Hubungan Antara Minat Terhadap Tayangan Talk Show dengan Motivasi Belajar Menjadi Presenter

(1)

HUBUNGAN ANTARA MINAT TERHADAP TAYANGAN TALK SHOW DENGAN MOTIVASI BELAJAR MENJADI PRESENTER

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh :

NIKE LENAWANTY NAINGGOLAN 031301077

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN JUNI 2008


(2)

ABSTRAKSI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI 2008 NikeLenawanty N: 031301077

Hubungan Antara Minat Terhadap Tayangan Talk Show dengan Motivasi Belajar Menjadi Presenter

Xi + 77 halaman; 19 tabel;1 gambar Bibliografi 37 (1989-2007)

Keberhasilan belajar seseorang turut dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya motivasi seseorang dalam belajar (Djamarah, 2002). Uno (2007) juga menambahkan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena adanya faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan kebutuhan dalam belajar, dan adanya harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Dengan demikian, motivasi belajar dapat disimpulkan keseluruhan daya penggerak di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000). Dalam penelitian ini, motivasi belajar yang ingin dilihat ialah motivasi belajar menjadi presenter dan akan melihat bagaimana hubungannya dengan minat terhadap tayangan talkshow.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antaraminat terhadap tayangan talk show dengan motivasi belajar menjadi presenter. Subjek dalampenelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi USU. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah simple random sampling. Alat ukur yang digunakan berupa skala motivasi belajar menjadi presenter dan skala minat terhadap tayangan talk show. Data yang diperoleh diolah dengan analisa korelasi pearson product moment.

Hasil analisa diperoleh nilai rxy = 0.483 dengan nilai p = 0.00.hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap tayangan talk show memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi belajar menjadi presenter.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, atas berkat dan karunia yang diberikan dalam kehidupan penulis, serta penyertaan-Nya selama penulis menjalankan penelitian dan penyelesaian skripsi. Skripsi ini berjudul “Hubungan antara Minat Terhadap Tayangan Talk Show dengan Motivasi Belajar Menjadi Presenter”.

Skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan peranan kedua orang tua saya, kepada Papa dan Mama tercinta, terimakasih atas doa, dukungan, perhatian yang telah diberikan kepada saya yang mendorong semangat saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk abang-abang tersayang Halomoan dan Roy, demikian juga adik tercinta Nova, terimakasih atas perhatian dan doa yang telah kalian berikan.

Selesainya skripsi ini juga tidak terlepas dari peranan berbagai pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A(K).

2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, S.Sos. Selaku dosen pembimbing saya yang telah sabar memberikan bimbingan, masukan dan arahan, serta selalu meluangkan waktu untuk membimbing saya. Terimakasih atas kesabaran Ibu dalam membimbing saya. Saya mohon maaf jika saya telah banyak merepotkan dan membuat kesalahan kepada Ibu selama ini.


(4)

3. Terimakasih kepada Ibu Arliza Juairiani Lubis, M.Psi. selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang sangat berarti bagi saya.

4. Terimakasih kepada Ibu Etty, M.si dan Ibu Rr. Lita Hadiati Wulandari, S.Psi, Psi, yang telah meluangkan waktu sebagai dosen penguji skripsi saya. 5. Terimakasih kepada Ibu Ecil, M.Psi, yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing saya dalam pembuatan skala.

6. Terimakasih kepada Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si dan Ibu Sri Supriyantini, M.Si. yang telah menguji seminar dan memberikan masukan-masukan yang berarti buat skripsi saya.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara, terimakasih untuk semua biombingan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

8. Terimakasih buat Bapak Iskandar dan Bapak Aswan, Kak Ari, Kak Devi yang telah membantu saya dalam hal pengurusan administrasi dan memberikan semangat kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat Kak Ade Psycho Lib, terimakasih sudah membantu saya dalam peminjaman buku.

10.Terimakasih kepada Fakultas FISIP khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi, yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi skala penelitian ini.

11.Buat sahabat-sahabatku Mimi, Rima, Nela, Gracy, n Vivi. Terimakasih ya teman-teman atas dukungan dan doa kalian semua. Sukses selalu buat kalian.


(5)

12.Buat sahabat SMU ku, Desi, Imsi, Meylanie, Elfrina, Nova, Bornok. Terimakasih juga atas doa dan dukungannya.

13.Teman-temanku Stambuk 2003, khususnya Nina, Binje (Anita) dan teman-teman yang lain, yang mungkin tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas perhatian, doa, dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Kasih Karunia Tuhan selalu menyertai kita.


(6)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah ... 1

I. 2. Tujuan Penelitian ... 9

I. 3. Manfaat Penelitian ... 9

I. 4. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI II. A. Motivasi Belajar Menjadi Presenter ... 12

II. A. 1. Motivasi Belajar ... 12

II.A. 2. Presenter ... 13

II. A. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 17

II. A. 4. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar ... 19

II. A. 5. Fungsi Motivasi dalam Belajar ... 20

II. A. 6. Indikator-indikator dalam Motivasi Belajar... 22

II. B. Minat ... 24

II. B. 1. Definisi Minat ... 24

II. B. 2. Tayangan Talk Show ... 25


(7)

II. B. 4. Aspek Minat ... 27

II. B. 5.Ciri-ciri Minat ... 29

II. C. Hubungan Antara Minat Terhadap Tayangan Talk Show dengan Motivasi Belajar menjadi Presenter ... 30

II. D. Hipotesa Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN III. A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

III. B. Defenisi Operasional Penelitian ... 34

III. C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 36

III. C. 1. Populasi ... 36

III. C. 2. Metode Pengambilan Sampel ... 36

III. D. Alat Ukur Penelitian ... 37

III. D. 1. Skala Minat Terhadap Tayangan Talk Show ... 38

III. D. 2. Skala Motivasi Belajar Menjadi Presenter ... 38

III. D. 3. Uji Coba Alat Ukur ... 39

III. D. 4. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 40

III. E. Prosedur Penelitian ... 43

III. E. 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 44

III. E. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 45

III. E. 3. Tahap Pengolahan Data ... 46

III. F. Metode Analisis Data ... 46

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA IV. A. Gambaran subyek penelitian ... 48


(8)

IV. A. 1. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 48

IV. A. 2. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 49

IV. B. Hasil Penelitian ... 50

IV. B. 1. Uji Asumsi ... 50

IV. B. 1.1. Uji Normalitas Sebaran ... 50

IV. B. 1.2. Uji Linearitas Hubungan ... 51

IV. B. 2. Hasil Utama Penelitian ... 53

IV. B. 3. Deskripsi Data Penelitian ... 54

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN V. A. Kesimpulan ... 59

V. B. Diskusi ... 61

V. C. Saran ... 63

V. C.1. Saran Metodologis ... 63

V. C.2. Saran Praktis ... 64


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi aitem-aitem skala minat terhadap tayangan talk show sebelum uji coba.

Tabel 2. Distribusi aitem-aitem skala motivasi belajar menjadi presenter sebelum uji coba.

Tabel 3. Distribusi aitem-aitem skala minat terhadap tayangan talk show setelah uji coba.

Tabel 4. Distribusi aitem-aitem skala minat terhadap tayangan talk show untuk penelitian.

Tabel 5. Distribusi aitem-aitem skala motivasi belajar menjadi presenter setelah uji coba.

Tabel 6. Distribusi aitem-aitem skala motivasi belajar menjadi presenter untuk penelitian.

Tabel 7. Subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Tabel 8. Subyek penelitian berdasarkan usia.

Tabel 9. Normalitas Sebaran Variabel Minat dan Motivasi Belajar. Tabel 10. Uji Linearitas Hubungan.

Tabel 11. Korelasi Minat Terhadap Tayangan Talk Show dan Motivasi Belajar Menjadi Presenter.

Tabel 12. Deskripsi Skor Skala Minat terhadap Tayangan Talk Show.

Tabel 13. Kategorisasi Data Empirik Minat Terhadap Tayangan Talk show. Tabel 14. Deskripsi Skor Skala Motivasi Belajar Menjadi Presenter.


(10)

Tabel 15. Kategorisasi Data Empirik Motivasi Belajar Menjadi Presenter. Tabel 16. Deskripsi Skor Skala Motivasi Belajar Menjadi Presenter (Intrinsik). Tabel 17. Kategorisasi Data Empirik Motivasi Belajar Menjadi Presenter

(Intrinsik).

Tabel 18. Deskripsi Skor Skala Motivasi Belajar Menjadi Presenter (Ekstrinsik). Tabel 19. Kategorisasi Data Empirik Motivasi Belajar Menjadi Presenter


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Scatterplot Hubungan Minat Terhadap Tayangan Talk Show dengan Motivasi Belajar Menjadi Presenter.


(12)

ABSTRAKSI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI 2008 NikeLenawanty N: 031301077

Hubungan Antara Minat Terhadap Tayangan Talk Show dengan Motivasi Belajar Menjadi Presenter

Xi + 77 halaman; 19 tabel;1 gambar Bibliografi 37 (1989-2007)

Keberhasilan belajar seseorang turut dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya motivasi seseorang dalam belajar (Djamarah, 2002). Uno (2007) juga menambahkan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena adanya faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan kebutuhan dalam belajar, dan adanya harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Dengan demikian, motivasi belajar dapat disimpulkan keseluruhan daya penggerak di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000). Dalam penelitian ini, motivasi belajar yang ingin dilihat ialah motivasi belajar menjadi presenter dan akan melihat bagaimana hubungannya dengan minat terhadap tayangan talkshow.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antaraminat terhadap tayangan talk show dengan motivasi belajar menjadi presenter. Subjek dalampenelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi USU. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah simple random sampling. Alat ukur yang digunakan berupa skala motivasi belajar menjadi presenter dan skala minat terhadap tayangan talk show. Data yang diperoleh diolah dengan analisa korelasi pearson product moment.

