Identifikasi Cendawan Endofit Asal Tanaman Obat Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) serta Penapisan Potensi Antibakterinya



 

IDENTIFIKASI CENDAWAN ENDOFIT ASAL TANAMAN
OBAT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia) SERTA
PENAPISAN POTENSI ANTIBAKTERINYA

RANI PARAWITASARI DEN KA’A

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 ii 

 

ABSTRAK

RANI PARAWITASARI DEN KA’A. Identifikasi Cendawan Endofit Asal Tanaman Obat Jati
Belanda (Guazuma ulmifolia) serta Penapisan Potensi Antibakterinya. Dibimbing oleh UTUT
WIDYASTUTI dan NAMPIAH SUKARNO.
Cendawan endofit ialah mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan sehat tanaman
inangnya tanpa menyebabkan penyakit. Cendawan endofit tumbuh pada setiap tumbuhan,
termasuk tanaman obat jati belanda secara intraseluler dan/atau interseluler. Jati belanda
merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia yang mengandung senyawa antimikroba,
termasuk antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tiga cendawan endofit asal
jati belanda secara morfologi dan molekuler, serta menapis potensi antibakterinya menggunakan
ekstrak miselia dengan pelarut metanol terhadap bakteri uji Escherichia coli flora normal,
Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) K1-1, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, dan Bacillus subtilis. Ketiga cendawan endofit tersebut ialah JBba3, JBba4, dan JBa5.
Berdasarkan karakteristik morfologi, isolat JBba3 teridentifikasi sebagai Rhizopycnis sp.1, JBa5
ialah Rhizopycnis sp.2, sedangkan isolat JBba4 ialah Colletotrichum sp. Hasil identifikasi
menggunakan ruas ITS rDNA menunjukkan bahwa isolat JBba3 dan JBa5 ialah Rhizopycnis
vagum, sedangkan isolat JBba4 ialah Colletotrichum sp. Semua isolat tidak menghambat
pertumbuhan E. coli flora normal. Isolat Rhizopycnis sp.1 dan Rhizopycnis sp.2 tidak menghambat
pertumbuhan semua bakteri uji. Isolat Colletotrichum sp. menghambat pertumbuhan bakteri EPEC
K1-1 dan P. aeruginosa dengan rata-rata diameter zona hambat masing-masing sebesar 13.0 dan
6.7 mm. Kemampuan antibakteri dari ekstrak miselia dengan pelaut metanol isolat Colletotrichum

sp. sama dengan antibiotik cefotaxime sebagai kontrol positif pada dua konsentrasi yang diuji,
yaitu 8 dan 64 µg/ml.
Kata kunci: cendawan endofit, potensi antibakteri, identifikasi, Colletotrichum, Rhizopycnis
Guazuma ulmifolia

ABSTRACT
RANI PARAWITASARI DEN KA’A. Identification of Endophytic Fungi Isolated from Jati
Belanda (Guazuma ulmifolia) Medicinal Plant and Screening Their Antibacterial Potency.
Supervised by UTUT WIDYASTUTI and NAMPIAH SUKARNO.
Endophytic fungi are microorganisms living in healthy tissue of their host plants without
causing disease. Endophytic fungi live in every plant, including jati belanda medicinal plant
intracellulary and/or intercellulary. Jati belanda (Guazuma ulmifolia) is one of Indonesia medicinal
plants. The plant produced antimicrobe substances, including antibacteria. This research aimed to
identify three endophytic fungi isolated from jati belanda morphologically and molecularly, and to
screen their antibacterial potency by using mycelial extracts obtained with methanol solvent
against microflora Escherichia coli, Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) K1-1,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, and Bacillus subtilis as tested bacteria. The
three endophytic fungi were JBba3, JBba4, and JBa5. Based on morphological characteristics,
fungal isolate JBba3 identified as Rhizopycnis sp.1, JBa5 was Rhizopycnis sp.2, whereas JBba4
was Colletotrichum sp. Identification results by using ITS rDNA region showed that isolates

JBba3 and JBa5 were Rhizopycnis vagum, meanwhile isolate JBba4 was Colletotrichum sp. All
three isolates tested did not inhibit the growth of the microflora E. coli. Isolates Rhizopycnis sp.1
and Rhizopycnis sp.2 did not inhibit the growth of all bacteria tested. Isolate Colletotrichum sp.
inhibited the growth of EPEC K1-1 and P. aeruginosa with diameters zone of inhibition were 13.0
and 6.7 mm, respectively. Antibacterial potencies of Colletotrichum sp. mycelial extract were
similar with cefotaxime antibiotic as positive control on two concentrations tested, which were 8
and 64 µg/ml.
Keywords: endophytic fungi, antibacterial potency, identification, Colletotrichum, Rhizopycnis,
Guazuma ulmifolia

iii 

 

IDENTIFIKASI CENDAWAN ENDOFIT ASAL TANAMAN
OBAT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia) SERTA
PENAPISAN POTENSI ANTIBAKTERINYA

RANI PARAWITASARI DEN KA’A


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv 

 

Judul Skripsi

:

Nama

NIM

:
:

Identifikasi Cendawan Endofit Asal Tanaman Obat Jati
Belanda (Guazuma ulmifolia) serta Penapisan Potensi
Antibakterinya
Rani Parawitasari Den Ka’a
G34080043

Disetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si.
NIP 19640517 198903 2 001

Dr. Ir. Nampiah Sukarno

NIP 19590504 198703 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si.
NIP 19650720 199103 1 002

Tanggal lulus:

 v 

 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Identifikasi Cendawan
Endofit Asal Tanaman Obat Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) serta Penapisan Potensi
Antibakterinya” ini dilakukan mulai Februari 2012 sampai dengan Desember 2012 di
Laboratorium Biorin, Gedung Pusat Antar Universitas, PPSHB, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini didanai oleh Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. dan Dr. Ir. Nampiah Sukarno. Oleh
karena itu, saya ucapkan terima kasih.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. dan Dr. Ir. Nampiah
Sukarno atas bimbingan dan arahan yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Ignatius Muhadiono selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan yang telah bersedia
menguji dan memberikan saran saat ujian dan penulisan karya ilmiah. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada ayahanda Ramli Den Ka’a, Ibunda Haryani, kakak Randi Haris Den Ka’a, dan
adik Reni Triani Den Ka’a untuk segala pengorbanan, doa dan dukungan. Terima kasih kepada
Rezana Falachi atas segala dukungannya. Terima kasih kepada Dikti yang telah memberikan dana
penelitian kepada Dr. Utut Widyastuti dan Dr. dr. Sri Budiarti yang telah memberikan isolat
bakteri uji dari Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB. Terima kasih kepada
PPSHB IPB yang telah memberikan fasilitas penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada rekan-rekan di laboratorium Biorin (Gina, Latifah, Nurul, Kak Nurul, Kak Fajri, Kak
Ophie, Kak Lia, Kak Delih, Kak Fany, Mbak Tri, dan Mbak Pepy) dan Departemen Biologi (Delfi,
Rina, Agus H, Dyah, Uun, dan Dirga) atas bantuan dan saran selama penulis melakukan penelitian
ini.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Mei 2013


