PERBEDAAN KADAR PROTEIN TOTAL ANTARA PENGGIAT BODYBUILDING DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

(1)

PERBEDAAN KADAR PROTEIN TOTAL ANTARA

PENGGIAT

BODYBUILDING

DENGAN PENGGIAT SENAM

AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh TOMMY AKROMA

20130310021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2016aman Sampul


(2)

PERBEDAAN KADAR PROTEIN TOTAL ANTARA

PENGGIAT

BODYBUILDING

DENGAN PENGGIAT SENAM

AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh TOMMY AKROMA

20130310021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2016aman Sampul


(3)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR PROTEIN TOTAL ANTARA

PENGGIAT

BODYBUILDING

DENGAN PENGGIAT SENAM

AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh TOMMY AKROMA

20130310021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2016


(4)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

PERBEDAAN KADAR PROTEIN TOTAL ANTARA

PENGGIAT

BODYBUILDING

DAN PENGGIAT SENAM

AEROBIK

Disusun oleh: TOMMY AKROMA

20130310021

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 9 November 2016 :

Dosen pembimbing Dosen penguji

dr. Adang M. Gugun, Sp.PK, M.Kes dr. Suryanto, Sp.PK NIK: 19690118199904173034 NIK:19631202199511173016

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes NIK : 19711028199709173027


(5)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Tommy Akroma NIM : 20130310021 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 9 November 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Tak lupa pula shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan pengetahuan yang luar biasa seperti saat ini.

Karya tulis ilmiah yang berjudul ”Perbedaan Kadar Protein Total antara Penggiat Bodybuilding dengan Penggiat Senam Aerobik” ini disusun sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Ardi Pramono, Sp. An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG, M.Kes selaku ketua Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(7)

v

3. dr. Adang M Gugun, Sp.PK., M.Kes selaku pembimbing KTI kami yang telah meluangkan waktu, membagi ilmu, tenaga, bimbingan, dan pengalaman yang sangat bermanfaat untuk penulis sehIngga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

4. dr. Suryanto, Sp.PK selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan berupa kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.

5. Dosen-dosen serta asisten dosen yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Orang tua tercinta Bapak M. Toyib dan Ibu Dra. Nurmina yang telah memberikan doa, restu, dan dukungannnya.

7. Zam Zami adik tercinta yang membuat penulis semangat, tertawa, dan memberikan dukungannya.

8. Bapak Abdurrhahman paman tercinta yang selalu memberika doa dan dukungannya.

9. Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam meyelesaikan pendidikannya.

10. Untuk orang yang spesial dan partner KTI Ami Puspitasari, M. Fakhri Wildana, dan Cindra Pramesthi W.

11. Rijal Dwika Saputro, Bagus Putra Raharjo, Sugeng Riyanto, Fahmi Nugraha, Hanggoro Kharisma, Vidi Alfiansyah, Afif Ariyanwar, Kusumaningrum Wijaya, Aulia Rahma, Tika Kurnia Illahi, Andi Yusrizal, Faiz Rakhi, Damar Arya B sebagai sahabat dan teman seperjuangan KTI.


(8)

vi

12. Teman-teman seperjuangan Medallion pendidikan dokter angkatan 2013. 13. Serta semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Penulis mohon maaf jika ada kesalahan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan juga mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah ilmu pengetahuan ilmu kedokteran. Terimakasih.

Yogyakarta, 9 November 2016


(9)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8


(10)

viii

2. Bagi Klinis ... 8

3. Bagi Institusi tempat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

BAB II ... 11

TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Telaah Pustaka ... 11

1. Latihan Fisik ... 11

a. Definisi Latihan Fisik ... 11

b. Tujuan Latihan Fisik ... 11

c. Prinsip Latihan ... 12

d. Energi Latihan ... 13

2. Latihan Anaerobik (bodybuilding)... 14

a. Definisi Latihan Anaerobik ... 14

b. Volume Latihan ... 15

c. Intensitas Latihan ... 15

d. Frekuensi Latihan ... 16

e. Densitas Latihan atau Interval Istirahat ... 16

f. Perubahan Akibat Latihan ... 17

g. Asupan Gizi Penggiat Bodybuilding ... 18


(11)

ix

3. Latihan Aerobik (Senam Aerobik) ... 19

a. Definisi Senam Aerobik ... 19

b. Klasifikasi Senam Aerobik ... 19

c. Frekuensi, Intensitas, Time, dan Tipe (FITT) ... 20

d. Tahapan Senam Aerobik ... 20

e. Pengaruh Latihan Aerobik ... 22

f. Metabolisme Aerobik ... 23

g. Asupan Protein pada Penggiat Senam Aerobik ... 23

4. Metabolisme Protein ... 25

a. Pencernaan dan Penyerapan Protein ... 26

b. Metabolisme Protein di Hati ... 28

c. Pemakaian Protein untuk Energi ... 29

d. Pengaturan Hormonal dalam Metabolisme Protein ... 30

e. Plasma Darah dan Protein Total ... 30

f. Reabsorpsi dan Sekresi Protein oleh Tubulus Ginjal ... 32

5. Protein Total ... 38

6. Keadaan yang Mempengaruhi Kadar Protein Total ... 40

7. Hubungan Bodybuilding dan Senam Aerobik dengan Kadar Protein Total.. ... 42


(12)

x

B. Kerangka Teori... 45

C. Kerangka konsep ... 46

D. Hipotesis ... 46

BAB III ... 47

METODOLOGI PENELITIAN ... 47

A. Desain Penelitian ... 47

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

1. Populasi ... 47

2. Sampel ... 47

3. Besar Sampel ... 48

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 49

1. Variabel ... 49

2. Definisi Operasional ... 49

a. Kadar Protein Total ... 49

b. Penggiat Bodybuilding ... 50

c. Penggiat Senam Aerobik ... 50

D. Instrumen Penelitian... 50

1. Alat dan Bahan... 50

2. Metode Pemeriksaan Sampel ... 51


(13)

xi

F. Analisa Data ... 53

G. Etika Penelitian ... 53

BAB IV ... 55

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

1. Kadar Protein Total Penggiat Bodybuilding dan Penggiat Senam Aerobik ... 56

2. Uji Normalitas Data ... 57

a. Metode Deskriptif ... 57

b. Metode Analitis ... 58

3. Independen t-test ... 58

B. Pembahasan ... 60

1. Pengaruh Asupan Protein dan Suplemen Terhadap Kadar Protein Total ……….60

2. Perbedaan Kadar Protein Total Berdasarkan data Statistik ... 63

C. Kesulitan Penelitian ... 65

BAB V ... 66

KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66


(14)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 72

1. Lembar Informasi Penelitian Perbedaan Kadar Protein Total, Albumin, Ureum, dan Kreatinin Antara Penggiat Bodybuilding Dengan Penggiat Senam Aerobik ... 72

2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Perbedaan Kadar Protein Total, Albumin, Ureum, dan Kreatinin Antara Penggiat Bodybuilding Dengan Penggiat Senam Aerobik ... 73

3. Daftar Riwayat Kesehatan ... 74

4. Hasil Pemeriksaan Kadar Protein Total Penggiat Bodybuilding... 76

5. Hasil Pemeriksaan Kadar Protein Total Penggiat Senam Aerobik ... 77

6. Analisis Deskriptif Penggiat Bodybuilding dan Penggiat Senam Aerobik ... 78

7. Uji Normalitas Data Penggiat Bodybuilding dan Penggiat Senam Aerobik . 80 8. Uji Independent t-test Perbedaan Kadar Protein Total antara Penggiat Bodybuilding dengan Penggiat Senam Aerobik ... 80

9. Dokumentasi ... 82


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Keaslian Penelitian ... 9

Tabel 2 Kecepatan Filtrasi, Reabsorpsi, dan Ekskresi Berbagai Zat Oleh Ginjal . 33 Tabel 3 Timeline Pengumpulan Data ... 52

Tabel 4 Deskriptif Kadar Protein Total...56

Tabel 5 Metode Deskriptif Uji Normalitas Data ………57

Tabel 6 Metode Analitis Uji Normalitas Data ………...58


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Karbohidrat dan protein per-gram selama latihan ketahanan aerobik.. 24 Gambar 2. Grafik Kadar Protein Total ………..56


(17)

xv

DAFTAR SINGKATAN

BCAA : Branched Chain Amino Acid

ATP : Adenosin Trifosfat

p : Significancy

H0 : Hipotesis 0 s/d : sampai dengan

kgBB/hari : kilogram berat badan per hari gr/hari : gram per hari

mEq/hari : miliequivalent per hari

cc : mililiter

cm : centimeter

mmHg : milimeter Merkuri (Hydrargyrum) gr/dl : gram per desiliter


(18)

xvi

ABSTRACT

Background: Sport is a way to maintain a healthy body and fitness. Sport depends on muscle metabolism consist of aerobic sport, like gymnastic, and anaerobic sport, like bodybuilding. Both aerobic and anaerobic sports require protein intake as a energy source inside the body, bilder substance, and regulator. Protein total is a quantitative measurement of total protein concentration in serum (not included coagulation factor) that are albumin and globulin. Protein total test has function to measure total amount of some protein type in blood.

Purpose: To know the difference of total protein level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymastic enthusiasts.

Methods: This is a quantitative research with non-experimental design. This research used analytic-observational with cross sectional survey approach. This research is done by collected blood samples of bodybuilding enthusiasts at Adonis Fitness Center and aerobic gymnastic enthusiasts at Sanggar Senam Adinda Yogyakarta in the range of August month in 2016. Total protein levels are examined from the blood sample in Balai Laboratorium Yogyakarta. Total samples is 40 samples consisted of 20 bodybuilding enthusiasts and 20 aerobic gymnastic enthusiasts. Data is analyzed with Independent T-Test.

