Komunikasi Lingkungan Ruang Publik Sumber Daya Air Di Indonesia

KOMUNIKASI LINGKUNGAN: RUANG PUBLIK
SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

DWI AGUS SUSILO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Komunikasi Lingkungan:
Ruang Publik Sumber Daya Air di Indonesia adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari peneliti lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 18 Agustus 2016

Dwi Agus Susilo
NIM I36211008

RINGKASAN
DWI AGUS SUSILO. Komunikasi Lingkungan: Ruang Publik Sumber Daya Air
di Indonesia. Dibimbing oleh SARWITITI SARWOPRASODJO, MUSA
HUBEIS, dan BASITA GINTING.
Keterbatasan air akibat pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi serta diperparah oleh adanya pencemaran air membuat persoalan air
menjadi masalah global. Kompetisi antara pertanian, industri, dan kota dalam
keterbatasan pasokan air telah membatasi pembangunan di banyak negara.
Kesulitan warga dalam memperoleh air telah menjadikan air sebagai barang
ekonomi agar masyarakat dapat dilakukan efisiensi pemakaian air. Akibatnya
komodifikasi air tidak terelakkan dan terjadi privatisasi pengelolaan air di banyak
negara termasuk di Indonesia. Munculnya UU Sumber Daya Alam beserta PP
Pengembangan SPAM telah membuat privatisasi di Indonesia menjadi terbuka.
Warga dan organisasi masyarakat sipil melakukan penolakan terhadap privatisasi
air sejak pembahasan RUU SDA. Penelitian ini berupaya melihat bagaimana
diskursus privatisasi SDA di Indonesia terjadi. Hasil yang didapatkan
memperlihatkan bahwa identitas para pendukung UU SDA adalah liberalis

sedangkan penolak UU SDA adalah nasionalis-pembela hak asasi manusia.
Privatisasi SDA di Indonesia tidak terlepas dari agenda privatisasi global untuk
membuat pasar air dunia yang dilakukan melalui kampanye organisasi
internasional dan bantuan asing yang memiliki syarat perubahan struktural.
Perdebatan tata kelola sumber daya air di Indonesia tahun 2002-2015
menjadi fenomena komunikasi. Kajian ruang publik dan diskursus digunakan
untuk meneropong fenomena yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Penelitian menggunakan teori kritis Habermas sebagai paradigma dan metodologi.
Pendekatan metode DHA Wodak melengkapi analisis terhadap diskursus yang
terjadi.
Analisis mikro dilakukan dengan melakukan analisis linguistik kritis dengan
fokus pada intertekstualitas, interdiskursivitas, dan metafora. Analisis tingkat
meso dilakukan dengan analisa diskursus kritis dan analisa argumentasi yang
terkiat dengan konteks tuturan. Analisis tingkat makro dilakukan dengan analisis
diakronis historis dengan metode hermeneutika kritis untuk mengetahui makna
dalam pengelolaan SDA. Metode analisis mengikuti metode discourse-historical
approach- DHA Wodak dengan alasan Habermas‟ Language-Philosophy menjadi
dasar bagi penyusunan metode DHA.
Korpus yang diteliti sebanyak 160 teks yang dipilah dalam tiga sub korpus,
yaitu berita, opini, persidangan di Mahkamah Konstitusi. Alat bantu perangkat

lunak AntConc 3.3.4w untuk analisis analisis corpus linguistic yang menghasilkan
KWIC (keyword-in-context) konkordan, penjumlahan dan penghitungan frekuensi
kemunculan.
Penelitian ini telah hasil mengungkapkan struktur kekuasaan dan ideologi
dibalik Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Air Nomor 7 Tahun 2004.
Para pendukung UU SDA memiliki ideologi liberal-kapitalis, environmentalis.
Sedangkan penolak UU SDA adalah nasionalis-pembela HAM, environmentalis.

Sistem telah menekan dunia-kehidupan yang menyebabkan menguatnya
kuasa dan pasar dalam mengatur kehidupan warga. Sumber daya air yang awalnya
milik bersama kemudian menjadi barang ekonomi yang sulit di akses dan mahal.
Ruang publik sebagai jaringan warga yang menyuarakan kepentingan publik
memainkan peran penting dalam pembuatan kebijakan publik pada negara hukum
demokratis. Diskursus tata kelola SDA dalam ruang publik memberikan
kesempatan warga sipil untuk menggunakan kekuasaan komunikatif. Diskursus
yang plural, tanpa tekanan, dan rasional dapat terjadi dan ikut mampu
mempengaruhi meski belum mampu melakukan perubahan. Diskursus ruang
publik yang diteruskan pada level peradilan melalui pengujian undang-undang di
MK memberikan harapan bagi perubahan kebijakan karena pengadilan
memberikan kesempatan untuk argumen yang terbaik untuk menang. Argumen

terbaik sebagai hasil dari diskursus dapat memberikan rasa keadilan sehingga
dapat mewujudkan keadilan sosial.
Strategi komunikasi dengan pendekatan komunikasi partisipatif
menggunakan dialog-reflektif ditawarkan oleh peneliti untuk melibatkan warga
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi lingkungan dan sumber
daya air. Melalui bantuan teknologi informasi dibangun aplikasi Forum Suara
Warga Online sehingga warga dapat berpartisipasi dengan mudah, murah, dan
fleksibel.

Kata kunci: diskursus, keadilan sosial, ruang publik, sumber daya air

SUMMARY
DWI AGUS SUSILO. Environmental Communication: Public Sphere of Water
Resources in Indonesia. Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO,
MUSA HUBEIS, and BASITA GINTING.
Limitations of water due to population growth and economic growth ans
water pollution become global problem. Competition between agriculture,
industry and cities within the limitations of water supply has constrained the
development in many countries. Difficulties in obtaining water residents have
made water as an economic good that people do efficiency of water use.

