Penapisan Cepat terhadap Cekaman Kekeringan serta Induksi Embriogenesis Somatik dan Organogenesis Beberapa Genotipe Gandum

PENAPISAN CEPAT TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
SERTA INDUKSI EMBRIOGENESIS SOMATIK DAN
ORGANOGENESIS BEBERAPA GENOTIPE GANDUM

ANDINA FABRINI FIRDAUSYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penapisan Cepat
terhadap Cekaman Kekeringan serta Induksi Embriogenesis Somatik dan
Organogenesis Beberapa Genotipe Gandum” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Andina Fabrini Firdausya
NIM A253120021

RINGKASAN
ANDINA FABRINI FIRDAUSYA. Penapisan Cepat terhadap Cekaman
Kekeringan serta Induksi Embriogenesis Somatik dan Organogenesis Beberapa
Genotipe Gandum. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan SINTHO
WAHYUNING ARDIE.
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman sereal penting di dunia,
termasuk di Indonesia. Tanaman gandum belum dibudidayakan secara luas di
Indonesia akibat terkendala oleh masalah lingkungan tumbuh yang kurang sesuai,
salah satunya adalah kekeringan. Akibat permasalahan ini, seluruh kebutuhan
gandum Indonesia dipenuhi melalui impor dari negara lain. Sebagai upaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap negara lain, perlu dilakukan pengembangan
tanaman gandum melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan karakter dan konsentrasi
seleksi terhadap cekaman kekeringan pada tanaman gandum saat stadia
perkecambahan, (2) memperoleh kandidat genotipe yang berpotensi toleran

terhadap cekaman kekeringan, (3) membangun protokol embriogenesis somatik
dan organogenesis tidak langsung pada tanaman gandum tropika. Materi yang
dihasilkan dari penelitian ini diharapkan mampu memperkaya sumber materi
genetik yang kemudian dapat digunakan dalam kegiatan seleksi untuk
mendapatkan tanaman gandum toleran cekaman kekeringan.
Penelitian terdiri atas 3 percobaan. Penapisan cepat beberapa genotipe
gandum terhadap cekaman kekeringan pada stadia perkecambahan dilakukan pada
percobaan 1. Percobaan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman dan
Laboratorium mikroteknik AGH-IPB pada bulan September 2014 hingga Januari
2015. Percobaan II embriogenesis somatik tiga genotipe gandum. Percobaan
dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman AGH-IPB dan Laboratorium
Patologi FKH-IPB pada bulan April hingga Oktober 2014. Percobaan III
organogenesis tidak langsung pada tiga genotipe gandum. Percobaan dilakukan di
Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman AGH-IPB pada bulan April 2013 hingga
Maret 2014.
Percobaan penapisan cepat beberapa genotipe gandum terhadap cekaman
kekeringan pada stadia perkecambahan disusun berdasarkan rancangan kelompok
lengkap teracak faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe
gandum yang terdiri atas Nias, Selayar, Dewata, H-20, Munal, SBD, SBR, S-03,
dan YMH. Faktor kedua adalah konsentrasi PEG yang terdiri atas 0, 5, 10, 15, dan

20%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa karakter dan konsentrasi seleksi yang
dapat digunakan dalam pengujian toleransi terhadap cekaman kekeringan adalah
karakter panjang akar relatif pada konsentrasi 15% PEG. Berdasarkan karakter
dan konsentrasi seleksi tersebut, Nias dan Selayar merupakan genotipe yang
diduga toleran, sedangkan genotipe SBD, S-03, YMH, dan Munal merupakan
genotipe yang diduga peka terhadap cekaman kekeringan. Pengamatan anatomi
akar menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi PEG menyebabkan terjadinya
perubahan pada diameter akar, tebal korteks, diameter stele, jumlah xilem, dan
diameter xilem. Perubahan anatomi akar ini merupakan mekanisme adaptasi
kecambah gandum dalam menghadapi cekaman kekeringan.

Percobaan embriogenesis somatik tiga genotipe gandum disusun
berdasarkan rancangan kelompok lengkap faktor tunggal, yaitu komposisi media.
Percobaan terdiri atas 4 sub percobaan, yaitu induksi kalus embriogenik,
proliferasi kalus embriogenik, induksi embrio somatik, dan pendewasaan embrio
somatik. Setiap percobaan terdiri atas tiga sub sub percobaan yang terpisah, yaitu
pada genotipe Selayar, Dewata, dan Nias. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
setiap genotipe memberikan respon yang berbeda terhadap komposisi media yang
digunakan. Komposisi media MS dengan tambahan auksin mampu menginduksi
terbentuknya kalus embriogenik pada eksplan embrio muda gandum. Media

terbaik untuk menginduksi terbentuknya embrio somatik adalah media dasar N6
dengan tambahan 1 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1 L-prolina, 500 mg L-1 glutamina,
300 mg L-1 kasein hidrolisat, 3% sukrosa, dan 0.2% gelrite. Media terbaik untuk
pendewasaan embrio somatik adalah ½ MS dan MS pada varietas Nias, dan MS
dengan tambahan 10 mg L-1 ABA pada varietas Selayar. Berdasarkan keseluruhan
rangkaian percobaan, genotipe Nias merupakan genotipe yang paling responsif
terhadap media yang digunakan dalam embriogenesis somatik.
Percobaan organogenesis tidak langsung disusun berdasarkan rancangan
kelompok lengkap teracak faktor tunggal, yaitu komposisi media. Komposisi
media terbaik dalam menginduksi kalus organogenik adalah media dasar MS
dengan tambahan 1 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1 kasein hidrolisat, 200 mg L-1
glutamina, 150 mg L-1 asparagina, 3% sukrosa, dan 0.2% gelrite. Terdapat 6
media yang dapat digunakan untuk menginduksi organ dari kalus, yaitu (1) Media
dasar MS dengan tambahan 1 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1 kasein hidrolisat, 200 mg
L-1 glutamina, 150 mg L-1 asparagina, 3% sukrosa, and 0.2% gelrite; (2) Media
dasar MS dengan tambahan 2 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1 kasein hidrolisat, 200 mg
L-1 glutamina, 150 mg L-1 asparagina, 3% sukrosa, and 0.2% gelrite; (3) Media
dasar MS dengan tambahan 1 mg L-1 2.4-D + 0.5 mg L-1 NAA, 500 mg L-1 kasein
hidrolisat, 200 mg L-1 glutamina, 150 mg L-1 asparagina, 3% sukrosa, and 0.2%
gelrite; (4) Media dasar MS dengan tambahan 2 mg L-1 2.4-D + 0.5 mg L-1 NAA,

500 mg L-1 kasein hidrolisat, 200 mg L-1 glutamina, 150 mg L-1 asparagina, 3%
sukrosa, and 0.2% gelrite; (5) Media dasar MS dengan tambahan 0.5 mg L-1 2.4-D
+ 1 mg L-1 NAA, 500 mg L-1 kasein hidrolisat, 200 mg L-1 glutamina, 150 mg L-1
asparagina, 3% sukrosa, and 0.2% gelrite; (6) Media dasar MS dengan tambahan
0.5 mg L-1 2.4-D + 2 mg L-1 NAA, 500 mg L-1 kasein hidrolisat, 200 mg L-1
glutamina, 150 mg L-1 asparagina, 3% sukrosa, and 0.2% gelrite.
Kata kunci : histologi embrio, panjang akar relatif, polyethylene glycol,
regenerasi, tekanan osmotik.

