Penentuan Dosis Larutan Kapur Optimum Untuk Menetralkan Ph Air Reservoir PDAM Tirtanadi Sunggal

(1)

PENENTUAN DOSIS LARUTAN KAPUR OPTIMUM

UNTUK MENETRALKAN pH AIR RESERVOIR

PDAM TIRTANADI SUNGGAL

TUGAS AKHIR

Oleh :

EVA SURYANTI 052410074

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN DOSIS LARUTAN KAPUR OPTIMUM UNTUK

MENETRALKAN PH AIR RESERVOIR PDAM TIRTANADI

SUNGGAL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

EVA SURYANTI 052410074

Medan, Mei 2008 Disetujui oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Agusmal Dalimunthe, MS,Apt. NIP 131 286 002

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 131 283 716


(3)

i

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat teriring salam dihadiahkan pada Baginda Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Dengan mengulurkan sepuluh jari seraya memohon ampun dan ucapan terima kasih terbesar kepada ayahanda Sumadi dan ibunda Hanim Aryani yang tercinta, yang telah membesarkan, mendidik, serta memberikan bimbingan dan dukungan baik material maupun spiritual kepada penulis.

Penyusunan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal dengan judul “PENENTUAN DOSIS LARUTAN KAPUR OPTIMUM UNTUK MENETRALKAN PH AIR RESERVOIR PDAM TIRTANADI SUNGGAL”. Penyusunan tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Diploma III Analis Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini dengan ketulusan, keikhlasan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :


(4)

1) Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe ,MS,Apt., selaku Dosen Pembimbing yang sudah sangat berperan dalam penyelesaian tugas akhir;

2) Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi M.App.Sc.Apt., selaku Koordinator Program Diploma III Analis Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara;

3) Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara;

4) Ibu Poppy Anjelisa Z.Hsb.Ssi,Apt., selaku Dosen Wali selama mengikuti kegiatan Akademik Program Diploma III Analis Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara;

5) Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah turut membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini;

6) Bapak Drs. Asan Sihaloho selaku Kepala Bagian Produksi Instalasi Pengolahan Air PDAM TIRTANADI Sunggal yang sudah banyak membantu dalam penulisan tugas akhir ini;

7) Bapak Iwan Setiawan selaku Kepala Bagian Pengendalian Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM TIRTANADI Sunggal yang sudah banyak memberikan bimbingan dalam penulisan tugas akhir ini.

8) Kak Asmidar selaku Analis Pengendalian Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM TIRTANADI Sunggal yang sudah banyak membantu dalam penulisan tugas akhir ini;

9) Adikku yang paling bijaksana, Ely Suhartini; terima kasih tak terhingga atas jasa-jasamu selama ini, adik terbaik yang pernah kumiliki.


(5)

iii

10)Adik-adikku yang paling aku sayangi; Eko dan Ningsih, terima kasih atas semangat yang kalian berikan, bersama kalian hidup kakak menjadi lebih berarti;

11)Sahabat-sahabat terbaikku Ira, Mimi, Ega, Putri, Dila, Irfan, Tedy, Diki, Ijal, Jaya, Desi, Ika, Herna, kak Sherly, yang selalu memberikan perhatian, doa, dan dukungan serta kebersamaan dalam penyelesaian tugas akhir ini; 12)Seluruh rekan mahasiswa Program Diploma III Analis Farmasi dan semua pihak yang sudah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Wassalamua’alaikum Wr. Wb.

Medan, Mei 2008

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR PUSTAKA ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GRAFIK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan ... 2

1.2.1. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Air ... 3

2.2.1. Sumber Air ... 6

2.2.2. Syarat-Syarat Air Minum ... 9

2.2 Proses Pengolahan Air secara Umum ... 12

2.2.1. Proses Purifikasi ... 13

2.2.2. Proses Desinfeksi ... 14

2.2.3. Proses Pengaturan pH Air ... 15

2.3. Kapur ... 16

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ... 18


(7)

v

3.1.1. Alat ... 18

3.1.2. Bahan ... 18

3.2 Prosedur Kerja ... 19

3.2.1 Pembuatan Larutan Kapur Jenuh ... 19

3.2.2. Persiapan Penginjeksian ... 19

3.2.3. Pemeriksaan pH ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 24 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Table 4.1 Sampel I dengan pH awal 5.8

Table 4.2 Sampel II dengan pH awal 6.0

Table 4.3 Sampel III dengan pH awal 6.3

Table 4.4 Sampel IV dengan pH awal 6.5


(9)

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 untuk Sampel I dengan pH awal 5.8

Grafik 4.2 untuk Sampel II dengan pH awal 6.0

Grafik 4.3 untuk Sampel III dengan pH awal 6.3

Grafik 4.4 untuk Sampel IV dengan pH awal 6.4

Grafik 4.5 untuk Sampel V dengan pH awal 6.7

Grafik Linearitas Ph versus Dosis Optimum Ca(OH)2 (Ppm)


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya yang paling fundamental yang dimiliki manusia. Air merupakan zat kehidupan manusia, dimana tidak satu pun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65-75 % dari berat badan manusia dewasa terdiri dari air.

