PENGARUH PRIMORDIALISME TERHADAP KERUKUNAN MASYARAKAT DI MALUKU

(1)

PENGARUH PRIMORDIALISME TERHADAP KERUKUNAN MASYARAKAT

DI MALUKU

Oleh:

M. Fani .Ruktandi

0853033028

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PRIMORDIALISME TERHADAP KERUKUNAN MASYARAKAT

DI MALUKU Oleh

M. Fani. Ruktandi

Persaingan dominasi keagamaan diantara kelompok Islam dan Kristen yang berlangsung di Maluku. Dengan berlansungnya pemurnian agama tahun 1970 mengakibatkan melemanya hubungan persaudaraan antar kedua agama tersebut. Berlangsungnya pemurnian ajaran Kristen yang memusnahkan adat leluhur semakin mendorong giatnya pelaksanaan misi Kristenisasi terhadap saudara pela Muslim. Hal ini meninbulkan kecurigaan dan semakin jauhnya jarak sosial antar persaudaraan pela. Kini persaudaraan menguat berdasarkanj kesamaan agama. Kondisi ini semakin memperburuk segregasi sosial yang sudah ada sebelumnya yang berpengaruh terhadap kerukunan masyarakat Maluku.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh primordial agama terhadap kerukunan masyarakat di Maluku. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh pemurnian agama terhadap kerukunan masyarakat Maluku ?. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi, sedangkan. teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian dalam penulisan ini bahwa sentimen primordialisme agama di Maluku berpengaruh terhadap menguatnya persaudaraan berdasarkan kesamaan agama serta lunturnya pelagandong


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR LAMPIRAN ... ii

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Analisis Masalah ... 7

B.1 Identifikasi Masalah... ... 7

B.2 Batasan Masalah.. ... 7

B.3 Rumusan Maslah ... 7

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian C.1. Tujuan Penelitian ... 8

C.2. Kegunaan Penelitian ... 8

C.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 12

A.1. Konsep Primordialisme... 12

A.2. Konsep Agama ... 14

A.3. Konsep Fanatisme ... 16

A.4. Konsep Masyarakat Maluku.. ... 18

B. Kerangka Pikir ... 20

C. Paradigma ... 22

III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 24

A.1 Metode yang digunakan .. ... 24

A.2 Variabel Penelitian. ... 30

A.3 Teknik Pengumpulan Data, ... 31

A.3.1. Teknik Kepustakaan ... 31

A.3.2.. Teknik Dokumentasi ... 32


(7)

A.1. Letak Geografis Maluku. ... 37

A.2. Masyarakat di Maluku.. ... 38

A.3. Melemahnya hubungan Agama . ... 42

A.4. Faktor – faktor pemicu pemurnian Agama di Maluku. ... 44

A.4.1 Faktor penyiaran Agama ... 44

A.4.2 Faktor Kolonial ... 46

A.5. Primordialisme Agama di Maluku ... 48

A.6. Pemurnian Agama di Maluku ... 52

A.7. Pengaruh Menguatnya Pemurnian Agama di Maluku ... 55

A.7.1 Timbulnya Persaudaraan Berdasarkan Agama ... 55

A.7.2 Melemahnya budaya pela gandong ... 58

B. Pembahasan ... 62

B.1. Munculnya Persaudaraan Berdasarkan Agama ... 62

B.2 Lunturnya adat pela gandong ... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksi-interaksi keagamaan pada masyarakat Maluku telah terjadi pada zaman agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang beragam maupun zaman penyebaran agama-agama Islam dan Kristen yang bersifat pendudukan wilayah, dan menunjukan kemajuan sampai tahap-tahap dasar realitas kekerabatan antara agama Islam dan Kristen pada dasar- yang menampilkan pola keberagamaan Salam-Sarane dalam bingkai hidup beragama yang khas dari masyarakat Maluku.

Doktrin agama yang merupakan konsepsi tentang realitas harus berhadapan dengan kenyataan atau perbedaan. Ketegangan antara doktrin teologis Islam dan Kristen dengan realitas dan perkembangan sosial telah berlangsung lama. Upaya untuk menjawab ketegangan teologis telah melahirkan gerakan pemurnian dalam Islam dan Kristen.

Gerakan ini pada awalnya adalah upaya untuk membebaskan perilaku keagamaan yang bercampur dengan budaya atau tradisi keagamaan yang lain.


(9)

Dalam hal ini pemurnian keagamaan berupaya untuk membersihkan ajaran ajaran Islam dari segala sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan.

Gerakan pemurnian, menurut Fazlur Rahman lahir dari gerakan pembaharuan di dunia Islam yang muncul pada abad ke 14. Diawali kesadaran untuk melakukan transformasi secara mendasar untuk

mengatasi kejumudan dan kemunduran moral umat Islam” (Fazlur

Rahman. 1984 :109-112).

Kemunculan gerakan pemurnian agama di Maluku merupakan respon umat Islam terhadap dua realitas, yaitu realitas budaya lokal yang kuat mengakar dalam hidup keseharian dimasyarakat dan realitas masyarakat modern yang terus berubah. Terhadap realitas pertama umat harus mengembangkan pemahaman yang bebnar mengenai praktik keagamaan dan usaha yang diarahkan pada pemurnian keyakinan dan ritual Islam dari pengaruh-pengaruh yang menyimpang. Sedangkan terhadap realitas kedua pemahaman Islam harus dikembangkan untuk menumbuhkan sebuah kepercayaan bahwa ajaran Islam mengandung kemampuan beradaptasi dan berubah.

Di Maluku pada tahun 1970-an timbul semangat pembaharuan khususnya terhadap gerakan pemurnian ajaran agama. Pemimpin agama Kristen dan Islam berusaha untuk memurnikan agama untuk membebaskan perilaku keagamaan yang bercampur dengan budaya dan berusaha untuk meninggalkan sistem kekerabatan masyarakat tradisional, yang dianggap mengotori kemurniaan agama dan keyakinan.


