Organogenesis Dan Embriogenesis Somatik Manggis (Garcinia Mangostana L)

ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK
MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

YOSI ZENDRA JONI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Organogenesis dan
Embriogenesis Somatik Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Yosi Zendra Joni
NIM A253120161

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
YOSI ZENDRA JONI. Organogenesis dan Embriogenesis Somatik Manggis
(Garcinia mangostana L.). Dibimbing oleh DARDA EFENDI dan IKA
ROOSTIKA TAMBUNAN.
Sistem regenerasi manggis secara in vitro merupakan metode alternatif
yang mendukung upaya produksi benih secara masal dan pemuliaan secara
bioteknologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode
regenerasi manggis secara in vitro yang optimal, baik melalui jalur organogenesis
maupun embriogenesis somatik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur
Jaringan dan Rumah Kaca, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Bogor (BB Biogen).
Penelitian mencakup tiga kegiatan utama yaitu (1) regenerasi melalui

organogenesis langsung, (2) regenerasi melalui organogenesis tidak langsung, dan
(3) embriogenesis somatik manggis. Percobaan organogenesis langsung terdiri
dari kegiatan induksi dan multiplikasi tunas, elongasi tunas, pengakaran, dan
aklimatisasi. Percobaan organogenesis tidak langsung terdiri dari kegiatan induksi
kalus nodular dan regenerasinya membentuk tunas. Percobaan embriogenesis
somatik terdiri dari kegiatan induksi kalus embriogenik dan pembentukan embrio
somatik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi dan multiplikasi tunas
dipengaruhi oleh jenis klon dan media dasar yang digunakan. Klon Puspahiang
dan Wanayasa memberikan respon yang lebih baik daripada klon Leuwiliang. MS
merupakan media yang terbaik untuk multiplikasi tunas dan mampu menghasilkan
19 tunas per biji. WPM dan B5 merupakan media yang terbaik untuk elongasi
tunas (4.64−4.98 cm). Kombinasi kinetin dan NAA belum optimal untuk elongasi
tunas. Keberhasilan pengakaran manggis secara in vitro tergolong rendah (29%),
sebaliknya keberhasilan pengakaran secara ex vitro tergolong tinggi (70−90%).
Keberhasilan aklimatisasi lebih ditentukan oleh ukuran planlet daripada media
aklimatisasi. Ukuran planlet yang terbaik untuk diaklimatisasi adalah dengan
panjang tunas dan akar masing-masing ≥3 cm.
Perlakuan terbaik untuk induksi kalus nodular adalah kombinasi TDZ 1.0
mg l-1 dan BA 0.7 mg l-1. Pada perlakuan tersebut, keseluruhan eksplan berkalus

(100%) dengan struktur kalus kompak dan warna kekuningan. Media terbaik
untuk meregenerasikan kalus nodular membentuk tunas adalah BA 0.7 mg l-1.
Pada media tersebut, diperoleh 18 tunas per eksplan. Kombinasi TDZ (0.1−0.5 mg
l-1) dan GA3 (0.05 mg l-1) tidak mampu meregenerasikan kalus nodular
membentuk tunas.
Perlakuan terbaik untuk induksi kalus embriogenik adalah TDZ 0.1 mg l-1.
Kalus yang dihasilkan berstruktur semi friable dengan warna putih. Kalus yang
bersifat semi friabel berpotensi membentuk embrio somatik, diawali dengan
pembentukan struktur globular. Struktur globular terbentuk dari kombinasi
perlakuan TDZ 0.5 mg l-1 dan BA 0.7 mg l-1 setelah dua kali subkultur.
Kata kunci: multiplikasi tunas, induksi perakaran, aklimatisasi, kalus nodular,
kalus embriogenik.

SUMMARY
YOSI ZENDRA JONI. Organogenesis and Somatic Embryogenesis of
Mangosteen (Garcinia mangostana L.). Supervised by DARDA EFENDI and
IKA ROOSTIKA TAMBUNAN.
Regeneration system of mangosteen through in vitro culture is an
alternative method to support mass seedling production and biotechnological
breeding. This study aimed to obtain the optimal method of in vitro regeneration

of mangosteen through organogenesis and somatic embryogenesis. The research
was conducted at Tissue Culture Laboratory and green house of Cell Biology and
Tissue Culture Group, Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and
Genetic Resources Research and Development (ICABIOGRAD).
The study included three main activities: (1) regeneration through direct
organogenesis, (2) regeneration through indirect organogenesis, and (3) somatic
embryogenesis of mangosteen. Direct organogenesis experiment consisted of
shoot induction and multiplication, shoot elongation, rooting, and acclimatization.
Indirect organogenesis experiment consisted of nodular callus induction and
regeneration of nodular callus. Somatic embryogenesis experiment consisted of
embryogenic callus induction and embryo somatic formation.
The results showed that the shoot induction and multiplication influenced by
the clones and basal media. The responses of the clones Wanayasa and
Puspahiang were better than those of Leuwiliang for all observed variables. MS
was the best medium for shoot multiplication (19.14 shoots/seed), while WPM and
B5 were better for shoot elongation (4.64−4.98 cm). The combination of kinetin
and NAA was not optimal for shoot elongation. The success of in vitro rooting
was relatively low (29%), whereas the success of ex vitro rooting was high (7090%). The success of acclimatization was depended by the size of plantlet. The
best plantlet for acclimatization was ≥3 cm for shoots and roots size respectively.
The best medium for nodular callus induction was combination treatment of

1.0 mg l-1 TDZ and 0.7 mg l-1 BA. On this treatment, all of calli (100%) were
compact and yellowish. The best treatment to regenerate the nodular callus was
0.7 mg l-1 BA (18 shoots/explants). The combination of TDZ (0.1−0.5 mg l-1) and
GA3 (0.05 mg l-1) was not able to form shoots from nodular callus explants.
The best treatment for induction of embryogenic callus was 0.1 mg l-1 TDZ.
This treatment could produce semi-friable callus with white color. The semifriable callus was potential to form somatic embryos, beginning with the
formation of globular structures. Globular structures were formed on
combinations treatment of 0.5 mg l-1 TDZ and 0.7 mg l-1 BA after twice
subcultured.
Keywords: shoot multiplication, root induction, acclimatization, nodular callus,
embryogenic callus.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK
MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