SUMMARY
ANDINA FABRINI FIRDAUSYA. Rapid Screening to Drought Stress and The
Induction of Somatic Embryogenesis and Organogenesis of Some Wheat
Genotypes. Supervised by NURUL KHUMAIDA and SINTHO WAHYUNING
ARDIE.
Wheat (Triticum aestivum L.) is an important cereal crop in the world,
including Indonesia. Wheat has not been widely cultivated in Indonesia because
of environmental problem, one of which is drought. Because of this problem, all
of wheat consumption in Indonesia is being fulfilled by importing it from another
country. The development of tropical wheat through plant breeding program is
very important to decrease the wheat import value.

The objectives of this research were to (1) obtain the information about
selection character and PEG concentration to drought stress of wheat seedling, (2)
obtain potentially tolerant genotypes to drought stress, (3) establish somatic
embryogenesis and indirect organogenesis protocol on tropical wheat. The
material resulting from this research are expected to enrich the source of genetic
material that can be used in the selection programme to get the potentially drought
tolerant wheat genotypes.
The research consisted of three experiment. Rapid screening of wheat
genotypes for drought tolerance at germination stage was done in experiment 1.
The experiment was carried out in the Plant Tissue Culture Laboratory and
Microtechnique Laboratory AGH-IPB in September 2014 to January 2015. The
second experiment was embryogenesis somatic of three wheat genotypes. The
experiment was carried out in the Plant tissue Culture Laboratory AGH-IPB and
Pathology Laboratory FKH-IPB in April to October 2014. The third experiment
was indirect organogenesis in three wheat genotypes. The experiment was
conducted in Plant Tissue Cultur Laboratory AGH-IPB in April 2013 to March
2014.
The first experiment was arranged on a complete group randomized
design with two factors. The first factor was wheat genotypes consisted of Nias,
Selayar, Dewata, H-20, Munal, SBD, SBR, S-03, and YMH. The second factor

was concentration of PEG 6000 consisted of 0, 5, 10, 15, and 20% (w/v). The
results showed that the relative root length can be used as selection character, and
15% PEG was determined as the optimum concentration to select potentially
drought tolerant wheat genotypes. Based on the relative root length at 15% PEG,
Nias and Selayar were identified as tolerant genotypes, while SBD, S-03, YMH,
and Munal were identified as drought sensitive genotypes. The observation of
root anatomy indicate that increasing PEG concentration lead to an increase in
root diameter, cortex thickness, stele diameter, xylem number, and xylem
diameter.
The second experiment was arranged on complete group design with
single factor, i.e medium composition. The experiment consists of four subexperiments, which is embryogenic callus induction, embryogenic callus
proliferation, embryo somatic induction, and embryo somatic maturation. Each
sub-experiment consisted of three sub sub-experiments, i.e in Selayar, Dewata,
and Nias genotypes. The results showed that each genotype respond differently to

the medium composition. Medium for embryogenic callus induction was MS with
auxin. The best medium for somatic embryo induction was N6 basal medium with
addition of 1 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1 L-proline, 500 mg L-1 glutamine, 300
mg L-1 casein hydrolysate, 3% sucrose, dan 0.2% gelrite. The best medium
composition for embryo somatic maturation was ½ MS and MS on Nias Variety,

and MS with addition of 10 mg L-1 ABA on Selayar variety. Based on overall
series of experiments, Nias was the most responsive to the composition media
used in somatic embryogenesis.
The third experiment was arranged on complete group randomized design
with single factor, i.e medium composition.The best composition medium for
organogenic callus induction was MS with addition of 1 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1
casein hydrolysate, 200 mg L-1 glutamine, 150 mg L-1 asparagine, 3% sucrose, and
0.2% gelrite. There were 6 mediums that can be used to induce organ from callus,
i.e (1) MS basal medium with addition of 1 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1 casein
hydrolysate, 200 mg L-1 glutamine, 150 mg L-1 asparagine, 3% sucrose, and 0.2%
gelrite; (2) MS basal with addition of 2 mg L-1 2.4-D, 500 mg L-1 casein
hydrolysate, 200 mg L-1 glutamine, 150 mg L-1 asparagine, 3% sucrose, and 0.2%
gelrite; (3) MS basal with addition of 1 mg L-1 2.4-D + 0.5 mg L-1 NAA, 500 mg
L-1 casein hydrolysate, 200 mg L-1 glutamine, 150 mg L-1 asparagine, 3% sucrose,
and 0.2% gelrite; (4) MS basal with addition of 2 mg L-1 2.4-D + 0.5 mg L-1 NAA,
500 mg L-1 casein hydrolysate, 200 mg L-1 glutamine, 150 mg L-1 asparagine, 3%
sucrose, and 0.2% gelrite; (5) MS basal with addition of 0.5 mg L-1 2.4-D +
1 mg L-1 NAA, 500 mg L-1 casein hydrolysate, 200 mg L-1 glutamine, 150
mg L-1 asparagine, 3% sucrose, and 0.2% gelrite; (6) MS basal with addition of
0.5 mg L-1 2.4-D + 2 mg L-1 NAA, 500 mg L-1 casein hydrolysate, 200 mg L-1

glutamine, 150 mg L-1 asparagine, 3% sucrose, and 0.2% gelrite.
Keywords: embryo histology, osmotic pressure, polyethylene glycol, regeneration,
relative root length.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENAPISAN CEPAT TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
SERTA INDUKSI EMBRIOGENESIS SOMATIK DAN
ORGANOGENESIS BEBERAPA GENOTIPE GANDUM

ANDINA FABRINI FIRDAUSYA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Agus Purwito, MScAgr

Judul Tesis

Nama
NIM

: Penapisan Cepat terhadap Cekaman Kekeringan serta Induksi
Embriogenesis Somatik dan Organogenesis Beberapa Genotipe

Gandum
: Andina Fabrini Firdausya
: A253120021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Ketua