(10)

Gerakan pemurnian ajaran Kristen di Maluku mengklaim bahwa praktek-praktek adat adalah tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Para pemimpin Kristen lebih giat memberikan keyakinan kembali menyangkut ajaran-ajaran dalam Kekristenan. Kekristenan diasosiasikan dengan budaya barat dan modern; leluhur adalah momok masa lalu. Di dalam jemaat ditanamkan perasaan bersalah yang hebat. MerekaMereka disebut bukan Kristen jika memuliakan nenek moyang. Orang-orang Kristen yang lahir di kota telah kehilangan sebagian besar adat dan selalu lebih menekankan kepercayaan Kristen mereka (Bartels. 1978: 146).

Pemurnian kekristenan tidak dapat dilepaskan dari pewarisan historis dalam sejarah awal dan berkembangnya gereja di Maluku khususnya sejarah protestantisme. Dalam hal ini faktor yang turut berpengaruh terhadap paradigma teologi gereja di Maluku, yakni paradigma misionaris dengan misi pertama mentobatkan jiwa-jiwa, kedua mengajak orang non-Kristen masuk Gereja, dan ketiga masuk agama Kristen.

Pemurnian juga terjadi di kalangan Muslim yang menekankan kemurnian Islam dengan meninggalkan kepercayaan adat tradisional. Dengan semakin lemahnya pengaruh para pemimpin Muslim Maluku yang lebih tua dan lebih tradisional, mereka digantikan oleh pemimpin yang lebih muda, yang lebih terbuka dengan kemurnian Islam dan ide-ide Islam yang lebih luas. Islam juga menjadi lebih tertuju dengan kemodernan. Bagi kaum Muslim muda masa depan yang mereka harapkan adalah Islam yang universal dari pada kepercayaan etnis (Bartels. 1978: 147).


(11)

Para pemimpin Islam, lebih menekankan kepada kepada ukuwah islamiyah Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan umat Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Maluku. Sikap ke Kristenan warisan teologi yang agresif yang melihat agama lain sebagai pihak yang harus dikuasai dan diselamatkan bagi Kristus dengan meninggalkan kepercayaan adat tradisional. Membersihkan ajaran ajaran Islam dari segala sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan yang jelas dalam Islam.

salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap teologi gereja di Maluku, yakni faktor kolonial. Dari faktor ini, tentunya harus diakui bahwa teologi yang terdapat di Maluku sesungguhnya erat berkaitan dengan teologi yang dibawa oleh para misionaris. Sikap ke Kristenan warisan teologi yang agresif yang melihat agama lain sebagai pihak yang harus dikuasai dan diselamatkan bagi Kristus. Dimana pola penyiaran agama yang diterapkan didasarkan pada ajaran Marthen Luther, yaitu di mana ada Kristus, di situ ada gereja.

Gereja sangat berhasil melakukan Kristenisasi upacara-upacara pakta perjanjian pela, dalam kekerabatan yang hanya melibatkan desa-desa Kristen, dengan cara-cara yang jauh mengurangi kepentingan leluhur. Secara tidak langsung, menurunnya peran adat di desa-desa Kristen juga menghapuskan dasar umum interaksi dengan anggota pela dari kalangan Muslim yang mengarah pada semakin jauhnya jarak sosial antara Kristen dan Muslim

dalam kekerabatan antar kepercayaan. Gereja memusnahkan leluhur,


(12)

bersalah yang hebat. Mereka disebut bukan Kristen jika memuliakan nenek moyang. Gereja juga AmembaptisA upacara-upacara adat (Bertle. 1978: 30).

Pemurnian juga terjadi di kalangan Muslim yang menekankan kemurnian Islam dengan meninggalkan kepercayaan adat tradisional. Dengan semakin lemahnya pengaruh para pemimpin Muslim Maluku yang lebih tua dan lebih tradisional, mereka digantikan oleh pemimpin yang lebih muda, yang lebih terbuka dengan kemurnian Islam dan ide-ide Islam yang lebih luas. Islam juga menjadi lebih tertuju dengan kemodernan. Bagi kaum Muslim muda masa depan yang mereka harapkan adalah Islam yang universal dari pada kepercayaan etnis (Bartels. 1978: 147).

Proses pemurnian melalui agama Kristen, dalam merubah sistem keyakinan dan kepercayaan terhadap roh para leluhur yang berdasarkan kepercayaan agama suku, yang kemudian di ubah dan diganti secara radikal dengan dasar-dasar kepercayaan dan keyakinan yang kuat dalam agama Kristen. Religiusitas dalam agama suku yang mengedepankan pensakralan terhadap roh-roh jahat dan kuasa kegelapan, yang justru menjadi landasan yang kuat dalam sistem kepercayaan primitif berpindah secara perlahan dan pasti ke religiusitas pada agama-agama samawi.

Di Maluku pada tahun 1970 sampai akhir tahun 1979 secara signifikan terjadi peningkatan jumlah pemeluk agama Kristen. Peningkatan ini menurut disebabkan oleh usaha misi yang terus dilaksanakan oleh gereja. Para pendeta Kristen selama ini memanfaatkan pela untuk menjerumuskan ummat Islam agar mau mengikuti sebagian ajaran mereka dengan cara memasukkan dalam


(13)

konteks toleransi kekeluargaan. Timbulnya kecurigaan atas peningkatan jumlah pemeluk agama Kristen maka pada tahun 1981 keluar Surat Keputusan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979 yang berisi :

1. Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, pakaian, makanan, agar orang atau kelompok orang yang telah menganut agama yang lain berpindah dan menganut agama yang disiarkan.

2. Menyebarkan famlet, majalah, bulletin, dan buku pada khalayak lain yang beragama.

3. Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah yang telah memeluk agama

Keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri pada tahun 1979 yang mengatur pelaksanaan penyiaran agama. Terbitnya SKB tersebut dapat dianggap sebagai sebuah respon terhadap meningkatnya jumlah pemeluk agama Kristen dimana peningkatan itu dilihat sebagai akibat dari gerakan misionaris Kristen yang didukung kekuatan dana dari luar negeri. (Alwi Sihab,1998:177).

Bagi kalangan Kristen, kebijakan tersebut jelas‐jelas dianggap membatasi misi Kristen dan memberi perlindungan terhadap Islam. Karena itu tak pelak lagi, kalangan Kristen bereaksi keras terhadap aturan ini. Bagi kalangan Islam, aturan itu merupakan suatu proteksi terhadap iman umat mereka. Kendati mendapat reaksi keras kalangan Kristen, namun aturan ini tetap berlaku. Berlangsungnya pemurnian agama di Maluku menimbulkan perubahan dalam hubungan Kristen dan Islam di Maluku semakin jauh.