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan. Melalui penyediaan air bersih disuatu daerah, maka penyebaran penyakit menular diharapkan bisa ditekan seminimal mungkin.

Peningkatan kualitas air minum dapat dilakukan dengan jalan mengadakan pengolahan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari permukaan. Pengolahan yang dimaksud bisa dimulai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kekotoran dari sumber asal air tersebut. Oleh karena itu, dalam praktek sehari-hari maka pengolahan air menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa dipakai sebagai sebagai sumber persediaan atau tidak. Salah satu proses pengolahan yang bisa diterapkan untuk mengolah air sungai menjadi air bersih yang berkualitas baik adalah proses netralisasi pH. Proses ini merupakan proses akhir dalam pengolahan air. Proses ini erat kaitannya satu sama lain. Proses ini melibatkan


(11)

2

peran suatu bahan kimia, yang biasa dipakai adalah kapur (Ca(OH)2). Penambahan bahan kimia ini dilakukan pada bak reservoir melalui pengendapan terdahulu pada bak dan saturator yang bertujuan untuk mengurangi partikel-partikel yang dapat menyebabkan kekeruhan. Penambahan larutan kapur ini dimaksudkan untuk menetralisasi pH air karena dengan adanya kandungan alum(tawas) dalam air yang berasal dari bak clearator akan membuat pH air bersifat asam.

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan

Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk menentukan dosis larutan kapur (Ca(OH)2) optimium yang dibutuhkan untuk menetralkan pH air reservoir PDAM Tirtanadi Sunggal.

1.2.2. Manfaat

Adapun manfaat tugas akhir ini adalah agar dapat memperkirakan berapa dosis larutan kapur (Ca(OH)2 yang optimum untuk menetralkan pH air reservoir PDAM Tirtanadi Sunggal.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satu pun makhluk hidup yang berada di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam sel hidup, baik pada tumbuh-tumbuhan ataupun pada hewan (termasuk di dalamnya manusia) akan terkandung sejumlah air, yaitu lebih dari 75 % kandungan sel tumbuh-tumbuhan atau lebih dari 67 % kandungan sel hewan, terdiri dari air. Jika kandungan tersebut berkurang, misalnya dehidrasi pada manusia yang diakibatkan muntaber, kalau tidak cepat ditanggulangi akan mengakibatkan kematian. Tanaman yang lupa tidak disiram pun akan layu dan kalau dibiarkan akan mati.

Secara tidak langsung yang menjadi penyebab krisis air terutama karena terjadi penggundulan hutan, penurunan kawasan resapan air, dan pencemaran. Yang paling mengerikan adalah akibat pencemaran. Air merupakan substrat yang paling parah akibat pencemaran. Berbagai jenis pencemar yang banyak memasuki badan air, berasal dari:

- Sumber domestik (rumah tangga, perkampungan, kota, pasar, jalan) dan sebagainya;

- Sumber nondomestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan serta sumber-sumber lainnya).

Secara langsung ataupun tidak langsung pencemar tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas air, baik untuk keperluan air minum, air industri


(13)

4

ataupun keperluan lainnya. Kekeruhan air yang dapat ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan anorganik, seperti lumpur dan buangan dari pemukiman tertentu yang menyebabkan air sungai menjadi keruh.

Warna air berubah bergantung kepada buangan yang memasuki badan air. Sedangkan dari sifat pengendapannya, yang dapat menyebabkan kekeruhan berasal dari bahan-bahan yang mudah diendapkan dan bahan-bahan yang sukar diendapakan. Berbagai cara dan usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran pencemaran terhadap air dapat dihindari, dikurangi, atau minimal dapat dikendalikan.

Air yang mengandung kekeruhan tinggi akan mengalami kesulitan kalau diproses untuk sumber air bersih. Kesulitannya antara lain dalam proses penyaringan. Kalaupun proses penyaringan dapat dilakukan akan memerlukan biaya yang lebih besar dan mungkin pula mahal ( Suriawiria, 2004 ).

Menurut Abdullah (1989), air dapat dibagi atas beberapa kriteria yaitu golongan A, B, C, dan D.

- Golongan A; yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu;

- Golongan B; yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga;

- Golongan C; yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan;

- Golongan D; yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, listrik tenaga air.