Results and Discussion:Analyzed data with independent t-test showed p value = 0,603. Total protein level of bodybuilding enthusiasts has average value 7,71 gr/dL, higher than total protein level of aerobic gymnastic enthusiasts which has average value 7,63 gr/dL.

Conclusion:This research concluded that there is no difference of total protein level between bodybuilding enthusiasts and aeobic gymnastic enthusiasts.

Keyword: Total protein level, bodybuilding enthusiast, aerobic gymnastic enthusiast


(19)

xvii

INTISARI

Latar Belakang: Olahraga merupakan salah satu cara untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Olahraga berdasarkan metabolisme otot terdiri dari olahraga aerob seperti senam aerobik dan olahraga anaerob seperti bodybuilding. Olahraga aerob dan anaerob keduanya membutuhkan asupan protein sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur. Protein total adalah suatu pengukuran kuantitatif konsentrasi dari seluruh protein yang terdapat pada serum (tidak termasuk faktor pembekuan) yaitu albumin dan globulin. Tes protein total berguna untuk mengukur jumlah total dari berbagai jenis protein dalam darah.

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar protein total antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan ialah analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel darah pada penggiat bodybuilding di Adonis Fitness dan penggiat senam aerobik di Sanggar Senam Aerobik Adinda pada bulan Agustus di kota Yogyakarta. Semua sampel darah diperiksa kadar protein total di Balai Laboratorium Yogyakarta. Besar sampel total yang digunakan adalah sebanyak 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel penggiat bodybuilding dan 20 sampel penggiat senam aerobik. Data selanjutnya dianalisis dengan independent t-test.

Hasil Penelitian : Analisa data dengan independent t-test menunjukkan p value = 0.603. Kadar protein total pada penggiat bodybuilding memiliki rerata 7.71 gr/dl, lebih tinggi dari kadar protein total pada penggiat senam aerobik yang memiliki rerata 7.63 gr/dl.

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar protein total antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.


(20)

(21)

xvi

ABSTRACT

Background: Sport is a way to maintain a healthy body and fitness. Sport depends on muscle metabolism consist of aerobic sport, like gymnastic, and anaerobic sport, like bodybuilding. Both aerobic and anaerobic sports require protein intake as a energy source inside the body, bilder substance, and regulator. Protein total is a quantitative measurement of total protein concentration in serum (not included coagulation factor) that are albumin and globulin. Protein total test has function to measure total amount of some protein type in blood.

Purpose: To know the difference of total protein level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymastic enthusiasts.

Methods: This is a quantitative research with non-experimental design. This research used analytic-observational with cross sectional survey approach. This research is done by collected blood samples of bodybuilding enthusiasts at Adonis Fitness Center and aerobic gymnastic enthusiasts at Sanggar Senam Adinda Yogyakarta in the range of August month in 2016. Total protein levels are examined from the blood sample in Balai Laboratorium Yogyakarta. Total samples is 40 samples consisted of 20 bodybuilding enthusiasts and 20 aerobic gymnastic enthusiasts. Data is analyzed with Independent T-Test.

Results and Discussion:Analyzed data with independent t-test showed p value = 0,603. Total protein level of bodybuilding enthusiasts has average value 7,71 gr/dL, higher than total protein level of aerobic gymnastic enthusiasts which has average value 7,63 gr/dL.

Conclusion:This research concluded that there is no difference of total protein level between bodybuilding enthusiasts and aeobic gymnastic enthusiasts.

Keyword: Total protein level, bodybuilding enthusiast, aerobic gymnastic enthusiast


(22)

xvii

INTISARI

Latar Belakang: Olahraga merupakan salah satu cara untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Olahraga berdasarkan metabolisme otot terdiri dari olahraga aerob seperti senam aerobik dan olahraga anaerob seperti bodybuilding. Olahraga aerob dan anaerob keduanya membutuhkan asupan protein sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur. Protein total adalah suatu pengukuran kuantitatif konsentrasi dari seluruh protein yang terdapat pada serum (tidak termasuk faktor pembekuan) yaitu albumin dan globulin. Tes protein total berguna untuk mengukur jumlah total dari berbagai jenis protein dalam darah.

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar protein total antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan ialah analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel darah pada penggiat bodybuilding di Adonis Fitness dan penggiat senam aerobik di Sanggar Senam Aerobik Adinda pada bulan Agustus di kota Yogyakarta. Semua sampel darah diperiksa kadar protein total di Balai Laboratorium Yogyakarta. Besar sampel total yang digunakan adalah sebanyak 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel penggiat bodybuilding dan 20 sampel penggiat senam aerobik. Data selanjutnya dianalisis dengan independent t-test.

Hasil Penelitian : Analisa data dengan independent t-test menunjukkan p value = 0.603. Kadar protein total pada penggiat bodybuilding memiliki rerata 7.71 gr/dl, lebih tinggi dari kadar protein total pada penggiat senam aerobik yang memiliki rerata 7.63 gr/dl.

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar protein total antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan yang berkualitas adalah tujuan semua insan manusia. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan menjaga tingkat kesehatan dan kebugaran tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai kesehatan dan kebugaran seseorang salah satunya adalah dengan melakukan olahraga. Olahraga dapat dibagi berdasar jenis metabolisme otot, mayoritas olahraga statis adalah olahraga anaerobik sedangkan mayoritas olahraga dinamis adalah olahraga aerobik (Mitchell et al., 2005).

Olahraga aerob adalah olahraga yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran dengan oksigen. Contoh dari olahraga aerobik adalah senam (Sukmaningtyas & Pudjonarko, 2002). Senam aerobik banyak diminati oleh masyarakat sebagai alternatif kegiatan olahraga dengan tujuan untuk menurunkan berat badan, membentuk tubuh, menjaga kebugaran jasmani, meningkatkan kualitas hidup, dan lain sebagainya. Senam aerobik adalah sebuah aktivitas yang menyenangkan dan mudah dilakukan. Senam aerobik merupakan latihan yang menggabungkan berbagai macam gerak, berirama, teratur dan terarah, serta pembawaannya yang riang. Senam aerobik mempunyai susunan latihan yang seimbang antara latihan upper body dan

lower body. Untuk dapat menguasai gerakan yang seimbang diperlukan adanya berbagai keterampilan yang mendukung seperti kepekaan terhadap musik,


(24)

kreativitas gerak, kemampuan menggabungkan gerakan secara dinamis dan harmonis serta beberapa pendukung materi yang lain. Dengan demikian senam aerobik adalah latihan yang menggerakkan seluruh otot, terutama otot besar dengan gerakan yang terus – menerus (continous), berirama, maju, dan berkelanjutan. Gerakan dipilih yang mudah, menyenangkan, dan bervariasi sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukan secara teratur dalam kurun waktu yang lama (Yonkuro, 2006).

Olahraga anaerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang tidak memerlukan oksigen dalam pelaksanaannya (Udiyana, 2014). Latihan anaerobik bertujuan untuk melatih kemampuan anaerobik dengan melibatkan kontraksi otot yang berat dalam melakukan suatu kegiatan. Salah satu ciri dari latihan anaerobik ini adalah adanya beban latihan dengan intensitas yang tinggi, salah satunya adalah bodybuilding (Hermawan, 2012). Bentuk tubuh yang ideal atau atletis akan dapat diperoleh bagi setiap orang apabila orang tersebut mau melakukan latihan beban sesuai dengan program latihan yang tepat. Program latihan bodybuilding ini harus disusun sesuai dengan dosis latihan yang tepat agar tujuan yang diinginkan oleh seseorang dapat tercapai. Selain itu, hendaknya juga menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan guna mencapai kinerja fisik yang maksimal bagi seseorang. Adapun prinsip-prinsip latihan tersebut meliputi: (1) individual, (2) adaptasi, (3) beban berlebih (overload), (4) beban bersifat progresif, (5) spesifikasi (kekhususan), (6) bervariasi, (7) pemanasan dan pendinginan (warm-up dan cooling down), (8)


(25)

periodisasi, (9) berkebalikan (reversible), (10) beban moderat (tidak berlebih), dan (11) latihan harus sistematik (Nasrulloh, 2012).

Prevalensi penggiat atlet bodybuilding dengan 1) karakteristik member fitness mayoritas berusia 20-29 tahun (73,7%), masih aktif sebagai mahasiswa (56,7%), dan sebesar 6,7% sebagai ibu rumah tangga. 2) penggiat sudah memahami tentang definisi suplemen (86,6%), yang bersumber dari iklan, media cetak, media elektronik (63,3%) dalam bentuk amino, susu high protein dan kreatin (66,6%). 3) mayoritas responden menggunakan tablet (70%), diperoleh dari membeli (96,7%), dikonsumsi 1-3 kali/hari (selalu) sebesar (83,3%) untuk menambah massa otot sebesar (59,9%). 4) sebagian besar responden (73,3%) stamina dan kesehatan tubuhnya meningkat setelah mengonsumsi suplemen (Hidayah & Sugiarto, 2013).

Menurut teori, protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan pedoman bagi atlet bodybuilding. Hasil penilitian mutakhir membuktikan bahwa bukan ekstra protein yang membentuk dan memperkuat otot, melainkan latihan intensif dan asupan yang cukup (Husaini, 2000). Para ahli gizi olahraga juga pernah mengeluarkan suatu pernyataan sikap atas pemakaian suplemen, bahwa atlet bodybuilding tidak perlu mengonsumsi suplemen bila cukup zat gizi secara kualitas dan kuantitas (American Collage of Sport Medicine et al., 2000). Asupan protein yang berlebihan tidak dapat disimpan dalam tubuh. Penambahan dari suplementasi protein akan dibakar menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak tubuh (Husaini, 2000).


