PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(1)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan oleh : Nama : Sofwan Fajar NIM : 20120610309 Bagian : Hukum Pidana Prodi : Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

v

"Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja.

Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi." (Ernest Newman)

"Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan,

entah mereka menyukainya atau tidak."


(3)

vi

Kupersembahkan Skripsi ini untuk :

Bapak Nurul Huda dan Ibu Sri Gumawang Milaringsih yang tercinta dan tersayang.

Mbaku Fifty Aryaningsih.


(4)

vii

QqqqqqqAlhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahNya kepada penyusun sehingga mampu menyusun skripsi dengan judul “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Dalam Penyalahgunaan Narkotika” untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dan tidak lupa penyusun haturkan sholawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun dan membawa kita sekalian dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang dengan naungan Ilahi dan kesucian ilmu pengetahuan.

qqqqqqqSelesainya skripsi ini berkat bantuan, bimbingan, serta dorongan yang tulus dan ikhlas dari beberapa pihak. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan terima kasih, secara khusus penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak, Ibu, Mba, Mbah Putri, Tante dan Om, serta semua saudara-saudara yang selama ini telah memberikan semangat serta do’anya.

2. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(5)

viii

telah membantu dengan teliti dan penuh kesabaran dalam menyusun skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Karyawan dan Karyawati di Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Penjaga Laboratorium Hukum dan Perpustakaan Pusat UMY, terima kasih atas pelayananya selama ini, sehingga saya dapat menemukan buku-buku untuk penelitian ini.

8. Sahabat satu kontrakan, Agus, Hasyim dan Ari yang selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Terimakasih untuk Fani Aprilia Perdani yang selalu memberikan doa, semangat, serta dukungan selama ini. Akhirnya kita bisa bersama lagi dan wisuda bareng. 10.Sahabat satu jungkiran, Hasyim, Bagus, Try, Bayu, Gigih, Danang, Fani, Nana,

Putri, dan Agi serta seluruh Keluarga Besar Resimen Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

11.Teman-teman seperjuanganku dalam menyelesaikan skripsi pidana Bagus, Hasyim, Nanda, Narita, Helena, Septi, Shobika, Yusma, Fizal, dan yang lainnya yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan doa.

12.Teman-teman dari kebumen Cahyo, Mahmud, Ubed, Rikardo, Ono, Arif, Ridar, Fitri, dan lainnya yang selalu memberikan semangat serta do’anya. Serta seluruh teman-teman di Fakultas Hukum khususnya angkatan 2012 David, Aan, Fian,


(6)

ix

13.Mbah, Bapak & Ibu pemilik kontrakan yang telah bersedia menyewakan rumahnya untuk ditinggali selama menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penyusun tapi tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalasnya.

qqqqqqqNamun demikian, sebagai manusia yang tentunya memiliki keterbatasan, tidak menutup kemungkinan masih ditemukan kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, segala masukan dalam bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penyusun harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi almamater, agama, nusa dan bangsa. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 11 April 2016

Penyusun


(7)

x

HALAMAN PERSETUJUAN………..ii

HALAMAN PENGESAHAN………..iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN HUKUM……….iv

MOTTO……….v

HALAMAN PERSEMBAHAN………...vi

KATA PENGANTAR……….vii

ABSTRAK………...x

DAFTAR ISI……….xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah………....1

B. Rumusan masalah……….6

C. Tujuan Penelitian……….6

D. Tinjauan Pustaka………..6

E. Metode Penelitian………...13

F. Sistematika Penulisan Skripsi………16

BAB II TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA A. Pengertian Narkotika………..18


(8)

xi

D. Sebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika Serta Dampak Yang

Ditimbulkan………30

E. Narkotika Menurut Hukum Islam………..34

BAB III PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK

A. Pengertian Sanksi Pidana………..………….38

B. Sanksi Pidana Terhadap Anak………...40 C. Pengertian Anak Dan Tindak Pidana Anak………..43 D. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku dan Korban

Tindak Pidana……….47

E. Penerapan Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana………56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan Sanksi Pidana Penjara Terhadap Anak Dalam Perkara Penyalahgunaan Narkotika….….66 B. Diversi Dalam Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh


(9)

xii DAFTAR PUSTAKA


(10)

(11)

(12)

(13)

x

masuk untuk merusak para generasi penerus bangsa, terutama para anak-anak. Permasalahan penyalahgunaan narkotika harus segera diatasi mengingat dampak negatif yang akan ditimbulkan bukan hanya bagi penggunanya melainkan juga berdampak negatif bagi keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara. Pemberian hukuman terhadap para pelaku tindak pidana narkotika juga berbeda antara yang sudah dewasa dan anak-anak. Hal ini dikarenakan untuk melindungi hak-hak seorang anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana, khususnya dalam tindak pidana narkotika.

qqqqqqqJenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, adapun yang dapat dijadikan objek dalam penelitian normatif ini adalah bahan-bahan yang berupa bahan primer, bahan sekunder dan bahan tersier. Adapun dalam penelitian ini juga menggunakan sistem wawancara atau tanya jawab dengan beberapa pihak untuk mendapatkan suatu informasi tentang apa yang diteliti oleh penulis.

qqqqqqqHasil penelitian yaitu pertimbangan hakim dalam menetapkan sanksi pidana penjara terhadap anak dalam perkara penyalahgunaan narkotika yaitu dengan mempertimbangkan berbagai aspek baik itu jenis tindak pidananya dengan melihat dan berpedoman terhadap peraturan yang mengatur tindak pidana tersebut. Tetapi hakim dalam memberikan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, saat ini dapat diselesaikan secara diversi atau dengan proses pengalihan penyelesaian perkara anak di luar peradilan pidana. Secara teori dalam UU SPPA memang telah mengatur tentang pelaksanaan diversi akan tetapi dalam kasus penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Anak tidak bisa diselesaikan secara diversi. Hal ini dikarenakan diversi dapat dilaksanakan dengan syarat diancam pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Sedangkan dalam perkara tindak pidana narkotika, ketentuan pidana dalam Undang-undang Narkotika bagi para pelaku tindak pidana tidak ada yang menggunakan penjatuhan pidana di bawah 7 (tujuh) tahun.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

qqqqqqqPermasalahan narkotika di Indonesia merupakan sesuatu yang sangat serius dan memprihatinkan. Dalam beberapa tahun terakhir permaslahan ini sangat meningkat dan terbukti dengan bertambahnya para pencandu atau penyalahguna narkotika yang semakin beragam, apalagi saat ini telah banyak menyangkut anak-anak dibawah umur. Permasalahan penyalahgunaan narkotika harus segera diatasi mengingat dampak negatif yang akan ditimbulkan bukan hanya bagi penggunanya melainkan juga berdampak negatif bagi keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara.

qqqqqqqDalam sistem hukum pidana, jenis sanksi hukum pidana secara garis besar meliputi pidana (punishment) dan tindakan (treatment). Menurut Sudarto

(1979) perbedaan antara pidana dan tindakan adalah sebagai berikut :1

“pidana adalah pembalasan (pengimbalan) terhadap kesalahan si pembuat, sedangkan tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat. Jadi secara dogmatis, pidana itu untuk orang yang normal jiwanya, untuk orang yang mampu bertanggung jawab sebab orang yang tidak mampu bertanggung jawab tidak mempunyai kesalahan dan orang yang tidak mempunyai kesalahan

tidak mungkin dipidana. Terhadap orang itu dapat dikenakan tindakan”

qqqqqqq1Sudarto dalam Setya Wahyudi, 2011, “Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Anak Di Indonesia”, Yogyakarta, Genta Publishing, hlm.47.