Rani Parawitasari Den Ka’a

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

vi 

 


RIWAYAT HIDUP
 
Penulis dilahirkan di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dari pasangan Ramli Den Ka’a
dan Haryani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan di TK Negeri Pembina Mataram pada tahun 1996, SD Negeri 16 Mataram pada tahun
2002, SMP Negeri 6 Mataram pada tahun 2005, dan SMA Negeri 5 Mataram pada tahun 2008.
Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB.
Penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Vertebrata
pada tahun 2011, asisten Genetika Molekuler, Struktur Hewan, dan Botani Umum pada tahun
2012. Penulis pernah ikut serta UKM Futsal pada tahun 2009. Penulis juga pernah berpartisipasi
dalam aktivitas kepanitiaan pada masa orientasi mahasiswa tingkat departemen, Lomba Cepat
Tepat Biologi, dan Biologi Interaktif pada tahun 2010, selain itu penulis mengikuti kepanitiaan
Biology Fun Day pada tahun 2011. Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis
pernah melakukan penelitian dalam studi lapangan mengenai Ekosistem Lamun di Pangandaran
pada tahun 2010 dan praktik lapangan di Laboratorium Genetika, Bidang Zoologi, Puslit Biologi,
LIPI mengenai Proses Identifikasi Diversitas Genetik Jalak Bali pada tahun 2011.

vii 


 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................... viii
PENDAHULUAN................................................................................................................................ 1
Latar Belakang ................................................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................................................. 1
BAHAN DAN METODE .................................................................................................................... 1
Waktu dan Tempat ........................................................................................................................... 1
Alat dan Bahan................................................................................................................................. 1
Penyiapan Kultur Cendawan Endofit .............................................................................................. 2
Identifikasi Secara Morfologi .......................................................................................................... 2
Identifikasi Secara Molekuler.......................................................................................................... 2
Penapisan Potensi Antibakteri ......................................................................................................... 2
HASIL .................................................................................................................................................. 4
Identifikasi Secara Morfologi .......................................................................................................... 4
Identifikasi Secara Molekuler.......................................................................................................... 6

Penapisan Potensi Antibakteri ......................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 8
SIMPULAN ....................................................................................................................................... 10
SARAN .............................................................................................................................................. 10
UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 10

 

 

viii 

 

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6

Hasil identifikasi secara mikroskopis isolat JBba3, JBba4, dan JBa5 ....................................... 4
Hasil analisis bioinformatika menggunakan megaBLAST dari NCBI ...................................... 6
Hasil penapisan antibakteri isolat JBba3, JBba4, dan JBa5 terhadap E. coli flora normal
pada hari ke-3 setelah inkubasi ................................................................................................... 6
Hasil penapisan antibakteri isolat JBba3, JBba4, dan JBa5 terhadap empat bakteri uji
pada hari ke-3 setelah inkubasi ................................................................................................... 7
Rata-rata diameter zona bening yang dibentuk oleh ekstrak miselia dari isolat JBba4
menggunakan metanol, cefotaxime, dan pelarut metanol terhadap bakteri uji .......................... 7
Hasil analisis Independent-Samples T Test antara ekstrak menggunakan metanol dari
isolat JBba4 dengan kontrol positif pada konsentrasi 8 dan 64 µg/ml ....................................... 7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

2

3

4
5

Morfologi Rhizopycnis sp.1 (isolat JBba3): (A) koloni tampak atas, (B) koloni tampak
bawah, (C) penjuluran hifa, (D) hifa septat, (E) konidiofor, (F-G) konidia. Perbesaran
1000×. Skala bar 20 µm. ............................................................................................................. 5
Morfologi Colletotrichum sp. (isolat JBba4): (A) koloni tampak atas, (B) koloni tampak
bawah, (C-D) apresoria perbesaran 1000×, (E) hifa septat perbesaran 1000×, (F) konidia
perbesaran 600×. Skala bar 20 µm. ............................................................................................. 5
Morfologi Rhizopycnis sp.2 (isolat JBa5): (A) koloni tampak atas, (B) koloni tampak
bawah, (C-D) klamidospora tersusun seperti rantai perbesaran 1000× dan 600×, (E)
klamidospora perbesaran 1000×, (F) penjuluran hifa perbesaran 1000×, (G) hifa septat
perbesaran 1000×. Pewarnaan dengan lactophenol cotton blue. Skala bar 20 µm. ................... 5
Amplikon ruas ITS yang memperlihatkan kualitas pita tunggal berukuran ±600 pb pada
gel agarosa 1%: (M) Marker 1 Kb ladder, (ba4) JBba4, (ba3) JBba3, dan (a5) JBa5. ............. 6
Penapisan aktifitas antibakteri isolat JBba4: (A) uji terhadap EPEC K1-1, (B) uji
terhadap P. aeruginosa, (C) kontrol negatif terhadap E. coli flora normal, (D) kontrol
negatif EPEC K1-1 terhadap metanol, (E) kontrol negatif P. aeruginosa terhadap
metanol, (F) kontrol negatif E. coli flora normal terhadap metanol. Pengamatan pada
hari ke-3 inkubasi. Keterangan gambar ditunjukkan oleh tanda panah. .................................... 7 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4

Cara membuat larutan CTAB 2% ............................................................................................. 14
Cara membuat larutan TAE 1× dari stok larutan TAE 50×...................................................... 15
Cara membuat larutan antibiotik cefotaxime 8 µg/ml dan 64 µg/ml........................................ 16
Hasil analisis bioinformatika menggunakan megaBLAST dari NCBI .................................... 17



 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cendawan
endofit
ialah
mikroorganisme yang menghabiskan seluruh
atau sebagian siklus hidupnya mengkolonisasi
jaringan sehat inangnya secara interseluler dan
atau intraseluler, tanpa adanya gejala yang
terlihat dari luar. Mikroorganisme endofit
dapat berupa cendawan, bakteri, dan
aktinomiset (Chanway 1996; Ren & Wen
2001). Menurut Strobel dan Daisy (2003)
terdapat 300.000 spesies tumbuhan di bumi
dan tiap spesiesnya merupakan inang bagi
satu atau lebih endofit. Cendawan endofit
dalam satu inang, bahkan dalam satu organ
tumbuhan dapat memiliki keragaman spesies
yang sangat tinggi. Keragaman spesies atau
strain
biasanya
berhubungan
dengan
keragaman
bioaktif
yang
dihasilkan.
Rakotoniriana et al. (2008) berhasil
mengisolasi 45 cendawan endofit dengan
karakter morfologi yang berbeda-beda dari
daun Centella asiatica.
Menurut Zhao et al. (2011), cendawan
endofit pada tumbuhan merupakan sumber
komponen bioaktif alami yang penting dan
baru, salah satunya berupa zat antimikroba.
Tumbuhan yang sering dieksplorasi cendawan
endofitnya sebagai sumber zat antimikroba
tersebut ialah tanaman obat, termasuk jati
belanda. Tanaman obat telah diketahui
sebagai inang yang baik bagi berbagai
cendawan endofit (Hongsheng et al. 2010).
Pemanfaatan sumberdaya yang baru ini
dimungkinkan oleh kemampuan beberapa
endofit menghasilkan komponen bioaktif yang
sama atau mirip dengan inangnya (Ren &
Wen 2001). Metabolit sekunder asal
cendawan endofit memiliki aktifitas biologi
dengan spektrum luas dan dikelompokkan
dalam beberapa kategori, seperti alkaloid,
steroid, terpenoid, quinon, alifatik, fenol dan
asam fenola (Hua et al. 2006).
Jati Belanda merupakan salah satu
tanaman
obat
di
Indonesia
yang
penggunaanya telah digunakan secara turuntemurun. Daun jati belanda secara tradisional
dimanfaatkan sebagai pelangsing tubuh
karena mengandung komponen bioaktif
berupa tanin, musilago, dan saponin (Dewoto
2007; Iswantini et al. 2011). Selain sebagai
pelangsing tubuh, saponin dan tanin juga
diketahui memiliki kemampuan sebagai
antibakteri (Poeloengan & Praptiwi 2010).
Manfaat cendawan endofit yang
potensial tersebut dapat dimanfaatkan untuk
mengobati penyakit infeksi, terutama yang