Consequently inevitable commodification and privatization of water management
occurred in many countries, including Indonesia. The advent of Natural
Resources Law and its Regulation Development SPAM has made privatization in
Indonesia to be open. Citizens and civil society organizations to the rejection of
water privatization since the discussion draft SDA. This study seeks to see how the
discourse of privatization of natural resources in Indonesia occurred. The results
obtained show that the identity of the Act SDA supporters are liberals, while
repellent Law-nationalist SDA are human rights defenders. The privatization of
natural resources in Indonesia can not be separated from global privatization
agenda to create water markets worldwide campaign carried out through
international organizations and foreign aid conditional structural changes.
The debate over the governance of water resources in Indonesia in 20022015 became a phenomenon of communication. Study of public space and the
discourse used to observe phenomena concerning lives of many people. Research
using critical theory of Habermas as a paradigm and methodology. Wodak DHA
method approach complements the analysis of the discourse that occurs.
Micro analysis done by performing a critical linguistic analysis with a focus
on intertextuality, interdiskursivitas, and metaphors. Meso-level analysis
performed by the analysis of critical discourse analysis and argumentation terkiat
the context of the speech. Macro-level analysis performed by analysis of a
historical diachronic hermeneutic methods critical to know the meaning in

natural resource management. The method of analysis followed the method of
discourse-historical approach- DHA Wodak by reason of Habermas' LanguagePhilosophy is the basis for the preparation method of DHA.
The corpus studied as many as 160 text divided into three sub-corpus, ie
news, opinion, judgment in the Constitutional Court. Software tools for analysis
AntConc 3.3.4w corpus linguistic analysis that produces KWIC (keyword-incontext) concordance, summing and counting the frequency of occurrence.
This study has revealed the results of the power structure and ideology
behind the Law on Management of Water Resources No. 7, 2004. Supporters of
the Act SDA has a liberal ideology-capitalists, environmentalists. While repellent
Act SDA is nationalist defenders, environmentalists.
The system has been pressing world-life cause the strengthening of market
power and in regulating the lives of citizens. Water resources which originally
belonged together later into economic goods that are difficult to access and
expensive.

Public space as a network of citizens who voiced public interest plays an
important role in public policy-making in a democratic legal state. The discourse
of the governance of natural resources in the public provide an opportunity for
civilian use communicative power. Plural discourse, without pressure, and
rational can occur and participate capable of affecting, although not yet able to
make changes. The discourse of public space is forwarded to the levels of the

judiciary through judicial review in the Court gives hope for change in policy
because the court provides the opportunity to best argument for winning.The
better argument as result of the discourse can provide equity soa as to realize
social justice for all memberf of society.
Communication strategies with participatory communication approaches
using reflective dialogue offered by the researchers to involve citizens in the
planning, implementation, and evaluation of environmental and water resources.
Through the help of information technology applications built Suara Warga
Online Forum so that citizens can participate easily, inexpensively and flexibly.
Keywords: discourse, public sphere, sosial justice, water resources

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KOMUNIKASI LINGKUNGAN: RUANG PUBLIK
SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

DWI AGUS SUSILO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi
Penguji pada Ujian Tertutup :


1. Dr Ir Djuara P. Lubis, MS
(Ketua Program Studi Pascasarjana
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan IPB)
2. Dr Ir Rilus A. Kinseng, MS
(dosen pada Program Studi Sosiologi Pedesaan
FEMA IPB)

Penguji pada Sidang Terbuka
:

1. Dr. Ir Soeryo Adi Wibowo, M.Si
(dosen pada Program Studi Sosiologi Pedesaan
FEMA IPB)
2. Dr. Amar Ahmad, M.Si
(Kepala Biro Humas dan Hukum Kemenpora)

PRAKATA
Studi doktoral merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang membutuhkan
ketekunan, ketelitian, dan kesabaran untuk menelusuri dan memahami pemikiranpemikiran para ahli di bidangnya. Penulisan disertasi merupakan bentuk nyata dari

proses tersebut seperti yang diprosedurkan oleh IPB. Alhamdulillah, peneliti telah
melewati semua tahapan tersebut.
Atas keberhasilan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing sekaligus promotor yang telah mengarahkan peneliti sedemikian
rupa sehingga tersusunlah disertasi ini. Kepada Dr Ir Sarwititi, MS., Prof Dr Ir
Musa Hubeis, Dipl. Ing, DEA, dan Dr Ir Basita Ginting, MA peneliti haturkan
terima kasih atas bimbingannya, transfer ilmu dan pengalamannya, serta
didikannya dalam proses pembentukan karakter seorang akademisi. Tidak lupa
diucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua
Program Studi KMP yang selalu mendorong, mendukung, dan membantu peneliti.
Juga kepada para penguji luar komisi pada ujian tertutup, Dr. Djuara dan Dr.
Rilus A. Kinseng, MS diucapkan banyak terima kasih atas masukannya. Juga
kepada Dr Suryo Adi Wibowo, MS dan Dr. Amar Ahmad, M.Si yang telah
berkenan menjadi penguji luar komisi sidang promosi doktoral.
Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Djohar Arifin
Husein, Prof Dr Amran Razak, M.Sc Dr Jana T. Anggadiredja, MS., Apt., dan
Prof Dr Ir. Marimin, M.Sc yang telah memberikan rekomendasi untuk mengikuti
program doktor di IPB. Juga kepada ibu Dra Adiati Nurdin, MA (Deputi
Pemberdayaan Pemuda Kemenpora), Bapak Dr. Sakhyan Asmara (Deputi
Pengembangan Pemuda dan Plt. Sesmenpora), Dr Eny B. Hartati (Asdep 1.5),

dan semua pejabat dan pegawai di Kementerian Pemuda dan Olahraga khususnya
di Asdep 1.5 yang telah membantu studi peneliti selama ini.
Kepada kawan-kawan seperjuangan di KMP 2011, Dr. Budi, Dr. Iman, Dr.
Firda, Dr Sri, Dr Dame, Dr Aty, mbak Nilam, dan bu Rahma, terima kasih atas
saling-dukungnya. Semoga kekompakan selama kuliah terus berlanjut di luar
kampus. Juga ucapan terima kasih kepada mbak Hetty, mbak Lia, dan mbak Desi
di sekretariat yang banyak membantu proses administrasi selama perkuliahan.
Doa dan semangat dari keluarga, khususnya dari istri, EN Ningrum dan
anak Putrizuhra telah menguatkan peneliti untuk tanpa mengeluh menyelesaikan
disertasi siang malam. Juga kepada kedua orang tua, H. Sunardi dan Hj. Siti
Djuwariyah yang selalu mendoakan tiada henti untuk kesuksesan peneliti telah
memberikan energi luar biasa juga kepada seluruh saudara-saudara di Semarang
dan Boyolali (mas Agus, Tri & Yanto, Eva & Anam, Yuni & Chamid, Wowok &
Lisa, dan Huri juga Pakde Djamal dkg) terima kasih atas dukungannya selama ini.
Semoga disertasi ini menjadi karya yang membanggakan sekaligus
membahagiakan bagi saya, seluruh keluarga, teman-teman, dan tentunya
almamater. Tak ada gading yang tak retak, begitulah karya ini, kekurangan adalah

milik peneliti sedangkan kelebihan adalah hasil bimbingan dari para
pembimbing/promotor, dosen penguji, dan masukan dari rekan-rekan peneliti.
Semoga karya ini bermanfaat.
Ciputat, 18 Agustus 2016
Dwi Agus Susilo
I362110081