(15)

qqqqqqqAnak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya yang juga sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Setiap anak disamping wajib mendapatkan pendidikan formal seperti sekolah, juga wajib mendapatkan pendidikan moral, sehingga nantinya dapat tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi bangsa dan negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, kesemuanya mengemukakan prinsip umum perlindungan anak yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, serta menghargai partisipasi anak.2

QqqqqqqDalam menangani kasus penyalahgunaan narkotika, pemerintah juga telah membentuk Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang telah diganti dengan Undang-Undang 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang sekarang telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

qqqqqqq2Median Rohma Bisri, 2015, “Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Proses Peradilan Pidana Anak Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak”, (Skripsi sarjana tidak diterbitkan, Universitas Gajah Mada), hlm.2


(16)

(selanjutnya ditulis UU Narkotika). Undang-undang ini merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah narkotika, namun UU Narkotika tidak secara khusus mengatur tentang ketentuan sanksi pidana bagi anak. Pada umumnya seorang anak yang melakukan tindak pidana narkotika sebagai pengguna narkotika yaitu seseorang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika bagi dirinya sendiri dimana dalam UU Narkotika disebut sebagai penyalahguna narkotika. Selanjutnya mengenai batasan usia anak yang melakukan tindak pidana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya ditulis UU SPPA).

qqqqqqqDalam penegakan hukum pidana, terdapat beberapa peraturan pidana di Indonesia yang menganut double track system, yang artinya bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh aparat penegak hukum kepada para pelaku tindak pidana tidak hanya sanksi pidana saja, tetapi juga dengan penjatuhan sanksi tindakan. Dalam prakteknya selama ini pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika tidak dijatuhi sanksi rehabilitasi, melainkan dijatuhi sanksi pidana yaitu berupa pidana penjara. Hal ini tentunya tidak menyelesaikan masalah, menurut Kasi Media Tradisional Deputi Bidang Pencegahan BNN Ahmad Soleh, pemberian hukuman pidana atau kriminalisasi pecandu narkotika bukanlah merupakan solusi. Memenjarakan pecandu narkotika tanpa memerhatikan “sakitnya” bukanlah langkah yang tepat. Justru akan menimbulkan masalah baru dalam lapas sebagai akibat dari ketergantungan obat.3 Apalagi penetapan sanksi pidana ini diterapkan

qqqqqqq3Sindo News, “Rehabilitasi Pecandu Narkoba Dijamin Undang -Undang”,http://nasional.sindonews.com/read/877153/15/rehabilitasi-pecandu-narkoba-dijamin undangundang-1403750534, diakses pada hari Rabu, 26 Agustus 2015, jam 11.05 WIB.


(17)

kepada anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, maka yang terjadi anak tersebut tidak akan berkembang dan sembuh dari sifat nakalnya, tetapi anak akan lebih tertekan jiwanya dan perkembangan anak pasti akan sangat terganggu.

qqqqqqqKasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak yang telah diputus dengan pidana penjara salah satu contohnya adalah Putusan Reg. No. 1. 101 / Pid.B / 2011 / PN. Mdn dengan terdakwa pertama (1) Angelina Rosmawaty Manalu dan terdakwa kedua (2) Siti Aisyah alias Ica yang mana sebelumnya terdakwa bermaksud untuk menggunakan shabu-shabu secara bersama-sama selanjutnya terdakwa kedua (2) Siti Aisyah alias Ica menyuruh terdakwa pertama (1) Angelina Rosmawaty Manalu untuk membeli shabu-shabu dan digunakan secara bersama-sama selanjutnya terdakwa kedua (2) Siti Aisyah alias Ica menyerahkan uang sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah). Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini, dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang yang bersangkutan, menyatakan terdakwa pertama (1). Angelina Rosmawaty Manalu danterdakwa kedua (2). Siti Aisyah alias Ica bersalah melakukan Tindak Pidana

“secara bersama-sama tanpa hak dan melawan hukum penyalahgunaan narkotika

golongan I bagi diri sendiri “sebagaimana yang diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UURI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo UURI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dalam dakwaan Kedua (Subsidair).Sedangkan Hakim pengadilan Negeri Medan menjatuhkan putusan kepada dua terdakwa menjatuhkan pidana


(18)

penjara kepada para terdakwa masing-masing selama : 1 (satu) Tahun dan 4 (empat) bulan.4

qqqqqqqBerdasarkan contoh kasus yang telah diuraikan diatas merupakan putusan terhadap kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak dalam hal penyalahguna narkotika. Dalam menetapkan putusannya hakim masih menerapakan sanksi pidana yaitu berupa penjatuhan pidana penjara terhadap kedua anak tersebut. Sistem peradilan pidana erat kaitannya dengan dengan perundang-undangan pidana itu sendiri, baik hukum pidana materil maupun hukum pidana formil.

qqqqqqqSaat ini pengaturan tentang diversi sudah diatur didalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun, dimana di dalamnya telah mengatur bagaimana cara melindungi hak-hak anak yang terlibat dalam kasus tindak pidana, yaitu dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan diluar peradilan atau yang biasa disebut dengan Diversi.

qqqqqqqBerdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Dalam Penyalahgunaan Narkotika”.

qqqqqqq4Juli Murniaty Ginting, 2013, “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Yang

Melakukan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika” (Skripsi sarjana tidak diterbitkan, Universitas Sumatera Utara Medan).


(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraian di dalam latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi pidana penjara dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak ?

2. Apakah dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dapat diterapkan penyelesaian secara diversi ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pertimbangan apa saja yang menyebabkan hakim memutuskan sanksi pidana penjara dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak.

2. Untuk mengetahui apakah dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dapat dilakukan penerapan hukuman secara diversi.

D. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Anak

QqqqqqqAnak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak


(20)

semakin aktual dalam lingkungkan sosial. Anak sendiri memiliki sistem penilaian kanak-kanak yang menampilkan martabat anak sendiri dan kriteria norma tersendiri, sebab sejak lahir anak sudah menampakan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik. Hal ini disebabkan karena taraf perkembangan anak itu memang selalu berlainan dengan sifat-sifatnya dan ciri-cirinya, dimulai pada usia bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut, akan berlainan psikis maupun jasmaninya.5

qqqqqqqKedudukan anak dalam lingkungan hukum hukum sebagai subjek hukum ditentukan dari sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu atau di bawah umur. Maksud tidak mampu karena kedudukan akal dan pertumbuhan fisik yang sedang berkembang dalam diri anak yang bersangkutan. Meletakkan anak sebagai subjek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilai kedalam peristiwa hukum pidana maupun hubungan kotrak yang berada dalam lingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.6

QqqqqqqPengertian mengenai anak banyak dijelaskan dalam perturan perundang-undangan di Indonesia, baik itu dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan masih banyak lainnya. Mengenai penjelasan tentang

qqqqqqq5Wagiati Soetedjo,2010, Hukum Pidana Anak, Bandung, PT Refika Aditama, hlm 6. qqqqqqq6Maulana Hasan Wadong, 2000, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Gramedia Wina Sarana, hlm.3.


(21)

pengertian anak tidak ada keseragaman, bahkan terkesan sangat variatif tergantung dari sudut mana memilihnya, sehingga dalam perumusannya masih ditemukan pengertian yang berbeda-beda. Tetapi yang sering dipakai dalam putusan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, pengertian anak itu sendiri mengacu pada UU SPPA. Dimana pengertian anak yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UU SPPA adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

2. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak

qqqqqqqDi dalam kata “sistem peradilan pidana anak”, terkandung unsur

“sistem peradilan pidana” dan unsur “anak”. Kata “anak” dalam kata “sistem peradilan pidana anak” mesti dicantumkan, karena untuk membedakan dengan sistem peradilan pidana dewasa, sehingga sistem peradilan pidana anak adalah sistem peradilan pidana bagi anak. Anak dalam sistem peradilan pidana anak adalah Anak Nakal, yaitu anak yang melakukan tindak pidana ataupun anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak.7

qqqqqqqIstilah sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The Juvenile Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan searti dengan sejumlah institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi : polisi, jaksa, penuntut umum dan penasehat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait dalam Juvenile Justice System, pertama :

qqqqqqq7Setya Wahyudi, Op.Cit, hlm. 35.


(22)

polisi sebagai istitusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua : jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang juga menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Ketiga : pengadilan anak, tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Yang terakhir adalah institusi penghukuman.8

qqqqqqqPengertian dengan sistem peradilan pidana anak adalah suatu sistem penegakan hukum pidana anak yang dilaksanakan secara terpadu oleh 4 (empat) sub sistem kekuasaan, yaitu kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili/menjatuhkan pidana, dan kekuasaan eksekusi/pelaksanaan pidana, berdasarkan hukum pidana materil anak, hukum pidana formal anak, dan hukum pelaksanaan pidana anak. Hal ini dikarenakan aktivitas dalam penegakan hukum pidana anak ini lebih menekankan pada kepentingan perlindungan anak dan tujuan kesejahteraan anak.

3. Pengertian Narkotika

qqqqqqqNarkotika atau Narkotics berasal dari kata Narcois yang berarti

Narcose atau menidurkan yaitu zat atau obat-obatan yang membiuskan, dalam pengertian lain Narkotika adalah suatu zat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan, hal ini dikarenakan adanya zat-zat tersebut

qqqqqqq8Ibid.