disebabkan oleh bakteri patogen. Sejumlah
bakteri patogen telah mengalami resistensi
terhadap antibiotik, contohnya adalah
resistensi Staphylococcus aureus terhadap
oxacillin, tetrasiklin, dan trimetoprim (Shittu
et al. 2011). Oleh karena itu, perlu dilakukan
identifikasi cendawan endofit asal tanaman
obat dan penapisannya terhadap bakteri
patogen. Identifikasi cendawan endofit dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
morfologi dan molekuler. Kebanyakan
cendawan endofit adalah cendawan yang
sedikit menghasilkan spora, bahkan tidak
menghasilkan spora sama sekali. Sehingga
apabila melalui identifikasi secara morfologi
belum dapat terkarakterisasi, maka perlu
dilakukan identifikasi secara molekuler
melalui ruas ITS rDNA (Schoch et al. 2012).
Keragaman cendawan endofit asal tanaman
obat sebagai sumber penghasil antibakteri
sangat tinggi, namun belum banyak penelitian
terhadap cendawan endofit tersebut terutama
di Indonesia.
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi karakteristik morfologi dan
molekuler cendawan endofit asal jati belanda
(Guazuma ulmifolia), serta penapisan potensi
antibakterinya.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Februari sampai Desember 2012, bertempat di
laboratorium BIORIN, Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi
(PPSHB), Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi
tiga isolat cendawan endofit (JBba3, JBba4,
dan JBa5) koleksi PPSHB IPB, serta bakteri
Escherichia coli flora normal, Escherichia
coli Enteropatogenik K1-1 (EPEC K1-1),
Staphylococcus
aureus,
Pseudomonas
aeruginosa, dan Bacillus subtilis koleksi IPB
Culture Collection (IPBCC). Alat-alat yang
digunakan meliputi mesin sentrifugasi, mesin
PCR, inkubator bergoyang, rotary vacuum
evaporator, vakum, mikroskop cahaya
Olympus BX51 yang dilengkapi dengan
kamera digital, dll.

 
Penyiapan Kultur Cendawan Endofit
Sebanyak tiga isolat cendawan endofit
(JBba3, JBba4, dan JBa5) diremajakan pada
media agar miring Potato Dextrose Agar
(PDA) dan disimpan sebagai stok pada suhu
27 °C. Selanjutnya, setiap isolat diremajakan
pada media PDA di dalam cawan Petri untuk
digunakan pada penapisan isolat cendawan
endofit. Lamanya tahap peremajaan pada
media PDA yaitu 7 hari.
Identifikasi secara Morfologi
Identifikasi dilakukan terhadap tiga
isolat cendawan endofit asal tanama obat jati
belanda (Guazuma ulmifolia) yaitu JBba3,
JBba4, dan JBa5. Morfologi makroskopis
yang diamati meliputi warna koloni, tekstur
koloni (halus seperti kapas, seperti bulu, atau
seperti beludru), diameter hari ke-7 pada
media PDA, permukaan koloni (granular,
seperti tepung, menggunung, atau licin), dan
warna balik koloni. Siapan Riddle setiap isolat
dibuat untuk memudahkan pengamatan
struktur mikroskopis cendawan, yaitu
menggunakan mikroskop Olympus BX51
yang dilengkapi dengan kamera digital.
Strutkur mikroskopis yang diamati meliputi
struktur
miselia,
konidiofor,
konidia,
apresoria, dan klamidospora. Identifikasi
morfologi cendawan yang dilakukan mengacu
pada Pitt dan Hocking (1997), Barnett dan
Hunter (1998), Hong et al. (2000), Girlanda et
al. (2002), Armengol et al. (2003), dan Weir
et al. (2012).
Identifikasi secara Molekuler
Isolat-isolat cendawan endofit dari
media PDA dipindahkan ke media PDB untuk
diagitasi menggunakan inkubator bergoyang
berkecepatan 120 rpm selama 7 hari. Molekul
DNA total diekstraksi dari miselium
menggunakan metode CTAB Sambrook et al.
(1989) yang telah dimodifikasi, yaitu tanpa
penambahan β-Mercaptoethanol.
Kualitas molekul DNA hasil isolasi
diperiksa dengan elektroforesis gel agarosa
1% yang dijalankan pada tegangan 100 V
selama 30 menit dalam larutan penyangga
TAE 1× (Lampiran 2). Selanjutnya gel
agarosa direndam di dalam larutan EtBr 0.5
mg/l selama 15 menit dan dibilas dengan
akuades,
sehingga
DNA
dapat
divisualisasikan
menggunakan
UV
transluminator. Sampel yang menampilkan
pita tunggal pada gel agarosa 1% dapat
digunakan untuk
amplifikasi ruas ITS



(Internal Transcribed Spacers) menggunakan
mesin PCR (Polymerase Chain Reaction).
Amplifikasi ruas ITS dilakukan
menggunakan
primer
ITS
1
(5’CCGTAGGTGAACCTGCGG-3’) dan primer
ITS 4 (5’-TCCTCCGCTTATTGATATGC3’). Komposisi campuran PCR dalam volume
10 l terdiri atas sampel DNA dengan
konsentrasi sebesar ± 100 ng/ml, primer
reverse dan primer forward (1 pmol/µl)
masing-masing 0.3 l, dNTP 2 mM sebanyak
1 l, Taq polymerase 5 U/µl sebanyak 0.2 l,
buffer (+MgCl2) 10× sebanyak 1 l, dan
ddH2O sebanyak 6.2 l. Reaksi PCR
dilakukan dengan kondisi denaturasi awal
pada suhu 95 oC selama 5 menit. Tahap
berikutnya berupa 35 siklus yang terdiri atas
denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik,
annealing pada suhu 52 oC selama 30 detik,
dan pemanjangan ruas DNA pada suhu 72 oC
selama 1 menit. Terakhir yaitu tahap
pemanjangan akhir ruas DNA pada suhu 72
o
C selama 10 menit. Kualitas amplikon
diperiksa dengan elektroforesis gel agarosa
1% dalam larutan penyangga TAE 1× dan
difoto
sebagai
dokumentasi.
Setelah
amplifikasi ruas ITS, masing-masing sampel
diperbanyak menjadi 6× reaksi dan dikirim ke
PT. Genetika Science Indonesia untuk
disekuensing.
Runutan nukleotida hasil sekuensing
setiap sampel diedit dan disejajarkan
menggunakan ClustalW Multiple Alignment
yang terdapat dalam BioEdit Sequence
Alignment Editor versi 7.0.9.1. Hasil
pensejajaran nukleotida setiap sampel
kemudian ditelusuri spesies atau genusnya
dengan membandingkan runutan nukleotida
sampel dengan runutan nukleotida yang ada
dalam database NCBI (National Center for
Biotechnology). Hasil BLASTn dengan jurnal
yang telah dipublikasikan dijadikan acuan
penentuan spesies atau genus masing-masing
sampel.
Penapisan Potensi Antibakteri
Sebanyak tiga isolat cendawan endofit
asal jati belanda (JBba3, JBba4, dan JBa5)
diuji aktifitas antagonisnya terhadap EPEC
K1-1, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, dan Bacillus subtilis. Penapisan
potensi antibakteri dilakukan terhadap bakteri
E. coli flora normal, empat bakteri patogen
menggunakan metode uji antagonis, dan
empat bakteri patogen menggunakan metode
difusi kertas cakram.