DAFTAR SINGKATAN
AGSAL
AMDK
BAPPENAS
BPS
BPUPKI
BUMD
BUMN
CAS
CGIAR
CSO
DAS
FAO
FORSAL
GATS
GATT
GDP
GWP
IBRD

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

ICSID
IDA

:
:

IFC
IFI
IMF
IWRM
JR
Kemenkumham
PJL
PU
PUPR
KLH
KruHA
LoI
LSM
MIGA
MK
NATSAL
NGO
OECD

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Agricultural Structural Adjustment Loan
Air Minum Dalam Kemasan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Badan Pusat Statistik
Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Badan Usaha Milik Daerah
Badan Usaha Milik Negara
Country Assistance Strategy
Consultative Group for International Agricultural Research
Civil Society Organizations
Daerah Aliran Sungai
Food and Agricultural Organization
Forestry Structural Adjustment Loan
General Agreement on Trade in Services
General Agreement on Trade and Tariffs
Gross Domestic Product
Global Water Partnership
International Bank for Reconstruction and Development
(Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan)
International Centre for Settlement of Investment Disputes
International Development Association (Asosiasi
Pembangunan Internasional)
International Finance Corporation
International Finance Institutions
International Monetary Fund
Integrated Water Resources Management
Judicial Review
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Pembayaran Jasa Lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kementerian Lingkungan Hidup
Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air
Letter of Intent
Lembaga Swadaya Masyarakat
Multilateral Investment Guarantee Agency
Mahkamah Konstitusi
Natural Resources Structural Adjustment Loan
Non Governmental Organization
Organisation for Economic Co-operation and Development

PAD
PBB
PDAM
Permen
PJL
PP
PRSP
RUU SDA
SAL
SAP
SDA
SIWI
UICN
UN
UNEP
UU
UU Pengairan
UU SDA

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

UUD 1945
WALHI
WATSAL
WB
WCD
WTO
WUA
WWAP
WWC
WWDR
WWF
YLBHI

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Project Appraisal Document
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Perusahaan Daerah Air Minum
Peraturan Menteri
pembayaran jasa lingkungan
Peraturan Pemerintah
Poverty Reduction Strategy Paper
Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air
Structural Adjustment Loans
Structural Adjustment Programs
Sumber Daya Air
Stockholm International Water Institute
International Union for Conservation of Nature
United Nations
United Nations Environment Programme
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air
Undang-Undang Dasar 1945
Wahana Lingkungan Hidup
Water Resources Sector Adjusment Loan
Word Bank
World Commission on Dams
World Trade Organisation
Water User Association
World Water Assesment Programme
World Water Council
World Water Development Report
World Water Forum
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

DAFTAR ISI
DAFTAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian (Novelty)
TINJAUAN PUSTAKA
Paradigma Pengelolaan Sumber Daya Air
Demokrasi Deliberatif
Kolonisasi Dunia-Kehidupan
Ruang Publik antara Sistem dan Dunia-Kehidupan
Teori Diskursus
Pragmatika Universal
Logika Diskursus Teoritis (Kebenaran)
Logika Diskursus Praktis (Moralitas)
Representasi
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Pengarah
Kedudukan Penelitian
Penelitian Terdahulu
Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Paradigma Penelitian
Lokasi Penelitian
Metode Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
SEJARAH PENGATURAN SDA DI INDONESIA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Periode UU Pengairan
Periode UU SDA
Periode Paska Pembatalan UU SDA
Kritik atas Perubahan UU

iii
v
iv
iv
1
1
4
5
5
6
8
8
10
13
14
22
24
27
29
30
32
34
34
35
53
58
58
58
59
59
60
64
66
66
67
68
71
76
87
88

Implikasi Praktis dalam Komunikasi Pembangunan
Simpulan
PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DALAM DISKURSUS TATA
KELOLA SDA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Terjadinya Diskursus
Ruang Publik Warga dalam Diskursus SDA di Indonesia
Legitimasi
Kesempatan Politik dalam Memperkeras Suara Warga
Kolonisasi Dunia-Kehidupan oleh Sistem
Simpulan
DISKURSUS TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Diskursus Pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia 2002-2015
Argumentasi Penolakan Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air
Kritik Atas Pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia
Simpulan
DISKURSUS PRIVATISASI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Konteks Makro Privatisasi SDA
Konteks Meso Privatisasi SDA
Konteks Mikro Privatisasi SDA
Diskursus Privatisasi SDA di Indonesia
Kritik atas Privatisasi SDA di Indonesia
Simpulan
DISKURSUS UNTUK PENCAPAIAN KEADILAN SOSIAL
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Sistem dan Dunia Kehidupan
Persaingan antara Kolektivisme dan Liberalisme
Pencapaian Keadilan Sosial Melalui Diskursus
Simpulan
PEMBAHASAN UMUM
Diskursus Pengelolaan Sumber Daya Air
Suara Warga di Ruang Publik
Relasi Kekuasaan antara Pendukung dan Penolak UU SDA
Kekuasaan Komunikasi dan Keadilan Sosial
Strategi Komunikasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

89
89
90
90
91
93
93
95
100
101
102
107
108
108
110
111
111
117
119
120
121
121
122
124
124
130
133
134
137
139
140
140
141
142
142
143
147
150
152
152
154
156
157
159
163
163
164

Implikasi Teoritis
Implikasi Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1 Korpus Teks
Lampiran 2 Antarmuka Situs Forum Suara Warga Online
RIWAYAT HIDUP

165
166
168
176
191
194

DAFTAR TABEL
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
6.1
6.2
7.1
7.2
7.3
7.4
8.2
8.3
9.1

Jumlah Air Tawar di Bumi (di luar kutub, es lainnya, dan salju)
Perbedaan Perspektif Terhadap Air
Perbedaan Ruang Privat dan Ruang Publik
Jejaring kekuasaan di dalam ruang publik
Tiga Jenis Tindak Tutur dan Tuntutan Validitas
Perkembangan Pemikiran terkait Demokrasi Deliberatif, Ruang Publik,
dan Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengumpulan Data
Data Korpus Penelitian
Pokok Penelitian, Metode, dan Analisis Data
Periodisasi Diskursus Pengaturan SDA
Pengaturan air dalam UU sebelum lahirnya UU Pengairan
Substansi UU Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan
Substansi PP Nomor 22/1982 tentang Tata Pengaturan Air
Kronologi pembahasan RUU SDA
Substansi bahasan UU SDA
Persandingan UU No.11 Tahun 1974 dan UU No.7 Tahun 2004
Ketentuan Penguasaan SDA menurut UU Pengairan dan UU SDA
Jenis-jenis Hak Air (water right) menurut UU SDA
Peraturan Pemerintah turunan UU SDA
Kronologi Pengujian UU SDA terhadap UUD 1945
Diskursus Tata kelola SDA di Indonesia
Jejaring kekuasaan di dalam ruang publik
Para Pemohon dalam Judicial Review 1 UU SDA tahun 2004
Para Pemohon Judicial Review 2 UU SDA tahun 2013
Tipologi Organisasi Gerakan Sosial
Topik Opini Diskursus Pengelolaan SDA
Media Publisitas Opini Warga
Kolonisasi dunia-kehidupan sumber daya air di Indonesia
Strategi Diskursif dalam Diskursus Tata kelola SDA di Indonesia
Argumentasi diskursus tata kelola SDA di Indonesia
Topik diskursus terpilih dari diskursus UU SDA di Indonesia
Strategi Diskursif dalam Diskursus Pengelolaan SDA
Argumentasi diskursus privatisasi SDA di Indonesia
Elemen Argumen dalam Argumentasi Menolak Privatisasi Air
Badan usaha terkait dengan model cabang produksi
Kemungkinan privatisasi perusahaan negara
Model Partisipasi Publik dalam Keputusan Publik

