Teori Praktik Sosial Landasan Teori

pengetahuan yang dilakukan balian bawo melandasi kekuasaannya karena setiap kekuasaan disusun, dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan. Eksistensi balian bawo menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Pengetahuan dan kekuasaan mempunyai hubungan timbal balik.

2.3.2 Teori Praktik Sosial

Teori praktik sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Pierre-Felix Bourdieu, seorang pemikir Prancis terkemuka yang lahir di Denguin Distrik Pyrenees-Altantigues barat daya Prancis, 1 Agustus 1930 dan meninggal di rumah sakit Saint-Antoine Paris, 23 Januari 2002. Dalam teori praktik sosial, Bourdieu merumuskan bahwa praktik adalah gabungan habitus, modal, dan ranah Harker dkk, 2009. Teori praktik sosial ini dikembangkan untuk memahami kompleksitas realitas sosial. Dalam teori ini mengajukan analisis dialektis atas kehidupan praktis dan menawarkan kesanggupan untuk menunjukkan hubungan saling memengaruhi antara praktik personal dan praktik sosial eksternal. Praktik sosial merupakan akumulasi proses habitus manusia, pola pikir maupun tingkah laku. Bourdieu memahami praktik-praktik sosial sebagai kegiatan reflektif dan reproduktif, baik dalam hal relasi-relasi sosial yang objektif maupun interpretasi- interpretasi subjektif dalam Soeriadiredja, 2012: 8. Pierre Bourdieu dalam Harker, 2009: 13 menyatakan rumus generatif, yakni Habitus X Modal + Ranah = Praktik. Habitus adalah struktur kognitif yang memerantarai individu dan realitas sosial. Habitus juga merupakan struktur subjektif yang terbentuk dari pengalaman individu berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang ada di dalam ruang sosial. Habitus diindikasikan sebagai skema-skema yang merupakan perwakilan konseptual dari benda-benda dalam realitas sosial. Menurut Takwin 2003: 114, skema habitus tersebut membentuk struktur kognitif yang memberi kerangka acuan sebuah tindakan kepada individu di dalam setiap keseharian mereka. Habitus juga dapat dinyatakan ketidaksadaran kultural, yakni pengaruh sejarah yang disadari dianggap alamiah. Pembelajaran yang dilakukan terkadang tidak disadari secara halus dan tampil sebagai sesuatu yang wajar, sehingga akan kelihatan alamiah atau berasal dari sananya. Habitus Jenkins, 2004: 109 merupakan hasil pembelajaran melalui pengasuhan aktivitas bermain, belajar, dan pendidikan masyarakat di dalam arti luas. Habitus juga mencakup pengetahuan dan pemahaman seseorang mengenai dunia yang memberikan kontribusi tersendiri pada realitas dunia itu. Habitus juga berubah-ubah yang mengupayakan adanya kompromi dan kondisi material. Hal ini akan memunculkan kontribusi baru untuk membangun suatu prinsip baru untuk memunculkan sebuah praktik di dalam individu. Sementara itu, modal budaya cultural capital menurut Bourdieu dalam Herwanto, 2005: 181-182, ada tiga modal yang berperan dalam masyarakat yang menentukan kekuasaan sosial dan ketidaksetaraan sosial. Pertama, modal ekonomis yang menunjukkan sumber ekonomi. Kedua, modal sosial yang berupa hubungan-hubungan sosial yang memungkinkan seseorang bermobilisasi demi kepentingannya sendiri. Ketiga, modal budaya yang memiliki beberapa dimensi seperti: a pengetahuan objektif tentang seni dan budaya; b cita rasa budaya cultural tastes dan preferensi; c kualifikasi-kualifikasi formal; d kemampuan- kemampuan budayawi cultural skills dan pengetahuan praktis savoir-faire atau know-how seperti kemampuan memainkan alat musik, serta e kemampuan untuk dibedakan dan untuk membuat perbedaan antara yang baik dan yang buruk. Modal budaya sebagai dimensi yang lebih luas dari habitus, sekaligus menunjukkan lingkungan sosial pemiliknya dan modal budaya yang dapat berubah-ubah. Modul budaya terbentuk selama bertahun-tahun hingga terinternalisasikan dalam diri seseorang Soeriadiredja, 2012: 10. Komunitas Dayak Lawangan sebagai orang-orang yang memiliki habitus-nya sendiri dan modal budaya, bergerak secara aktif di dalam ranah-ranah, sehingga menghasilkan praktik sosial. Dalam arenanya komunitas Dayak Lawangan, hal ini terjadi di dalam arena konflik yang melibatkan modal budaya, peran balian bawo dan generasi mudanya. Teori Praktik sosial, pertama digunakan untuk mengamati tentang struktur objektif Dayak Lawangan yang terinternalisasi oleh ritual balian bawo terhubung dengan keyakinan mereka. Kedua, digunakan untuk mencari struktur subjektif peran di dalam internal komunitas Dayak Lawangan. Ketiga, untuk menemukan pola-pola praktik sosial yang diyakini orang Dayak Lawangan untuk memproduksi struktur objektif maupun struktur subjektif yang bermunculan di sekitar mereka. Keempat, bagaimana balian bawo dipakai sebagai bagian dari praktik sosial ritualnya sekaligus mengidentifikasi praktik sosial sebagai kebutuhan subjektif.

2.3.3 Teori Semiotika