(14)

B.Analisis Masalah

B.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku. 2. Pengaruh Lunturnya Adat Pelagandong Terhadap Kerukunan Masyarakat di

Maluku.

3. Pengaruh Menguatnya Identitas Kesukuan Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku.

B.2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah pada nomor (1), yaitu : Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku.

B.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi, dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah, Bagaimanakah Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku ?

C. Tujuaan dan Kegunaan Penelitian. C. 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Bagaimanakah Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku.


(15)

C. 2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan pengetahuan serta wawasan khususnya dalam bidang kesejarahan yakni mengenai Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku

2. Sebagai bahan tambahan substansi materi tentang Sejarah Maluku.

3. Dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Sosial pada umumnya dan Ilmu Sejarah pada khususnya tentang Pemurnian Agama di Maluku

C.3. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian untuk menghindari kesalah pahaman, maka dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang sasaran dan tujuan penelitian mencakup :

a. Objek penelitian

Objek penelitian adalah sifat keadaan dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas (benda, orang, dan lembaga), bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra atau simpati-antipati, keadaan batin, disebut (orang), bisa pula berupa proses disebut lembaga. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah Pemurnian Agama di Maluku.


(16)

b. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Maka dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Primordialisme agama di Maluku.

c. Wilayah / Tempat Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan umum dan perpustakaan daerah. Wilayah tempat penelitian ini adalah Perpustakaan Unila dan Perpustakaan Daerah Lampung.

d. Waktu Penelitian

Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa berlangsung. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah tahun 2013.

e. Bidang Ilmu

Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. dalam penelitian ini, peneliti mengambil bidang ilmu sejarah. Karena disesuaikan dengan bidang ilmu peneliti yaitu pendidikan sejarah.


(17)

REFERENSI

Bartels, 1989. Moluccans in Exile. A Struggle for Ethnic Survival. Leiden: University of Leiden. Center for the Study of Social Conflict. Halaman: 31-46

Riaz Hassan 1985, Islam dari konservative sampai fundamentalis, Jakarta Pers halaman: 108

Fazlur Rahman, 1984,Gerakan Pembaharuan Islam, 109-112)

Bartels, 1978, Religious Syncretism, Semantic Depletion and Secondary

Interpretation in Ambonese Islam and Christianity in the Moluccas.

Halaman: 146

Bartels, 1978, Ibid Halaman 147

Alwi Shihab. 1998. Para digma Baru Misi Kristen. Bandung Pustaka Hidayah. Halaman : 177


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Primordialisme

Primordialisme berasal dari kata primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya ikatan. Sedangkan isme adalah suatu faham.

Primordialisme dapat terjadi karena:

1. Adanya sesuatu yang dianggap istimewa dalam suatu kelompok, seperti Agama, budaya, dan suku.

2. Adanya sesuatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok dari ancaman luar.

3. Adanya nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai-nilai agama. (wikipedia. Primordialisme. 67 halaman )

Menurut Riaz Hassan, pemurnian agama bila dikaitkan dengan modernisasi dapat dimaknai dalam dua pengertian, umum dan khusus. Dalam arti umum pemurnian agama pada dasarnya berlawanan dengan sinkretisme ini adalah pembebasan unsur-unsur agama yang berasal dari tradisi agama lain selain tradisi agamanya sendiri. Pemurnian berarti pembedaan tradisi-tradisi beragama pada tingkat personal, sehingga gaya hidup keagamaan seseorang mencerminkan satu tradisi tunggal. Menjadi modern berarti memahami secara mendalam tentang struktur agamanya sendiri dan menjauhkan dari tradisi agama lain. Dalam arti khusus, pemurnian berarti pembersihan ajaran agama dengan tradisi lokal (agama rakyat), maka menjadi modern berarti


(19)

mempraktekan ajaran agama dengan pandangan-pandangan ilmiah dan rasional tanpa di sertai dengan ajaran-ajaran megis.(Riaz Hassan 1985, 108)

Kemunculan gerakan pemurnian tersebut merupakan respon terhadap dua realitas, yaitu realitas budaya lokal yang kuat mengakar dalam hidup masyarakat dan realitas masyarakat modern yang terus berubah. Agama harus mengembangkan pemahaman yang benar menenai praktek keagamaan dan usaha yang diarahkan pada pemurnian keyakinan dan ritual agama samawi dari pengaruh-pengaruh yang menyimpang.

Untuk memahami pandangan umat Islam di Maluku menyangkut hubungan antar agama yang muncul sebagai reaksi terhadap pencampuran adat/budaya dan Islam. Dalam hal ini Muhammadiyah berupaya untuk membersihkan ajaranajaran Islam dari segala sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan yang jelas dalam Al-Quran dan Hadits. Dengan sikap yang demikian maka gerakan ini berupaya melakukan pemurnian ajaran dengan menggantungkan sepenuhnya ajaran Islam tersebut pada dua sumber hukum tadi (Alwi Sihab,1998:125 – 155; Deliar Noer,1994)

Pemurnian agama di Maluku pada umumnya berhadapan dengan tradisi atau adat istiadat khususnya yang dilakukan oleh kalangan Islam tradisional atau lokal yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Kecenderungan pemurnian ajaran Islam sebenarnya tidaklah tunggal tetapi terentang dari yang keras atau radikal hingga lunak atau moderat. Sebagai contoh, lahirnya gerakan modernisme/reformisme Islam awal abad ke-20 yang sering disebut pula


(20)

ditunjukkan oleh Muhammadiyah menurut Deliar Noer untuk mengajak

“Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah” dalam bentuk gerakan pembaruan Islam atau Islam modern.

Menurut Bartels berlangsungnya gerakan pemurnian ajaran Kristen di Maluku pada tahun 1970 Gereja mengklaim bahwa praktek-praktek adat adalah tidak sesuai dengan ajaran Kristen. memberikan keyakinan kembali yang lebih kokoh menyangkut ajaran-ajaran dalam Kekristenan. Dalam hal ini agama harus dibersihkan dari unsur – unsur budaya yang dianggap mengotori kemurniaan agama dan keyakinan. lembaga-lembaga keagamaan Islam dan Kristen lebih berupaya untuk mencapai standar yang dapat diterima secara universal dan meninggalkan sistem kekerabatan masyarakat tradisional Maluku (Bartels. 1978: 146).

