Perumusan Masalah Tujuan Metodologi Penulisan Umum

kekakuan artinya kita berbicara tentang variabel E, I, dan L. Menaikkan E berarti meninggikan mutu beton, hal ini relatif jarang dilakukan jika hanya mau meningkatkan kekauan satu lantai saja. Mengurangi nilai L tinggi antar lantai juga sulit dilakukan karena tinggi lantai yang sudah ditentukan oleh arsitek biasanya tidak bisa diubah lagi. Yang paling mungkin adalah menambah momen inersia, I, yaitu dengan memperbesar ukuran kolom. Hal ini memang membutuhkan koordinasi dengan pihak arsitek. 2. Yang paling ideal adalah, kekakuan dinding bata juga sebaiknya dimasukkan ke dalam perhitungan. Akan tetapi di Indonesia khususnya, belum ada pedoman mengenai hal ini, apalagi dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Sebenarnya boleh saja kita tidak memasukkan kekauan dinding bata ke dalam perhitungan, akan tetapi hal ini berarti dalam pelaksanaannya nanti dinding bata tersebut harus “terlepas” tidak diikat dari struktur utama. Hal ini tentu sangat berbahaya karena dinding tersebut sewaktu-watu bisa rubuh dan menimpa orang yang ada di dekatnya. 3. Jika pondasinya tidak didesain untuk menahan momen, sebaiknya tidak menggunakan tumpuan jepit.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai sarana kebutuhan hidup, maka suatu bangunan dituntut dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi setiap penggunaan bangunan. Keamanan ini meliputi terhindarnya bangunan dari keruntuhan struktur, terkhususnya akibat pengaruh dari gaya gempa. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa bangunan akan runtuh bila tercapai mekanisme keruntuhan, yaitu Universitas Sumatera Utara terbentuknya sejumlah sendi-sendi plastis pada kolom. Oleh karena itu maka diperlukan desain atau dimensi kolom dengan kekakuan yang lebih besar daripada balok ataupun dari kolom yang di atasnya yang bukan lantai lunak soft story. Kolom yang digunakan merupakan baja.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembahasan masalah ini adalah untuk mendapatkan desain pada lantai yang tergolong soft story agar memiliki kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan tigkat di atas yang tidak merupakan kelompok soft story. Hal ini juga ditujukan agar tercapai keamanan dan kenyamanan pada setiap penggunaan bangunan tersebut pada daerah gempa rencana.

1.4 Batasan Masalah

Pada tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas antara lain: 1. Gedung direncanakan seperti pada gambar 1.4 dengan lantai 1 sebagai lantai lemah dengan tinggi 6 m, sedangkan lantai lain masing-masing 4 m. 2. Kolom dan balok pada gedung menggunakan profil WF berdasarkan pembebanan yang direncanakan. 3. Pengaruh dinding pengisi diperhitungkan sebagai perbandingan dengan gedung tanpa dinding pengisi pada lantai lunak. 4. Gempa rencana sesuai dengan “Peta Hazard Gempa Indonesia 2010”, SNI 2010 yang kemudian dihitung dengan Program SAP 2000.

5. Analisa gempa dilakukan dengan analisa beban dorong statik pushover.

Universitas Sumatera Utara a b Gambar 1.4 a Potongan dan b denah bangunan Sumber : Autocad 2007

1.5 Metodologi Penulisan

Adapun metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah sesuai dengan perencanaan yang terdapat pada buku-buku yang menjadi panduan utama dan juga sebagai acuan dalam mengerjakan pendimensian kolom. Selain dengan buku- buku tersebut, dalam perencanaan ini, masukan-masukan dari dosen pembimbing dan dosen yang mengajarkan matakuliah yang bersangkutan juga sangat bermanfaat. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

2.1.1 Pengertian Gempa

Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi pada permukaan tanah akibat sesuatu hal atau akibat kejadian tertentu. Gempa bumi earthquake adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan hentakan pada kerak bumi. Dari studi geologi, terbukti bahwa bebatuan pada permukaan bumi tidaklah kaku sebagaimana bentuk yang terlihat. Tanah bumi jika mendapat tegangan diluar batas elastisitasnya akan menimbulkan perpecahan rupture dan ketika ini terjadi gerakan meluncur relatif terjadi diantara sisi-sisi yang berlawanan dan menghasilkan apa yang disebut dengan geological fault. Menurut hasil penelitian para ahli menyebutkan bahwa gempa ini terjadi akibat adanya dua segmen dari kerak bumi mengalami pergerakanperpindahan antara satu segmen dengan segmen lainnya. Akibat pelepasan kedua segmen itu terbentuk bagian yang disebut fault. Gerakan pelepasan ini juga menghasilkan sejumlah energi tegangan yang kemudian energi ini dipindahkan melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh rupture point. Perpindahan inilah pada suatu lokasi site bumi disebut gempa bumi. Universitas Sumatera Utara Gelombang gempa yang merambat dari sumber gempa fokus sampai pada permukaan tanah akan melewati kondisi tanahgeologi tertentu. Media tanah yang dilewati akan berfungsi sebagai filterperedam getaran gelombang. Getaran yang mempunyai frekuensi tinggi akan mempunyai panjang gelombang yang pendek. Oleh karena itu, media tanah akan sangat efektif meredam getaran yang mempunyai frekuensi tinggi. Gambar 2.1 Gelombang gempa merambat sampai ke permukaan tanah