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
26 Mei 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga
tesis yang berjudul “Penapisan Cepat terhadap Cekaman Kekeringan serta Induksi
Embriogenesis Somatik dan Organogenesis Beberapa Genotipe Gandum” dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tesis ini
dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi dan Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi
selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan nasehat selama penelitian dan
penyelesaian tesis
2. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK., MS selaku ketua program studi pemuliaan dan
bioteknologi tanaman
3. Dr. Ir. Agus Purwito, MScAgr selaku penguji luar komisi pada ujian tesis atas
saran untuk perbaikan tesis
4. Seluruh staf dan pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, atas
ilmu yang telah diberikan.
5. Teman-teman PBT 2012 dan Laboratorium kultur jaringan 3 atas semangat
dan kerjasamanya
6. Keluarga-ku tercinta, Bapak Fatkhur Rokhman dan Ibu Erma Suryani, serta
kedua kakak dan adikku tersayang, terimakasih atas do’a, motivasi dan cinta
yang teramat besar
7. Suami-ku tercinta, Fitrian Winata, terimakasih atas dukungan dan saran serta
kesabaran dan cinta yang diberikan
Terimakasih tak lupa penulis sampaikan juga kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juni 2015
Andina Fabrini Firdausya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.)
Keragaman Somaklonal
Embriogenesis Somatik
Organogenesis
Penapisan Cepat terhadap Cekaman Kekeringan pada Stadia
Perkecambahan
3 PENAPISAN CEPAT TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
BEBERAPA GENOTIPE GANDUM (Triticum aestivum L.) PADA
STADIA PERKECAMBAHAN
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
4 INDUKSI EMBRIOGENESIS SOMATIK TIGA VARIETAS GANDUM
(Triticum aestivum L.)
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5 ORGANOGENESIS TIDAK LANGSUNG PADA TIGA VARIETAS
GANDUM (Triticum aestivum L.)
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
6 PEMBAHASAN UMUM
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
vii
1
1
2
2
2
4
4
5
5
7
8

11
11
11
12
13
15
26
28
28
28
29
29
32
40
41
41
40
42
42
43
47
48
50
50
50
58

DAFTAR TABEL
1

2

3
4

5

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Pengaruh konsentrasi PEG terhadap persentase benih berkecambah,
panjang tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, rasio
panjang akar:tunas, bobot basah kecambah, dan kadar air kecambah
pada 10 HSS
Reduction concentration (RC50; %) sembilan genotipe gandum pada
peubah panjang akar, jumlah akar, panjang akar relatif, dan jumlah
akar relatif kecambah gandum saat 10 HSS
Analisis komponen utama seluruh peubah pada sembilan genotipe
gandum pada PEG 15%
Respon genotipe pada PEG 15% terhadap persentase benih
berkecambah, panjang tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang
akar, rasio panjang akar:tunas, bobot basah kecambah, dan kadar air
kecambah saat 10 HSS
Pengaruh genotipe terhadap panjang akar, panjang akar relatif,
jumlah akar, dan jumlah akar relatif kecambah gandum pada
konsentrasi PEG 15%
Respon empat genotipe gandum terhadap PEG pada peubah tebal
kortex (µm) pada 10 HSS
Respon empat genotipe gandum terhadap PEG pada peubah
diameter panjang stele dan diameter pendek stele (µm) pada 10 HSS
Respon empat genotipe gandum terhadap PEG pada peubah
diameter panjang dan diameter pendek akar (µm) pada 10 HSS
Respon empat genotipe gandum terhadap PEG pada peubah jumlah
xilem pada 10 HSS
Komposisi media induksi kalus embriogenik pada eksplan embrio
muda gandum
Komposisi media induksi embrio somatik
Komposisi media pendewasaan embrio globular
Hasil uji-t peubah persentase eksplan berkalus pada varietas Selayar,
Dewata, dan Nias
Pengaruh media dan varietas terhadap persentase kalus embriogenik
pada ekplan immature embrio gandum
Pengaruh komposisi media terhadap diameter klum kalus gandum
varietas Selayar, Dewata, dan Nias (mm)
Uji kontras ortogonal terhadap diameter kalus gandum pada 4 MSK
Rataan embrio somatik (ES) terbentuk pada varietas Selayar,
Dewata, dan Nias
Pengaruh komposisi media terhadap pendewasaan embrio somatik
sekunder tiga varietas gandum pada 2 MSK
Persentase embrio somatik membentuk planlet normal
Komposisi media induksi kalus organogenik
Persentase Eksplan berkalus pada tiga varietas gandum (%)
Pengaruh komposisi media terhadap diameter kalus gandum
genotipe Selayar, Dewata, dan Nias (mm)

16

17

18
20

21

23
24
25
26
30
31
32
33
34
35
35
37
38
40
43
44
45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Diagram alir penelitian
Struktur bulir gandum
Proses embriogenesis zigotik dan somatik
Proses embriogenesis zigotik pada tanaman jagung
Proses organogenesis
Kondisi perkecambahan gandum pada ruang kultur
Penampang melintang akar kecambah gandum saat 10 HSS
Analisis regresi konsentrasi PEG terhadap panjang akar relatif atau
jumlah akar relatif kecambah gandum pada 10 HSS
Persentase benih berkecambah relatif sembilan genotipe gandum
pada beberapa konsentrasi PEG pada 10 HSS.
Keragaan kecambahan sembilan genotipe gandum pada 10 HSS
pada beberapa konsentrasi PEG
Keragaan kecambah sembilan genotipe gandum pada beberapa
konsentrasi PEG saat 2 HSS
Keragaan kecambah sembilan genotipe gandum pada beberapa
konsentrasi PEG saat 10 HSS
Penampang akar genotipe YMH dan Munal pada perlakuan PEG
Anatomi akar empat genotipe gandum pada beberapa konsentrasi
PEG saat 10 HSS
Sumber eksplan
Proses isolasi embrio dari benih gandum
Persentase eksplan berkalus pada tiga varietas gandum
Keragaan kalus gandum varietas nias pada 4 MSK
Embrio gandum
Persentase kalus membentuk organ pada tiap media perlakuan
Morfologi kalus gandum