Hasil analisa diperoleh nilai rxy = 0.483 dengan nilai p = 0.00.hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap tayangan talk show memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi belajar menjadi presenter.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memasuki era modern saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesatnya dan membawa dampak yang tidak kecil bagi masyarakat dunia. Salah satu hasil perkembangan tersebut adalah televisi. Walaupun televisi merupakan media massa yang muncul belakangan dibanding dengan media cetak dan radio, namun televisi mampu memberikan pengaruh dalam kehidupan manusia (dalam “Jangan remehkan”, 2004). Media televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi mempunyai kelebihan dari media massa lainnya yaitu bersifat audiovisual (didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang terjadi ke setiap rumah para pemirsa dimanapun mereka berada (Ardianto, 2004).

Fungsi televisi sama dengan fungsi media lainnya (surat kabar dan radio siaran), yakni memberi informasi, menghibur, mendidik dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada televisi (Guntarto, 2004). Sebagai media massa, televisi telah menimbulkan munculnya fenomena dimana masyarakat begitu gandrung dengan acara-acara televisi yang disajikan dan terkadang sampai melupakan aktivitasnya sehari-hari seperti bekerja dan belajar. Demikian halnya pendapat yang dinyatakan oleh Suprobo (2006), bahwa televisi memiliki kecenderungan untuk menyerap seluruh perhatian dan energi individu yang


(14)

menontonnya. Akibatnya, dialog yang terjadi adalah dialog antara televisi yang menyampaikan pesan dan penonton yang sedang menyerap pesan.

Dunia pertelevisian di Indonesia telah berkembang pesat saat ini, seiring dengan munculnya berbagai stasiun swasta, seperti RCTI, SCTV, ANTeve, TPI, Indosiar, Trans TV, Trans 7, Metro TV, Global TV, dan Lativi. Sehingga saat ini telah ada 11 stasiun televisi yang mengudara secara nasional (Baksin, 2006). Tambahan lagi pada saat ini telah ada juga beberapa stasiun televisi Daerah, seperti e-TV, TV anak Space Toon, Deli-TV, DaaI TV dan TVRI. Sehingga dengan maraknya acara-acara televisi yang disajikan bagi masyarakat ditandai dengan munculnya stasiun-stasiun televisi di Indonesia dengan berbagai ragam acara unggulan, telah memberikan alternatif tontonan bagi masyarakat dari berbagai acara TV yang berbeda.

Media televisi juga telah memperluas wawasan masyarakat dengan sajian acara seperti news, news feature, talk show, dialog, dan berbagai macam acara informatif-edukatif lainnya (Muda, 2005). Beragam acara di televisi ditayangkan merupakan salah satu upaya stasiun televisi untuk menarik minat menonton pada masyarakat. Salah satu tayangan yang cukup menarik minat individu untuk menontonnya ialah tayangan talk show yang cukup banyak dihadirkan oleh beberapa stasiun televisi, khususnya stasiun televisi swasta seperti: Dorce Show (Trans TV), Ceriwis (Trans Tv), Lepas Malam (Trans Tv), Kick Andy (Metro TV), Oprah Winfrey Show (Metro TV), Padamu Negeri (Metro TV), Empat Mata (Trans 7), Silat lidah (ANTeve) , dan lain-lain. Talk show merupakan suatu sajian perbincangan yang cukup menarik, yang biasanya mengangkat isu-isu yang hangat


(15)

di masyarakat. Talk show dewasa ini merupakan program primadona, sebab bisa disiarkan secara langsung atau interaktif dan atraktif, ditambah lagi dengan sifatnya yang menghibur (entertainment). Entertaintement sebenarnya bukan sekedar menghibur, melainkan dinamis dan hidup. Oleh karena itu, peran pemandu atau moderator sangat menentukan sukses tidaknya acara (Hanum,2005).

Metode talk show menurut Klaus Kastan (dalam Naratama, 2004) dikenal dengan istilah talk show skill yaitu kemampuan pemandu dalam melakukan beberapa tindakan yang meliputi: (1) mengambil keputusan, (2) menyusun topik dan pertanyaan dengan cepat, (3) memotong pembicaraan narasumber yang melenceng, (4) kemampuan melakukan kompromi dan meyakinkan narasumber, (5) memadukan kemasan program secara interaktif.

Menurut Hartoko (dalam Baksin, 2006), untuk menjadi presenter diperlukan kepribadian yang tepat. Ia menyebutkan beberapa prasyarat untuk menjadi presenter televisi yang baik, yakni: (1) penampilan yang baik dan perlu didukung oleh watak dan pengalaman, (2) kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa, daya penyesuaian, dan daya ingatan yang kuat, (3) keramahan yang tidak berlebihan, (4) jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak, menyenangkan untuk didengar, dan (5) memiliki wibawa yang cukup mantap.

Dari uraian Hartoko tersebut, dapat disimpulkan bahwa prasyarat bagi presenter yang baik adalah seorang yang enak dilihat dan enak didengarkan dalam membawakan acara siaran, serta menunjukkan kepribadian yang wajar. Presenter televisi juga harus bisa mengendalikan sikap/gerakan dan perasaan (motions &


(16)

emotions) dalam memelihara kedekatan dengan pemirsa melalui kontak mata Baksin, 2006).

Tugas sebagai seorang presenter talk show tidaklah terlalu banyak, tetapi sangat menuntut banyak latihan dan penuh tantangan. Di dalam acara ini dibutuhkan seorang presenter yang berani tampil dan dapat menguasai bahan pembicaraan dengan baik. Sama halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pane (2004), bahwa menjadi pembicara yang handal, apakah sebagai orator, moderator, presenter, reporter televisi, penyiar radio dan televisi, Master of Ceremony (MC) dan lain sebagainya membutuhkan keseriusan dan tekad yang besar untuk mempelajari dan mempraktekkannya. Untuk menjadi pembicara yang handal membutuhkan persiapan yang matang, kemampuan merangkai kata, dan aspek penting lainnya. Namun, siapapun dapat menjadi presenter yang handal asalkan mau belajar, baik secara langsung dengan cara berani tampil berbicara di depan umum, maupun belajar melalui buku, dan belajar dengan melihat orang lain (Wintarto, 2007).

Sesuai dengan pendapat di atas yang menyatakan bahwa siapapun dapat menjadi presenter yang handal asalkan mau belajar,maka belajar pada manusia bisa dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental-psikis yang berinteraksi aktif dengan lingkungannya, dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap (Winkel, 1996). Hal tersebut sesuai dengan rumusan pendapat Uno (2007) tentang pengertian belajar : (1) memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, (2) suatu proses perubahan tingkah laku individu dengan lingkungannya, (3) perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penilaian, atau mengenai sikap dan nilai-nilai


(17)

pengetahuan dan kecakapan dasar, yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi, (4) belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau peribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.

Keberhasilan belajar seseorang turut dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya motivasi seseorang dalam belajar (Djamarah, 2002). Selain itu, peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Seseorang akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi individu tersebut. Seseorang akan termotivasi belajar menjadi presenter karena tujuan belajar presenter dapat melahirkan kemampuan individu tersebut dalam bidang presenter. Uno (2007) juga menambahkan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena adanya faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan kebutuhan dalam belajar, dan adanya harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Dengan demikian, motivasi belajar dapat disimpulkan keseluruhan daya penggerak di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000). Dalam penelitian ini, motivasi belajar yang ingin dilihat ialah motivasi belajar menjadi presenter.

Baksin (2006) menyatakan bahwa keberadaan presenter akhir-akhir ini cukup banyak diminati oleh masyarakat. Performa yang mereka tampilkan cukup menarik perhatian khalayak sehingga tidak sedikit orang yang ingin menjadi seperti mereka.


(18)

Sudah beberapa kali stasiun televisi seperti “SCTV” menyelenggarakan “SCTV Goes To Campus”. Acara tersebut selain digelar dengan tujuan untuk mencari orang yang ahli di bidang jurnalistik, acara tersebut juga ditujukan untuk menjaring para calon presenter. ANTV juga pernah menggelar lomba presenter, dan momen semacam ini digelar untuk menjaring para presenter secara tepat dan selektif. (Baksin, 2006). Fenomena ini mempunyai pengaruh terhadap kalangan mahasiswa, terutama mahasiswa dari disiplin ilmu komunikasi. Adanya booming industri televisi, maka orientasi mahasiswa berubah, seorang mahasiswa komunikasi tidak hanya melirik peluang kerja di media massa cetak, tetapi juga televisi (Morissan, 2004).

Sehubungan dengan minat menjadi presenter, suatu survey menggambarkan bahwa mahasiswa Ilmu Komunikasi USU mempelajari Retorika dan juga Public Speaking dalam perkuliahannya. Hal tersebut dipelajari karena mahasiswa Komunikasi dituntut untuk mampu berbicara, baik itu di lingkungan perkuliahan, maupun di depan masyarakat secara umum. Selain itu, dari beberapa mahasiswa yang telah di lakukan survey didapatkan bahwa sebagian besar dari mereka pernah punya keinginan untuk menjadi seorang presenter.