(23)

bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral.9 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

qqqqqqqDalam praktek pengobatan atau dalam dunia medis, narkotika memanglah sangat diperlukan dan merupakan obat yang paling mujarab untuk penawar rasa sakit yang teramat sangat.10 Tetapi dalam kenyataannya zat atau obat-obat tersebut banyak disalahgunakan untuk dikonsumsi secara berlebihan yang dapat mengakibatkan ketergantungan bagi para pemakainya.

qqqqqqqNarkotika sendiri dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu Narkotika Golongan I merupakan narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi yang mengakibatkan ketergantungan.. Narkotika Golongan II merupakan narkotika yang berkasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Disebut sebagai pilihan terakhir untuk pengobatan karena dalam Narkotika

qqqqqqq9 M. Wresniworo et al., 1999, Masalah Narkotika, Psitropika, dan Obat-obat Berbahaya,

Jakarta, Yayasan Mitra Bintibmas, hlm.403. qqqqqqq10 M. Wresniworo et al., Ibid, hlm.413.


(24)

Golongan I tidak dapat digunakan untuk pengobatan. Narkotika Golongan III merupakan Narkotika yang berkasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.11

4. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

qqqqqqqTindak pidana narkotika dewasa ini telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan sehingga menjadi masalah Nasional maupun Internasional yang mendesak. Indonesia saat ini bukan hanya merupakan daerah transit tetapi sudah menjadi daerah pemasaran. Kasus-kasus narkotika saat ini sangat mengejutkan karena korbannya sebagian besar generasi muda yang masih sangat produktif sehingga ancaman rusaknya generasi penerus bangsa ada di depan mata.

qqqqqqqPenyelesaian tindak pidana perlu ada perbedaan antara pelaku orang dewasa dengan pelaku anak, dilihat dari kedudukannya seorang anak secara hukum belum dibebani kewajiban dibandingkan orang dewasa. Selama seseorang masih disebut anak, selama itu pula dirinya tidak dituntut pertanggungjawaban, bila timbul masalah terhadap anak diusahakan bagaimana haknya dilindungi oleh hukum. Anak yang diduga keras telah melakukan tindak pidana diproses melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dimana Undang-undang ini telah menggantikan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

qqqqqqq11 Trisno Raharjo, 2002, Narkoba Ancaman Masa Depan Panduan Pencegahan dan Penanggulangannya, Yogyakarta, LPM Press, hal.5-13.


(25)

Anak. Peradilan anak ditangani oleh penyidik khusus menangani perkara anak, jaksa yang juga khusus menangani perkara anak, dan hakim khusus menangani perkara anak, dan peran aktif dari penegak hukum ini sangat diperlukan sekali dalam menyelesaikan perkara anak agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak.12

qqqqqqqDalam penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, ada beberapa sanksi yang diterapkan. Di Indonesia sendiri penerapan sanksi pidana telah diatur dalam KUHP untuk tindak pidana yang bersifat umum, sedangkan untuk tindak pidana yang bersifat khusus telah diatur dalam suatu Undang-undang yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut.

qqqqqqqPenerapan sanksi atau hukuman pidana terhadap seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana, menurut ketentuan Pasal 10 KUHP, hukuman itu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok teridi dari : pidana mati, pidana penjara yang dapat berupa pidana seumur hidup atau pidana sementara waktu, pidana kurungan dan denda. Sementara pidana tambahan terdiri dari : pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Kemudian secara khusus dalam sistem pemidanaan anak telah diatur menggunakan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana dalam pasal 71 dijelaskan bahwa terdapat pidana pokok bagi anak yang terdiri dari : pidana peringatan, pidana dengan syarat, pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, dan penjara.


(26)

Sedangkan pidana tambahan terdiri dari : perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau pemenuhan kewajiban adat.

qqqqqqqSetiap penyalah guna dalam Pasal 127 Undang-undang Narkotika telah dijelaskan apabila menyalahgunakan Narkotika Golongan I maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, apabila menyalahgunakan Narkotika Golongan II maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun, dan apabila menyalahgunakan Narkotika Golongan III maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

E. Metode Penelitian

Qqqqqq Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Oleh karena itu akan diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melaksanakan penelitian normatif, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan mencari sumber-sumber data yang sesuai


(27)

dengan permasalahan yang akan di teliti, kemudian mengolah dan menganalisis untuk menjawab permasalahan tersebut.

2. Sumber Data

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua, yaitu melalui bahan-bahan hukum yang terdiri dari :

1) Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. d) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

e) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

f) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA RI) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Proses Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

g) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun.

2) Bahan hukum sekunder, merupakan penjelasan dari bahan hukum primer, dimana masing-masing bahan hukum tersebut di ambil sesuai dengan pokok pembahasan penulis, terdiri dari :


(28)

b) Hasil penelitian. c) Artikel-artikel. d) Jurnal hukum.

3) Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang menjelelaskan dan memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus hukum ataupun kamus besar bahasa Indonesia.

3. Narasumber

a. Supandriyo, S.H., M.H. (Hakim di Pengadilan Negeri Bantul)

b. Sapto, S.H. (Pengacara di Yayasan Lembaga Perlindungan Anak DIY)

4. Metode Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka, merupakan proses pengumpulan data dengan cara mempelajari berbagai sumber data yang berkaitan dengan isi pembahasan yang ditulis.

b. Interview atau Wawancara, merupakan proses tanya jawab yang dilakukan secara lisan, dimana dua orang atau lebih berhadapan secara langsung guna mendapatkan suatu informasi tertentu.

5. Analisis Data

Analisis data yang diperoleh dari penelitian ini akan dilaksanakan secara deskriptif kualitatif yaitu mengelompokkan data serta menyeleksi data tersebut dari penelitian yang dilakukan dengan berpedoman pada permasalahan yang akan diteliti, kemudian hasil tersebut disusun secara sistematis dan merupakan data yang kongkrit.


(29)

F. Sistematika Penulisan Skripsi

BAB I Dalam bab pendahuluan ini memaparkan tentang dasar dari pemilihan judul yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II Bab ini menjelaskan tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang meliputi pengertian narkotika, pengertian tindak pidana narkotika, kategori tindak pidana dan sanksi pidana narkotika, sebab terjadinya penyalahgunaan narkotika serta dampak yang ditimbulkan, dan narkotika menurut hukum islam.

BAB III Bab ini menjelaskan tentang penerapan sanksi pidana terhadap anak yang meliputi pengertian sanksi pidana, sanksi pidana terhadap anak, pengertian anak dan tindak pidana anak, perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana, serta penerapan diversi terhadap anak pelaku tindak pidana.

BAB IV Bab ini memaparkan tentang hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri Bantul dan Yayasan Lembaga Perlindungan Anak DIY yang menjelaskan tentang pertimbangan hakim dalam menetapkan sanksi pidana penjara terhadap anak dalam perkara penyalahgunaan narkotika dan sub bab yang kedua menjelaskan tentang diversi dalam penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak.


(30)

BAB V Bab ini berisi tentang kesimpulan permasalahan yang telah penulis teliti serta saran dari penulis.


(31)

BAB II

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

A. Pengertian Narkotika

qqqqqqqNarkotika atau Narkotic berasal dari kata Narcois yang berarti Narkose atau menidurkan yaitu zat atau obat-obatan yang membiuskan. Dalam pengertian lain Narkotika adalah zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral.13 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam beberapa golongan.

qqqqqqqPengertian narkotika secara umum adalah zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan, atau penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan saraf pusat.14 Narkotika menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah sejenis zat yang bila dipergunakan (dimasukkan dalam tubuh) akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai, pengaruh tersebut

qqqqqqq13 M. Wresniworo et al., 1999, Masalah Narkotika, Psitropika, dan Obat-obat Berbahaya,

Jakarta, Yayasan Mitra Bintibmas, hlm.403.

qqqqqqq 14 Satgas Luhpen Narkoba Mabes POLRI, 2001, Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya Narkoba, Psikologis, Medis, Religius, Jakarta, Dit. Binmas POLRI,.hlm.3.


(32)

berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan-khayalan (halusinasi).15

qqqqqqqNarkoba merupakan zat psikoaktif, yaitu zat yang mempengaruhi aktifitas mental dan perilaku adapun zat psikoaktif lainnya adalah alcohol, tembakau dan pelarut yang menguap. Disamping zat psikoaktif Narkotika dan Psikotropika juga dapat dikatagorikan sebagai zat adiktif, yaitu zat yang dapat menimbulkan sindrom ketergantungan.16 Pengertian narkoba oleh kementerian kesehatan diartikan sebagai NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif), sedangkan menurut beberapa ahli pengertian Narkoba sangatlah bermacam-macam, akan tetapi pengertian tersebut menyatakan bahwasannya Narkoba merupakan suatu zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia apabila di konsumsi secara berlebihan dan terus-menerus.

qqqqqqqDari pengertian diatas hal yang sama dengan narkotika dan psikotropika adalah bentuknya sama-sama berupa zat atau obat alamiah atau sintetis. Perbedaannya pada narkotika ada yang berasal dari tanaman, sedang dalam pengertian narkotika dan psikotropika tidak disebutkan demikian. Narkotika dan psikotropika pengaruhnya tertuju pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas terhadap aktifitas mental dan perilaku. Sedang pada narkotika dalam pengertiannya tidak menguraikan pengaruh seperti itu, tetapi langsung memberikan hubungan kausalitas, bahwa narkotika dapat menurunkan kesadaran,

qqqqqqq15 Soedjono Dirdjosisworo, 1990, Hukum tentang Narkotika di Indonesia, Bandung, Karya Nusantara, hlm.9.

qqqqqqq16 Trisno Raharjo, 2002, Narkoba Ancaman Masa Depan Panduan Pencegahan dan Penanggulangannya, Yogyakarta, LPM Press, hlm.2.