(26)

Konsumsi protein yang berlebih dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Dampak yang dapat ditimbulkan yaitu seseorang akan lebih sering buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea, suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urin. Terlalu banyak buang air kecil merupakan beban berat pada ginjal dan dapat meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi (Whitney et al., 2006).

Protein total adalah suatu pengukuran kuantitatif konsentrasi dari seluruh protein yang terdapat pada serum (tidak termasuk faktor pembekuan). Protein mayor yang terdapat pada serum antara lain albumin dan imunoglobulin (terutama IgG, IgA, dan IgM). Banyak protein lain yang termasuk dalam pengukuran ini tapi masing-masing tidak berkontribusi lebih dari 5% dari keseluruhannya (Marshall, 2012).

Banyak orang dewasa atau bahkan remaja (terutama atlet atau binaragawan) mengonsumsi asupan protein yang tinggi, terutama karena ingin meningkatkan massa otot dan kekuatan otot. Mengonsumsi protein yang tinggi akan meningkatkan kadar protein total darah dan akan bertampak buruk bagi tubuh, diantaranya gangguan pada tulang dan homeostasis kalsium, kelainan dari fungsi ginjal, peningkatan risiko kanker, dan kelainan fungsi hati (Dioguardi & Shaish, 2013).

Asupan Protein tinggi juga berhubungan dengan fungsi ginjal yang berkurang, seiring berjalan waktu, individu yang mengonsumsi jumlah protein yang tinggi sangat besar mengalami risiko penurunan signifikan dan permanen fungsi ginjal (Knight et a.l, 2003). Protein tambahan tidak digunakan secara


(27)

efisien oleh tubuh dan akan menjadi beban metabolisme pada tulang, ginjal, dan hati. Oleh karena itu, para atlet (bodybuilding) atau binaragawan dalam mengonsumsi tinggi protein harus mematuhi pedoman klinis dengan standar yang direkomendasikan untuk kecukupan gizi yang sehat (Dioguardi & Shaish, 2013).

Dari sudut pandangan Islam, pentingnya olahraga sudah dijelaskan dalam Al-quran. Olahraga akan bermanfaat jika dilakukan secara cukup, tidak kurang maupun lebih. Dalam melakukan hal yang mendukung olahraga, seperti asupan gizinya tidak diperbolehkan berlebihan sesuai dengan Al-Quran surat

Al-A'raf ayat 31yang berbunyi

اولك )

:فارعأا روس ( نيفرْس ْلا بحي ا هنإ اوفرْست ا اوبرْشا

31

"Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31).

Islam fokus terhadap kebaikan jasmani dan rohani dengan mendukung semua bentuk olahraga yang dapat menguatkan dan mempertahankan kesehatan seperti berenang, memanah, berkuda, dan gulat. Suatu olahraga diperbolehkan oleh Islam jika mempunyai tujuan untuk relaksasi dan menjaga kesehatan dimana hal tersebut dapat berguna dalam melakukan perjuangan di jalan Allah SWT. Hal tersebut tercantum dalam Al- Quran yang berbunyi

هب و ه ْرت لْي ْلا طابر ْنم وق ْنم ْمتْعطتْسا ام ْم ل ا دعأ ْم ن ْنم نيرخآ ْمك دع َ دع


(28)

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berpegang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan

dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya” (surat Al-Anfal 8 : 60). Tetapi jika terdapat sesuatu hal yang haram, seperti membuat lalai beribadah, membuka aurat dan juga bercampur antara laki-laki dan perempuan, maka olahraga tersebut dilarang oleh Islam. Bagi laki-laki

bodybuilding juga merupakan suatu olahraga yang dapat menguatkan dan menjaga kesehatan tubuh, maka dari itu maka bodybuilding juga termasuk olahraga yang diperbolehkan oleh Islam. Mayoritas penggiat bodybuilding

terlalu berlebihan dalam membentuk tubuh agar terlihat bagus, hal inilah yang tidak diperbolehkan (Munajid, 2003).

Perubahan kecenderungan masyarakat terhadap pola hidup bugar dengan menjalani program bodybuilding atau senam aerobik tentu juga mengakibatkan perubahan kadar substansi dalam tubuh. Perubahan substansi tersebut dapat menandakan adanya perubahan metabolisme tubuh terutama fungsi organ metabolisme seperti hati dan ginjal (Guyton and Hall, 2008). Hal inilah yang membuat peneliti tertarik ingin meneliti apakah ada perbedaan kadar substansi protein total dalam darah antara penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik untuk menilai perbandingan tingkat metabolisme


(29)

protein total yang kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor selama objek melakukan bodybuilding atau senam aerobik.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan kadar protein total antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : untuk mengetahui Perbedaan kadar protein total pada penggiat

bodybuilding dengan penggiat senam aerobik. 2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rerata kadar protein total pada penggiat

bodybuilding.

b. Untuk mengetahui rerata kadar protein total pada penggiat senam aerobik.

c. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar protein total antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.


(30)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat bagi peneliti dan dunia pendidikan, bagi masyarakat umum penggiat olahraga serta bagi institusi tempat penelitian dilakukan. Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti dan Dunia Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk mengetahui perbedaan kadar protein total pada penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik. 2. Bagi Klinis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk klinis dalam menerapkan edukasi dalam pemilihan jenis olahraga yang baik.

3. Bagi Institusi tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pengaruh bodybuilding dan senam aerobik yang diberikan secara rutin terhadap kadar protein total.


(31)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian No Judul Penelitian

& Penulis

Variabel Jenis Penelitian

Hasil Perbedaan

Dengan Penelitian yang Akan

Dilakukan

1. Hubungan Asupan Protein Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Pada Bodybuilder (Nabella, 2011) Variabel bebas : asupan protein Variabel tergantung : kadar ureum dan kreatinin Desain penelitian cross sectional Asupan protein memiliki pengaruh terhadap kenaikan kadar ureum dan kreatinin pada bodybuilder Subjek penelitian pada penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik

2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Dengan Asupan Gizi Pada

Bodybuilder (Putri, 2011) Variabel bebas : pengetahua n gizi Variabel tergantung : asupan gizi Desain penelitian cross sectional Tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi, suplemen, dan cairan pada bodybuilder baik sebelum maupun sesudah dikontrol dengan pendapatan. Subjek penelitian pada penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik

3. Hubungan Asupan Gizi, Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Pada Peserta Senam Aerobik (Fitriah, 2007) Variabel bebas : asupan gizi dan aktivitas fisik Variabel tergantung : status gizi

Desain penelitian Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross Sectional Ada hubungan negatif antara asupan gizi dengan status gizi Subjek penelitian pada penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik

4 Ingested protein dose response of muscle and albumin protein synthesis after resistance exercise in young men (Daniel et al., 2009) Varabel bebas : aktivitas fisik (resistance exercise) dan asupan protein telur utuh 0, 5, 10, 20, or 40 g

Desain penelitian experimental randomized case control Konsumsi tinggi protein setelah aktivitas fisik (resistance exercise) dapat menstimulasi reaksi oksidatif irreversibel Subjek penelitian tidak diberikan intervensi pemberian asupan protein


(32)

Variable tergantung : sintesis oksigen, oksidasi leusin 5 Metabolic

responses to high protein diet in Korean elite bodybuilders with high-intensity resistance exercise (Kim et al., 2011)

Varaibel bebas : asupan protein Varaibel terikat : anthropom etri, darah dan analisi urin dan penilaian diet Desain penelitian cross sectional Peningkatan ekskresi nitrogen urea dan kreatinin mungkin disebabkan oleh metabolisme protein yang tinggi akibat konsumsi tinggi protein dan muscle turnover. - Metode pengukuran subjek - Subjek penelitian Subjek penelitian pada penggiat bodybuildin g dan penggiat senam aerobik


(33)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Latihan Fisik

a. Definisi Latihan Fisik

Latihan fisik adalah aktivitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam mempersiapkan olahragawan atau atlet pada tingkat tertinggi dalam penampilannya dan untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh. Intensitas latihan ditingkatkan secara progresif serta dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan masing-masing individu dengan tujuan mencapai peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga (Ariani, 2011). Sedangkan latihan beban (weight training) adalah olahraga yang menggunakan beban sebagai sarana untuk memberikan rangsang gerak pada tubuh, yang bertujuan untuk melatih otot, meningatkan kekuatan otot, daya tahan otot, serta hipertrofi otot (Djoko, 2000).

b. Tujuan Latihan Fisik

Tujuan latihan fisik adalah memperbaiki kemampuan skill atau penampilan (performance) individu sesuai dengan kebutuhan olahraga yang digeluti, serta bertujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan menjaga kesehatan. Latihan yang dilakukan


(34)

berulang-ulang dapat meningkatkan skill, keterampilan (kemampuan teknik), dan penampilan individu sesuai dengan kebutuhan dalam olahraga yang digeluti, sehingga akan muncul penampilan yang maksimal. Selain itu, juga dapat meningkatkan kekuatan daya tahan otot dan sistem kardiorespirasi (Ariani, 2011).

c. Prinsip Latihan

Prinsip latihan sesungguhnya adalah memberikan tekanan atau stres fisik secara teratur, sistematis, berkesinambungan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan individu (Ariani, 2011). Spesifisitas atau kekhususan adalah prinsip yang penting dalam latihan fisik, dimana latihan yang dilakukan harus sesuai atau spesifik terhadap tipe kekuatan yang diinginkan, sehingga berhubungan dengan hasil yang diinginkan (Mackenzie, 2000).

