menjadikan manusia tidak lagi dalam state of nature, tetapi dalam keadaan hidup bermasyarakat atau bernegara. Pelaksanaan ini dicapai melalui kontrak sosial.
B. Interaksi Teori Kontrak Sosial Jean Jacques Rousseau Terhadap Substansi
Hukum dan Demokrasi
Jean Jasques Rousseau dilahirkan di Jenewa tahun 1712 ia adalah seorang pemikir yang banyak memberi pengaruh di berbagai bidang termasuk filsafat, kesusastraan dan
politik.
33
Dalam berbagai ajarann filsafatnya, Rousseau telah memasuki unsur perasaan, suatu hal yang tidak dilakukan oleh pemikir-pemikir sebelumnya. Kecuali itu yang sangat
menarik dan Rousseau adalah sikapnya yang sangat menarik dari Rousseau adalah sikapnya yang sangat bebas terhadap keadaan-keadaan atau masalah-masalah yang sudah
berlaku umum dalam zamannya kebebasan sikap atau penderian itu tidak hanya terbatas pada pimikirannya tentang negara dan hukum, tetapi sikap itu pertama-tama ditujukan
kepada sifat-sifat yang tidak sesuai dengan alam, yang diakibatkan oleh peradaban dan kebaktian manusia itu sendiri. Dalam hubungan ini Rousseau berpendirian bahwa
manusia yang menurut kodratnya itu baik sebenarnya telah dirusak oleh peradaban yang dikembangkannya sendiri.
33
Ibid, h. 149
Ia juga menyatakan bahwa peradaban modern dengan logika Rasionalisme Cartesiannya membuat manusia menjadi terasing dari kehidupannya Rasionalisme
membuat manusia mengabaikan asfek emosi dan romantisme dalam dirinya. Manusia tidak lagi menjadi manusia yang alamiah.
Pemikiran Rousseau tentang masyarakat dan negara di tuangkan dalam tulisannya Du Contract Sosial Perjanjian social. Dalam tulisannya ini, Rousseau mengemukakan
perjanjian bersama sebagai jalan membentuk negara polis seperti pada masa Yunani Kuno, republik atau badan politik. Istilah ini bagi Rousseau dapat dipertukarkan dengan
istilah-istilah lain, seperti rakyat berdaulat, kekuasaan, ataupun rakyat saja tergantung pada cara melihat negara itu.
Dalam menjawab pertanyaan tentang asal mula negara, Rousseau tidak begitu berbeda dengan penganut ajaran hukum alam lainnya. Artinya Rousseau sependapat
dengan teori perjanjian masyarakat yang umumnya berkembang sebagai akibat adanya kekacauan dan berbagai pertentangan dari keadaan alamiah manusia. Akan tetapi segi-
segi tertentu Rousseau memiliki corak tersendiri, yaitu dengan memasukkan pemikirannya tentang kedaulatan rakyat.
