDG = Persentase Daun Menggulung, PDM = Persentase Daun Mati, PKM = Persentase Kecambah Mati, DB = Daya Berkecambah, M1 = kertas merang (17.5cm), M2 = kertas merang (4 cm), M3 = kertas merang (8.5 cm), V1 = Salumpikit (Toleran), V2 = genotipe peka B12826E-MR-1, a) = angka ditransformasi √x+0.5


(41)

Pada metode M3 hampir semua peubah yang diamati memiliki selisih rataan antara varietas toleran dan peka yang lebih kecil dibandingkan M1. Peubah panjang kecambah normal dan panjang plumula pada metode M3 menunjukkan selisih rataan antara varietas toleran dan peka kekeringan lebih besar dibandingkan dengan metode M1. Hal ini diduga pada metode M3 ketersediaan air bagi tanaman masih cukup untuk pertumbuhan plumula. Selain itu mungkin kadar air pada substrat kertas yang tidak merata (Lampiran 19).

Seleksi toleransi kekeringan dilakukan dengan menggunakan metode M1 dengan peubah persentase daun menggulung. Hal ini disebabkan pada M1 dengan peubah persentase daun menggulung tanaman memiliki selisih rataan terbesar. Pada genotipe toleran kekeringan tanaman akan tumbuh bagus, baik pertumbuhan plumula maupun akar sedangkan genotipe peka kekeringan tanaman akan menderita.

Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Laboratorium Percobaan toleransi kekeringan ini dilakukan menggunakan kertas merang pada posisi benih dengan ketinggian 17.5 cm dari permukaan air. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan faktor genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah berat kering kecambah normal, berat kering plumula, panjang kecambah normal, panjang akar, panjang plumula, dan persentase daun menggulung. Pada peubah berat kering akar dan jumlah daun, faktor genotipe berpengaruh nyata tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap peubah daya berkecambah, persentase daun mati dan persentase kecambah mati. Pada peubah persentase daun menggulung memiliki nilai kuadrat tengah yang paling besar diantara peubah yang lain yaitu sebesar 291.83.

Hal ini diduga peubah persentase daun menggulung memperlihatkan adanya perbedaan antara varietas toleran dan peka kekeringan yang besar. Berkurangnya luas permukaan daun merupakan respon pertahanan tanaman terhadap kekeringan yang dilakukan dengan menggulungnya daun. Luas permukaan daun yang sempit ini mengakibatkan berkurangnya transpirasi sehingga tanaman dapat bertahan pada kondisi kekeringan dengan ketersediaan air yang cukup di area perakaran.


(42)

Tabel 8. Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Kecambah Normal

Peubah Sumber Keragaman

Ulangan Genotipe

BKKN (g) 0.0002 0.0008

(0.62 tn) (2.40 **)

BKA (g) 0.0002 0.00008

(3.91*) (1.61*) BKP (g) 0.0002 0.0005

(1.26 tn) (3.09 **)

PKN (cm) 107.04 18.42

(21.44 **) (3.69 **)

PA (cm) 84.25 4.92

(43.79 **) (2.56 **)

PP (cm) 3.40 9.30

(1.35 tn) (3.69 **)

JD (lb) 0.16 0.31

(0.80 tn) (1.50 *)

DB (%) 39.13 147.00

(0.27 tn) (1.02 tn)

PDG (%) 672.57 291.83

(4.49 **) (1.95 **)

PDM a) (%) 0.29 0.97

(0.28 tn) (0.94 tn)

PKM a) (%) 0.27 0.94

(0.27 tn) (0.93 tn)

Keterangan: BKKN = Berat Kering Kecambah Normal, BKA = Berat Kering Akar, BKP = Berat Kering Plumula, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, JD = Jumlah Daun, PDG = Persentase Daun Menggulung, PDM = Persentase Daun Mati, PKM = Persentase Kecambah Mati, DB = Daya Berkecambah, angka yang berada di dalam kurung adalah nilai F-hitung, ** nyata pada taraf 1%, * nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata, a) angka ditransformasi √x+0.5

Berdasarkan hasil percobaan, pada peubah persentase daun menggulung memiliki rataan sebesar 83.15% dengan nilai kisaran antara 58.75% - 95.42% (Tabel 9). Genotipe yang memiliki nilai persentase daun menggulung terkecil adalah B11177G-TB-1-2. Peubah berat kering kecambah normal memiliki rataan sebesar 0.090 g dengan nilai kisaran antara 0.061 g – 0.124 g. Peubah berat kering akar memiliki rataan sebesar 0.033 g dengan nilai kisaran antara 0.023 g – 0.044 g. Peubah berat kering plumula memiliki rataan 0.063 g dengan nilai kisaran antara 0.041 g – 0.088 g.