3
4
5
6
8
13
15
17
19
20
21
22
24
26
30
31
33
36
39
46
47

DAFTAR LAMPIRAN
1

Hasil Analisis komponen utama peubah pertumbuhan kecambah
gandum pada PEG 15%

57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman sereal penting dan
dibudidayakan secara luas. Tanaman ini mewakili sekitar 30% area pertanaman
sereal di dunia, dengan lebih dari 220 juta ha area budidaya (Cossani dan
Reynolds 2012). Permintaan gandum di Indonesia sangat tinggi, hal ini terlihat
dari nilai impor gandum yang terus meningkat. Impor gandum Indonesia pada
tahun 2011 sebesar 5.7 juta ton (USD 1.59 milyar) dan meningkat pada tahun
2012 hingga mencapai 6.5 juta ton (USD 1.52 milyar) (FAO 2013).
Pengembangan tanaman gandum di Indonesia sangat penting sebagai upaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.
Pengembangan tanaman gandum dapat terkendala oleh berbagai cekaman
abiotik, seperti suhu tinggi (Yang et al. 2002; Farooq et al. 2011; Hakim et al.
2012) dan kekeringan (Ji et al. 2010; Saeedipour dan Moradi 2011; Rattey et al.
2011). Luas lahan kering di Indonesia mencapai 22 juta ha (Balitbangtan 2007),
sehingga tanaman gandum toleran cekaman kekeringan perlu dikembangkan.
Sejumlah upaya pengembangan tanaman gandum toleran kekeringan telah
dilakukan baik melalui pemuliaan secara konvensional maupun non konvensional.
Pemuliaan secara konvensional dilakukan melalui pembentukan dissomic addition
lines (Vaisi dan Farshadfar 2011), persilangan diallel (Farshadfar et al. 2011), dan
seleksi pedigree (Ali 2011). Pemuliaan secara non konvensional dilakukan dengan
pembentukan tanaman transgenik melalui modulasi faktor transkripsi DREB/CBF
(Morran et al. 2011), embriogenesis somatik (Farshadfar et al. 2012), dan mutasi
(Bahar dan Akkaya 2009).
Penapisan cepat merupakan teknik yang dapat digunakan untuk
mempercepat proses seleksi dalam mengembangkan kultivar toleran terhadap
cekaman. Beberapa penelitian penapisan cepat pada tahap perkecambahan telah
dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan tanaman toleran terhadap cekaman
abiotik, diantaranya yaitu terhadap cekaman kekeringan pada tanaman kedelai
(Savitri 2010) dan Barley (Matin et al. 1989). Penapisan cepat terhadap cekaman
kekeringan pada tahap perkecambahan dengan menggunakan PEG telah dilakukan
pada tanaman kedelai (Savitri 2010), tomat (Ghebremariam et al. 2013), dan
gandum (Bayoumi et al. 2008; Sayar et al. 2008).
Embriogenesis somatik merupakan proses perkembangan sel somatik
melalui tahapan embriogenik untuk membentuk tanaman lengkap tanpa melalui
fusi gamet. Embriogenesis somatik menyediakan kemungkinan untuk memutasi
populasi sel dan menginduksi perubahan jumlah kopi sekuen dalam genom inti
sehingga dapat meningkatkan keragaman genetik (Terzi dan Loschiavo 1990).
Peningkatan variasi somaklonal melalui embriogenesis somatik pada tanaman
gandum telah menghasilkan tanaman yang masak lebih awal dan berdaya hasil
tinggi. Selain itu, periode embriogenesis yang panjang mampu menurunkan
organisasi mtDNA baru yang sulit dilakukan dengan teknik mutagenik (Henry et
al. 1998). Variasi ekstrakromosomal pada mitokondria ini dapat mempengaruhi
berbagai karakter penting seperti menghasilkan tanaman mandul jantan dan
meningkatkan resistensi tanaman terhadap patogen (Jain et al. 1998).

2
Selain melalui embriogenesis somatik, peningkatan variasi somaklonal
dapat dilakukan melalui organogenesis tidak langsung. Organogenesis tidak
langsung merupakan proses pembentukan organ tunas atau akar yang melibatkan
fase pembentukan dan proliferasi kalus. Variasi somaklonal pada organogenesis
tidak langsung ini terjadi selama fase pembentukan dan proliferasi kalus
(CIMMYT 1999). Organogenesis tidak langsung pada tanaman gandum telah
dilakukan oleh Saeed et al. (1994), Eapen dan Rao (1982), Salama et al. (2013),
Tyankova et al. (2006), dan Hassanien et al. (1999). Meskipun demikian,
penelitian organogenesis tidak langsung pada tanaman gandum masih harus
dilakukan karena respon terhadap komposisi media berbeda-beda pada setiap
genotipe tanaman.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membangun karakter seleksi terhadap toleransi cekaman kekeringan pada
tanaman gandum saat fase perkecambahan, serta memperoleh genotipe yang
berpotensi toleran terhadap cekaman kekeringan.
2. Memperoleh media terbaik untuk embriogenesis somatik tanaman gandum
3. Memperoleh media terbaik untuk organogenesis tidak langsung tanaman
gandum
Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan keragaman
genetik tanaman gandum melalui embriogenesis somatik dan organogenesis tidak
langsung. Harapannya adalah bahwa dengan adanya materi genetik gandum yang
beragam, dapat digunakan sebagai sumber materi untuk meningkatkan toleransi
tanaman gandum terhadap cekaman kekeringan sehingga tanaman gandum dapat
lebih beradaptasi pada berbagai lingkungan kering di Indonesia. Sebagai upaya
untuk mendapatkan tanaman gandum toleran terhadap cekaman kekeringan perlu
dilakukan proses seleksi. Penapisan cepat pada tahap perkecambahan dilakukan
untuk mendapatkan informasi karakter seleksi dan genotipe gandum yang
berpotensi toleran terhadap cekaman kekeringan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian terdiri atas tiga percobaan dalam upaya untuk mencapai tujuan
penelitian. Percobaan pertama adalah penapisan cepat terhadap cekaman
kekeringan beberapa genotipe gandum pada stadia perkecambahan. Terdapat
sembilan genotipe gandum yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu terdiri atas
tiga varietas nasional (Nias, Dewata, dan Selayar), dan enam galur introduksi
(H-20, S-03, Munal, SBD, SBR, dan YMH). Hasil percobaan ini digunakan untuk
penentuan genotipe yang kemudian akan digunakan dalam kedua percobaan
selanjutnya. Percobaan kedua adalah embriogenesis somatik yang kemudian
dilanjutkan dengan percobaan ketiga, yaitu organogenesis tidak langsung.
Keseluruhan kegiatan penelitian disajikan pada diagram alir (Gambar 1).

3

Varietas nasional dan galur
introduksi gandum tropika
(9 genotipe)

1. Pengujian toleransi cekaman
kekeringan pada fase
perkecambahan

Informasi karakter
seleksi dan
mendapatkan
kandidat genotipe
yang diduga
toleran dan peka