8
9
15
19
26
38
61
62
63
69
70
71
73
77
79
80
82
83
84
85
94
96
97
98
98
99
100
102
113
117
135
135
136
138
144
145
157

DAFTAR GAMBAR
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
3.1
4.1
5.1
6.1
6.2

7.1
8.1
9.1

Skema Ruang Publik Borjuis (warga) Abad ke-18
Model Bendungan: Transformasi Pengaruh Ruang Publik dalam
Pengambilan Kebijakan Publik
Kerangka Pemikiran
Concept Map‟s State of The Art
Posisi Novelty Penelitian
Kerangka Kerja Penelitian
Keterkaitan Antara Negara Kesejahteraan, Sistem Perekonomian
Nasional, Politik Hukum HMN, dan Tiga Pilar Tata kelola SDA
Skema Ruang Publik dalam Diskursus SDA di Indonesia
Arena tindakan, genre, dan topik diskursus terpilih dalam
diskursus tata kelola SDA di Indonesia
Jaringan kebijakan global di belakang IWRM, aktor utama (oval),
produk pengetahuan bersama (persegi panjang), dan fora
(heksagonal) untuk pertemuan dan interaksi, dan garis merupakan
kerjasama institusional
Model Argumen Toulmin
Sistem (system) yang menekan dunia-kehidupan (lebenswelt)
dalam pengeloaan SDA
Kaitan warga, ruang publik warga, dan lembaga yudikatif

17
22
32
36
37
65
81
95
112
115

136
143
158

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan dasar (a fundamental right) bagi manusia untuk
menjaga kelangsungan hidup. Akibat pertumbuhan penduduk, meningkatnya
kebutuhan air penduduk, kebutuhan industri, dan kebutuhan kota telah
menyebabkan kelangkaan air (FAO 2012).
Keterbatasan dan kelangkaan air (limited and scarcity) serta dibutuhkannya
investasi atau penyediaan air bersih mendorong munculnya paradigma
pengelolaan air modern yang mendasarkan pada nilai ekonomi intrinsik (intrinsic
value) dari air. Pandangan tersebut melawan pandangan tradisional, yang melihat
air sebagai barang publik (public goods) yang tidak dimiliki siapapun, air adalah
milik bersama (global commons atau sebagai common resources) yang dikelola
secara kolektif dan bukan untuk dijual atau diperdagangkan (Sanim 2011).
Perdebatan kedua paradigma ini tidak lepas dari rejim hak (regimes of property
rights) terhadap sumber daya alam, di mana dikenal tiga hak, yaitu sumber daya
alam yang dikuasai negara (state property), diatur bersama di dalam suatu
kelompok masyarakat atau komunitas tertentu (community property), atau berupa
hak individu (private property) (Kartodihardjo & Jhamtani 2006; Fauzi 2006).
Pengelolaan air modern yang memperlakukan air sebagai komoditas yang
bernilai ekonomis menginspirasi lahirnya Prinsip Dublin pada 1992 Earth Summit
– International Conference on Water and the Environment di Dublin, Irlandia.
Momentum ini yang menjadi alasan munculnya privatisasi air di seluruh dunia
(Manar). Akibatnya, Lembaga internasional seperti Bank Dunia kemudian
mengambil peran sentral dalam mengembangkan dan mempromosikan
pendekatan-pendekatan baru yang konsisten dengan Dublin Principles terutama
memberlakukan air sebagai barang ekonomi (Santono).
Hak privat terhadap sumber daya alam ini dikuatkan oleh Lembaga Pangan
dan Pertanian PBB (FAO) dalam kertas kerjanya yang dikeluarkan pada bulan
Maret 2004 yang menyebutkan adanya suatu kesejajaran antara Hak atas Tanah
dan Hak atas Air. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi para pemegang
hak atas air sebagaimana negara telah melindungi pemegang hak atas tanah. Maka
kegiatan untuk menguasai sumber air dan memanfaatkannya demi kepentingan
pribadi menjadi sah atas nama hukum. Kepemilikan air (water rights) mendukung
terjadinya komodifikasi air (KRuHA 2005). Kepemilikan air (water rights)
merujuk kepada proses kepemilikan seseorang atas benda tertentu (property
right). Water rights memberikan kebebasan dan kewenangan kepada orang yang
telah dianggap secara sah memiliki air.
Paham neo liberalisme dan demokrasi yang mendominasi pembangunan
ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, membuat konsep
pemilikan individu (private property) terhadap sumber daya alam menjadi arus
utama yang melandasi perumusan kebijakan ekonomi politik suatu negara
(Kartodihardjo dan Jhamtani 2006). Indonesia pun akhirnya melakukan langkah
privatisasi sumber daya air (KruHa 2005; Suteki 2008) atau liberalisasi
pengelolaan air (Sanim 2011) lewat desakan dan pinjaman (loans) dari lembagalembaga internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Mulai
tahun 1999 restrukturisasi pengelolaan air pun dijalankan, sebanyak 11 (sebelas)