YOSI ZENDRA JONI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dewi Sukma, SP MSi


PRAKATA
Syukur Alhamdulillahirobbil’alamiin, penulis ucapkan kepada Allah
Subhanallahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Organogenesis dan
Embriogenesis Somatik Manggis (Garcinia mangostana L.). Penulisan
tesis ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada:
1. Dr Ir Darda Efendi, MSi dan Dr Ika Roostika Tambunan, SP MSi selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sejak
perencanaan, pelaksanaan sampai penyelesaian penyusunan tesis ini.
2. Dr Dewi Sukma, SP MSi selaku dosen penguji luar komisi ujian tesis
dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas saran dan masukannya.
3. Prof (riset) Dr Ika Mariska, peneliti senior BB Biogen yang senantiasa
berbagi ilmu dan memberikan berbagai masukan serta saran atas
pelaksanaan penelitian ini, selain itu juga kepada Dr Mia Kosmiatin
yang telah memperkenalkan dan merekomendasikan Dr Ika Roostika

Tambunan sebagai komisi pembimbing.
4. Istri tercinta (Mira Desvita) dan anak-anak tersayang (M. Abdul Hafidz
dan Hafidzah Althafunnisa‟) atas segala pengorbanan dan kesabarannya.
5. Ayahanda (Nasrul) dan ibunda (Nurbaiti) serta kakak (Neli Sovia) dan
adik-adik (Roni Nasriko, Rino Nastion, Yovi Wilda Wahyuni, dan Deni
Septina Rahmanda) serta seluruh keluarga besar atas restu dan doanya.
6. Seluruh civitas akademika Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor,
khususnya para dosen Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman IPB yang telah mencurahkan ilmunya kepada kami.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar.
8. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) atas segala fasilitas untuk
pelaksanaan penelitian.
9. Keluarga besar Laboratorium BSJ, Ibu Suci, Ibu Sri, Ustadz Joko
Tamami, Kang Asep, Kang Wawan, Mas Anto, Bu Marnah, dan Kang
Masnur yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian ini.
10. Teman seperguruan Rara Puspita, Dea Sylva Lisnandar, dan Lilis yang
senantiasa siap membantu pelaksanaan penelitian.
11. Keluarga besar PBT 2012 atas bantuan dan motivasinya.

12. Senior dan teman-teman di Balitbu Tropika atas motivasi dan doanya.
13. Seluruh teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satupersatu. Terima kasih atas dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan ilmu pertanian masa depan.
Bogor, Juli 2014
Yosi Zendra Joni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi

vii
viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
2
3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Penyebaran
Morfologi
Apomiksis pada Manggis
Varietas Manggis di Indonesia
Manfaat
Kultur In Vitro
Organogenesis Langsung dan Tidak Langsung
Embriogenesis Somatik

5
5

6
6
7
7
7
8

REGENERASI MELALUI ORGANOGENESIS LANGSUNG
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

9
10
13
28

REGENERASI MELALUI ORGANOGENESIS TIDAK
LANGSUNG
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

29
29
30
34

REGENERASI MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

35
35
37
43

PEMBAHASAN UMUM
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

44
47
48
56
57

DAFTAR TABEL
1. Respon in vitro tiga klon manggis pada tiga media dasar, 10
minggu setelah tanam (MST)
2. Komposisi ion hara makro pada media dasar MS, WPM, dan B5
3. Pengaruh interaksi media dasar dan jenis klon terhadap jumlah
nodul manggis, 10 MST
4. Pengaruh kinetin dan NAA terhadap elongasi tunas manggis klon
Wanayasa, 8 MST
5. Pengaruh kombinasi IBA, PLG atau PBZ terhadap induksi
perakaran secara in vitro dari manggis klon Puspahiang,12 MST
6. Pengaruh pemberian IBA atau NAA terhadap induksi perakaran
secara ex vitro tunas manggis klon Puspahiang, 5 bulan setelah
tanam (BST)
7. Pengaruh pemberian IBA atau NAA terhadap pertumbuhan benih
manggis klon Puspahiang pasca-induksi perakaran secara ex vitro,
5 BST
8. Pengaruh jenis media aklimatisasi dan ukuran planlet terhadap
pertumbuhan benih manggis klon Wanayasa, 5 BST
9. Pengaruh media aklimatisasi terhadap tipe akar manggis klon
Wanayasa, 5 BST
10. Pengaruh media aklimatisasi dan ukuran planlet terhadap
pembentukan akar manggis klon Wanayasa, 5 BST
11. Pengaruh perlakuan TDZ dan BA terhadap induksi kalus nodular
manggis klon Wanayasa, 10 MST
12. Pengaruh perlakuan TDZ dan GA3 terhadap morfogenesis kalus
nodular menjadi tunas manggis klon Wanayasa, 10 MST
13. Pengaruh perlakuan BA dan TDZ terhadap morfogenesis kalus
nodular menjadi tunas manggis klon Sicincin, 10 MST
14. Pengaruh perlakuan TDZ dan BA terhadap pembentukan kalus
manggis klon Leuwiliang dari eksplan daun muda in vitro,10 MST
15. Pengaruh perlakuan TDZ dan BA terhadap struktur dan warna
kalus manggis klon Leuwiliang dari eksplan daun muda in vitro,
10 MST
16. Pengaruh perlakuan TDZ dan BA terhadap induksi kalus manggis
klon Leuwiliang dari eksplan batang muda in vitro, 10 MST
17. Pengaruh perlakuan TDZ dan BA terhadap struktur dan warna
kalus manggis klon Leuwiliang dari eksplan batang muda in vitro,
10 MST