Varietas
Nias, Selayar, Dewata

2a. Induksi kalus
embriogenik
 Kalus embriogenik

2b.Proliferasi kalus
embriogenik

2c. Induksi embrio
somatik
 Embrio globular

2d. Pendewasaan
embrio somatik
 Embrio kotiledon

Media terbaik untuk
embriogenesis somatik

Gambar 1. Diagram alir penelitian

3a. Induksi kalus
organogenik
 Kalus organogenik

3b. Proliferasi kalus
organogenik dan
induksi organ
tunas dan atau
akar

Media terbaik untuk
organogenesis tidak
langsung

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.)
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman sereal penting di dunia.
Tanaman gandum merupakan anggota genus Triticum (x=7) dengan famili
Poaceae. Tanaman yang biasa dikenal dengan bread wheat ini merupakan gandum
heksaploid dengan genom AABBDD (Marconi dan Cubadda 2005).
Terdapat dua tipe gandum, yaitu winter wheat dan spring wheat. Winter
wheat ditanam pada musim gugur, kemudian dorman saat musim dingin, dan
tumbuh kembali saat musim semi. Suhu rendah pada musim dingin diperlukan
oleh tanaman gandum tipe ini untuk vernalisasi yang dapat memicu
perkembangan reproduktif gandum. Spring wheat ditanam pada awal musim semi.
Spring wheat kurang toleran terhadap suhu rendah dan mengalami kerusakan
akibat frost pada suhu -2 hingga -1 ºC (Acquaah 2007).
Saat ini terdapat sekitar 30 spesies gandum dan lebih dari 40 000 kultivar
telah diproduksi di dunia. Spesies gandum dapat dibagi ke dalam tiga kelompok
bergantung pada jumlah kromosom yang terdapat pada sel vegetatif tanaman
gandum, yaitu diploid (14 kromosom), tetraploid (28 kromosom), dan heksaploid
atau bread wheat (42 kromosom). Hanya tiga spesies yang bernilai ekonomi dari
berbagai spesies tersebut, yaitu Triticum aestivum, Triticum turgidum cv durum,
dan Triticum compactum (Perry dan Belford 2000).
Bagian tanaman yang bernilai ekonomi pada tanaman gandum adalah bulir
atau biji gandum. Benih gandum berukuran kecil, yaitu 3-8 mm. Gambar 2
memperlihatkan struktur bulir gandum yang terdiri atas lapisan kulit, endosperm,
dan embrio. Lapisan kulit terdiri atas pericarp, testa, dan aleuron. Endosperm
berisi pati dan protein yang dibutuhkan sebagai energi selama proses
perkecambahan. Embrio terdiri atas radikula, koleoptil dan primordia daun (Perry
and Belford 2000)
endosperma

kulit

aleuron

pericarp
testa

skutelum

Koleoptil
dan daun
embrio
radikula

Gambar 2. Struktur Bulir Gandum
(Sumber: Perry dan Belford 2000)

5
Keragaman Somaklonal
Keragaman somalonal merupakan suatu terminologi yang digunakan
untuk mendeskripsikan variasi genetik yang sering teramati sebagai hasil dari
kultur jaringan, yang diakibatkan oleh akumulasi mutasi dan perubahan epigenetik.
Berbagai tipe variasi yang terlibat dalam kultur jaringan diantaranya, yaitu
perubahan struktur kromosom akibat kromosom patah, perubahan jumlah
kromosom, transactions, delesi, metilasi DNA, dan mutasi gen tunggal
(CIMMYT 1999). Keragaman somaklonal dapat terjadi pada protoplas, anter dan
mikrospora, kalus, meristem apikal, daun, batang, akar atau jaringan somatik
lainnya.
Terdapat beberapa pendekatan untuk menghasilkan keragaman somaklonal,
yaitu pertumbuhan kalus atau kultur suspensi sel pada beberapa siklus, regenerasi
sejumlah besar tanaman dari kultur jangka panjang, skrining karakter yang
diinginkan pada tanaman hasil regenerasi dan keturunannya seperti seleksi in vitro,
pengujian varian terseleksi pada beberapa generasi untuk karakter tertentu, dan
multiplikasi varian stabil untuk mengembangkan galur baru. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keragaman somaklonal adalah latar belakang genetik, sumber
eksplan, komposisi media, dan umur kultur.
Embriogenesis Somatik
Embriogenesis somatik merupakan jalur perkembangan tanaman yang
mana embrio diinduksi untuk terbentuk dari sel atau jaringan somatik (CIMMYT
1999). Perkembangan embrio secara embriogenesis somatik melalui proses yang
sama dengan embriogenesis zigotik (Gambar 3).

Gambar 3. Proses embriogenesis zigotik dan somatik
(Ramos et al. 2012)

6
Perkembangan embrio zigotik pada tanaman monokotil juga melalui
tahapan yang sama, yaitu embrio berkembang dari globular menjadi heart,
kotiledon, dan embrio dewasa yang selanjutnya akan tumbuh menjadi tanaman.
Gambar 4 menampilkan tahapan embriogenesis zigotik pada tanaman jagung.

Gambar 4. Proses embriogenesis zigotik pada tanaman jagung
(sumber: Locascio et al. 2014)
Proses embriogenesis somatik terdiri atas dua tahapan, yaitu proses induksi
dan ekspresi yang menghasilkan embrio (Mora et al. 2012). Proses akuisisi
kompetensi embriogenik oleh sel somatik melibatkan pemrogaman ulang pola
ekspresi gen yang melibatkan perubahan morfologi, biologi, dan metabolisme sel
tanaman. Perkembangan in vitro sel dan jaringan bergantung pada genotipe, tipe
tanaman, umur dan tahap perkembangan eksplan, kondisi fisiologi tanaman
sumber eksplan, dan kondisi lingkungan eksternal seperti komposisi media dan
kondisi fisik kultur (Ramos et al. 2012).
Kompetensi sel berhubungan dengan dedifferensiasi somatik yang
mengijinkan sel untuk merespon sinyal perkembangan yang baru (Ramos et al.
2012). Sel dengan kompetensi embriogenik dapat dilihat secara morfologi sebagai
sel yang memiliki sitoplasmik kecil dan padat, nukleus besar, vakuola berukuran
kecil, dan memiliki kandungan lipid dan pati (CIMMYT 1999).
Embriogenesis somatik dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Embriogenesis somatik secara langsung dapat terjadi melalui
perkembangan sel embriogenik langsung dari sel eksplan. Embriogenesis tidak
langsung terjadi melalui fase pembentukan kalus (Terzi dan Loschiavo 1990).
Kalus terbentuk dari beberapa lapisan luar sel skutelar pada koleoriza embrio
(CIMMYT 1999).
Pembentukan embrio somatik dapat diinduksi oleh manipulasi kondisi
kultur in vitro. Elemen utama pada media kultur adalah zat pengatur tumbuh
tanaman seperti auksin, sitokinin, asam absisat, dan gibberellin. Selain itu,
kandungan hormon endogen tanaman juga memainkan peranan penting dalam
proses embriogenesis somatik. Sel somatik membutuhkan sinyal untuk polarisasi
sel dan pembelahan asimetris yang diberikan oleh auksin seperti yang terjadi pada
zigotik (Mora et al. 2012). Embriogenesis somatik menghasilkan embrio somatik
yang memiliki struktur bipolar yang dibentuk dari sel tunggal dan tidak memiliki