2

peraturan telah disetujui dan pengesahan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (selanjutnya disebut UU SDA) menggantikan UU Nomor 11
Tahun 1974 tentang Pengairan (selanjutnya disebut UU Pengairan). Hak guna
usaha air pun akhirnya memiliki landasan hukumnya.
Suteki (2010) menyimpulkan bahwa lahirnya UU SDA membuktikan politik
hukum hak menguasai negara dalam pengelolaan sumber daya air mengingkari
nilai keadilan sosial sesuai amanat Pasal 33 UUD NRI 1945 bila makna hak
menguasai negara adalah negara sebagai provider (penyedia) dan sekaligus
regulator atas pengelolaan sumber daya air. Suteki menyatakan privatisasi tata
kelola SDA bertentangan dengan keadilan sosial dan membahayakan akses rakyat
terhadap air.
Privatisasi yang didukung oleh UU SDA mengakibatkan pemberian ijin
terhadap eksploitasi sumber daya air meningkat cepat. Peningkatan jumlah
produksi perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) yang pada awal
keberadaannya di tahun 1973 hanya 6 juta liter per tahun menjadi 19,8 miliar liter
per tahun pada 2012. Tahun 2013, konsumsi air minum kemasan diprediksi
mencapai 22 miliar liter, tumbuh 11,11% dibandingkan tahun sebelumnya,
diproduksi oleh 500 industri AMDK dengan ribuan merk lokal dan asing yang
beredar.
Padahal menurut data KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) hanya 42%
dari penduduk Indonesia yang mempunyai akses pada air bersih sedangkan data
BPS dan Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan hanya 58,05% penduduk
yang memiliki akses terhadap air minum layak. Demikian pula Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) hanya mampu melayani kebutuhan air bersih bagi
35-40% masyarakat (Ardhianie 2004 dalam Sanim 2011).
Keberadaan perusahaan air minum telah menimbulkan kerusakan alam
sekaligus dampak sosial. Warga yang menggantungkan hidup pada lahan
pertanian yang secara langsung bergantung pada sumber mata air akan kehilangan
mata pencaharian. Privatisasi air juga berakibat pada aksi rebutan antara
perusahaan dan warga, serta warga dengan warga sendiri. Menurunnya kualitas
dan kuantitas air memaksa warga mengeluarkan uang untuk menyewa pompa
bahkan membeli air untuk kebutuhan rumah tangga.
Komodifikasi dan privatisasi air telah menimbulkan bencana bagi orang
miskin dalam hal keterbatasan akses terhadap air serta memicu konflik ekonomi di
antara rakyat, negara dan perusahaan swasta (Shiva 2002). Water Wars/Perang
Air tak dapat dihindari, konflik air yang terjadi karena permintaan untuk sumber
daya air (selanjutnya disingkat SDA) dan air minum jauh melampaui jumlah air
yang benar-benar tersedia. Kepentingan swasta berhadapan dengan hak
masyarakat untuk melestarikan dan melindungi ekologi, sosial dan budaya mereka
melalui air sebagai sumber daya bersama (Shiva 2002; FAO 2012;. Mcclinton
2012).
Akibat pengelolaan sumber daya air oleh perusahaan air minum yang
melebihi kapasitas telah mengakibatkan warga mengalami kesulitan air dan
kekeringan lahan pertanian seperti yang terjadi di Klaten, Jawa Tengah, Sleman,
Yogyakarta, Malang, Batu, Pasuruan, Sukabumi (Mangoting & Surono 2006), dan
Bali. Bahkan, daerah sumber air di bawah kaki Gunung Salak, seperti Kecamatan
Ciringin, Cijeruk, dan Cigombong, tidak luput dari krisis air. Warga yang tidak
tahan dengan kesulitan hidup akibat ketidakadilan dalam pengelolaan sumber

3

daya air akhirnya melakukan demonstrasi menolak pengeboran sumur artesis oleh
sebuah pabrik AMDK yang berlokasi di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor.
Karena adanya kecenderungan overuse atau penggunaan yang berlebih
(Redjekiningrum 2011; Sutopo 2011, Mangoting & Surono 2006) menyebabkan
terjadinya krisis air sehingga terjadi kerusakan alam sejak sepuluh tahun terakhir.
Mangoting dan Surono (2006) mendapati eksploitasi air oleh perusahaan air
minum telah menimbulkan masalah dalam aspek lingkungan, aspek sosialekonomi, dan aspek sosial-politik.
Redjekiningrum (2011) menyarankan adanya water sharing dalam
pengalokasian air di kawasan DAS Cicatih-Cimandiri melalui penerapan optimal
water sharing yang sering diistilahkan sebagai scientific water sharing untuk
memecahkan kasus konflik kepentingan penggunaan air. Sedangkan Sutopo
(2011) menyarankan diberlakukannya pembayaran jasa lingkungan (PJL) terhadap
pemanfaatan sumber daya air dengan mekanisme kelembagaan PJL. Raharja
(2008) menyarankan dilakukannya penataan organisasi pengelola DAS Citarum
dalam suatu bentuk instrumen-aransemen kerjasama dan tata kelola terpadu
(collaborative governance).
Pendekatan ekonomi dengan menggunakan instrumen teknologi dalam
mengatasi masalah konflik sumber daya air mendominasi dalam studi pengelolaan
sumber daya air seperti yang dilakukan oleh Redjekiningrum (2011), Sutopo
(2011), dan pendekatan manajemen kelembagaan menggunakan tindakan strategis
oleh Raharja (2008), dan Sunartopo (2006). Pendekatan rasio-instrumental seperti
yang digunakan dalam penelitian tersebut dalam prakteknya menemui hambatan
seperti studi yang dilakukan Hidayat (2011) di mana pembayaran jasa lingkungan
menjadi alat kontrol kekuatan supralokal terhadap aktivitas agroforestry
komunitas melalui prosedur dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang
tidak partisipatif dan tidak demokratis (Hidayat 2011). Hal ini menunjukkan
semua tindakan yang diorientasikan pada kesuksesan yang diarahkan pada suatu
tujuan (tindakan instrumental maupun tindakan strategis), haruslah dan tidak
boleh tidak, dikoordinasikan secara sosial melalui media bahasa (Pusey 2011).
Penelitian tentang konflik sumber daya air secara khusus belum ada yang
melihat dari sudut pertarungan kepentingan warga, swasta dan pemerintah.
Padahal penyelesaian masalah bersama tidak mungkin hanya mengandalkan
pendekatan instrumental dan strategis saja tetapi membutuhkan pendekatan
komunikatif. Tindakan komunikasi dapat menjadi jembatan bagi tercapainya
kesepakatan melalui apa yang disebut Habermas (1996) dengan diskursus praktis
yang mengandaikan adanya situasi bicara ideal (ideal speech situation).
Dengan menggunakan dasar dari teori kritis dan diskursus Habermas dan
metode Discourse-Historical Approach Ruth Wodak penelitian ini termasuk
dalam katagori penelitian bidang komunikasi lingkungan yang tergolong dalam
penelitian komunikasi pembangunan. Cox (2009) dalam bukunya Environment
Communication and The Public Sphere memasukkan suara warga, penyelesaian
konfik, dan suara perubahan (voice for change) gerakan lingkungan untuk
keadilan soaial (social justice) sebagai bagian dari komunikasi lingkungan.
Komunikasi pembangunan sendiri menurut Wikins, Tufte dan Obregon (2014)
saat ini memiliki keluasaan ragam petunjuk bentuk komunikasi strategis seperti
partisipasi dalam bentuk dialog atau debat. Development Comunication and
Social Change yang oleh Thomas (2014) disebut juga komunikasi perubahan

4

sosial atau communication and social change (CSC) memasukkan konsep
partisipasi, akses, pemberdayaan, dan suara warga.
Dengan latar belakang tersebut maka penelitian komunikasi pembangunan
ini mencoba untuk mengeksplorasi terjadinya konflik pengelolaan sumber daya air
dan kemungkinan penyelesaiannya melalui tindakan komunikatif.