14
15
17
18
20

22

23
25
26
27
31
32
33
37

38
39

39

DAFTAR GAMBAR
1. Bagan alir penelitian
2. Penampilan biakan tiga klon manggis yang dikulturkan pada tiga
media dasar
3. Penampilan nodul manggis pada tiga jenis media dasar
4. Laju penambahan tinggi tunas manggis klon Wanayasa pada
perlakuan kinetin dan NAA, 8 MST
5. Laju penambahan jumlah daun manggis klon Wanayasa pada
perlakuan kinetin dan NAA, 8 MST
6. Penampilan tunas manggis klon Wanayasa yang dikulturkan pada
media pemanjangan tunas, 8 MST
7. Penampilan perakaran manggis klon Puspahiang pada media
induksi perakaran, 10 MST
8. Jumlah akar primer pada pengakaran secara ex vitro
9. Penampilan planlet manggis klon Puspahiang, 5 BST
10. Penampilan planlet manggis klon Puspahiang (pengakaran secara
ex vitro) dengan perlakuan IBA dan NAA, 5 BST
11. Penampang irisan membujur akar
12. Penampilan dan tipe akar manggis pada tahap aklimatisasi
13. Penampilan tanaman manggis klon Wanayasa pada media
aklimatisasi, 5 BST
14. Penampilan kalus nodular manggis klon Wanayasa pada perlakuan
TDZ dan BA, 10 MST
15. Penampilan kalus nodular manggis klon Wanayasa pada media
regenerasi, 10 MST
16. Penampilan tunas manggis klon Sicincin pada media regenerasi,
10 MST
17. Penampilan kalus embriogenik manggis klon Leuwiliang dari
eksplan daun muda in vitro pada media induksi kalus embriogenik,
10 MST
18. Penampilan kalus embriogenik manggis klon Leuwiliang dari
eksplan batang muda in vitro pada media induksi kalus
embriogenik, 10 MST
19. Bentuk kalus pada manggis
20. Penampilan kalus manggis klon Leuwiliang pada media
pembentukan embrio somatik, 8 MST
21. Pengaruh CH dan EM terhadap perubahan warna kalus pada
media pembentukan embrio somatik manggis klon Leuwiliang
dari eksplan daun muda in vitro, 8 MST
22. Pengaruh CH dan EM terhadap perubahan warna kalus pada
media pembentukan embrio somatik manggis klon Leuwiliang
dari eksplan batang muda in vitro, 8 MST
23. Perubahan warna kalus pada media pembentukan embrio somatik
manggis klon Leuwiliang, 8 MST
24. Tahapan perkembangan embriogenesis somatik manggis klon
Leuwiliang

4
16
17
18
19
19
21
22
23
24
24
27
28
31
32
33

38

40
40
40

41

41
42
42

25. Skutelar embrio manggis pada tahap pendewasaan berdasarkan
analisis histologi dengan pewarnaan safranin 1% dan fast green
1%
26. Perbandingan tiga metode regenerasi manggis melalui kultur in
vitro

43
45

DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi media dasar MS, WPM, dan B5
2. Teknik uji histologi menggunakan metode FAA

56
57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman asli Indonesia
(Almeyda dan Martin 1976). Manggis dikenal juga sebagai “Queen of the tropical
fruit” karena rasa buahnya yang enak. Umumnya, buah manggis dikonsumsi
dalam bentuk segar, diolah menjadi jus, dan juga dimanfaatkan sebagai suplemen
minuman kesehatan. Saat ini, buah manggis sangat populer, terutama sebagai
bahan baku di bidang industri kesehatan. Kulit buah manggis menghasilkan
metabolit sekunder dari jenis xanthone yang bermanfaat sebagai antioksidan,
antitumor, antialergi, antiradang, antibakteri, dan antivirus (Chomnawang et al.
2007; Pedraza-Chaverri et al. 2008). Artinya, manggis mempunyai prospek yang
cerah untuk dikembangkan dan menjadi prioritas buah ekspor Indonesia.
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan tanaman
manggis adalah ketersediaan dan kualitas benih. Manggis biasanya diperbanyak
melalui biji karena bersifat apomiksis. Embrio manggis merupakan embrio
somatik yang secara genetik sama dengan induknya (Richard 1990), tetapi
perbanyakan melalui biji memiliki berbagai keterbatasan, antara lain daya
tumbuhnya rendah, jumlah biji perbuah sedikit (1−2 biji per buah) dan bahkan
buah tidak berbiji sama sekali. Selain itu, biji manggis bersifat rekalsitran,
sehingga sulit disimpan dalam waktu lama. Perbanyakan vegetatif secara
konvensional juga seringkali menghasilkan benih yang lambat pertumbuhannya,
lemah, tidak seragam, dan lambat masa berbunganya (Normah et al. 1995).
Sistem regenerasi tanaman yang efisien sangat diperlukan untuk menunjang
perbanyakan benih secara masal, cepat dan seragam. Kultur in vitro merupakan
salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Selain itu, kultur in vitro dapat menunjang program pemuliaan tanaman melalui
rekayasa genetik dan variasi somaklonal.
Metode regenerasi tanaman secara kultur in vitro dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu organogenesis (langsung dan tidak langsung) serta embriogenesis
somatik (langsung dan tidak langsung). Kultur in vitro manggis melalui
organogenesis telah berhasil dilakukan dengan menggunakan eksplan biji (Goh et
al. 1988; Te-chato dan Aengyong 1988; Triatminingsih et al. 1993; Normah et al.
1995; Huang et al. 2000; Roostika et al. 2008). Regenerasi tunas dari ekpslan
daun muda in vitro juga telah dilaporkan oleh Goh et al. (1990), Te-chato et al.
(1992) dan Qosim et al. (2005). Selain itu, penggunaan eksplan berupa daun muda
dari tanaman di pembibitan dan pohon dewasa (Goh et al. 1994, Sirchi et al.
2008a) serta tunas pucuk (Sirchi et al. 2008b) juga telah dilaporkan. Namun
demikian, masih terdapat beberapa permasalahan dalam perbanyakan benih
manggis secara in vitro, antara lain tingkat multiplikasi tunas yang masih beragam
(2-16 tunas per biji), pemanjangan tunas dan induksi perakaran yang relatif sulit
dilakukan dengan tingkat keberhasilan yang masih rendah.
Perbaikan metode perbanyakan benih manggis secara in vitro masih perlu
dilakukan. Beberapa faktor utama yang menjadi kunci keberhasilan dalam kultur
in vitro adalah: (1) sumber eksplan, (2) media dasar dan zat pengatur tumbuh, (3)
lingkungan kultur, dan (4) sistem regenerasi (Wattimena et al. 2011). Selain