Mengenai perjanjian masyarakat, bagi Rousseau yang penting adalah bagaimana menciptakan keseimbangan antara kekuasaan pihak-pihak yang telah ditunjuk untuk
berkuasa dengan kebebasan rakyat yang memberi kuasa. Dalam hubungan ini dipersoalkan bagaimana cara mendapatkan suatu alasan yang masuk akal dan rasional
tentang keseimbangan antara perjanjian masyarakat yang mengikat dengan kebebasan
orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat yang mengikat dengan kebabasan orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat tersebut J.J
Rousseau berpendirian bahwa ini perjanjian masyarakat adalah menemukan satu bentuk kesatuan yang mampu membela dan melindungi kekuasaan bersama disamping
kekuasaan pribadi dan milik setiap orang, sehingga semuanya dapat bersatu kedatipun masing-masing orang tetap mempertahankan dirinya sendiri atau memperhitungkan
kemerdekaan dan kebebasan yang telah dibawahnya sejak lahir. Dengan perjanjian masyarakat itu, setiap orang melepaskan dan menyerahkan
haknya kepada kesatuannya, yaitu masyarakat. Sebagai konsekuensinya adalah, pertama, akan tercipta kemampuan umum volonte generale, yaitu kesatuan kemauan
orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat tadi. Volone generale inilah yang merupakan kesatuan tertinggi dalam masyarakat; kedua. terciptanya suatu
masyarakat atau gemeinschaf, yaitu kesatuan orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat tadi. Masyarakat ini memiliki kemauan umum volne generale,
suatu kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tersebut disebut kedaulatan rakyat. Dengan perjanjian masyarakat akan tercipta masyarakat, dan selanjutnya bisa
meluas menjadi negara. Dengan demikian berarti telah terjadi suatu peralihan dari keadaan alam bebas keadaan bernegara. Karena peralihan tersebut, naluri manusia telah
diganti dengan keadilan dan tindakan-tindakan yang mengandung kesusilaan. Kebebasan dan kemerdekaan alamiah yang tanpa batas diganti dengan kebebasan dan kemerdekaan
yang dibatasi oleh kemauan umum yang ada dalam masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Beberapa sifat dan kontrak Rousseau adalah. Pertama, kontrak sosial itu hanya antara sesama rakyat atau anggota-anggota masyarakat, kedua, melalui kontrak sosial itu
masing-masing melimpahkan segala hak perorangannya kepada komunitas sebagai satu keutuhan.
34
Jika Hobbes hanya mengenal pactum subjections dan Locke mengkontruksi dua jenis perjanjian saja, yaitu hanya pactum unionis, perjanjian masyarakat yang
sebenarnya. Rousseautidak mengenal pactum subjectionis yang membentuk pemerintah yang ditaati. Pemerintah tidak mempunyai dasar kontraktual. Hanya organisasi politiklah
yang dibentuk dengan kontrak. Pemerintahan sebagai pimpinan organisasi itu dibentuk dan ditentukan oleh yang berdaulat dan merupakan wakil-wakilnya gecommitterde.
Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya. Negara atau “badan koperatif kolektif” yang dibentuk itu menyatakan kemauan
umumnya generalwill yang tidak dapat khilaf, keliru atau salah, tetapi yang tidak senantiasa progressif. Kemauan umum inilah yang mutlak berdaulat kemauan umum
tidak selalu berarti kemauan seluruh rakyat. Adakalanya terdapat perbedaan-perbedaan antara kemauan umum dan kemauan
seluruh rakyat will of all. Kemauan selalu benar dan ditujukan untuk kebahagian
34
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran Jakarta, UI Press, 1993, Cet. Ke-5. h. 69
bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat juga memperhatikan kepentingan individual particular interest dan karena itu merupakan keseluruhan kemauan-kemauan khusus
partikular will tersebut. Dengan kontruksi perjanjian masyrakat itu, Rousseau menghasilkan bentuk
negara yang kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya. Ia adalah peletak dasar paham kedaulatan rakyat atau jenis negara yang demokratis, yakni
rakyat dan penguasa-penguasa negara hanyamerupakan wakil-wakil rakyat.
35
Gagasan Rousseau mengenai negara dan kekuasaan merupakan refleksi kritisnya atas sistem kenegaraan yang berlaku pada masa itu. Tidak sulit memahami mengapa
demikian. Penguasa mengklaim Geneva sebagai sebuah republik, negara yang amat mementingkan kedaulatan rakyat dan rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaannya,
tetapi dalam praktiknya negara Geneva adalah sebuah negara yang dikuasai oleh segelincir keluarga bangsawan aristokrasi dan kekuasaanya bersifat turun-temurun.