(14)

Selain itu menurut Gabriel juga ada tiga penyebab utama tercemarnya suatu perairan:

- Peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat;

- Terjadinya perpindahan dan pertambahan penduduk di sekitar daerah industri;

- Kurangnya kesadaran sosial dan rendahnya pendapatan untuk memperbaiki lingkungan hidup.

Air sering juga disebut sebagai pelarut universal karena mempunyai sifat yang dapat melarutkan banyak zat kimia. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hydrogen (H+

Secara umum kegunaan air di dalam tubuh dan kehidupan manusia adalah untuk proses metabolisme mengangkat zat-zat makanan dalam tubuh mengatur keseimbangan suhu tubuh dan menjaga jangan sampai tubuh kekeringan oleh kandungan air (dehidrasi). Oleh karena itu penyediaan air bersih salah satu tuntutan umum bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya dan penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia ( Sutrisno, 2004 ).

) yang berikatan dengan sebuah ion hidroksida.

2.1.1. Sumber Air

Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “ Cyclus Hydrology”. Dengan adanya penyinaran matahari,

maka semua air yang ada di permukaan bumi akan menguap dan membentuk uap air. Karena adanya angin, maka uap air ini akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan awan. Oleh angin awan ini akan terbawa makin


(15)

6

lama makin tinggi dimana temperatur semakin rendah, dan akan membentuk titik-titik air dan akan jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir kedalam tanah, jika menjumpai lapisan rapat, peresapan air akan berkurang, dan sebagian akan mengalir diatas lapisan rapat tersebut. Jika air ini keluar ke permukaan bumi, maka air ini akan disebut mata air.

Air yang mengalir di atas permukaan bumi umumnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung) maka air akan berkumpul dan membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantaranya yang mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi ini (Sutrisno, 2004).

Menurut Gabriel ( 2001 ), secara garis besar dapat dikatakan air bersumber dari:

1. Laut; air laut 2. Darat; air tanah 3. Udara; air hujan

1. Air Laut

Air yang dijumpai di dalam alam berupa air laut sebanyak 80%, sedangkan sisanya berupa air tanah/daratan, es, salju dan hujan.

Menurut Sutrisno (2004), air laut mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.


(16)

2. Air tanah

Air tanah disebut pula air tawar oleh karena tidak terasa asin. Berdasarkan lokasi air maka air tanah dibagi dalam dua bagian yaitu:

1. Air permukaan tanah

2. Air jauh dari permukaan tanah.

2.1. Air permukaan tanah

Termasuk air permukaan tanah antara lain sungai, rawa-rawa, danau, waduk (danau buatan). Kesemuanya itu sangat tergantung curah hujan. Apabila curah hujan lebat, maka air sungai, danau akan pasang.

Menurut Sutrisno ( 2004), air permukaan tanah terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih.

2.2. Air jauh dari permukaan tanah

Disebut juga air tertekan yaitu air yang tersimpan didalam lapisan tanah. Menurut Sutrisno (2004), air ini terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam ini tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus menggunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya, sehingga dalam suatu kedalaman tertentu akan didapat suatu lapisan air.

Jika tekanan air tanah air ini besar, maka air ini akan dapat menyembur keluar dan dalam keadaan ini sumur ini disebut dengan artesis. Jika air tidak dapat

keluar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.


(17)

8

3. Air hujan

Adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air hujan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Setelah mengalami suatu pengotoran, pada suatu saat air hujan itu akan mengalami suatu proses pembersihan sendiri dengan cara udara yang mengandung oksigen atau gas O2 akan membantu mengalami proses pembusukan yang terjadi pada air permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama dalam perjalanan, O2

2.1.2. Syarat-Syarat Air Minum

akan meresap ke dalam air hujan.

Menurut Sutrisno (2004), unsur-unsur yang dianalisa dalam penentuan air disebut parameter kualitas air, yakni sifat-sifat fisis, kimia dan biologis. Parameter dari kualitas air antara lain:

1. Persyaratan fisis

Dalam standar persyaratan fisis air minum tampak adannya lima unsur persyaratan meliputi; suhu, warna, bau, rasa , dan kekeruhan.

1.1. Suhu

Temperatur dari air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahan, terutama apabila temperatur tersebut sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah 100C sampai 150, tetapi iklim setempat, kedalaman pipa-pipa saluran air, dan jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur ini.


(18)

1.2. Warna

Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa-rawa, sering kali berwarna sehingga tidak dapat diterima masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri, tanpa dilakukannya pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Bahan-bahan yang menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak antara air dengan reruntuhan organis seperti daun, duri pohon jarum, dan kayu yang semuanya dalam berbagai tingkat pembusukan. Air yang mengandung bahan-bahan pewarna alamiah yang berasal dari rawa dan hutan dianggap tidak mempunyai sifat-sifat yang membahayakan atau toksis.