7
hubungan vaskular dengan jaringan induk atau eksplan (Terzi dan Loschiavo
1990). Struktur bipolar embrio somatik terdiri atas meristem tunas dan akar.
Seperti perkembangan embrio zigotik, embrio somatik berkembang melalui
tahapan globular, hati, torpedo, kotiledon, dan dewasa (Philips et al. 1995).
Induksi embriogenesis somatik pada jaringan tanaman dapat menginduksi
perubahan jumlah kopi sekuen di dalam genom inti. Embriogenesis somatik
mampu menyediakan keragaman genetik pada tanaman. Periode embriogenesis
somatik yang panjang dari embrio muda sereal dapat berguna dalam menurunkan
organisasi mtDNA baru yang sulit dilakukan dengan menggunakan teknik
mutagenik (Henry et al. 1998). Variasi ekstrakromosomal pada mitokondria
meskipun terjadi pada jumlah yang terbatas tetapi dapat mempengaruhi karakter
agronomi penting, seperti steril jantan, resisten terhadap patogen, dan kapasitas
regenerasi (Jain et al. 1998).
Hasil sitogenetik dan molekuler menunjukkan bahwa pada embriogenesis
somatik dengan masa kultur yang singkat terjadi variasi dalam jumlah yang
sedikit. Semakin panjang masa kultur dapat meningkatkan variasi somaklonal
yang dihasilkan. Masalah utama dalam variasi somaklonal adalah terjadi secara
acak dan tidak dapat diprediksi (Henry et al. 1998).
Berbagai eksplan dapat digunakan dalam embriogenesis somatik pada
tanaman gandum, diantaranya yaitu embrio dewasa (Miroshnichenko et al. 2009;
Yu et al. 2008), embrio muda (Miroshnichenko et al. 2009), dan basal daun
(Mahalaksmi et al. 2007). Media induksi yang dapat digunakan dalam
embriogenesis somatik gandum adalah komposisi media dasar Murashige dan
Skoog (1962) dengan tambahan 2.4-D atau dicamba atau parachlorophenoxyacetic
acid dan daminozide (Miroshnichenko et al. 2009); kombinasi 2.4-D, BA, dan
NAA (Yu et al. 2008); media MS dengan tambahan 500 mg L-1 kasein hidrolisat,
200 mg L-1 glutamina, 150 mg L-1 asparagina, 30 g L-1 sukrosa, 2 mg L-1 2.4-D,
dan 0.5 mg L-1 NAA (Bi et al. 2007).
Induksi embriogenesis pada banyak spesies membutuhkan auksin dengan
konsentrasi tinggi. Auksin yang biasa digunakan adalah 2.4-D. Beberapa
tumbuhan monokotil membutuhkan tambahan sitokinin untuk embriogenesis
somatik. Auksin dengan konsentrasi yang tinggi dibutuhkan untuk proses induksi
kalus, akan tetapi pada tahapan selanjutnya, auksin justru dapat menghambat
pembentukan embrio. Media tanpa hormon biasanya digunakan untuk
perkembangan embrio globular menjadi planlet. Induksi embrio somatik
membutuhkan hormon tunggal untuk menginduksi struktur bipolar yang berguna
untuk membentuk tanaman lengkap (Philips et al. 1995).
Organogenesis
Organogenesis merupakan perkembangan tanaman membentuk organ
tunas atau akar yang diinduksi untuk berdiferensiasi dari sel atau jaringan tanaman.
Organogenesis dapat dibedakan menjadi organogenesis langsung dan tidak
langsung. Organogenesis langsung menghasilkan tunas dan akar tanpa melalui
fase kalus, sedangkan organogenesis tidak langsung melibatkan fase inisiasi dan
proliferasi kalus yang diikuti oleh induksi dan perkembangan tunas atau akar dari
jaringan kalus yang berproliferasi. Organogenesis memaksa memaksa sel dan
jaringan untuk mengalami perubahan yang mengawali produksi struktur unipolar

8
primordia tunas atau akar yang terhubung dengan jaringan induknya
(CIMMYT 1999).
Terdapat dua fase dalam organogenesis, yaitu dedifferensiasi dan
redifferensiasi. Selama fase dedifferensiasi, sel tanaman menjadi kompeten untuk
mengekspresikan potensi organogenik. Sel kompeten kemudian dapat merespon
perlakuan induksi dan dapat mengarahkan perkembangan organ. Selanjutnya
memasuki fase redifferensiasi dan membentuk organ baru (Gambar 5).
Explant

Dedifferentiation

1. Acquisition of cell
competence
May not require cell division
- Direct organogenesis
2. Induction and
determination

Redifferentiation

Requires cell division

3. Organ morphogenesis

Hormone balance and homeostasis
Chromatin remodelling and DNA methylation changes
Activation of silenced genes
Transcription factor activity
Reprogramming for gene expression
Initiation of cell cycle gene transcripts
Hormone balance and distribution
Auxin polarity
Down regulation of auxin response genes
Up regulation of cytikinin response genes
Cell cycle activation and cell division
Cell to cell adhesion (communication)
Expression of organ specific identify genes

Organ
formation

Gambar 5. Proses organogenesis
(Sumber: Geneve 2011)

Respon organogenesis beragam tergantung media perlakuan. Media yang
digunakan dapat mendukung organogenesis tunas, akar, pertumbuhan kalus, atau
gagal mendukung pertumbuhan. Organogenesis membutuhkan dua hormon yang
berbeda untuk menginduksi organ tunas, kemudian organ akar dengan
menggunakan media kultur yang berbeda (Phillips et al. 1995).
Penapisan Cepat terhadap Cekaman Kekeringan
pada Stadia Perkecambahan
Perkecambahan merupakan stadia awal dalam tahap perkembangan suatu
tanaman. Perkecambahan terjadi pada saat benih mulai menyerap air. Proses
perkecambahan terdiri atas tiga fase, yaitu penyerapan air, aktivasi enzim, dan
munculnya kecambah. Benih gandum membutuhkan kandungan kelembaban
sekitar 35 hingga 45% dari bobot keringnya untuk memulai berkecambah. Ketika