 
Penapisan potensi antibakteri isolat
JBba3, JBba4, dan JBa5 terhadap E. coli flora
normal dilakukan untuk memastikan bahwa
antibakteri yang dihasilkan oleh cendawan
endofit tidak mematikan E.coli flora normal.
E. coli flora normal diinokulasikan ke dalam 4
ml media Luria Bertani Broth (LBB),
selanjutnya diinkubasi di dalam inkubator
bergoyang berkecepatan 248 rpm pada suhu
37 °C selama semalam. Kepadatan koloni
yang digunakan untuk penapisan potensi
antibakteri sebesar 105-108 CFU/ml yang
dibaca pada panjang gelombang 600 nm.
Selanjutnya sebanyak 50 µl biakan bakteri
dipipet dan diteteskan ke cawan Petri
berdiameter 6 cm berisi media Luria Bertani
Agar (LBA). Biakan disebar dengan batang
penggesek. Pada bagian tengah media
diletakkan kultur cendawan berumur 7 hari
dengan diameter 1 cm. Uji untuk setiap isolat
cendawan endofit dilakukan triplo. Zona
hambat diamati pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3
setelah diinkubasi suhu 37 °C. Isolat
cendawan yang tidak membunuh E. coli flora
normal digunakan pada tahap penapisan
berikutnya.
Penapisan
potensi
antibakteri
menggunakan uji antagonis dilakukan
terhadap kandidat isolat cendawan endofit
yang tidak membentuk zona hambat terhadap
E. coli flora normal. Kandidat isolat cendawan
endofit diuji terhadap empat bakteri patogen,
yaitu EPEC K1-1, P. aeruginosa, B. subtilis,
dan S. aureus. Pada tahap ini, pengujian
terhadap E. coli flora normal dijadikan
sebagai kontrol negatif. Metode penapisan
potensi antibakteri pada tahap ini sama
dengan metode penapisan sebelumnya
(terhadap E. coli flora normal). Zona hambat
diamati pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3 setelah
diinkubasi suhu 37 °C.
Penapisan
potensi
antibakteri
menggunakan
ekstrak
cendawan
menggunakan metanol dengan metode difusi
kertas cakram dilakukan sebagai uji lanjutan
dari metode penapisan dengan metode uji
antagonis. Kandidat isolatnya yaitu yang
menunjukkan adanya aktifitas antibakteri
terhadap bakteri patogen. Penapisan ini
dilakukan dengan menumbuhkan cendawan
terlebih dahulu pada media PDB sebanyak
100 ml untuk diagitasi menggunakan
inkubator bergoyang pada suhu 28 °C selama
14 hari. Miselia diambil dengan cara filtrasi
menggunakan kertas saring dan vakum.
Setelah itu miselium digerus menggunakan
mortar steril dengan menambahkan nitrogen
cair sedikit demi sedikit. Hasil penggerusan



dipindahkan ke dalam botol kaca dan
dilarutkan dengan metanol absolut sebanyak
40 ml untuk proses maserasi ekstrak metabolit
sekunder. Setelah itu, botol berisi sampel
diagitasi menggunakan shaker pada suhu
ruang. Setiap 24 jam maserat (biomassa)
dipisahkan dari residu menggunakan kertas
saring, kemudian maserat dilarutkan kembali
dalam metanol murni dan diagitasi kembali
pada suhu ruang. Proses tersebut diulangi
sebanyak
3
kali.
Perolehan
residu
dikumpulkan dalam satu tabung dan
dipekatkan (hingga tersisa ± 5 ml) dengan
menguapkan sebagian besar metanol absolut
pada suhu 40 °C menggunakan rotavapor
(rotary
vacuum
evaporator).
Ekstrak
cendawan menggunakan metanol yang telah
dipekatkan digunakan untuk penapisan
terhadap setiap bakteri uji.
Bakteri uji yang digunakan pada
penapisan akhir ini diperoleh dengan metode
yang sama seperti pada dua penapisan potensi
antibakteri sebelumnya. Penapisan dilakukan
secara aseptik dengan mengambil 50 µl
biakan bakteri dan diteteskan ke cawan Petri
berdiameter 9 cm yang berisi media LBA.
Biakan
disebar
menggunakan
batang
penggesek,
kemudian
kertas
cakram
berdiameter 1 cm diletakkan di atas media
untuk ditetesi 100 µl ekstrak metanol 100%
yang telah dipekatkan.
Pelarut metanol yang diteteskan pada
kertas cakram dan ekstrak cendawan
menggunakan metanol yang diuji terhadap E.
coli flora normal digunakan sebagai kontrol
negatif. Cefotaxime merupakan antibiotik
dengan kemampuan daya hambat yang
bersifat broad spectrum, sehingga dapat
digunakan
sebagai
kontrol
positif.
Berdasarkan Pierce-Hendry dan Dennis
(2010), cefotaxime dengan konsentrasi 8 dan
64 µg/ml dapat menekan pertumbuhan bakteri
(Lampiran 3).
Seluruh perlakuan dibuat triplo dan
diinkubasi pada suhu 37 °C pada tiga hari
pertama, sedangkan pada sebelas hari
berikutnya diinkubasi pada suhu ruang.
Pengamatan zona hambat dilakukan pada hari
ke-3, ke-7, ke-10, dan ke-14 inkubasi. Selain
itu, rata-rata diameter zona hambatnya juga
dihitung.
Signifikansi zona hambat yang
terbentuk
antara
ekstrak
cendawan
menggunakan metanol dengan kontrol positif
diuji secara statistik dengan IndependentSamples T Test menggunakan program SPSS
16.



 

HASIL
Identifikasi secara Morfologi
Berdasarkan ciri-ciri morfologi yang
dijabarkan pada Tabel 1, isolat JBba3
teridentifikasi sebagai genus Rhizopycnis.