1.3. Bau dan Rasa

Adanya bau dan rasa pada air minum akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Bau dan rasa biasanya terjadi bersama-sama dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tetentu organisme mikroskopik, serta persenyawan-persenyawaan kimia seperti fenol. Bahan-bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat, bila terhadap air dilakukan klorinasi. Standart persyaratan air minum yang menyangkut bau dan rasa ini baik yang ditetapkan oleh WHO maupun U.S. Public Health Service menyatakan bahwa dalam air minum tidak boleh terdapat bau dan rasa yang tidak diinginkan.

1.4. Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna atau rupa yang


(19)

10

berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi: tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar, dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnnya. Kebanyakan bangunan pengolahan air yang modern menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang. Menurut Clair N Sawyear, dkk; dikatakan bahwa kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan dan akan mengurangi efektifitas usaha desinfeksi.

2. Persyaratan Kimia

Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan.

Dalam Peraturan Mentri Kesehatan RI No.907/MENKES/SK/VII/ 2002 tercantum sebanyak 29 macam standart. Unsur-unsur tersebut tidak dikehendaki kehadirannya dikarenakan zat kimia yang bersifat racun dapat merusak perpipaan ataupun karena sebagai penyebab bau/rasa yang akan menganggu estetika.

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan

Kadar Maksimum yang diperbolehkan

Antimony mg/L 0.005 0.005

Air Raksa mg/L 0.001 0.001

Arsenic mg/L 0.01 0.01

Barium mg/L 0.7 0.7

Boron mg/L 0.3 0.3

Cadmium mg/L 0.003 0.003

Kromium mg/L 0.05 0.05

Tembaga mg/L 2 2

Sianida mg/L 0.07 0.07

Fluorida mg/L 1.5 1.5

Timah mg/L 0.01 0.01

Molybdenum mg/L 0.07 0.07


(20)

Nikel mg/L 0.02 0.02

Nitrat (NO2) mg/L 50 50

Nitrit (NO3) mg/L 3 3

Selenium mg/L 0.01 0.01

Ammonia mg/L 1.5 1.5

Aluminium mg/L 0.2 0.2

Klorida mg/L 250 250

Copper mg/L 1 1

Kesadahan mg/L 500 500

Hidrogen sulfide mg/L 0.05 0.05

Besi mg/L 0.3 0.3

Mangan mg/L 0.1 0.1

Ph - 6.5-8.5 6.5-8.5

Sodium mg/L 200 200

Sulfat mg/L 250 250

Total Padatan Terlarut

mg/L

1000 1000

Seng mg/L 3 3

3. Persyaratan Biologis

Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit ( pathogen ) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli. Sekalipun sebaliknya mikroorganisme nonpathogen secara relative tidak berbahaya bagi kepentingan kesehatan, namun karena golongan ini sering dalam jumlah berlebihan dapat mempengaruhi rasa, bau esthetis dan lain-lain, timbale balik justru dapat berakibat menyulitkan pengolahan air.

2.2. Proses Pengolahan Air Secara Umum

Pengolahan air merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “ Water Treatment” yaitu suatu usaha menjernikan air dan meningkatkan mutu air agar dapat diminum. Pengolahan disebut juga usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan.


(21)

12

Menurut Gabriel (2001), proses pengolahan air meliputi empat tahap, yaitu:

1. Proses purifikasi (penjernihan) air 2. Proses desinfeksi

3. Proses pengaturan pH air 4. Proses pengaturan mineral air.

2.2.1 Proses purifikasi (penjernihan) air

Pemurnian air atau disebut juga water purification yaitu suatu proses

merubah keadaan air dari keruh, berbau dan berwarna, pH beraneka menjadi air yang jernih, bebas dari keruh, bau dan warna serta pH-nya netral.

Menurut Gabriel (2001), untuk mengatasi kekeruhan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

2.2.1.1. Pengendapan secara alami (sedimentasi)

Dengan cara membiarkan air yang mengandung Lumpur kasar maupun halus akan perlahan-lahan mengendap. Proses ini memerlukan waktu 1-6 jam, sedangkan air yang mengandung koloidal tidak mungkin terjadi pengendapan secara alami.

Pengendapan partikel-partikel padat dari air sungai terjadi dengan gaya gravitasi. Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka secara periodik lumpur endapan harus kita keluarkan (Sutrisno,2004).

2.2.1.2. Melalui proses koagulasi

Proses ini menyangkut pembentukan flok yang mengadsorbsi dan mengikat partikel koloid dalam air sehingga membentuk flok yang lebih besar


(22)

agar mudah diendapkan dan disaring. Koagulasi dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia atau sering disebut koagulan. Koagulan yang umum digunakan adalah aluminium sulfat ( Al2(SO4)3.18H2

2.2.1.3. Proses sedimentasi aktif

O ) yang juga dikenal dengan nama tawas. Bahan ini paling banyak dipergunakan karena relative murah dan mudah didapat di pasaran ( Suriawiria, 2004 ).