Otot hanya akan menguat jika tekanan yang dilakukan melebihi intensitas yang biasa dilakukan. Beban yang diberikan harus meningkat secara bertahap dalam rangka meningkatkan respon adaptasi dalam latihan dan menaikkan secara bertahap rangsangan dalam latihan (Mackenzie, 2000). Istirahat diperlukan dalam rangka memulihkan tubuh dari kelelahan paska latihan dan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk melakukan adaptasi. Adaptasi yang dimaksud yaitu reaksi yang timbul dari tubuh setelah pembebanan dari latihan fisik yang diterima sehingga kemampuannya untuk menerima beban yang diberikan bertambah (Mackenzie, 2000).


(35)

Efek yang paling terlihat dari latihan beban berat pada serabut otot adalah efek pembesaran dan penguatan, sehingga otot menjadi hipertrofi. Tingkat adaptasi akan bergantung pada volume, intensitas, dan frekuensi dari sesi latihan. Dalam penelitian terbaru dilaporkan bahwa latihan sprint selama 6 minggu dengan volume rendah, intensitas tinggi menghasilkan perubahan adaptasi bagian tubuh tertentu dan otot rangka yang hampir sama dengan latihan ketahanan tradisional dengan volume tinggi dan intensitas rendah dalam periode intervensi yang sama. Sedangkan penelitian lain mengatakan bahwa waktu adaptasi dari latihan sprint intensitas tinggi akan lebih cepat terjadi dibandingkan dengan latihan ketahanan intensitas rendah, namun setelah waktu yang lama, dua regimen latihan ini akan menghasilkan adaptasi yang hampir sama (Mackenzie, 2000).

Untuk memberikan tekanan atau stres fisik yang tepat pada individu perlu disusun suatu program yang akan mengembangkan sistem energi yang lebih dominan atau utama untuk melakukan aktivitas tertentu (Ariani, 2011).

d. Energi Latihan

Sumber energi untuk kontraksi otot adalah komponen fosfat energi tinggi yaitu adenosin trifosfat (ATP). Meskipun ATP bukan satu-satunya molekul pembawa energi, namun molekul ini merupakan yang terpenting dan tanpa jumlah ATP yang adekuat, sebagian besar sel akan mati dengan cepat (Powers, 2001).


(36)

Sel-sel otot menyimpan ATP dalam jumlah yang terbatas, namun karena latihan otot membutuhkan ketersediaan ATP secara konstan untuk memproduksi energi yang dibutuhkan untuk kontraksi, maka berbagai jalur metabolik harus tersedia di dalam sel dengan kemampuan untuk dapat memproduksi ATP secara cepat. Sel-sel otot dapat memproduksi ATP dengan salah satu atau kombinasi dari ketiga jalur metabolik yang tersedia, yaitu: (1) pembentukan ATP dari pemecahan phosphocreatine (PC), (2) pembentukan ATP melalui degradasi dari glukosa atau glikogen atau bisa disebut sebagai proses glikolisis, dan (3) pembentukan oksidatif dari ATP. Pembentukan ATP melalui jalur PC dan glikolisis tidak melibatkan penggunaan oksigen; sehingga kedua jalur ini disebut jalur anaerobik (tanpa oksigen). Sedangkan pembentukan oksidatif dari ATP dengan penggunaan oksigen disebut sebagai metabolisme aerobik (Powers, 2001).

2. Latihan Anaerobik (bodybuilding) a. Definisi Latihan Anaerobik

Latihan anaerobik merupakan kemampuan tubuh untuk bertahan dengan kebutuhan oksigen yang kurang terpenuhi oleh tubuh (Udiyana, 2014). Latihan anaerobik bertujuan untuk melatih kemampuan anaerobik dengan melibatkan kontraksi otot yang berat dalam melakukan suatu kegiatan. Salah satu ciri dari latihan anaerobik


(37)

ini adalah adanya beban latihan dengan intensitas yang tinggi, salah satunya adalah bodybuilding. Dalam melakukan latihan anaerobik dan aerobik yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan latihan dan takaran latihan. Pada latihan yang cepat dan singkat, latihan anaerobik lebih penting daripada latihan aerobik. Prosedur latihan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar latihan meliputi pemanasan, latihan inti, dan latihan penutup atau pendinginan, sedangkan takaran latihan harus memperhatikan intensitas, durasi, dan frekuensi latihan (Hermawan, 2012).

b. Volume Latihan

Volume latihan merupakan jangka waktu yang dipakai selama sesi latihan, yang termasuk dalam volume latihan volume latihan terdiri atas lama waktu latihan (dalam detik, menit, jam, minggu, bulan atau tahun), jumlah beban dalam satuan waktu, dan jumlah repetisi atau set dalam satuan waktu (Ariani, 2011).

c. Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan dosis latihan yang harus dilakukan seseorang menurut program yang telah ditentukan. Tingkatan intensitas beban latihan yang dianjurkan untuk tahanan beban 40-80% kemampuan maksimal, dengan kontraksi dan repetisi yang cepat (Ariani, 2011).


(38)

d. Frekuensi Latihan

Frekuensi latihan merupakan jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Menetapkan frekuensi latihan akan bergantung pada jenis olahraga yang dikembangkan. Peningkatan kekuatan otot (bodybuilding) dengan frekuensi latihan baik bila dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu (Ariani, 2011).

e. Densitas Latihan atau Interval Istirahat

Densitas latihan berhubungan dengan waktu latihan dan waktu pemulihan latihan. Padat atau tidaknya densitas ini sangat bergantung oleh lamanya pemulihan yang diberikan. Semakin pendek waktu pemulihan maka densitas latihan semakin tinggi, sebaliknya semakin lama waktu pemulihan maka densitas latihan semakin rendah (Ariani, 2011). Densitas latihan antara waktu latihan dan waktu istirahat yang optimal untuk membangun komponen biomotorik dan daya tahan otot berkisar antara 1:0,5 atau 1:1, sedangkan untuk rangsangan yang intensif, perbandingannya antara 1:3 hingga 1:6. Latihan untuk kekuatan otot (bodybuilding), waktu istirahat yang diperlukan berkisar antara 2-5 menit, bukan 0,5-1 menit, sebab untuk meningkatkan kekuatan otot waktu istirahat akan bergantung pada berat ringannya beban, jumlah repetisi, banyak variasi dan kecepatan dalam melakukan latihan (Ariani, 2011).


(39)

f. Perubahan Akibat Latihan

Latihan fisik yang teratur, sistematik, dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan fisik seorang individu secara nyata. Sedangkan kemampuan fisik seseorang akan menurun bila latihan tidak dikerjakan secara teratur (Ariani, 2011). Selain itu latihan olahraga yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dengan intensitas yang cukup lama dan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan perubahan fisiologi serta dapat memperbaiki penampilan fisik (Hermawan, 2012). Rangsangan latihan yang optimal untuk membangun kekuatan otot dan daya ledak otot adalah latihan dengan intensitas tinggi dan repetisi yang cepat. Proses terjadinya kontraksi pada otot dikarenakan adanya rangsangan menyebabkan aktifnya filamen aktin dan filamen miosin. Semakin cepat rangsangan yang diterima dan semakin cepat reaksi yang diberikan oleh kedua filamen tersebut maka kontraksi otot menjadi lebih cepat, sehingga kekuatan dan daya ledak otot yang dihasilkan menjadi lebih besar (Umasugi, 2012). Efek yang terjadi dengan latihan secara bertahap adalah terjadinya peningkatan presentasi massa otot sehingga otot mengalami hipertrofi, bertambah sebanyak 30-60% (Guyton & Hall, 2008). Hipertrofi disebabkan oleh perubahan otot rangka, peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serabut otot sehingga menyebabkan pembesaran masing-masing otot (Umasugi, 2012). Peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel-sel otot


(40)

sehingga secara fisiologis akan merangsang perbaikan pengambilan oksigen (Umasugi, 2012).

g. Asupan Gizi Penggiat Bodybuilding

Makanan untuk seorang penggiat bodybuilding harus mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh. makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi dalam jumlah yang telah ditentukan (Putri, 2011). Asupan gizi pada penggiat bodybuilding antara lain makanan yang mengandung sumber protein tinggi untuk meningkatkan massa otot, tidak hanya protein yang dibutuhkan tetapi juga karbohidrat dalam jumlah cukup untuk cadangan energi didalam otot (Husaini, 2000). Contoh makanan sumber protein yang dikonsumsi pada penggiat bodybuilding adalah dada ayam 1-2 kg/hari, putih telur ayam 1 kg/hari, dan daging sapi tanpa lemak ½-1 kg/hari. Penambahan suplemen tidak diperlukan karena tingkat asupan protein yang berasal dari makanan sudah diatas cukup, tetapi dalam praktiknya konsumsi suplemen dianggap wajib bagi penggiat

bodybuilding. Suplemen yang dikonsumsi yaitu whey protein, whey gainer, amino, BCAA (Branched-Chain Amino Acid), fat burner, dan

creatine. Tidak semua suplemen mengandung energi atau protein, yang termasuk sumber energi dan protein adalah whey protein, whey gainer, dan amino. Whey protein dan amino merupakan suplemen paling banyak dikonsumsi (Putri, 2011).


(41)

h. Fungsi Asupan Tinggi Protein pada Bodybuilding

Protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan kebutuhan utama bagi penggiat bodybuilding (Husaini, 2000). Para ahli gizi olahraga menilai bahwa penggiat bodybuilding tidak perlu mengonsumsi suplemen bila memiliki cukup zat gizi secara kualitas dan kuantitas (American Collage of Sport Medicine et al, 2010). Asupan protein yang berlebih tidak dapat disimpan dalam tubuh, penambahan protein dari suplemen akan dibakar menjadi energi agtau disimpan sebagai lemak tubuh. Asupan protein yang lebih, berdampak buruk bagi tubuh. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa individu akan lebih sering buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea (zat sisa yang harus dibuang melalui urin) dan akan membuat kerja ginjal lebih berat (Whitney et al, 2006).