2
empat faktor tersebut, genotipe tanaman juga mempengaruhi tingkat keberhasilan
kultur in vitro. Umumnya, setiap genotipe mempunyai respon yang berbeda
terhadap formulasi media (Hoque dan Mansfield 2004; Lu et al. 1996).
Penggunaan eksplan, media dasar, lingkungan tumbuh, dan sistem regenerasi
yang tepat diduga dapat meningkatkan daya multiplikasi tunas, pemanjangan
tunas, dan induksi perakaran manggis.
Sistem regenerasi secara organogenesis langsung telah banyak dilaporkan,
namun regenerasi secara organogenesis tidak langsung dan embriogenesis
somatik masih terbatas. Sistem embriogenesis somatik pada manggis telah
dilaporkan oleh Elviana et al. (2011), Rohani et al. (2012), dan Rineksane et al.
(2012) namun pembahasannya masih terbatas pada pembentukan struktur globular.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa sistem regenerasi manggis secara
embriogenesis somatik masih perlu dioptimalkan. Sistem regenerasi yang optimal
selanjutnya dapat diterapkan untuk produksi benih secara masal maupun
perbaikan sifat tanaman secara bioteknologi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk mendapatkan metode regenerasi manggis yang optimal baik
secara organogenesis maupun embriogenesis somatik.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh perlakuan media dasar (MS, WPM, dan B5) dan jenis
klon (Leuwiliang, Wanayasa, dan Puspahiang) terhadap induksi dan
multiplikasi tunas manggis.
2. Mempelajari pengaruh kombinasi kinetin dengan NAA terhadap elongasi
tunas manggis.
3. Mempelajari pengaruh kombinasi IBA dengan phloroglucinol atau
paklobutrazol pada pengakaran in vitro dan NAA atau IBA pada pengakaran
ex vitro tunas manggis.
4. Mempelajari pengaruh kombinasi TDZ dengan BA terhadap induksi kalus
nodular manggis.
5. Mempelajari pengaruh kombinasi TDZ dengan GA3 atau BA terhadap
regenerasi kalus membentuk tunas.
6. Mempelajari pengaruh jenis kombinasi TDZ dengan BA terhadap induksi
kalus embriogenik manggis.
7. Mempelajari pengaruh kasein hidrolisat dan ekstrak malt terhadap regenerasi
kalus embriogenik membentuk embrio somatik manggis.
8. Mempelajari pengaruh kombinasi media aklimatisasi (tanah, pupuk kandang,
kompos, dan arang sekam) dan ukuran planlet terhadap keberhasilan
aklimatisasi manggis.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Diperolehnya informasi mengenai pengaruh interaksi antara jenis klon dengan
media dasar terhadap induksi dan multiplikasi tunas manggis.
2. Diperolehnya informasi dan teknologi untuk pemanjangan tunas, induksi
perakaran secara in vitro dan ex vitro, serta aklimatisasi planlet mangis.

3
3. Diperolehnya informasi dan teknologi induksi kalus nodular dan
regenerasinya membentuk tunas manggis melalui jalur organogenesis secara
tidak langsung.
4. Diperolehnya informasi dan teknologi embriogenesis somatik manggis.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup tiga sistem regenerasi in vitro manggis, yaitu
organogenesis langsung, organogenesis tidak langsung, dan embriogenesis
somatik tidak langsung. Percobaan organogenesis langsung diawali dengan
induksi dan multiplikasi tunas dari eksplan biji masak dengan hasil akhir adalah
benih manggis yang telah diaklimatisasi. Percobaan organogenesis tidak langsung
meliputi induksi kalus nodular dan regenerasinya membentuk tunas. Percobaan
embriogenesis somatik tidak langsung meliputi induksi kalus embriogenik dan
pembentukan embrio somatik (Gambar 1).
Pada setiap percobaan, pengamatan diarahkan untuk mempelajari faktorfaktor yang mempengaruhi sistem regenerasi in vitro tanaman manggis, antara
lain klon dan media, jenis sumber eksplan, jenis dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh, jenis media campuran tanah untuk pengakaran secara ex vitro dan
aklimatisasi serta pengaruh lingkungan fisik terhadap pertumbuhan benih.