9
embrio membengkak, akan menghasilkan hormon yang menstimulasi aktivitas
enzim. Enzim kemudian memecah pati dan protein yang tersimpan dalam benih
menjadi gula dan asam amino yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan
embrio. Embrio mulai terlihat tumbuh saat akar primer, koleoptil dan radikula
mulai terlihat (Bowden dan Ferguson 2007).
Proses perkecambahan bergantung pada suhu. Suhu ideal untuk
perkecambahan gandum adalah 12-25 ºC, tetapi perkecambahan dapat terjadi
antara suhu 4 – 37 ºC. Kecepatan benih dalam berkecambah diatur oleh akumulasi
suhu atau rataan total suhu harian maksimum dan minimum (degree days).
Gandum membutuhkan 35 degree days untuk berkecambah. Selain itu, ukuran
benih juga mempengaruhi kemampuan berkecambah terkait dengan kandungan
endosperm dan pati dalam benih. Benih yang berukuran lebih besar memiliki
kemampuan berkecambah yang lebih baik dengan potensi hasil yang lebih tinggi
(Bowden dan Ferguson 2007).
Penapisan cepat terhadap cekaman kekeringan pada gandum dapat
dilakukan pada tahap perkecambahan. Penapisan merupakan teknik yang dapat
digunakan untuk mempercepat proses seleksi dalam mengembangkan kultivar
toleran terhadap cekaman. Penapisan terhadap cekaman kekeringan pada tahap
perkecambahan dapat dilakukan dengan menggunakan PEG, mannitol dan
melibiose (Michael dan Kaufmann 1973). Polyethylene glycol (PEG) merupakan
agen osmotik tidak terserap yang memiliki bobot molekul tinggi. PEG umum
digunakan dalam simulasi cekaman kekeringan pada tanaman. Hal ini terlihat dari
respon tanaman yang diberi perlakuan PEG mengalami penurunan ukuran sel dan
penurunan menjadi semakin besar dengan peningkatan konsentrasi PEG.
Penurunan ukuran sel ini merupakan respon yang umum terlihat pada tanaman
yang mengalami cekaman kekeringan (Rains 1989). Penapisan cepat pada tahap
perkecambahan dengan menggunakan PEG telah dilakukan pada tanaman kedelai
(Savitri 2010), tomat (Ghebremariam et al. 2013), gandum (Bayoumi et al. 2008;
Sayar et al. 2008; Baloch et al. 2012), dan padi (Xia et al. 2006; Suardi 2000).
Cekaman Kekeringan pada Tanaman Gandum
Kekeringan merupakan faktor cekaman yang memiliki persentase tertinggi
di dunia, yaitu sekitar 26% dibandingkan dengan cekaman lainnya (Kramer dan
Boyer 1995). Luas lahan kering Indonesia saat ini mencapai 22 juta ha
(Balitbangtan 2007) dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan suhu global. Suhu yang tinggi akan mengurangi kelembaban tanah
dan mengakibatkan kekeringan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
gandum (van Gool dan Vernon 2005). Sebagai program pemuliaan jangka panjang,
pengembangan tanaman gandum di Indonesia perlu diarahkan kepada peningkatan
adaptasi terhadap lingkungan bercekaman kekeringan.
Selama siklus hidupnya, tanaman gandum membutuhkan air untuk tumbuh
dan berkembang. Tanaman gandum membutuhkan kelembaban sekitar 35 hingga
45% dari bobot keringnya untuk memulai berkecambah (Bowden dan Ferguson
2007). Meskipun demikian, cekaman kekeringan pada awal fase vegetatif tidak
memberikan pengaruh terhadap hasil panen. Cekaman kekeringan berpegaruh
sangat besar terhadap hasil apabila cekaman terjadi selama fase heading atau

10
flowering. Cekaman kekeringan selama fase pemasakan (maturity) menyebabkan
penurunan hasil sekitar 10% (Jatoi et al. 2011).
Periode cekaman kekeringan yang berbeda memberikan pengaruh yang
berbeda pada tanaman gandum. Cekaman kekeringan yang terjadi saat antesis
mempengaruhi ukuran bulir, kegagalan perkembangan polen, dan penurunan
jumlah bulir (Ji et al. 2010). Cekaman yang terjadi setelah antesis mengakibatkan
peningkatan fruktosa dan penurunan fruktan pada internode yang merupakan
penyebab hilangnya bahan kering, selain itu cekaman pada fase ini juga
mengakibatkan kecilnya ukuran kernel dan penurunan biomassa tanaman
(Saeedipour dan Moradi 2011).
Beberapa perubahan morfologi tanaman yang terjadi sebagai akibat dari
kekurangan air, yaitu tanaman memiliki lebih banyak akar untuk meningkatkan
kemampuan mengakses air, serta peningkatan rasio akar:tajuk, pengurangan
jumlah daun dan luas daun untuk mengurangi laju transpirasi yang juga akan
berakibat pada penurunan laju fotosintesis dan produksi biomassa (Zingaretti et al.
2013).

11

3 PENAPISAN CEPAT TERHADAP CEKAMAN
KEKERINGAN BEBERAPA GENOTIPE GANDUM
(Triticum aestivum L.) PADA STADIA PERKECAMBAHAN
Abstrak
Kekeringan merupakan salah satu cekaman abiotik yang mempengaruhi produksi
gandum di dunia. Sebagai upaya pengembangan tanaman gandum toleran
cekaman kekeringan perlu dilakukan seleksi untuk mendapatkan genotipe yang
berpotensi toleran terhadap cekaman. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
toleransi beberapa genotipe gandum terhadap cekaman kekeringan pada stadia
perkecambahan. Pengujian pada stadia perkecambahan menggunakan larutan
osmotikum merupakan metode yang efektif untuk memilih genotipe toleran dalam
periode waktu yang singkat. Percobaan disusun berdasarkan rancangan kelompok
lengkap teracak faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama
merupakan genotipe gandum yang terdiri atas Nias, Selayar, Dewata, H-20,
Munal, SBD, SBR, S-03, dan YMH. Faktor kedua merupakan konsentrasi
PEG 6000 yang terdiri atas 0, 5, 10, 15, dan 20%. Peningkatan konsentrasi PEG
menghambat pertumbuhan kecambah gandum. Berdasarkan nilai R2 tertinggi pada
analisis regresi, panjang akar relatif dapat dijadikan karakter seleksi. Berdasarkan
nilai RC50 pada karakter panjang akar relatif, 15% PEG dapat digunakan sebagai
konsentrasi optimum untuk menentukan genotipe gandum yang berpotensi toleran
kekeringan. Genotipe Nias merupakan genotipe toleran berdasarkan pada nilai
panjang akar relatif tertinggi pada 15% PEG, sedangkan genotipe SBD, S-03,
YMH, dan Munal merupakan genotipe yang peka terhadap cekaman kekeringan.
Kata Kunci: Cekaman abiotik, panjang akar relatif, Polyethylene Glycol, RC50,
tekanan osmotik

Abstract
Drought is a major abiotic stress impeding wheat production world wide.
Selection of potentially drought tolerant genotypes are necessary for wheat
improvement. The objective of this study was to test the tolerance level of nine
wheat genotypes to drought stress at germination stage. Assesment of wheat at
germination stage using osmoticum solution is an effective method for selecting
tolerant genotypes to drought stress in a short period of time. The experiment was
arranged on a complete group randomized design with two factors and three
replications. The first factor was wheat genotype consisted of Nias, Selayar,
Dewata, H-20, Munal, SBD, SBR, S-03, and YMH. The second factor was
concentration of PEG 6000 consisted of 0, 5, 10, 15, and 20%. Increasing level of
PEG concentration inhibited the growth of wheat seedling. Based on the highest
R2 value on the regression analysis, relative root length can be used as selection
character. Based on RC50 value of relative root length, 15% PEG was determined
as the optimum concentration to select potentially drought tolerant wheat
genotypes. Nias genotype was identified as potentially tolerant genotype based on