3. Latihan Aerobik (Senam Aerobik) a. Definisi Senam Aerobik

Senam aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, continue dan durasi tertentu (Dinata, 2007).

b. Klasifikasi Senam Aerobik

Menurut Brick (2001), secara garis besar latihan aerobik dibagi menjadi 3, yaitu:


(42)

1) Senam aerobic low impact (benturan ringan), yaitu latihan senam aerobik yang dilakukan dengan benturan ringan. Contoh gerakannya adalah cha-cha, grapevine, dan mambo. 2) Senam aerobicmiximpact. adalah gerakan gabungan dari high

impact dan low impact. Contoh gerakannya adalah twist, menekan, dan sentakan.

3) Senam aerobic high impact, yaitu latihan senam aerobik yang dilaksanakan dimana kedua kaki pada saat tertentu tidak menyentuh lantai. Contoh gerakannya adalah melompat terus-menerus, dan lompat sergap.

Latihan aerobik dapat memberikan hasil yang diinginkan apabila didasarkan pada resep FITT yaitu frekuensi, intensitas, time, dan tipe (model).

c. Frekuensi, Intensitas, Time, dan Tipe (FITT)

Frekuensi adalah jumlah latihan perminggu. Intensitas adalah seberapa berat badan bekerja atau latihan dilakukan. Time (durasi) adalah lama setiap kali latihan. Tipe adalah model aerobik yang dipilih dan disesuaikan dengan fasilitas dan kesenangan (Giam & Teh, 1993). d. Tahapan Senam Aerobik

Menurut Mazzeo (2007) dalam bukunya yang berjudul

Fitness! Fifth Edition tahapan senam aerobik, terdiri dari:

1) Pemanasan, dilakukan kurang lebih selama 15 menit. Pada sesi ini mencakup latihan-latihan:


(43)

a) Solation, pada tahap latihan ini biasanya posisi kita tidak berpindah kemana-mana, misalnya posisi half squat (kaki dibuka selebar satu setengah bahu dan lutut agak ditekuk) gerakan yang dilakukan hanya terbatas pada persendian dan otot lokal saja. Pada sesi ini latihan bertujuan untuk menaikkan suhu, dengan menyiapkan otot-otot lokal dan persendian untuk mampu melakukan latihan berikutnya. b) Full body movement, dilakukan dengan menggerakkan

keseluruhan bagian otot tubuh gerakan, bounching menekuk dan meluruskan tungkai dengan kombinasi gerakan yang bertujuan untuk melatih semua otot dan persendian.

c) Stretching, usahakan agar tetap menjaga gerakan yang ditampilkan baik secara teknik, tujuan dan intensitas, karena pada tahap ini peregangan yang dilakukan adalah peregangan dinamis (dynamic stretch). Secara umum ada beberapa bagian tubuh yang harus diregangkan yaitu paha depan, paha belakang, betis, pantat, dan punggung.

2) Latihan Inti I (cardiorespiratory), latihan ini ditujukan untuk membakar lemak, melatih pernafasan serta daya tahan otot tubuh, dilakukan selama 20 menit, terdiri dari latihan:

a) Pre aerobic (low impact), latihan ini untuk mengantarkan kita ke dalam tujuan kelas senam aerobik yang kita targetkan.


(44)

b) Peak aerobic, pada sesi inilah target yang kita capai harus dipertahankan untuk beberapa saat, misalnya tujuan yang hendak dicapai adalah latihan untuk melatih sistem peredaran darah dan pernafasan lewat kelas mix impact.

c) Post aerobik (low impact), pemilihan gerakan yang paling tidak menguras konsentrasi, kita menggunakan gerakan-gerakan yang ada pada sesi pre aerobik, kita harus mengatur intensitas, dan menurunkan intensitas secara perlahan. 3) Latihan Inti II (challestenic), dilakukan 15 menit, terdiri dari

latihan:

a) Pengencangan b) Penguatan (strenght) c) Kelentukan (flexibility)

4) Pendinginan (cooling down), dilakukan selama 10 menit, terdiri dari latihan:

a) Dynamic stretching

b) Static stretching

e. Pengaruh Latihan Aerobik

Pengaruh latihan aerobik dapat berupa pengaruh seketika yang disebut respon dan pengaruh jangka panjang akibat latihan yang disebut dengan adaptasi. Yang dimaksud dalam respon yaitu bertambahnya frekuensi denyut jantung, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan.


(45)

Contoh dari adaptasi antara lain berupa perubahan komposisi badan karena jumlah lemak total turun, peningkatan massa otot, dan bertambahnya massa tulang (Soekarno et al., 1996).

f. Metabolisme Aerobik

Metabolisme aerobik menurut Anwari (2007) proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses metabolisme yang membutuhkan oksigen (O2) agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh. Namun bergantung terhadap intensitas olahraga yang dilakukan, kedua simpanan energi ini dapat memberikan jumlah kontribusi yang berbeda.

g. Asupan Protein pada Penggiat Senam Aerobik

Olahraga yang intensitas rendah memiliki dampak yang kecil terhadap kebutuhan protein (1 gram/kg/hari), namun sebagian besar orang yang melakukan olahraga intensitas sedang sampai tinggi seperti aerobik dan bodybuilding. Membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi. Kebutuhan energy saat olahraga meningkat 10 kali lipat dibandingkan saat istirahat. Penelitian menunjukkan bahwa latihan ketahanan dan kekuatan meningkatkan sintesis protein otot rangka (1,2-1,4/ kgBB/hari) (Fielding et al., 2002).


(46)

Gambar 1. Karbohidrat dan protein per-gram selama latihan ketahanan aerobik (4 kalori = 1 gram)

Menurut Misner (2006), olahraga membutuhkan energy lebih dibandingkan saat istirahat sehingga otot melepaskan sebagian besar asam amino non-essensial, glutamin, dan alanin. Proses pembakaran protein disebut glukoneogenesis. Jika glukosa darah dari karbohidrat sudah habis, maka kebutuhan energi diambil dari cadangan glikogen di hepar dan otot. Penelitian menunjukan bahwa oksidasi leusin meningkat sampai 240%. Konsumsi branched chain amino acid yang rendah dapat menurunkan massa otot. Branched chain amino acid

terdapat di 1/3 semua simpanan asam amino. Kebutuhan protein setelah olahraga adalah untuk untuk meningkatkan branched chain amino acid dari sirkulasi, untuk sintesis protein otot, dan mengganti asam amino otot yang telah digunakan.


(47)

4. Metabolisme Protein

Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Departemen FKM UI, 2008). Protein merupakan zat gizi penghasil energi juga berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak (Soekirman, 2000).

Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1997). Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi. Asupan protein yang lebih, maka protein akan mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2004).

Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan (Sediaoetama, 1996). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya, seperti: telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang (Almatsier, 2004).

Protein dibuat dari banyak sekali asam amino yang dirangkai menjadi rantai-rantai oleh ikatan peptide yang menghubungkan gugus asam amino pada satu asam amino dengan gugus karboksil pada asam


(48)

amino berikutnya. Disamping itu, beberapa protein mengandung karbohidrat (glikoprotein) dan lipid (lipoprotein). Rantai-rantai asam amino yang lebih kecil disebut peptida atau polipeptida. Rantai yang mengandung 2-10 residu asam amino disebut peptida, rantai ‘yang mengandung lebih dari 10 tetapi lebih kecil dari 100 residu asam amnio disebut polipeptida, dan rantai yang mengandung 100 atau lebih residu asam amino disebut protein (Ganong, 2008).

a. Pencernaan dan Penyerapan Protein

Pencernaan Protein dimulai di dalam lambung, disitu pepsin menguraikan beberapa ikatan peptida. Pepsin disekresi dalam bentuk precursor inaktif (proenzim) dan diaktifkan dalam saluran cerna. Prekursor pepsin dinamakan pepsinogen dan diaktifkan oleh asam hidroklorida lambung. Mukosa lambung manusia mengandung sejumlah pepsinogen yang salung berhubungan, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu Pepsinogen I dan Pepsinogen II. Pepsinogen I hanya ditemukan didaerah yang menyekresi asam, sedangkan pepsinogen II ditemukan di daerah pylorus. Pepsin menghidrolisis ikatan-ikatan asam amino aromatik seperti fenilalanin atau tirosin dan asam amino kedua, sehingga hasil pencernaan peptik adalah berbagai polipeptida dengan ukuran yang berbeda (Ganong, 2008).

Oleh karena pH optimum untuk pepsin adalah 1,6-3,2, kerjanya terhenti bila isi lambung bercampur dengan getah pankreas


(49)

yang bersifat alkali di duodenum dan jejenum. pH usus halus dibagian superior duodenum adalah 2,0-4,0, tetapi dibagian lain kira-kira 6,5. Di usus halus, polipeptida yang terbentuk melalui pencernaan di lambung dicerna lebih lanjut oleh enzim-enzim proteolitik kuat yang berasal dari pankreas dan mukosa usus halus. Tripsinn, kemotripsin, dan elastase bekerja pada ikatan peptide inferior pada molekul-molekul peptide yang disebut endopeptidase. Karboksipeptidase pankreas merupakan eksopeptidase yang menghidrolisis asam amino pada ujung karboksi dan amino polipeptida (Ganong, 2008).

Beberapa asam amino bebas dilepaskan di dalam lumen usus halus, tetapi yang lain dilepaskan dipermukaan sel oleh aminopeptidase, karboksipeptidase, endopeptidase, dan dipeptidase oleh brush border sel-sel mukosa. Beberapa dipeptidase dan tripeptidase ditransport secara aktif ke dalam sel-sel usus halus. Jadi, pencernaan akhir asam amino terjadi di tiga tempat: lumen usus halus,

brush border, dan sitoplasma sel-sel mukosa (Ganong, 2008).