(33)

hilangnya rasa nyeri. Baik narkotika maupun psikotropika sama-sama menimbulkan akibat pada ketergantungan.17

qqqqqqqNarkotika sendiri dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain : pertama adalah Narkotika Alami yaitu zat dan obat yang langsung bisa dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu beresiko (golongan I). Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka. Kedua adalah Narkotika Sintetis / Semi Sintesis yaitu dalam narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit / analgesik (golongan II). Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Dan ketiga adalah

Narkotika Semi Sintesis / Semi Sintetis yaitu zat / obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya (golongan III). Contohnya yaitu seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.18

B. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

qqqqqqqTindak pidana secara umum mempunyai dua sifat yaitu sifat formil dan sifat materiil, sifat formil dalam tindak pidana dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-undang adalah melakukan perbuatan (dengan selesainya tindak pidana itu, tindak pidana terlaksana), kemudian dalam sifat materiil, dalam

qqqqqqq17 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm 153. qqqqqqq18

http://www.organisasi.org/1970/01/arti-definisi-pengertian-narkotika-dan-golongan-jenis-bahan-narkotik-pengetahuan-narkotika-dan-psikotropika-dasar.html, diunduh pada hari Senin, 19 Oktober 2015, 13:21 WIB.


(34)

jenis tindak pidana yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah timbulnya suatu akibat (dengan timbulnya akibat, maka tindak pidana terlaksana). Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian mengenai tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu Hukum Perdata, Hukum Ketatanegaraan, dan Hukum Tata Usaha Pemerintah, yang oleh pembentuk Undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana, maka sifat-sifat yang ada dalam suatu tindak pidana adalah sifat melanggar hukum, karena tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum.19

Istilah Tindak Pidana adalah dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah Belanda “Strafbaar Feit” atau “Delik”. Menurut K. Wantjik Saleh, ada enam istilah yang tercipta dalam bahasa Indonesia untuk menterjemahkan istilah “strafbaar feit” ataudelikini; yaitu :20

1. Perbuatan yang boleh dihukum

2. Peristiwa pidana

3. Pelanggaran pidana

4. Perbuatan pidana

5. Tindak pidana

Perumusan “Strafbaar feit“ menurut Simons adalah: “Een strafbaar feit

adalah suatu hendeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Kemudian

qqqqqqq19 Wirjono ProdjodikorodalamProdjodikoro, Wirjono, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, hlm.1.

qqqqqqq20Saleh, Wantjik K, 1996, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta, Paramestika, hlm.15.


(35)

beliau membagikannya ke dalam dua golongan unsur yaitu Unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu. Unsur subjektif yang berupa kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari petindak dan atau strafbaar feit adalah perbuatan manusia yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, mempunyai sifat melawan hukum, yang dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipersalahkan.21

Tindak pidana yang berhubungan dengan Narkotika termasuk tindak pidana khusus, dimana ketentuan yang dipakai termasuk diantaranya hukum acaranya menggunakan ketentuan khusus. Disebut dengan tindak pidana khusus, karena tindak pidana narkotika tidak menggunakan KUHP sebagai dasar pengaturan, akan tetapi menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dimana UU khusus sebagai lex specialis derogat legi generalis

atau asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

Pengertian tindak pidana menurut istilah adalah terjemahan paling umum untuk istilah "strafbaar feit" dalam bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Sedangkan menurut beberapa ahli, yang dimaksud dengan tindak pidana antara lain Menurut Pompe22, pengertian tindak pidana adalah Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum. Menurt Van

qqqqqqq21 S.R Sianturi, 1996, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, Cet. 4, Jakarta, Percetakan BPK Gunung Mulia, hlm. 203.


(36)

Hamel23, pengertian tindak pidana ialah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain. Menurut Simons24, pengertian tindak pidana merupakan tindakan melanggar hukum pidana yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Menurut

E.Utrecht25, pengertian tindak pidana dengan isilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen

positif) atau suatu melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Sementara itu, Moeljatno26

meyatakan bahwa pengertian tindak pidana berarti perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap siapa saja yg melanggar larangan tersebut. Perbuatan tersebut harus juga dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.27

qqqqqqqPengertian tindak pidana narkotika yaitu merupaka hal yang berkaitan dan menyangkut pembuat, pengedar, dan pengguna atau penyalahguna narkotika yang bertentangan dengan peraturan undangan. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain : Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 atas perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dimana Undang-undang ini dapat dipakai

qqqqqqq23 Van Hamel dalam Ibid., hlm. 204. qqqqqqq24 Simons dalam Ibid.

qqqqqqq25 E.Utrecht dalam Ibid. qqqqqqq26 Moeljatno dalam Ibid. qqqqqqq27Ibid.


(37)

untuk pelaku, pengimpor atau para penyelundup narkotika mengingat barang-barang haram tersebut banyak di datangkan dari luar negeri.28

qqqqqqqDalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan, narkotika merupakan salah satu bahan yang sangat sering digunakan dan dibutuhkan. UU Kesehatan juga telah diatur mengenai ketentuan yang menyangkut pembuat dan pengedar narkotika dan obat-obatan lainnya yang bertentangan dengan hukum positif yang berlaku. Ketentuan yang mengatur tentang pembuatan dan pengedaran narkotika yang diatur dalam UU Kesehatan terdapat pada Pasal 80 ayat (4 b) yang menyatakan bahwa ancaman pidana maksimum adalah 15 tahun dengan denda paling banyak 300 juta rupiah, bagi barang siapa yang memproduksi dan atau mengedarkan persediaan farmasi atau obat yang tidak memenuhi syarat farmakofe Indonesia dan atau standar lainnya. Kemudian dalam pada Pasal 81 juga terdapat ancaman pidana penjara maksimum 7 tahun dan atau denda paling banyak 140 juta rupiah bagi yang mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar.

qqqqqqqUndang-undang Kepabeanan juga telah mengatur export import narkotika yang bertentangan dengan hukum. Undang-undang ini juga sering dipakai untuk pelaku eksport import yang melakukan penyelundupan narkotika, mengingat barang-barang tersebut seringkali disalahgunakan. Peraturan tersebut terdapat di dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 telah diatur sanksi pidana penyelundupan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal 102 A, dan Pasal 102 B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, khususnya tindak pidana

qqqqqqq28 Nyoman Serikat Putra Jaya, 2001, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hlm.115.


(38)

penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan tindak pidana penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan tindak pidana penyelundupan yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

qqqqqqqTindak pidana memiliki sifat melarang atau mengharuskan suatu perbuatan tertentu diancam dengan pidana kepada barang siapa melakukannya, tindak pidana tersebut ditujukan kepada :29

a. Bagi barang siapa yang memperkosa kepentingan hukum atau menusuk suatu kepentingan hukum (krenkingsdelicten), seperti pembunuhan, pencurian, dan sebagainya.

b. Membahayakan suatu kepentingan hukum (gevaarzettingsdelicten) yang dibedakan menjadi :

1) Concrete gevaarzettingsdelicten, seperti misalnya kejahatan membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang.


(39)

2) Abstracte gevaarzettingsdelicten, seperti dalam penghasutan, sumpah palsu, dan sebagainya.

qqqqqqqMenurut Vos yang dapat menjadi subyek tindak pidana pada umumnya adalah manusia, alasannya adalah :30

a. Terdapat rumusan yang dimulai dengan “hij die…” (barang siapa) di dalam Undang-undang pada umumnya yang berarti tidak lain adalah manusia.

b. Jenis-jenis pidana pokok hanya dapat dijalankan tidak lain oleh manusia. c. Di dalam hukum pidana berlaku asas kesalahan bagi seorang manusia pribadi.

qqqqqqqBerdasarkan perkembangan dalam Undang-undang hukum pidana yang baru, subyek tindak pidana tidak hanya manusia saja, melainkan korporasi sebagai badan hukum juga dapat dijadikan sebagai subyek hukum. Jadi yang dimaksud dengan subyek tindak pidana adalah orang dan atau badan hukum.31

C. Kategori Tindak Pidana dan Sanksi Pidana

qqqqqqqDi dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat 4 (empat) kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh Undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni :

1. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika dan prekursor narkotika;

2. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekursor narkotika;

qqqqqqq30 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang, FH UNDIP, hlm.93.

qqqqqqq31 Barda Nawawi Arif, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm.223-224.