Apabila sudah menggunakan koagulan, maka koloidal-koloidal yang ada dalam air akan mengalami flokulasi dan dengan sendirinya akan membentuk endapan dalam waktu 1-4 jam berikutnya. Untuk mempercepat terjadinya sedimentasi perlu dilakukan sentrifuge.

2.2.1.4. Melalui proses filtrasi

Koloidal yang telah mengalami flokulasi namun tidak terjadi pengendapan maka usaha selanjutnya melalui proses filtrasi. Ada dua macam filtrasi yaitu saringan pasir cepat ( rapid sand filter) dan saringan pasir lambat (slow sand filter). Keuntugan rapid sand filter adalah kemampuan menyaring 5- 10 m3/m2/jam, makin luas permukaan makin besar volume air yang tersaring, berbeda halnya dengan slow rapid sand yang hanya memiliki kemampuan menyaring sekitar 0,1-0,2 m3/m2/jam, dibutuhkan bak yang sangat besar untuk meningkatkan volume penyaringan.

Sedangkan kejelekan dari rapid sand filter adalah perl pretreatment (pengolahan air terdahulu misalnya proses sedimen atau proses koagulasi terlebih dahulu) dan banyak bakteri turut melewati filter, berbeda halnya dengan slow sand filter, tidak perlu dilakukan ptertreatmen oleh karena banyak bakteri akan tertahan pada filteri ini.


(23)

14

2.2.2. Proses Desinfeksi

Lebih dari 50 persen patogen di dalalm air akan mati dalam waktu 2 hari dan 90 persen akan mati pada akhir 1 minggu. Oleh karena itu, waduk- waduk penampun sebenarnya cukup efektif untuk mengendalikan bakteri. Walaupun demikian, beberapa jenis patogen mungkin tetap hidup selama 2 tahun atau lebih, karena itu dibutuhkan desinfeksi, yaitu suatu proses agar kuman patogen yang berada dalam air dapat di musnahkan. Klorin telah terbukti merupakan desinfektan yang ideal. Bila dimasukkan dalam air akan meempunyai pengaruh yang segera dan membinasakan kebanyakan makhluk mikroskopis (Linsey, 1991).

2.2.3. Proses Pengaturan pH Air

PH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Dalam penyediaan air, ph merupakan satu faktor yan harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimia, desinfeksi. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH ini adalah Ph air normal berkisar 6,5 – 9,2 ( Sutrisno, 2004 ).

Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH ( Hanum, 2002 ).

Apabila pH kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2 akan mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami korosi pada pipa-pipa air sehingga pada akhirnya air tersebut akan menjadi racun bagi tubuh manusia. Dalam


(24)

penjernihan, dimana tawas merupakan pilihan utama (oleh karena ekonomis), namun dalam hal pembentukan flok cendrung bersifat asam.

2.3. Kapur ( Adjusment pH )

Kapur merupakan bahan kimia yang paling dikenal dan digunakan untuk penetapah pH. Kebanyakan tersedia di pasaran dalama bentuk Ca(OH)2

Penambahan larutan kapur bertujuan untuk menetralisasi pH. Karena dengan adanya kandungan alum ( tawas) dalam air akan membuat pH air bersifat asam. Penambahan larutan kapur ini dilakukan pada bak reservoir sebelum air siap untuk didistribusikan, sedangkan pengendapan larutan kapur dilakukan di bak dan saturator, keseluruhan proses ini mengandalkan proses gravitasi agar getaran dan riak dapat diminimalisir. Saturator adalah sebuah tabung besar yang merupakan terminal larutan kapur untuk diinjeksikan ke air hasil olahan. Air kapur dari saturator ini juga masih membwa partikel kapur yang luput mengendap, walupun demikian reservoir dapat juga berperan sebagai bak pengendap akhir dari air hasil proses ( Buletin Titrtanadi No.4, 2006 ).

, biasanya tersedia dalam bentuk gumpalan, serbuk atau tepung. Karena pada umumnya kapur tersedia dengan mudah, harganya lebih relatif murah, dan mudah untuk digunakan. Walaupun demikian sistem pemakain kapur dapat menimbulkan masalah dalam pemeliharaan jika operasinya tidak memadai.

