BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah mesokarp berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai
minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil CPO. Sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti
kelapa sawit atau palm kernel oil PKO. Minyak yang kedua ini komposisi dan warnanya hampir sama dengan minyak kelapa nyiur. Di samping minyak, buah
kelapa sawit juga menghasilkan bahan padatan berupa sabut, cangkang tempurung, dan tandan buah kosong kelapa sawit. Bahan padatan ini dapat di
manfaatkan untuk sumber energi, pupuk, makanan ternak, dan bahan untuk industri.
Keunggulan minyak sawit selain tersusun dari asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh, juga mengandung Betakarotena atau pro – vitamin A yang
sangat diperlukan dalam proses metabolisme dalam tubuh manusia dan sebagai antioksidan, dan pro – vitamin E tokoferol dan tokotrienol, selain berperan
dalam metabolisme dan untuk kesehatan.
Minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan pangan diperoleh melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Pada
umumnya CPO sebagian besar difraksionasi sehingga sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein digunakan untuk bahan pangan,
sedangkan fraksi stearin untuk keperluan nonpangan. Pangan dengan bahan baku
Universitas Sumatera Utara
olein antara lain: minyak goreng, mentega margarine, lemak untuk masak shortening, bahan pengisi aditif, dan industri makanan ringan roti dan kue –
kue dan lain – lain Mangoensoekarjo, 2003.
2.2 Sekilas Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit pertama kali di kenalkan di Indonesia oleh pemerintah koloni Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang kelapa sawit yang di bawa
dari Mauritius Afrika Timur dan Amsterdam Eropa dan di tanam di Kebun Raya Bogor Propinsi Jawa Barat. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perintis kelapa sawit di
Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang
menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai Timur Sumatera
Deli dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara – negara
Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak
diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.
Memasuki masa pendudukan jepang, perkembangan kelepa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit
Universitas Sumatera Utara
terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 dari luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000
ton pada tahun 1948 – 1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.
Pemerintah menempatkan perwira – perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga
membentuk BUMIL buruh militer yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen pada perkebunan dan
kondisi sosial politik serta keamanan dalam negri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut
posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahtraan
masyarakat, dan sebagai sektor hasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baaru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan
mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkabunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan
rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan PIR-bun. Dalam pelaksanaannya,
perkebunan dasar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat disekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi
Universitas Sumatera Utara
setelah pemerintah mengembangkan progam lanjutan yaitu PIT-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi
lahan kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar diberbagai sentra produksi, seperti
Sumatera dan Kalimantan Fauzi, Y dkk. 2002. Produksi minyak kelapa sawit masih memegang peranan penting dalam
kontribusi minyak nabati dunia. Data Oil Word Report tahun 1994 menunjukkan bahwa untuk periode 1998-2001 memiliki kontribusi sebesar 27,8 persen terhadap
minyak nabati dunia, disusul minyak kedelai sebesar 23,8 persen minyak rape greed sebesar 14,3 persen dan minyak kelapa sawit sebesar 3,4 persen. Pada
periode 2003-2007 kontribusi minyak sawit naik menjadi sebesar 30,18 persen. Setiap tahun diperkirakan produksi minyak sawit dunia meningkat rata-
rata 6,5 persen, dengan menempatkan Malaysia sebagai kontributor terbesar. Namun, selisih ini sepanjang tahun semakin mengecil, seiring dipacunya
perkebunan besar di Indonesia dengan investasi besar-besaran baik PMDN maupun PMA. Ditambah lagi dengan politik konversi hutan Indonesia untuk
penyediaan areal perkebunan besar dan pemberian kemudahan dari pemerintah kepada investor besar Hakim, A.B.1999.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Minyak Sawit