(40)

3. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika;

4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika.

Tabel 1 32

Perumusan Pidana dan Jenis Pidana dalam

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Perbuatan Melwan Hukum Kategori I Kategori II Kategori III Kategori

IV Sanksi

Narkotika Gol. I Narkotika Gol. II Narkotika Gol. III 4-12 thn 5-20 thn 4-12 thn 5-20 thn 5-15 thn 5-20 thn 5-15 thn 5-20 thn Penjara x 3-10 thn 5-15 thn 4-12 thn 5-20 thn 4-12 thn 5-15 thn Penjara

x 2-7 thn

5-20 thn 3-10 thn 5-15 thn 3-10 thn 5-15 thn Penjara Narkotika Gol. I Berat lebih 1 kg/lebih 5 batang pohon Berat melebihi 5 gram Mengaki batkan orang lain mati/caca t Mengaki batkan orang lain mati/caca t Penjara Seumur Hidup/Mati

qqqqqqq32 Siswanto S. , 2012, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun 2009), Jakarta, PT. Rineka Cipta, hlm. 259


(41)

Narkotika Gol. II

Narkotika Gol. III

permanen permanen

x x

Berat melebihi 5 gram x Penjara Seumur Hidup/Mati

x x x x

Penjara Seumur Hidup/Mati Narkotika Gol. I Narkotika Gol. II Narkotika Gol. III Denda 800 Jt-8M Denda 800 Jt-8M denda max + 1/3 Denda 1 M-10 M denda max + 1/3 Denda 1 M-10 M denda max + 1/3 Denda x Denda 600 Jt-5M denda max + 1/3 Denda 800 Jt-8M denda max + 1/3 Denda 800

Jt-6M Denda

x Denda 400 Jt-3M denda max + 1/3 Denda 600 Jt-5M denda max + 1/3 Denda 600 Jt-5M denda max + 1/3 Denda Keterangan :

Jenis-jenis Perbuatan tanpa hak dan melawan hukum yang diatur dalam tindak pidana narkotika, dibedakan dalam 4 (empat) kategori :


(42)

Kategori I : menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan;

Kategori II : memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan;

Kategori III : menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan;

Kategori IV : menggunakan, memberikan untuk digunakan orang lain.

qqqqqqqBerdasarkan Tabel 1 diatas, menggambarkan bahwa perumusan pidana atau perbuatan tanpa hak dan melawan hukum yang berkaitan dengan penggolongan narkotika baik itu golongan I, golongan II, maupun golongan III memiliki kategori pemidanaan yang berbeda. Sistem pemidanaan penjara untuk narkotika golongan I, golongan II, maupun golongan III paling minimal 2 (dua) tahun dan paling maksimal 20 (dua puluh) tahun. Dalam pengenaan pidana seumur hidup atau pidana mati yang diterapkan kepada pelanggaran narkotika golongan I, golongan II, maupun golongan III, ditentukan dengan syarat-syarat tertentu.

qqqqqqqPengenaan pidana denda diberlakukan bagi semua golongan narkotika, dengan denda minimal 400 juta rupiah dan maksimal 8 (delapan) miliar rupiah. Untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap narkotika dengan unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari tiap-tiap pasal yang dilanggar ditambah dengan 1/3 (satu pertiga). Penerapan pidana penjara dan pidana denda menurut undang-undang ini bersifat kumulatif, dimana pelaku tindak pidana penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkotika tidak ada pilihan alternatif dalam penetapan pidana


(43)

penjara atau pidana denda. Hal ini merupakan perkembangan baru dalam stelsel pemidanaan ini.

D. Sebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika Serta Dampak yang Ditimbulkan

qqqqqqqDalam penyalahgunaan narkotika yang sering dilakukan pasti terdapat faktor pemicu untuk menggunakan atau menyalagunakan narkotika. Pemicu terjadinya penyalahgunaan narkotika dapat disebabkan antara lain oleh :33

1. Kondisi keluarga yang tidak harmonis.

qqqqqqqKondisi keluarga yang tidak harmonis dapat menyebabkan anggota keluarga khususnya yang masih remaja dapat terjerumus pada pergaulan yang tidak baik karena depresi di dalam jiwanya, sehingga melakukan pengenalan pada narkoba. Hal ini merupakan bentuk pelarian diri terhadap permasalahan yang dihadapi.

2. Salah satu anggota keluarga yang berada dalam satu rumah telah kecanduan minuman alcohol atau pemakai obat secara berlebihan.

qqqqqqqAdanya anggota keluarga yang berada dalam satu rumah dan telah memiliki kebiasaan dalam penggunaan narkoba, maka dapat dipastikan ada anggota keluarga lain yang ikut terjerumus. Hal tersebut bias dikarenakan diajari ataupun mencoba meniru kebiasaan yang sering mereka lihat dalam keseharian.

qqqqqqq33Ibid, hlm.42-43.


(44)

3. Berkawan dengan orang yang tergolong peminum berat atau pemakai obat secara berlebihan.

qqqqqqqTeman merupakan unsur utama penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika. Untuk itu dalam memilih teman haruslah dengan teliti, apakah teman tersebut merupakan pemakai obat secara berlebih atau tidak. Apabila kita berteman dengan orang pemakai obat pasti nantinya kita juga akan terjerumus dan mengikutinya.

4. Sudah mulai merokok pada usia yang lebih dini daripada perokok-perokok lainnya.

qqqqqqqPerokok muda, dengan mudah dapat terjerat dalam penyalahgunaan narkotika, karena tanpa disadari telah ditawari rokok yang mengandung narkoba dan pada akhirnya menjadi pecandu.

5. Kehidupan keluarga atau dirinya kurang religious.

qqqqqqqKehidupan yang religious diharapkan menjadi benteng yang kokoh untuk menghindari perilaku yang tercela, dengan demikian anggota keluarga akan mengatakan tidak untuk narkoba.

qqqqqqqMenurut Shalih bin Ghanim As-Sadlan terdapat 10 (sepuluh) faktor pendorong penyalahgunaan narkotika, antara lain :34

a. Tekanan ekonomi dan mata pencaharian. b. Pelampiasan harta yang berlebih-lebihan.

c. Kegemaran untuk mencoba-coba sesuatu yang baru.

d. Ingin menjadi pusat perhatian teman dan meniru tokoh idola.

qqqqqqq34 Shalih bin Ghanim As-Sadlan, 2000, Bahaya Narkoba Mengancam Umat, Jakarta, Darul Haq dalam Op Cit Trisno Raharjo, 2002, hlm. 44-45.


(45)

e. Untuk mengisi kekosongan waktu dan berteman dengan anak nakal. f. Untuk menyembukan penyakit tanpa petunjuk ahli medis.

g. Untuk meningkatkan kreatifitas kerja atau menambah tahan begadang semalaman.

h. Presepsi keliru bahwa obat-obatan terlarang dapat merangsang birahi. i. Presepsi keliru bahwa obat-obatan terlarang hukumnya tidak haram. j. Faktor utama, yaitu lemahnya pembinaan agama.

qqqqqqqMasalah penyalahgunaan narkotika tidak hanya merupakan masalah gawat yang dihadapi oleh bangsa Indonesia sendiri, tetapi juga dunia Internasional telah melakukan upaya-upaya dalam penanggulangannya. Salah satu hal yang tidak boleh kita lupakan yaitu bahwa narkotika merupakan suatu “racun” yang dapat mempengaruhi organ-organ tubuh dan apabila terlalu berlebihan akan mengakibatkan kematian.35

qqqqqqqSeseorang yang telah menyalahgunakan narkotika maka tidak dapat hidup secara normal. Ia akan bertingkah laku aneh dan menciptakan ketergantungan fisik dan psikologis pada tingkat-tingkat yang berbeda. Ketergantungan atau kecanduan narkotika tersebut berarti tidak dapat hidup tanpa adanya narkotika. Oleh karena itu jangan sekali-kali mencoba menggunakan narkotika, karena sekali mencoba pasti akan mengakibatkan ketergantungan terhadap narkotika tersebut. Ungkapan “mencegah lebih baik dari pada

qqqqqqq35 Drs. Soekarno, 1972, Perang Total Melawan Narkotika II, Surabaya, Yayasan Generasi Muda, hlm. 35.