Ikatan primordialisme keagamaan menjadi salah satu alasan penting dari masyarakat dalam menyikapi terhadap gerakan pemurnian agama untuk kembali kedalam ajaran agama yang murni. Ikatan emosional tersebut telah melahirkan gerakan-gerakan pemurnian dalam Islam dan Kristen dalam upaya untuk membebaskan perilaku keagamaan yang bercampur dengan budaya atau tradisi keagamaan yang lain. Hal tersebut terlihat pada komunitas masyarakat di Maluku dalam kalangan Islam dan Kristen dengan menperkuat simbol-simbol keagamaan seperti mesjid dan gereja sebagai pusat dakwah /missi. Pola dakwah yang dilakukan dengan menguasai mesjid-mesjid dan gereja.


(21)

1. Konsep Agama

Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasaArab)

dalam bahasa Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), lareligion

(bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasaJerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum),sedang kata

diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh,hutang,

balasan, kebiasaan. Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi antara diin danagama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis

diterjemahkan dalampengertian yang sama dengan “agama” ( Abdul Aziz Dahlan. 1997: 63).

Kata agama selain disebut dengan kata diin dapat juga disebut syara,

syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena

hukum itu wajib dipatuhi, maka disebut addin dan karena hukum itu dicatat serta dibukukan, dinamakan millah. Kemudian karena hukum itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara (Taib Thahir Abdul Mu’in. 1992: 121).

Adapun masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal agama itu, tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para ahli pikir sejak lama ( Romdhon.1988 : 18-19 ).


(22)

Menurut Harun Nasution intisari yang terkandung dalam istilah agama ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindra (Harun Nasution. 1979: 11 ).

Secara umum pengertian agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok yang ada dalamnya adalaheksistensi Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan sesama.

2. Konsep Fanatisme

Fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatip, pandangan mana tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah.

Fanatisme dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang dapat menimbulkan perilaku agresi. Individu yang fanatik akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional. yang menjelek-jelekkan agama lain dan umatnya, menghasut, membakar emosi umat untuk membenci bahkan menyerang umat agama lain. (Muhammad Ali. 1985, 155).


(23)

Fanatisme adalah kesombongan emosional yang terlalu kuat sehingga meningkat menjadi keterikatan berlebihan terhadap dogma, individu, ataupun kelompok. Fanatik itu sendiri awalnya berarti antusis keagamaan seseorang yang menjadi termiliki. Fanatisme kemudian secara luas diartikan sebagai pandangan bahwa hanya ada satu nilai kebenaran segala sesuatu dan semua orang harus mengabdi kepada nilai yang satu itu (Andito . 1998, 29).

Berdasarkan konsep diatas bahwa fanatisme suatu keyakinan yang positif atau yang negatip, yang tidak memiliki pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Nilai yang berkembang, serta hidup dalam masyarakat yang mempengaruhi munculnya kelompok sendiri yang memiliki jiwa untuk memandang anggotanya sendiri dan memandang orang luar kelompok sebagai musuh bersama yang mengancam.

3. Konsep Masyarakat Maluku

Perekat sosial yang mengikat hubungan antara anak negeri serani dan anak negeri salam yang paling menonjol adalah nilai – nilai adat budaya pela atau gandong. Sebagai nilai dasar yang menjadi jati diri yakni nilai budaya yang di miliki sejak leluhur. Pela sebagai suatu simbol persatuan dan kesatuan masyarakat Maluku, secara berkala selalu dipupuk melalui kegiatan ritual maupun serimonial antara warga masyarakat yang berpela itu. Upacara

tersebut lazim dikenal dengan sebutan “Panas Pela”.Panas pela merupakan upacara yang bertujuan untuk mengingatkan dan menyadarkan masyarakat

akan hubungan persaudaraan di antara mereka, dan juga mereka diingatkan untuk selalu menjaga dan memelihara hubungan persaudaraan tersebut yang


(24)

telah dibentuk, dibina dan diletakkan dasar-dasarnya oleh para leluhur. Hubungan pela merupakan hubungan yang sakral, dasar-dasar sakralisasi dari pela diletakan oleh leluhur ketika dilakukan upacara “Sumpah Pela” pada saat dibentuknya ikatan pela antara dua negeriatau lebih.

Pela sebagai sebuah tradisi Orang-orang Maluku sangat percaya kepada tiga kekuatan, yakni gunung, tanah, tete nene moyang.Gunung mewakili unsur langit (lakilaki), tanah mewakili unsur bumi (perempuan) dan tete nene moyang mewakili roh leluhur. Perlindungan kepada manusia dapat terlaksana dengan menjaga hubungan baik dan teratur dengan leluhur, termasuk melaksanakan kebijakan-kebijakan adat yang diturunkan leh leluhur. Hubungan tersebut dimaksudkan untuk menjaga keselarasan, keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan pribadi, sosial dan negeri.

Hubungan atau komunikasi dengan leluhur biasanya dilakukan di tempat-tempat seperti di ruma tua, di batu pamali, tempat-tempat keramat, di baileu, di negeri lama. Tempat tempat ini dianggap kudus atau suci, karenanya harus dipelihara dan dijaga. Bila tidak dipelihara leluhur akan marah dan berakibat keturunannya diganggu oleh leluhur. Dalam ruma tau terdapat orang-orang (Maueng) yang mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan leluhur. Kepercayaan ini akhirnya menjadi dasar persatuan dan identitas masyarakat AmbonMuslim-Kristen, yang berkembang menjadi semacam agama etnis yang dirayakan sebagai keunikan masyarakat Ambon, sementara pada saat yang sama memberi kesempatan bagi kedua kelompok Muslim atau Kristen untuk


(25)

khusuk dalam kepercayaan masing-masing. Intisari agama masyarakat Maluku ini, yang disebut sebagai Agama Nunusaku (Bartels1977: 316).