Sama halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Romli (2007), beliau menyatakan bahwa mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi dituntut mampu dalam dua hal. Pertama, mendalami ilmu yang dikajinya. Kedua, menjalankan fungsi sebagai “kekuatan moral” (moral force) dan “agen perubahan sosial” (agent of social change). Untuk yang pertama, mahasiswa komunikasi dituntut untuk memiliki kemampuan atau keterampilan (skill) sebagai public speaking, menulis berita,


(19)

feature, dan artikel. Kedua, mahasiswa Komunikasi dapat berjuang di bidang “proses penyadaran dan pencerahan pemikiran” kepada masyarakat banyak, sekaligus menyampaikan aspirasi masyarakat dan menyalurkan idealismenya. Ia pun dapat menjadi “humas” atau “seksi publikasi” yang didapatnya di bangku kuliah. Dengan adanya pembelajaran khusus yang diberikan kepada mahasiswa jurusan Komunikasi mengenai jurnalistik dan hal-hal yang berhubungan dengan presenter, maka diharapkan motivasi belajar menjadi presenter lebih tinggi dalam diri mereka dibandingkan mahasiswa lain.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa proses belajar seseorang dipengaruhi oleh minat. Misalnya seorang mahasiswa yang mempunyai minat yang kuat terhadap topik yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, maka ia sering membaca buku-buku yang berhubungan ilmu pengetahuan, baik dirumah maupun di perpustakaan (Pintrich & Schunk, 2002). Demikian halnya dengan seseorang yang ingin menjadi seorang presenter, mereka akan minat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan presenter, salah satunya ialah tayangan talk show. Selain itu, mereka akan belajar bagaimana menjadi seorang presenter yang baik.

Menurut Poerwadaminta (1998), minat adalah kesukaan dari kecenderungan-kecenderungan yang terarah secara intensif kepada suatu objek yang dianggap penting. Sedangkan menurut Jones dan Simpson (dalam Sukadji, 2001), minat adalah suatu perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu kegiatan. Dengan kata lain, adanya minat seseorang terhadap tayangan talk show, berarti ada suatu perasaan suka atau tidak suka yang dimiliki seseorang terhadap tayangan tersebut.


(20)

Fryer (dalam Sukadji, 2001), membedakan minat dalam dua hal: yaitu minat subjektif dan minat objektif. Minat subjektif adalah perasaan yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang diduga akan menyenangkan, sebaliknya rasa tidak suka yang subjektif adalah perasaan yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang diduga tidak akan menyenangkan. Sedangkan minat objektif lebih berupa reaksi penerimaan atau reaksi positif terhadap objek-objek dan kegiatan-kegiatan yang merangsang dalam lingkungannya. Seseorang yang menyukai suatu aktivitas tertentu akan cenderung memberikan reaksi penerimaan atau reaksi positif terhadap aktivitas tersebut. Demikian halnya jika seseorang suka terhadap tayangan talk show, ia akan memberikan reaksi penerimaan atau reaksi positif terhadap tayangan tersebut. Seperti halnya pendapat yang dikemukakan oleh seorang mahasiswi jurusan Komunikasi Undip :

“Setiap kali lihat presenter atau reporter tampil di TV dalam hati saya itu pengen banget menjadi seperti mereka. Makanya saya selalu belajar untuk menjadi presenter. Terlebih sekarang ada wadahnya di kampus,’’ menurut Dia Rachma yang dipercaya sebagai pembaca berita (presenter berita). (Muntoha,2007)

Demikian juga pendapat yang dikemukakan oleh beberapa mahasiswa USU jurusan Komunikasi, sebagai berikut :

“Saya suka sekali menonton tayangan Oprah Winfrey di televisi karena dengan kepiawaian Oprah dalam membawakan acara tersebut membuat saya ingin sekali dapat seperti dia, bukan hanya terkenal tapi juga saya bisa belajar bagaimana caranya menjadi seorang presenter yang handal.”(Lusiana, Komunikasi 2006)

“Setelah menonton tayangan talk show pernah ada keinginan saya untuk menjadi seorang presenter, karena presenter itu pandai berbicara, selain itu mereka bisa bertemu dengan berbagai orang dari berbagai kalangan, dan sepertinya mereka sangat berwawasan.” (Sekar, Komunikasi 2004)


(21)

Dalam konteks proses perkembangan sosial dan pendidikan, ada beberapa studi tentang peranan televisi yang dilakukan para ahli di Amerika dan Indonesia (dalam Sendjaja, 1999), salah satu studi tersebut menyatakan bahwa program siaran televisi dapat memicu motivasi belajar seseorang. Akan tetapi belum jelas dikatakan program televisi seperti apa yang dapat meningkatkan motivasi belajar seseorang.

Oleh karena itu, dianggap penting untuk melakukan penelitian berkaitan dengan apakah ada hubungan antara minat terhadap tayangan talk show dan motivasi belajar menjadi presenter pada mahasiswa komunikasi. Dengan adanya minat terhadap tayangan talk show di televisi, maka akan ada reaksi penerimaan dan reaksi positif terhadap tayangan tersebut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar menjadi presenter dalam dirinya.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara minat terhadap tayangan talk show dengan motivasi belajar menjadi presenter pada mahasiswa Ilmu Komunikasi USU.

1.3.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.1. Manfaat Teoritis

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Pendidikan yaitu memperkaya teori tentang minat dan motivasi belajar.


(22)

1.3.2. Manfaat Praktis

a. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah wacana bagi mahasiswa komunikasi mengenai ada atau tidaknya peranan minat akan tayangan talk show dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi motivasi belajar seseorang menjadi presenter.

b. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai minat terhadap tayangan talk show dan motivasi belajar menjadi presenter.

1.4.Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini dibagi atas 3 bab dan masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori dari motivasi, motivasi belajar, minat, menonton televisi, tayangan talk show.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, instrumen dan


(23)

alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel dan metode analisis data.

Bab IV: Analisa dan Interpretasi Data

Pada bab ini akan dijelakan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil utama penelitian.

Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan penelitian, diskusi tentang hasil penelitian dan saran-saran.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Motivasi Belajar Menjadi Presenter II.A.1. Definisi Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian belajar ialah : (1) memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui belajar, (2) suatu proses perubahan tingkah laku individu dengan lingkungannya (3) perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian, atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar, yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi, (4) belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau peribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil, dorongan kebutuhan belajar dan harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik (Uno, 2007).

Menurut Sardiman (2000) motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan


(25)

belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

Winkel (1996) mendefinisikan motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan .

Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan atau kekuatan yang menyebabkan seseorang belajar demi mencapai tujuan.

II.A.2.Presenter

Presenter adalah orang yang pertama berbicara dalam suatu acara, yang harus mampu menciptakan suasana akrab, tertib, dan semarak (Naratama, 2004). Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pembawa berarti orang yang membawakan, sedangkan acara adalah suatu kegiatan yang dipertunjukkan, disiarkan program (televisi, radio, dan sebagainya) (Poerwadarminata, 1998).

Dari uraian pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa presenter atau pembawa acara adalah orang yang membawakan suatu kegiatan yang dipertunjukkan oleh suatu program di TV, radio, dan sebagainya.

Menurut Hartoko (dalam Baksin, 2006), untuk menjadi pembawa acara TV yang baik diperlukan kepribadian yang tepat. Ia menyebutkan beberapa prasyarat untuk menjadi presenter TV yang baik, yakni:

1. Penampilan yang baik dan perlu didukung oleh watak dan pengalaman.

2. Kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa, daya penyesuaian, dan daya ingatan yang kuat.


(26)

3. Keramahan yang tidak berlebihan.

4. Jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak, menyenangkan untuk didengar.

5. Memiliki wibawa yang cukup mantap.

Selain itu, ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan oleh seorang presenter menurut Hasan (2008), yaitu:

1. Kenali Diri (Know Your Self.

Mengetahui dengan pasti kelebihan-kelebihan dirinya yang dapat dipakai sebagai modal untuk ditonjolkan dan dipublikasikan. Jadi harus punya rasa dan percaya diri.

2. Kepribadian (Image Personality).

Penentuan brand image hendaknya dilakukan pertama kali saat akan memulai karier ini, sebagai contoh mau memilih image ‘serius’ atau ‘humoris’selanjutnya harus konsisten dengan tersebut guna memilih acara-acara yang sesuai dengan image yang image yang ingin ditonjolkan. Sebaiknya tetap konsisten pada pilihan awal, karena sekali kita terlibat dalam suatu pekerjaan akan menentukan image selanjutnya.

3. Karakter yang baik (Great Character).

Menjaga sikap-sikap tertentu agar mendapat kepercayaan rekan bisnis seperti tepat waktu, disiplin, selektif terhadap pemilihan acara, dan sebagainya.

4. Pengaturan Waktu (Time Management).

Pengaturan waktu adalah aspek penting yang harus diperhatikan oleh seorang presenter, harus datang menerima brief dari klien, hal ini dilakukan untuk


(27)

mencegah kemungkinan terjadinya salah persepsi ketika membawa acara, harus tepat waktu berkaitan dengan persiapan acara.

5. Sosialisasi (Networking).

Bersosialisasilah dimana-mana sehingga orang tidak lupa dengan kita dan tetap ingat dengan kita.