Penyerapan asam-asam amino di duodenum dan jejenum berlangsung cepat tetapi didalam ileum lambat. Hampir 50% protein yang dicerna berasal dari makanan yang dimakan, 25% berasal dari protein getah pencernaan, dan 25% dari deskuamasi sel-sel mukosa. Hanya 2-5% protein dalam usus halus lolos dari pencernaan dan penyerapan. Sebagian protein yang dimakan masuk kemudian dicerna oleh kuman (Ganong,2008).


(50)

Konsentrasi normal asam amino di dalam darah bernilai antara 35-65 gr/dl. Konsentrasi ini adalah nilai rata-rata dari sekitar 2 gr untuk setiap 20 asam amino. Karena asam amino adalah asam yang relatif kuat, asam amino terdapat dalam darah terutama dalam bentuk terionisasi, akibat pemindahan satu atom hydrogen dari radikal NH2. Konsentrasi beberapa asam amino diatur oleh sintesis yang selektif di berbagai sel (Guyton & Hall, 2008).

Hasil pencernaan protein dan absorpsi protein hampir seluruhnya berupa asam amino. Dengan segera setelah makan, konsentrasi asam amino dalam darah akan meningkat, peningkatan yang terjadi hanya sekitar beberapa miligram perdesiliter. Pencernaan dan absorpsi protein berlangsung lebih dari 2 jam. Setelah memasuki darah, kelebihan asam amino diabsorpsi dalam waktu 5-10 menit oleh sel diseluruh tubuh, terutama di hati (Guyton & Hall, 2008).

b. Metabolisme Protein di Hati

Hati merupakan organ yang memiliki banyak fungsi dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan subtrat energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain. Hati juga berperan dalam mengolah, menyintesis, dan memetabolisme berbagai zat, salah satu zat yang dimetabolisme adalah protein. Fungsi hati sebagai metabolisme protein diantaranya adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan sintesis senyawa lain dari asam


(51)

amino. Deaminasi asam amino dibutuhkan sebelum asam amino dapat dipergunakan untuk energi. Pembentukan ureum oleh hati diperlukan untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, amonia sebagian besar dibentuk dari proses deaminasi, oleh karena itu bila hati tidak bisa membentuk ureum, konsentrasi amonia plasma meningkat dan akan menimbulkan kerusakan pada hati. Sel hati menghasilkan kira-kira 90% dari semua protein plasma, kecuali gamma globulin. Gamma globulin adalah antibodi yang dibentuk terutama oleh sel plasma dalam jaringan limfe tubuh. Diantara fungsi hati yang paling penting adalah kemampuan hati untuk membentuk asam amino tertentu, misalnya asam amino nonesensial (Guyton & Hall, 2008).

c. Pemakaian Protein untuk Energi

Protein yang terisimpan di tubuh akan dipecah dan digunakan untuk energi atau disimpan terutama sebagai lemak atau sebagai glikogen. Pemecahan ini hampir seluruhnya terjadi di hati, dimulai dari proses deaminasi. Deaminasi adalah pengeluaran gugus amino dari asam amino, melalui proses transaminase. Transaminasi adalah proses katabolisme asam amino yang melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino ke asam amino lainnya. Setelah asam amino dideaminasi akan menghasilkan asam keto yang akan dioksidasi untuk melepaskan energi yang berguna untuk keperluan metabolisme (Guyton & Hall, 2008).


(52)

d. Pengaturan Hormonal dalam Metabolisme Protein

Ada beberapa hormon yang juga ikut berperan dalam metabolisme protein diantaranya yaitu hormon pertumbuhan yang akan menyebabkan penambahan protein jaringan, insulin diperlukan untuk sintesis protein, glukokortikoid meningkatkan pemecahan sebagian besar protein jaringan, testosteron menambah deposit protein di jaringan, dan tiroksin yang berguna untuk meningkatkan kecepatan metabolisme seluruh sel (Guyton & Hall, 2008).

e. Plasma Darah dan Protein Total

Zat-zat yang terdapat di dalam plasma darah, yakni sari makanan, hormon, enzim, mineral, antibodi, dan zat-zat sisa (misalnya CO2 dan sisa pembongkaran protein). Mineral-mineral di dalam plasma darah dalam bentuk garam mineral. Fungsi garam mineral ialah untuk mengatur tekanan osmotik dan pH darah. Protein yang terdapat dalam darah (protein darah) terdiri atas albumin, globulin, dan fibrinogen. Albumin berperan dalam pengaturan osmotik dan hidrostatik darah. Globulin atau dikenal imunoglobulin sebagai antibodi. Benang-benang fibrin berperan penting dalam proses pembekuan darah saat tubuh kita terluka. jika larutan protein dalam plasma darah diendapkan dengan sentrifuge (alat pemutar), akan tertinggal cairan berwarna kuning jernih yang disebutserum. Serum mengandung antibodi yang dapat melawan


(53)

zat/benda asing atau kuman yang masuk ke dalam tubuh. Secara rinci kandungan plasma darah yaitu

1) Mengandung zat makanan dan mineral seperti asam amino, gliserin, glukosa, kolesterol, garam mineral, asam lemak.

2) Zat yang dihasilkan dari sel-sel yakni enzim, antibodi, dan hormon.

3) Protein dalam Darah yakni antheofilik, tromboplastin, fibrinogen, gammaglobulin, protrombin, albumin.

4) Karbon dioksida, oksigen, nitrogen, asam urat, dan urea.

Fungsi plasma darah adalah sebagai alat yang mengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui organ ekskresi, sebagai antibodi dan zat yang menutup luka, menjaga temperatur suhu tubuh, alat yang mengangkut getah hormon dari kelenjar buntu, mengatur/menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh, dan mengangkut sari makanan (Haryati, 2014).

Protein plasma adalah campuran kompleks yang mencakup albumin, imunoglonbulin, protein sederhana, dan protein terkonjagasi misalnya glikoprotein dan lipoprotein. Protein plasma sebagian besar disintesis di hati. Konsentrasi kadar protein plasma cukup penting dalam menentukan distribusi cairan antara darah dan jaringan. Jika konsentrasi kadar protein plasma berkurang, cairan tidak ditarik kembali ke kompartemen intravaskular dan akan tertimbun di ruang ektravaskular (Murray, 2013).


(54)

f. Reabsorpsi dan Sekresi Protein oleh Tubulus Ginjal

Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini melalui bagian-bagian tubulus dimulai dari tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalis, tubulus koligentes, dan akhirnya duktus koligentes sebelum diekskresikan sebagai urin. Di sepanjang jalan yang dilaluinya, beberapa zat direabsorpsi kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang lain disekresikan dari darah ke dalam lumen tubulus. Pada akhirnya, urin yang terbentuk dan semua zat di dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Ekskresi urin didefinisikan sebagai filtrasi glomerulus yang dikurangi reabsorpsi tubulus, kemudian ditambahkan dengan sekresi tubulus. Reabsorpsi memegang peranan lebih penting daripada sekresi. Namun ion-ion kalium, ion-ion hidrogen, dan sebagian kecil zat-zat lain yang dijumpai dalam urin cukup banyak disekresikan (Guyton & Hall, 2008).

Beberapa zat, seperti glukosa dan asam-asam amino, direabsorpsi hampir sempurna dari tubulus sehingga nilai ekskresi dalam urin adalah nol. Beberapa produk buangan, seperti ureum dan kreatinin, sebaliknya, sulit direabsorpsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah besar. Oleh karena itu, dengan mengontrol besarnya reabsorpsi berbagai zat, ginjal mengatur ekskresi zat terlarut secara


(55)

terpisah satu sama lain, yaitu suatu kemampuan yang penting untuk pengaturan komposisi cairan tubuh yang tepat (Guyton & Hall, 2008).

Tabel 2. Kecepatan Filtrasi, Reabsorpsi, dan Ekskresi Berbagai Zat Oleh Ginjal Jumlah yang Difiltrasi Jumlah yang Direabsorpsi Jumlah yang Diekskresi % Beban Filtrasi yang Direabsorpsi Glukosa (gr/hari)

180 180 0 100

Bikarbonat (mEq/hari)

4.320 4.318 2 >99,9

Natrium (mEq/hari)

25.560 25.410 150 99,4

Klorida (mEq/hari)

19.440 19.260 180 99,1

Ureum (gr/hari)

46,8 23,4 23,41 50

Kreatinin (gr/hari)

1,8 0 1,8 0

Reabsorpsi tubulus termasuk mekanisme pasif dan aktif. Bila suatu zat akan direabsorpsi, pertama zat tersebut harus ditransport melintasi membran epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ginjal dan kemudian melalui membran kapiler peritubulus kembali ke dalam darah. Transport aktif dapat mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme. Transport yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi, seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATP), disebut sebagai transport aktif primer. Sedangkan transport yang tidak berhubungan secara langsung dengan suatu sumber energi, seperti


(56)

yang diakibatkan oleh gradien ion, disebut sebagai transport aktif sekunder (Guyton & Hall, 2008).

Reabsorpsi glukosa dan protein oleh tubulus ginjal adalah suatu contoh dari transport aktif sekunder. Pada tubulus proksimal terjadi suatu mekanisme transport aktif sekunder dari glukosa dan asam-asam amino. Pada kedua zat ini, protein pengangkut khusus di dalam brush border bergabung dengan ion natrium dan satu molekul asam amino atau glukosa pada waktu bersamaan. Mekanisme-mekanisme transport ini begitu efisien sehingga mereka betul-betul mengngkut semua glukosa dan asam amino dari lumen tubulus. Setelah masuk ke dalam sel, glukosa dan asam-asam amino keluar melalui membran basolateral dengan cara difusi pasif, didorong oleh konsentrasi yang tinggi dari glukosa dan asam-asam amino dalam sel (Guyton & Hall, 2008).