Negara atau sistem pemerintahan yang bagaimanakah yang ideal menurut Rousseau? Dalam Du Contrat Social, ia mendambakan suatu negara atau sistem
pemerintahan yang memberlakukan demokrasi langsung, yaitu suatu sistem kenegaraan dimana setiap warga negara-negara jumlahnya tidak begitu banyak menjadi pembaut
keputusan dalam suatu wilayah yang tidak terlalu luas. Rousseau mendambakan negara- negar kota seperti zaman romawi kuno, sistem pemerintahan didesa-desa di Swiss ketika
35
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta: Renada Media, 2003, Cet. Ke-1, h. 40
ia masih kanak-kanak. Di negara-negara kota seperti itu, rakyat dapat menjadi subyek pemerintahan sekalipun berada dibawah kekuasaan negara.
Jean Jacques Rousseau yang berjudul “the social contract” atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kontrak sosial, secara universal manusia lahir membawa
kebebasan yang utuh dengan hak-hak yang melekat pada diri manusia itu sendiri dan wajib bertanggungjawab untuk menentukan nasibnya, disadari atau tidak diskriminasi
dan intimidasi tetap ada. Untuk mencegah meluasnya diskriminasi dan intimidasi, dibutuhkan sifat kritis dan berani membela hak-hak individu yang dirampas oleh
kelompok tertentu.
BAB IV
PERBANDINGAN PIAGAM MADINAH DAN TEORI KONTRAK SOSIAL JEAN JACQUES ROUSSEAU DARI SISI HUKUM DAN
DEMOKRASI
A.
Definisi dan Interaksi Hukum dan Demokrasi
Hukum adalah produk politik penguasa, dan demokrasi merupakan sebuah konsep yang harus diberlakukan, apabila ketidakadilan hukum terhadap kepentingan
kelompok mayoritas rakyat tersebut dihilangkan, ini berarti contoh tidak terakomodirnya aspirasi rakyat. Keadilan bukan milik pengusa dan kelompok yang
terkuat, akan tetapi milik semua manusia. Misalnya perbudakan, praktik ini tergolong klasik dan penuh dengan perjanjian yang mengikat antara majikan dan sibudak yang
diambilnya. Peralihan peradaban lambat laun menghapuskan praktik perbudakan, hal ini
sangat bertentangan dengan hak, baik seseorang terhadap orang lainnya, atau dari orang terhadap penduduk, sikap inkonsisten terhadap konsesnsus yang diadakan
mereka cenderung dilanggar oleh majikan dan akhirnya membuat sibudak melepaskan kemerdekaannya, nurut dan pasrah, tanpa kekuatan untuk
mempertahankan hak-haknya. Kesepakatan sosial social compact memberikan dimensi yang utuh dalam
mempertahankan prinsip, terutama prinsip kenegaraan yang melepaskan atribut individual menuju atribut universal dalam menyepakati nilai-nilai kehidupan yang
aman dan tertib bermasyarakat. Pengorbanan yang didorong dengan sifat patriotis membuahkan suatu tatanan yang harmonis. Keruntuhan sebuah dinasti atau bangsa,
terletak kepada kesepakatan sosial dan menjaga komunikasi antara penguasa dan rakyat.
Konsepsi negara hukum mengandung pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas
dan tidak memihak dan pinjaman hak asasi manusia, adapun konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri berikut: 1.Adanya perlindungan terhadap HAM 2. Adanya
pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM; 3. Pemerintah berdasarkan peraturan.
Infrastruktur Politik merupakan komponen yang dapat mendukung tegaknya demokrasi, infrastruktur politik terdiri dari partai politik political party, kelompok
gerakan movement group dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan pressurelintrest group. Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik yang
anggota–anggotanya mempunyai orientasi, niai-nilai dan cita-cita yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dalam mewujudkan
kebijakan-kebijakan. Agar analisa pembahasan ini sistimatis dan terarah, maka sebelumnya pengertian
demokrasi perlu diulas kembali, bahwasannya secara etimologis demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno yang terdiri dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos
atau kratein berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi demokrasi menurut asal kata berarti
“rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people.”
36
Dengan kata lain demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat; atau kedaulatan rakyat, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan rakyat.