Isolat JBa5 tidak menghasilkan konidia,
namun menghasilkan struktur klamidospora
yang khas untuk genus Rhizopycnis, oleh
karena itu isolat tersebut diidentifikasi sebagai
genus Rhizopycnis. Sementara itu, isolat
JBba4
teridentifikasi
sebagai
genus
Colletotrichum (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil identifikasi secara mikroskopis isolat JBba3, JBba4, dan JBa5
Isolat
Karateristik mikroskopis
Genus
Spesies
JBba3 Diameter koloni hari ke-7 pada media PDA
Rhizopycnis
Rhizopycnis sp.1
sebesar 5 cm (inkubasi suhu ruang); warna
koloni atas abu dan putih; warna balik
koloni hijau tua dan putih; tekstur seperti
beludru;
hifa
berseptat,
beberapa
membengkak dengan warna gelap; memiliki
konidia dengan septat yang melintang
berjumlah 1-2, berwarna cokelat tua,
berbentuk fusiform (seperti gelendong), dan
panjangnya 21-26 µm (Gambar 1)
Colletotrichum sp.
JBba4 Diameter koloni hari ke-7 pada media PDA Colletotrichum
sebesar 6 cm (inkubasi suhu ruang); warna
koloni atas putih keabuan, warna balik
koloni hijau tua, cokelat, dan putih;
permukaan koloni menggunung; tekstrur
halus seperti kapas; hifa berseptat; apresoria
bersel tunggal, berwarna cokelat tua,
berbentuk
tidak
teratur
(ireguler),
mempunyai struktur berbentuk bulat dan
menonjol di bagian tengah; konidia
berbentuk silinder, ujung membulat, tidak
berseptat, hialin, dan panjangnya 20-30 µm
(Gambar 2)
JBa5 Diameter koloni hari ke-7 pada media PDA
Rhizopycnis
Rhizopycnis sp.2
sebesar 4 cm (inkubasi suhu ruang); warna
koloni atas abu putih, warna balik koloni
hitam, hijau tua, dan putih; tekstur halus
seperti kapas; hifa berseptat; mempunyai
struktur klamidospora berwarna gelap dan
tersusun seperti rantai yang merupakan ciri
khas Rhizopycnis (Girlanda et al. 2002)
(Gambar 3)

5

 

Gambar
G
1 Mo
orfologi Rhizoppycnis sp.1 (isoolat JBba3): (A
A) koloni tamppak atas, (B) koloni
k
tampak
baawah, (C) penjuuluran hifa, (D
D) hifa septat, (E)
( konidiofor, (F-G) konidiaa. Perbesaran
10000×. Skala barr 20 µm. 

Gambar
G
2 Morrfologi Colletootrichum sp. (issolat JBba4): (A
A) koloni tamppak atas, (B) koloni
k
tampak
baw
wah, (C-D) apreesoria perbesarran 1000×, (E) hifa septat perrbesaran 1000×
×, (F) konidia
perb
besaran 600×. Skala
S
bar 20 µm.

Gambar
G
3 Moorfologi Rhizoppycnis sp.2 (isoolat JBa5): (A
A) koloni tampak atas, (B) kooloni tampak
baw
wah, (C-D) klaamidospora terrsusun seperti rantai perbesaran 1000× daan 600×, (E)
klam
midospora perrbesaran 1000×
×, (F) penjuluraan hifa perbesaaran 1000×, (G
G) hifa septat
perb
rbesaran 1000×
×. Pewarnaan ddengan lactophenol cotton bluue. Skala bar 20 µm.



 
Identifikasi Secara Molekuler
Identifikasi ketiga isolat cendawan
menggunakan primer ITS1 dan ITS4 yang
bersifat universal. Amplikon menunjukkan
pita tunggal dan tebal pada gel mempunyai
ukuran sekitar 600 pb (Gambar 4). Hasil
analisis runutan basa amplikon menggunakan
program BLASTn menunjukkan bahwa

homologi dari isolat JBba3, JBba4, dan JBa5
secara berturut-turut teridentifiksai sebagai
Rhizopycnis vagum, Colletotrichum sp., dan
Rhizopycnis vagum dengan homologi 99%,
96%, dan 99%. (Tabel 2; Lampiran 4). Ketiga
isolat cendawan endofit tersebut termasuk
dalam filum Ascomycota.

750 pb 
500 pb 
250 pb 

Gambar 4 Amplikon ruas ITS yang memperlihatkan kualitas pita tunggal berukuran ±600 pb pada
gel agarosa 1%: (M) Marker 1 Kb ladder, (ba4) JBba4, (ba3) JBba3, dan (a5) JBa5. 
Tabel 2 Hasil analisis bioinformatika menggunakan megaBLAST dari NCBI
Query
Isolat
Homologi
No. Akses
Skor
coverage
JBba3
Rhizopycnis vagum isolat
JN859316.1
952
99%
REF096
JBba4
Colletotrichum sp. IP-53 DQ780415.1
972
96%
JBa5
Rhizopycnis vagum isolat
JN859316.1
955
99%
REF096
Penapisan Potensi Antibakteri
Berdasarkan
penapisan
potensi
antibakteri awal terhadap E. coli flora normal
diketahui bahwa ketiga isolat cendawan
endofit yang diuji tidak mempengaruhi
pertumbuhan bakteri tersebut, sehingga
digunakan untuk pengujian terhadap bakteri
patogen (Tabel 3).
Hasil penapisan potensi antibakteri
terhadap bakteri patogen (EPEC K1-1, S.
aureus, P. aeruginosa, dan B. subtilis)
menunjukkan bahwa hanya isolat JBba4 yang
menunjukkan adanya potensi antibakteri
terhadap EPEC K1-1 dan P. aeruginosa
(Tabel 4), sedangkan isolat JBba3 dan JBa5
tidak memiliki kemampuan antibakteri
terhadap semua bakteri uji. Berdasarkan hasil
penapisan tersebut, maka hanya isolat JBba4
yang diekstrak metabolit sekundernya dan
diuji potensi antibakterinya dengan metode
difusi cakram.
Ekstrak isolat JBba4 menggunakan
metanol menekan pertumbuhan EPEC K1-1

E value

Max
ident

0.0

98%

0.0

99%

0.0

99%

dan P. aeruginosa (Gambar 5). Rata-rata
diameter zona hambatnya berturut-turut
sebesar 13 dan 6.7 mm. Pertumbuhan E. coli
flora normal tidak terhambat oleh ekstrak
isolat JBba4 menggunakan metanol, pelarut
metanol, dan, antibiotik standar cefotaxime
konsentrasi 8 µg/ml (Tabel 5). Diameter zona
hambat yang terbentuk konsisten dari hari ke3 sampai ke-14 inkubasi.
Berdasarkan hasil analisis dari
Independent-Samples T Test, kemampuan
pembentukan zona hambat isolat JBba4
terhadap EPEC K1-1 tidak berbeda nyata
dengan kemampuan antibiotik standar
cefotaxime pada konsentrasi 8 dan 64 µg/ml.
Hasil yang sama juga dijumpai pada efek
zona hambat oleh isolat JBba4 terhadap P.
aeruginosa. Kemampuan isolat JBba4 dalam
menekan pertumbuhan P. aeruginosa sama
dengan
efektifitas
antibiotik
standar
cefotaxime pada konsentrasi 8 dan 64 µg/ml
(Tabel 5).