Selain melalui transport sekunder, protein juga direabsorpsi melalui mekanisme transport primer dengan mekanisme pinositosis. Beberapa bagian dari tubulus, terutama tubulus proksimal, mereabsorpsi molekul-molekul besar, seperti protein dengan cara pinositosis. Dalam proses ini, protein melekat ke brush border

membran luminal, dan kemudian bagian membran ini berinvaginasi ke bagian dalam sel sampai protein mencekung dengan sempurna dan terbentukah suatu vesikel yang mengandung protein tersebut. Segera setelah berada di dalam sel, protein itu dicerna menjadi asam


(57)

amino-asam amino penyusunnya, yang direabsorpsi melewati membran basolateral ke dalam cairan interstisial. Karena pinositosis membutuhkan energi maka diduga merupakan suatu bentuk transport aktif (Guyton & Hall, 2008).

Ureum direabsorpsi secara pasif dari tubulus tetapi jauh lebih sedikit daripada ion klorida. Ketika air direabsorpsi dari tubulus (melalui osmosis bersama dengan reabsorpsi natrium), konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat. Hal ini menimbulkan gradien konsentrasi yang menyebabkan reabsorpsi urea. Akan tetapi, ureum tidak dapat memasuki tubulus sebanyak air. Oleh karena itu, kira-kira satu setengah ureum yang yang difiltrasi melalui kapiler-kapiler glomerulus akan direabsorpsi secara pasif dari tubulus. Ureum yang masih tertinggal akan masuk ke dalam urin, menyebabkan ginjal mensekresikan sejumlah besar produk buangan metabolisme. Produk buangan metabolisme lainnya, yaitu kreatinin, adalah molekul yang bahkan lebih besar dari ureum dan pada dasarnya tidak permeabel terhadap membran tubulus. Oleh karena itu, kreatini yang telah difiltrasi hampir tidak ada yang direabsorpsi sehingga sebenarnya semua kreatinin yang difiltrasi oleh glomerulus akan diekskresikan ke dalam urin (Guyton & Hall, 2008).

Reabsorpsi pada tubulus proksimal mempunyai kapasitas yang besar untuk reabsorpsi aktif dan pasif. Sel-sel epitel tubulus proksimal bersifat sangat metabolik dan mempunyai sejumlah besar mitokondria


(58)

untuk mendukung proses transpor aktif yang kuat. Di samping itu, sel-sel tubulus proksimal mempunyai banyak sekali brush border pada sisi lumen (apikal) membran, juga labirin interselular dan saluran basal yang luas, semuanya ini bersama-sama menghasilkan area permukaan membran yang luas pada sisi lumen dan sisi basolateral dari epitelium untuk mentranspor ion-ion natrium dan zat-zat lain yang cepat. Permukaan membran epitelial brush border yang luas juga dimuati dengan molekul-molekul protein pembawa yang mentranspor sebagian besar ion natrium melewati membran lumen yang bertalian dengan mekanisme ko-transpor dengan berbagai nutrien protein, seperti asam amino dan glukosa (Guyton & Hall, 2008).

Setelah melewati tubulus proksimal, kemudian zat terlarut melewati ansa henle. Ansa henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda, yaitu segmen tipis desenden, segmen tipis asenden, dan segmen tebal asenden. Segmen tipis asenden dan segmen tipis desenden, sesuai dengan namanya mempunyai membran epitel yang tipis tanpa brush border, sedikit mitokondria, dan tingkat aktivitas metabolik yang rendah. Bagian desenden segmen tipis sangat permeabel terhadap air dan sedikit permeabel terhadap kebanyakan zat terlarut, termasuk ureum dan natrium. Fungsi segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi zat-zat secara sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20 persen dari air yang difiltrasi akan direabsorpsi


(59)

di ansa henle, dan hampir semuanya terjadi di lengkung tipis desenden karena lengkung asenden, termasuk bagian tipis dan tebal, sebenarnya tidak permeabel terhadap air, suatu karakteristik yang paling penting untuk memekatkan urin (Guyton & Hall, 2008).

Segmen tebal asenden ansa henle berlanjut ke dalam tubulus distal. Bagian paling pertama dari tubulus distal membentuk bagian kompleks juksta glomerulus yang menimbulkan kontrol umpan balik GFR dan aliran darah dari nefron yang sama. Bagian awal selanjutnya dari tubulus distal sangat berkelok-kelok dan mempunyai banyak ciri reabsorpsi yang sama dengan bagian tebal asenden ansa henle. Artinya, mereka banyak mereabsorpsi ion-ion, termasuk natrium, kalium, dan klorida, tetapi sesungguhnya tidak permeabel terhadap air dan ureum. Karena alasan ini, bagian itu disebut segmen pengencer karena juga mengencerkan cairan tubulus (Guyton & Hall, 2008).

Separuh bagian kedua dari tubulus distal dan tubulus koligentes kortikalis berikutnya mempunyai ciri-ciri fungsional yang sama. Membran tubulus kedua segmen hampir seluruhnya impermeabel terhadap ureum, mirip dengan segmen pengencer pada bagian awal tubulus distal, jadi hampir semua ureum yang memasuki segmen-segmen ini berjalan melewati dan masuk ke dalam duktus koligentes untuk dikeluarkan dalam urin, walaupun beberapa reabsorpsi ureum terjadi di dalam koligentus medula. Kemudian di dalam duktus koligentes bagian medula bersifat permeabel terhadap


(60)

ureum. Oleh karena itu, beberapa ureum direabsorpsi ke dalam interstisium medula, membantu meningkatkan osmolalitas daerah ginjal ini dan turut berperan pada seluruh kemampuan ginjal untuk membentuk urin yang pekat (Guyton & Hall, 2008).

5. Protein Total

Protein total adalah suatu pengukuran kuantitatif konsentrasi dari seluruh protein yang terdapat pada serum (tidak termasuk faktor pembekuan). Protein mayor yang terdapat pada serum antara lain albumin dan imunoglobulin (terutama IgG, IgA, dan IgM). Banyak protein lain yang termasuk dalam pengukuran ini tapi masing-masing tidak berkontribusi lebih dari 5% dari keseluruhannya (Marshall, 2012).

Kandungan kadar protein total terdiri dari albumin dan globulin.

Fraksi protein dan berat molekulnya adalah: albumin 69.000, alpha (α)

globulin 200.000-300.000, beta (β) globulin 150.000-350.000, gamma (Γ) globulin 150.000-300.000, fibninogen 400.000. Sempel yang dipakai untuk pemeriksaan kadar protein total adalah serum. Pada umumnya kadar Protein total diukur dengan reagen biuret. Albumin dihitung sendiri, sedangkan globulin dihitung dari selisih kadar antara protein total dan albumin. Nilai normal kadar protein total pada orang dewasa 6.0-8.0 gr/dL (Marshall, 2012).

Tes protein total berguna untuk mengukur jumlah total dari berbagai jenis protein dalam cairan (plasma) dari darah. Dua protein yang


(61)

mendominasi yang ditemukan dalam darah yaitu albumin dan globulin. Albumin membuat sekitar 60% dari protein total, diproduksi oleh hati, albumin melayani berbagai fungsi termasuk sebagai protein pembawa untuk banyak molekul kecil dan ion, sebagai sumber asam amino untuk metabolisme jaringan, dan sebagai komponen utama yang terlibat dalam mempertahankan tekanan osmotik (mencegah cairan keluar dari pembuluh darah). Sisanya 40% dari protein dalam plasma disebut sebagai globulin. Protein globulin adalah kelompok yang heterogen. Termasuk enzim, antibodi, hormon, protein pembawa, dan berbagai jenis lain dari protein. Rasio albumin untuk globulin (A rasio / G) dihitung dari albumin diukur dan dihitung globulin (protein total - albumin).Tingkat protein total dalam darah biasanya memberikan nilai yang relatif stabil, mencerminkan keseimbangan hilangnya molekul protein lama dan produksi molekul protein baru. Pemeriksaan kadar protein total sering dinilai sebagai bagian dari evaluasi status kesehatan seseorang secara berkala. Pengukuran protein total dapat mencerminkan status gizi dan dapat digunakan untuk menyaring dan membantu mendiagnosis penyakit ginjal atau penyakit hati. Kadang-kadang kondisi terdeteksi dengan pengujian rutin sebelum gejala muncul. Jika protein total abnormal, pengujian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengidentifikasi protein spesifik abnormal rendah atau tinggi sehingga diagnosis spesifik dapat dibuat. Beberapa contoh tindak lanjut tes meliputi elektroforesis protein dan immunoglobulin kuantitatif (Carey, 2016).


(62)

6. Keadaan yang Mempengaruhi Kadar Protein Total

Hasil tes protein total biasanya bersama dengan tes lain dari

Comprehensive Metabolic Panel (CMP) dan akan memberikan informasi pada dokter dari status kesehatan umum seseorang berkaitan dengan gizi atau kondisi yang melibatkan organ utama, seperti ginjal dan hati. Namun, jika hasil abnormal, pengujian lebih lanjut biasanya diperlukan untuk membantu mendiagnosa penyakit yang mempengaruhi tingkat protein dalam darah. Kadar protein total yang rendah dapat mengindikasikan adanya gangguan hati, gangguan ginjal, diet rendah protein atau gangguan dimana protein tidak dicerna atau diserap dengan baik, kadar protein yang rendah dapat dilihat pada gizi buruk dan dengan kondisi yang menyebabkan malabsorpsi, seperti celiac disease atau inflammatory bowel disease (IBD). Kadar protein total yang tinggi mengindikasikan adanya peradangan kronis atau infeksi seperti hepatitis virus atau HIV, dehidrasi, diet tinggi protein, dan gangguan sumsum tulang seperti

multiple myeloma (Carey, 2016).