Perumusan Masalah
Masalah inefisiensi dan alokasi air yang tidak merata diantara pengguna air
telah mengubah keberadaan air yang awalnya merupakan barang publik (public
goods) bergeser menjadi komoditas ekonomi, bahkan alat politik yang memicu
terjadinya konflik. Konflik pengelolaan sumber daya air telah menjadi masalah di
berbagai daerah di Indonesia, baik persaiangan antara individu dan kelompok
pengguna, persaingan spasial seperti antara desa dan kota atau antara hulu dan
hilir. Konflik ini melibatkan masyarakat, swasta, dan pemerintah/pemerintah
daerah. Khususnya di daerah yang memiliki sumber-sumber air.
Kontestasi argumen di dalam ruang publik terlihat dalam proses penyusunan
UU Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air dan paska pembatalan UU
SDA. Perdebatan antara kelompok yang mewakili tiga rejim hak, yaitu
penguasaan sumber daya oleh negara (state property), diatur bersama di dalam
suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu (community property), dan
hak individu (private property), yang akhirnya dimenangkan oleh kelompok hak
individu yang meyakini bahwa air adalah barang komoditas (private goods).
Dari uraian di atas mengacu pada ruang publik diajukan tiga pertanyaan,
yaitu : Pertanyaan pertama, Mengapa terjadi (konflik) diskursus pengelolaan
sumber daya air?
Masyarakat melalui pembicaraan-pembicaraan di ruang-ruang publik
menegaskan opini-opini mereka. Pembicaraan bersama untuk memperjuangkan
kepentingan bersama ini terjadi dalam ruang-ruang fisik atau non fisik (internet).
Pembicaraan publik melibatkan budaya, masyarakat, dan pribadi memiliki
kapasitas untuk menghasilkan kesepakatan-kesepakatan, aturan, nilai-nilai,
simbol-simbol yang berasal dari dalam, atau bahkan adat-istiadat sehingga orang
tunduk kepadanya. Ruang publik menurut Cox (2009) dapat muncul dalam
berbagai bentuk tidak hanya kata-kata, tetapi juga lewat gambar dan aksi simbolik
nonverbal, seperti aksi duduk-duduk, spanduk, fotografi, film, dan juga diskusi,
debat, dan mempertanyakan kebijakan lingkungan juga seperti editorial, pidato,
dan siaran berita televisi. Yang kesemuanya itu memberikan pengaruh pada
masyarakat luas. Menurut Sutarto (1999) dialog kritis yang dibawakan lewat
ruang sosial semi-otonom (ruang publik) membuat setiap orang dari berbagai
golongan sosial berkesempatan untuk melakukan refleksi-diri.
Selain ruang publik yang ada, komunikasi kepedulian warga yang
diungkapkan dalam cyberspace merupakan sosok mutakhir ruang publik yang
disebut ruang publik global digital (Hardiman, 2010). Dahlgren (1995)
mengkonseptualisasi ruang publik internet berisi tiga dimensi, yaitu struktur,
representasi, dan interaksi. Dahlgren menganggap internet berperan mendorong
untuk bermain di sektor advokasi, dalam konteks politik ekstra-parlemen baru.
Diskusi politik dalam organisasi berusaha untuk mencapai konsensus internal
(setidaknya kompromi), membentuk identitas kolektif, dan mobilisasi politik.

5

Secara eksternal, tekanan politik mereka mengarah kepada pemegang kekuasaan
untuk mempengaruhi kebijakan.
Berkaitan dengan itu, diajukan Pertanyaan kedua yaitu, Bagaimana
diskursus pengelolaan sumber daya air yang terjadi dalam negara demokratis yang
memanfaatkan ruang publik?
Teori keadilan Habermas menekankan penataan bangsa pluralistik modern
agar bersatu, stabil dan langgeng, tidak boleh didasarkan atas suatu pandangan
hidup atau doktrin tertentu, melainkan harus didasarkan atas prinsip yang
mendukung dan mengekspresikan kepentingan bersama (konsensus). Prinsip itu
adalah keadilan sosial Habermas melalui diskursus praktis intersubyektif sebagai
prosedur pengambil putusan untuk menentukan apa yang disebut adil. Dalam
praktek perlu dilakukan analisis. Untuk itu diajukan Pertanyaan ketiga yaitu,
Bagaimana diskursus tata kelola SDA dapat menghasilkan rasa keadilan bagi
seluruh pihak?

Tujuan Penelitian
Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk mendapatkan pemahaman
(verstehen) melalui pengamatan mendalam terhadap interaksi ruang publik dalam
kontestasi pengelolaan sumber daya air. Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan ruang publik diskursus pengelolaan sumber daya air.
2. Memetakan dan menganalisis argumentasi pihak-pihak yang berkonflik di
ruang publik dalam pengelolaan sumber daya air dan menelusuri ideologi
masing-masing pihak.
3. Menganalisis diskursus dalam proses pencapaian konsensus pada
pengambilan kebijakan pengelolaan sumber daya air.
4. Menganalisis keadilan yang diperoleh dari konsensus lewat diskursus yang
rasional.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian secara teoretis adalah untuk menambah khasanah
pengetahuan yang berkaitan dengan kajian kritis terhadap realitas dalam
representasi masyarakat dalam ruang publik, yang diwarnai oleh dominasi dan
hegemoni penguasa dan pasar. Dengan memahami penggunaan ruang publik
dalam pengambilan kebijakan publik diharapkan dapat membantu merumuskan
kebijakan publik yang adil bagi semua dengan mengedepankan tindakan
komunikatif yang memenuhi klaim kebenaran, kejujuran, dan ketulusan demi
lahirnya kebijakan yang memiliki legitimasi. Hal ini tentunya memberikan
konstribusi bagi ilmu komunikasi pembangunan di tanah air.
Penelitian ini juga menambah studi dan aplikasi metode diskursus terhadap
kehidupan transformasional pengelolaan sumber daya alam yang memiliki kaitan
erat dengan studi komunikasi pembangunan, komunikasi politik, komunikasi
lingkungan, kajian kebijakan (publik) pembangunan, kajian sumber daya
lingkungan, dan disiplin ilmu lainnya.