37
Secara terminologis, menurut Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk menyampaikan keputusan politik di mana individu-
individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atau suara rakyat. Sidney Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah
bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan
secara bebas dari rakyat yang sudah dewasa. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn menegaskan bahwa demokrasi merupakan
suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara
tidak langsung, melalui para wakil mereka yang terpilih. Menurut Hendry B. Mayo, demokrasi merupakan sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat yang diawasi secar efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik.
38
1
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama 1998, Cet. Ke-19, h. 51.
37
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta, Gaya Media Pratama 1995, Cet. Ke-3, h. 165
38
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyaralat Madani, Jakarta, Renada Media, 2003, Cet. Ke-1, h. 111
Menurut Robert A. Dahl dalam buku Democracy and Its Critics, seperti dikutip Syamsuddin Haris, demokrasi merupakan sarana, bukan tujuan utama, untuk
mencapai persamaaan equality politik yang mencakup tiga hal: kebebasan manusia baik secara individu maupun kolektif, perlindungan terhadap nilai harkat dan
martabat kemanusiaan, dan perkembangan diri manusia.
39
Sementara bagi Willy Eichler, esensi demokrasi adalah proses, karenanaya ia merupakan sistem yang
dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju dibanding dengan yang sedang dialami masyarakat negara, atau sebelumnya.
40
Sekalipun terminologi demokrasi memiliki banyak pengertian dan ragam, namun batasan yang dikemukakan para pemikir politik tersebut tampak menemukan titik
temu yang sama. Yaitu, bahwa demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah berubah. Doktrin tersebut adalah: adanya keikutsertaan anggota masyarakat rakyat
dalam menyusun agenda-agenda politik pemerintahan yang dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan
berkala, adanya proses yang berkesinambungan, serta adanya pembatasan kekuasaan politik.
Menurut Robert A. Dahl dalam buku Democracy and Its Critics, seperti dikutip Syamsuddin Haris, demokrasi merupakan sarana, bukan tujuan utama, untuk
mencapai persamaaan equality politik yang mencakup tiga hal: kebebasan manusia baik secara individu maupun kolektif, perlindungan terhadap nilai harkat dan
39
Syamsuddin Haris, Demokrasi di Indonesia, Jakarta, LP3ES, 1995, Cet. Ke-1, h. 5
40
Nurcholis Madjid, Demokrasi dan Demokratisasi di Indonesia, dalam Elsa Pedi Taher ed., Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi, Jakarta, Paramadina, 1994, Cet. Ke-1, h. 203
martabat kemanusiaan, dan perkembangan diri manusia. Sementara bagi Willy Eichler, esensi demokrasi adalah proses, karenanaya ia merupakan sistem yang
dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju dibanding dengan yang sedang dialami masyarakat negara, atau sebelumnya.
Sekalipun terminologi demokrasi memiliki banyak pengertian dan ragam, namun batasan yang dikemukakan para pemikir politik tersebut tampak menemukan titik
temu yang sama. Yaitu, bahwa demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah berubah. Doktrin tersebut adalah: adanya keikutsertaan anggota masyarakat rakyat
dalam menyusun agenda-agenda politik pemerintahan yang dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan
berkala, adanya proses yang berkesinambungan, serta adanya pembatasan kekuasaan politik.
Demokrasi dalam sejarahnya, mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui proses-proses historis yang sangat panjang dan kompleks. Konsep demokrasi
bukanlah konsep yang mudah dipahami, sebab ia memiliki konotasi makna, variatif, evolutif dan dinamis. Untuk keperluan dan memudahkan proses penulisan ini, penulis
tidak menjabarkan secara mendetail dan menyeluruh, melainkan hanya membaginya dalam babakan-babakan yang berdasarkan priode.
Adapun perode-periodenya adalah: Pertama, pada masa Yunani Kuno, abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Pada masa ini, demokrasi yang diterapkan adalah
demokrasi langsung direct democracy, artinya rakyat membuat keputusan-keputuan politik dan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara. Di mana warga
negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum, merumuskan undang-undang, dan tidak didiskriminasi dalam proses perumusan kebijakan
negara.