12
the highest relative root length at 15% PEG, while SBD, S-03, YMH, and Munal
were identified as drought sensitive genotypes.
Keywords: abiotic stress, osmotic potential, Polyethylene Glycol, RC50 ,relative
root length

PENDAHULUAN
Kekeringan merupakan salah satu cekaman abiotik yang menjadi faktor
pembatas bagi pertumbuhan gandum. Cekaman kekeringan dilaporkan telah
menurunkan produksi gandum di banyak negara di dunia. Indonesia merupakan
negara dengan luas lahan kering mencapai 22 juta ha (Balitbangtan 2007),
sehingga perlu dikembangkan tanaman gandum toleran cekaman kekeringan
untuk mengoptimalkan pemanfaatannya.
Sebagai upaya pengembangan tanaman gandum toleran cekaman
kekeringan, perlu dilakukan identifikasi genotipe-genotipe dengan potensi toleran
terhadap cekaman kekeringan. Upaya pemilihan genotipe toleran terhadap
cekaman kekeringan cukup sulit diterapkan di lapangan karena tidak mudah untuk
memberikan kondisi cekaman yang homogen dan memerlukan waktu yang cukup
lama. Pengujian toleransi pada tahap perkecambahan dengan menggunakan
larutan osmotikum merupakan metode yang efektif untuk memilih genotipe yang
berpotensi toleran terhadap cekaman kekeringan dalam periode waktu yang
singkat.
Larutan osmotikum mampu mengatur potensial air dalam media tanam,
sehingga sering digunakan untuk memberikan kondisi tercekam kekeringan pada
tanaman. Beberapa larutan osmotikum yang biasa digunakan diantaranya adalah
polyethylene glycol (PEG), mannitol, dan melibiose. Polyethylene glycol
merupakan bahan yang baik untuk mengontrol potensial air dan tidak dapat
diserap oleh tanaman. Besarnya penurunan potensial air sangat bergantung pada
konsentrasi dan berat molekul PEG (Michael dan Kaufmann 1973). Polyethylene
glycol merupakan polyether sintetis yang tersedia pada beberapa bobot molekul.
Potensial osmotik pada konsentrasi tertentu akan meningkat secara linier akibat
peningkatan suhu (Michael dan Kaufmann 1973).
Identifikasi toleransi genotipe terhadap cekaman kekeringan pada tahap
perkecambahan menggunakan PEG telah dilakukan pada tanaman gandum
(Bayoumi et al. 2008; Sayar et al. 2008; Baloch et al. 2012), kedelai (Kosturkova
et al. 2008; Widoretno 2011), sorgum (Rajendran et al. 2011), millet (Govindaraj
et al. 2010), padi (Xia et al. 2006; Suardi 2000), kanola (Torabi dan Ardestani
2013), oat (Mut dan Akay 2010), nilam (Djazuli 2010), dan kapas (Sumartini
et al. 2013). Michael (1977), melaporkan bahwa penggunaan PEG 6000
menyebabkan penundaan penyerapan air oleh benih kedelai.
Baloch et al. (2012) melaporkan bahwa konsentrasi PEG yang dapat
digunakan untuk seleksi pada tahap perkecambahan pada tanaman gandum adalah
15%, sementara Sayar et al. (2008) melaporkan konsentrasi PEG optimal untuk
seleksi adalah 25%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi PEG
yang optimum untuk menyeleksi genotipe toleran cekaman kekeringan

13
bergantung pada jenis tanaman dan bahkan bergantung pada jenis genotipe pada
jenis tanaman yang sama. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji
toleransi sembilan genotipe gandum terhadap cekaman kekeringan pada stadia
perkecambahan.

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di laboratorium kultur jaringan tanaman, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, IPB pada bulan September 2014 hingga Januari 2015.
Percobaan disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak faktorial
dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah genotipe, yang terdiri atas
9 genotipe, yaitu Nias, Selayar, Dewata, H-20, Munal, SBD, SBR, S-03, dan
YMH. Faktor kedua adalah konsentrasi PEG 6000 yang terdiri atas 5 taraf, yaitu
0, 5, 10, 15, dan 20% yang berturut-turut setara dengan potensial osmotik sebesar
0.0, -0.0768, -0.2336, -0.4705, dan -0.7874 MPa (dihitung dengan menggunakan
persamaan Michael dan Kaufmann 1973). Potensial air untuk kondisi kapasitas
lapang di lahan adalah sebesar -0.3 bar atau setara dengan -0.03 MPa (Heartherly
dan Russel 1979). Perkecambahan dilakukan di ruang kultur pada kondisi
lingkungan yang terkontrol dengan suhu 22.5 °C (Gambar 6). Setiap satuan
percobaan terdiri atas cawan petri berdiameter 9 cm berisi 10 benih. Benih yang
digunakan merupakan benih gandum yang memiliki daya berkecambah lebih dari
83%.
Benih gandum disemai dalam cawan petri yang dilapisi 3 lembar kertas
saring dan dibasahi oleh 10 mL larutan PEG (Bayoumi et al. 2008). Pengamatan
dilakukan setiap hari hingga 10 hari setelah semai (HSS) pada peubah jumlah
benih berkecambah, panjang tunas, jumlah akar, dan jumlah daun. Selanjutnya
pengamatan pada peubah bobot basah kecambah, dan bobot kering kecambah
dilakukan saat 10 HSS.

Gambar 6. Kondisi perkecambahan gandum pada ruang kultur

14
Penentuan bobot kering kecambah dilakukan dengan menyimpan
kecambah gandum (10 HSS) yang telah dibungkus amplop kertas ke dalam oven
dengan suhu ± 80 oC selama 24 jam. Pengukuran bobot kering dilakukan
sebanyak 3 ulangan dengan selang waktu pengukuran 10 menit. Pengukuran
sebanyak 3 kali ulangan dilakukan untuk memastikan bahwa bobot kering berasal
dari kecambah yang tidak memiliki kandungan air sama sekali, yang ditandai
dengan tidak adanya perubahan bobot kering pada setiap ulangan
penimbangannya.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh, dapat ditentukan nilai
persentase benih berkecambah, kadar air kecambah, rasio panjang akar:tunas dan
nilai relatif setiap peubah terhadap kontrol. Persentase benih berkecambah
dihitung dengan menggunakan rumus persentase benih berkecambah = (n/N) x
100 %, dimana n adalah jumlah benih berkecambah pada 10 HSS, sedangkan N
adalah jumlah benih yang disemai. Benih dikategorikan berkecambah apabila
telah memiliki panjang akar ± 2 mm. Kadar air kecambah ditentukan dengan
menghitung selisih bobot basah kecambah dengan bobot kering kecambah. Rasio
panjang akar:tunas dihitung dengan membandingkan panjang akar terhadap
panjang tunas. Nilai relatif peubah terhadap kontrol dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan ni