(46)

mengobati”. Narkotika yang sering disalahgunakan antara lain : heroin, cannabis/ganja, ectasy/ice, dan amphetamine.36

qqqqqqqPenyalahgunaan narkotika memiliki dampak yang multi dimensi, yaitu baik terhadap kondisi fisik, mental, dan social dari pengguna itu sendiri. Dampak penyalahgunaan narkotika tersebut dapat dijabrkan sebagai berikut :37

1. Terhadap Kondisi Fisik

a. Akibat zat itu sendiri : gangguan impotensi, konstipasi kronis, perforasi sekat hidung, kanker usus, artimia jantung, gangguan fungsi ginjal, lever, dan pendarahan pada otak.

b. Akibat bahan campuran/pelarut : infeksi, imboli.

c. Akibat alat yang tidak steril : pelbagi infeksi, berjangkitnya hepatitis atau AIDS.

d. Akibat tidak langsung : gangguan malnutrisi, aborbsi, kerusakan gigi, penyakit kelamin, gejala stroke.

2. Terhadap Mental, Emosional, dan Perilaku a. Timbulnya perilaku yang tidak wajar. b. Munculnya sindrom amotivasional.

c. Timbulnya perasaan depresi dan ingin bunuh diri. d. Gangguan persepsi dan daya pikir.

3. Terhadap Kehidupan Sosial

qqqqqqq36 H. M. Ra’uf et al, 2002, Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja dan Kamtibmas, Jakarta, BP.Dharma Bhakti, hlm. 8.


(47)

a. Gangguan terhadap prestasi sekolah/kuliah/kerja.

b. Gangguan terhadap hubungan dengan teman/suami/istri/keluarga.

c. Gangguan terhadap perilaku yang normal, munculnya keinginan untuk mencuri/bercerai/melukai orang.

d. Gangguan terhadap keinginan yang lebih besar lagi dalam menggunakan narkotika.

E. Narkotika Menurut Hukum Islam

qqqqqqqDalam syari’at islam, memerangi dan mengharamkan segala hal yang memabukkan dan segala bentuk narkoba dengan berbagai macam dan jenisnya yang beragam. Karena barang-barang tersebut mengandung bahaya yang nyata bagi manusia yang meliputi kesehatan, akal, kehormatan, reputasi, prestis, dan nama baiknya.

qqqqqqqRasulullah saw bersabda, “laa dharara wa laa dhirar.” Maksud hadist ini

adalah, tidak boleh menimbulkan kemudharatan dan bahaya terhadap diri sendiri atau orang lain. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh membahayakan dirinya sendiri atau orang lain tanpa alasan yang benar dan tanpa adanya tindak kejahatan sebelumnya. Oleh karena itu, tidak boleh membalas kemudharatan dengan kemudharatan yang lain, karena apabila ada seorang mencaci-maki, maka janganlah membalasnya dengan cacaian yang serupa.

qqqqqqqMabuk dan zina adalah dua perkara yang dilarang karena bahaya dan kejelekannya, begitu juga dengan narkoba dan obat-obatan terlarang yang sangat


(48)

berbahaya bagi akal pikiran, merusak jiwa, hati nurani, dan perasaan. Dampak bahaya dari mengonsumsi minuman keras, narkoba, dan obat-onatan terlarang adalah sangat luas dan multidimensial, tidak hanya membahayakan bagi pemakainya saja, akan tetapi juga bagi keluarga, anak-anak, masyarakat dan umat. Adapun bahaya bagi si pemakai sendiri adalah efek buruk bagi tubuh dan akal sekaligus. Karena minuman keras dan obat-obatan terlarang memiliki kekuatan merusak yang sangat dahsyat terhadap kesehatan, syaraf, akal, pikiran, berbagai organ pencernaan dan sebagainya berupa berbagai bahaya yang sangat dahsyat bagi tubuh secara keseluruhan. Tidak hanya itu saja, dampak bahaya minuman keras dan obat-obatan terlarang juga menyerang reputasi, nama baik, kedudukan dan kehormatan seseorang.

qqqqqqqDisamping dampak buruk itu, kondisi mabuk dan kecanduan obat terlarang sangat berpotensi mendorong pelakunya melakukan berbagai tindak kriminal terhadap jiwa, harta, dan kehormatan. Bahkan dampak bahaya narkoba lebih berat dari dampak bahaya minuman keras, karena narkoba dan obat obatan terlarang merusak nilai-nilai moral.

qqqqqqqPara ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama

halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk


(49)

dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204). Berikut adalah dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba :38

Pertama: Allah Ta’ala berfirman,

ثئابخلا م ي ع رحي ابيّطلا م ل ّلحي

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157). Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobits adalah yang memberikan efek negatif.

Kedua: Allah Ta’ala berfirman,

ك ّتلا ىلإ مكيديأب اوق ت َ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).

اً يحر مكب اك ّّ ّ إ مكسفنأ او تقت َ

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).

qqqqqqqDua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri atau membinasakan diri sendiri. Narkoba sudah pasti merusak badan dan akal

qqqqqqq38 https://muslim.or.id/9077-narkoba-dalam-pandangan-islam.html di unduh pada hari Selasa, 22 Maret 2016, pukul 16:00 WIB.


(50)

seseorang, sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram.

Ketiga: Dari Ummu Salamah, ia berkata,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan

Ahmad 6: 309. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if). Jika khomr

itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba.

Keempat: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap ditangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya

(HR Bukhari no. 5778 dan Muslim no. 109).

qqqqqqqHadits ini menunjukkan akan ancaman yang amat keras bagi orang yang menyebabkan dirinya sendiri binasa. Mengkonsumsi narkoba tentu menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada kebinasaan karena narkoba hampir sama halnya dengan racun. Sehingga hadits ini pun bisa menjadi dalil haramnya narkoba.


(51)

BAB III

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK

A. Pengertian Sanksi Pidana

qqqqqqqSanksi pidana merupakan suatu penerapan hukuman yang di jatuhkan kepada para pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatan melawan hukum, dimana perbuatan tersebut dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan telah diatur dalam suatu undang-undang tertentu. Di Indonesia sendiri penerapan sanksi pidana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk tindak pidana yang bersifat umum, sedangkan untuk tindak pidana yang bersifat khusus telah diatur dalam suatu undang-undang yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut.

qqqqqqqDalam penerapan sanksi atau hukuman pidana terhadap seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana, menurut ketentuan Pasal 10 KUHP, hukuman itu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok teridi dari : pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan denda. Sementara pidana tambahan terdiri dari : pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

qqqqqqqSecara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam dua kelompok teori, yaitu teori absolut atau teori pembalasan


(52)

(retributive/vergelding theorieen) dan teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen), yang dapat dijelaskan sebagai berikut :39

a. Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergelding theorieen)

Teori absolut, menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-semata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatumest).

b. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen)

Oleh karena teori pembalasan kurang memuaskan, maka timbul teori relative. Teori ini bertitik tolak pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib dalam masyarakat.

qqqqqqqMengenai teori-teori tentang tujuan pemidanaan ini dikenal juga teori treatment (teori pembinaan/perawatan). Treatment sebagai tujuan pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif yang berpendapat bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan pada perbuatannya. Namun pemidanaan dimaksudkan oleh aliran ini untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Aliran ini beralaskan paham determinisme yang menyatakan bahwa seseorang melakukan kejahatan bukan berdasarkan kehendaknya karena manusia tidak mempunyai kehendak bebas dan dibatasi oleh berbagai faktor, baik watak pribadinya, faktor biologis, maupun faktor lingkungan.40

qqqqqqq39 Dwidja Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, hlm. 24.