Hasil laboratorium multiple myeloma yaitu sel kanker ganas yang berasal dari sel plasma (sejenis sel darah putih yang dihasilkan di sumsum tulang) akan didapatkan kadar protein total yang abnormal dan kalsium yang tinggi di dalam darah. Kadar protein total yang terlalu tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan produksi asam yang terlalu tinggi. Produksi asam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kemampuan tulang menyerap


(63)

kalsium menjadi lebih rendah. Akhirnya tubuh akan mengalami kekurangan kalsium yang bisa meningkatkan risiko penyakit tulang dan berbagai masalah lain yang berhubungan dengan kebutuhan kalsium untuk tubuh. Dehidrasi bisa menjadi salah satu masalah kesehatan yang berat untuk orang yang terlalu banyak mengonsumsi protein. Bahaya kelebihan protein akan membuat tubuh melakukan kerja yang lebih berat terutama untuk pembangunan jaringan tubuh. Hal inilah yang menyebabkan konsumsi protein akan membuat tubuh membutuhkan air dalam jumlah yang banyak. Konsumsi protein tinggi tanpa disertai jumlah air mineral yang tepat akan menyebabkan dehidrasi (Ana, 2015).

Beberapa laboratorium melaporkan protein total, albumin, dan rasio dihitung dari albumin ke globulin, disebut Rasio A / G. Biasanya, Albumin lebih besar dari globulin, memberikan rasio A / G normal. Karena kondisi penyakit mempengaruhi jumlah relatif dari albumin dan globulin, A rasio / G dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab mengubah kadar protein.Rasio A / G rendah mencerminkan kelebihan dari globulin, seperti terlihat pada multiple myeloma atau penyakit autoimun, atau rendahnya produksi albumin, seperti dapat terjadi dengan sirosis, atau kehilangan selektif albumin dari peredaran, karena dapat terjadi dengan penyakit ginjal ( sindrom nefrotik). Rasio A / G tinggi menunjukkan rendahnya produksi imunoglobulin seperti dapat dilihat di beberapa kekurangan genetik dan dalam beberapa leukemia. Tes yang lebih spesifik, seperti tes enzim hati dan elektroforesis protein serum harus dilakukan


(64)

untuk membuat diagnosis yang akurat. Rasio A / G biasanya akan normal karena kedua albumin dan globulin akan terdilusi pada tingkat yang sama (Carey, 2016).

7. Hubungan Bodybuilding dan Senam Aerobik dengan Kadar Protein Total

Asupan gizi pada penggiat bodybuilding dan senam aerobik, antara lain makanan yang mengandung sumber protein tinggi untuk meningkatkan massa otot, tidak hanya protein yang dibuthkan tetapi juga karbohidrat dalam jumlah cukup untuk cadangan energi didalam otot (Husaini, 2000). Banyak orang dewasa atau bahkan remaja (terutama atlet atau binaragawan) mengonsumsi asupan protein yang tinggi, terutama karena ingin meningkatkan massa otot dan kekuatan otot. Mengonsumsi protein yang tinggi akan meningkatkan kadar protein total darah dan akan bertampak buruk bagi tubuh, diantaranya gangguan pada tulang dan homeostasis kalsium, kelainan dari fungsi ginjal, peningkatan risiko kanker, dan kelainan fungsi hati (Dioguardi & Shaish, 2013). Protein tambahan tidak digunakan secara efisien oleh tubuh dan akan menjadi beban metabolisme pada tulang, ginjal, dan hati.Oleh karena itu, para atlet (bodybuilding) atau binaragawan dalam mengonsumsi tinggi protein harus mematuhi pedoman klinis dengan standar yang direkomendasikan untuk kecukupan gizi yang sehat (Dioguardi & Shaish, 2013).


(65)

8. Olahraga Dalam Islam

Olahraga telah terdapat dalam berbagai bentuk di dalam semua kebudayaan yang paling tua sekalipun. Dalam literatur Islam banyak disebutkan jika Rasulullah SAW. adalah orang tersehat di masa beliau hidup. Hampir-hampir beliau tidak pernah sakit di dalam sejarah hidup beliau. Tentunya hal tersebut didukung oleh pola hidup sehat yang diterapkan Rasulullah dalam kehidupan beliau. Para sahabat pernah bertanya tentang rahasia kesehatan dan kebugaran beliau. Rasulullah SAW. menjawab saya makan saat lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Beliau menggambarkan perut diisi dengan tiga unsur, yaitu sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara. Nabi juga menjaga kualitas tidurnya meskipun tidak banyak (Umar, 2012).

Olahraga merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari kebudayaan manusia. Nabi Muhammad juga adalah seorang atlet yang berprestasi. Suatu ketika beliau diminta menantang sang juara bertahan dalam olahraga gulat tradisional bangsa Arab, bernama Rukanah bin Abdu Yazid. Orang yang tinggi besar ini melihatnya saja bisa menjatuhkan nyali para penantangnya. Pantas kalau ia selalu mengumbar kesombongan ke mana-mana sebagai juara bertahan tak terkalahkan. Saat itulah Rasulullah SAW. terpanggil untuk memenuhi seruan sahabat-sahabat beliau untuk menantang Rukanah. Akhirnya, dalam pertandingan yang dihadiri banyak pengunjung, Rasulullah SAW. mampu mengunci rukanag di ronde ketiga. Sejak itulah Rukanah berhenti mengumbarkan kesombongannya.


(66)

Rasulullah SAW. juga menguasai berbagai keterampilan yang belakangan dilombakan, seperti Rasulullah SAW. gemar naik kuda, latiham memanah dan memainkan pedang, serta berenang. Rasulullah SAW. pernah

bersabda, ”Ajarkanlah anak-anak kalian berkuda, memanah, berenang, dan

dalam riwayat lain memanjat.” Rasulullah SAW. juga dikenal luas sangat terampil memainkan pedang dan tombak, terutama di medan perang. Rasulullah SAW. turun naik gunung dari ketinggian gua Hira dan gua Tsur (Umar, 2012).


(67)

B. Kerangka Teori

Latihan

Energi Latihan : ATP

Bodybuilding

Senam Aerobik

Asupan Protein

Pencernaan

dan

penyerapan:

Usus halus Brush Border Sitoplasma Metabolisme Protein Pemakaian Protein untuk Energi Pengaturan Hormon

Hepar

Pembentukan Protein Plasma Protein Total Normal 6.0-8.0 gr/dl

Albumin, Imunoglobulin, fibrinogen, protrombin, dan tromboplastin Penurunan kadar protein total: diet rendah

protein, penyakit hati,gagal ginjal kronis,

celiac disease atau

inflammatory bowel

Peningkatan kadar protein total: dehidrasi,

asupan tinggi protein, hepatitis, HIV, dan

multiple myeloma Deaminasi melalui transminasi Asam Keto Energi Hormon Pertumbuhan, Insulin, glukokortikoid, testosteron dan tiroksin


(68)

C. Kerangka konsep

D. Hipotesis

Hipotesis 0: Tidak ada perbedaan kadar protein total antara penggiat

bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

Hipotesis 1: Ada perbedaan kadar protein total antara penggiat

bodybuilding dengan penggiat senam aerobik. Latihan

fisik

Bodybuilding

Senam aerobik

Kadar protein


(69)

47 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

a. Populasi target adalah penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik.

b. Populasi terjangkau adalah penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik di Adonis Fitness dan Sanggar Senam Aerobik Adindadi kota Yogyakarta.

2. Sampel

Penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik dari data yang berada di Adonis Fitness dan Sanggar Senam Aerobik Adinda di Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, seperti berikut : a. Kriteria inklusi

1) Penggiat bodybuilding yang aktif sejak minimal 6 bulan yang lalu dihitung dari tanggal dilakukannya pengambilan sampel dengan rentang usia sampel 17-40 tahun.


(1)

6. Analisis Deskriptif Penggiat Bodybuilding dan Penggiat Senam Aerobik

Descriptives

aktivitas Statistic Std. Error

kadar_proteintotal fitness Mean 7.7115 .09356

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 7.5157

Upper Bound 7.9073

5% Trimmed Mean 7.6989

Median 7.7100

Variance .175

Std. Deviation .41842

Minimum 7.08

Maximum 8.57

Range 1.49

Interquartile Range .59

Skewness .210 .512

Kurtosis -.534 .992

aerobik Mean 7.6280 .12898

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 7.3580

Upper Bound 7.8980

5% Trimmed Mean 7.6083

Median 7.5450

Variance .333

Std. Deviation .57683

Minimum 6.80

Maximum 8.81

Range 2.01

Interquartile Range .82

Skewness .424 .512


(2)

Histogtam Kadar Protein Total pada Penggiat Bodybuilding


(3)

7. Uji Normalitas Data Penggiat Bodybuilding dan Penggiat Senam Aerobik

Tests of Normality

aktivitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kadar_proteintotal fitness .100 20 .200* .967 20 .695

aerobik .173 20 .120 .945 20 .297

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

8. Uji Independent

t-test Perbedaan Kadar Protein Total antara Penggiat

Bodybuilding dengan Penggiat Senam Aerobik

Group Statistics

aktivitas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kadar_proteintotal fitness 20 7.7115 .41842 .09356


(4)

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differenc e Std. Error Differenc e 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper kadar_protei

ntotal

Equal variances

assumed 3.980 .053 .524 38 .603 .08350 .15934 -.23907 .40607 Equal variances


(5)

9. Dokumentasi

Pengambilan darah responden

Pengisian informed consent


(6)