Tabel 3 Hasil penapisan antibakteri isolat JBba3, JBba4, dan JBa5 terhadap E. coli flora normal
pada hari ke-3 setelah inkubasi
Kode isolat
Bakteri uji
JBba3
JBba4
JBa5
E. coli flora normal
Keterangan: - = tidak ada potensi antibakteri.

 



Tabel 4 Hasil penapisan antibakteri isolat JBba3, JBba4, dan JBa5 terhadap empat bakteri uji pada
hari ke-3 setelah inkubasi
Bakteri uji
Kode
E. coli flora normal
isolat
EPEC K1-1
S. aureus
P. aeruginosa
B. subtilis
(Kontrol -)
JBba3
JBba4
+
+
JBa5
Keterangan: - = tidak ada potensi antibakteri, + = ada potensi antibakteri.

Gambar 5 Penapisan aktifitas antibakteri isolat JBba4: (A) uji terhadap EPEC K1-1, (B) uji
terhadap P. aeruginosa, (C) kontrol negatif terhadap E. coli flora normal, (D) kontrol
negatif EPEC K1-1 terhadap metanol, (E) kontrol negatif P. aeruginosa terhadap
metanol, (F) kontrol negatif E. coli flora normal terhadap metanol. Pengamatan pada
hari ke-3 inkubasi. Keterangan gambar ditunjukkan oleh tanda panah.
Tabel 5 Rata-rata diameter zona bening yang dibentuk oleh ekstrak miselia dari isolat JBba4
menggunakan metanol, cefotaxime, dan pelarut metanol terhadap bakteri uji
Rata-rata diameter zona bening (mm)
Perlakuan
E. coli flora
EPEC K1-1
P. aeruginosa
normal
Ekstrak isolat JBba4 menggunakan metanol
0
13.0 ± 1.0
12.7 ± 1.2
Cefotaxime 8 µg/mL
0
25.5 ± 3.1
9.2 ± 8.1
Cefotaxime 64 µg/mL
13.7 ± 2.1
28.7 ± 3.6
19.3 ± 1.2
Metanol 100%
0
0
0
Keterangan: Rata-rata diameter zona bening yang terbentuk konsisten pada tiap selang waktu
pengamatan hari ke-3, ke-7, ke-10, dan ke-14 setelah inkubasi.
Tabel 6 Hasil analisis Independent-Samples T Test antara ekstrak menggunakan metanol dari
isolat JBba4 dengan kontrol positif pada konsentrasi 8 dan 64 µg/ml
Perbandingan diameter zona hambat terhadap EPEC K1-1
Signifikansi
Cefotaxime 8 µg/ml
0.105
Ekstrak isolat JBba4 menggunakan
metanol
Cefotaxime 64 µg/ml
0.148
Perbandingan diameter zona hambat terhadap P. aeruginosa
Signifikansi
Cefotaxime 8 µg/ml
0.480
Ekstrak isolat JBba4 menggunakan
metanol
Cefotaxime 64 µg/ml
1.000
Keterangan: Jika signifikansi < 0.05 artinya signifikan (berbeda nyata)



 

PEMBAHASAN
Karakteristik morfologi isolat JBba3
mengacu pada genus Rhizopycnis, spesies
Rhizopycnis sp.1. Isolat JBba3 menghasilkan
struktur konidia berwarna cokelat tua
sehingga memudahkan identifikasi. Berbeda
dengan isolat JBa5 yang teridentifikasi
sebagai genus yang sama, namun tidak
menghasilkan struktur reproduksi aseksual
pada media yang sama. Armengol et al.
(2003) melaporkan bahwa dari sepuluh isolat
Rhizopycnis vagum asal tanaman melon,
terdapat beberapa isolat yang menghasilkan
konidia dan terdapat pula isolat yang tidak
menghasilkan konidia pada media PDA yang
mengandung 0.5 mg/ml streptomisin sulfat.
Pada penelitian tersebut, Rhizopycnis vagum
yang tidak bersporulasi pada media PDA
ditumbuhkan pada berbagai media dan
perlakuan untuk menginduksi pembentukan
konidia, yaitu melalui inkubasi kultur
cendawan pada suhu 25-27 °C di bawah near
ultra violet (NUV) dan menumbuhkan
cendawan pada media V-8 juice agar (V8A),
serta potongan akar melon steril pada media
water agar. Induksi spora menghasilkan
banyak konidia pada perlakuan dengan NUV
dan media water agar, namun hanya sedikit
konidia yang terbentuk pada media V8A dan
PDA, sehingga ketiadaan konidia pada isolat
JBa5
dapat
disebabkan
oleh
tidak
dilakukannya perlakuan induksi spora.
Berdasarkan laporan Girlanda et al.
(2002) dan Armengol et al. (2003), ciri
Rhizopycnis vagum selain menghasilkan
konidia ialah membentuk mikrosklerotia pada
isolat yang jarang bersporulasi pada akar
inang; sering membentuk klamidospora
berwarna cokelat yang tersusun dalam rantai
panjang atau pendek. Rhizopycnis vagum
diketahui sebagai patogen pada melon
(Cucumis melo) dan semangka (Citrullus
lanatus). Gejala yang ditimbulkan meliputi
busuk pada akar, perubahan warna akar, dan
menurunkan laju pertumbuhan melon di
perkebunan California dan Spanyol (Aegerter
et al. 2000; Armengol et al. 2003). Selain
sebagai patogen, Rhizopycnis vagum juga
dilaporkan sebagai cendawan endofit pada
tanaman obat Dioscorea zingiberensis yang
memiliki aktifitas antibakteri terhadap
Escherichia coli, Xanthomonas vesicatoria,
dan Bacillus subtilis (Xu et al. 2008).
Keberadaan Rhizopycnis vagum sebagai
cendawan endofit dilaporkan juga oleh
Girlanda et al. (2002), yang merupakan dark
sterile mycelia yang membentuk struktur