4

Gambar 1. Bagan alir penelitian
Ket:
: Tahapan percobaan yang dilakukan
: Tahapan percobaan yang tidak dilakukan

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Penyebaran
Garcinia mangostana L. merupakan nama tanaman manggis yang
diberikan oleh Laurent Garcin (Yaacob dan Tindall 1995). Manggis berasal dari
Indonesia atau kawasan Asia Tenggara (Almeyda dan Martin 1976). Menurut
Choisy (1824), manggis termasuk ke dalam family Guttiferae dan terdiri dari 4
suku yaitu (1) Clusieae, (2) Garciniaeae, (3) Calophylleae, dan (4) Symphonieae.
Suku Garciniaeae terdiri dari genus Ochrocarpos, Marialva, Micranthera, dan
Garcinia. Genus Garcinia dibagi menjadi 2 subgenus yaitu subgenus ke-1 adalah
Mangostana seperti species G. mangostana, G. cornea, G. cambogia dan G.
morella sedangkan subgenus ke-2 adalah Brindonia seperti G. cochinchinensis, G.
elliptica, G. indica dan G. cowa. Whitmore (1973) mencatat lebih kurang terdapat
39 spesies Garcinia dan di antaranya hanya beberapa yang diketahui dan
digunakan untuk keperluan medis di Thailand, di antaranya G. atroviridis Griff, G.
speciosa Wall., G. cowa Roxb. dan G. dulcis.
Manggis yang saat ini dibudidayakan diduga berasal dari persilangan
antara G. hombroniana Pierre dengan G. malaccensis T. Arderson (Richard 1990).
Di Indonesia, kerabat dekat manggis di antaranya G. malaccensis (Jambi), G.
porrecta (Maluku), G. celebica (Sulawesi) (Sinaga 2008).
Tanaman manggis menyebar ke timur sampai Papua Nugini dan
kepulauan Mindanau (Filipina), sedangkan ke utara menyebar ke Thailand bagian
selatan, Myanmar, Vietnam dan Kamboja (Verheij dan Coronel 1992). Dalam dua
abad terakhir, tanaman manggis menyebar ke Srilangka, India Selatan, Amerika
Tengah, Brazil, dan Australia (Nakasone dan Paul 1998).
Morfologi
Manggis (G. mangostana L.) merupakan tanaman tahunan dengan batang
berbentuk pohon berkayu yang berwarna coklat kehitaman. Tanaman manggis
dewasa mempunyai tajuk yang rindang berbentuk piramida serta kanopi yang
berukuran sedang, tumbuh tegak hingga mencapai ketinggian 25 m atau lebih
dengan percabangan simetris, diameter batang dewasa berukuran 25−35 cm. Daun
manggis membujur bulat panjang berwarna hijau tua, berukuran panjang 12–23
cm dan lebar 4.5–10 cm. Stomata hanya terdapat pada bagian bawah daun dengan
ukuran yang relatif besar tetapi sedikit jumlahnya (Steenis 1975; Heyne 1987).
Kuncup bunga manggis muncul di ujung ranting dan memerlukan waktu
kurang lebih 40 hari sampai antesis. Bunga manggis memiliki empat sepal dan
empat petal yang berwarna merah muda. Petal akan rontok setelah antesis. Buah
akan matang pada waktu 100-120 hari setelah antesis (Verheij dan Coronel 1992;
Rai et al. 2006). Perkembangan buah manggis terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap
praantesis dan pascaantesis. Tahap praantesis merupakan tahap pembentukan
segmen aril dan bakal biji yang berlangsung pada umur 1−8 hari sebelum antesis.
Tahap perkembangan buah pascaantesis ditandai dengan perubahan warna serta
peningkatan bobot dan diameter buah manggis (Rai 2004; Ropiah 2009).
Buah manggis berbentuk bulat atau agak pipih dan relatif kecil dengan
diameter 3.5−8 cm. Berat buah bervariasi 75−150 g, tergantung pada umur pohon

6
dan daerah geografisnya dengan tebal kulit buah 0.8−1 cm, berwarna merah
lembayung dengan ruang bakal buah berisi 0−3 biji (Ashari 2006).
Apomiksis pada Manggis
Siklus hidup tanaman secara normal merupakan proses reproduksi seksual
di mana jaringan sporofit mengalami proses pembelahan meiosis menghasilkan
gametofit melalui proses fertilisasi menghasilkan zigot dan selanjutnya
membentuk embrio. Pada apomiksis, proses reproduksi terjadi secara aseksual, di
mana jumlah kromosom tidak mengalami reduksi ketika pembentukan embrio
(den Nijs dan van Dijk 1993). Jumlah kromosom yang tidak mengalami reduksi
dapat berasal dari sel somatik dalam ovul yang berkembang menjadi embrio tanpa
penggabungan inti telur dan sperma (Ramulu et al. 1995). Keturunan tanaman
manggis bersifat seragam dan identik dengan tanaman induknya (Horn 1940;
Nakasone dan Paul 1998) .
Apomiksis dapat dikategorikan menjadi fakultatif dan obligat (den Nijs
dan van Dijk 1993). Apomiksis fakultatif adalah bentuk apomiksis di mana proses
fertilisasi juga dijumpai, seperti pada spesies jeruk, proses fertilisasi dan
apomiksis terjadi secara bersamaan dalam ovul yang sama (Koltunov 1993).
Apomiksis fakultatif mempunyai tendensi seksualitas rendah bahkan mendekati
apomiksis obligat (den Nijs dan van Dijk 1993). Apomiksis obligat adalah bentuk
apomiksis keseluruhan di mana biji terbentuk tanpa proses fertilisasi, seperti pada
manggis (Richard 1990). Apomiksis obligat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1)
pembentukan biji tanpa pembuahan, 2) perkembangan embrio terlalu cepat, yaitu
sebelum antesis, 3) pembentukan proembrio dari nuselar atau jaringan integument,
4) satu biji menghasilkan lebih dari satu embrio (poliembrioni), dan 5) jarang
sekali atau tidak ditemukan bunga jantan (Richard 1990).
Varietas Manggis di Indonesia
Manggis diperbanyak secara klonal dengan menggunakan biji, namun
demikian keragamannya di lapang cukup tinggi. Variasi somaklonal diduga
terjadi oleh berbagai sebab, di antaranya adalah karena mutasi titik, pindah silang
somatik, amplifikasi atau kehilangan segmen DNA, dan aktivitas perubahan gen
oleh transposable element (Walbot dan Cullis 1985; Mansyah 2012).
Varietas manggis yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian Republik
Indonesia di antaranya adalah manggis Wanayasa, Puspahiang, Ratu Tembilahan,
Ratu Kamang, dan Raya. Keunggulan varietas Wanayasa adalah ukuran buah
yang memenuhi standar nasional untuk ekspor, bentuk buah bulat, warna
merah keunguan, daging putih dengan rasa manis segar, daya simpan lama,
kelopak kuat, dan beradaptasi dengan baik di dataran tinggi. Keunggulan
manggis Puspahiang adalah bentuk buah bulat, rasa segar asam manis, warna
kulit buah merah atau ungu kecoklatan, warna daging buah putih, dengan
bobot buah mencapai 8−9 buah per kg, mempunyai aroma yang khas dan kulit
buahnya keras mengkilat, tipis serta tidak terlalu banyak getah
(ppvt.setjen.deptan.go.id).

