Ayat 14 Tafsir Surat Luqman Ayat 12-15 dan Konsep Pendidikan Anak Usia

Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk memelihara kelangsungan hidup anak, tetapi juga bahkan lebih-lebih untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima. Dan lagi-lagi diperintah kan oleh-Nya kita manusia harus bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah Dia berikan dan kali ini redaksinya ditambah dengan kata ﻚﯾﺪﻟاﻮﻟو kepada kedua orang tuamu, yang mengisyaratkan bahwa barang siapa hendak dihormati anaknya, maka hendaklah hormati orang tuamu terlebih dulu. Seorang anak harus senantiasa menjaga perasaan kedua orang tuanya, supaya kasih sayang orang tua terhadapnya tetap terjaga dan tercurahkan dengan baik. Pada ayat ini terdapat pula konsep mengenai birrul walidain yaitu konsep berbakti kepada kedua orang tua, bukan hanya ibu saja, atau bapak saja, tetapi kepada keduanya. Hukum birrul walidain adalah fardhu ain bagi setiap individu. Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring perintah untuk bersyukur kepada-Nya, ini menunjukkan betapa besarnya hak ibu dan bapak. Wallahu A’lam.

4. Ayat 15

                                 ﻥﺎﻤﻘﻟ ﺓﺭﻮﺳ ٣١:١٥ Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada- Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.Qs Luqman31:15 Setelah ayat yang lalu menekankan pentingnya berbakti kepada ibu bapak, maka kini diuraikan kasus yang merupakan pengecualian menaati perintah kedua orang tua, sekaligus menggaris bawahi wasiat Luqman kepada anaknya tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimanapun. Ayat di atas menyatakan: Dan jika keduanya- apalagi kalau hanya salah satunya, lebih-lebih kalau orang lain- bersungguh-sungguh untuk memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, apalagi setelah Aku dan rasul-rasul menjelaskan kebatilan mempersekutukan Allah, dan setelah engkau mengetahui bila menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya. Namun demikian jangan memutuskan hubungan dengannya atau tidak menghormatinya. Tetapi tetaplah berbakti kepada keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran agamamu, dan pergauliah keduanya di dunia yakni selama mereka masih hidup dan dalam urusan keduniaan - bukan akidah – dengan cara pergaulan yang baik, tetapi jangan sampai hal ini mengorbankan prinsip agamamu, karena itu perhatikan tuntuna agama dan ikutilah jalan orang yang selalu kembali kepada-Ku dalam segala urusanmu, karena semua urusan dunia kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah juga di akhirat nanti – bukan kepada siapapun selain-Ku – kembali kamu semua, maka Kuberitahukan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan dari kebaikan dan keburukan, lalu masing-masing Ku-beri balasan dan ganjaran. Kata كاﺪھﺎﺟ terambil dari kata ﺪﮭﺟ yakni kemampuan. Patron yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh. Kalau upaya sungguh-sungguh pun dilarangnya, yang dalam hal ini bisa dalam bentuk ancaman, maka tentu lebih-lebih lagi sekedar himbauan, atau peringatan. Yang dimaksud dengan ﻢﻠﻋ ﮫﺑ ﻚﻟ ﺲﯿﻟ ﺎﻣ yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, adalah tidak ada pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya. Tiadanya pengetahuan berarti tidak adanya objek yang