mikrosklerotia di dalam jaringan korteks akar,
Rosmanirus officinalis sebagai inangnya.
Berdasarkan karakteristik morfologi,
isolat JBba4 ialah genus Colletotrichum¸
spesies Colletotrichum sp. Terdapat beberapa
persamaan
dan
perbedaan
antara
Colletotrichum sp. isolat JBba4 dengan
Colletotrichum yang dideskripsikan oleh Pitt
dan Hocking (1985), serta Colletotrichum sp.
asal tanaman obat Artemisia annua yang
dideskripsikan oleh Hong et al. (2000).
Persamaan ciri-ciri konidia; bersel tunggal,
hialin, berbentuk silindris, nonseptat, ujung
membulat, dan lurus. Persamaan ciri-ciri
koloni tampak atas; berwana putih dan abu.
Persamaan ciri-ciri apresoria; bersel tunggal,
warna cokelat tua, bentuk tidak teratur
(ireguler), seringkali mempunyai struktur
berbentuk bulat dan menonjol. Perbedaan
konidia; berbentuk elips dan melengkung,
ukuran 4.0-5.1 × 11.8-15.2 µm. Perbedaan
koloni tampak bawah; berwarna abu dan hijau
tua.
Genus Colletotrichum lebih dikenal
secara luas sebagai cendawan patogen,
khususnya spesies Colletotrichum capsici
sebagai penyebab penyakit busuk buah pada
cabai. Menurut Promputtha et al. (2007),
genus Colletotrichum diketahui sebagai
cendawan endofit yang umum ditemukan pada
tumbuhan. Wu et al. (2012) mengidentifikasi
145 isolat cendawan endofit asal Taxus
chinensis var. mairei dan menemukan bahwa
Colletotrichum merupakan salah satu genus
yang dominan ditemukan sebagai endofit.
Peran lain Colletotrichum di alam telah
dilaporkan oleh Promputtha et al. (2007),
berdasarkan analisis hubungan filogeni
ditemukan bahwa genus Colletotrichum
merupakan
endofit
yang
memiliki
kemampuan
saprofitik
pada
tanaman
Magnolia
liliifera.
Hal
tersebut
mengindikasikan bahwa cendawan endofit,
Colletotrichum dapat mengubah strategi
ekologinya saat kematian jaringan inang.
Karakteristik morfologi isolat JBa5
juga mengacu pada genus Rhizopycnis,
spesies Rhizopycnis sp.2. Terdapat persamaan
dan perbedaan mikroskopis yang teramati
antara kultur Rhizopycnis sp.1 asal organ
bunga dengan Rhizopycnis sp.2 organ akar
tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia).
Persamaannya yaitu kedua isolat membentuk
hifa yang mengalami penjuluran. Bentuk hifa
yang menjulur ini diduga sebagai respon
cendawan endofit terhadap ketidakcocokan
media. Sementara itu, perbedaan yang
teramati yaitu struktur konidia isolat JBba3

 
sudah terbentuk pada hari ke-13 setelah
inokulasi, sedangkan pada isolat JBa5 hanya
ditemukan struktur klamidospora pada umur
28 hari. Perbedaan yang teramati dapat
disebabkan oleh perbedaan fase pertumbuhan
dan hilangnya atau menurunnya kemampuan
menghasilkan
konidia
dari
spesies
Rhizopycnis sp.2 pada media PDA.
Rhizopycnis vagum dan Colletotrichum
dikenal luas sebagai cendawan patogen,
namun tiga isolat cendawan dalam penelitian
ini (JBba3, JBba4, dan JBa5) telah diisolasi
dari jaringan tanaman yang sehat.
Menurut Schoch et al. (2012),
identifikasi molekuler cendawan pada tingkat
spesies
umumnya
dilakukan
dengan
menganalisis ruas Internal Transcribed
Spacer (ITS) rDNA, yaitu menggunakan
primer ITS 1 dan ITS 4. Ruas ITS merupakan
ruas berulang yang terdapat dalam jumlah
banyak (high copy number). Ruas ITS
memiliki tingkat keberhasilan paling tinggi
untuk identifikasi cendawan, selain itu ruas
ITS mampu mengkarakterisasi intra- dan
interspesies dengan jelas karena variasi
genetiknya yang tinggi (hypervariable). Ruas
ITS biasanya mengacu pada ITS 1, ITS 2, dan
gen 5.8S rRNA.
Jati belanda menghasilkan metabolit
sekunder
berupa
musilago,
alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Metanol
dapat melarutkan senyawa alkaloid, flavonoid,
tanin, dan saponin pada proses ekstraksi
tanaman jati belanda (Dewoto 2007; Iswantini
et al. 2011). Pemilihan pelarut yang tepat
sangat penting, karena menurut Dewoto
(2007), jenis pelarut yang digunakan dalam
proses ekstraksi dapat mempengaruhi ekstrak
yang diproduksi karena adanya perbedaan
kelarutan zat aktif. Berdasarkan uji fitokimia
yang dilakukan oleh Iswantini et al. (2011),
komponen bioaktif yang dominan ditemukan
di dalam jati belanda adalah tanin dan
flavonoid.
Oleh
sebab
itu,
diduga
pembentukan zona hambat pada koloni bakteri
uji EPEC K1-1 dan P. aeruginosa
kemungkinan disebabkan oleh tanin dan
flavonoid atau komponen bioaktif lainnya
yang mungkin dihasilkan oleh isolat JBba4.
Beberapa peneliti telah melaporkan
kemampuan antibakteri oleh tanin dan
flavonoid. Ajizah (2004) mengekstrak daun
Psidium guajava yang diduga mengandung
tanin, setelah diuji secara in vitro diketahui
bahwa ekstrak daun tersebut memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Salmonella
typhimurium. Selain itu, senyawa flavonoid
asal daun Terminalia muelleri telah berhasil



diisolasi, diidentifikasi, dan diuji oleh Ariyanti
et al. (2013). Senyawa flavonoid dari daun
Terminalia muelleri dilaporkan memiliki daya
hambat terhadap Staphylococcus epidermidis
dan Pseudomonas aeruginosa. Sejumlah
senyawa bioaktif yang berperan sebagai
antibakteri telah dirangkum dari berbagai hasil
penelitian oleh Hongsheng et al. (2010).
Berdasarkan hasil rangkuman tersebut
diketahui bahwa senyawa bioaktif berupa
kelompok alkaloid, flavonoid, peptida, fenol,
quinon, steroid, dan terpenoid mampu
menghambat petumbuhan sejumlah bakteri
patogen.
Antibiotik yang biasa digunakan untuk
menyembuhkan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram negatif dan
positif ialah golongan β-laktam, namun
penggunaannya yang tidak tepat dan berulang
telah membentuk mekanisme resistensi oleh
bakteri-bakteri tersebut. Salah satu mekanisme
resistensi yang terbentuk ialah adanya gen
pengkode enzim β-laktamase yang dapat
terkandung di dalam plasmid maupun
kromosom bakteri (Vignoli et al. 2005;
Lastovetska 2012), sehingga diperlukan
pemilihan antibiotik yang tepat sebagai
kontrol positif. Antibiotik golongan β-laktam
terdiri atas empat kelas yang dibedakan
berdasarkan aktifitas spektrum dan afinitas
pengikatan targetnya. Keempat kelas tersebut
ialah penisilin, sefalosporin, monobaktam, dan
karbapenem.
Cefotaxime
merupakan
antibiotik generasi ke-3 dari kelas sefalosporin
yang memiliki aktifitas antimikroba terhadap
enterobakteria dan stabilitas yang lebih tinggi
terhadap hidrolisis β-laktamase, sehingga
mampu membunuh bakteri yang memiliki
mekanisme resistensi terhadap antibiotik
golongan β-laktam lainnya (Lastovetska
2012).
Dua isolat cendawan endofit yang tidak
menunjukkan adanya aktifitas antibakteri
adalah JBba3 dan JBa5. Keduanya berasal
dari spesies yang sama berdasarkan
identifikasi molekuler, yaitu Rhizopycnis
vagum. Sementara itu, isolat JBba4 yang
menunjukkan aktifitas antibakteri berasal dari
spesies Colletotrichum sp. Ren dan Wen
(2001) melaporkan bahwa Colletotrichum sp.
yang diisolasi dari tanaman obat Artemisia
annua menghasilkan beberapa metabolit
sekunder seperti senyawa turunan indol yang
baru, yaitu 6-isoprenylindole-3-carboxylic
acid, senyawa tersebut menunjukkan aktifitas
antibakteri
terhadap
Bacillus
subtilis,
Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas
aeruginosa. Selain itu, Hong et al. (2000)