Beberapa aspek di atas dapat menjadi acuan tentang bagaimana menjadi seorang presenter yang baik. Berikut ini, ada beberapa penggolongan atau jenis dari presenter itu sendiri, menurut Baksin (2006) :

1. Continuity Presenter

Presenter jenis ini adalah mereka yang bertugas mengantarkan acara-acara televisi kepada pemirsa. Mereka berfungsi sebagai jeda atau perangkat dari satu acara ke acara lainnya. Penampilan mereka sangat santai. Biasanya mereka akan sedikit mengulas materi acara yang segera hadir, dengan tujuan mengajak dan menambat pemirsa agar tidak berganti channel ke stasiun televisi lainnya. Selain itu, presenter ini sering memberikan kiat khusus berkaitan dengan aktivitas penonton sehari-hari. Keberadaan continuity presenter ini cukup membantu memasarkan sebuah acara. Sebab dengan sapaan dan ajakan mereka untuk menonton sebuah acara, mereka mencoba mengikat pemirsa. Mereka harus betul-betul paham dan cermat terhadap sebuah acara yang akan diulasnya.

2. Host

Host secara umum diartikan sebagai orang yang memegang suatu acara tertentu. Keberadaan host biasanya identik dengan acara yang dibawakannya. Dengan demikian, selain jenis acara, figur host yang bersangkutan akan memegang peranan


(28)

penting. Kehadiran seorang host yang berkarakater akan menjadi daya tarik suatu acara. Pertimbangan dalam pemilihan host tidak hanya didasarkan karena kecantikan dan popularitasnya, tetapi integritas dan karakternya.

3. Anchor

Istilah anchor khusus diberikan pada seseorang yang membawakan atau menyajikan berita. Pada radio dan televisi, faktor penyaji berita memegang peranan penting dalam menyampaikan naskah berita pada khalayak. Isi berita harus jelas dan komunikatif.

Dalam hal ini, peneliti mengambil jenis presenter dalam acara talk show atau lebih dikenal sebagai host. Alasannya ialah dikarenakan presenter dalam acara talk show harus memiliki keahlian yang lebih dibanding dengan presenter lainnya seperti pembaca berita (anchor) maupun continuity presenter. Seorang pembawa acara talk show harus memiliki karakter yang menjadi daya tarik sebuah acara. Sama halnya menurut Naratama (2004), bahwa seorang presenter talk show harus mampu melakukan beberapa tindakan yang meliputi: (1) mengambil keputusan, (2) menyusun topik dan pertanyaan dengan cepat, (3) memotong pembicaraan narasumber yang melenceng, (4) kemampuan melakukan kompromi dan meyakinkan narasumber, (5) memadukan kemasan program secara interaktif.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka motivasi belajar menjadi presenter dapat didefinisikan sebagai dorongan atau kekuatan yang menyebabkan seseorang belajar menjadi presenter.


(29)

II.A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang terlepas dari faktor lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan raga. Belajar tidak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari dalam yang lebih utama maupun dari luar sebagai upaya lain yang tak kalah pentingnya (Djamarah, 2002).

Menurut Elliot (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi dalam belajar:

1. Kecemasan

Kecemasan yang dimaksud adalah kecemasan situasional, yang diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk merasa cemas pada beberapa situasi tetapi tidak pada situasi lainnya. Apabila tingkat kecemasan relatif rendah atau sedang, maka hal itu akan bersifat konstruktif. Namun apabila kecemasan tersebut berada pada tingkat yang relatif tinggi, maka hal itu bisa bersifat destruktif dan non adaptif.

2. Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai cara individu yang relatif permanen dalam hal merasakan, berpikir, dan bertingkahlaku terhadap sesuatu atau orang lain. 3. Keingintahuan

Keingintahuan sering digambarkan sebagai perilaku yang aktif, suka mengeksplorasi atau, memanipulasi sesuatu keadaan yang rileks,kebebasan untuk mengeksplorasi sesuatu, dan penerimaan terhadap hal-hal yang tidak biasa dapat menumbuhkan rasa ingin tahu sesorang.


(30)

4. Locus of Control

Locus of control dapat diartikan sebagai penyebab terjadinya tingkah laku, yang dapat diatribusikan terhadap diri sendiri (internal locus of control) atau dari luar diri/lingkungan (external locus of control). Jika seseorang percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan kemampuan mereka sendiri, maka mereka telah dianggap mampu untuk mengendalikan tujuan mereka (internal locus of control). Sebaliknya seseorang yang percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan faktor keberuntungan, maka mereka dianggap memiliki kontrol yang rendah terhadap tujuan mereka (external locus of control). 5. Learned Helplessness

Perasaan tak berdaya yang dipelajari adalah reaksi individu untuk merasa frustasi dan putus asa setelah kegagalan yang terjadi berulangkali.

6. Efikasi Diri

Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan seluruh kehidupannya, termasuk perasaan dan kompetensinya. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung untuk memfokuskan perhatian dan usahanya pada tuntutan tugas dan berusaha meminimalisasi kemungkinan yang terjadi.


(31)

II.A.4. Prinsip – prinsip Motivasi Belajar

Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (dalam Ermida, 2002) telah menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, yang disebut sebagai model ARCS, yaitu:

1. Perhatian (Attention)

Perhatian seseorang muncul karena didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu, rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga individu akan memberikan perhatian selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang melalui elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontradiktif atau kompleks. Apabila elemen-elemen tersebut dimasukkan dalam rencana pembelajaran, hal ini dapat menstimulus rasa ingin tahu seseorang. Namun, perlu diperhatikan agar tidak memberikan stimulus yang berlebihan, untuk menjaga efektifitasnya.

2. Relevansi (Relevance)

Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi seseorang. Motivasi individu akan terpelihara apabila mereka menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.

Kebutuhan pribadi (basic need) dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu motif pribadi, motif instrumental dan motif kultural. Motif nilai pribadi (personal motif value), menurut McClelland mencakup tiga hal, yaitu (1) kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement), (2) kebutuhan untuk berkuasa (needs for power), dan (3) kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation).


(32)

Sementara nilai yang bersifat instrumental, yaitu keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas dianggap sebagai langkah untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut. Sedangkan nilai kultural yaitu apabila tujuan yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh kelompok yang diacu individu, seperti orang tua, teman, dan sebagainya.

3. Percaya diri (Confidence)

Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa lampau. Motivasi dapat memberikan ketekunan untuk membawa keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi untuk mengerjakan tugas berikutnya.

4. Kepuasan (Satisfaction)

Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan. Kepuasan karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun luar individu. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi individu, dapat menggunakan pemberian penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan, dsb.

II.A.5. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Djamarah (2002) menyatakan bahwa motivasi belajar memiliki beberapa fungsi, diantaranya:


(33)

1. Motivasi sebagai pendorong perbuatan

Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah keinginannya untuk belajar. Sesuatu yang akan dicari itu dalam rangka untuk memuaskan rasa ingin tahunya dari sesuatu yang akan dipelajari. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Disini, anak didik mempunyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk mencari tahu tentang sesuatu. Sikap itulah yang mendasari dan mendorong ke arah sejumlah perbuatan dalam belajar. Jadi, motivasi yang berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.

2. Motivasi sebagai penggerak perbuatan

Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan sesuatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Di sini anak didik sudah melakukan aktivitas belajar dengan segenap jiwa dan raga. Akal pikiran berproses dengan sikap raga yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akal pikiran mencoba membedah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsip, dalil, dan hukum, sehingga mengerti betul isi yang dikandungnya.

3. Motivasi sebagai pengarah perbuatan

Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik yang ingin mendapatkan sesuatu dari mata pelajaran tertentu, tidak mungkin dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan mempelajari mata


(34)

pelajaran dimana sesuatu yang akan dicari itu. Sesuatu yang akan dicari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya. Tujuan belajar itulah sebagai pengarah yang memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.

II. A. 6. Indikator-indikator dalam Motivasi Belajar

Uno (2007) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena adanya faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik dalam diri seseorang, dan pada umumnya dengan ada beberapa indikator dan unsur yang mendukung sehingga hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Faktor Intrinsik

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Seseorang yang memiliki hasrat dan keinginan berhasil akan cenderung untuk berusaha menyelesaikan tugasnya secara tuntas tanpa menunda-nunda pekerjaannya. Penyelesaian tugas semacam itu bukanlah karena dorongan dari luar, melainkan upaya pribadi. Dia berani ambil resiko untuk penyelasaian tugasnya itu. Kalau terpaksa menunda pekerjaannya, maka dalam kesempatan berikutnya dia segera menyelesaikan pekerjaan itu, dengan usaha yang sama dari usaha sebelumnya.

2. Adanya dorongan dan kebutuhan belajar

Seseorang yang memiliki motivasi belajar berarti di dalam dirinya ada dorongan yang menyebabkan dia ingin belajar. Karena sesuatu yang belum


(35)

diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari

tahu. 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan

Dengan adanya harapan dan cita-cita masa depan yang harus dicapai sehingga menimbulkan motivasi dan dorongan dari dalam diri untuk belajar dan berusaha melakukan yang terbaik demi tercapainya tujuan atau cita-cita tersebut. b. Faktor Ekstrinsik

1. Adanya penghargaan dalam belajar

Penghargaan dibutuhkan juga dalam belajar untuk memberikan motivasi kepada seseorang. Penghargaan dalam belajar dapat berupa hadiah, pujian, nilai yang baik, dll.

2. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

Belajar dengan diikuti suatu kegiatan yang menarik seperti bernyanyi, bercerita, menggunakan media, dan tidak monoton dapat meningkatkan motivasi seseorang dalam belajar.

3. Adanya lingkungan belajar yang kondusif

Lingkungan belajar turut menjadi indikator dalam motivasi belajar, jika lingkungan belajar kondusif, motivasi belajar dapat meningkat, sebaliknya lingkungan belajar yang tidak kondusif dapat menyebabkan motivasi belajar dalam diri seseorang menurun. Sebagai contoh: lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Tempat tinggal yang kumuh,


(36)

perkelahian antar siswa, akan mengganggu motivasi belajar. Sebaliknya tempat belajar yang indah, pergaulan yang rukun akan memperkuat motivasi belajar.

II.B. Minat

II.B.1. Definisi Minat

Wittig (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan minat sebagai ”any area that generates attention or excitement for a person”. Artinya minat ialah kecenderungan seseorang terhadap objek-objek dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan perhatian dan menghasilkan kepuasan. Demikian pula pendapat dari Blair, Jones dan Simpson (dalam Pintrich and Schunk, 2002) yang menyatakan minat sebagai suatu perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu kegiatan.

Minat adalah perhatian yang merupakan titik tolak timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan yang diharapkan (Effendy, 2003). Sedangkan menurut Poerwadaminta (1998) minat adalah kesukaan dari kecenderungan-kecenderungan yang terarah secara intensif kepada suatu objek yang dianggap penting.

Hurlock (1996) menyatakan minat sebagai sesuatu dengan apa seseorang mengidentifikasikan keberadaan pribadinya. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Bila mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, maka mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan, dan bila kepuasan berkurang maka minatpun berkurang.

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa minat ialah kecenderungan yang terarah secara intensif, keinginan yang besar pada suatu obyek yang menyenangkan,


(37)

yang berpengaruh pada kesadaran dirinya untuk berusaha melakukan sesuatu yang diinginkannya sehingga bisa memberi kepuasan pada diri individu tersebut.

II.B.2. Tayangan Talk Show

Talk Show berasal dari bahasa Inggris, yaitu talk artinya :1. percakapan, 2. pembicaraan, perbincangan. Show berarti : pameran, tontonan (acara), pertunjukkan. Talk show merupakan suatu sajian perbincangan yang cukup menarik yang biasanya mengangkat isu-isu yang hangat dimasyarakat (Hanum, 2005).

Jika dilihat dari gayanya, talk show dapat dibedakan menjadi dua tipe utama: 1. Light Entertaiment

Dalam acara seperti ini, pemandu acara duduk dibelakang sebuah meja dan mewawancarai tamu acara tersebut. Acara ini selalu memiliki atmosfer positif, nyaman, ceria, dan disiarkan pada malam hari. Pertunjukkan lain yang tergolong dalam jenis ini menitikberatkan pada unsur sensasi dan drama. Mereka menampilkan orang-orang yang tidak dikenal sebagai tamu dengan permasalahan mereka yang seringkali kontroversial. Para tamu tersebut duduk menghadap penonton, sedangkan pemandu acara berdiri diantara penonton yang hadir di studio. Para penonton juga mengambil bagian dalam program tersebut dengan cara mengajukan pertanyaan maupun mengajukan komentar kepada tamu.

2. Serious Discussion

Acara talk show jenis ini lebih spesifik jika ditinjau dari materinya. Isinya berkonsentrasi pada topik khusus dibidang politik atau sosial, atau pada seseorang yang sedang menjadi incaran berita pada saat itu (Lusia, 2006).


(38)

II.B.3. Minat terhadap Tayangan Talk Show

Selain sinetron dan reality show, talk show alias acara obrolan saat ini menjadi primadona siaran televisi di Indonesia. Berbagai stasiun TV mengedepankan acara obrolan andalan masing-masing, seperti Metro TV dengan Oprah, Trans TV dengan Lepas Malam dan Ceriwis, serta RCTI dengan Bincang Bintang (Wintarto, 2007).

Terlepas dari pengaruh talk show buatan Amerika Serikat yang kini menjadi panduan dan anutan, acara obrolan di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak lama. Sekitar dua atau tiga dekade lalu, ketika televisi kita masih menganut “asas tunggal” TVRI, pemirsa telah disuguhi berbagai macam program obrolan yang beragam. Pada era 1970-an dan 1980-an, kita mengenal judul-judul seperti Mimbar Televisi, Masalah Kita, atau Kami Ketengahkan. Sayang, keragaman itu hanya ada dalam judul namun bukan dalam kemasan acara. Dari berbagai program berbeda, semua ditampilkan dengan cara dan “tradisi” yang sama. Dalam acara tersebut, tiga atau empat orang pejabat dihadirkan oleh seorang pembawa acara dalam set dekor ruang tamu yang kaku. Gaya obrolan mereka pun sangat serius dan formal, dengan alur pembicaraan hanya berupa tanya-jawab secara bergiliran, bukannya sebuah diskusi atau perdebatan yang hangat dan menarik. Selain itu, acara-acara talk show era Orde Baru itu tak pernah menyentuh suatu permasalahan yang betul-betul mendasar. Topik-topik yang dihadirkan tidak jauh berupa penerangan program pemerintah seperti intensifikasi pertanian, transmigrasi, keluarga berencana, P-4, atau posyandu (Baksin, 2006)


(39)

Memasuki era keragaman TV swasta, program-program talk show mulai memperbaiki acara untuk mencari perolehan rating dan untuk menarik minat masyarakat, dengan cara membuat acara menjadi lebih variatif, segar, penuh diskusi serta perdebatan, dan bahkan interaktif. Hal tersebut tentunya dapat terwujud dengan adanya orang-orang dibalik layar yang mampu menciptakan rangkaian acara yang menarik dan tema-tema acara yang dapat menggugah minat masyarakat untuk menontonnya. Akan tetapi rangkaian acara yang menarik itu tidak akan terlihat menarik apabila tidak dibawakan oleh presenter atau pembawa acara yang handal dalam membawakan acara tersebut. Oleh karena itu, menarik atau tidaknya suatu acara talk show tidak lepas dari kepiawaian seorang presenter seperti Indy Barends, Dorce, Farhan, dan lain sebagainya dalam membawakan acara tersebut. Kini, acara obrolan seperti empat mata atau Ceriwis telah menjadi primadona yang ditunggu-tunggu pemirsa (Wintarto, 2007)

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa minat terhadap tayangan talk show ialah kecenderungan yang terarah secara intensif, keinginan yang besar terhadap tayangan talk show, yang berpengaruh pada kesadaran dirinya untuk berusaha melakukan sesuatu yang diinginkannya sehingga bisa memberi kepuasan pada diri individu tersebut.

II.B.4. Aspek Minat

Hurlock (1999) menyatakan bahwa semua minat memiliki dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.


(40)

1. Aspek Kognitif

Aspek kognitif ini meliputi perhatian seseorang terhadap hal-hal yang berhubungan dengan minatnya, selain itu aspek kognitif didasarkan pada konsep yang dikembangkan seseorang mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Individu akan menganggap bidang tersebut sebagai suatu hal yang dapat menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan akan merasa yakin bahwa waktu dan usaha yang dihabiskannya dengan kegiatan yang berkaitan dengan minatnya akan memberi kepuasan dan keuntungan pribadi. Dan bila terbukti bahwa ada keuntungan dan kepuasan, maka minat mereka tidak saja menetap, melainkan lebih kuat.

Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi, dan apa yang dipelajari dirumah, sekolah, masyarakat, dan dari berbagai jenis media massa. Dari sumber tersebut, individu belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak.

2. Aspek Afektif

Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Seperti halnya aspek kognitif, aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi dan sikap orang yang penting, seperti : orang tua, guru, dan teman sebaya, terhadap hal-hal yang berkaitan dengan minat tersebut, serta dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.

Walaupun kedua aspek, baik kognitif maupun afektif penting peranannya dalam menentukan apa yang akan dan yang tidak dikerjakan oleh individu, dan jenis penyesuaian pribadi dan sosial mereka, aspek afektif lebih penting karena dua


(41)

alasan. Pertama, aspek afektif mempunyai peran yang lebih besar dalam memotivasi tindakan daripada aspek kognitif. Suatu bobot emosional positif dari minat akan memperkuat minat itu dalam tindakan, Selain itu, aspek afektif bila terbentuk cenderung bertahan lebih lama terhadap perubahan.

II. B. 5. Ciri-ciri minat

Adapun ciri-ciri minat menurut Widjaja (2000) ialah:

1. Minat tidak dibawa sejak lahir. Minat timbul dari perasaan senang terhadap suatu objek. Slameto (dalam Djamarah, 2002) menyatakan bahwa minat dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada diri seorang anak didik. Caranya ialah dengan jalan memberikan informasi pada anak didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran

2. Minat dapat berubah-ubah. Untuk seorang anak yang sangat muda, lamanya minat dalam kegiatan tertentu sangat pendek. karena minat yang terdapat dalam kegiatan untuk kepentingan diri sendiri lebih daripada untuk mencapai sesuatu hasil tertentu, sehingga ia mudah dikacaukan dan mudah tertarik pada kegiatan lain. Tidak demikian halnya terhadap orang yang lebih tua, mereka lebih lama dapat mempertahankan minatnya terhadap sesuatu daripada berpindah-pindah pada hal lain.