2.1.2 Gempa Di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat resiko terhadap gempa bumi yang cukup tinggi seperti halnya Jepang dan California, hal ini disebabkan karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara 4 empat sistem tektonik yang aktif. Yaitu tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina dan lempeng Pasifik. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Peta wilayah aktif gempa di Indonesia Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 Tataan geografi Indonesia yang berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik besar yang aktif bergerak dimana setiap pergerakan lempeng berpotensi mengakibatkan gempa bumi. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG mencatat setidaknya terjadi belasan kali gempa bumi besar di wilayah Indonesia dengan kekuatan di atas 7 SR. Beberapa yang terbesar di antaranya mengguncang Gunung Sitoli 7,2 SR, Tasikmalaya 7,3 SR, Jambi 7,9 SR, Manokwari 7,1 SR, Bengkulu 7,9 SR, dan Ternate 6,4 SR, Padang 7,6 SR , Tual, maluku 7.0 SR dan gempa besar lainnya. Pada Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI–1726-2002, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, dimana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Universitas Sumatera Utara Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun. Selain itu, SNI–1726-2002 juga telah menetapkan peta gempa di Indonesia yang kemudian disempurnakan dengan diresmikannya Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 sebagai acuan dasar perencanaaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa. Tabel 2.1. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia. Wilayah Gempa Percepatan puncak batuan dasar g Percepatan puncak muka tanah A o g Tanah keras Tanah sedang Tanah lunak Tanah khusus 1 0.03 0.04 0.05 0.08 Diperluka n evaluasi khusus di setiap lokasi 2 0.10 0.12 0.15 0.20 3 0.15 0.18 0.23 0.30 4 0.20 0.24 0.28 0.34 5 0.25 0.28 0.32 0.36 6 0.30 0.33 0.36 0.38 sumber : SNI 03-1726-2002

2.1.3 Pengaruh Gempa Terhadap Struktur

Massa bangunan merupakan faktor paling utama karena gaya tersebut melibatkan inersia. Faktor lain adalah bagaimana massa tersebut terdistribusi, kekakuan struktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada bangunan, dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri. Perilaku dan besar getaran ini sulit ditentukan karena sifatnya yang acak random walaupun kadang Universitas Sumatera Utara kala bisa untuk ditentukan. Gerakan yang terjadi berperilaku tiga dimensi. Gelombang getaran pada permukaan tanah bergerak secara vertikal maupun horizontal, sesuai dengan Hukum Newton bahwa bila suatu massa diberi percepatan akan timbul gaya inersia F sebesar massa m dikalikan dengan percepatan a. Gambar 2.3 Gaya Inersia Hukum Newton : F = = m x a V = F = m x a Ketika suatu bangunan mengalami getaran, percepatan getaran dan massa bangunan menyebabkan timbul gaya inersia tambahan yang membebani struktur bangunan secara lateral dan vertikal, gaya inersia lateral sangat banyak menyebabkan kerusakan dan keruntuhan bangunan, karena pada umumnya struktur pemikul gaya lateral lebih lemah dibandingkan dengan sistem pemikul gaya vertikal. Oleh karena itu, perlu dicapai keseimbangan yang akan mengimbangi gaya lateral tersebut yaitu F V = W Benda tegar Berat total benda Gaya geser penahan inersia a Universitas Sumatera Utara adanya gaya geser V pada struktur sedemikian. Gaya geser pada dasar yang harus dipikul oleh struktur yang kaku sempurna dapat diperoleh sebagai persentase dari berat bangunan. Pergerakan gempa menyebabkan terjadi osilasi pada struktur. Osilasi struktur dapat mempunyai periode alami yang panjang atau pendek yang disebabkan adanya mekanisme redaman pada struktur. Mekanisme redaman yang menyerap sebagian energi gempa ada di dalam semua struktur. Struktur disebut mempunyai periode alami getaran yang relatif panjang apabila mengalami osilasi gerak bolak balik dalam waktu yang relatif lama, dan sebaliknya.

2.2 Desain Struktur Baja Tahan Gempa