7
Manfaat
Manggis dikenal sebagai “Queen of the tropical fruits” karena rasa buahnya
yang enak. Umumnya, buah manggis dikonsumsi dalam bentuk segar, diolah
menjadi jus, dan juga dimanfaatkan sebagai suplemen minuman kesehatan. Saat
ini, buah manggis sangat populer, terutama sebagai bahan baku di bidang industri
kesehatan. Kulit buah manggis menghasilkan metabolit sekunder dari jenis
xanthone yang bermanfaat sebagai antioksidan, antitumor, antialergi, antiradang,
antibakteri, dan antivirus (Chomnawang et al. 2007; Pedraza-Chaverri et al. 2008).
Buah manggis segar mengandung gula yang terdiri dari sakarosa, dekstrosa
dan levulosa. Komposisi buah manggis per 100 g terdiri dari air 79.2 g, protein
0.5 g, karbohidrat 19.8 g, serat 0.3 g, kalsium 11 mg, fosfor 17 mg, besi 0.9 mg,
vitamin A 14 IU, vitamin C 66 mg, vitamin B1 (thiamin) 0.09 mg, vitamin B2
(riboflavin) 0.06 mg dan vitamin B5 (niacin) 0.1 mg (Chau kay-Ming 1990).
Kultur In Vitro
Sistem regenerasi tanaman yang efisien sangat diperlukan untuk
menunjang perbanyakan benih secara masal, cepat dan seragam. Selain itu juga
untuk menunjang program pemuliaan tanaman melalui kultur in vitro seperti
rekayasa genetik dan variasi somaklonal (Litz dan Gray 1992).
Ada beberapa metode regenerasi secara in vitro, yaitu organogenesis
langsung, organogenesis tidak langsung dan embriogenesis somatik. Pada kultur
in vitro, kesesuaian media dan pemilihan eksplan merupakan hal yang penting
untuk menghasilkan planlet (Hartmann et al. 1997). Pada manggis, embrio
kemungkinan terdapat di sepanjang permukaan biji (Yaccob dan Tindall 1995),
sehingga biji bersifat poliembrioni (Richard 1990). Tunas adventif dapat
diperoleh dari segmen biji yang ditanam pada medium MS yang dilengkapi
dengan konsentrasi 5 mg l-1 BAP (Goh et al. 1988).
Organogenesis Langsung dan Tidak Langsung
Organogenesis langsung adalah proses pembentukan tunas adventif
langsung dari eksplan. Tunas adventif yang dihasilkan berstruktur unipolar
dengan jaringan pembuluh yang masih terhubung dengan jaringan induknya
(Qosim 2006). Organogenesis in vitro tergantung pada ZPT eksogen, seperti
auksin dan sitokinin serta kemampuan jaringan merespon fitohormon selama
pengkulturan (Sugiyama 1999). Pada beberapa spesies tanaman, tunas adventif
diinduksi dengan konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi daripada auksin (Philips
et al. 1995; Sugiyama 1999). Pada manggis, pembentukan tunas adventif berasal
dari eksplan yang ditanam pada media WPM dengan konsentrasi BAP 5 mg l-1
(Goh et al. 1994). Planlet manggis telah diperoleh dari biji sebagai eksplannya
(Goh et al. 1988; Te-chato et al. 1988; Triatminingsih et al. 1993; Normah et al.
1995; Huang et al. 2000; Pertamawati 2003; dan Roostika et al. 2008), daun muda
dari tanaman muda dan pohon dewasa (Goh et al. 1990), dan daun muda dari
biakan in vitro (Te-chato dan Lim 2000).
Organogenesis tidak langsung adalah proses pembentukan tunas adventif
melalui pembentukan kalus terlebih dahulu. Tunas adventif dapat dibentuk dari
kalus jika konsentrasi ZPT, khususnya auksin rendah. Kalus dapat diperoleh dari