diketahui. Ini berarti tidak wujudnya sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan Allah swt. Di sisi lain, kalau sesuatu yang tidak diketahui duduk soalnya – boleh atau tidak – telah dilarang maka tentu lebih terlarang lagi apabila telah terbukti adanya larangan atasnya. Bukti-bukti tentang keesaan Allah dan tiadanya sekutu bagi-Nya terlalu banyak, sehingga penggalan ayat ini merupakan penegasan tentang larangan mengikuti siapapun – walau kedua orang tua – dan walau dengan memaksa anaknya mempersekutukan Allah. 84 84 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an…h.132. Di dalam Tafsir al-Maraghi disebutkan : ﻙﺍﺪﻟﺍﻭ ﻚﻴﻠﻋ ﻒﳊﺍ ﻥﺍﻭ ﻱﺍ ﺎﻤﻬﻌﻄﺗ ﻼﻓ ﻢﻠﻋ ﻪﺑ ﻚﻟ ﺲﻴﻟ ﺎﻣ ﰊ ﻙﺮﺸﺗ ﻥﺍ ﻲﻠﻋ ﻙﺍﺪﻫﺎﺟ ﻥﺍﻭ ﻚﻴﻠﻋ ﲑﻜﻨﻟﺍ ﺍﺪﺷﻭ ﺐﻠﻄﻟﺍ ﰲ ﻼﻓ ﱄ ﻚﻳﺮﺷ ﻪﻧﺍ ﻢﻠﻌﺗ ﻻ ﺎﳑ ﻱﲑﻏ ﻲﻌﻣ ﻚﺗﺩﺎﺒﻋ ﰲ ﻙﺮﺸﺗ ﻥﺎﺑ ﺎﻤﻴﻓ ﺎﻤﻬﻌﻄﺗ ﻒﻴﺴﻟﺍ ﱄﺍ ﺮﻣﻻﺍ ﻱﺩﺍ ﻥﺍﻭ ﻪﺑ ﻙﺍﺮﻣﺍ ﻪﺑ ﺎﳘﺪﻫﺎﺠﻓ 85 Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan apabila kedua orang tuamu memaksamu serta menekanmu untuk menyekutukan Aku dengan yang lain dalam hal ibadah, yaitu dengan hal-hal yang kamu tidak mempunyai pengetahuan apapun tentangnya, maka janganlah kamu mentaati apa yang diinginkan oleh keduanya. Sekalipun keduanya menggunakan kekerasan supaya kamu mau mengikuti kehendak keduanya, maka lawanlah dengan kekerasan pula bila keduanya bener-bener memaksamu. Kata ﺎﻓوﺮﻌﻣ mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat baik, selama tidak bertentangan dengan akidah Islamiyah. Dalam konteks ini diriwayatkan bahwa Asma’ putri Abu Bakar ra pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih musyrikah. Asma’ bertanya kepada Nabi bagaimana seharusnya ia bersikap. Maka Rasul saw memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut kunjungannya. Kewajiban menghormati dan menjalin hubungan baik dengan ibu dan bapak, menjadikan sementara ulama berpendapat bahwa seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang kafir dan fakir minuman keras kalau mereka telah terbiasa dan senang meminumnya, karena meminum minuman keras buat orang kafir bukanlah sesuatu yang mungkar. Demikian pendapat Ibn Asyur seperti tertulis dalam Tafsir al-Misbah. 86 Al-Qunawi menafsirkan kata ﺎﻓوﺮﻌﻣ sebagi berikut : ﺎﻤﻮﻣ ﺪﻌﺑ ﺎﻤﻬﻨﻓﺪﻳﻭ ﺎﺿﺮﻣ ﺍﺫﺍ ﺎﳘﺩﻮﻌﻳﻭ ﺎﺟﺎﺘﺣﺍ ﺍﺫﺍ ﺎﳘﻮﺴﻜﻳﻭ ﺎﻤﻬﻤﻌﻄﻳ ﻥﺍ ﻮﻫ ﻑﻭﺮﻌﳌﺍﻭ 87 85 Ahmad Musthofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Kairo: Musthofa Al-Bab Al-Halab, 1946. h. 83. 86 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an…h.132. 87 Ishomuddin Ismail bin Muhammad Al-Hanafi, Hasyiah Al-Qunawi ala Tafsiri Al-Imam Al-Baidhawi…h. 201. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan M.Quraish Shihab di atas, yakni ma’ruf yang dimaksud di sini adalah hendaknya seorang memberikan makan kedua orangtuanya dan memberikan mereka pakaiannya, bila mereka membutuhkannya, menjenguk dan merawat ketika sakit, dan menguburnya setelah meninggal. Al-Maraghi pun menafsirkannya demikian dengan narasi yang berbeda: ﺎﻓﻭﺮﻌﻣ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﰲﺎﻤﻬﺒﺣﺎﺻﻭ ﺮﻳ ﺔﺒﺤﺻ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍﺭﻮﻣﺍ ﰲ ﺎﻤﻬﺒﺣﺎﺻﻭ ﻯﺍ ﻡﺮﻜﻟﺍ ﺎﻬﻴﻀﺘﻘﻳﻭ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﺎﻬﻴﻀﺗ ﺎﻤﻬﻣﺎﻌﻃﺈﺑ ﺓﺅﺮﳌﺍﻭ ﺎﺗﺎﻣ ﺍﺫﺍ ﱪﻘﻟﺍ ﰲ ﺎﻤﺍﺭﺍﻮﻣ ﺎﺿﺮﻣ ﺍﺫﺍ ﺎﻤﺩﺎﻴﻋﻭ ﺎﳘﺀﺎﻔﺟ ﻡﺪﻋﻭ ﺎﻤﻮﺴﻛﻭ 88 Dan pergauilah keduanya di dalam urusan dunia, dengan