Konsekuensi logis dari pengangkatan pela tersebut, melahirkan beberapa aturan berupa larangan dan anjuran yang harus diingat, dipatuhi dan tidak boleh dilanggar oleh kedua negeri yang berpela. Larangan dan anjuran itu meliputi beberapa hal antara lain :

a. Sesama pela dilarang untuk tidak saling melontarkan kata-kata tajam, berupa makian atau sejenisnya yang sifatnya menimbulkan perasaan tidak enak bagi pela yang lain.

b. Dilarang untuk tidak saling berkelahi, membunuh dan mengawini antar sesama pela.

c. Dianjurkan untuk sesama pela tetap saling melayani dalam waktu susah ataupun senang, tidak boleh saling menyembunyikan apa saja yangsifa tnya dimakan dari sesama pela.

Pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan tersebut akan mendapat kutukan dari Tuhan dan dari para leluhur yang menjurus pada penderitaan dan kematian. Larangan dan anjuran yang sudah disepakati bersama, sifatnya mengikat dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun ( Bartels, 1978, 31).

Dari pendapat diatas bahwa konsep masyarakat Maluku telah mempunyai nilai budaya sendiri yang dikenal pela-gandong yang merupakan sebuah totalitas kesatuan hidup masyarakat di Maluku. Budaya lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, nilai-nilai tersebut di yakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku dalam masyarakat Maluku.


(26)

A. Kerangka Pikir

Pemurnian agama di Maluku pada umumnya berhadapan dengan tradisi atau adat istiadat tradisional atau lokal yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama, proses pemurnian sistem kepercayaan tradisional masyarakat Maluku ke dalam cara-cara yang dapat diterima secara Kristen dan Islam. Gerakan pemurnian ajaran Kristen di Maluku pada tahun 1970 Gereja mengklaim bahwa praktek-praktek adat adalah tidak sesuai dengan ajaran Kristen.

Dengan menghilangkan adat leluhur, menakibatkan tidak ada lagi jembatan yang menghubungkan Kristen dengan Muslim. Sehingga ikatan persaudaraan antara Islam dan Kristen berubah dari persaudaraan adat budaya menjadi persaudaraan seagama. Dengan berlangsungnya pemurnian ajaran Kristen semakin mendorong kuatnya penyiaran misi Kristen. Gereja semakin leluasa melaksanakan misi Kristenisasi dengan membaptis upacara-upacara adat, dan mengharuskan mereka melakukan adat pela dengan doa-doa Kristen.

Berdasarkan kerangka pikir diatas pemurnian ajaran agama di Maluku menyebabkan timbulnya perubahan pola hubungan antar kedua agama Islam dan Kristen sehingga menimbulkan semakin jauhnya jarak sosial. Pengaruh yang timbul antara lain menguatnya persaudaraan yang didasari oleh kesamaan agama dan hancurnya budaya Pelagandong.


(27)

C. Paradigma

Primordialisme Agama

Pemurnian Agama di Maluku

Lunturnya Adat Pelagandong

Timbul Persaudaraan Seagama.

Keterangan

= Garis Langsung


(28)

REFERENSI

Clifford Geertz. 1981. The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, Halaman : 46

Issacs, Harold R. 1993. Pemujaan Terhadap Kelompok Etnik Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Halaman: 48

Abdurrahman Wahid. 1998. Perjuangan gerakan pemurnian agama Halaman: 36 Abidin Wakano. 2008, Identitas Kultural Maluku Staf Pengajar IAIN Ambon.

Halaman : 5

Bartels. 1977. Religious Syncretism, Semantic Depletion and Secondary

Interpretation in Ambonese Islam and Christianity in the Moluccas.

Halaman:330

Romdhon, et. al, Agama-agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga , Press,1988, Halaman: 18-19.

Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1992, Halaman:112. Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru

VanHoeve, 1997, Halaman: 63.

Joachim Wach 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta; Rajawali. Halaman : 9 Bustanuddin Agus, 2006. Agama dalam kehidupan manusia : Jakarta Raja

Grafindo Persada, Halaman : 33

Mohammad Ali. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung 1985 Halaman :155

Frank L. Cooley, 1987.Mimbar dan Takhta, Jakarta: PSH, , Halaman :183.


(29)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

A.1 Metode yang digunakan

Sebelum membuat suatu penulisan penelitian hendaknya sebagai peneliti menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai dalam suatu penulisan penelitian tersebut. Metode penelitian juga menentukan bagaimana susunan cara atau urutan peneliti dalam meneliti suatu masalah. Menurut peneliti sendiri Metode adalah suatu bentuk urutan atau cara yang dipergunakan peneliti dalam memecahkan suatu masalah dengan menguji secara benar dan berurutan.

Di dalam penelitian, metode merupakan faktor penting untuk memecahkan masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu (Winarno Surakhmad. 1982: 121).

Sedangkan menurut Husin Sayuti (1989, 32) menegaskan bahwa “metode merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu proses kerja yang digunakan demi tercapai nya suatu tujuan.


(30)

Setelah menentukan metode yang tepat selanjutnya peneliti membuat keputusan untuk menggunakan metode historis yang sesuai dengan masalah yang akan di kaji oleh peneliti. Dalam menggunakan metode historis peneliti mencari sumber-sumber, bukti-bukti yang telah dapat dipercaya kebenaran ceritanya. Dalam proses metode historis ini peneliti mendapat sumber-sumber serta bukti-bukti yang relevan yang di dapat melalui pencarian, penulisan, perangkuman suatu cerita peristiwa yang peneliti peroleh dari Perpustakaan Umum, Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA). Demi memperoleh pemecahan terhadap masalah yang akan peneliti teliti.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode historis, karena penelitian ini mengambil obyek dari peristiwa-peristiwa pada masa lampau. Metode ialah suatu cara yang digunakan peneliti untuk menyelesaikan suatu permasalahan didalam suatu penelitian. Metode penelitian adalah suatu cara dan jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap sesuatu untuk memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan.

Hadari Nawawi berpendapat bahwa: Metode historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu, terlepas dari keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau keadaan masa sekarang dalam hubungannya dengan kejadian atau keadaan masa lalu, untuk kemudian hasilnya juga dapat


(31)

dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang (Hadari Nawawi. 1993: 78-79).

Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa : Metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari masa lalu (Louis Gottschalk. 1986: 32).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, metode historis adalah suatu cara atau jalan penelitian yang menggunakan proses pengunpulan data, penganalisaan data dari suatu peristiwa-peristiwa, yang perlu pemahaman yang harus diinterprestasikan secara kritis agar bisa dijadikan bahan dalam penulisan sejarah serta bisa merekonstruksi suatu fakta dan menarik kesimpulan dengan benar. Dengan melalui kegiatan seperti :

1. Heuristik,

Adalah proses mencari untuk menemukan sumber sejarah. Dalam hal ini peneliti mencari,mengkaji, serta menguji kebenaran suatu cerita atau peristiwa yang kebenaran itu dapat di uji sesuai dengan masalah yang akan peneliti uji, dalam pencarian sumber sejarah peneliti banyak mendapat sumber yang relevan yang peneliti dapat dalam Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA) Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum lain nya. Yang sumber atau bukti kebenaran masalah itu dapat diuji kebenaran nya oleh peneliti.


(32)

Adalah penyelidikan atas jejak-jejak sejarah yang asli, baik isi maupun bentuknya. Dalam suatu peristiwa tentunya kita terlebih dahulu memahami, mengerti, serta tahu kebenaran suatu peristiwa sejarah itu tentunya, bukan hanya mendengar dan langsung percaya akan suatu peristiwa sejarah tersebut. Melalui media surat kabar, perpustakaan, maupun berita yang pada intinya peneliti berusaha memberikan suatu bentuk penulisan yang asli baik isi, maupun bentuknya yang nantinya peneliti dapat menuliskan bentuk hasil laporan penelitian yang dapat dipercaya kebenarannya.

3. Interpretasi

Yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh. Dalam hal ini peneliti membedakan,menguji suatu kebenaran masalah dimana dalam pencarian suatu sumber sejarah, sebelum peneliti menulis mengenai masalah yang akan diteliti terlebih dahulu peneliti menguji mana yang benar-benar terjadi dan mana yang hanya fakta belaka.

4. Historiografi

Yaitu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Setelah semua sumber-sumber terkumpul, peneliti memahami, mengerti, dan menguji suatu bentuk masalah tersebut peneliti membuat suatu laporan hasil penelitian yang sesuai dengan kebenaran yang peneliti dapat dalam perjalanan penelitian yang peneliti telah disesuaikan dengan standar bentuk laporan hasil penelitian yang ada pada Universitas Lampung.


(33)

Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis diatas, maka peneliti dapat melakukan langkah-langkah kegiatan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah :

1) Heuristik yaitu peneliti berusaha dan mencoba mencari mengumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

2) Kegiatan heuristik akan dilakukan dan difokuskan pada literatur-literatur yang berhubungan dengan pengaruh sentimen primordialisme keagamaan terhadap masyarakat maluku.

3) Kritik yaitu setelah data didapat dan terkumpul maka peneliti akan menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli atau palsu dan apakah dapat digunakan atau sesuai dengan proses penelitian. Proses ini dilakukan peneliti dengan memilah-milah dan menyesuaikan data yang peneliti dapatkan dari heuristik dengan tema yang akan peneliti kaji, dan arsip atau data yang diperoleh peneliti dalam penulisan telah diketahui keasliannya. 4) Interpretasi yaitu peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang

telah didapatkannya dan selanjutnya berusaha untuk melakukan analisis data atau peneliti mulai melakukan pembentukan konsep dan generalisasi sejarah.

5) Historiografi yaitu langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalh kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian, dalam hal ini peneliti membuat laporan hasil penelitian berupa penulisan skripsi,dari apa yang di dapatkan peneliti saat heuristik, kritik, dan interpretasi. Penulisan skripsi ini


(34)

disusun dan ditulis berdasarkan metode penulisan karya ilmiah yang berlaku di Universitas Lampung.

A.2. Variabel Penelitian

Dalam tahap penelitian terdapat variabel penelitian, variabel penelitian adalah suatu bentuk konsep yang sangat bervariasi yang dapat dikelompokkan dalam dua kelompok atau lebih. Dalam mencari dan mendapat konsep variabel penelitian ini peneliti mendapatkan sumber yang relevan dari Perpustakaan

Daerah Lampung (PUSDA) dan Perpustakaan Universitas Lampung. “Menurut

pendapat S.Margono, Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai, variabel juga dapat diartikan sebagai pengelompokkan yang logis dari dua atau

lebih atribut” (S. Margono. 1996 : 133).

Sedangkan menurut Pendapat Muhammad Ali, Variabel menunjukkan pada gejala, karakteristik, atau yang kemunculannya berbeda-beda pada setiap subyek (Muhammad Ali, 1992; 26). Menurut pendapat Suharsimi Arikunto,

“Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi inti perhatian suatu

penelitian” (Arikunto. 2002: 96).

Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud variabel penelitian adalah suatu objek yang mempunyai nilai dan arti yang menjadi pusat perhatian dalam sebuah penulisan penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal dengan fokus penelitian tentang pengaruh fanatisme agama Islam – Kristen terhadap masyarakat di maluku.


(35)

A.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam tehnik pengumpulan data peneliti menggunakan tehnik kepustakaan dan dokumentasi yang sesuai dengan cara yang benar yang telah diajarkan pada saat perkuliahan pada Fakultas Pendidikan Sejarah, mendapatkan sumber bahan yang mendukung dalam pemecahan masalah yang akan peneliti uji.

Sumber kepustakaan diperoleh dari Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA) Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum lain nya yang mendukung peneliti mengumpulkan sumber pengumpulan data. Dalam tehnik dokumentasi peneliti berusaha mengambil serta mengabadikan gambar-gambar atau segala macam bentuk kejadian peristiwa yang sesuai dengan masalah yang peneliti akan cari dengan mendokumentasikannya sebagai bukti yang dapat dipercayai kebenarannya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik kepustakaan dan dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang diinginkan lebih akurat. Teknik pendukung dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

A.3.1. Teknik Kepustakaan

Teknik kepustakaan adalah suatu cara mencari, membaca, memahami, dan mengerti suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan buku-buku serta bukti-bukti yang diperoleh melalui perjalanan pencarian pada Perpustakaan Universitas Lampung, Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA), serta Perpustakaan Umum lainnya.