3. Minat tidak berdiri sendiri, senantiasa mengandung reaksi dengan stimulus maupun objek.

4. Objek minat itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan-kumpulan dari hal tersebut.


(42)

II.C. Hubungan Antara Minat terhadap Tayangan Talk Show dengan Motivasi Belajar menjadi Presenter

Booming televisi swasta diakui telah mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif, dan akurat. Dengan kata lain, masyarakat telah berhutang jasa kepada media televisi dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan pendidikan. Media televisi juga telah memperluas wawasan masyarakat dengan sajian acara seperti news, news feature, talk show, dialog, dan berbagai acara informatif-edukatif lainnya (Muda, 2005). Dan diantara sekian banyak acara yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi swasta dan nasional, acara yang paling diminati oleh penonton ialah acara talk show (Wintarto, 2007).

Talk show merupakan suatu sajian perbincangan yang cukup menarik yang biasanya mengangkat isu-isu yang hangat dimasyarakat (Hanum, 2005). Talk Show berasal dari bahasa Inggris, yaitu talk artinya :1. percakapan, 2. pembicaraan, perbincangan, dan show berarti : pameran, tontonan (acara), pertunjukkan. Talk show dewasa ini merupakan program primadona, sebab bisa disiarkan secara langsung atau interaktif dan atraktif, ditambah lagi dengan sifatnya yang menghibur (entertainment). Entertaintement sebenarnya bukan sekedar mengibur, melainkan dinamis dan hidup. Oleh karena itu, peran pemandu atau moderator sangat menentukan sukses tidaknya acara (Hanum,2005).


(43)

Menurut Hartoko (dalam Baksin, 2006), untuk menjadi presenter tv yang baik diperlukan kepribadian yang tepat. Ia menyebutkan beberapa prasyarat untuk menjadi pembawa acara televisi yang baik, yakni:

1. Penampilan yang baik dan perlu didukung oleh watak dan pengalaman. 2. Kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa,

daya penyesuaian, dan daya ingatan yang kuat. 3. Keramahan yang tidak berlebihan.

4. Jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak, menyenangkan untuk didengar, dan memiliki wibawa yang cukup mantap.

Tugas sebagai seorang pembawa acara talk show tidaklah terlalu banyak, tetapi sangat menuntut banyak latihan dan penuh tantangan.. Menjadi pembicara yang handal membutuhkan persiapan yang matang, kemampuan merangkai kata, dan aspek penting lainnya. Namun, siapapun dapat menjadi pembicara (pembawa acara) yang handal asalkan mau belajar, baik secara langsung dengan cara berani tampil berbicara di depan umum, maupun belajar melalui buku dan belajar dengan melihat orang lain (Wintarto, 2007). Belajar pada manusia bisa dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental-psikis yang berinteraksi aktif dengan lingkungannya, dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap (Winkel, 1996). Beberapa penelitian menyatakan bahwa minat mempengaruhi proses belajar seseorang (Pintrich & Schunk, dalam Sukadji 2001). Demikian halnya dengan seseorang yang minat terhadap tayangan talk show, mereka akan belajar bagaimana menjadi seorang pembawa acara talk show/ presenter talk show yang baik.


(44)

Minat ialah kecenderungan seseorang terhadap objek-objek dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan perhatian dan menghasilkan kepuasan (Winkel, 1996). Dengan adanya minat seseorang dalam menonton televisi, berarti ada suatu perasaan suka atau tidak suka yang dimiliki seseorang terhadap adanya tayangan televisi. Slameto (dalam Djamarah, 2002) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki minat terhadap suatu objek tertentu cenderung akan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap objek tersebut. Dengan demikian, maka akan timbul dorongan dari dalam diri individu untuk memuaskan kebutuhannya. Dorongan dari dalam diri untuk memuaskan kebutuhannya disebut juga dengan istilah motivasi (Winkel, 1996). Motivasi diartikan sebagai kemauan dalam diri, dalam usaha untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi Stephen (dalam Kawuryan, 2005).

Terkait dengan motivasi, Uno (2007) menyatakan bahwa motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Keberhasilan belajar seseorang turut dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya motivasi seseorang dalam belajar (Djamarah, 2002). Dengan demikian motivasi belajar dapat disimpulkan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000).

Dengan adanya perasaan suka terhadap tayangan talk show di televisi, maka akan ada reaksi penerimaan dan reaksi positif terhadap tayangan tersebut sehingga diharapkan akan menimbulkan motivasi belajar menjadi presenter bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan komunikasi.


(45)

II.D. Hipotesis penelitian

Ada hubungan antara minat terhadap tayangan talk show dengan motivasi belajar menjadi presenter.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yaitu metode yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Hadi, 2000).

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasikan variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari :

1. Independent Variabel (IV) : Minat Terhadap Tayangan talk show 2. Dependent Variabel (DV) : Motivasi Belajar menjadi Presenter III.B. Definisi Operasional Variabel

III.B.1. Minat terhadap Tayangan Talk Show

Minat terhadap tayangan talk show ialah kecenderungan yang terarah secara intensif, keinginan yang besar terhadap tayangan talk show, yang berpengaruh pada kesadaran dirinya untuk berusaha melakukan sesuatu yang diinginkannya sehingga bisa memberi kepuasan pada diri individu tersebut.

Minat terhadap tayangan talk show dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang akan disusun berdasarkan aspek minat


(47)

menurut Hurlock (1999), yaitu aspek kognitif yang meliputi perhatian seseorang terhadap hal-hal yang berhubungan dengan minatnya, anggapan bahwa bidang yang diminati tersebut merupakan suatu hal yang dapat menimbulkan rasa ingin tahu, usaha yang dihabiskan dengan kegiatan yang berkaitan dengan minatnya akan memberi kepuasan dan keuntungan pribadi. Dan aspek afektif yaitu bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat .

Semakin tinggi skor skala minat menonton tayangan talk show, maka semakin tinggi minat terhadap tayangan talk show pada diri individu. Sebaliknya, semakin rendah skor skala minat terhadap tayangan talk show, maka semakin rendah minat terhadap tayangan talk show pada diri individu.

III.B.2. Motivasi Belajar Menjadi Presenter

Motivasi belajar menjadi presenter adalah dorongan atau kekuatan yang menyebabkan seseorang belajar menjadi presenter.

Motivasi belajar menjadi presenter dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan indikator-indikator motivasi belajar menurut Uno (2007), yaitu: faktor intrinsik yang meliputi adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan kebutuhan belajar, adanya harapan akan cita-cita, dan faktor ekstrinsik yang meliputi penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala motivasi belajar, maka semakin tinggi motivasi belajar individu tersebut, dan sebaliknya semakin rendah


(48)

skor dalam skala motivasi belajar, maka semakin rendah motivasi belajar individu tersebut.

III.C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel. III.C.I. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000).

Adapun ciri-ciri populasi dalam penelitian ini adalah: a. Mahasiswa Komunikasi USU

b. Angkatan 2004 s/d 2007

c. Pernah menonton tayangan talk show.

III.C.2. Metode Pengambilan Sampel

Menurut Kaplan dan Saccuzo (2005), sampel adalah bagian dari populasi. Sampel juga harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama agar dapat dilakukan generalisasi. Agar dapat melakukan generalisasi sampel harus mencerminkan populasinya, oleh karena itu harus digunakan teknik pengambilan sampel yang benar.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Hal ini didasarkan atas pendapat Hadi (2000) yang mengemukakan bahwa random sampling adalah pengambilan sampel secara random atau tanpa pandang bulu. Jumlah sampel dalam penelitian ini 75 orang. Azwar


(49)

(2005) menyatakan bahwa, statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup.

III. D. Alat Ukur Penelitian

Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan Metode Skala.

Skala yaitu suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000). Skala merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek. Skala merupakan suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu yang cenderung dimunculkan dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi (Azwar, 2000).

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya sama dengan yang dimaksudkan peneliti.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua buah skala yaitu, skala minat terhadap tayangan talk show dan skala motivasi belajar menjadi presenter.


(50)

III. D. 1. Skala minat terhadap tayangan talk show

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur adalah skala minat terhadap tayangan talk show yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek minat yang dikemukakan oleh Hurlock (1999). Skala disusun berdasarkan skala psikologi yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable, dan menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), sesuai (S), sangat sesuai (SS). Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu SS=1,S=2, TS=3, STS=4.

Tabel 1

Distribusi Aitem-aitem skala Minat terhadap Tayangan talk show Sebelum uji coba

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Kognitif 1,2,3,4,5,10,12,17,19 24,27,28,32,38,40,44,45

6,7,8,9,11,18,33,34,36 26 2 Afektif 13,14,15,20,21,23,25,26,

31,35,37,41,42,48,50

16,22,29,30,39,43,46,47,49 24

Total 32 18 50

III. D. 2. Skala Motivasi Belajar Menjadi Presenter

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur adalah skala Motivasi Belajar Menjadi Presenter yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan indikator-indikator Motivasi Balajar yang dikemukakan oleh Uno (2007). Skala disusun berdasarkan skala Psikologi yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable, dan menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), sesuai (S), sangat sesuai (SS). Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1.


(51)

Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu SS=1,S=2, TS=3, STS=4.