41
Praktik demokrasi langsung untuk pertama kalinya diterapkan di negara- kota city-state Atena,Yunani Kuno. Praktik demokrasi inilah yang menjadi salah
satu faktor bagi munculnya gagasan, ide, dan lembaga demokrasi pasca kekalahan negara-kota Atena dari Sparta. Yaitu, terbentuknya negara kesejahteraaan walfare
state, yang digagas oleh filsuf Yunani Kuno, seperti Plato, Aristoteles 384-323 sM, M. Tullius Cicero 106-43 SM, dan lainya.
Kedua, abad pertengahan 600-1400 M. Masa ini ditandai oleh pola kehidupan negara yang bersifat feodalistik dan mengagung-agungkan bangsawan,
Gereja sebagai lembaga agama di bawah kepemimpinan Paus memainkan peran sangat besar, bahkan gereja membawahi negara. Pada masa ini pula, banyak terjadi
perebutan kekuasaan untuk mempengaruhi raja yang dilakukan oleh para bangsawan, dan munculnya konsep demokrasi melalaui Magna Charter Piagam Besar diakhir
abad pertengahan sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi. Piagam ini berintikan perjanjian antara kaum bangsawan dan raja John di Inggris, untuk
mengakui dan menjamin hak-hak privileges rakyat sebagai imbalan bagi penyerahan dana pada kerajaan untuk membiayai kebutuhannya. Selain itu, piagam
41
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta, Universitas Atmajaya, 2000, Cet. Ke-2, h. 58
ini juga memuat dua prinsip yang sangat mendasar: pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting dari kedaulatan negara.
42
Ketiga, abad renaisance 1350-1600 M dan reformasi 1500-1650 M. Renaisance adalah ajaran yang ingin menghidupkan kembali minat pada kesusastraan
dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan disisihkan. Sedangkan reformasi adalah revolusi agama yang terjadi di Eropa Barat yang berkembang
menjadi azas-azas protestanisme, seperti perjuangan menentang kekuasaan sewenang-wenang atas nama agama, desakralisasi kekuasaan gereja,
memperjuangkan kebebasan beragam, kebebesan berfikir, kebebasan mengemukakan pendapat. dan pemisahan secara tegas antara wilayah agama Gereja dan negara. Dua
kejadian ini telah mempersiapkan Eropa masuk kedalam Aufklarung abad pemikiran dan rasionalisme yang ditandai oleh merebaknya gagasan-gagasan demokrasi yang
menjadi perhatian khusus banyak pemikir seperti Nicollo Machiavelli 1469-1527 M, Thomas Hobbes 1588-1679 M, Jhon Locke 1632-1704 M, Montesqueu
1689-1755 M dan Jean-Jacques Rousseau 1712-1778 M.
43
Mereka inilah para kampium gagasan demokrasi Barat, dan telah mendorong bagi lahirnya Revolusi
Amerika 1774-1783 M dan Revolusi Perancis 1786 M. Di abad modern, mulai pada abad ke-19, muncul pola pikir dan inspirasi baru
bagi gerakan politik yaitu, demokrasi menjadi model yang diakui secara luas untuk pengorganisasian secara mandiri. Demokrasi muncul untuk mengatasi masalah-
42
Ibid, h. 65
43
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta, Gramedia, 2001, h. 299-300
masalah terutama terkait dengan: bagaimana masyarakat dapat mencapai kesepakatan untuk mengatur tata tertib kehidupan bersama meski sistem nilai dan agamanya
berbeda? Bagaimana cara menata kekuasan politik agar selaras dengan kepentingan, nilai dan aspirasi rakyat, serta bertindak atas nama mereka? Bagaimana menciptakan
masyarakat yang menjunjung tinggi martabat manusia? Demokrasi akhirnya menemukan jati dirinya dalam kehidupan modern, yaitu membangun pemerintahan
melalui proses pemilihan bebas, adanya pengawasan terhadap penguasa, serta pemisahan pusat-pusat kekuasaan.
