Eksistensi Balian Bawo Konsep

terutama penutur utama balian bawo yang masih hidup. Balian bawo merupakan living traditions. Penelitian ini akan menggali ingatan kolektif yang tersimpan dalam memori komunitas Dayak Lawangan.

2.2 Konsep

Konsep merupakan sejumlah karateristik yang menjelaskan suatu objek, kejadian, gejala, kondisi atau situasi yang diyatakan dalam satu istilah atau kata. Konsep bersifat operasional yang menyatakan seperangkat petunjuk atau kriteria, atau operasional yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamati Silalahi, 1999: 79. Definisi operasional tentang suatu konsep yang dikemukakan oleh setiap peneliti dapat berbeda meskipun topik atau konsep yang diteliti sama. Adapun konsep yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu: a eksistensi balian bawo, b komunitas Dayak Lawangan, dan c kelangkaan dan kepunahan Budaya.

2.2.1 Eksistensi Balian Bawo

Sistem ritus dan upacara dalam religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan baktinya terhadap Tuhan, Dewa-dewa, roh nenek moyang, atau makhluk halus lain. Ritus atau upacara religi biasanya terdiri atas suatu kombinasi yang merangkaikan satu, dua, atau beberapa tindakan, seperti berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, menari dan menyanyi, berproses, berseni drama suci, berpuasa, intositasi, bertapa, dan bersemedi Koentjarangrat, 1985: 44. Asumsi filosofis ritus adalah manusia sebagai homo religious. Kottak dalam Vianey, 2008: 28--29 menegaskan ritus sebagai representasi dan artikulasi dari religi yang memuat unsur verbal dan non-verbal. Unsur verbal dari dalam religi dalam ritus antara lain terungkap dalam doa, mitos, ajaran kearifan hidup berupa tuturan-tuturan ritual berbentuk ungkapan-ungkapan tradisional yang memuat pernyataan-pernyataan filosofis, teologis, dan moral yang berkaitan dengan manusia dan Tuhan. Unsur-unsur non-verbal ritus dapat dilihat dalam proses pelaksanaannya berupa sarana prasarana yang dihadirkan, sesaji, bahan-bahan ritual, serta waktu dan tempat yang digunakan untuk mengaktualkan ritual tersebut oleh para pemimpin upacara serta pembantu-pembantu khususnya dan warga atau umat yang terlibat. Dhavamony 1995: 175-176 membedakan ritus menjadi empat macam, yaitu: 1 tindakan magi, yakni tindakan yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya magis; 2 tindakan religius; 3 ritual konstitutif, yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistik sehingga dengan demikian upacara- upacara kehidupan menjadi khas; 4 ritual faktif, yakni meningkatkan produktivitas atau kekuataan, atau permurnian dan perlindungan, atau dengan kata lain meningkatkan suatu kesejahteraan materi dari suatu kelompok. Upacara ataupun ritual merupakan sebuah tindakan dan perbuatan manusia dalam rangka usaha menghubungkan dirinya dengan semua objek yang dipandang sakral, dikagumi ataupun yang ditakutinya, dengan segala sesuatu yang dipandangnya amat mempengaruhi, dan menentukan kehidupan di masa depan. Upacara menjadi alat pengukur religi individu ataupun komunitas. Menurut Hadi 1999: 29-30 ritual merupakan suatu bentuk perayaan yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama yang ditandai dengan sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat atau rasa luhur yang merupakan pengalaman yang suci. Sedangkan Endaswara 2003: 175 mengklasifikasi ritual menjadi dua, yaitu: pertama, ritual krisis hidup, artinya ritual yang berhubungan dengan krisis hidup manusia. Manusia pada dasarnya akan mengalami krisis hidup ketika masuk dalam peralihan. Pada masa ini, manusia akan masuk dalam lingkup krisis karena terjadi perubahan tahap hidup, termasuk dalam lingkup ini antara lain kelahiran, pubertas, dan kematian. Kedua, ritual ganguan, yakni ritual sebagai negosiasi dengan roh agar tidak menggangu hidup manusia. Ritual balian bawo termasuk dalam semua klasifikasi tersebut. Ritual balian bawo tidak bisa lepas dari peran balian bawo dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai narasumber Ririt wawancara, 24 