(43)

Tabel 9. Rataan dan Kisaran Nilai Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Kecambah Normal

Peubah Rataan (Kisaran)

BKKN (g) 0.09

(0.061-0.124)

BKA (g) 0.033

(0.023-0.044)

BKP (g) 0.063

(0.041-0.088)

PKN (cm) 25.12

(21.20-30.76)

PA (cm) 16.37

(13.82-19.59)

PP (cm) 8.74

(6.46-11.43)

JD (lb) 2

(1-2)

DB (%) 89.56

(80.00-100.00)

PDG (%) 83.15

(58.75-95.42)

PDM a) (%) 1.83

(0.00-7.78)

PKM a) (%) 1.64

(0.00-7.78)

Keterangan: BKKN = Berat Kering Kecambah Normal, BKA = Berat Kering Akar, BKP = Berat Kering Plumula, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, JD = Jumlah Daun, DB = Daya Berkecambah, PDG = Persentase Daun Menggulung, PDM = Persentase Daun Mati, PKM = Persentase Kecambah Mati, angka-angka di dalam kurung merupakan angka kisaran pada setiap peubah, a) angka ditransformasi √x+0.5

Peubah panjang kecambah normal memiliki rataan 25.12 cm dengan nilai kisaran antara 21.20 cm – 30.76 cm. Peubah panjang akar memiliki rataan 16.37 cm dengan nilai kisaran antara 13.82 cm – 19.59 cm. Peubah panjang plumula memiliki rataan 8.74 cm dengan nilai kisaran antara 6.46 cm – 11.43 cm

Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Rumah Kaca Pengelompokan genotipe pada percobaan di rumah kaca berdasarkan skor IRRI dengan peubah persentase daun mati adalah sangat toleran (1) dengan gejala kekeringan ≤ 10%, toleran (3) dengan gejala kekeringan > 10% - ≤ 25%, sedang (5) dengan gejala kekeringan > 25% - ≤ 50%, peka (7) dengan gejala kekeringan > 50% - ≤ 75%, dan sangat peka (9) dengan gejala kekeringan > 75%


(44)

(IRRI, 1988). Hasil pengelompokan tingkat toleransi kekeringan di rumah kaca berdasarkan persentase daun mati menunjukkan bahwa dari 46 genotipe yang diuji terdapat 27 genotipe peka kekeringan dan 19 genotipe sangat peka kekeringan (Lampiran 20). Berdasarkan hasil percobaan terdapat lima genotipe yang menunjukkan tingkat toleransi paling tinggi diantara genotipe peka dan sangat peka. Lima genotipe tersebut adalah TB155J-TB-MR-3-3, B11629F-TB-2-3-5, B11584E-MR-5-4-3-1-2-4-2-2, B11576F-MR-8-1-2-2-1, dan B11338F-TB-26-5 (Lampiran 21).

Tabel 10 menunjukkan bahwa peubah rumah kaca lainnya memiliki nilai kisaran yang saling ”overlap”. Hal ini dikarenakan pada peubah persentase daun menggulung, berat kering bibit dan jumlah daun memiliki koefisien korelasi yang tidak nyata dengan peubah persentase daun mati di rumah kaca. Pada peubah persentase bibit mati dengan koefisien korelasi yang nyata tetap memiliki nilai kisaran yang ”overlap” karena nilai koefisien korelasi yang tidak 100%.

Tabel 10. Rataan dan Kisaran Nilai Peubah Rumah Kaca Berdasarkan Tingkat Toleransi Persentase Daun Mati

Kelas Jumlah Genotipe

Rataan (Kisaran)

PDM PBM PDG BKB JD

Peka 27 64.68 27.65 38.95 1.71 4.00

(51.11-75.00) (0.00-53.33) (22.22-74.23) (1.10-2.83) (3-4) Sangat

peka 19 84.16 58.95 54.02 1.60 4.00

(75.56-96.11) (33.00-86.67) (7.22-87.23) (0.87-2.37) (3-4) Keterangan: PDM = Persentase Daun Mati, PBM = Persentase Bibit Mati, PDG = Persentase Daun

Menggulung, BKB = Berat Kering Bibit, JD = Jumlah Daun

Hasil uji cek toleran Salumpikit dan cek peka IR 20 di rumah kaca menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat toleransi persentase daun mati, cek toleran Salumpikit tergolong peka dan cek peka IR 20 tergolong sangat peka. Hal ini dikarenakan kadar air pada pot permanen tidak merata (Lampiran 22) sehingga molekul air tidak berada pada permukaan akar semuanya dan berakibat pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.