Penambahan larutan kapur ke dalam air hasil olahan untuk mengatasi keasaman air. Di laboratorium, dosis larutan kapur yang dibutuhkan dapat ditentukan melalui percobaan yang disebut jar-test. Jumlah larutan kapur yang


(25)

16

dibutuhkan untuk menetralkan pH air tergantung pada mutu kimiawi air. Dalam air larutan kapur akan menghasilkan reaksi sebagai berikut :

Al2(SO4)3 2Al+++ + 3 SO4 Ion Aluminium (Al

=

+++

H

) berasal dari proses koagulasi (tawas); 2O H+ + OH

Ion Hidroksida (OH

-) kemudian bereaksi dengan ion aluminium (Al+++ 2Al

) +++

+ OH- 2Al(OH)3

Terbentuknya endapan (flok) dan dihasilkan asam yang berasal dari ion H

+

Untuk menetralkan ditambahkan larutan kapur ( Ca(OH)

2

Ca(OH)

)

2 Ca + 2OH

Ion hidroksida (OH

-) berasal dari larutan kapur bereaksi dengan ion H+ H

+

+ 2OH- H2O

Semakin banyak jumlah alum(tawas) yang ditambahkan dalam air maka akan meningkatkan keasaman air, dan hal ini meyebabkan Ph semakin turun. semakin tinggi tingkat keasaman air maka semakain besar dosis larutan kapur yang dibutuhkan untuk menetralkan air hasil olahan.

Dengan demikian, perlu dicari dosis larutan kapur yang optimum untuk menetralkan air hasil olahan agar berada dalam range pH 6,8 – 8,5 yang merupakan standart pH di reservoir 6,5 – 8,5 (Keputusan Mentri Kesehatan RI No.907/MENKES/SK/VII/ 2002.


(26)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Jar Test

2. Timbangan analitik

3. 10 Beaker glass 1000 ml

4. Gelas ukur 20 ml

5. Pipet volum 10 ml

6. Comparator pH

3.1.2. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang dipakai dalam percobaan ini adalah: 1. Kapur

2. Air Reservoir PDAM Tirtanadi Sunggal

3. Aquadest


(27)

18

3.2. Prosedur Kerja

3.2.1. Pembuatan Larutan Kapur jenuh Prosedur:

1. Ditimbang 2,5 gr kapur,

2. Dilarutkan dalam 1000 ml Aquadest dalam beaker glass,

3. Dilakukan pengadukan cepat dengan menggunakan Jar Test, diatur pada putaran 140 rpm selama 20 menit,

4. Didiamkan selama 2 jam,

5. Diperiksa dan dicatat pH larutan kapur jenuh.

3.2.2. Persiapan Penginjeksian Prosedur:

1. Diisi masing-masing 10 beaker glas 1000 ml dengan 1000 ml sampel air reservoir,

2. Lalu diinjeksikan masing-masing beaker glas dengan variasi dosis larutan kapur jenuh yang diinginkan berdasar hasil perhitungan :

3. Dilakukan pengadukan cepat dengan menggunakan Jar Test, diatur putaran 140 rpm selama 5 menit,

4. Didiamkan selama 10 menit

5. Diperiksa dan dicatat pH sampel.


(28)

3.2.3. Pemeriksaan pH

1. Diisi kuvet dengan air sampel ± 10 ml.

2. Ditambahkan 3 tetes indikator Brom Thymol Blue.

3. Ditempatkan kuvet sampel di sebelah kanan pada tempat kuvet

comparator.

4. Ditempatkan kuvet blanko sebelah kiri pada tempat kuvet comparator.

5. Dibandingkan warna sampel dengan standart pada comparator.

i. Jika warna sampel sama atau mendekati maka nilai pH baca pada disk comparator.

Keterangan

ii. Jika warna sampel tidak sama dengan warna pada disk comparator,

maka dilihat nilai tengah median. 6. Dicatat hasil pengukuran yang diperoleh.

Standart pH di reservoir 6,5 – 8,5 (Keputusan Mentri Kesehatan RI No.907/MENKES/SK/VII/ 2002)


(29)

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil Ph yang ingin dicapai = 7,0

Tabel 4.1 Sampel I dengan pH awal 5,8

Jar ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ca(OH)2 (Ppm) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 pH akhir 6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7,0 7,1 7,2

Tabel 4.2 Sampel II dengan pH awal 6,0

Jar ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ca(OH)2 (Ppm) 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 pH akhir 6,4 6,5 6,6 6,6 6,7 6,7 6,8 6,9 7,0 7,1

Tabel 4.3 Sampel III dengan pH awal 6,3

Jar ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ca(OH)2 (Ppm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pH akhir 6,4 6,5 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7,0 7,0 7,1

Tabel 4.4 Sampel IV dengan pH awal 6,5

Jar ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ca(OH)2 (Ppm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pH akhir 6,6 6,7 6,8 6,9 6,9 7,0 7,1 7,1 7,2 7,2

Tabel 4.5 Sampel V dengan pH awal 6,7

Jar ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ca(OH)2 (Ppm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pH akhir 6,8 6,9 7,0 7,1 7,2 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6