(53)

qqqqqqqPemidanaan seyogyanya memperhatikan tujuan pemidanaan yang bersumber dari filsafat pemidanaan, yang dijelaskan lebih detail di dalam berbagai teori tujuan pemidanaan. Pidana yang dijatuhkan idealnya harus sesuai dengan tujuan pemidanaan, sehingga dampak positif yang diharapkan dari pemidanaan itu dapat tercapai.41

B. Sanksi Pidana Terhadap Anak

qqqqqqqPada pengadilan anak berbeda dengan pengadilan biasa, dalam pengadilan anak sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa dalam pengadilan anak saat ini berpedoman dengan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

qqqqqqqSesuai dengan asas lex specialis derogat legi generale, maka dengan berlakunya Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, hal-hal yang mengatur tentang peradilan pidana anak telah diatur di dalam Undang-undang tersebut. Oleh karena itu hal-hal yang mengatur tentang sistem peradilan pidana anak di luar Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak secara otomatis tidak berlaku lagi, kecuali hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut.

qqqqqqqBerdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), bentuk sanksi yang dijatuhkan kepada seorang anak berbeda dengan sanksi yang dijatuhkan kepada orang dewasa. Dalam Pasal 47 ayat (1) KUHP menjelaskan


(54)

bahwa Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada anak, maka maksimum pidana pokok terhadap perbuatan pidanaya dikurangi sepertiga, sedangkan dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, terhadap anak nakal dapat dijatuhkan sanksi berupa pidana maupun tindakan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 71 dan Pasal 82 UU SPPA yaitu:

a. Pidana (Pasal 71 UU SPPA)

(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas : a) Pidana peringatan

b) Pidana dengan syarat :

1) Pembinaan diluar lembaga 2) Pelayanan masyarakat, atau 3) Pengawasan.

c) Pelatihan kerja

d) Pembinaan dalam lembaga, dan e) Penjara.

(2) Pidana tambahan terdiri atas :

a) Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau b) Pemenuhan kewajiban adat.

(3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana komulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

(4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b. Tindakan (Pasal 82 UU SPPA)

(1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi : a) Pengembalian kepada orang tua / wali

b) Penyerahan kepada seseorang c) Perawatan di rumah sakit jiwa d) Perawatan di LPKS

e) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta

f) Pencabutan surat izin mengemudi, dan/atau g) Perbaikan akibat tindak pidana.


(55)

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 tahun.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

qqqqqqqTindakan dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim. Teguran dapat dilaksanakan secara langsung oleh hakim atau tidak langsung oleh orang tua, wali, atau orang tua asuh. Tindakan tersebut berupa peringatan kepada anak untuk tidak melakukan atau mengulangi tindak pidana lagi.42

qqqqqqqDalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak menghendaki adanya penjatuhana hukuman pidana berupa pidana mati terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam pemeriksaan perkara yang melibatkan seorang anak harus mengutamakan kepentingan anak. Hal ini disebabkan anak merupakan suatu cikal bakal bangsa yang harus dijaga untuk mendapatkan perlindungan dan pembinaan dalam rangka menjamin pertumbuhan perkembangan fisik dan mentalnya. Apabila seorang anak dijatuhi hukuman pidana mati maka tidak mungkin terpidana akan mendapatkan pembinaan ke masa depan yang lebih baik dan tidak mungkin juga akan memperbaiki kesalahan terhadap apa yang dilakukan, demikian juga dengan pidana seumur hidup Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak menginginkannya.


(56)

qqqqqqqJenis sanksi yang selanjutnya adalah berupa tindakan, dimana anak nakal menurut putusan pengadilan dikembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya bukan berarti sepenuhnya dibawah pengawasan orang tuanya tersebut, akan tetapi anak yang bersangkutan tetap berada dalam pengawasan dan bimbingan dari pihak Lembaga Permasyarakatan Anak. Dalam suatu perkara anak nakal yang mana hakim telah berpendapat bahwa orang tua, wali, atau orang tua asuhnya tidak dapat memberikan pendidikan dan pembinaan yang lebih baik, maka hakim dapat menetapkan anak tersebut ditempatkan di Lembaga Permasyarakatan Anak untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Latihan kerja sendiri dimaksudkan agar anak nantinya setelah menjalani tindakan tersebut dapat berubah menjadi seseorang yang mandiri.

C. Pengertian Anak dan Tindak Pidana Anak

qqqqqqqAnak merupakan bagian adari generasi muda yang memiliki peranan sangat strategis dalam perkembangan dan kemajuan suatu Negara. Menurut

Nicholas McBala dalam buku Juvenile Justice System mengatakan anak yaitu periode di antara kelahiran dan permulaan kedewasaan. Masa ini merupakan masa perkembangan hidup, juga masa dalam keterbatasan kemampuan, termasuk keterbatasan untuk membahayakan orang lain.43

qqqqqqqMelindungi anak adalah melindungi dan membangun manusia seutuh mungkin. Hakekat dari pembangunan nasional adalah pembangunan manusia

qqqqqqq43 Nicholas M.C. Bala dan Rebecca Jaremko Bromwich, 2002, Juvenile Justice System an International Comparison of Problem and Solutions, Toronto, Eduacational Publishing Inc, hlm.4.


(57)

Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur. Apabila tidak adanya perlindungan anak maka akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang dapat mengganggu penegakan hukum, ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional. Anak adalah potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara. Hal ini menandakan bahwa perlindungan anak harus dilakukan dan ditegakan demi pembangunan nasional yang memuaskan.

qqqqqqqBeberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penerapan hukum terhadap anak memiliki pendefinisian tentang anak yang berbeda-beda. Berikut adalah pengertian tentang anak menurut beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain :

1) Dalam Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pengertian anak merupakan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

2) Dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pengertian anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana.

3) Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak mengatur tentang definisi anak, hanya menyebutkan anak yang belum cukup umur apabila terlibat dalam penyalahgunaan narkotika maka wajib di


(58)

rehabilitasi, baik itu rehabilitasi sosisl atau medis yang ditentukan oleh pemerintah.

4) Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

5) Dalam Pasal 1 ayat (26) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pengertian anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.

6) Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pengertian anak adalah seorang pria hanya di izinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita apabila telah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.

7) Dalam hukum adat pengertian anak menurut Hilman Hadikusuma bahwa seseorang dikatakan sudah dewasa apabila sudah kawin dan berumah tangga (mandiri) dan tidak lagi menjadi tanggungan orang tuanya.44

8) Sedangkan menurut hukum islam untuk menentukan orang sudah dewasa atau belum dapat dilihat dari umur dan ciri fisik. Seseorang belum dikatakan dewasa apabila belum berumur 15 (lima belas) tahun, kecuali sebelum itu telah memperlihatkan telah matang untuk bersetubuh tetapi tidak kurang dari 9 (sembilan) tahun.45

qqqqqqq44 Hilman Hadikusuma, 1982, Hukum Kekerabatan Adat, Jakarta, Fajar Agung, hlm.17. qqqqqqq45 Wiryono Projodikoro, 1983, Asas-Asas Hukum Adat, Bandung, Sumur, hlm.82.


(59)

qqqqqqqPengertian anak yang telah diterangkan di atas merupakan beberapa pengertian yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini penulis lebih terfokus kepada pengertian anak menurut Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana yang dimaksud dengan anak adalah telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.

qqqqqqqPengertian anak nakal disini merupakan terjemahan dari “Juvenile Deliquency” yang berasal dari Bahasa Inggris. Juvenile berarti anak nakal sedangkan Deliquency adalah kejahatan, jadi Juvenile Deliquency merupakan kejahatan yang pelakunya adalah anak-anak.

qqqqqqqBeberapa pendapat menegenai Juvenile Deliquency daintaranya adalah sebagai berikut :

qqqqqqqSimanjutak menjelaskan tentang pengertian Juvenile Deliquency, yaitu merupakan perbuatan atau tingkah laku perkasa terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak.46

qqqqqqqAnak nakal adalah anak yang melakukan perbuatan pidana atau perbuatan yang terlarang bagi anak. Baik terlarang menurut perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. Masalah anak melakukan perbuatan pidana dapat mudah dipahami, yaitu melanggar ketentuan dalam peraturan peraturan hukum yang ada. Misalnya melanggar pasal-pasal yang diatur dalam KUHP atau peraturan hukum pidana lainnya yang


(1)

- 1 (satu) bungkusan plastic dalam kertas koran yang didalamnya terdapat daun, ranting dan biji diduga ganja dengan berat 3,11 gram dengan diberi nomor kode laboratorium 023823/T/10/2014.

- 1 (satu) bungkus an kertas putih yang didalamnya terdapat daun, biji dan ranting yang diduga ganja dengan berat 2,91 gram diberi kode laboratorium 023824/T/10/2014.

- 1 (satu) buah rokok lintingan yang diduga rokok ganja dengan berat isi rokok 0,52 gram dengan kode laboratorium 023825/T/10/2014.

Pemeriksaan :

1. 023823/T/10/2014, metode pemeriksaan kromatografi lapis tipis (KLT), dengan hasil pemeriksaan ganja (THC) positif.

2. 023824/T/10/2014 metode pemeriksaan kromatografi lapis tipis (KLT), dengan hasil pemeriksaan ganja (THC) positif.

3. 023825/T/10/2014 metode pemeriksaan kromatografi lapis tipis (KLT), dengan hasil pemeriksaan ganja (THC) positif.