Analisis korelasi merupakan analisis untuk mengetahui keeratan hubungan antar dua peubah atau lebih. Peubah persentase bibit mati dapat juga digunakan untuk menilai tingkat toleransi kekeringan. Tabel 11 menunjukkan bahwa korelasi antara peubah persentase daun mati dan persentase bibit mati di rumah kaca


(45)

berkorelasi nyata dan memiliki koefisien korelasi positif terbesar, yaitu 0.88. Diduga semakin besar persentase daun mati akan semakin besar persentase bibit matinya.

Tabel 11. Koefisien Korelasi dan Peluangnya pada Peubah Persentase Daun Mati dan Peubah Lainnya di Rumah Kaca

Peubah r Pr>|r|

PDM vs BKB -0.18 0.242 tn

PDM vs JD -0.23 0.125 tn

PDM vs PDG 0.15 0.319 tn

PDM vs PBM 0.88 <.0001 **

Keterangan: PDM = Persentase Daun Mati, BKB = Bobot Kering Bibit, JD = Jumlah Daun, PDG = Persentase Daun Menggulung, PBM= Persentase Bibit Mati, r = koefisien korelasi, ** = berkorelasi nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak berkorelasi

Berdasarkan Tabel 12 hampir semua peubah yang diamati di laboratorium tidak berhubungan secara linier dengan peubah di rumah kaca kecuali pada peubah jumlah daun di laboratorium berkorelasi nyata dengan peubah jumlah daun dan persentase daun menggulung di rumah kaca. Peubah daya berkecambah di laboratorium berkorelasi nyata dengan peubah jumlah daun di rumah kaca. Peubah persentase daun menggulung dan jumlah daun tidak digunakan sebagai parameter dalam percobaan toleransi terhadap kekeringan. Korelasi tersebut kemungkinan tidak terkait dengan toleransi terhadap kekeringan.

Peubah persentase daun menggulung di laboratorium tidak berkorelasi terhadap persentase daun mati maupun persentase bibit mati di rumah kaca. Hal ini kemungkinan karena genotipe yang diuji menggunakan genotipe yang keragaman kekeringannya kecil, yaitu sangat peka dan peka terhadap kekeringan. Pada metode uji sebelumnya, dapat membedakan antara varietas sangat toleran dan sangat peka terhadap kekeringan. Oleh karena itu, disarankan adanya penelitian lanjut dengan menggunakan metode kertas merang pada posisi ketinggian benih 17.5 cm dari permukaan air dengan genotipe-genotipe yang keragaman kekeringannya besar, yaitu sangat peka hingga sangat toleran.


(1)

Lampiran 14. Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Jumlah Daun di Laboratorium

Sumber db JK KT Fhitung Pr>F Ulangan 9 0.41667 0.04630 0.29 0.9728 tn Metode 2 0.30000 0.15000 0.95 0.3932 tn Varietas 1 2.81667 2.81667 17.89 0.0001 ** M*V 2 0.63333 0.31667 2.01 0.1456 tn Galat 45 7.08333 0.15741

Total

Terkoreksi 59 11.25000

KK=31.740

Keterangan: ** nyata pada taraf 1% * nyata pada taraf 5% tn tidak nyata

Lampiran 15. Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Daya Berkecambah di Laboratorium

Sumber db JK KT Fhitung Pr>F

Ulangan 9 1300.000 144.444 0.63 0.7623 tn Metode 2 5920.000 2960.000 12.98 <.0001 ** Varietas 1 960.000 960.000 4.21 0.0460 * M*V 2 760.000 380.000 1.67 0.2003 tn Galat 45 10260.000 228.000

Total

Terkoreksi 59 19200.000

KK=16.780

Keterangan: ** nyata pada taraf 1% * nyata pada taraf 5% tn tidak nyata

Lampiran 16. Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Persentase Daun Menggulung di Laboratorium