8
beberapa spesies tanaman, akan tetapi tidak semua kalus dari spesies tanaman
dapat diregenerasikan menjadi planlet karena tergantung dari sifat totipotensinya
(Yeoman 1986). Pada eksplan yang ditransfer ke dalam media dengan konsentrasi
auksin yang tinggi, seperti 2,4-D, kalus akan menjadi friable (remah) dan
berproliferasi lebih cepat. Sebaliknya penggunaan 2,4-D pada manggis sulit
meregenerasikan kalus membentuk tunas (Te-chato 1998).
Pada manggis, induksi kalus nodular manggis yang berasal dari eksplan
daun muda dari biakan in vitro yang ditanam pada medium Murashige dan Skoog
(MS) yang dilengkapi dengan TDZ 2.22 µM dan BA 2.25 µM menghasilkan 34%
kalus nodular (3 minggu setelah tanam), sedangkan regenerasi tanaman dilakukan
pada WPM dengan konsentrasi BA 0.44 µM dan menghasilkan rata-rata 8.39
tunas per eksplan (Te-chato dan Lim 2000). Pada tanaman berkayu, TDZ dapat
menginduksi kalus dan regenerasi tanaman. Pada tanaman berkayu, penggunaan
TDZ >1 µM dapat merangsang pembentukan kalus, tunas adventif, dan embrio
somatik (Fiola et al. 1990). TDZ adalah derivate diphenilurea yang terbukti dapat
meningkatkan biosintesis dan akumulasi sitokinin endogen kelompok purin dalam
kultur jaringan (Massimo et al. 1995).
Percobaan untuk memacu pertumbuhan akar secara in vitro telah
dilakukan oleh Te-chato (1998) dengan perlakuan IBA dan phloroglucinol,
Rineksane (2000) dengan perlakuan arang aktif, dan Roostika et al. (2008) dengan
perlakuan IBA pada media dasar MS dan WPM. Penggunaan media ¼WPM
dengan penambahan IBA 10 mg l-1 menghasilkan 66.67% eksplan berakar
(Roostika et al. 2008). Selain pengakaran secara in vitro, pengakaran secara ex
vitro juga telah berhasil dilakukan oleh Roostika et al. (2008). Persentase eksplan
berakar tertinggi (75%) diperoleh pada tunas manggis yang ukurannya ≥2 cm dan
direndam di dalam IBA 100 mg l-1 selama 1 jam sebelum ditanam ke media tanah
dan kompos (1:1).
Embriogenesis Somatik
Embriogenesis somatik merupakan pembentukan embrio dari sel somatik.
Pola pertumbuhan embriogenesis somatik dibedakan menjadi dua macam, yaitu
embriogenesis langsung dan tidak langsung. Embriogenesis langsung adalah
pembentukan embrio langsung dari eksplan, sedangkan embriogenesis tidak
langsung adalah pembentukan embrio yang didahului dengan induksi dan
proliferasi kalus (Qosim 2006). Embrio somatik berasal proembryogenic masses
(PEM) yang berasal dari individu sel, karena itu embrio somatik diasumsikan
berasal dari individu sel (Litz dan Gray 1992) dan memiliki struktur bipolar yang
akan membentuk tunas dan akar (Philips et al. 1995). Sel somatik yang terbentuk
biasanya terpisah dari jaringan asalnya (Qosim 2006). Embrio somatik sangat
penting untuk memperoleh tanaman transgenik atau mutan non khimera (Litz dan
Gray 1992). Pada embriogenesis somatik tanaman dikotil, embrio berkembang
melalui beberapa tahap, yaitu globular, hati, torpedo, dan kotiledon (Philips et al.
1995).
Regenerasi secara embriogenesis somatik pada tanaman manggis telah
dilaporkan oleh Elviana et al. (2011), Rohani et al. (2012), dan Rineksane et al.
(2012). Penggunaan TDZ 0.7 mg l-1 dan BA 0.7 mg l-1 menghasilkan struktur
globular sebesar 40% (Elviana et al. 2011).

9

3 REGENERASI MELALUI ORGANOGENESIS LANGSUNG
PENDAHULUAN
Mikropropagasi manggis secara in vitro merupakan salah satu cara untuk
menghasilkan benih manggis secara masal, seragam, dan dengan waktu produksi
yang relatif singkat, terutama jika melalui sistem regenerasi organogenesis
langsung. Organogenesis langsung adalah proses pembentukan tunas adventif
langsung dari eksplan. Tunas adventif yang dihasilkan berstruktur unipolar dan
jaringan tersebut masih terkait dengan jaringan asalnya (Qosim 2006). Menurut
George dan Debergh (2008) keberhasilan mikropropagasi ditentukan oleh empat
faktor, yaitu kestabilan metode in vitro, multiplikasi tunas, pengakaran, dan
aklimatisasi.
Induksi dan multiplikasi tunas umumnya menggunakan ZPT jenis sitokinin
(Northmore et al. 2012). Salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan adalah
BA (6-benzyladenine). BA menginduksi pembentukan meristem tunas apikal
selama organogenesis (Sugiyama 1999). Penggunaan BA sangat efektif untuk
induksi dan multiplikasi tunas manggis (Goh et al. 1988; Te-chato 1988; Normah
et al. 1995; Roostika et al. 2008).
Induksi perakaran merupakan tahapan selanjutnya setelah multiplikasi
tunas. Sistem perakaran yang baik merupakan salah satu persyaratan penting bagi
planlet yang siap untuk diaklimatisasi. Planlet yang telah memiliki sistem
perakaran yang baik akan lebih cepat tumbuh pada saat diaklimatisasi (Hazarika
2003). Keberhasilan pengakaran manggis secara in vitro telah dilaporkan oleh
Goh et al. (1988; 1994) dan Roostika et al. (2008) dengan tingkat keberhasilan
7−80%.
Kelemahan pengakaran secara in vitro adalah akar yang dihasilkan
biasanya lemah serta tidak terbentuk akar sekunder dan rambut akar (Hazarika
2006). Selain itu, pada awal aklimatisasi akar tidak berfungsi normal untuk
membantu penyerapan air dan hara yang dibutuhkan oleh tanaman (Sumaryono
dan Riyadi 2011). Pada tahap aklimatisasi sebagian dari planlet tidak mampu
bertahan hidup. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan metode pengakaran manggis
secara in vitro.
Di samping pengakaran secara in vitro, alternatif lain yang dapat
dilakukan adalah pengakaran secara ex vitro. Keberhasilan pengakaran secara ex
vitro pada tanaman manggis telah dilaporkan Roostika et al. (2008). Penelitian
pengakaran secara ex vitro juga telah dilakukan pada tanaman lain, seperti sawit
(Sumaryono dan Riyadi 2011), kenari (Benmahiuol et al. 2012), Rotula aquatica
L. (Martin 2003), kopi (Barry-Etienne et al. 2002), dan stroberi (Borkowska
2001).
Faktor utama yang sangat berperan dalam induksi akar secara in vitro dan
ex vitro adalah ZPT. Induksi akar umumnya menggunakan auksin, baik secara
tunggal maupun gabungan. Kombinasi jenis dan konsentrasi auksin yang tepat
dapat meningkatkan persentase induksi akar tanaman Bexa orellana L. secara in
vitro (Neto et al. 2009). Penggunaan IBA 5 mg l-1 secara tunggal dapat
menginduksi akar manggis secara in vitro sebesar 75% (Roostika et al. 2008),
sedangkan penggunaan 5.6 mg l-1 phloroglucinol mampu menginduksi akar