pergaulan yang diridhai oleh agama, dan sesuai dengan etika yang mulia serta harga diri, yaitu dengan memberi pangan dan sandang kepada keduanya, tidak boleh memperlakukan keduanya dengan perlakuan yang kasar, menjenguknya apabila sakit serta menguburnya apabila mati. Ibnu Asyur memahami firman-Nya :   , dalam arti ikutilah jalan orang-orang yang meninggalkan kemusyrikan serta larangan- larangan Allah yang lain, termasuk larangan yang mendurhakai kedua orang tua. Thabathaba’i berkomentar bahwa penggalan ayat ini merupakan kalimat yang singkat tetapi mengandung makna yang luas. Ulama ini menulis bahwa Allah berpesan agar setiap orang menyertai ibu bapaknya dalam urusan keduniaan, bukan agama dengan cara yang baik, sesuai dengan pergaulan yang dikenal, bukan yang mungkar sambil memperhatikan kondisi keduanya dengan lemah lembut tanpa kekerasan. Anak juga harus dapat memikul beban yang dipikulkan ke atas pundaknya oleh kedua ibu bapaknya itu, karena dunia tidak lain kecuali hari-hari yang terbatas dan masa yang berlalu. Adapun agama, maka jika keduanya termasuk orang yang senang kembali kepada Allah mengikuti ajaran- Nya maka hendaklah engkau mengikuti jalan kedua orang tuamu itu. Tetapi kalau tidak demikian, maka ikutilah jalan selain mereka yaitu jalan orang-orang yang kembali kepada Allah. Dengan demikian, lanjut Thabathaba’i, kata dunya mengandung pesan, yang pertama, bahwa mempergauli yang baik itu, hanya 88 Ahmad Musthofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, …h. 83. dalam urusan keduniaan, bukan keagamaan. Kedua bertujuan meringankan beban tugas itu, karena ia hanya untuk sementara yakni selama hidup di dunia yang sehari-seharinya terbatas, sehingga tidak mengapalah memikul beban kebaktian kepada-Nya. Dan yang ketiga, bertujuan memperhadapkan kata dunya dengan hari kembali kepada Allah yang dinyatakan di atas dengan kalimat hanya kepada- Ku kembali kamu. 89 Penulis menyimpulkan, pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah melarang kita mentaati orang tua bilamana mereka menyuruh kita mempersekutukan Allah. Ini adalah kondisi apabila kita sebagai anak beriman kepada Allah, dan mereka sebagai orang tua, menyekutukan Allah. Dalam kondisi seperti inilah bisa dibilang ْﻢُﻜُﻟﺎَﻤْﻋَأ ْﻢُﻜَﻟَو ﺎَﻨُﻟﺎَﻤْﻋَأ ﺎَﻨَﻟ yaitu bagiku perbuatan-perbuatanku dan bagimu perbuatan- perbuatanmu. Akan tetapi dalam masalah keduniaan kita sebagai anak hendaknya menggauli mereka dengan baik dan benar, tidak boleh berkata kasar dan menyakiti hati mereka. Poin pendidikan anak yang penulis dapati pada ayat ini adalah pertama, hendak seorang pendidik dalam hal ini orang tua tidak memaksakan kehendaknya dalam mendidik, Karena apabila seseorang yang merasa terpaksa jika diperintahkan sesuatu, maka itu mengisyaratkan ketiadaan mendidik anak tentang kepamrihan. Kedua, hendaknya mendidik agar bergaul di dunia dengan sebaik- baiknya pergaulan. Ketiga, hendaknya mendidik anak agar mengikuti jalan orang- orang yang kembali. Dan juga pada ayat ke 15 ini tersirat makna bahwa anak yg disapih pada umur 2 tahun itu mengisyaratkan bahwa anak mulai bersosialisasi dengan dunia luar. Ditandai dengan berkurangnya ketergantungan anak terhadap ibunya. 89 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an…h.133.