6

Kebaruan Penelitian (Novelty)
Ruang publik dalam penelitian ini adalah ruang publik warga yang bebas
dari intervensi hegemonis dan dominasi dari negara dan pasar yang dibedakan
dengan ruang publik yang masih mencampurkan antara pembicaraan warga dan
negara/pasar. Peneliti melihat ruang publik sebagai pertemuan komunikasi
antarwarga yang terjadi di berbagai tempat baik fisik maupun non fisik, di dunia
nyata maupun di dunia maya (online). Bentuk ruang publik diperluas dari sekedar
pertemuan fisik warga menjadi jaringan komunikasi antarwarga di berbagai
tempat seperti di (1) organisasi seperti di Muhammadiyah, WALHI, dll, atau
forum organisasi seperti KruHA yang dapat berupa keputusan organisasi, sikap
organisasi yang diwujudkan dalam siaran pers dan konferensi pers; (2) ruang
publik media massa baik media massa cetak maupun media massa elektronik
(online) termasuk di dalamnya media sosial dan situs organisasi di internet dalam
bentuk berita, wawancara, pernyataan sikap, opini, atau percakapan; (3) ruang
publik akademik seperti diskusi, seminar, konferensi atau tulisan di jurnal ilmiah;
dan (4) ruang publik dramaturgi dan retorika seperti demonstrasi massa, seni
teatrikal dalam bentuk protes, tuntutan, kritik, atau sindiran.
Modifikasi konsep ruang publik dilakukan peneliti dengan memperluas
bentuk-bentuk dan jenis tindakan dalam ruang publik, dan skala ruang publik
yang dibedakan antara lain ruang publik mikro yang lokal, ruang publik meso
yang regional, dan ruang publik makro yang nasional bahkan internasional.
Sehingga ruang publik memiliki skala yang berbeda dan memerlukan analisa yang
berbeda bila skala yang diteliti berbeda.
Bentuk-bentuk ruang publik yang ditemukan dalam penelitian ini disebut
dengan field of action dan jenis tindakan yang disebut dengan genre merujuk pada
Fairclough dan Wodak. Sehingga dalam penelitian ini juga menggunakan metode
discourse-historical approach- DHA Wodak untuk mengoperasionalkan teori
tindakan komunikatif, teori diskursus, dan konsep ruang publik yang dibangun
oleh Habermas. Analisis diskursus DHA Wodak selain mampu menganalisa
secara historis dan sosio-politik juga mampu melihat strategi diskursif dan
identitas para aktor sehingga ideologi yang tersebunyi dapat disingkap.
Analisis diskursus DHA Wodak yang berakar pada teori kritis Habermas
yang modernis menjadi lebih kaya dengan tambahan analisis diskursus yang post
modernis dan post struktural dengan pendekatan linguistik kritis. Tetapi dalam
penelitian ini masih berpegang pada teori kritis Habermas (mazhab Frankfrut
Jerman) yang modernis yang masih mempercayai rasionalitas. Diskursus
Habermas melihat tuturan yang digunakan para aktor sebagai unit analisis.
Tuturan yang berbentuk argumen atau tindak tutur tersebut selain dianalisis secara
historis, sosio-politik, dan linguistik kritis, juga dianalisis menggunakan analisis
argumentasi Stephen Toulmin yang berbeda dengan analisis argumentasi kritis
dan yang dilakukan Wodak. Sehingga dalam penelitian ini masih melihat
kompetensi komunikatif Habermas dan apakah terjadi konsensus dalam diskursus.
Penelitian ini mendapati bahwa konsensus terjadi pada diskursus ruang
publik warga. Ruang publik sumber daya air di Indonesia (studi kasus 2002-2015)
mampu menembus kekuasaan legislatif dan kekuasaan administratif tetapi belum
mampu mempengaruhi perubahan kebijakan sesuai kepentingan warga. Ruang
publik ini masuk kategori ruang publik makro karena mengamati ruang publik
secara nasional. Tetapi terjadi dissensus dimana kepentingan penguasa negara

7

(termasuk di dalamnya kepentingan kapitalis atau pasar) menjadi kepentingan
yang menang dalam pembahasan di DPR dengan disahkannya UU No 7/2004
tentang SDA.
Warga yang mengalami kebuntuan dalam menyuarakan suara warga (ruang
publik) di ruang/sistem politik meneruskannya ke ruang kekuasaan kehakiman
dengan mengajukan tuntutan hukum ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji UU
SDA. Indentitas warga/organisasi warga sipil yang pembela dan HAM, nasionalis,
dan environmentalis melawan kepentingan para pendukung SDA yang liberaliskapitalis dan environmentalis. Pengadilan (kekuasaan kehakiman) menjadi pilihan
untuk mendapatkan keadilan sosial karena menjadi arena perdebatan rasional,
bebas tekanan dan terbuka. Proses peradilan di MK yang adil dan tanpa tekanan
menghasilkan keputusan yang memenuhi rasa keadilan sosial warga negara
Indonesia. Keputusan MK tersebut dapat disebut dengan konsensus karena telah
mempertimbangkan secara adil semua argumentasi para pihak yang
berkepentingan yang dikemukakan secara bebas di muka hakim.
Cox (2009) memasukkan suara warga, penyelesaian konflik, dan suara
perubahan (voice for change) gerakan lingkungan untuk keadilan sosial (social
justice) sebagai bagian dari komunikasi lingkungan. Wilkins (2014) menyatakan,
keadilan sosial sebagai trend yang berkembang dalam komunikasi perubahan
sosial, membangun perhatian pada keadilan distribusi sumber daya, modal, dan
hak. Dengan memperhatikan metode rekonstruksi Seran (2010) dalam diskursus
UUD 1945 dan Rasuanto (2005) dalam penelitian ini telah dilakukan rekonstruksi
perdebatan dalam dikursus tata kelola sumber daya air di Indonesia dan
sumbangannya dalam mewujudkan keadilan sosial.
Komunikasi pembangunan dan komunikasi lingkungan yang mengarah pada
pemberdayaan suara warga baik melalui diskursus dan pemberdayaan ruang
publik sangat penting untuk meraih keadilan sosial. Pembangunan fisik,
pembangunan manusia maupun pembangunan lingkungan tidak boleh hanya
mengandalkan kepentingan teknokratis semata tetapi juga harus mencerminkan
kepentingan moral. Ketepatan sebuah kebijakan sangat penting mengingat
kebijakan berpengaruh terhadap manusia yang diperintahnya. Suara warga yang
terpengaruh oleh kebijakan tersebut harus didengar untuk mencapai legitimasi dan
mendapatkan keadilan sosial.
Aplikasi berbasis web internet yang memiliki fungsi forum suara warga (ecitizen voice forum) memiliki kemampuan untuk menjaring warga berpartisipasi
dalam suatu topik pembahasan peraturan perundang-undangan. Partisipasi warga
secara elektronik ini dapat mengurangi biaya penyelenggara dan partisipan.
Penelitian ini melihat peran internet sebagai instrumen bagi lahirnya ruang
publik baru. Dengan mengikuti keyakinan Dahlgren (2005) dan Carpini (2004)
serta identitas pengguna internet Dahlberg (2011) maka penelitian melihat
peluang ruang publik dalam mencapai konsensus. Peneliti setuju dengan Carpini,
Cook, & Jacobs (2004), kelebihan online adalah fleksibilitas bagi semua individu
partisipan, banyak waktu untuk memusyawarahkan isu-isu baru, memiliki skala
yang luas karena tidak tergantung wilayah dan geografis. Oleh karenanya peneliti
menawarkan sebuah Aplikasi Forum Suara Warga Online sebagai bentuk
demokrasi deliberasi di Indonesia secara online.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Paradigma Pengelolaan Sumber Daya Air
Jumlah air di bumi menurut UNESCO (1978 dalam Kodoatie dan Roestam
2010) sebanyak 1.385.984.610 km3 dengan komposisi air laut sebanyak
1.338.000.000 km3 (96,54%) sedangkan air tawar hanya sebanyak 35.029.210
km3 (2,53%) sisanya sebanyak 0,93% adalah asin di luar laut sejumlah 12.955.400
km3. Dari air tawar yang ada sebagian besar dalam bentuk es yang ada di kutub
maupaun es lainnya dan salju sebanyak hampir 70% sisanya air tawar sebanyak
30% berada di air tanah tawar, air tanah dangkal, danau air tawar, rawa/payau,
sungai, air biologi dan air udara. Air tawar yang ada di air tanah merupakan
sumber air terbesar mencapai 98,9%, seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jumlah Air Tawar di Bumi (di luar kutub, es lainnya, dan salju)
No