Kesimpulan :

Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium disimpulkan barang bukti Nomor BB/107/X/2014 Dires.Narkoba dengan kode laboratorium 023823/T/10/2014, 023824/T/10/2014, 023824/T/10/2014 mengandung ganja (THC) seperti terdaftar dalam golongan I no. Urut 8 UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi menurut hukum. Ad.3. Unsur bagi diri sendiri

Menimbang berdasarkan keterangan para saksi, keterangan anak yang bernama TERDAKWA ANAK, didapat fakta bahwa anak yang bernama TERDAKWA ANAK menggunakan narkotika golongan I adalah untuk dirinya sendiri, dengan cara ditawari oleh saksi BENI JULIASGAR Bin SUBKI dan saksi HABIB AHMADI Bin AEDI AHMADI (sebagai terdakwa dalam perkara terpisah), selanjutnya bertiga secara bergantian memakai atau menggunakan ganja berupa lintingan rokok tersebut sampai habis. Adapun barang bukti tersebut adalah milik saksi BENI JULIASGAR Bin SUBKI dan saksi HABIB AHMADI


(2)

Bin AEDI AHMADI (sebagai terdakwa dalam perkara terpisah) yang dibeli secara patungan sebesar Rp 500.000 ( lima ratus ribu) rupiah kepada saudara DADO (DPO) dengan cara transfer ke rekening BCA no lupa atas nama ZAINUDIN.

Menimbang bahwa anak yang bernama TERDAKWA ANAK pernah menggunakan ganja tersebut sebanyak 3 (tiga) kali bersama saksi BENI JULIASGAR Bin SUBKI dan saksi HABIB AHMADI Bin AEDI AHMADI (sebagai terdakwa dalam perkara terpisah) yaitu :

1. Pada hari Rabu tanggal 2 Oktober 2014 sekitar pukul 20.00 WIB Saudara BENI dan HABIB kekamar anak yang bernama TERDAKWA ANAK, lalu mereka menawari untuk menggunakan ganja dimana paket ganja yang membawa saksi HABIB selanjutnya paket ganja dibuat rokok ganja menggunakan kertas paper merek Raja Mas Smooth Slow Burning oleh saksi HABIB, setelah jadi disulut oleh saksi HABIB dan dihisap seperti orang merokok, selanjutnya bergantian saksi BENI dan anak yang bernama TERDAKWA ANAK sendiri terus bergantian sampai habis dua linting rokok ganja.

2. Pada hari Sabtu tanggal 25 Oktober 2014 pukul 15.00 wib saksi HABIB dan BENI masuk kekamar anak yang bernama TERDAKWA ANAK, selanjutnya mereka menawari anak yang bernama TERDAKWA ANAK untuk menggunakan ganja lagi pada saat itu saksi BENI sudah membawa dua linting rokok ganja selanjutnya disulut oleh saksi BENI dan dihisap sepertyi orang merokok secara bergantian dengan anak yang bernama TERDAKWA ANAK dan saksi HABIB hingga menghabiskan dua linting rokok ganja.

3. Pada hari Sabtu tanggal 25 Oktober 2014 sekitar pukul 23.00 wib saksi BENI dan HABIB mengajak anak yang bernama TERDAKWA ANAK menggunakan paket ganja, selanjutnya anak yang bernama TERDAKWA ANAK bersama saksi BENI dan HABIB naik kekamar atas rumah kontrakan tersebut pada saat itu saksi HABIB telah


(3)

membawa dua linting rokok ganja selanjutnya dua linting rokok ganja diserahkan kepada anak yang bernama TERDAKWA ANAK, pada saat anak yang bernama TERDAKWA ANAK menyulut lintingan rokok ganja tiba-tiba datang petugas Polda DIY dengan membawa surat perintah tugas untuk melakukan penangkapan terhadap anak yang bernama TERDAKWA ANAK dan saksi serta saksi HABIB AHMADI Bin AEDI AHMADI (sebagai terdakwa dalam perkara terpisah).

Menimbang bahwa anak yang bernama TERDAKWA ANAK benar telah mengkonsumsi/menggunakan Narkotika jenis ganja tanpa ijin dari yang berwenang ( Menteri Kesehatan RI maupun resep dari dokter) bagi dirinya sendiri

Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi menurut hukum.

Menimbang, oleh karena semua unsur – unsur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika telah terpenuhi menurut hukum maka Pengadilan berpendapat bahwa Anak telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan kualifikasi“PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I JENIS TANAMAN BAGI DIRI SENDIRI”.

Menimbang, bahwa oleh karena selama persidangan berlangsung tidak ditemukan alasan pemaaf/pembenar yang dapat menghapuskan kesalahan Anak, maka Anak harus mempertanggungjawabkan atas perbuatannya dan harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya;

Menimbang bahwa dalam penjatuhan pidana terhadap Anak,Majelis telah pula memperhatikan rekomendasi dari BAPAS sebagaimana dalam Laporan Litmas,sehingga penjatuhan pidana tersebut menurut Majelis Hakim telah sesuai dengan kesalahan yang dibuat serta menjadi pembelajaran bagi anak untuk memperbaiki kehidupanya sehingga menjadi lebih baik dalam hidup bernegara dan bermasyarakat;

Menimbang,bahwa suatu pemidanaan/hukuman yang dijatuhkan terhadap Anak merupakan alternatif terakhir dalam penjatuhan pidana dan bukan suatu


(4)

balas dendam,akan tetapi merupakan suatu pembinaan supaya kelak kemudian hari Anak tidak mengulangi perbuatannya atau dalam cakupan yang lebih luas supaya tidak melakukan perbuatan yang melanggar / bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku;

Menimbang, bahwa bertitik tolak dari pertimbangan di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa pidana yang akan dijatuhkan terhadap Anak sudah cukup tepat dan adil;

Menimbang, bahwa oleh karena penahanan yang telah dilakukan atas diri Anak telah dilakukan oleh pejabat yang berwenang serta berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku, maka cukup beralasan untuk mengurangkan masa penahanan Anak sepenuhnya dengan lamanya pidana yang dijatuhkan atas dirinya;

Menimbang, bahwa oleh karena tidak terdapat alasan untuk mengeluarkan Anak dari tahanan, maka Anak tetap berada dalam tahanan;

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan dalam perkara ini, Majelis Hakim mempertimbangkan oleh karena barang bukti tersebut dipergunakan dalam perkara lain maka status barang bukti akan ditentukan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa oleh karena Anak dinyatakan bersalah maka ia harus pula dihukum untuk membayar biaya perkara ini yang besarnya tertuang dalam amar putusan;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana atas diri Anak perlu dipertimbangkan hal – hal sebagai berikut :

Hal – hal yang memberatkan:

- Perbuatan Anak bertentangan dengan program pemerintah dalam memberarantas peredaran Narkotika terutama jenis Tanamam;

Hal – hal yang meringankan :

 Anak mengakui terus terang perbuatannya dan menyesali perbuatanya.

 Anak berjanji tidak akan mengulangi perbuatanya lagi.


(5)

 Anak masih kuliah;

Mengingat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, KUHAP serta peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan perkara ini;

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan TERDAKWA ANAK telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I JENIS TANAMAN BAGI DIRI SENDIRI” ;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Anak oleh karena itu dengan pidana penjara 4 (EMPAT ) BULAN;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Anak dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

4. Menetapkan agar Anak tetap berada dalam tahanan ;

5. Menetapkan barang bukti berupa :

- 13 (tiga belas) bungkus Paket Ganja yang dibungkus dengan kertas Koran berat masing-masing + 3,5 Gram;

- 5 (lima) bungkus paket Ganja yang dibungkus dengan kertas plastik berat masing-masing + 3,4 Gram;

- 2 (dua) buah Rokok Ganja;

- 1 (satu) bungkus Paper merk Raja Mas Smooth Sliw Burning;

Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain Terdakwa BENI JULIAGSAR Bin SUBKI dan HABIB AHMADI Bin AEDI AHMADI;

6. Membebankan kepada Anak biaya perkara sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah);


(6)

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada hari : KAMIS, tanggal 27 Nopember 2014, oleh kami : AYUN KRISTIYANTO, SH selaku Hakim Ketua, SUPANDRIYO, SH.MH dan IRA WATI, SH.M.Kn, masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan mana diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim tersebut dengan dibantu oleh HAMMAM HARIS, SH. sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri oleh SITI HIDAYATUN, S.H selaku Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Yogyakarta dihadapan Anak serta Penasihat Hukum Anak dan Petugas dari Balai Pemasyarakatan.

HAKIM – HAKIM ANGGOTA, HAKIM KETUA,

SUPANDRIYO, SH.MH AYUN KRISTIYANTO, SH

IRA WATI, SH.M.Kn,

PANITERA PENGGANTI,