Sumber db JK KT Fhitung Pr>F Ulangan 9 4459.176 495.464 3.15 0.0050 ** Metode 2 106.694 53.347 0.34 0.7142 tn Varietas 1 2615.184 2615.184 16.63 0.0002 ** M*V 2 247.470 123.735 0.79 0.4615 tn Galat 45 7077.788 157.284

Total

Terkoreksi 59 14506.312 KK=13.925

Keterangan: ** nyata pada taraf 1% * nyata pada taraf 5% tn tidak nyata


(2)

Lampiran 17. Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Persentase Daun Mati di Laboratorium

Sumber db JK KT Fhitung Pr>F Ulangan 9 198.608 22.068 1.94 0.0700 tn Metode 2 26.691 13.345 1.17 0.3186 tn Varietas 1 17.842 17.842 1.57 0.2168 tn

M*V 2 21.198 10.599 0.93 0.4012 tn

Galat 45 511.756 11.372 Total

Terkoreksi 59 776.095 KK=180.158

Keterangan:sebelum dianalisis data ditransformasi ke √x+0.5 tn tidak nyata

Lampiran 18. Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Persentase Kecambah Mati di Laboratorium

Sumber db JK KT Fhitung Pr>F Ulangan 9 162.972 18.108 1.57 0.1532 tn Metode 2 36.006 18.003 1.56 0.2209 tn Varietas 1 9.261 9.261 0.80 0.3748 tn M*V 2 27.159 13.579 1.18 0.3171 tn Galat 45 518.629 11.525

Total

Terkoreksi 59 754.026 KK=197.443

Keterangan:sebelum dianalisis data ditransformasi ke √x+0.5 tn tidak nyata

Lampiran 19. Kadar Air Substrat Kertas Merang pada 14 HST

Tinggi Kertas Kadar Air (%)

Toleran Peka

0 cm - 5 cm 74.33 77.71

5 cm - 10 cm 79.37 79.49

10 cm - 15 cm 80.36 79.77

15 cm - 17.5 cm 81.19 80.41

Keterangan: 0 cm diukur dari posisi benih ditanam pada ketinggian 17.5 cm, HST = Hari Setelah Tanam


(3)

Lampiran 20. Hasil Pengelompokkan Genotipe terhadap Tingkat Toleransi Kekeringan pada Peubah Persentase Daun Mati di Rumah Kaca dan Peubah Persentase Daun Mati di Laboratorium

Genotipe

Rumah Kaca Laboratorium PDM

Tingkat Toleransi

PDM

B11604E-MR-2-4-3 75.56 SP 1.39

B12164D-MR-30-2 74.44 P 1.39

B11942D-MR-2-1-1 76.11 SP 0.00

B11584E-MR-5-4-3-1-2-4-2-2 53.89 P 2.50

B11576F-MR-8-1-2-2-1 57.22 P 0.00

B11338F-TB-26-5 57.78 P 2.50

B11338F-TB-26-5 68.33 P 1.25

B12826E-MR-1 96.11 SP 5.28

B12165D-MR-33-1 71.11 P 0.00

B12498C-MR-4 84.44 SP 5.56

B12158D-MR-1-1 66.67 P 0.00

B11923C-TB-3-1-1 71.11 P 2.50

B12644F-MR-1 65.00 P 0.00

B11604E-TB-2-4-3 59.44 P 2.50

B11602-MR-1-5-2 75.00 P 0.00

B11178G-TB-29 82.22 SP 2.90

B10580E-KN-28-1-1-1 62.78 P 2.50

B11629F-TB-2-3-5 52.22 P 0.00

TB155J-TB-MR-3-1 67.22 P 5.00

B11629F-TB-2-3-3 76.67 SP 2.50

TB155J-TB-MR-3-2 58.33 P 0.00

TB155J-TB-MR-3-3 51.11 P 3.89

B12495C-MR-69-2-1 70.56 P 0.00

B11902F-TB-6 73.33 P 0.00

B12817E-MR-1 70.00 P 1.25

KAL9118F-MR-2-1-2-1-2-6-1 73.33 P 0.00

B11629F-TB-2-3-4 60.56 P 0.00

B11598G-TB-2-5-2-3 75.56 SP 0.00

B12493C-MR-11-4-5 64.44 P 2.50

B12493C-MR-11-4-4 68.33 P 0.00

B12495C-MR-29-1-2 60.56 P 2.50

B11907E-TB-1-2 67.78 P 0.00

B12490C-MR-24-1-1 79.87 SP 2.78

B12160D-MR-11-3 78.33 SP 5.36


(4)

Lampiran 20 (Lanjutan).