(36)

Menurut pendapat Nawawi teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Nawawi. 1993: 133).

Menurut Koentjaraningrat, teknik kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di perpustakaan, misalnya dalam bentuk koran, naskah, catatan, kisah sejarah dokumen-dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjoroningrat. 1883: 133).

Dengan demikian dalam melakukan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti ini dilakukan dengan membaca-baca serta mempelajari buku dengan tujuan memperoleh teori-teori ataupun argument yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan masalah yang diteliti.

A.3.2. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah segala macam usaha peneliti dalam upaya mengambil serta mengabadikan gambar-gambar atau segala macam bentuk kejadian peristiwa yang sesuai dengan masalah yang peneliti akan cari dengan mendokumentasikannya sebagai bukti yang dapat dipercayai kebenarannya.

Menurut Nawawi, Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui sumber tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga


(37)

buku-buku, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum dan lain-lain, yang berhubungan dengan masalah yang akan di teliti(Nawawi. 1993: 134).

Berdasarkan pendapat diatas peneliti akan melakukan penelitian dengan teknik dokumentasi, peneliti akan berusaha mencari dan mengumpulan buku-buku, surat kabar,artikel, film, arsip bersejarah tentang primordialisme keagamaan masyarakat maluku.

A.4. Teknik Analisis Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan demikian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif yaitu data yang berupa fenomena- fenomena yang terjadi yang dikumpulkan dalam bentuk laporan dan karangan para sejarahawan sehingga memerlukan pemikiran dalam menyelesaikan masalah penelitian.

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan, selanjutnya adalah proses mengubah rekaman data kedalam pola, kategori dan disusun secara sistematis. Proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstrakan dan transpormasi data dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian berlangsung. Fungsi dari reduksi data ini adalah untuk menajamkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir sehingga interpretasi bisa ditarik. Data yang direduksi akan memberikan gambaran mengenai hasil pengamatan yang mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan.


(38)

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah penampilan sekumpulan data yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dari pengambilan tindakan. Bentuk penyajiannya antara lain dengan cara memasukkan data ke dalam sejumlah matrik, grafik, dan bagan yang diinginkan atau bisa juga hanya dalam bentuk naratif saja.

3. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi

Setelah data direduksi, dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik, maka tindak lanjut peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya. Setelah data direduksi, dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik, maka tindak lanjut peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlangsung.

Langkah–langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan adalah :

1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian .

2. Menyusun data-data dan menyeleksi data - data yang diperoleh dari sumber yang didapat di lapangan.

3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk penulisan.


(39)

REFERENSI

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito :Bandung. Halaman 121

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta.Halaman 32

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Univercity Pers : Yogyakarta. Halaman 78-79

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah : Pengantar Metode Sejarah. Yayasan Penerbit UI : Jakarta. Halaman 32

Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta. Halaman 133

Ali, Muhammad. 1992 . Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa : Bandung. Halaman 26

Koentjoroningrat . 1983. Metode-Metode Penelitian Sejarah. PT Gramedia : Jakarta. Halaman 133

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Citra : Jakarta. Halaman 96


(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

A.1. Munculnya persaudaraan berdasarkan keagamaan

Dengan berlangsungnya pemurnian Kristen di Maluku, Gereja sangat berhasil melakukan Kristenisasi upacara-upacara pakta perjanjian pela, dalam kekerabatan yang hanya melibatkan desa-desa Kristen, dengan cara-cara yang jauh mengurangi kepentingan leluhur. Secara tidak langsung, menurunnya peran adat di desa-desa Kristen juga menghapuskan dasar umum interaksi dengan anggota pela dari kalangan Muslim yang mengarah pada semakin jauhnya jarak sosial antara Kristen dan Muslim. Keyakinan Kristen yang berkembang dalam kelompok Kristen dalam melihat kebenaran sebagai kebenaran tunggal dan itu identik dengan menjadi Kristen. Di luar Kristen, entah Islam dan atau agama lainnya, dipandang sebagai pihak yang tidak memiliki kebenaran. Gagasan persaudaraan antar Muslim-Kristen pun menjadi lemah. Konsep ummat Islam tentang ukhuwah Islamiyah lebih menyebar ke seluruh Muslim di Maluku.

Pemurnian agama telah merubah struktur masyarakat dari dominasi budaya menjadi dominasi keagamaan. Sehingga menimbulkan persaingan agama yang semakin mempertajam konflik sosial dalam kehidupan masyarakat Maluku,

yang memang secara sosiologis telah hidup dalam konsep Salam-Serani. Konsep Salam-Serani yang bernuansa kultural berubah esensinya menjadi


(41)

Konsep Islam-Kristen yang bernuansa kepada menguatnya persaudaraan berdasarkan kesamaan agama yang di anut dalam masyarakat Maluku. Dalam kondisi seperti ini maka masing-masing komunitas Islam dan Kristen akan memiliki persepsi bahwa kelompoknya sendiri yang paling benar dan mengembangkan sikap penuh prasangka terhadap kelompok lainnya. Pola interaksi sosial yang terjadi antar kelompok agama di maluku adalah perilaku yang kompetitif, semangat “ Kami “ mengalahkan “ Kita “.

A.2. Melemahnya Budaya pelagandong

Pelaksanaan pemurnian agama membuat kekuasaan agama diatas adat pela. Pela gandong yang selama ini menjadi modal social-kultural bagi kehidupan bersama (ikatan hidup orang basudara) semakin ditinggalkan dengan alasan bahwa pela gandong hanyalah persaudaraan budaya—tidak berlandaskan agama. perubahan generasi pemangku adat. Pemurnian agama ini membuat pelagandong kehilangan pengaruh dalam masyarakat. Pemimpin adat tidak lagi mempunyai pengaruh dalam masyarakat Maluku. Pantangandan yang ditabukan dalam ber Pela kini dilanggar begitu saja oleh para pemuda, ternyata tak ada sedikit pun akibat buruk yang menimpanya. Pela ternyata hanya dihayati oleh para tetua sedangkan para remaja menganggapnya sebagai pesta kampung biasa.