10 

 
melaporkan bahwa Colletotrichum sp. asal
tanaman obat Artemisia annua menghasilkan
tiga senyawa bioaktif baru dan tiga senyawa
turunan ergosterol yang mampu menghambat
pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus
aureus, Pseudomonas sp., dan Sarcina lutea.
Cendawan endofit diduga mengandung
komponen bioaktif yang sama dengan
inangnya (Ren & Wen 2001). Contohnya
yaitu cendawan endofit Pestalotiopsis
microspora menghasilkan senyawa antikanker
taxol yang sama dengan tanaman inangnya,
Taxus wallachiana (Strobel et al. 1996).
Metabolit
sekunder
merupakan
senyawa yang seringkali dihasilkan oleh
kelompok organisme tertentu pada suatu
bagian dari siklus hidupnya. Organisme yang
biasanya memproduksi metabolit sekunder
yaitu tumbuhan, bakteri, dan cendawan.
Metabolit sekunder berasal dari beberapa
prekursor yang dibentuk selama metabolisme
primer. Metabolit sekunder cenderung
diakumulasi dan diproduksi terus-menerus,
namun tidak didegradasi. Selain itu, metabolit
sekunder seringkali aktif secara biologis, yaitu
memiliki efek terhadap organisme lain.
(Kendrick 1992).
Pembentukan diameter zona hambat
selalu lebih besar terhadap EPEC K1-1, baik
pada perlakuan ekstrak isolat JBba4
menggunakan metanol maupun cefotaxime
konsentrasi 8 dan 64 µg/ml. Hal ini dapat
disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri
Gram negatif (EPEC K1-1) yang lebih tipis
dibandingkan dengan bakteri Gram positif (P.
aeruginosa), sehingga menyebabkannya lebih
rentan terhadap antibiotik. Selain itu, diameter
zona hambat yang terbentuk oleh kontrol
positif berbanding lurus dengan konsentrasi
cefotaxime. Semakin tinggi konsentrasi
cefotaxime yang diberikan, maka akan
semakin besar diameter zona hambatnya.
Nilai signifikansi di atas 0.05 menunjukkan
bahwa penghambatan pertumbuhan kedua
bakteri patogen oleh ekstrak isolat JBba4
menggunakan pelarut metanol sama dengan
kemampuan penghambatan cefotaxime, baik
pada konsentrasi 8 maupun 64 µg/ml. Ekstrak
isolat JBba4 dapat dijadikan sebagai sumber
antibakteri yang lebih baik, karena tidak
menghambat pertumbuhan E. coli flora
normal, dibandingkan dengan cefotaxime yang
dapat membunuh flora normal pada
konsentrasi 64 µg/ml.
Terdapat beberapa faktor dalam
penelitian ini yang menyebabkan kecilnya
pembentukan diameter zona hambat oleh
isolat JBba4 dibandingkan dengan cefotaxime.

Faktor pertama yaitu tingkat kemurnian
ekstrak; ekstrak isolat JBba4 menggunakan
metanol merupakan ekstrak kasar, sehingga
metabolit asal isolat JBba4 berpotensi
memiliki kemampuan antibakteri yang lebih
besar dibandingkan cefotaxime. Faktor kedua
yaitu fase pertumbuhan; produksi metabolit
sekunder terjadi setelah fase eksponensial
(fase menurun), sehingga umur kultur
cendawan yang digunakan untuk penapisan
antibakteri berpengaruh terhadap produksi
metabolit sekundernya. Faktor ketiga yaitu
sekresi
metabolit
sekunder;
terdapat
kemungkinan bahwa sebagian besar metabolit
yang dihasilkan oleh cendawan bersifat
ekstraseluler, sehingga konsentrasi metabolit
pada miselia rendah.

SIMPULAN
Isolat JBba3 dan JBa5 teridentifikasi
sebagai spesies yang sama, yaitu Rhizopycnis
vagum. Sementara itu, isolat JBba4
teridentifikasi sebagai spesies Colletotrichum
sp.
Ekstrak
miselia
isolat
JBba4
mengguanakan metanol dapat menghambat
pertumbuhan bakteri EPEC K1-1 dan
Pseudomona aeruginosa dengan daya hambat
yang sama dengan antibiotik cefotaxime, baik
pada konsentrasi 8 maupun 64 µg/ml.

SARAN
Perlu dilakukan penapisan lanjutan
menggunakan ekstrak cendawan endofit
dengan jenis pelarut lainnya dalam berbagai
konsentrasi, sehingga dapat dibandingkan
efektifitas potensi antibakterinya.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Cinta Rohani B. Ginting yang telah
membantu
menyediakan
isolat-isolat
cendawan endofit dan Dr.dr. Sri Budiarti yang
telah menyediakan isolat-isolat bakteri uji.
Penelitian ini didsanai dari dana penelitian
Hibah Kerjasama Internasional Tahun 2010
a.n. Dr. Utut Widyastuti.

DAFTAR PUSTAKA
Aegerter BJ, Gordon TR, Davis RM. 2000.
Occurrence and pathogenicity of fungi
associated with melon root rot and vine
decline in California. Plant Disease
84(3):224-230.doi:10.1094/PDIS.2000.
84.3.224

 
Ajizah A. 2010. Sensitivitas Salmonella
typhimurium terhadap ekstrak daun
Psidium guajava L.
Bioscientiae
[internet]. [diunduh 7 Feb 2103];
1(1):31-38. Tersedia pada: http:
//bioscientiae.unlam.ac.id/v1n1.htm
Ariyanti DA, Anam K, Kusrini D. 2013.
Identifikasi senyawa flavonoid dari
daun ketapang kencana (Terminalia
muelleri Benth.) dan uji aktivitas
sebagai antibakteri penyebab bau
badan. Chem Info [internet]. [diunduh
7 Feb 2103]; 1(1):94-100. Tersedia
pada:http://ejournal-s1.undip.ac.id/
index.php/kimia/article/view/1858
Armengol J, Vicent A, Martinez-Culebras P,
Bruton BD, Garcia-Jimenes J. 2003.
Identification,
occurrence,
and
pathogenicity of Rhizopycnis vagum on
muskmelon in Spain. Plant Pathol
52(1):68-73.doi:10.1046/j.1365-3059.
2003.00796.x
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated
Genera of Imperfect Fungi. 4th Ed.
New Jersey (US): Prentice Hall
Chanway CP. 1996. Endophytes: they’re not
just fungi!. Can J Bot 74(3):321322.doi: 10.1139/b96-040
Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat
tradisional
Indonesia
menjadi
fitofarmaka. Maj Kedokt Indones
[internet]. [diunduh 31 Jan 2103];
57(7):205-211.
Tersedia
pada:
indonesia.digitaljournals.org/index.ph
p/.../520
Girlanda M, Ghignone S, Luppi AN. Diversity
of sterile root-associated fungi of two
Mediter