10
manggis sebesar 100% (Te-chato dan Lim 1999). Pada kelapa sawit, kombinasi
NAA 6 mg l-1 dan paklobutrazol 9 mg l-1 menginduksi akar sebesar 88% (Nizam
dan Te-chato 2009). Induksi akar secara ex vitro pada manggis melalui
perendaman dalam larutan IBA 100 mg l-1 selama 1 jam mampu menginduksi
akar sebesar 75% (Roostika et al. 2008).
Pada pengakaran secara in vitro, pemindahan planlet dari kondisi in vitro
ke kondisi ex vitro di rumah kaca merupakan salah satu tahap kritis bagi
keberhasilan mikropropagasi. Pada fase aklimatisasi, keberhasilan mikropropagasi
tergantung pada ukuran planlet, jenis media tanam dan kondisi lingkungan fisik.
Permasalahan utama pada tahap aklimatisasi berhubungan dengan belum
sempurnanya penyerapan air oleh planlet dan adanya kontaminasi (Leconte dan
Carron 1998). Aklimatisasi sangat dibutuhkan karena tanaman in vitro
dikulturkan dalam kondisi heterotrof (Hazarika 2003). Selama berada dalam
kondisi in vitro tanaman mengalami kelainan morfologi seperti belum
berfungsinya stomata, lapisan daun sangat tipis dan rongga mesofilnya banyak,
serta kelainan fisiologi seperti penurunan aktivitas fotosintesis (Brainerd dan
Fuchigami 1981; Rogalski et al. 2003). Kelainan tersebut sangat mempengaruhi
daya hidup tanaman saat di rumah kaca maupun di lapang. Oleh karena itu,
aklimatisasi merupakan fase kritis transisi tanaman dari kondisi in vitro ke kondisi
ex vitro.
Penelitian aklimatisasi pada berbagai tanaman telah banyak dilaporkan, di
antaranya pada tanaman kopi (Oktavia et al. 2003), apel (Muniz et al. 2013; Jin et
al. 2013), pisang (Khalil et al. 2002), cherry (Pruski 2008), dan sagu (Sumaryono
et al. 2009). Keberhasilan aklimatisasi pada tanaman manggis telah dilaporkan
oleh Te-chato (1998) dan Roostika et al. (2008).
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian organogenesis langsung pada
kultur in vitro manggis, masih terdapat beberapa permasalahan. Permasalahan
tersebut antara lain multiplikasi tunas yang masih beragam (2−16 tunas per biji),
pemanjangan tunas yang relatif lambat dan induksi perakaran yang belum optimal
(daya berakar 7−80%). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan metode organogenesis langsung yang optimal pada setiap fase
pertumbuhan kultur in vitro manggis.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2013 sampai April 2014, di
Laboratorium Kultur Jaringan dan Rumah Kaca, Kelompok Peneliti Biologi Sel
dan Jaringan (kelti BSJ), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor (BB Biogen). Uji Histologi di
Laboratorium Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan, Fakultas Biologi
Universitas Gajah Mada (UGM).
Bahan tanaman yang digunakan ini adalah biji masak manggis klon
Leuwiliang, Wanayasa, dan Puspahiang. Bahan kimia berupa hara makro, hara
mikro, dan vitamin dari media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962), Woody
Plant Medium (WPM) (Lloyd dan McCown 1981), dan Gamborg (B5) (Gamborg
et al. 1968), auksin (indole-3-acetic acid (IAA), 1-naphthaleneacetic acid (NAA),
dan indole-3-butyric acid (IBA)), sitokinin (6-benzyladenine (BA), thidiazuron
(TDZ), dan kinetin (KIN)), gibberellic acid (GA3), phloroglucinol (PLG),

11
paclobutrazol (PBZ), glutamin, polyvinylpyrrolidone (PVP), gula putih, phytagel,
alkohol, spritus, natrium hipoklorit (NaOCl), dan akuades steril. Bahan yang
digunakan untuk pengakaran ex vitro dan aklimatisasi adalah polybag, tanah,
pupuk kandang, kompos, dan arang sekam. Bahan yang digunakan untuk uji
histologi, yaitu larutan formaldehid alkohol asam asetat (FAA), larutan dehidrasi,
parafin, dan pewarna (safranin dan fast green).
Biji manggis dibersihkan dari daging buahnya, kemudian disterilisasi
dengan direndam dalam alkohol 70% selama 10 menit dan dibilas dengan akuades
steril 1 (satu) kali. Selanjutnya, biji direndam ke dalam larutan NaOCl 20%
selama 15 menit, dan dibilas dengan akuades steril 3 kali masing-masing selama 5
menit.
Penelitian ini terdiri dari empat percobaan, yaitu: (1) induksi dan
multiplikasi tunas, (2) pemanjangan tunas, (3) induksi perakaran secara in vitro
dan ex vitro, dan (4) aklimatisasi planlet. Data yang diperoleh dianalisis secara
statistik menggunakan program Statistical Analysis System (SAS 9.1). Nilai ratarata dihitung dan dibandingkan menggunakan uji selang berganda duncan
(DMRT) pada taraf 5% (P

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengendalian Kutu Putih pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Insektisida Botani

11 121 93

Evaluasi Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) di Kabupaten Mandailing Natal

4 42 82

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Picloram Konsentrasi 0.5 Atau 1.0 μM Dapat Menginduksi Embriogenesis Somatik Pada Biji Muda Manggis (Garcinia mangostana L.)

0 10 27

Regenerasi Manggis (Garcinia mangostana L.) Melalui Embriogenesis Somatik

0 17 24