(30)

Grafik 4.1 Sampel I dengan pH awal 5,8


(31)

22

Grafik 4.3 Sampel III dengan pH awal 6,3

Grafik 4.4 Sampel IV dengan pH awal 6,5


(32)

Grafik 4.5 Sampel V dengan pH awal 6,7

Tabel pH awal versus Dosis Optimum Ca(OH)2 pH Awal

(Ppm)

5,8 6,0 6,3 6,5 6,7 Dosis Optimum Ca(OH)2 (Ppm) 3 6 8 11 12


(33)

24

4.2. Pembahasan

Berdasarkan data dan hasil percobaan di atas, diperoleh dosis larutan kapur yang optimum untuk menetralkan pH air. Selain itu, hal ini juga menunjukkan hubungan yang searah, yaitu semakin tingginya tingkat keasaman air maka semakin besar dosis larutan kapur yang dibutuhkan untuk mengatasi keasaman dan membuat pH air berada dalam range yang distandarkan yaitu pH 6,8 – 8,5.

Penambahan larutan kapur Ca(OH)2 ke dalam air olahan dimaksudkan untuk mencapai suatu titik, dengan kata lain membuat pH air konstan, tidak turun lagi, titik tersebut titik optimum. Titik optimum dicapai ketika larutan kapur Ca(OH)2 ditambahkan dengan dosis tertentu bekerja semaksimal mungkin untuk bereaksi dengan ion H+

Dengan demikian, dosis larutan kapur Ca(OH)

yang berasal dari proses koagulasi air olahan yang merupakan penyebab keasaman. Ketika titik optimum dicapai maka pH air olahan akan semakin meningkat sepeti terlihat pada table di atas.

2

- Sampel I dengan pH awal 5,8 dibutuhkan dosis Ca(OH)

optimum yang dibutuhkan untuk menetralkan air reservoir pada masing-masing sampel seperti terlampir pada table di atas adalah sebagai berikut :

2

- Sampel II dengan pH awal 6,0 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 12 ppm 2

- Sampel III dengan pH awal 6,3 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 11 ppm 2

- Sampel IV dengan pH awal 6,5 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 8 ppm 2

- Sampel V dengan pH awal 6,7 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 6 ppm 2 sebesar 3 ppm


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

- Bahan kimia yang sering digunakan untuk menetralkan pH air olahan adalah kapur ( Ca(OH)2

- Penentuan dosis larutan kapur (Ca(OH) )

2

- Diperoleh hubungan yang searah antara tingkat keasaman air dengan dosis larutan kapur, yaitu semakin tinggi tingkat keasaman air maka semakin besar pula dosis larutan kapur yang dibutuhkan untuk mengatasi keasaman dan membuat pH air berada dalam range yang distandarkan yaitu pH 6,8 – 8,5

) optimum untuk menetralkan pH air dapat dilakukan dengan menggunakan metode jar-test

- Dosis optimum ( Ca(OH)2

- Sampel I dengan pH awal 5,8 dibutuhkan dosis Ca(OH)

) yang dibutuhkan untuk menetralkan air reservoir dengan tingkat keasaman yang berbeda dapat diperkirakan adalah sebagai berikut:

2

- Sampel II dengan pH awal 6,0 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 12 ppm 2

- Sampel III dengan pH awal 6,3 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 11 ppm 2

- Sampel IV dengan pH awal 6,5 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 8 ppm 2

- Sampel V dengan pH awal 6,7 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 6 ppm 2 sebesar 3 ppm


(35)

26

5.2. Saran

Sebaiknya penginjeksian larutan kapur (Ca(OH)2

) dilakukan sebelum air olahan sampai ke reservoir untuk lebih menimalisir tingkat kekeruhan dan memperkecil terjadinya korosi pada pipa-pipa distribusi.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Chaenulfifah. (1989). LAPORAN PENELITIAN EVALUASI KUALITAS KIMIA DAN BIOLOGI DI SEKITAR PT. INDAH KILAT PULP PERAWANG RIAU. Pekan Baru.

Buletin Titrtanadi NO.4. (2006). PDAM TIRTANADI PENGHARGAAN CIPTA KARYA DAN CITRA PELAYANAN PRIMA. Periode 2. Medan.

Gabriel, J. F. (2001). FISIKA LINGKUNGAN. Cetakan I. Penerbit Hipokrates. Jakarta.

Hanum,Farida. (2002). PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK KEPERLUAN AIR MINUM. USU Digitally Library. Medan.

Ryadi, Slamet SKM. (1984). PENCEMARAN AIR. Penerbit Karya Anda. Surabaya.

Suriawiria,Unus. (2005). AIR DALAM KEHIDUPAN DAN LINGKUNGAN YANG SEHAT. Penerbit PT. Alumni. Bandung.