Tabel 2

Distribusi Aitem-aitem Skala Motivasi Belajar menjadi Presenter Sebelum Uji Coba

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Intrinsik :

adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan belajar, adanya harapan akan cita-cita,

1,2,3,4,6,7,8,12 13,14,15,16,19,21, 25,26,27,28,29,30,

5, 9,10,11,17, 18, 22, 23, 24

29

2 Ekstrinsik:

penghargaan,lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

31,33,34,35,36,37,43 44,45,46,47,48,52,61

32,38,39, 40, 41, 42,49, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60,

31

Jumlah 34 26 60

III. D.3 Uji Coba Alat Ukur

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran, atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2005). Hal-hal yang dilakukan untuk menguji coba alat ukur ini adalah:

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (dalam Kaplan & Saccuzzo, 2005). Suatu alat ukur yang valid, tidak hanya mampu mengungkapkan data dengan tepat, akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.


(52)

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasionel atau melalui professional judgement dalam hal ini adalah dosen pembimbing.

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan, bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi atau alat kepecayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2001).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan konsistensi internal dimana posedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan sebuah tes kepada sekelompok individu sebagai subjek (single trial administration). Oleh karena itu pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi (Cozby, 2003).

Teknik analisa yang digunakan untuk menghitung reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini adalah koefisien alpha cronbach formula, dimana 0,7-0,8 dapat dinyatakan bahwa alat ukur itu memiliki nilai reliabilitas yang baik (Devellis, 2003)

III. D.4. Hasil uji coba alat ukur penelitian.

Uji coba terhadap alat ukur penelitian yaitu skala minat terhadap tayangan talk show dan skala motivasi belajar menjadi presenter dilaksanakan mulai tanggal 21 April 2008. Uji coba dikenakan pada Mahasiswa USU yang memiliki karakteristik yang mirip dengan sampel penelitian, yaitu angkatan 2004 s/d 2007 dan pernah


(53)

menonton tayangan talk show. Jumlah skala yang disebarkan sebanyak 110 aitem, yaitu terdiri 50 aitem untuk skala minat terhadap tayangan talk show dan 60 aitem untuk skala motivasi belajar menjadi presenter. Uji coba skala minat dan motivasi belajar dilakukan terhadap 100 mahasiswa yang berkuliah di USU.

III.D.4.1. Skala Minat terhadap Tayangan Talk Show

Hasil uji coba skala minat terhadap tayangan talk show menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0.964, dengan nilai rxy aitem yang bergerak dari –0.078 sampai 0.863. Jumlah aitem yang diujicobakan adalah 50 aitem, dan dari 50 aitem terdapat 47 aitem yang memiliki daya diskriminasi yang tinggi dimana aitem-aitem tersebut memiliki nilai rxy  0.3. Menurut Azwar (1997), semua aitem yang mencapai korelasi minimal 0.3 daya pembedanya dianggap memuaskan. Tabel 3 menunjukkan aitem-aitem setelah dilakukan uji coba.

Tabel 3

Distribusi Aitem-aitem skala Minat terhadap Tayangan talk show Setelah uji coba

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Kognitif 1,2,3,4,5,10,12,17,19 24,27,28,32,38,40,44,45

6,7,8,9,11,18,33,34,36 26 2 Afektif 13,14,15,20,21,23,26,

31,35,37,41,42,50

16,22,29,30,39,43,47,49 21

Total 30 17 47

Hasil uji coba skala minat terhadap tayangan talk show setelah melakukan pemotongan aitem menjadi 47 aitem menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0.967, dengan nilai rxy aitem yang bergerak dari 0.332 sampai 0.863. Setelah dilakukan uji coba, maka peneliti melakukan penomoran kembali pada setiap aitem untuk


(54)

digunakan dalam penelitian. Tabel 4 menunjukkan aitem-aitem yang digunakan untuk penelitian.

Tabel 4

Distribusi Aitem-aitem skala Minat terhadap Tayangan talk show Untuk Penelitian

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Kognitif 1,2,3,4,5,10,12,17,19 24,26,27,31,37,39,43,44

6,7,8,9,11,18,32,33,35 26 2 Afektif 13,14,15,20,21,23,25,

30,34,36,40,41,47

16,22,28,29,38,42,45,46 21

Total 30 17 47

III.D.4.2. Skala Motivasi Belajar

Hasil uji coba skala motivasi belajar menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0.911, dengan nilai rxy aitem yang bergerak dari –0.398 sampai 0.688. Jumlah aitem yang diujicobakan adalah 60 aitem dan dari 60 aitem terdapat 44 aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi yang tinggi dimana aitem-aitem tersebut memiliki nilai rxy  0.3. Tabel 5 menunjukkan aitem-aitem setelah dilakukan uji coba.

Tabel 5

Distribusi Aitem-aitem Skala Motivasi Belajar menjadi Presenter Setelah Uji Coba

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Intrinsik : adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan kebutuhan belajar, adanya harapan akan cita-cita,

1,2,3,4,6,7,8 13,14,15,16,19,21,

25,26,27,28,

5, 9,10,11,17, 18, 23, 24

25

2 Ekstrinsik: penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

33,34,36,37,44, 45,46,47,48,61

32,38, 41, 42,50, 51,58, 59, 60,

19


(55)

Hasil uji coba skala motivasi belajar menjadi presenter setelah melakukan pemotongan aitem menjadi 44 aitem menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0.945, dengan nilai rxy aitem yang bergerak dari 0.315 sampai 0.678. Setelah dilakukan uji coba, maka peneliti melakukan penomoran kembali pada setiap aitem untuk digunakan dalam penelitian. Tabel 6 menunjukkan aitem-aitem yang digunakan untuk penelitian.

Tabel 6

Distribusi Aitem-aitem Skala Motivasi Belajar menjadi Presenter Untuk Penelitian

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Intrinsik : adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan kebutuhan belajar, adanya harapan akan cita-cita,

1,2,3,4,6,7,8 12,13,14,15,18,19,20,

23,24,25,26,

5, 9,10,11,16, 17, 21, 22

26

2 Ekstrinsik: penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

28,29,30,31,35, 36,37,38,39

27,32, 33, 34,40, 41,42, 43, 44

18

Total 27 17 44

III.E. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Adapun ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.


(56)

III.E.1. Tahap Persiapan Penelitian

Dalam tahap persiapan, yang dilakukan oleh peneliti adalah : 1. Pra Survey

Tahap pra survey ialah tahap yang dilakukan peneliti sebelum membuat alat ukur. Adapun tujuan dilakukannya tahap pra survey ialah untuk mengetahui apakah subyek yang akan dijadikan sampel penelitian nantinya sesuai dengan karakteristik yang diharapkan. Salah satunya ialah untuk mengetahui apakah subyek tersebut pernah menonton tayangan talk show atau tidak.

Tahap pra survey dilakukan peneliti pada tanggal 31 Januari s/d 01 Februari 2008. Dalam tahap ini peneliti menyebarkan angket yang isinya berupa pertanyaan terbuka mengenai tayangan talk show apa saja yang sudah pernah mereka tonton, selain itu peneliti juga menanyakan apakah individu pernah punya keinginan untuk menjadi seorang presenter. Dari 50 mahasiswa yang terdiri dari angkatan 2007, 2006, 2005, dan 2004 di dapatkan hasil bahwa 49 orang pernah menonton talk show dan 35 orang pernah berkeinginan menjadi presenter.

2. Pembuatan Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan dua skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Skala yang pertama yaitu skala minat terhadap tayangan talk show disusun berdasarkan aspek minat yang dikemukakan oleh Hurlock (1996). Skala yang kedua yaitu skala motivasi belajar yang disusun berdasarkan indikator motivasi belajar yang dikemukakan oleh Uno (2007). Penyusunan skala ini dilakukan dengan membuat blue print dan kemudian dioperasionalisasikan dalam bentuk aitem-aitem


(57)

pernyataan. Skala tersebut terdiri dari 110 aitem yang terdiri dari 50 aitem untuk skala minat dan 60 aitem untuk skala motivasi belajar.

3. Uji coba alat ukur

Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan uji coba alat ukur, uji coba dilakukan mulai pada tanggal 21 April 2008 pada mahasiswa USU, yakni mahasiswa Psikologi 25 orang, Fisip 50 orang, dan Ekonomi 25 orang, sehingga jumlah seluruhnya 100 orang subjek penelitian.

4. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur, maka peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala. Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, maka kemudian peneliti menyusun aitem-aitem tersebut menjadi alat ukur yang dapat digunakan untuk mengambil data penelitian.

III.E.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur diujicobakan dan direvisi, maka pada tanggal 07 Mei sampai 10 Mei 2008 dilaksanakan penelitian pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi USU. Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Dimana dalam teknik ini dilakukan pengambilan sampel dengan cara melakukan random terhadap mahasiswa Ilmu Komunikasi dari angkatan 2004 s/d 2007 berdasarkan daftar nama yang telah ada.

Pengambilan data dilakukan dengan memberikan alat ukur berupa skala minat dan skala motivasi belajar yang diberikan sekaligus dan dengan arahan dan pengawasan dari peneliti.


(58)

III.E.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor skala minat terhadap tayangan talk show dan motivasi belajar menjadi presenter dari masing-masing subjek penelitian, maka akan dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows 12,0 Version.

III.F. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik. Alasan yang mendasari dipakainya analisis statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah: statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan universal. (Hadi, 2000).

Metode analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesa dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisa korelasi pearson product moment karena dalam penelitian ini peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara minat terhadap tayangan talk show dengan motivasi belajar menjadi presenter pada mahasiswa komunikasi.