44
Demokrasi bukan hanya sebuah metode kekuasaan mayoritas melalui peran rakyat dan kompetisi yang bebas, akan tetapi mengandung nilai-nilai persamaan,
kebebasan dan sebagainya. Kendatipun konsep pelaksanaannya beraneka ragam sesuai dengan kondisi budaya pada negara tersebut. Eksistensi demokrasi berkaitan
erat dengan eksistensi hak manusia. Demokrasi tidak hanya berhubungan dengan institusi formal tetapi juga dengan eksistensi hak nilai-nilainya. Dalam kehidupan
sosial politik, hal semacam ini bersumber dari Philppe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl yang mengkarakterisasikan demokrasi bukanlah sebagai kekuasaan yang
otokrasi, otoriter, zalim, totalitarian, dictator, tirani, absolut, tradisional, monarki, oligarki, kesultanan, plutokrasi dan aristokrasi.
Pada tahun 431 SM Pericles, seorang negarawan ternama di Athena merumuskan beberapa nilai demokrasi, yaitu :
44
Thomas Meyer, Demokrasi Sebuah Pengantar untuk Penerapan, Jakarta, Friedrich Ebert Stiftung, 2003, Cet. Ke-2, h. 4
Pertama, pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi rakyat yang penuh dan langsung. Kedua, kesamaan di depan hukum. Ketiga, pluralisme, yaitu penghargaan
terhadap beragam kreativitas berkarya, berfikir dan berpendapatan. Keempat, penghargaan privasi personal untuk berekspresi.
45
Sementara itu menurut Robert Dahl, nilai-nilai demokrasi itu adalah: Pertama, persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat.
Kedua, partisipasi efektif, yaitu kesepakatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif. Ketiga, pembeberan kebenaran,
yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang yang memberikan penilaian terhadap jalanya proses politik pemerintahan secara logis. Keempat kontrol terakhir
terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksekutif bagi masyarakat yang menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
pemerintahan yang mewakili masyarakat. Kelima pencakupan yaitu, terliputinya masyarakat mencakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.
46 Sedangkan Gwendolen M. Carter, John H Hery dan Henry B. Mayo merumuskan nilai-nilai demokrasi sebagai berikut :
Pertama, pembatasan terhadap tindakan pemerintah yang memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok dengan jalan menyusun pergantian pimpinan secara
berkala, tertib dan damai dan juga melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif. Kedua, adanya sikap toleransi terhadap pendapat yang berlawanan. Ketiga,
persamaan di depan hukum yang diwujudkan dengan sikap tunduk rule of law tanpa
45
Eep Saifullah Fattah, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994, Cet. Ke-1, h. 7
46
Ibid, h. 6
membedakan kedudukan politik. Keempat, adanya pemilihan yang bebas dengan disertai adanya model perwakilan yang efektif. Kelima, didirikannya kebebasan
berpartisipasi dan beroposisi bagi partai politik, organisasi masyarakat, perseorangan, serta prasarana pendapat umum semacam pers dan media massa. Keenam,
dikembangkannya sikap menghargai hak-hak minoritas dan perorangan dengan lebih mengutamakan penggunaan cara-cara persuasi dan diskusi daripada koersi dan
refresi.
47
Secara umum nilai demokrasi yang diutarakan oleh para tokoh di atas, menunjukkan beragamnya nilai demokrasi. Namun terdapat nilai-nilai universal yaitu
keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam proses formulasi kebijakan, pengawasan terhadap kekuasaan, persamaan perlakuan negara terhadap semua warga
negara, persaingan secara adil dan bebas dalam pemilihan, pluralisme, kebebasan dan sebagainya. Oleh karena nilai-nilai universal ini sangat penting, maka akan dibahas
secara rinci, mendasar dan berkaitan dengan judul ini yaitu kedaulatan rakyat, persamaan didepan hukum dan kebebasan.