Pelagandong sebagai adat leluhur di nilai banyak tidak sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Kalaupun pelagandong dilaksanakan dianggap bukan urusan agama melainkan urusan budaya yang bersifat kedunian saja. Dengan menghilangkan pemujaan leluhur, sudah tidak ada lagi jembatan yang


(42)

menghubungkan Kristen dengan Muslim. Para kepala adat kehilangan statusnya dengan begitu tidak ada upacara panas pela dalam masyarakat untuk merekatkan pelagandong, sehingga tidak ada lagi yang menjembati hubungan Islam dan Kristen di Maluku. Pela, gandong, yang selama ini menjadi modal kesatuan masyarakat Maluku semakin ditinggalkan dengan dalih pela, gandong, hanyalah persaudaraan budaya yang tidak berlandaskan Agama.

B. Saran

1. Perlunya menghidupkan kembali hubungan antara kelompok-kelompok umat beragama melalui organisasi-organisasi yang mampu mewadahi aktivitas dan interaksi antara kelompok umat beragama yang berbeda-beda di Maluku.

2. Memulihkan rasa kepercayaan antar umat beragama secara individual dengan cara menghilangkan segregasi-segregasi dalam kehidupan sosial antar agama yang berbeda di Maluku.

3. Pembinaan kehidupan keagamaan harus dibina untuk memiliki sikap keagamaan terhadap hubungan sosial dengan pengetahuan agama yang di miliki. Umat harus dibina untuk beragama secara baik dengan tidak mengabaikan aturan dalam beragama.


(43)

Andito . 1998 . Hubungan agama dan negara. Pustaka Hidayah, Bandung, 261 Halaman

Agus, Bustanuddin. 2006. Agama dalam kehidupan manusia : Jakarta Raja Grafindo Persada, :255 Halaman

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Citra : Jakarta.:190 Halaman

Ali, Muhammad. 1985 . Melepas Belenggu Fanatisme Golongan. Penerbit: Pustaka Sidogiri:212 Halaman

Ali, Muhammad.. 1992. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa Bandung: 248 Halaman

Edwin, Paskalis. 2000, Agama dan Kekerasan. Malang: Widyasasana: 235 Halaman.

Eickelmen, Frank Dale. 1998. Politik muslim : wacana kekuasaan dan hegomoni dalam masyarakat muslim.Tiara Wacana Yogya,: 260 Halaman

Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, :470 Halaman

Hassan, Riaz. 1985. Islam dari konservative sampai fundamentalis, Jakarta Pers: 315 halaman

Koentjoroningrat. 1983. Metode Penelitian Sejarah. PT Gramedia : Jakarta.: 238 Halaman

Nazzaruddin, Syamsuddin. 1993. Dinamika Sistem Politik Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 245 Halaman

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Univercity Pers : Yogyakarta.:376 Halaman

Pieris, John. 2004, Tragedi Maluku : Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.: 336 Halaman


(44)

Surjantoro, Bagus. 2005. kesaksian misionaris. Yogyakarta : halaman: 232. Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta : 211

Halaman

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito Bandung. 338 Halaman

Selamet, Margono. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta. :237 Halaman

Triyono, Lambang. 2004. Keluar dari kemelut Maluku. Pustaka Pelajar Yokyakarta : 369 Halaman

Wach, Joachim. 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta; CV. Rajawali. 147 Halaman.

Watloly. 2005. Maluku Baru : Bangkitnya Mesin Eksistensi Anak Negeri. Yogyakarta: Kanisius, :168 Halaman

Wakano, Abidin. 2008, Identitas Kultural Maluku Staf Pengajar IAIN Ambon: 218 Halaman


(45)

PETA MALUKU


(46)

Massa merah (simbol pasukan Gereja) bersiap menyerang dengan senjata Parang, tombak dan panah dalam kerusuhan sentimen agama yang fanatik.

Sumber: http://farsijanaindonesia


(47)

Rasa fanatisme yang menimbulkan emosional dan ikatan solidaritas untuk membantu saudaranya di maluku

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(48)

Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(49)

Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan dalam kerusuhan antar agama di Ambon 1999

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk


(50)

Akibat konflik masyarakat tersegregasi dalam wilayah masing-masing agama. Jalan setapak mendaki gunung menjadi pilihan masyarakat Maluku demi menjaga keselamatan diri.

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk


(51)

Penggunaan simbol-simbol keagamaan yang menunjukan rasa fanatisme yang kuat di Maluku

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(52)

Terbakar semangat fanatisme, kedua komunitas agama di Ambon saling serang dan melakukan pembakaran dalam konflik 1999

.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html

Lampiran.

Hilangnya rasa persaudaraan, yang menimbulkan sikap siapa

“kita” dan siapa’mereka’ . pemuda dari masyarakat Kristen menjaga daerahnya dari serangan penduduk beragama Islam (muslim) dengan membawa senapan di Maluku, 21 November

2000.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(53)

Desa Batu Merah di Ambon yang hancur dan terbakar dalam konflik Ambon 1999

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(54)

Polisi Berusuha menenangkan Kerusahan warga Muslim dan Kristen di Maluku tahun 1999


(1)

Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan dalam kerusuhan antar agama di Ambon 1999

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk


(2)

Akibat konflik masyarakat tersegregasi dalam wilayah masing-masing agama. Jalan setapak mendaki gunung menjadi pilihan masyarakat Maluku demi menjaga keselamatan diri.

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk


(3)

Penggunaan simbol-simbol keagamaan yang menunjukan rasa fanatisme yang kuat di Maluku

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(4)

Terbakar semangat fanatisme, kedua komunitas agama di Ambon saling serang dan melakukan pembakaran dalam konflik 1999

.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html

Lampiran.

Hilangnya rasa persaudaraan, yang menimbulkan sikap siapa “kita” dan siapa’mereka’ . pemuda dari masyarakat Kristen menjaga daerahnya dari serangan penduduk beragama Islam (muslim) dengan membawa senapan di Maluku, 21 November

2000.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(5)

Desa Batu Merah di Ambon yang hancur dan terbakar dalam konflik Ambon 1999

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html


(6)

Polisi Berusuha menenangkan Kerusahan warga Muslim dan Kristen di Maluku tahun 1999