Sutrisno, Totok C, dkk. (1987). TEKNOLOGI PENYEDIAAN AIR BERSIH. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.


(1)

Grafik 4.3 Sampel III dengan pH awal 6,3


(2)

Grafik 4.5 Sampel V dengan pH awal 6,7

Tabel pH awal versus Dosis Optimum Ca(OH)2

pH Awal

(Ppm)

5,8 6,0 6,3 6,5 6,7


(3)

4.2. Pembahasan

Berdasarkan data dan hasil percobaan di atas, diperoleh dosis larutan kapur yang optimum untuk menetralkan pH air. Selain itu, hal ini juga menunjukkan hubungan yang searah, yaitu semakin tingginya tingkat keasaman air maka semakin besar dosis larutan kapur yang dibutuhkan untuk mengatasi keasaman dan membuat pH air berada dalam range yang distandarkan yaitu pH 6,8 – 8,5.

Penambahan larutan kapur Ca(OH)2 ke dalam air olahan dimaksudkan

untuk mencapai suatu titik, dengan kata lain membuat pH air konstan, tidak turun lagi, titik tersebut titik optimum. Titik optimum dicapai ketika larutan kapur Ca(OH)2 ditambahkan dengan dosis tertentu bekerja semaksimal mungkin untuk

bereaksi dengan ion H+

Dengan demikian, dosis larutan kapur Ca(OH)

yang berasal dari proses koagulasi air olahan yang merupakan penyebab keasaman. Ketika titik optimum dicapai maka pH air olahan akan semakin meningkat sepeti terlihat pada table di atas.

2

- Sampel I dengan pH awal 5,8 dibutuhkan dosis Ca(OH)

optimum yang dibutuhkan untuk menetralkan air reservoir pada masing-masing sampel seperti terlampir pada table di atas adalah sebagai berikut :

2

- Sampel II dengan pH awal 6,0 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 12 ppm

2

- Sampel III dengan pH awal 6,3 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 11 ppm

2

- Sampel IV dengan pH awal 6,5 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 8 ppm

2

- Sampel V dengan pH awal 6,7 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 6 ppm


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

- Bahan kimia yang sering digunakan untuk menetralkan pH air olahan adalah kapur ( Ca(OH)2

- Penentuan dosis larutan kapur (Ca(OH) )

2

- Diperoleh hubungan yang searah antara tingkat keasaman air dengan dosis larutan kapur, yaitu semakin tinggi tingkat keasaman air maka semakin besar pula dosis larutan kapur yang dibutuhkan untuk mengatasi keasaman dan membuat pH air berada dalam range yang distandarkan yaitu pH 6,8 – 8,5

) optimum untuk menetralkan pH air dapat dilakukan dengan menggunakan metode jar-test

- Dosis optimum ( Ca(OH)2

- Sampel I dengan pH awal 5,8 dibutuhkan dosis Ca(OH)

) yang dibutuhkan untuk menetralkan air reservoir dengan tingkat keasaman yang berbeda dapat diperkirakan adalah sebagai berikut:

2

- Sampel II dengan pH awal 6,0 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 12 ppm

2

- Sampel III dengan pH awal 6,3 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 11 ppm

2

- Sampel IV dengan pH awal 6,5 dibutuhkan dosis Ca(OH)

sebesar 8 ppm


(5)

5.2. Saran

Sebaiknya penginjeksian larutan kapur (Ca(OH)2

) dilakukan sebelum air olahan sampai ke reservoir untuk lebih menimalisir tingkat kekeruhan dan memperkecil terjadinya korosi pada pipa-pipa distribusi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Chaenulfifah. (1989). LAPORAN PENELITIAN EVALUASI KUALITAS KIMIA DAN BIOLOGI DI SEKITAR PT. INDAH KILAT PULP PERAWANG RIAU. Pekan Baru.

Buletin Titrtanadi NO.4. (2006). PDAM TIRTANADI PENGHARGAAN CIPTA KARYA DAN CITRA PELAYANAN PRIMA. Periode 2. Medan.

Gabriel, J. F. (2001). FISIKA LINGKUNGAN. Cetakan I. Penerbit Hipokrates. Jakarta.

Hanum,Farida. (2002). PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK KEPERLUAN AIR MINUM. USU Digitally Library. Medan.

Ryadi, Slamet SKM. (1984). PENCEMARAN AIR. Penerbit Karya Anda. Surabaya.

Suriawiria,Unus. (2005). AIR DALAM KEHIDUPAN DAN LINGKUNGAN YANG SEHAT. Penerbit PT. Alumni. Bandung.

Sutrisno, Totok C, dkk. (1987). TEKNOLOGI PENYEDIAAN AIR BERSIH. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.