Pada zaman sebelum revolusi Perancis, yaitu masa berkuasanya feodalisme di Eropa, yang mempunyai kedaulatan hanyalah seorang raja. Setelah kekuasaan
raja Lodenviji XVI dirampas oleh rakyat melalui revolusi, kedaulatan itu diambil alih oleh rakyat, kemudian Perancis menempatkan dalam Undang-Undang
Dasarnya yaitu pasal 3 dari Declaration de droits de I du citiyen, yang menyatakan bahwa yang berdaulat dalam negara adalah rakyat. Menurut
47
Ibid, h. 7
Mohammad Yamin, dewasa ini lebih dari empat puluh lima negara yang menganut paham kedaulatan rakyat.
48
Kedaulatan pada awalnya merupakan hasil terjemahan dari kata sovereignty bahasa Inggris, Souverainate bahasa Perancis, dan Sovranus bahasa Italia;
Supranus bahasa Latin berarti yang tertinggi.
49
Dalam pengertian yang lebih luas diartikan sebagai kekuasaan tertinggi. Kata yang paling dekat dengan arti
kedaulatan menurut Hendry C. Black, adalah kehendak atau kemauan, seperti diterapkan dalam masalah-masalah politik.
50
Pada awalnya kedaulatan diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dan bersifat mutlak, karena tidak ada kekuasaan lain
yang bisa menandinginya, kemudian dengan timbulnya hubungan antar bangsa dan negara yang memaksa negara untuk membuat perjanjian internasional,
negara terikat dengan perjanjian tersebut, akibatnya mengurangi kedaulatan negara keluar. Kedaulatan ke dalam dengan dibatasi oleh hukum positifnya,
sehingga arti kedaulatan itu menjadi relatif. Dalam makna kekuasaan yang tertinggi ini, pengertian kedalatan telah dikenal pada zaman Yunani Kuno.
Meskipun demikian, pembahasan secara sistematis pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin 1530-1596 untuk mendukung raja Hendry IV
menghadapi kekuatan politik dari kelompok bangsawan dari gereja yang mendefinisikan bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap para
48
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Kosepsi Islam, Surabaya, Bina Ilmu, 1995, Cet. Ke-1, h. 110
49
F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung, Bina Cipta, 1992, Cet. Ke-1, h.107.
50
Abdullah Ahmad Na’im, Terjemah Dekonstruksi Syari’ah, Yogyakarta, LKIS, 1999, Cet. Ke-1, h. 158
warga negara dan rakyat tanpa suatu pembatasan undang-undang. Raja tidak terikat oleh undang-undang karena ia sebagai yang dipertuan yaitu orang yang
menetapkan undang-undang. Raja mempunyai imperium, yakni hak berkuasa. Negara adalah sama dengan raja, dengan kata lain rajalah yang berdaulat. Konsep
kedaulatan Jean Bodin ini melahirkan kekauasaan absolut para raja. Ajaran kedaulatan rakyat adalah yang memberi kekuasaan tertinggi kepada
rakyat atau juga disebut pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Ajaran ini dikemukakan oleh J.J. Rousseau. Yang menarik dari ajaran ini adalah
adanya dua macam kehendak dari rakyat yang dinyatakan sebagai kehendak rakyat seluruhnya dan kehendak sebagian dari rakyat. Kehendak rakyat
seluruhnya ini hanya dipergunakan oleh rakyat seluruhnya sekali saja yaitu pada saat negara hendak dibentuk melalui perjanjian masyarakat. Yang Kedua,
kehendak sebagian dari rakyat, dinyatakan sesudah negara ada dengan keputusan suara terbanyak. Menurut Rousseau suara minoritas itu membawa kehendak yang
tidak sesuai dengan kepentingan umum.
B. Persamaan visi antara Piagam Madinah dan Kontrak Sosial Jean Jacques