Sebelum dilakukan analisa data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yang gunanya untuk memenuhi kriteria pengukuran parametrik:

1. Uji Normalitas sebaran variabel penelitian, yaitu dilakukan untuk mengetahui apakah data dari variabel minat terhadap tayangan talk show dengan motivasi belajar menjadi presenter dalam penelitian ini sebarannya sudah normal. Normalitas dapat diuji dengan menggunakan one- sample kolmogorov smirnov. Menurut Hadi (2000), sebaran sampel dinyatakan


(59)

normal apabila p>0.05 dan sebaliknya sampel tidak terdistribusi normal apabila p<0.05.

2. Uji linearitas digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel minat terhadap tayangan talk show dengan variabel motivasi belajar menjadi presenter, apakah data variabel minat terhadap tayangan talk show berkolerasi linear dengan motivasi belajar menjadi presenter. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji F (Anova) dan metode interactive graph yang akan menghasilkan diagram pencar (scatter plot).

3. Berdasarkan deskripsi data penelitian, maka akan dilakukan pengelompokkan subjek penelitian yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Rumus yang akan digunakan untuk pengkategorisasian variabel minat terhadap tayangan talk show dan motivasi belajar menjadi presenter adalah dengan menggunakan kategorisasi jenjang (Azwar, 2005).:

a. Tinggi : (µ + 1.0σ)  x

b. Sedang : (µ +-1.0σ)  x  (µ + 1.0σ)

c. Rendah : x < (µ - 1.0σ)

Keterangan :

 = Mean Teoritis


(1)

berprestasi. Mappiere (dalam Pintrinch & Schunk, 2002) berpendapat bahwa minat berkaitan dengan cita-cita, yaitu bahwa cita-cita merupakan perwujudan dari minat dalam hubungannya dengan masa depan. Sehingga seseorang yang memiliki minat tertentu akan memiliki kekuatan yang dapat mendorong dirinya untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Berdasarkan kategorisasi data empirik, maka diperoleh 56 orang (74,7%) dari 75 subjek penelitian yang memiliki minat yang sedang. Artinya mayoritas sampel penelitian yaitu mahasiswa komunikasi USU memiliki minat terhadap tayangan talk show dalam ketegori sedang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Hurlock (dalam Sukadji, 2002), yang menyatakan bahwa minat berkembang seiring usia. Pada remaja hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan dalam pergaulan lebih diminati, dan mereka lebih senang belajar dari orang-orang yang mereka senangi ataupun seseorang yang mereka anggap penting. Dan menjelang dewasa, mereka akan lebih berminat untuk menampilkan pekerjaan dalam kehidupannya sehari-hari.

Berdasarkan kategorisasi data empirik, maka diperoleh 70 orang (93.3%) dari 75 subjek penelitian yang memiliki motivasi belajar menjadi presenter yang sedang. Artinya mayoritas sampel penelitian yaitu mahasiswa Komunikasi USU memiliki motivasi belajar menjadi presenter dalam kategori sedang.

Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Romli (2007), yang menyatakan bahwa mahasiswa Komunikasi dituntut untuk memiliki kemampuan atau keterampilan (skill) sebagai public speaking, menulis berita, feature, dan artikel. Mahasiswa Komunikasi dapat berjuang di bidang “proses penyadaran dan


(2)

pencerahan pemikiran” kepada masyarakat banyak, sekaligus menyampaikan aspirasi masyarakat dan menyalurkan idealismenya. Ia pun dapat menjadi “humas” atau “seksi publikasi” yang didapatnya di bangku kuliah. Hal-hal tersebut menyebabkan mahasiswa komunikasi memiliki motivasi belajar untuk menjadi seorang presenter.

V.C. Saran

V.C.1. Saran metodologis

Berdasarkan hasil penelitian ini, bagi pihak-pihak yang berminat dengan penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian lebih jauh, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

a. Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh tentang minat terhadap tayangan talk show dan motivasi belajar menjadi presenter belum tergali secara mendalam, oleh sebab itu peneliti menyarankan untuk metode pengambilan data dengan metode observasi dan wawancara untuk memperkaya hasil penelitian. Atau untuk dapat melihat lebih jelas bagaimana pengaruh dari tayangan talk show terhadap motivasi belajar, maka peneliti manyarankan untuk peneliti selanjutnya menggunakan teknik eksperimen.

b. Memperbanyak jumlah sampel penelitian, agar hasil penelitian dapat digeneralisasi pada seluruh populasi penelitian.

c. Meningkatkan validitas dan reliabilitas alat ukur, sehingga alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.


(3)

d. Pada penelitian ini peneliti tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain selain minat terhadap tayangan talk show sebagai hal-hal yang dapat mempengaruhi motivasi belajar. Karena itu disarankan bagi peneliti lain yang ingin menindaklanjuti penelitian ini untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar menjadi presenter.

V.C.2. Saran Praktis

a. Bagi mahasiswa Komunikasi

Belajar merupakan suatu hal yang tidak dapat lepas dari seorang individu khususnya bagi seorang mahasiswa. Banyak cara yang digunakan oleh setiap individu agar dapat meningkatkan motivasinya dalam belajar. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa minat terhadap tayangan talk show memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi belajar menjadi presenter, oleh karena itu bagi mahasiswa komunikasi yang memiliki keinginan untuk mejadi seorang presenter dapat menjadikan tayangan talk show sebagai salah satu alat pembelajaran selain dari buku dan perkuliahan.

b. Bagi mahasiswa selain mahasiswa Komunikasi

Menjadi seorang presenter tentunya bukan hanya diinginkan oleh mahasiswa komunikasi saja, banyak mahasiswa lain ataupun yang masih duduk di bangku sekolah mempunyai keinginan untuk menjadi seorang presenter. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat yang sama seperti halnya pada mahasiswa komunikasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anwas, O.M. (1999). Antara Televisi, Anak, dan Keluarga (sebuah analisis). Jurnal Teknodik, 7, 32-36.

Ardianto, Elvinaro. (2004). Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Azwar, S. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Baksin, Askurifai. (2006). Jurnalistik Televisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Cozby, C.P.(2003). Methods in Behavioral Research. (8th ed.). Singapore: McGraw-Hill.Inc.

Devellis, F.R. (2003). Scale Development Theory and Applications. (2nd ed.). USA; Sage Publication, Ltd.

Djamarah, S.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Effendy, O.U. (1989). Kamus Komunikasi (Cet-1). Mandar Maju: Bandung.

____________(2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Field, J.L., & Travers, J.F., (1996). Educational Psychology, effective teaching effective learning. (2nd ed.). Brown & Benchmark Publishers.

Guntarto, H. (2004). Buku Panduan Menjembatani Anak dan Televisi. Kegiatan Lustrum I (1999-2004). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid I-IV). Yogyakarta : Penerbit Andi. Hanum, Salma. 2005. Sukses Meniti Karir Sebagai Presenter. Yogyakarta : Absolut. Hurlock, E.B.(1996).Perkembangan Anak. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. Jahja, R.S., & Irvan, Muhammad. (2006). Menilai Tanggung Jawab Sosial. Depok:

Piramedia

Jangan Remehkan Pengaruh Televisi. (http://www.balipost.com) Diakses 8 September 2004.


(5)

Kawuryan, S. (2005). Hubungan Pengetahuan Gizi, Motivasi dengan Kreativitas. Jurnal Teknodik, 16, 174-175.

Kurniati, Z., Daud, M., & Khumas, A. (2005). Pengaruh Kebiasaan Menonton Televisi Terhadap Pengendalian Emosi Anak. Jurnal Intelektual, 3(2), 153-168.

Lusia, Amelita., (2006). Oprah Winfrey & Rahasia Sukses Menaklukkan Panggung Talk Show. Jakarta Selatan : Gagas Media.

Morissan. (2004). Jurnalistik Televisi Mutakhir. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Muda, Deddy Iskandar. 2005. Jurnalistik televisi : Menjadi Reporter Profesional.

Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Naratama. 2004. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta : PT. Grasindo. Televisi. Depok: Piramedia.

Pintrich & Schunk. 2002. Motivation in Education : theory, research, and Applications. 2nd ed. Pearson Education.

Pane, Teddy Resmisari. (2004). Speak Out. Gramedia Pustaka Utama.

Poerwadaminta. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sardiman, A.S. (1999). Pengaruh Televisi pada Perubahan Perilaku (beberapa pokok pikiran). Jurnal Teknodik, 7, 10-12.

Santoso, Singgih. (2003). Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS Versi 11.5. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Santrock, J. W. (2004). Educational Psychology, 2nd Ed. McGraw-Hill Companies. Sendjaja, S. D. (1999). Beberapa Pokok Pikiran tentang Media Televisi vs Buku.

Jurnal Teknodik, 29.

Sukadji, S., & Singgih, E. (2001). Keberhasilan Belajar di Perguruan Tinggi. Depok-Psikologi Pendidikan Fak. Psikologi UI.

Sutisno, S.PC. (1999). Pengaruh Media Televisi terhadap Pendidikan. Jurnal Teknodik, 7, 20-27.

Suprobo, I. (2006). http://www.parasindonesia.com/read.php?gid=507. Tanggal akses : 22 Desember 2006.


(6)

Uno, B.Hamzah. (2007). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

Wintarto, Sutopo. (2007). http://wiwientelevision.com/2007/02/bukan-hanya-obrolan-sesama-seleb.html. Tanggal Akses: 11 Februari 2007.