November 2013; Eben Tube wawancara, 25 November 2013; Martan wawancara, 22 Agustus 2014; Ardiansyah wawancara, 18 November 2013; dan Aking Dugoi wawancara, 22 November 2013, dinyatakan balian bawo mempunyai arti, yaitu: 1 pimpinan ritual upacara, dukun dan tabib; 2 prosesi ritual balian bawo, 3 identitas orang yang memimpin ritual disebut balian bawo. Sedangkan arti kata balian menurut Dusio Moenge mempunyai arti sebagai berikut. Kata balian artinya orang yang menggantikan, tukang ganti, tukang pengembali. Bali artinya benda, balian itu tukang kembali. Mengembalikan segala sesuatu yang tidak diinginkan dan menukarkan atau ganti diri dengan sajian hampatung sajen supaya tetap serasi seperti asalnya. Mengharmoniskan alam semesta tidak ada saling iblis setan itu menggangu. Mengembalikan roh-roh yang tidak diinginkan wawancara, 10 September 2013. Istilah kata balian dalam peyebutan bervariasi, Massing 1982 dan Herrmans 2011 menggunakan kata belian bawo. Dalam penelitian ini menggunkan istilah balian bawo berdasarkan informasi dari para balian bawo Dusun Tengah. Namun, untuk membatasi dan memudahkan pemahaman antara balian bawo sebagai individu dan balian bawo sebagai ritual. Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan. Peneliti menggunakan istilah “ balian atau balian bawo” untuk konotasi yang merujuk individu, sedangkan istilah “ritual balian bawo” untuk hal yang merujuk ritual. Pelaksanaan ritual-ritual dalam siklus hidup komunitas etnis Dayak Lawangan dipimpin oleh balian bawo. Balian bawo bertugas sebagai mediator dan komunikator dengan Tuhan, alam semesta, dan mahluk lainnya, yang keberadaannya tidak terlihat secara kasat mata. Menurut Randam 2001: 2, balian adalah perantara medium, syaman antara komunitas religius maupun yang magis dengan Ilahi-ilahi, Hyang, dan roh yang diyakini menguasai kehidupan orang banyak. Komunitas Dayak Lawangan percaya balian bawo memiliki kemampuan istimewa yang tidak dimiliki oleh setiap orang. Kemampuan para balian tidak terbagi dalam spesialisasi ritual yang akan ditangani. Para balian secara individual mampu melaksanakan ritual dalam semua siklus hidup Dayak Lawangan. Jumlah para balian ketika menjalankan ritual bervariasi mulai dari hanya satu orang sampai tiga orang tergantung dari jenis ritual dan permintaan warga yang menyelenggarakan ritual tersebut. Ritualnya bersifat terbuka yang dapat ditonton warga setempat. Eksistensi berasal dari kata latin existere dari kata ex yang artinya keluar dan kata sitere yang bermakna membuat sendiri. Dengan demikian, artinya apa yang ada, ada yang memiliki aktualitas, apa yang dialami. Dalam konteks ini menekankan bahwa sesuatu itu ada Sutrisno, 1993: 355. Eksistensi adalah merupakan pangkal dari eksistensialisme. Menurut pandangan Harun Hadiwiyono dalam Salam, 1996: 207-208 eksistensi adalah; 1 cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Pusat perhatian ada pada manusia. Oleh karena itu, bersifat humanistis, 2 bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, bereksistensi berarti berbuat, menjadi dan merencanakan, 3 dalam filsafat eksistensialisme, manusia dipandang terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia terikat kepada dunia manusia, 4 filsafat eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang kongkret, pengalaman yang eksistensial. Eksistensi adalah keadaan kesadaran manusia yang mampu melampaui situasi-situasi yang melingkari, mampu mengatasi apa yang fakum dan datum dalam proses transendensi melampaui pagar-pagar yang membatasi alam yang mendukungnya Sutrisno, 1993: 355. Eksistensi adalah hal-ihwal, sedang esensi adalah apa-nya Adian, 2005: 161. Ketika peneliti bertanya apa itu balian bawo, sesungguhnya peneliti bertanya tentang esensi, sedang eksistensi adalah kenyataan bahwa balian bawo ‘ada’. Dalam penelitian ini eksistensi yang dimaksud adalah eksistensi balian Dayak Lawangan di Dusun Tengah. Jadi, eksistensi adalah keberadaan, wujud, yang tampak, dan yang memiliki aktualitas.

2.2.2 Komunitas Dayak Lawangan