Tempat

1
2
3
4
5
6
7

Air tanah tawar
Air tanah dangkal
Danau air tawar
Rawa/payau
Sungai
Air biologi
Air di udara
Total

Luas
(106
km2)
134,8
82,0
1,2
2,7
148,8
510,0
510,0
510,0

Volume
(103 km3)
10.530.0
16,5
91,0
11,47
2,13
1,12
12,9
10.665,11

Kedalaman/
Ketinggian
(m)
78,12
0,20
75,83
4,25
0,01
0,0022
0,0253
158,44

% thd. total
air tawar
98,73
0,15
0,85
0,11
0,02
0,01
0,12
100

Total
Persentase
(%)
98.89
1,11

100

sumber : UNESCO 1978 dalam Kodoatie dan Roestam 2010.

Jumlah air tawar yang tersedia di semua tempat hampir konstan tetapi
karena pertimbangan teknis maupun ekonomis maka hanya sebagian saja dari
total air yang ada yang dapat digunakan dalam pemenuhan air bersih. Jumlah
suplai air berbanding terbalik dengan peningkatan populasi dan pencarian sumber
baru serta eksploitasi air akan lebih mahal di masa akan datang. Polusi juga
menyebabkan kontaminasi air yang menurunkan kualitas air.
Sebagai bagian dari sumber daya alam, air dapat menjadi manfaat atau
merugikan bagi masyarakat (public benefit/cost). Sebagai karunia Tuhan saat ini
air dipandang berbeda oleh masyarakat. Sebagian besar meyakini air sebagai
barang sosial sedangkan sebagian yang lain menganggap air sebagai barang
ekonomi. Perdebatan kedua kubu tersebut terpusat pada persoalan kepemilikan
sumber daya air. Perdebatan lainnya menyangkut masalah pengelolaan dan prinsip
kebijakan penetapan harga air, dan pertanyaan etis mengenai pengambilan
keuntungan dari pelayanan publik.
Sebagai barang publik (public goods) yang tidak dimiliki siapapun, air
adalah milik bersama (global commons atau sebagai common resources) yang
dikelola secara kolektif dan bukan untuk dijual atau diperdagangkan. Komite Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya PBB dalam Komentar Umum (General
Comment) No. 15 Tahun 2002 menegaskan bahwa air harus diperlakukan sebagai
suatu barang sosial dan budaya, tidak hanya sebagai barang ekonomis.
Pemenuhan hak atas air juga harus bersifat berkelanjutan, menjamin bahwa hak
tersebut dapat terus dipenuhi untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Konstitusi Indonesia, seperti tertulis dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 2, juga

9

menegaskan bahwa ―Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.‖
Pandangan ini diakui oleh PBB. Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya PBB dalam Komentar Umum (General Comment) No. 15 Tahun 2002
menegaskan bahwa air harus diperlakukan sebagai suatu barang sosial dan
budaya, tidak hanya sebagai barang ekonomis. Pemenuhan hak atas air (right to
water) juga harus bersifat berkelanjutan, menjamin bahwa hak tersebut dapat terus
dipenuhi untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Céline Dubreuil (2006), ahli masalah air, pada forum WWF (World Water
Forum) di Perancis menyatakan, bahwa hak atas air melekat pada manusia,
pernyataannya:
“The human right to water entitles everyone to sufficient, safe,
acceptable, physically accessible and affordable water for personal and
domestic uses. An adequate amount of safe water is necessary to prevent death
from dehydration, reduce the risk of water-related disease and provide for
consumption, cooking, personal and domestic hygienic requirements”.

Tabel 2.2 Perbedaan Perspektif Terhadap Air
Perspektif

Negara

Privat / Swasta

Masyarakat

State based

Fasilitas
negara

Capital based
(investasi/utang/
privatisasi)

Jaminan
pembengkakan
kapital/investasi
(industri
air/komoditas)

Rakyat sebagai objek
(uniformitas)

Mementingkan diri Kebersamaan/collectivity
sendiri
dan pluralisme

Budaya

Perilaku eksploratif
dan monopoli

Ekspansif dan
monopoli

Etika lingkungan sebagai
sistem
lokal
(local
knowledge and wisdom)

Ekologi

Eco-developmentalism

Eco-proseduralism

Eco-populism

Politik
Ekonomi

Sosial

regulasi Community based
Jaminan ketersediaan air

Hak asasi manusia atas air (the human right to water) merupakan hal yang
tidak bisa ditinggal dalam menjalani suatu kehidupan yang bermartabat. Hak ini
merupakan kebutuhan awal bagi pemenuhan hak asasi manusia lainnya. Hak asasi
manusia atas air memberikan hak kepada setiap orang atas air yang memadai,
aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik dan mudah d