Genotipe

Rumah Kaca Laboratorium PDM

Tingkat

Toleransi

PDM

B12151D-MR-24-1-3 86.80 SP 2.50

B11177G-TB-1-2 88.33 SP 0.00

B11177G-TB-1-1 89.03 SP 1.39

B11604E-TB-2-5-3 92.77 SP 0.00

B11604E-TB-2-10-1 91.10 SP 0.00

B11604E-TB-2-10-2 87.23 SP 2.78

B11423G-MR-1 82.77 SP 0.00

IR7858-12-3-2-2 91.67 SP 0.83

B10580E-KN-28-1-1 88.43 SP 7.78

B11602E-MR-1-1-1 64.43 P 7.50

B11602E-MR-1-1-2 61.33 P 0.00

Keterangan: PDM = Persentase Daun Mati, P = Peka, SP = Sangat Peka

Lampiran 21. Lima Genotipe yang Menunjukkan Tingkat Toleransi Tertinggi Diantara Peka dan Sangat Peka dari Hasil Pengelompokan Tingkat Toleransi Kekeringan pada Peubah Persentase Daun Mati di Rumah Kaca

Genotipe PDM

Tingkat Toleransi

TB155J-TB-MR-3-3 51.11 P

B11629F-TB-2-3-5 52.22 P

B11584E-MR-5-4-3-1-2-4-2-2 53.89 P

B11576F-MR-8-1-2-2-1 57.22 P

B11338F-TB-26-5 57.78 P

Keterangan: PDM = Persentase Daun Mati, P = peka

Lampiran 22. Kadar Air Tanah pada Pengujian di Rumah Kaca

Kondisi Pot1 Pot 2

Depan Tengah Belakang Depan Tengah Belakang Optimum 52.85 48.15 50.47 51.66 53.08 47.72 Suboptimum 2

minggu 18.52 25.32 27.14 31.19 20.81 28.03 Suboptimum 3

minggu 20.68 15.06 25.48 22.56 15.93 26.26 Suboptimum 4

minggu 21.91 20.96 20.47 23.1 26.23


(5)

Lampiran 23. Contoh Simulasi Seleksi Pengujian di Rumah Kaca dan Laboratorium

No.Genotipe Rumah Kaca No.Genotipe Laboratorium Persentase

Daun Mati (%)

Persentase Daun Mati (%)

151 51.11 104 0.00

147 52.22 106 0.00

105 53.89 115 0.00

106 57.22 117 0.00

107 57.78 135 0.00

150 58.33 140 0.00

139 59.44 147 0.00

160 60.56 150 0.00

165 60.56 154 0.00

216 61.33 155 0.00

142 62.78 158 0.00

215 64.43 160 0.00

163 64.44 161 0.00

135 65.00 164 0.00

117 66.67 166 0.00

148 67.22 173 0.00

166 67.78 175 0.00

108 68.33 185 0.00

164 68.33 189 0.00

156 70.00 192 0.00

154 70.56 216 0.00

115 71.11 201 0.83

122 71.11 108 1.25

155 73.33 156 1.25

158 73.33 100 1.39

102 74.44 102 1.39

140 75.00 176 1.39

100 75.56 105 2.50

161 75.56 107 2.50

173 76.10 122 2.50

104 76.11 139 2.50

149 76.67 142 2.50

170 78.33 149 2.50

167 79.87 163 2.50

141 82.22 165 2.50

192 82.77 174 2.50


(6)

Lampiran 23 (Lanjutan).

No.Genotipe Rumah Kaca No.Genotipe

Laboratorium

Persentase Daun Mati (%)

Persentase Daun Mati (%)

174 86.80 190 2.78

190 87.23 141 2.90

175 88.33 151 3.89

205 88.43 148 5.00

176 89.03 114 5.28

189 91.10 170 5.36

201 91.67 116 5.56

185 92.77 215 7.50

114 96.11 205 7.78

Keterangan: batas garis jumlah genotipe yang sesuai pada intensitas seleksi sebesar 50%, Angka yang bercetak tebal adalah nomor genotipe yang menunjukkan kesesuaian antara pengujian di laboratorium dan di rumah kaca